Anda di halaman 1dari 23

Referat

BENDA ASING TRAKEOBRONKIAL

Oleh:

Pahrul Rozi, S.Ked. NIM 04084822124001

Pembimbing:

dr. Adelien, Sp.T.H.T.K.L, FICS.

BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN THT-KL


RSUP Dr. MOHAMMAD HOSEIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:

Benda Asing Trakeobronkial

Pahrul Rozi, S.Ked. NIM 04084822124001

Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian/KSM Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang 25 Februari – 13 Maret 2021.

Palembang, 02 Maret 2021


Pembimbing

dr. Adelien, Sp.T.H.T.K.L, FICS.

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Benda Asing Trakeobronkial” untuk memenuhi tugas referat yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya
Bagian/KSM Ilmu Kesehatan THT-KL Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
dr. Adelien, Sp.T.H.T.K.L, FICS. selaku pembimbing yang telah membantu
dalam memberikan ajaran dan masukan sehingga referat ini dapat selesai.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat dan pelajaran
bagi kita semua.

Palembang, 02 Maret 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ii
KATA PENGANTAR......................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 2
2.1 Anatomi Traktus Trakeobronkial.................................................................... 2
2.2 Fisiologi Traktus Trakeobronkial.................................................................... 6
2.3 Benda Asing Trakeobronkial........................................................................... 7
2.3.1 Definisi...................................................................................................... 7
2.3.2 Epidemiologi............................................................................................. 7
2.3.3 Etiologi...................................................................................................... 8
2.3.4 Klasifikasi.................................................................................................. 8
2.3.5 Patofisiologi............................................................................................... 8
2.3.6 Manifestasi Klinis...................................................................................... 10
2.3.7 Diagnosis................................................................................................... 12
2.3.8 Tata laksana............................................................................................... 14
2.3.9 Komplikasi................................................................................................. 15
2.3.10 Prognosis................................................................................................... 15
BAB III SIMPULAN........................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 17

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Benda asing di saluran napas merupakan suatu kegawatdaruratan medis


yang jika tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan kematian. Benda
asing di saluran napas dapat terjadi pada saluran napas atas mulai dari (hidung-
faring-laring) serta dapat terjadi pada saluran napas bawah (trakeo-bronkus).
Benda asing di dalam suatu organ didefinisikan sebagai benda yang berasal dari
dalam (endogen) atau luar tubuh (eksogen) yang dalam keadaan normal tidak ada.
Benda asing saluran napas eksogen dapat berupa zat organik seperti kacang-
kacangan, dsb serta benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah, cairan
amnion, dsb.1-3
Umumnya aspirasi benda asing di saluran napas terjadi pada anak kurang
dari 4 tahun, hal ini terjadi karena pada anak usia tersebut belum memiliki gigi
molar yang lengkap, kebiasaan makan sambil bermain atau berlari, belum bisa
membedakan mana makanan yang bisa dimakan ataupun tidak, serta masih
kurangnya kordinasi penutupan epiglotis antara saat makan dan bernapas.
Diperkirakan sekitar 7% kematian mendadak pada anak kurang dari 4 tahun akibat
aspirasi benda asing. Di Amerika Serikat pada tahun 2006 dilaporkan terdapat
4100 kasus (1.4 per 100.000) kematian anak disebabkan aspirasi benda asing di
saluran nafas. Pada orang yang lebih dewasa risiko aspirasi benda asing dapat
terjadi pada pecandu alkohol, riwayat epilepsi, serta kelainan neurologis.4-6
Pasien dengan aspirasi benda asing umumnya merasakan batuk-batuk
hebat secara tiba-tiba (paroxysms of coughing), rasa tercekik (choking), rasa
tersumbat di tenggorok (gagging), berbicara gagap (sputtering), dan obstruksi
jalan napas. Berat ringannya manifestasi pada pasien dipengaruhi oleh lokasi
benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat benda asing, bentuk,
serta ukuran benda asing.1
Pertolongan pertama pada pasien dengan kecurigaan aspirasi benda asing
dapat dilakukan perasat Heilmich (Heilmich manuver), posisikan pasien dengan

