Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

Asuhan Keperawatan Pasien Post Operasi Herniotomi

PROGRAM STUDI : Profesi NERS


MATA KULIAH : Keperawatan Medikal Bedah I (KMB I)
BEBAN STUDI : 3 SKS ( 2 T, 1 P )
PENEMPATAN : Semseter III T.A 2019 / 2020
PENANGGUNG JAWAB : Ns. Paula Krisanty, S. Kep. M. A.
PENYUSUN : Kelompok 8
Chintya Puspitasari P3.73.20.2.18.008
Iqbal Amanullah Pratama P3.73.20.2.18.017
Nurul Izzatul Maula P3.73.20.2.1.8.029
Sindi Lestari P3.73.20.2.18.038

JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya kami tim penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pasien Post
Operasi Herniotomi” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun oleh tim penulis untuk
melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1.
Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak - pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Tim penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu setiap pihak diharapkan dapat memberikan masukan berupa kritik dan
saran yang bersifat membangun.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 1
C. Tujuan dan Manfaat ................................................................................................................. 1
BAB II .................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 2
A. Definisi Hernia .......................................................................................................................... 2
B. Etiologi Hernia .......................................................................................................................... 2
C. Klasifikasi Hernia ..................................................................................................................... 3
D. Patofisiologi Hernia .................................................................................................................. 5
E. Manifestasi Klinis...................................................................................................................... 6
F. Penatalaksanaan ....................................................................................................................... 7
G. Herniotomi ............................................................................................................................. 8
H. Konsep Keperawatan Teoritis pada Herniotomi ............................................................. 10
BAB III............................................................................................................................................. 17
TINJAUAN KASUS........................................................................................................................ 17
A. Pengkajian ............................................................................................................................... 17
B. Analisa Data ............................................................................................................................ 25
C. Intervesi Keperawatan ........................................................................................................... 27
BAB IV ................................................................................................................................................. 31
KESIMPULAN ................................................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 32

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hernia merupakan penonjolan keluar suatu organ atau bagian dari organ
melalui dinding rongga yang normalnya di tempat organ tersebut. Hernia dapat terjadi
akibat kelainan kongenital maupun didapat. Dari hasil penelitian pada populasi hernia
ditemukan sekitar 10% yang menimbulkan masalah kesehatan dan pada umumnya
pada pria (Stead, 2009).
Hernia sering terjadi pada pekerja yang banyak mengangkut benda-benda
berat, mengejan terlalu kuat saat buang air kecil/besar, kehamilan, kegemukan, batuk
kronis, serta bisa jugadisebabkan oleh kelainan kongenital (Dermawan dan
Rahayuningsih, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO), penderita hernia tiap tahunnya
meningkat. Didapatkan data pada decade tahun 2005 sampai tahun 2010 penderita
hernia segala jenis mencapai 19.173.279 penderita (12.7%) dengan penyebaran yang
paling banyak adalah daerah Negara-negara berkembang seperti Negara-negara
Afrika, Asia tenggara termasuk Indonesia, selain itu Negara Uni emirat arab adalah
Negara dengan jumlah penderita hernia terbesar di dunia sekitar 3.950 penderita pada
tahun 2011.
Pada saat ini hampir semua hernia ditangani dengan pembedahan kecuali bila
ada kontraindikasi tertentu yang menolaknya. Pengobatan operatif merupakan satu-
satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasioanal. Peran perawat sangatlah penting
dalam membantu pemulihan paska operasi herniotomi, ini dikarenakan perlu
dilakukan beberapa pengkajian lebih mendalam terutama untuk mengetahui adanya
resiko infeksi dan juga mengkaji karakteristik nyeri pada pasien dengan post operasi
herniotomi.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi hernia ?
2. Bagaimana etiologi hernia ?
3. Apa saja klasifikasi hernia ?
4. Bagaimana patofisiologi hernia?
5. Apa saja manifestasi klinis hernia?
6. Bagaimana cara penataktalaksanaan hernia?
7. Apakah definisi herniotomi ?
8. Apa konsep keperawatan teoritis pada herniotomi ?

