Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN (PPDH)

KOASISTENSI KLINIK BEDAH DAN RADIOLOGI

GELOMBANG XIII KELOMPOK E

HERNIA INSISIONAL PADA ANJING BEAGLE

Oleh:

Erlin Nggaba

1809611090

KOASISTENSI KLINIK BEDAH DAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2019

i
Lembar Persetujuan Kasus

HERNIA INSISIONAL PADA ANJING BEAGLE

Dosen Pembimbing Kasus Dosen Penguji Kasus

Dr. drh. I Gusti Ngurah Sudisma, M.Si. Dr. drh. I Nengah Wandia, M.Si.
NIP. 19690130 199702 1 002 NIP. 19661001 199403 1 001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan yang
berjudul “Hernia Insisional pad Anjing Beagle” ini tepat pada waktunya. Laporan
ini dibuat untuk memenuhi tugas koasistensi Bedah Program Pendidikan Profesi
Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian laporan ini, khususnya kepada para dosen
pengajar yang sudah membimbing dan memberikan arahan.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari pengetahuan dan


pengalaman penulis masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran dari berbagai pihak agar laporan ini lebih
baik dan bermanfaat. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Denpasar, Januari 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN KASUS ................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vii
LATAR BELAKANG ........................................................................................ 1
LAPORAN KASUS ............................................................................................ 2
Sinyalemen dan Anamnesa ......................................................................... 2
Pemeriksaan Fisik ....................................................................................... 3
Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 3
Diagnosa dan Prognosa .............................................................................. 4
Penanganan ................................................................................................. 4
PEMBAHASAN ................................................................................................. 5
SIMPULAN ........................................................................................................ 8
SARAN ................................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 8

LAMPIRAN ........................................................................................................

iv
LATAR BELAKANG

Hernia adalah tonjolan atau proyeksi suatu organ melalui dinding rongga
yang berisi organ tersebut (Shaw et al., 2003; Pavletic, 2005). Hernia dapat
bersifat bawaan/kongenital, seperti hernia umbilikalis, bersifat dapatan sebagai
akibat dari taruma, atau akibat breakdown atau dehisensi pembedahan (hernia
insisional). Perpindahan organ melalui cincin jaringan yang terbatas dalam
kompartemen rongga perut dianggap sebagai hernia abdominal internal, seperti
hernia diafragma. Hernia abdominal eksternal melibatkan rusak atau robeknya
dinding abdomen (Pavletic, 2005).

Hernia abdominal sejati didefinisikan sebagai kerusakan dinding yang


secara anatomi disebut cincin hernia. Sebagian besar hernia kongenital adalah
hernia sejati, di mana organ yang berpindah terbatas pada kantung peritoneum.
Hernia sejati memiiki beberapa kriteria yaitu adanya cincin hernia, kantong
hernia, dan isi hernia berupa organ viseral/abdominal. Hernia semu yaitu bila
penonjolan hernia tidak tampak dari luar, lubang hernia terletak di dalam rongga
perut, tidak terdapat kantong hernia. Contohnya adalah hernia diafragmatika
(Pavletic, 2005; Pratschke, 2014; Sudisma et al., 2016).

Menurut kemungkinan reposisinya, hernia dibagi dalam dua kelompok,


yaitu hernia reducible, bila isi hernia dapat direposisi ke tempat asal dan hernia
irreducible, bia isi hernia tidak dapat direposisi. Hernia irreducible disebabkan
oleh isi hernia yang terlalu besar sedangkan gerbangnya sempit (hernia
inkarserata), isi hernia terjepit oleh lubang hernia (hernia strangulata), dan isi
hernia mengalami adhesi dengan kantong hernia (hernia adesi) (Pratschke, 2014;
Sudisma et al, 2016).