1
berbaring dengan kepala lebih rendah dari tubuh (posisi Tredelenburg), serta rujuk
pasien ke rumah sakit yang memiliki fasilitas endoskopi.1,9

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Traktus Trakeobronkial


2.1.1 Trakea
Trakea merupakan pipa yang terdiri dari tulang rawan dan otot yang
dilapisi oleh epitel toraks berlapis semu bersilia, trakea merupakan lanjutan dari
laring dari pinggir bawah kartilago krikoid setinggi corpus vertebrae cervicalis VI
sampai percabangan ke bronkus utama kanan dan kiri. Trakea terletak di tengah-
tengah leher dan makin ke distal bergeser ke sebelah kanan dan masuk ke rongga
mediastinum di belakang manubrium sterni. Trakea sangat elastis, panjang dan
letaknya berubah-ubah, tergantung pada posisi kepala dan leher. lumen trakea
ditunjang oleh kira-kira 18 cincin tulang rawan yang bagian posteriornya tidak
bertemu. Di bagian posterior terdapat jaringan yang merupakan batas dengan
esofagus yang disebut dinding bersama antara trakea dan esofagus
(tracheoesophageal party wall). Di dalam rongga thoraks, trakea berakhir pada
karina dengan cara membelah menjadi bronkus utama kanan dan kiri setinggi
angulus sterni.10,11
Pada orang dewasa panjang trakea sekitar 11,25 cm dengan diameter 2,5
cm. Pada bayi, panjang trakea sekitar 4-5 cm dengan diameter sekitar 3 mm.
Selama pertumbuhan anak-anak, diameter trakea bertambah sekitar 1 mm setiap
tahun. Membran mukosa trakea dilapisi oleh epitel silinder bertingkat semu
bersilia serta mengandung banyak sel goblet dan glandula mukosa tubular.
Mukosa di daerah subglotik merupakan jaringan ikat jarang yang disebut konus
elastikus. Keistimewaan jaringan ini ialah, bila terangsang mudah terjadi edema
dan akan terbentuk jaringan granulasi bila rangsangan berlangsung lama. Pada
pemeriksaan endoskopi trakea merupakan tabung yang datar pada bagian
posterior, sedangkan di bagian anterior tampak cincin tulang rawan. Pada bagian
servikal dan torakal trakea berbentuk oval karena tertekan oleh kelenjar tiroid dan
arkus aorta. Persarafan sensoris trakea berasal dari nervus vagus dan nervus
laryngeus recurrens. Dua pertiga bagian atas trakea mendapat darah dari arteria

3
thyroidea inferior, dan sepertiga bagian bawah mendapat darah dari arteriae
bronchiales. 10,11

Gambar 1. Trakea dan Bronkus.11

2.1.2 Bronkus
Trakea bercabang dua setinggi torakal 4 menjadi bronkus utama kanan dan
kiri. Sekat dari percabangan itu disebut karina. Karina letaknya lebih ke kiri dari
garis median sehingga lumen bronkus utama kanan lebih luas dari bronkus utama
kiri. Lumen bronkus utama kanan pada potongan melintang seperempat lebih luas
dari bronkus utama kiri. Bronkus utama kanan lebih pendek dari bronkus utama
kiri, panjangnya pada orang dewasa 2,5 cm dan mempunyai 6-8 cincin tulang
rawan. Panjang bronkus utama kiri kira-kira 5 cm dan mempunyai cincin tulang
rawan sebanyak 9-12 buah.10

