Anda di halaman 1dari 27

Referat

BENDA ASING ESOFAGUS

Oleh:
Husnul Khotimah, S. Ked 04054821820057
Rulitia Nairiza, S.Ked. 04054821820092
Faris Naufal Afif, S.Ked. 04054821719005
Nopasari, S.Ked. 04084821921071
Fajri Irwinsyah Manalu, S.Ked. 04011181520086
Alyssa Poh Jiawei, S.Ked. 04011381520183

Pembimbing:
dr. Puspa Zuleika, Sp.T.H.T.K.L (K), M.Kes., FICS

BAGIAN/DEPARTEMEN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Referat
Benda Asing Esofagus

Disusun oleh:
Husnul Khotimah, S. Ked 04054821820057
Rulitia Nairiza, S.Ked. 04054821820092
Faris Naufal Afif, S.Ked. 04054821719005
Nopasari, S.Ked. 04084821921071
Fajri Irwinsyah Manalu, S.Ked. 04011181520086
Alyssa Poh Jiawei, S.Ked. 04011381520183

Pembimbing:
dr. Puspa Zuleika, Sp.T.H.T.K.L. (K), M.Kes., FICS

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 11
Maret – 15 April 2019.

Palembang, Maret 2019


Pembimbing

dr. Puspa Zuleika, Sp.T.H.T.K.L. (K), M.Kes., FICS

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala


yang telah melimpahkan berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Benda Asing Esofagus”. Referat ini
disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Departemen
THT-KL RSMH Palembang. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada dr. Puspa Zuleika, Sp.T.H.T.K.L. (K), M.Kes., FICS selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
referat ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya referat ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
referat ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari seluruh pihak agar referat ini menjadi lebih baik. Semoga referat
ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan bagi penulis dan
pembaca.

Palembang, Maret 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................3
2.1 Anatomi Esofagus ......................................................................................3
2.2 Fisiologi Menelan ......................................................................................6
2.3 Benda Asing Esofagus ...............................................................................8
2.3.1 Definisi .............................................................................................8
2.3.2 Epidemiologi ....................................................................................8
2.3.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi ....................................................10
2.3.4 Patofisiologi ....................................................................................11
2.3.5 Diagnosis ........................................................................................12
2.3.6 Tatalaksana .....................................................................................15
2.3.7 Komplikasi .....................................................................................18
BAB III KESIMPULAN .......................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Benda asing atau corpus alienum adalah benda yang berasal dari luar
tubuh (eksogen) atau dalam tubuh (endogen), yang pada keadaan normal tidak
ada.1 Dari semua kasus benda asing yang masuk kedalam saluran cerna dan
pernapasan anak-anak, sepertiganya tersangkut di saluran pernapasan. Benda
asing esofagus adalah benda yang tajam maupun tumpul atau makanan yang
tersangkut dan terjepit di esofagus karena tertelan, baik secara sengaja maupun
tidak sengaja.1-3
Kasus benda asing tertelan dan impaksi makanan di saluran cerna
merupakan kasus yang sering dijumpai. Tertelan benda asing relatif menjadi kasus
emergensi di bidang otorinolaringologi.4 Kebanyakan kasus benda asing dapat
tertelan secara spontan, 10-20% memerlukan intervensi endoskopi dan 1%
memerlukan tindakan pembedahan,5 namun didapatkan sekitar 1500-2750 pasien
meninggal tiap tahunnya di Amerika Serikat akibat tertelan benda asing.6 Di
RSUP Dr Mohammad Husein (RSMH) Palembang selama periode Januari 2013
sampai dengan Desember 2015 terdapat 43 pasien yang berobat ke bagian THT-
KL dengan keluhan benda asing tertelan di esofagus.7 Anak-anak lebih banyak
dijumpai pada kasus ini dibandingkan dewasa. Menurut data American
Association of Poison Control Centers tahun 2000, sebanyak 75% merupakan
anak-anak dari 116.000 kasus.1,8 Populasi dewasa pada kasus ini biasanya
berkaitan dengan kondisi tertentu seperti retardasi mental, kelainan psikiatri,
penggunaan alkohol, dan pasien edentulous.9
Benda asing esophagus sering ditemukan di daerah penyempitan fisiologis
esophagus. Tujuh puluh persen dari 2394 kasus benda asing esofagus ditemukan
di daerah servikal, dibawah sfingter krikofaring, 12% didaerah hipofaring dan
7,7% didaerah esofagus torakal. Dilaporkan 48% kasus benda asing yang
tersangkut di daerah esofagogaster menimbulkan infeksi lokal. Gejala yang timbul
berupa rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di tenggorok (gagging), disfagia
dan muntah. Kejadian ini membutuhkan kecepatan diagnosis dan intervensi,

1
dimana keterlambatan tindakan akan menyebabkan morbiditas yang nyata hingga
kematian.1
Kasus benda asing di esofagus pada dewasa merupakan kondisi serius
yang dapat menyebabkan komplikasi seperti ulserasi mukosa, perforasi esofagus,
mediastinitis, trauma vaskular, fistula aortaesofageal, pneumothorax,
pseudoaneurisma, fistula trakeoesofageal, perikarditis, dan kondisi serius lainnya.
Komplikasi ini berkaitan dengan tingginya tingkat mortalitas pada usia dewasa,
dan lebih meningkat lagi pada pediatri.4
Mengingat tingginya angka kejadian benda asing di esofagus terutama
pada anak-anak dan bahaya yang ditimbulkan, penulis tertarik untuk mengangkat
masalah tersebut dalam referat ini.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Esofagus


Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga dan berotot yang
menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung,
dengan panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, terletak dari hipofaring pada
daerah pertemuan faring dan esofagus (vertebra servikal V sampai VI) di bawah
kartilago krikoid, kemudian melewati diafragma melalui hiatus diafragma
(vertebra torakal X) hingga ke daerah pertemuan esofagus dan lambung, lalu
berakhir di orifisum kardia lambung (vertebra torakal XI). Esofagus terletak di
posterior jantung dan trakea, di anterior vertebra, dan menembus hiatus diafragma
tepat di anterior aorta. Batas antara faring dan esofagus disebut introitus esofagus
yang terletak setinggi batas bawah vertebra servikalis keenam. Introitus esophagus
dianggap sebagai gate of tears dikarenakan sering terjadinya perforasi pada
daerah ini saat esofagoskopi.10,11
Berdasarkan letaknya, esofagus dibagi menjadi pars servikal, torakal, dan
abdominal. Pada orang dewasa panjang esofagus servikal 5-6 cm, mulai dari C6
sampai T1. Panjang esofagus torakal 16-18 cm setinggi vertebra torakalis II-IX.
Sedangkan pada bagian abdominal terdapat pars diafragmatika sepanjang 1-1,5
cm setinggi vertebra torakalis X sampai vertebra lumbalis III dan pars
abdominalis sepanjang 2-3 cm, bergabung dengan cardia gaster disebut
gastroesophageal junction.12
Pada kedua ujung esophagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus
membentuk otot sfingter esophagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut
otot rangka. Bagian esophagus ini secara normal berada dalam keadaan kontraksi
kecuali saat menelan. Sfingter esophagus bagian bawah bertindak sebagai sfingter
dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esophagus.
Dalam keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke
dalam lambung atau waktu muntah.10

3
4

Gambar 1. Anatomi Esofagus.12

Dinding esofagus terdiri atas empat lapisan, yaitu mukosa, submukosa,


muskularis, dan serosa. Lapisan mukosa bagian dalam terbentuk dari epitel
gepeng berlapis yang berlanjut ke faring di ujung atas. Epitel ini mengalami
peralihan menjadi epitel toraks selapis pada perbatasan esofagus dan lambung (Z
line). Mukosa esofagus dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan
terhadap isi lambung yang asam. Lapisan submukosa mengandung sel-sel
sekretori yang memproduksi mukus yang mempermudah jalannya bolus makanan
dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia. Lapisan otot di lapisan luar
tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular. Otot yang terdapat di
5% bagian atas esofagus adalah otot rangka, sedangkan otot di separuh bagian
bawah adalah otot polos. Bagian di antaranya adalah campuran otot rangka dan
otot polos. Berbeda dengan bagian saluran cerna yang lain, esofagus tidak
memiliki lapisan serosa, melainkan lapisan ini berupa jaringan ikat longgar yang
menghubungkan esofagus dengan struktur yang berdekatan. Tidak adanya serosa
menyebabkan semakin mudahnya penyebaran sel-sel tumor dan meningkatkan
kemungkinan kebocoran setelah operasi.10
5

Gambar 2. Lapisan dinding esofagus.11

Esofagus dipersarafi oleh serabut eferen dan aferen parasimpatis dan


simpatis melalui nervus vagus dan trunkus simpatikus. Selain itu, terdapat jala
serabut saraf intramural intrinsik di antara lapisan otot sirkular dan otot
longitudinal (pleksus Auerbach) yang berperan untuk aturan peristaltic normal,
serta terdapat jala saraf intrinsic kedua (pleksus meissner).10,11

Gambar 3. Potongan melintang esofagus.11

Terdapat empat tempat pada esofagus yang mengalami penyempitan


dalam kondisi normal. Penyempitan pertama disebabkan oleh muskulus
krikofaringeal (setinggi C5) yang merupakan pertemuan antara serat otot striata
dan otot polos sehingga daya propulsifnya melemah. Daerah penyempitan kedua
6

disebabkan oleh persilangan arkus aorta (setinggi Th 1). Penyempitan yang ketiga
disebabkan oleh persilangan bronkus kiri (setinggi Th 4), dan yang keempat
disebabkan oleh mekanisme sfingter gastroesofageal (setinggi Th 10).12,13