C. Tujuan dan Manfaat


Tujuan utama pembuatan makalah ini untuk mengetahui asuhan keprawatan
herniotomi pada post operatif serta bisa membuat asuhan keprawatan secara baik dan
benar.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Hernia
Kata hernia berasal dari Bahasa Latin, herniae, yang berarti penonjolan isi suatu
rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah (defek) pada dinding rongga itu, baik
secara kongenital maupun didapat, yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh
selain yang biasa melalui dinding tersebut (Mansjoer, 2009).
Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding
rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut (Mutakin, 2011).
Hernia atau yang lebih dikenal dengan turun berok, adalah penyakit akibat turunnya usus
atau colon seiring melemahnya lapisan otot dinding perut. Penderita hernia, memang
kebanyakan laki-laki, terutama anak-anak. Kebanyakan penderitanya akan merasakan
nyeri, jika terjadi infeksi di dalamnya, misalnya, jika anak-anak penderitanya terlalu
aktif.
Definisi hernia inguinalis menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010) adalah
menonjolnya isi suatu rongga yang melalui anulus inguinalis yang terletak disebelah
lateral vaso epigastrika inferior menyusuri kanal inguinal dan keluar ke rongga perut
melalui anulus inguinalis eksternus. Sedangkan menurut Nurarif dan Kusuma (2013),
hernia inguinalis adalah hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai tonjolan di
selangkangan atau skrotum.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah ketidaknormalan
tubuh berupa tonjolan yang disebabkan karena kelemahan pada dinding otot abdomen,
selangkangan atau skrotum yang kebanyakan diderita oleh laki – laki.

B. Etiologi Hernia
1. Umur
Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun wanita.
Pada Anak – anak penyakit ini disebabkan karena kurang sempurnanya procesus
vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis. Pada orang dewasa
khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan oleh melemahnya jaringan
penyangga usus atau karena adanya penyakit yang menyebabkan peningkatan
tekanan dalam rongga perut (Giri, 2009).
2. Jenis Kelamin
Hernia yang sering diderita oleh laki – laki biasanya adalah jenis hernia Inguinal.
Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah selangkangan, hal ini
disebabkan oleh proses perkembangan alat reproduksi. Penyebab lain kaum adam
lebih banyak terkena penyakit ini disebabkan karena faktor profesi, yaitu pada
buruh angkat atau buruh pabrik. Profesi buruh yang sebagian besar pekerjaannya
mengandalkan kekuatan otot mengakibatkan adanya peningkatan tekanan dalam
rongga perut sehingga menekan isi hernia keluar dari otot yang lemah tersebut
(Giri, 2009).
3. Penyakit penyerta

2
Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada kondisi
tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau pembesaran
prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau konstipasi kronis dan lain-lain.
Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih pada abdomen yang dapat
menyebabkan keluarnya usus melalui rongga yang lemah ke dalam kanalis
inguinalis.
4. Keturunan
Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia.
5. Obesitas
Berat badan yang berlebih menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh, termasuk di
bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia. Peningkatan tekanan
tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ
melalui dinding organ yang lemah.
6. Kehamilan
Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi tekanan
lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus terjadinya hernia.
7. Pekerjaan Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat
menyebabkan terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang.
Aktivitas yang berat dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-
menerus pada otot-otot abdomen. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi
pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang
lemah.
8. Kelahiran prematur
Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal daripada bayi
yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis belum sempurna, sehingga
memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya organ atau usus melalui kanalis
inguinalis tersebut. Apabila seseorang pernah terkena hernia, besar kemungkinan
ia akan mengalaminya lagi.(Giri, 2009).

C. Klasifikasi Hernia
1. Klasifikasi Hernia menurut Menurut Lusianah dan Suratun (2010), hernia inguinalis
dibagi menjadi:
a. Hernia indirek atau lateral
Hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus
melalui kanalis inguinalis, dapat menjadi besar dan sering turun ke
skrotum.Umumnya terjadi pada pria, benjolan tersebut bisa mengecil,
menghilang pada waktu tidur dan menangis, mengejan, mengangkat benda berat
atau berdiri dapat tumbuh kembali.
b. Hernia direk atau medialis
Hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui
kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Lebih umum terjadi
pada lansia. Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju anulus inguinalis
eksterna sehingga meskipun arteri inguinalis interna ditekan bila klien berdiri
atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Pada klien terlihat adanya massa