4
Gambar 2. Trakea dan Bronkus.11

Bronkus utama kanan membentuk sudut 25 derajat ke kanan dari garis


tengah, sedangkan bronkus utama kiri membuat sudut 45 derajat ke kiri dari garis
tengah. Dengan demikian bronkus utama kanan hampir membentuk garis lurus
dengan trakea, sehingga benda asing yang masuk ke dalam bronkus akan lebih
mudah masuk ke dalam lumen bronkus utama kanan dibandingkan dengan
bronkus utama kiri. Faktor lain yang mempermudah masuknya benda asing ke
dalam bronkus utama kanan ialah kerja otot trakea yang mendorong benda asing
itu ke kanan. Selain itu udara inspirasi ke dalam bronkus utama kanan lebih besar
dibandingkan dengan udara inspirasi ke bronkus utama kiri.10
Dinding bronkus terdiri dari cincin tulang rawan. Sebetulnya tidak semua
cincin itu merupakan cincin penuh. Di bagian posterior, pada umumnya terdiri
dari membran. Oleh karena itu pada waktu inspirasi lumen bronkus berbentuk
bulat, sedangkan pada waktu ekspirasi lumen berbentuk ginjal. Makin ke distal
cincin tulang rawan bronkus makin hilang, sehingga di bronkus terminal dan
alveolus sudah tidak ada cincin tulang rawan lagi dan otot dinding bronkus relatif
makin lebih penting.10

5
Cabang Bronkus
Paru pada dasarnya merupakan kumpulan dari cabang-cabang bronkus.
Bronkus utama kanan bercabang menjadi 3 buah lobus, superior, medius dan
inferior. Bronkus utama kiri bercabang menjadi 2 buah lobus, lobus superior dan
inferior. Tiap lobus mempunyai bronkus sekunder (bronkus lobaris). Tiap lobus
diliputi oleh pleura viseral yang masuk ke fisura yang dalam di celah antara lobus
dan hilus. Tiap lobus bercabang lagi menjadi segmen bronkopulmoner. 10

Gambar 3. Trakea dan Bronkus.12


Lobus superior kanan mempunyai tiga buah segmen, apikal, posterior, dan
anterior. Lobus medius kanan mempunyai segmen lateral dan segmen medial.
Lobus inferior kanan mempunyai sebuah segmen apikal, dan empat buah segmen
basal. Segmen-segmen basal itu ialah basal-medial, basal-anterior, basal-lateral
dan basal-posterior. Lobus superior kiri mempunyai dua buah cabang yang sesuai
dengan lobus superior kanan dan lobus medius kanan. Cabang superior
mempunyai dua segmen, segmen apikal posterior dan segmen anterior. Cabang
inferior atau disebut lingula mempunyai segmen superior dan segmen inferior.
Lobus inferior kiri bercabang menjadi segmen apikal dan empat buah segmen
basal, yaitu segmen basal-medial, segmen basal-anterior, segmen basal lateral, dan
segmen basal posterior.10

6
2.2 Fisiologi Traktus Trakeobronkial

Traktus trakeobronkial mempunyai fungsi sebagai berikut:13

1. Ventilasi
Traktus trakeobronkial berperan sebagai tempat udara mengalir setelah
dari hidung-faring-laring sampai ke bronkus terminalis dan langsung ke
bronkus respiratorius tempat terjadinya pertukaran udara. Duktus alveolaris
dan alveolus terbuka ke bronkus respiratorius.
2. Drainase paru
Drainase sekret dari paru ke traktus trakeobronkial kemudian ke faring
dilakukan oleh mekanisme gerakan silia (ciliary wafting), batuk (tussive
squeeze) dan hembusan (bechic blast).
3. Daya perlindungan paru
Mekanisme perlindungan paru dan bronkus dilakukan oleh :
a. Mukus, yang berasal dari sel goblet yang menjaga supaya selaput lendir
trakea dan bronkus selalu basah dan licin.
Sekret berupa mukus membentuk palut lendir (mucous blanket)
untuk menangkap partikel debu dan mikroorganisme yang teraspirasi.
Sekret bergerak ke arah laring dan faring oleh mekanisme silia dan batuk.
b. Mekanisme mukosiliar
Saat bernapas melalui hidung partikel debu dan mikroorganisme
telah disaring di hidung dan nasofaring, tetapi penyaringan tidak akan
terjadi bila bernapas melalui mulut. Laring dan trakea mukosa diliputi oleh
epitel toraks bersilia, kecuali di pita suara. Epitel toraks bersilia diliputi
oleh palut lendir tipis. Gerak silia yang efektif tergantung pada komposisi
dan viskositas mukus.
c. Kontraksi otot bronkus.
Bila terdapat udara yang masuk ke dalam traktus trakeobronkial
maka akan terjadi kontraksi otot bronkus, sehingga lumen menyempit.
Kontraksi otot bronkus juga disebabkan refleks nasobronkial, bila ada
stimulasi pada selaput lendir hidung akan terjadi refleks yang