2.2 Fisiologi Menelan


Menelan merupakan suatu aksi fisiologis kompleks ketika makanan atau
cairan berjalan dari mulut ke lambung. Menelan dianggap sebagai rangkaian
gerakan otot yang sangat terkoordinasi, mulai dari pergerakan volunter lidah
sampai dengan serangkaian refleks dalam faring dan esofagus. Bagian aferen
refleks ini merupakan serabut-serabut yang terdapat dalam saraf V, IX, dan X.
Pusat menelan atau deglutisi terdapat pada medula oblongata. Di bawah
koordinasi pusat ini, impuls-impuls berjalan ke luar dalam rangkaian waktu yang
sempurna melalui saraf kranial V, X, dan XII menuju ke otot-otot lidah, faring,
iaring, dan esofagus. Menelan merupakan suatu proses yang kontinu dan terjadi
dalam tiga fase, yaitu fase oral, fase faringeal, dan fase esofageal.10,14
Pada fase oral, makanan yang telah dikunyah oleh mulut yaitu bolus
didorong ke belakang mengenai dinding posterior faring oleh gerakan voluntar
lidah ke atas dan ke belakang terhadap palatum. Akibat yang timbul dari peristiwa
ini adalah rangsangan gerakan refleks menelan.10,14
Pada fase faringeal, terdapat beberapa tahapan. Tahap pertama, palatum
mole dan uvula tertarik ke atas untuk menutupi nares posterior hidung, mencegah
refluks makanan ke rongga hidung. Tahap kedua, lipatan palatofaringeal pada
setiap sisi faring tertarik ke arah medial agar saling mendekat dan membentuk
celah yang akan di lewati makanan. Tahap ketiga, pada saat yang sama, laring
terangkat dan menutup glotis, mencegah makanan memasuki trakea. Tahap
keempat kontraksi otot konstriktor faringeus mendorong bolus melewati epiglotis
menuju ke faring bagian bawah dan memasuki esofagus. Gerakan retroversi
epiglotis di atas orifisium laring akan melindungi saluran pernapasan sehingga
mencegah makanan memasuki trakea. Tahap kelima, setelah laring terangkat dan
sfingter faringoesofageal mengalami relaksasi, selutuh otot dinding faring
7

berkontraksi untuk mendorong makanan ke dalam esofagaus melalui proses


peristaltik. Keseluruhan fase faringeal terjadi selama 1,5 detik.14
Pada fase esofageal dimulai saat otot krikofaringeus berelaksasi sejenak
dan memungkinkan bolus memasuki esofagus. Setelah relaksasi singkat ini,
gerakan peristaltik primer yang dimulai dari faring diteruskan ke otot krikofaring
sehingga otot ini berkontraksi. Gerakan peristaltik terus berjalan sepanjang
esofagus, mendorong bolus menuju sfingter esofagus bagian distal. Bolus ini
menyebabkan otot sfingter distal berelaksasi dan memungkinkan bolus masuk ke
dalam lambung. Gerakan peristaltik primer bergerak dengan kecepatan 2 sampai 4
cm/ detik sehingga makanan yang tertelan mencapai lambung dalam waktu 5–15
detik. Apabila seseorang menelan dalam posisi tegak maka makanan yang tertelan
akan mencapai lambung skitar 5-8 detik. Mulai setinggi arkus aorta, timbul
gerakan peristaltik sekunder jika gerakan primer gagal mengosongkan esofagus.
Gerakan ini timbul dikarenakan adanya sisa partikel makanan.14

Gambar 4. Proses menelan.14

Sewaktu menelan terjadi perubahan tekanan dalam esofagus yang


mencerminkan fungsi motoriknya. Dalam keadaan istirahat, tekanan dalam
esofagus sedikit berada di bawah tekanan atmosfer, tekanan ini mencerminkan
tekanan intratorak. Daerah sfingter esofagus bagian atas dan bawah merupakan
8

daerah bertekanan tinggi. Daerah tekanan tinggi ini berfungsi untuk mencegah
aspirasi dan refluks isi lambung. Tekanan menurun bila masing-masing sfingter
relaksasi sewaktu menelan dan kemudian meningkat bila gelombang peristaltik
melewatinya. Rangkaian gerakan kompleks yang menyebabkan terjadinya proses
menelan mungkin terganggu bila ada sejumlah proses patologis. Proses ini dapat
mengganggu transport makanan maupun mencegah refluks lambung.10,14

2.3 Benda Asing Esofagus


2.3.1 Definisi
Benda asing esofagus adalah benda yang tajam maupun tumpul atau
makanan yang tersangkut dan terjepit di esofagus karena tertelan, baik secara
sengaja maupun tidak sengaja. Benda asing dapat berasal dari luar tubuh
(eksogen) atau dari dalam tubuh (endogen), yang disengaja maupun tidak sengaja.
Benda asing eksogen biasanya masuk melalui hidung atau mulut, sedangkan
benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah,
krusta, membran difteri, bronkolit, cairan amnion, mekonium yang dapat masuk
ke dalam saluran napas bayi pada saat proses persalinan.1,4

2.3.2 Epidemiologi
Sebanyak 80% kasus datang ke emergensi karena benda asing di
esofagus adalah anak-anak, dengan rentang usia 6 bulan sampai 3 tahun. Biasanya
datang akibat tidak sengaja tertelan koin, benda berujung tajam (pin,jarum), batre,
mainan, krayon, tulang ikan dan ayam, potongan makanan yang besar, perhiasan,
dan benda lain. Koin adalah benda asing terbanyak tertelan oleh anak-anak. Pada
usia dewasa, kejadian yang sama akibat benda asing di esofagus adalah impaksi
makanan, terutama daging. Perkiraan insiden impaksi makanan pertahun yaitu 13
sampai 16 dari 100.000 kasus. Abnormalitas seperti peptic stricture dan esofagitis
eosinofilik diduga berhubungan dengan impaksi makanan. Di Amerika Serikat
kejadian impaksi makanan terbanyak diakibatkan oleh daging seperti hot dog,
pork, dan ayam. Sedangkan di Asia dan negara di sekitar pantai terbanyak
diakibatkan oleh ikan dan tulang ikan.6,13 Sekitar 80%-90% benda asing yang
9