Hernia insisional paling sering terjadi pada hari ketiga sampai hari kelima
pascaoperasi. Dengan complete incisional dehiscence, organ viseral (intestine,
omentum) dapat menonjol melalui defek dinding perut dan kulit. Hernia insisional
dapat disebabkan oleh penyebab teknis dan biologis. Penyebab teknis terdiri atas
beberapa hal, yaitu ukuran benang yang terlalu kecil untuk pasien; simpul yang
tidak aman (ujung jahitan dipotong terlalu dekat dengan simpul) dengan bahan

1
jahitan yang gampang terlepas; benang yang absorbable kehilangan kekuatan
tekanan karena kesembuhan yang tertunda, infeksi, proses inflamasi yang
berkepanjangan; benang yang patah atau putus karena pasien yang terlalu aktif;
penutupan linea alba yang tidak benar. Penyebab biologis terdiri atas beberapa
hal, yaitu jahitan terputus karena jaringan lemah dan rapuh (penderita Cushing
syndrome, collagen disorders) serta jaringan nekrosis; dan kesembuhan yang
tertunda karena nutrisi yang tidak cukup (Pavletic, 2005).

Hernia pada anjing dapat ditangani dengan melakukan tindakan bedah.


Penanganan hernia insisional melalui tindakan operasi (pembedahan laparatomy)
secara nyata meningkatkan kualitas hidup pasien (Dietz et al., 2018). Pembedahan
dilakukan untuk melakukan reposisi organ visceral yang ada dalam kantong
hernia. Manajemen pasca pembedahan dilakukan untuk mempercepat
kesembuhan dan mencegah adanya infeksi.

LAPORAN KASUS

Sinyalemen dan Anamnesa


Anjing beagle betina berumur 5 tahun dengan berat badan 14,25 kg
diperiksa ke Laboratorium Bedah dan Radiologi Veteriner, Rumah Sakit Hewan
Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Anjing tersebut
memiliki riwayat vaksinasi Distemper, Hepatitis, Parvo, Parainfuenza,
Coronavirus dan Leptospirosis. Pakan yang diberikan oleh pemilik kepada hewan
kasus yaitu nasi dicampur hati ayam. Pakan diberikan sebanyak dua kali dalam
sehari. Minum diberikan secara ad libitum.

Hewan dibawa ke Laboratorium Bedah dan Radiologi Veteriner dengan


keluhan adanya penonjolan pada bagian abdomen. Pada penonjolan tersebut
terdapat cincin. Hewan kasus memiliki riwayat caesar sebanyak dua kali. Alasan
caesar pertama yaitu keterlambatan waktu melahirkan; alasan caesar kedua yaitu
hewan kasus mengalami kesusahan pada saat melahirkan (distokia). Caesar
pertama berlangsung dengan baik, caesar kedua yang sekaligus dilakukan
ovaryhisterectomy (OH) menyebabkan hernia yang terjadi 3-4 minggu pasca

2
operasi. Hewan kasus pernah diperiksakan ke dokter hewan, diberikan obat untuk
rawat jalan tetapi hewan kasus masih mengalami penonjolan pada bagian
abdomen.

Satu tahun pasca timbulnya hernia hewan kasus mengalami peradangan


sehingga dibawa ke dokter hewan dan dilakukan tindakan pembedahan untuk
menangani hernia tersebut (tepatnya enam bulan lalu). Namun 1-2 minggu pasca
pembedahan, hewan kasus mengalami hernia lagi yang ditandai dengan adanya
penonjolan pada bagian abdomen (adanya kantong hernia, isi hernia dan cincin
hernia). Hewan kasus dalam kondisi yang baik meskipun mengalami hernia.

Pemeriksaan Fisik
Status presen hewan kasus yaitu frekuensi denyut jantung 116 kali per
menit, frekuensi pulsus 124 kali per menit, frekuensi respirasi 52 kali per menit,
dan suhu tubuh 38,8 oC. Pada saat pemeriksaan, ditemukan adanya penonjolan
pada abdomen disertai adanya organ viscera (isi hernia) dan kantong hernia
(Gambar 1).

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah
lengkap. Hasil pemeriksaan darah lengkap tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap Hewan Kasus


Parameter Hasil Parameter Hasil
WBC (10^9/L) 17.8 (A) PCV (%) 26.2 (L)
Limfosit (%) 86.1 (H) MCV (fL) 77.2 (H)
Granulosit (%) 8 (L) MCH (pg) 39.6 (H)
RBC (10^12L) 3.45 (L) MCHC (g/dL) 51.4 (H)
Hb (g/dL) 13.7 (N) Platelet (10^9/L) 225 (N)

3
Diagnosa dan Prognosa
Diagnosa yang dapat disimpulkan pada hewan kasus adalah hernia
insisional dengan prognosis fausta.