7
menyebabkan kontraksi otot bronkus yaitu refleks batuk. Refleks batuk
timbul karena rangsangan pada ujung nervus vagus yang ada pada lapisan
epitel.
d. Makrofag alveolar.
Mikroorganisme yang terdapat di dalam alveolus akan diserang
oleh makrofag yang terdapat dalam alveolus.
4. Mengatur keseimbangan kardiovaskular.
5. Mengatur tekanan intrapulmonal.
6. Mengatur tekanan CO2 dalam darah.

2.3 Benda Asing Trakeobronkial

2.3.1 Definisi
Benda asing di dalam suatu organ didefinisikan sebagai benda yang
berasal dari dalam (endogen) atau luar tubuh (eksogen) yang dalam keadaan
normal tidak ada. Benda asing trakeobronkial adalah benda asing yang ditemukan
pada saluran pernapasan bawah (trakeo-bronkial). Kecurgiaan benda asing di
saluran napas merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang memerlukan
pertolongan segera.1,2,14

2.3.2 Epidemiologi
Umumnya aspirasi benda asing di saluran napas terjadi pada anak kurang
dari 4 tahun. Diperkirakan 7% kematian mendadak pada anak kurang dari 4 tahun
disebabkan aspirasi benda asing. Di Amerika Serikat pada tahun 2006 dilaporkan
terdapat 4100 kasus (1.4 per 100.000) kematian anak disebabkan aspirasi benda
asing di saluran nafas. Pada anak usia kurang dari 1 tahun umumnya terjadi
aspirasi benda asing di laring dan trakea, sedangkan pada anak usia 2 – 4 tahun
umumnya aspirasi benda asing di hidung. Selain itu rasio benda asing
trakeobronkial pada pria dan wanita berkisar antara 2:1 sampai 3:2.5,6,8

8
2.3.3 Etiologi

Tingginya aspirasi benda asing pada anak usia kurang dari 4 tahun
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pada anak usia tersebut belum memiliki
gigi molar yang lengkap, kebiasaan makan sambil bermain atau berlari, belum
bisa membedakan mana makanan yang bisa dimakan ataupun tidak, serta masih
kurangnya kordinasi penutupan epiglotis antara saat makan dan bernapas. Pada
orang yang lebih dewasa risiko aspirasi benda asing dapat terjadi pada pecandu
alkohol, riwayat epilepsi, serta kelainan neurologis.1,6

2.3.4 Klasifikasi
Aspirasi benda asing saluran napas dapat terjadi akibat benda asing yang
berasal dari luar tubuh (eksogen) maupun yang berasal dari dalam tubuh
(endogen). Benda asing eksogen dapat berupa zat organik seperti (kacang-
kacangan, tulang dari hewan, dsb) dan zat anorganik (koin, peniti, jarum, dsb).
Sedangkan benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah, nanah, cairan
ambion, meconium dsb.14
Hal yang harus diperhatikan ketika teraspirasi benda asing adalah
memperhatikan lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat
benda asing, bentuk, serta ukuran benda asing.1

2.3.5 Patofisiologi
Benda asing yang teraspirasi dapat tersangkut di tiga tempat, yaitu laring,
trakea, dan bronkus. Bronkus merupakan tempat predileksi utama, yaitu sekitar
80-90%. Pada dewasa benda asing cenderung tersangkut pada bronkus utama
kanan karena lebih segaris lurus dengan trakea dan posisi karina yang lebih ke kiri
serta ukuran bronkus kanan yang lebih besar. Sampai usia 15 tahun, sudut yang
dibentuk bronkus dengan trakea antara kiri dan kanan hampir sama, sehingga pada
anak frekuensi lokasi tersangkutnya benda asing hampir sama kejadiannya antara

9
bronkus kanan dan kiri. Lokasi tersangkutnya benda asing juga dipengaruhi posisi
saat terjadi aspirasi.1,8