tertahan di esofagus dapat tertelan secara spontan, 10%-20% kasus memerlukan


endoskopi sebagai intervensi dan 1% kasus memerlukan tindakan pembedahan.5
Menurut data American Association of Poison Control Centers tahun
2000, sebanyak 75% merupakan anak-anak dari 116.000 kasus.1,8 Pada tahun
1999, American Association of Poison Control mendokumentasikan sebanyak
182.105 kejadian tertelannya benda asing pada pasien dibawah 20 tahun. Terdapat
1500-1600 insidensi kematian per tahun akibat komplikasi yang terjadi karena
benda asing pada esofagus di Amerika.15 Di RSUP Dr Mohammad Husein
(RSMH) Palembang selama periode Januari 2013 sampai dengan Desember 2015
terdapat 43 pasien yang berobat ke bagian THT-KL dengan keluhan benda asing
tertelan di esofagus.7
Benda asing di esofagus sering ditemukan di daerah penyempitan
fisiologis esofagus. Benda asing yang bukan makanan kebanyakan tersangkut di
servikal esofagus, biasanya di otot krikofaring atau arkus aorta. Lokasi tersering
benda asing tersangkut di esofagus adalah pada sfingter krikofaringeus
dikarenakan pada daerah tersebut adalah daerah yang sempit dan terdiri dari otot
krikofaring yang akan membuka disaat bolus melewatinya. Namun apabila bolus
atau makanan tidak sempurna diolah dimulut akan menyebabkan makanan
tersebut tersangkut, apalagi untuk suatu benda asing yang cukup besar.Terkadang
benda asing dapat ditemukan di daerah penyilangan esofagus dengan bronkus
utama kiri atau pada sfingter kardio-esofagus.16
10

Gambar 5. Daerah penyempitan esofagus.11

2.3.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Penyebab benda asing di esofagus dibagi dalam golongan anak dan
dewasa. Penyebab pada anak antara lain, stenosis kongenital, fistel trakeoesofagus
dan pelebaran pembuluh darah.1 Sedangkan penyebab pada orang dewasa antara
lain biasanya berkaitan dengan kondisi tertentu seperti retardasi mental, kelainan
psikiatri, penggunaan alkohol, dan pasien edentulous.1,8,9
Faktor predisposisi benda asing esofagus pada anak-anak antara lain
belum tumbuhnya gigi molar, koordinasi proses menelan dan sfingter laring yang
belum sempurna pada kelompok usia 6 bulan-1 tahun, retardasi mental dan
gangguan pertumbuhan. Faktor predisposisi pada orang dewasa antara lain
esofagitis refluks, striktur pasca esofagitis korosif, akalasia, karsinoma esofagus
atau gaster, cara mengunyah yang salah dengan gigi palsu yang kurang baik
pemasangannya, mabuk dan keracunan.1,8,10
Walaupun banyak jenis makanan yang dapat tersangkut di esophagus,
pada orang dewasa, penyakit abnormalitas pada esophagus seperti esofagitis
eosinopilik, menjadi penyebab utama impaksi makanan. Selain esofagitis
11

eosinofil, pada anak, impaksi makanan bisa disebabkan oleh anomali vaskular
atau kelainan kongenital lain.1,17

2.3.4 Patofisiologi
Pederita biasanya dapat melokalisasi jika tertelan benda asing pada
esophagus atas, tetapi tidak akan bisa jika lokasi di dua pertiga bawah dari
esophagus. Ketika benda asing masuk ke esophagus, hal ini dapat menyebabkan
terbentuknya peradangan sehingga menimbulkan efek trauma pada esophagus.
Peradangan tersebut menyebabkan edema yang menimbulkan rasa nyeri. Efek
lebih lanjut adalah terjadi penumpukan makanan, rasa penuh di leher dapat
menganggu sistem pernapasan sebagai akibat trauma yang juga mempengaruhi
trakea, dimana trakea memiliki jarak yang dekat dengan esophagus.1,15
Lokasi benda asing tersering adalah esofagus bagian proksimal,
krikofaring atau sfingter esofagus atas. Hal ini disebabkan karena adanya
perubahan otot bergaris menjadi otot polos. Muskulus kontriktor faringeus
mempunyai kontraksi yang lebih kuat untuk mendorong benda asing melalui
sfingter esofagus atas kemudian diteruskan ke muskulus esofagus yang
kontraksinya relatif lebih lemah sehingga menyebabkan benda asing impaksi tepat
dibawah sfingter esofagus atas atau krikofaring.1,10 Pada anak-anak, sekitar 74%
benda asing terjadi di proksimal, yaitu krikofaring. Sedangkan usia dewasa,
sekitar 68% obstruksi terjadi di esofagus distal yang berkaitan dengan
abnormalitas.13
Benda asing yang terhenti dalam esofagus dalam waktu lama akan
menimbulkan lesi atau nekrosis akibat adanya penekanan atau pressure necrosis
dan selanjutnya timbul jaringan granulasi. Bila ada bagian yang tajam dapat
timbul perforasi esofagus. Gejala yang ditimbulkan akibat perforasi esofagus
adalah nyeri dada, emfisema subkutis di leher dan dada, pneumomediastinum
yang dapat diikuti mediastinitis.1,6
12