Penanganan
Penanganan dilakukan dengan melakukan laparotomy. Sebelum dilakukan
pembedahan, hewan kasus diberikan premedikasi atropine sulfate 1,5 cc secara
subkutan dan diinduksi dengan kombinasi xylazine dan ketamine yang masing-
masing jumlah pemberiannya 0,7 cc dan 1,4 cc secara intravena.

Laparatomy dilakukan dengan menginsisi bagian midline ventral abdomen


melalui kulit dan subkutan sehingga isi hernia dan cincin hernia terlihat. Isi hernia
yang berupa organ visceral direposisi ke dalam abdomen. Cincin hernia dieksisi
pada seluruh pinggirannya agar cincin hernia dapat menyatu dengan baik atau
mengalami kesembuhan setelah dilakukan penjahitan.

Peritoneum dan linea alba (cincin hernia) ditutup dengan menggunakan


pola jahitan simple interrupted, subkutan ditutup dengan menggunakan pola
jahitan simple continuos, dan kulit ditutup dengan menggunakan teknik
subkutikuler secara menerus. Jahitan cincin hernia menggunakan benang
polyglactin acid 3-0 (Vicryl™) dan jahitan subkutan serta kulit menggunakan
benang chromic catgut 3-0. Luka kemudian ditetesi dengan amoxicillin dan
povidone iodine. Luka dibalut dengan kassa steril dan direkatkan dengan plester
(Ultrafix). Tindakan terakhir yang diberikan yaitu injeksi antibiotik amoxicillin
(Long amox) 4 cc secara intramuskuar.

Penanganan pascaoperasi pada hewan kasus yang dilakukan yaitu


pembersihan luka operasi serta penggantian balutan sebanyak dua kali sehari.
Luka yang telah dibersihkan diberikan antibiotik tabur (Enbatic®: Bacitracin Zinc
250 IU dan Neomycin Sulfate 5 mg) secukupnya. Pemberian antibiotik berupa
ciprofloxacine dengan jumlah pemberian 200mg (2 x sehari), antiinflamasi dan
analgesik berupa asam mefenamate dengan jumlah pemberian 250mg (3 x sehari)
yang diberikan per oral.

4
PEMBAHASAN

Hernia insisional adalah komplikasi yang terjadi karena kegagalan


kesembuhan dari sayatan sebelumnya atau karena tekanan yang berlebihan pada
lokasi operasi dinding perut sehingga dinding abdomen mengalami dehisensi pada
daerah operasi (Stick, 2006; Smeak, 2015). Oleh karena itu hernia insisional juga
disebut sebagai acquired false hernia karena awalnya tidak memiliki kantung
peritoneum/kantung hernia (Stick, 2006).

Hernia insisional akut umumnya terjadi satu minggu pascaoperasi atau


pada hari ketiga sampai hari kelima pascaoperasi (Pavletic, 2005; Smeak, 2015)
sedangkan hernia insisional kronik jarang terjadi pada hewan kecil dan biasanya
terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan pasca operasi. Kebanyakan
hernia insisional akut terjadi karena kesalahan teknis yang dilakukan oleh ahli
bedah selama penutupan dinding abdomen (Smeak, 2015).

Sedikit yang diketahui tentang kejadian hernia insisional akut dan kronis
pada hewan kecil. Dalam satu studi retrospektif yang meninjau pola jahitan
menerus dinding abdomen pada pada 550 anjing dan kucing, hanya 1 hernia
(0,18%) yang didokumentasikan. Tinjauan tentang kasus-kasus pembedahan
abdominal bahwa hernia akut jarang terjadi pada hewan kecil (<1%) (Smeak,
2015).

Hewan kasus mengalami hernia insisional yang dapat disebabkan oleh


beberapa hal, yaitu ukuran benang yang terlalu kecil untuk pasien; simpul yang
tidak aman (ujung jahitan dipotong terlalu dekat dengan simpul); benang yang
absorbable kehilangan kekuatan tekanan karena kesembuhan yang tertunda,
infeksi, proses inflamasi yang berkepanjangan; benang yang patah atau putus
karena pasien yang terlalu aktif; penutupan linea alba yang tidak benar; tekanan
yang berlebihan pada lokasi operasi dinding perut. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Pavletic (2005), Stick (2006) dan Smeak (2015).