Tujuh puluh lima persen dari benda asing di bronkus ditemukan pada anak
dibawah umur 2 tahun dengan riwayat yang khas, yaitu pada saat benda atau
makanan ada di dalam mulut anak tertawa atau menjerit sehingga pada saat
inspirasi laring terbuka dan makanan atau benda asing masuk ke dalam laring.
Pada saat benda asing itu terjepit di sfingter laring pasien batuk berulang-ulang
(paroksismal), sumbatan di trakea, mengi, dan sianosis. Bila benda asing telah
masuk ke dalam trakea atau bronkus, kadang-kadang terjadi fase asimtomatik
selama 24 jam atau lebih, kemudian diikuti oleh fase pulmonum dengan gejala
yang tergantung pada derajat sumbatan bronkus.1,8
Pasien dengan aspirasi benda asing pada bronkus umumnya datang ke
rumah sakit pada fase asimtomatik. Fase ini umumnya terjadi dalam 24 jam
pertama dengan gejala sumbatan jalan napas yang tidak jelas. fase berikutnya
adalah fase pulmonum, benda asing di bronkus akan bergerak ke perifer dan akan
menyebabkan sumbatan sehingga terjadi atelektasis dan emfisema paru.
Mekanisme katup pada sumbatan benda asing di bronkus.1,8
Snow (1997) menjelaskan mekanisme katup pada sumbatan benda asing di
bronkus sebagai berikut:14
1. Bypass-valve type of obstruction (partial obstruction)
Udara inspirasi dan ekspirasi masih dapat mengalir secara bebas
melalui lumen bronkus yang sempit pada keadaan ini tidak terjadi atelektasis
maupun emfisema.
2. Check-valve type of obstruction (obstructive emphysema)
Pada keadaan lebih lanjut dapat terjadi edema mukosa bronkus. Pada
saat inspirasi aliran udara dapat masuk, tetapi tidak dapat keluar saat ekspirasi
disebabkan kontraksi otot bronkus. Akibatnya akan terjadi emfisema bagian
distal paru.
3. Stop-valve type (complete obstruction/obstructive atelectasis)

10
Bila telah terjadi penyumbatan total maka aliran udara tidak dapat
masuk maupun keluar, sehingga akan terjadi atelektasis.

Gambar 4. Mekanisme emfisema dan atelektasis pada aspirasi benda asing. 14


Benda asing organik, seperti kacang-kacangan, mempunyai sifat
higroskopik, mudah menjadi lunak dan mengembang oleh air, serta menyebabkan
iritasi pada mukosa. Mukosa bronkus menjadi edema, dan meradang, serta dapat
pula terjadi jaringan granulasi di sekitar benda asing, sehingga gejala sumbatan
bronkus makin menghebat. Akibatnya timbul gejala laringotrakeobronkitis,
toksemia, batuk, dan demam yang tidak terus menerus (irregular). 1,8
Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan yang lebih ringan,
dan lebih mudah didiagnosis dengan pemeriksaan radiologik, karena umumnya
benda asing anorganik bersifat radioopak. Benda asing yang terbuat dari metal
dan tipis, seperti peniti, jarum, dapat masuk ke dalam bronkus yang lebih distal,
dengan gejala batuk spasmodik. 1,8

Benda asing yang lama berada di bronkus dapat menyebabkan perubahan


patologik jaringan, sehingga menimbulkan perubahan patologik jaringan,
sehingga menimbulkan komplikasi, antara lain penyakit paru kronik supuratif,
bronkiektasis, abses paru, dan jaringan granulasi yang menutupi benda asing. 1,8

2.3.6 Manifestasi Klinis

11
Manifestasi aspirasi benda asing tergantung pada lokasi benda asing,
derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat benda asing, bentuk, serta ukuran
benda asing. Umumnya pasien merasakan batuk-batuk hebat secara tiba-tiba
(paroxysms of coughing), rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di tenggorok
(gagging), berbicara gagap (sputtering), dan obstruksi jalan napas.1