2.3.5 Diagnosis
Diagnosis benda asing di esofagus ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gambaran klinis dengan gejala dan tanda, pemeriksaan radiologik dan endoskopik.
Tindakan endoskopi dilakukan untuk tujuan diagnostik dan terapi.1
1) Anamnesis
Waktu kapan pasien menelan benda asing, tipe benda yang tertelan, dan
onset gejala penting diketahui. Diagnosis tertelan benda asing harus di
pertimbangkan pada setiap orang dengan riwayat tercekik (choking), tersumbat di
tenggorokan, batuk, muntah, tidak bisa menelan makanan padat atau cairan
(disfagia), berat badan menurun, demam, gangguan nafas, rasa tidak nyaman saat
menelan (odinofagia), sensasi benda asing, dan regurgitasi makanan yang belum
dicerna. Obstruksi esofagus parsial maupun komplit hampir semuanya
menimbulkan gejala, seperti nyeri dada substernal, difagia, gagging, vomit,
sensasi tercekik (choking), dan drooling. Pada pasien dengan disfagia, disfonia,
dan odinofagia, hampir 80% kemungkinan terdapat benda asing maupun impaksi
makanan. Jika gejala berupa nyeri retrosternal atau rasa mengganjal pada faring,
didapatkan kurang dari 50% pasien teridentifikasi benda asing di esofagus.6,18
Gejala disfagia bervariasi bergantung pada ukuran benda asing. Disfagia lebih
berat jika terdapat edem mukosa yang memperberat sumbatan, sehingga timbul
rasa sumbatan esophagus yang persisten.1
Pada kasus benda asing di esofagus, 20%-38% anak asimptomatis. Gejala
sulit dinilai, biasanya hanya drooling, sulit makan, saliva dengan bercak darah,
hingga gagal pertumbuhan. Riwayat penyakit perlu diketahui untuk mengetahui
riwayat pernah atau tidak tertelan benda asing, khususnya impaksi makanan,
karena berkaitan dengan dilatasi esofagus sehingga meninbulkan episode rekuren.
Riwayat alergi (asma, rinitis alergi, urtikaria, dermatitis atopik, dan alergi
makanan atau obat) bisa menjadi petunjuk pada pasien yang memiliki esofagitis
eosinofilik.6,18
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dibutuhkan untuk menentukan perkiraan lokasi benda
asing, terutama untuk mengidentifikasi kemungkinan komplikasi. Memastikan
13

jalan nafas dan tingkat kesadaran adalah hal yang paling penting sebelum
memutuskan untuk melakukan intervensi endoskopi atau tidak.6
Pada pemeriksaan fisik, terdapat kekakuan lokal pada leher bila benda
asing terjepit akibat edema yang timbul progresif. Bila benda asing tersebut
ireguler menyebabkan perforasi akut, dan didapatkan tanda-tanda
pneumomediastinum, emfisema leher berupa bengkak, kemerahan, atau krepitus
pada regio leher atau dada. Pada uskultasi terdengar suara getaran di daerah
prekordial atau di antara skapula.1,6
Pada anak-anak, gejala nyeri atau batuk dapat disebabkan oleh
aspirasi dari air liur atau minuman dan pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki,
mengi, demam, abses leher atau tanda-tanda emfisema subkutan. Selain itu, bisa
didapatkan tanda-tanda lanjut seperti berat badan menurun dan gangguan
pertumbuhan. Benda asing yang berada di daerah servikal esofagus dan di bagian
distal krikofaring, dapat menimbulkan gejala obstruksi saluran nafas dengan bunyi
stridor, karena menekan dinding trakea bagian posterior, dan edema
periesofagus.1,19
3) Pemeriksaan Penunjang
Pasien yang diduga kasus benda asing di esofagus perlu dilakukan
pemeriksaan rontgen anteroposterior dan lateral pada dada dan abdomen untuk
mengidentifikasi jenis dan lokasi benda asing. Benda asing radiopak seperti uang
logam, mudah diketahui lokasinya dan harus dilakukan sesaat sebelum tindakan
esofagoskopi untuk mengetahui kemungkinan benda asing berpindah ke arah
distal. Letak uang logam umumnya koronal, maka pada hasil foto rontgen
servikal/torakal posisi PA akan dijumpai bayangan radioopak berbentuk bundar,
sedangkan pada posisi lateral berupa garis radioopak yang sejajar dengan kolumna
vertebralis. Benda asing seperti tulang, kulit telur, dan lain-lain cenderung berada
pada posisi koronal dalam esofagus, sehingga lebih mudah dilihat dalam posisi
lateral. Benda asing radiolusen seperti plastik, aluminium dan lain-lain, dapat
diketahui dengan tanda inflamasi periesofagus atau hiperinflamasi hipofaring dan
esofagus bagian proksimal.1,6
14