Hewan kasus mengalami obesitas sehingga dapat memperkuat alasan


mengapa hewan kasus dapat mengalami hernia insisional. Tekanan yang

5
berlebihan pada lokasi operasi dinding perut dan tanpa penggunaan gurita pada
daerah sayatan, pasien yang aktif, dan dengan kemungkinan alasan-alasan lainnya
dapat menunjang terjadinya hernia insisional. Hewan kasus memiliki berat badan
14.25 kg dan dengan body condition scoring (BCS) 8-9 (Tabel 2).

Tabel 2. Skoring Kondisi Tubuh

Skor Penjelasan
1-3 Underweight: tulang rusuk dan tulang pinggul sangat terlihat, dan
tampak menonjol jika dilihat dari atas.
4-5 Ideal: garis luar tulang rusuk dapat dilihat dan dirasakan, perut
melipat ketika dilihat dari samping, dan pinggang terlihat jika
dilihat dari atas
6 Overweight: biasanya pinggang hanya sedikit terlihat dari atas,
tulang rusuk ditutupi oleh lemak berlebih; perut sedikit
mengencang ketika dilihat dari samping
7 Obesitas (15-30% di atas berat ideal): pinggang hampir tidak
terlihat atau tidak terlihat dari atas atau samping, dengan sedikit
lemak terakumulasi di punggung dan pangkal ekor: perut turun
hampir ke tingkat yang sama dengan bagian bawah dada jika
dilihat dari samping
8 Obesitas (30-45% diatas berat ideal): pinggang tidak terlihat dari
atas atau samping, dengan banyak timbunan lemak di bagian
belakang dan pangkal ekor; perut jatuh/turun sehingga sejajar
dengan bagian bawah dada jika dilihat dari samping
9 Severe obesitas (>45% diatas berat ideal): perut lebih besar dari
dada jika dilihat dari atas atau samping, dengan timbunan lemak
di punggung, pangkal ekor, leher dan anggota badan; perut
tampak sangat membulat
Sumber: Nomnomnow (2018)

Hewan kasus terakhir kali memiliki riwayat pembedahan caesar dan


(ovaryhisterectomy) OH. OH dapat menyebabkan peningkatan berat badan baik
pada hewan betina maupun jantan. Ini kemungkinan besar terkait dengan
pengaruh hormon seks pada nafsu makan, olahraga, dan mungkin, yang paling
penting, hilangnya massa tubuh tanpa lemak setelah prosedur. Makanan pun
mempengaruhi peningkatan berat badan dan akhirnya mengalami obesitas. Hewan
kasus diberikan makanan dengan kandungan kalori yang berupa nasi, dan hewan
kasus merupakan hewan peliharaan yang kurang aktif dan kurang exercise
sehingga seharusnya tidak menerima asupan kalori yang banyak. Hewan yang

6
kurang aktif dan kurang exercise akan ebih cenderung mengalami obesitas
(Anonim, 2018).

Hewan kasus diberikan penanganan berupa pembedahan untuk mereposisi


organ visceral. Penanganan hernia insisional melalui tindakan operasi
(pembedahan laparatomy) secara nyata meningkatkan kualitas hidup pasien (Dietz
et al., 2018). Sudisma et al. (2016) juga menyatakan bahwa penanganan kasus
hernia adalah dengan tindakan operasi menggunakan anastesi umum. Penutupan
bagian peritoneum dan linea alba menggunakan benang Vycril karena sesuai
dengan hasil penelitian Anjum et al. (2016) kontraksi bahan jahitan Prolene-
Vycril (benang) lebih rendah, lebih sedikit adhesi dan tidak ada komplikasi jangka
pendek.

Proses kesembuhan hewan kasus pascaoperasi berjalan dengan baik. Hari


1-3 pascaoperasi, terjadi peradangan pada daerah luka sayatan. Peradangan
ditandai dengan adanya kemerahan (rubor), bengkak (tumor), panas (kalor), rasa
nyeri (dolor). Pada saat tubuh terpapar oleh suatu agen asing atau terjadi cedera
tidak terlepas dari proses tubuh untuk memperbaiki dirinya sendiri melalui reaksi
yang melibatkan sistem imun dan peradangan (Berata et al., 2016). Penyembuhan
luka melibatkan serangkaian interaksi yang kompleks antara berbagai jenis sel,
mediator sitokin, dan matriks ekstraseluler (MacKay & Miller, 2003). Fase
normal penyembuhan luka yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan
remodeling (MacKay dan Miller, 2003; Rajan dan Murray, 2008).