Secara umum aspirasi benda asing takerobronkial dibagi menjadi 3 stadium:1

1. Stadium pertama
Gejala permulaan dari aspirasi benda asing trakeobronkial adalah adanya
riwayat tersedak, batuk hebat secara tiba-tiba (paroxysms of coughing), rasa
tercekik (chocking), rasa tersumbat di tenggorokan (gagging), bicara gagap
(sputtering), dan obstruksi jalan napas yang terjadi dengan segera.
2. Stadium kedua
Pada stadium kedua terjadi gejala pada stadium pertama yang disertai interval
asimptomatik. Hal tersebut terjadi karena benda asing tersebut tersangkut,
refleks-refleks yang sebelumnya timbul akan melemah dan gejala rangsangan
akut berkurang dan menjadi tersembunyi. Pada stadium ini terjadi tahapan
berbahaya karena sering menyebabkan keterlambatan diagnosis atau
cenderung mengabaikan kemungkinan aspirasi benda asing karena gejala dan
tanda yang tidak jelas.
3. Stadium Ketiga
Pada stadium ketiga ini telah timbul komplikasi dengan obstruksi, erosi atau
infeksi sebagai akibat reaksi terhadap benda asing sehingga timbul batuk-
batuk, hemoptisis, pneumonia, dan abses paru. Gejala yang timbul dapat
berupa demam, batuk berdarah, abses paru, dan pneumonia.

Benda asing pada trakea akan menimbulkan gejala batuk tiba-tiba yang
berulang dengan rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di tenggorokan
(gagging), terdapat gejala patognomonik yaitu audible slap, palpatory thud, dan
asthmatoid wheeze (nafas berbunyi pada saat ekspirasi). Benda asing trakea yang
masih dapat bergerak pada saat benda itu sampai di karina dengan adanya refleks
batuk benda asing tersebut akan terlempar ke pita suara yang dapat dirasakan

12
sebagai getaran di daerah tiroid (palpatory thud) atau dapat didengar dengan
stetoskop di daerah tiroid (audible slap). Di samping itu dapat juga dijumpai
gejala suara serak, dispneu, dan sianosis yang tergantung pada lokasi dan besar
benda asing. Gejala palpatory thud dan audible slap lebih terdengar bila pasien
terlentang dengan mulut terbuka saat batuk, sedangkan gejala mengi dapat
didengar saat pasien membuka mulut. Benda asing yang tersangkut pada karina
dapat menyebabkan terjadinya atelektasis pada satu sisi paru atau emfisema paru
sisi lain tergantung pada derajat sumbatan yang ada.1,8
Benda asing di bronkus lebih banyak terjadi pada bronkus kanan karena
bronkus kanan memiliki anatomi berupa garis luhur dengan trakea, sedangkan
bronkus kiri membuat sudut dengan trakea. Pada fase ini keadaan umum pasien
masih baik dan foto rontgen thoraks belum memperlihatkan kelainan. Pada fase
pulmonum, benda asing berada di bronkus dan dapat bergerak ke perifer. Pada
fase ini udara yang masuk ke segmen paru terganggu secara progresif dan pada
auskultasi terdengar ekspirasi memanjang disertai mengi. Derajat sumbatan
bronkus dan gejala yang ditimbulkan bervariasi tergantung bentuk, ukuran, dan
sifat benda asing dan dapat timbul emfisema, atelektasis, drowned lung serta
abses paru. Benda asing organik menyebabkan reaksi yang hebat pada saluran
napas dengan gejala laringotrakeabronkitis, toksemia, batuk, dan demam ireguler.
Tanda fisik benda asing di bronkus bervariasi, karena perubahan posisi benda
asing dari satu sisi ke sisi lain dalam paru. 1,8

2.3.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta


pemeriksaan penunjang:15

1. Anamnesis
a. Fase akut
- Batuk mendadak, hebat, dan terus-menerus
- Benda asing laring akan menimbulkan suara parau atau afoni
- Bila terdapat sumbatan jalan napas atas (laring atau trakea), ada sesak
hebat sampai sianosis