Gambar 6 dan 7. Gambaran rontgent thorax benda asing esofagus.20

Pemeriksaan rontgen juga dapat mendeteksi komplikasi seperti aspirasi,


udara bebas abdomen, dan emfisema subkutan.6 Foto rontgen toraks dapat
menunjukkan gambaran perforasi esofagus dengan emfisema servikal, emfisema
mediastinal, pneumotoraks, pyotoraks, mediastinitis, serta aspirasi pneumonia.
Foto rontgen leher posisi lateral dapat menunjukkan tanda perforasi, dengan
trakea dan laring bergeser ke depan, gelembung udara di jaringan, adanya
bayangan cairan atau abses bila perforasi telah berlangsung beberapa hari.1
Benda asing yang dapat diidentifikasi radiodensitas berupa benda asing
bukan makanan dan tulang ikan. Sedangkan yang tidak selalu dapat diidentifikasi
radiodensitas berupa bolus makanan, tulang ikan atau ayam, kaca, kayu, plastik,
dan benda logam tipis.20 Gambaran radiologik benda asing batu baterai
menunjukkan pinggir bulat dengan gambaran densitas ganda, karena bentuk
bilaminer. Foto polos sering tidak menunjukkan gambaran benda asing, seperti
daging dan tulang ikan sehingga memerlukan pemeriksaan esofagus dengan
kontras (esofagogram). Esofagogram pada benda asing radiolusen akan
memperlihatkan “filling defect persistent”.1
Pemeriksaan endoskopi adalah pemeriksaan paling akurat untuk kasus
benda asing di esofagus. Pasien dengan gejala yang menetap dan dengan gejala
dugaan benda asing esofagus perlu dilakukan pemeriksaan esofagoskopi
walaupun foto rontgen tidak menunjukkan kelainan yang jelas. Endoskopi adalah
metode terbaik untuk mendeteksi kelainan seperti striktur esofagus yang menjadi
15

faktor risiko impaksi makanan. Endoskopi juga digunakan untuk menilai laserasi
atau kerusakan setelah benda asing sudah tidak ada secara spontan.6
Terdapat pemeriksaan penunjang lain berupa xeroradiografi yang
menunjukkan gambaran penyangatan (enhancement) pada daerah pinggir benda
asing. Computed tomography scan (CT Scan) esofagus dapat menunjukkan
gambaran inflamasi jaringan lunak dan abses. Magnetic resonance imaging (MRI)
dapat menunjukkan gambaran semua keadaan patologik esofagus.1

2.3.6 Tatalaksana
Urgensi tatalaksana benda asing esofagus bergantung pada usia, gejala
klinis, bentuk, ukuran, jenis, lokasi benda asing, dan waktu tertelan. Pertama kali
yang dilakukan saat pasien datang adalah mengevaluasi jalan napas dan
kemampuan ventilasi. Pasien yang memiliki risiko tinggi aspirasi membutuhkan
tatalaksana segera. Pasien yang stabil tanpa gejala obstruksi tidak memerlukan
endoskopi segera namun harus tetap diobservasi. Terapi ini dilakukan pada kasus
benda asing tumpul, pendek (panjang < 6cm), dan kecil (diameter <2,5cm). Benda
asing akan berlalu dengan spontan dalam waktu 4-6 hari.8,22
Pada kasus benda asing di esofagus antibiotik intravena dan steroid perlu
diberikan.21 Terapi glukagon dosis 0.5-2.0 mg dapat merelaksasi otot polos
esofagus dan spingter esofagus bawah, sehingga diharapkan benda asing dapat
lewat. Keberhasilan terapi glukagon mencapai 12%-58% untuk kasus impaksi
makanan. Penggunaan glukagon kombinasi dengan endoskopi dapat
meningkatkan keberhasilan terapi impaksi makanan. Nifedipin dan nitrogliserin
tidak dianjurkan karena efek samping hipotensinya.7
Benda asing di esofagus dapat dikeluarkan dengan tindakan endoskopi
yaitu esofagoskopi dengan menggunakan cunam yang sesuai dengan benda asing
tersebut. Esofagoskopi dapat dilakukan dalam 24 jam kasus tertelan benda asing
tanpa obstruksi komplit, yang sebaiknya dilakukan dalam waktu 6-12 jam setelah
kejadian.6,21 Esofagoskopi juga merupakan indikasi absolut untuk benda asing
tajam, tidak radioopak, panjang dan jumlah lebih dari satu atau pada pasien
dengan kelainan esofagus.10 Benda asing tajam yang tidak berhasil dikeluarkan
16

dengan esofagoskopi harus segera dikeluarkan dengan pembedahan, yaitu


servikotomi, torakotomi, atau esofagotomi, tergantung lokasi benda asing
tersebut.1
Esofagoskopi memiliki dua tipe dasar yaitu esofagoskopi kaku dan
esofagoskopi fleksibel. Esofagoskopi kaku adalah tuba logam kaku dengan suatu
lumen berbentuk oval dimana dapat digunakan untuk melihat langsung gambaran
esofagus dan berbagai alat untuk biopsi dan pengeluaran benda asing.
Esofagoskopi kaku juga dapat melindungi esofagus dari bagian yang tajam pada
benda asing. Sedangkan esofagoskopi fleksibel yang memiliki saluran kecil untuk
melihat gambaran mukosa, aspirasi sekresi dan memasukkan forsep kecil untuk
biopsi dan pengeluaran benda asing.8,18 Esofagoskopi fleksibel digunakan sebagai
metode pilihan dengan keberhasilan mencapai lebih dari 95%.6