Monosit berdiferensiasi menjadi macrophage untuk mengeliminasi sel dan


matriks yang rusak, serta menghancurkan sisa-sisa neutrofil. Makrofag memulai
transisi dari peradangan luka untuk memperbaiki luka dengan mengeluarkan
berbagai faktor kemotaktik dan growth factors yang merangsang migrasi sel,
proliferasi, dan pembentukan matriks jaringan (MacKay dan Miller, 2003).

Mediator yang disekresikan oleh makrofag dan sel di sekitarnya memulai


proliferasi, angiogenesis dan migrasi keratinosit dan fibroblast ke dalam luka; dan
terjadi endapan kolagen dan kontraksi (kekuatan tarik/ketegangan dari luka untuk
menutup) (Rajan dan Murray, 2008). Fase terakhir adalah remodeling matriks

7
oleh makrofag, fibroblas, sel endotel dan epitel. Terjadi reorganisasi serat kolagen
baru, membentuk struktur jaringan yang lebih terorganisir untuk meningkatkan
kekuatan tarikan pada luka (MacKay dan Miller, 2003).

Peradangan mulai sedikit berkurang pada hari ke-4 pascaoperasi. Luka


sayatan sudah mengering pada hari ke-8 pasca operasi dan mengalami
kesembuhan total (fase remodeling) pada hari ke-12 (Gambar 4).

SIMPULAN

Hernia insisional dapat ditangani dengan pembedahan dan pemberian


antibiotik Ciprofloxacine serta analgesic Asam Mefenamate.

SARAN

Pascaoperasi, daerah sayatan selalu dibalut dengan gurita karena hewan


kasus mengalami obesitas yang dapat memperlambat kesembuhan luka jikalau
terus mengalami tekanan. Pemilik juga diberi edukasi untuk menjaga pergerakan
hewan (dikandangkan) selama proses kesembuhan serta edukasi tentang
manajemen pakan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih diucapkan kepada seluruh staf Laboratorium Bedah dan


Radiologi Veteriner dalam memfasilitasi, membimbing, dan mendukung penulis
untuk studi ini sampai dengan selesai.

DAFTAR PUSTAKA

Berata, I.K., I.B.O. Winaya, A.A.A.M. Adi, dan I.B.W. Adnyana. 2016. Patologi
Veteriner Umum. Denpasar: Swasta Nulus
Dietz, U.A., S. Menze, J. Lock, A. Wiegering. 2018. The treatment of incisional
hernia. Dtsch Arztebl Int. 115: 31–37
Pratschke, K.M. 2014. Chapter 25: Abdominal Wall Hernias dan Ruptures.
Elsevier. 269-280
Mackay, D. and A.L. Miller. 2003. Nutritional support for wound healing.
Alternative Medicine Review. 8: 359-377

8
Pavletic, M. 2005. Abdominal Wall Hernias. Standards of Care Emergency and
Critical Care Medicine. Vol 7.3
Rajan, V. and R.Z. Murray. 2008. The duplicitous nature of inflammation in
wound repair. Wound Practice and Research. 16: 122-129
Shaw, S., E. Rozanski, dan J. Rush. 2003. Traumatic Body Wall Herniation in 36
Dogs and Cats. Journal of the American Animal Hospital Association. 39:35-
46
Smeak, D.D. 2015. Acute Incisional Hernias. Cliniciansbrief.com
Stick, J.A. 2006. Abdominal hernias. In: Auer, JA and Stick, JA (Eds.), Equine
surgery. (3rd Edn.), Philadelphia, USA, Elsevier Saunders. Hal 491
Sudisma, I.G.N., I.G.A.G. Putra Pemayun, A.A.G. Jaya Wardhita, I.W. Gorda.
2016. Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Denpasar: Pelawa Sari

Anda mungkin juga menyukai