13
b. Fase tenang
- Disebabkan oleh kelelahan pada refluks batuk atau benda asing berhenti
pada salah satu cabang bronkus
- Keluhan pada fase akut mereda, gejala hilang timbul kadang
menghilang

c. Fase komplikasi
- Atelektasis dan emfisema menimbulkan sesak
- Pneumonia menimbulkan sesak, demam, dan batuk
- Pneumotoraks menimbulkan keluhan sesak progresif bila tipe ventil
d. Benda asing pada laring dan trakea dapat menyebabkan obstruksi jalan
napas atas: sesak hebat, stridor, retraksi, sampai sianosis.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Benda asing di trakea
- Asmatoid wheezing, audible slap, palpatory thud
- Disfonia
- Bila ada sumbatan jalan napas atas retraksi supraklavikular, intercostal
atau epigastrial, stridor inspirasi, gelisah sampai kesadaran menurun,
sianosis
b. Benda asing di bronkus
- Inspeksi : Gerakan dada tertinggal ipsilateral
- Palpasi : Gerakan napas asimetri
- Perkusi : perubahan suara ketuk ipsilateral
- Auskultasi : suara nafas melemah ipsilateral, stridor ekspirasi (mengi),
ronki halus.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Benda asing metal : rontgen foto polos PA/lateral
b. Benda asing densitas rendah : rontgen foto polos jaringan lunak (soft tissue
technique)
c. Benda asing radiolusen : rontgen foto akhir inspirasi dan ekspirasi,
tomografi computer toraks

14
d. Laoratorium : darah perifer lengkap, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal,
elektrolit, analisa gas darah.

2.3.8 Tata Laksana


Tata laksana tergantung pada lokasi benda asing pada hasil pemeriksaan
radiologi. Pada aspirasi benda asing di laring pertolongan pertama yang dilakukan
menggunakan perasat Heimlich (Heimlich manuver).1,14
Pada aspirasi benda asing yang berada di trakea, benda asing dikeluarkan
menggunakan bronkoskopi. Tindakan ini merupakan tindakan yang harus segera
dilakukan dengan pasien tidur terlentang posisi tredelenburg agar benda asing
tidak turun ke bronkus. Pada waktu bronkoskopi benda asing dipegang dengan
cunam yang sesuai dengan benda asing itu dan ketika dikeluarkan melaui laring
diusahakan sumbu panjang benda asing sejajar dengan sumbu panjang trakea
untuk memudahkan pengeluran melalui rima glottis. Bila fasilitas bronkoskopi
tidak ada maka dapat dilakukan trakeostomi dan bila mungkin benda asing
dikeluarkan dengan memakai cunam atau alat penghisap melalui trakeostomi. Bila
tidak berhasil rujuk pasien ke rs yang mempunyai fasilitas endoskopi. 1,14
Pada aspirasi benda asing yang berada di bronkus untuk mengeluarkan
benda asing dilakukan dengan bronkoskopi dari bronkus dilakukan dengan
bronkoskopi menggunakan bronkoskop atau serat optic dengan memakai cunam
yang sesuai dengan benda asing itu. Tindakan bronkoskopi harus segera dilakukan
terutama jika benda asing bersifat organik. Benda asing yang tidak dapat
dikeluarkan denagn cara bronkoskopi seperti benda asing tajam, tidak rata, dan
tersangkut pada jaringan dapat dilakukan servikotomi atau torakotomomi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut. 1,14
Antibiotik dan kortikosteroid tidak rutin diberikan setelah tindakan
endoskopi setelah ekstraksi benda asing. Fisioterapi dada dilakukan pasa kasus
pneumonia, bronchitis purulenta dan atelektasis. Pasien dipulangkan 24 jam

15
setelah tindakan jika paru bersih dan tidak demam. Foto toraks pasca bronkoskopi
dibuat hanya bila gejala pulmonum tidak menghilang. Gejala persisten seperti
batuk, demam, kongesti paru, obstruksi jalan napas atau odinofagia memerlukan
penyelidikan lebih lanjut dan pengobatan yang tepat dan adekuat. 1,14

2.3.9 Komplikasi

Komplikasi yang sering dilaporkan akibat aspirasi benda asing adalah


atelektasis, pneumonia, bronkiektasis dan fistula bronkoesofageal, sedangkan
komplikasi akibat tindakan bronkoskopi yaitu edema laring, spasme laringeal dan
bronkus, hipoksia dan bradikardia saat dilakukan bronkoskopi, perdarahan,
pneumothorax, pneumomediastinum dan meninggal karena serebral anoksia.16