Gambar 8. Esofagoskopi rigid/kaku.8

Gambar 9. Esofagoskopi fleksibel.8


17

Penentuan timing esofagoskopi berdasarkan penilaian resiko aspirasi, obstruksi


atau perforasi. Esofagoskopi emergensi dilakukan pada kasus obstruksi esofageal,
benda asing berupa kancing, dan benda asing berujung tajam. Esofagoskopi
urgensi dilakukan pada kasus benda asing magnet, benda asing berujung tidak
tajam, dan impaksi makanan tanpa obstruksi komplit. Sedangkan yang termasuk
esofagoskopi nonurgensi yaitu koin di esofagus (observasi 12-24 jam pada pasien
asimptomatis) dan pasien yang sudah sampai lambung dengan tanpa gejala
(observasi hingga 48 jam).21
Karena esofagoskopi relatif invasif dan mahal, terdapat dua metode lain
yang telah diteliti dapat dilakukan untuk mengeluarkan benda asing dari esofagus
dan mungkin lebih hemat biaya bila dilakukan dengan tepat. Kedua metode ini
umumnya dilakukan pada anak-anak yang tertelan koin.23
1) Metode dengan kateter foley. Benda asing tumpul dapat dikeluarkan
dengan menggunakan kateter foley. Pasien dibaringkan pada meja fluoroskopi
dengan posisi kepala direndahkan (head-down position), kemudian kateter
dimasukkan sampai ke bagian distal benda asing. Kateter kemudian
digembungkan dan ditarik secara perlahan, lalu ambil dan tarik benda asing
dengan kateter tersebut. Pada beberapa kasus, benda asing lepas dan masuk ke
lambung. Proses ini sebaiknya dilakukan dengan pantauan fluoroskopi.23

Gambar 10. Metode kateter foley24


18

2) Metode Businasi (Bougienage method). Benda asing yang tumpul dapat


diteruskan ke lambung dengan menggunakan sebuah busi (bougie). Anak dalam
posisi duduk tegak, dan instrumen yang telah diberi pelumas dimasukkan perlahan
ke dalam esofagus, dan menyebabkan benda asing terlepas. Benda asing tersebut
diharapkan dapat melewati sisa saluran pencernaan. Metode ini tidak dapat
dilakukan pada anak-anak yang memiliki abnormalitas pada saluran
pencernaannya.23
Karena benda asing di esofagus dapat lewat dengan spontan, maka foto
thoraks harus dilakukan sebelum dilakukannya kedua prosedur. Kedua metode ini
hanya dilakukan oleh orang-orang yang berpengalaman dan dilakukan pada anak-
anak yang sebelumnya sehat yang menelan benda tumpul kurang dari 24 jam.23
Benda asing tajam yang tidak berhasil dikeluarkan dengan esofagoskopi
harus segera dikeluarkan dengan pembedahan, yaitu esofagotomi servikal atau
esofagotomi thorakal, tergantung lokasi benda asing tersebut.25,26

2.3.7 Komplikasi
Benda asing dalam esofagus dapat menimbulkan laserasi mukosa,
perdarahan, nekrosis, dan terbentuknya striktur. Komplikasi serius lain yaitu
obstruksi jalan napas, perforasi esofagus, fistel trakeo-esofagus, injuri vaskular
(fistula aortaesofageal), abses retrofaringeal, mediastinitis, perikarditis, dan injuri
pita suara. Benda asing esofagus juga dapat menyebabkan dehidrasi karena
terganggunya makan dan minum.1,13
Terdapat tiga jenis benda asing yang dianggap memiliki risiko tinggi
komplikasi, yaitu batere jam (button batteries), multipel magnet, dan benda
dengan ujung tajam. Batere jam dapat menyebabkan injuri termal sekaligus
memproduksi ion hidroksida menyebabkan injuri alkalin. Injuri terjadi dalam 15
menit dan menjadi perforasi dalam hitungan jam. Lebih dari 90% komplikasi
serius terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun akibat batere berdiameter 20 mm
atau lebih dan impaksi yang tidak diketahui. Multipel magnet dapat menimbulkan
komplikasi serius menjadi iskemia, perforasi, pembentukan fistula, dan obstruksi,
dibandingkan dengan hanya menelan satu magnet yang kemungkinan kecil
19

menimbulkan komplikasi. Benda dengan ujung tajam juga menimbulkan


komplikasi serius sehingga dibutuhkan tindakan segera.13
BAB III
KESIMPULAN

Benda asing esofagus adalah benda yang dalam keadaan normal tidak ada.
Benda asing ini tersangkut dan terjepit di esofagus. Benda asing dapat berasal dari
luar tubuh (eksogen) seperti atau dari dalam tubuh (endogen), yang disengaja
maupun tidak sengaja. Kasus benda asing esofagus lebih banyak terjadi pada
anak-anak daripada orang dewasa yang kejadian tersering pada rentang usia 6
bulan-3 tahun. Lokasi tersering benda asing esofagus adalah pada sfingter
krikofaringeus.
Penegakan diagnosis benda asing didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan radiologi dan endoskopi. Gejala sumbatan benda asing
tergantung pada pada ukuran, bentuk dan jenis benda asing, lokasi tersangkutnya
benda asing, komplikasi yang timbul akibat benda asing tersebut dan lama benda
asing tertelan.
Tatalaksana benda asing esofagus dapat dilakukan observasi, ekstraksi
dengan esofagoskopi, dan tindakan pembedahan. Pasien yang memiliki risiko
tinggi aspirasi membutuhkan tatalaksana segera. Benda asing seperti baterai,
benda asing tajam, dan bolus makanan yang menimbulkan obstruksi komplit
memerlukan tindakan ekstraksi emergensi. Sedangkan benda asing esofagus
berupa magnet dan benda asing ukuran kecil hingga besar yang berujung tidak
tajam merupakan keadaan urgensi.
Benda asing dalam esofagus dapat menimbulkan laserasi mukosa,
perdarahan, nekrosis, dan terbentuknya striktur. Komplikasi serius lain yaitu
obstruksi jalan napas, perforasi esofagus, fistel trakeo-esofagus, injuri vaskular
(fistula aortaesofageal), abses retrofaringeal, mediastinitis, perikarditis, dan injuri
pita suara. Benda asing esofagus juga dapat menyebabkan dehidrasi karena
terganggunya makan dan minum.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty A. S., dkk.. Benda Asing di Esofagus. Dalam: Soepardi, E.A.,


Iskandar N., Bashiruddin, J., Restuti, R. D.. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI. 2012: 266-269.
2. Fitri, F., Novialdi, Triola S. Penatalaksanaan Benda Asing Gigi Palsu di
Esofagus. [diunduh tanggal 17 Maret 2019 dari
http://repository.unand.ac.id/18187/1/Penatalaksanaan%20Benda%20Asing
%20Gigi%20Palsu%20di%20Esofagus%20PDF.pdf].
3. Dharmawan. Benda Asing di Saluran Napas. 2009. [diunduh tanggal 17
Maret 2019 dari http:///D:/tht/corpus_aleneum.htm.2009].
4. Zhang X, Jiang Y, dan Tu C. Esophageal foreign bodies in adults with
different durations of time from ingestion to effective treatment. J Int Med
Res. 2017: 45(4): 1386-1393.
5. Kristo B dan Krezelj I. Foreign body in the esophagus: Chronically
impacted partial denture without serious complication. Otolaryngology Case
Reports. 2016(1): 5-7.
6. Pfau PR. Removal and management of esophageal foreign bodies.
Technique in Gastrointestinal Endoscopy. 2014(16): 32-39.
7. Puspa, Z, Abla, G. 2016. Karakteristik Benda Asing Esophagus di Bagian
T.H.T.K.L Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Periode Januari 2013 – Desember 2015.
Konas XVII PERHATI-KL.
8. Ambe P, Weber S, Scauer M, Knoefel WT. Swallowed foreign bodies in
adults. Dtsch Arztebl Int. 2012; 109(50):869-875.
9. Garcia I, Varon J, dan Surani S. Airway Complications from an Esophageal
Foreign Body. Hindawi Publishing Corporation. 2016: 1-5.
10. Wilson LM, Lindseth GN. Gangguan Esofagus. Dalam: Price, S.A., Wilson,
L.M. Patofisiologi Edisi Keenam. Jakarta: EGC hal 404-408.
11. Snell, RS. 2006. Anatomi Klinik Edisi Keenam. Jakarta: EGC.

21
22

12. Chandramata, 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi Keenam.


Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 361.
13. Schaefer TJ dan Trocinski D. Esophagus, Foreign Body. StatPearls
Publishing. 2018:1-10.
14. Sherwood, L. 2009. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi
Keenam.Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran EGC, 652-654.
15. Erbil, B., Karaca, M.A., Aslaner, M.A., Ibrahimov, Z., dkk. Emergency
Admission Due to Swallowed Foreign Bodies in Adults. World Journal
Gastroenterology. 2013: 19(38): 6447 – 6452.
16. American Society For Gastrointestinal Endoscopy, Guideline for the
management of ingested foreign bodies. 2011: 73(6).
17. Richter JE. Esophageal Foreign Bodies and Food Impactions, Advances in
Gerd. 2008: 4(8).
18. Siegel, L.G. 2014. Penyakit Trakea dan Esofagus Servikalis. Dalam:
Adams, G.L., Boies, L.R., Jr., Higler, P.A. Boies: Buku Ajar Penyakit THT
Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 455.
19. Chew HS, Tan HK. Airway Foreign Body in Children. International
Journal of Clinical Medicine. 2012: 655-660.
20. Rooks V. Esophageal foreign body imaging. 2013. [diakses 17 Maret 2019
dari http://emedicine.medscape.com/article/408752].
21. Birk, M, dkk.. Removal of foreign bodies in the upper gastrointestinal tract
in adults: European Society of Gastrointestinal Endoscopy (ESGE) Clinical
Guideline. Gastrointestinal Endoscopy. 2016. 48(1): 1-8.
22. ASGE Standards of Practice Committee. Management of Ingested Foreign
Bodies and Food Impaction. Gastrointestinal Endoscopy. 2011. 73(6):
1085-1091.
23. Conners GP. Pediatric foreign body ingestion. 2014. [diakses 17 Maret 2019
dari http://emedicine.medscape.com/article/801821].
24. Virginia University. Treatment of food impactions and foreign bodies in the
esophagus. 2013. [diunduh 17 Maret 2019 dari https://www.med-
ed.virginia.edu].
23

25. Theissing J, Rettinger G, Werner JA. ENT - head and neck surgery:
essential procedures. New York: Thieme; 2011.
26. Sidney University. Esophageal foreign body. 2012. [diakses 17 Maret 2018
dari http://www.vetbook.org/].

Anda mungkin juga menyukai