2.3.10 Prognosis
Prognosis pada aspirasi benda asing saluran napas:15
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam

 Quo ad sanationam : dubia ad bonam

16
BAB III

SIMPULAN

Aspirasi benda asing saluran napas merupakan suatu kegawatdaruratan


dalam tindakan medis dan apabila pasien tidak segera ditolong dapat
menyebabkan kematian. Aspirasi benda asing dibagi menjadi 2, yaitu aspirasi
benda asing saluran napas atas (hidung-faring-laring) dan saluran napas bawah
(trakeo-bronkus). Pada umumnya pasien merasakan batuk-batuk hebat secara tiba-
tiba (paroxysms of coughing), rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di tenggorok
(gagging), berbicara gagap (sputtering), dan obstruksi jalan napas. Serta pada
pemeriksaan radiologi ditemukan benda asing pada saluran pernapasan baik
berupa gambaran radioopak maupun radiolusen. Berat ringannya manifestasi pada
pasien dipengaruhi oleh lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau
sebagian), sifat benda asing, bentuk, serta ukuran benda asing.
Pertolongan pertama pada pasien dengan kecurigaan aspirasi benda asing
dapat dilakukan perasat Heilmich (Heilmich manuver), posisikan pasien dengan
berbaring dengan kepala lebih rendah dari tubuh (posisi Tredelenburg), serta rujuk
pasien ke rumah sakit yang memiliki fasilitas endoskopi.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Mariana H Junizaf. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL : Benda Asing di


Saluran Napas. 2017;235-241.
2. Puspa Z dan Abla G. Karakteristik Pasien Benda Asing Trakeobronkial di
Bagian T.H.T.K.L Rumah Sakit Dr. Mohammad Hosein Palembang.
ORLI.2017;47(2):164-170.
3. Fachzi F dan M. Rusli P. Ekstraksi Benda Asing (Kacang Tanah) di Bronkus
dengan Bronkos Kaku. Majalah Kedokteran Andalas. 2011;1(35):68-80.
4. Puspa Z dan Abla G. Penatalaksanaan Enam Kasus Aspirasi Benda Asing
Tajam di Saluran Trakeobronkial. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan.
2016;3(1):361-370.
5. Indriani MRG, Agung DP, Bambang P, dan Melati S. Tatalaksana Benda
Asing Trakeobronkial di KSM Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala
dan Leher Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung periode Tahun 2013 – 2017.
JSK. 2019;5(1):31-35.
6. Cindya Klarisa dan Elvie Zulka. Kapita Selekta Kedokteran: Benda Asing
Tenggorokan. 2014:1072-1074.
7. Ni Made Alit A dan I Wayan S. Distribusi Benda Asing Traktus
Aerodigestivus di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2012 – Desember
2016. Mediciana. 2019;50(3):557-562.
8. Cindy K, M. Hadley A, dan Adelien. Benda Asing Saluran Nafas. Warta
Medika. 2018:8-12.
9. Elvie Zulka, Endang Mangunkusumo, Susyana Tamin, Rahmanofa Junizaf.
Ilmu THT-KL : Benda Asing di Saluran Napas. 2020:367-371
10. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Ilmu Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: FK UI. 2017.
11. Snell, Richard S. Anatomi Klinik. EGC: Jakarta. 2011.
12. Phillip M, Craig H. Trachheobroncial Tree. Radiopedia 2011
13. Fadhlia. Profil Penderita Aspirasi Benda Asing di Trakturs Trakeobronkial di
RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2006-2010. Tesis. FK USU. 2011
14. Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL : Sumbatan Traktus
Trakeo-Bronkial. 2017:230-234.
15. Trimartani, Sita AR, Diana R, Febriani E, dan Dadan Rohdiana. Panduan
Praktik Klinik di Bidang Telinga Hidung Tenggorok ed.2. PERHATI-KL.
2016.

18
16. Yandra D, Oea K, dan Russilawa. Komplikasi Kronik Aspirasi Benda Asing
pada Saluran Napas Bawah. Jurnal Kedokteran Yarsi. 2020;28(2):51-63.

19

Anda mungkin juga menyukai