3
bundar pada arteri inguinalis eksterna yang mudah mengecil bila klien tidur.
Karena besarnya defek pada dinding posterior maka hernia ini jarang menjadi
irreponibel.
c. Hernia femoralis
Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita.Ini
mulai sebagai penyumbat lemak dikanalis femoral yang membesar dan secara
bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih
masuk kedalam kantong.
d. Hernia umbilikal
Hernia umbilikal pada umumnya terjadi pada wanita karena peningkatan
tekanan abdominal, biasanya pada klien obesitas dan multipara.
e. Hernia insisional
Hernia insisional terjadi pada insisi bedah sebelumnya yang telah sembuh secara
tidak adekuat, gangguan penyembuhan luka kemungkinan disebabkan oleh
infeksi, nutrisi tidak adekuat, distensi ekstem atau obesitas, usus atau organ lain
menonjol melalui jaringan parut yang lemah.
f. Hernia Sliding
Hernia Sliding terjadi ketika kondisi spingter kardia membesar, yang
memungkinkan satu bagian lambung melewati rongga torak. Pada hernia sliding
lambung atas dan pertemuan gastroesofagus berubah tempat kedalam torak.
Refluk tampak disebabkan oleh pemajanan sfingter esophagus bawah (SEB)
pada tekanan rendah di toraks. Masalah utama berkenaan dengan hernia sliding
adalah terjadinya refluk. Pada hernia sliding, SEB tetap dibawah diafragma
sehingga refluks tidak menjadi masalah.
g. Hernia Hiatal
Hernia hiatal adalah esophagus masuk abdomen melalui lubang diafragma, dan
mengosongkan diri pada ujung bawah keadaan bagian atas lambung.
Normalnya, lubang dalam diafragma mengelilingi esofagus dengan kencang,
dan lambung berada separuhnya dalam abdomen. Pada kondisi yang disebut
hernia hiatal lubang diafragma yang melewati esofagus menjadi membesar dan
bagian atas lambung cenderung untuk menggerakkan ke atas bagian bawah
torak. Hernia hiatal lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Regurgitasi
dan disfungsi motorik menyebabkan manifestasi mayor hernia hiatal.
Komplikasi hernia hiatal meliputi obstruksi, strangulasi, dan terjadinya
volvulus.

2. Klasifikasi Hernia Berdasarkan Terjadinya (Lusianah dan Suratun, 2010):


a. Hernia Konginetal atau Bawaan
Terjadi pada pertumbuhan janin usia lebih dari 3 minggu. Testis yang mula-
mula terletak di atas mengalami penurunan (desensus) menuju ke skrotum. Pada
waktu testis turun melewati inguinal sampai skrotum prosesus vaginalis
peritoneal yang terbuka dan berhubungan dengan rongga peritoneum mengalami
obliterasi dan setelah testis sampai pada skrotum, prosesus vaginalis peritoneal

4
seluruhnya tertutup (obliterasi). Bila ada gangguan obliterasi maka seluruh
prosesus vaginalis peritoneal terbuka, terjadilah hernia inguinalis lateralis.
b. Hernia Akuisiatis (didapat)
Terjadi setelah dewasa atau pada usia lanjut. Disebabkan karena adanya tekanan
abdominali yang meningkat dan dalam waktu yang lama, misalnya batuk kronis,
konstipasi kronis, gangguan proses kencing (hipertropi prostat, striktur urera,
asites, dan sebagainya).

3. Klasifikasi Hernia Menurut Sifatnya (Lusianah dan Suratun, 2010):


a. Hernia reponibel
Bila isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika berdiri atau mengejan dan
masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau
gejala obstruksi usus.
b. Hernia irreponibel
Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan kedalam rongga karena
perlengketan isi kantong pada peritoneum kantong hernia, tidak ada keluhan
nyeri/tanda sumbatan usus, hernia ini disebut juga hernia akreta.
c. Hernia strangulan atau inkaserata
Bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, isi kantong terperangkap, tidak dapat
kembali kedalam rongga perut disertai akibat yang berupa gangguan pasase atau
vaskularisasi.

4. Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010), klasifikasi hernia berdasarkan


isinya:
a. Hernia adipose, yaitu hernia yang isinya jaringan lemak.
b. Standing hernia, yaitu hernia yang isinya kembali sebagian dari dinding kantong
hernia.
c. Hernia litter, hernia inkaserata/strangulasi yang sebagian dinding ususnya
terjepit dalam cincin hernia.

D. Patofisiologi Hernia

Hernia terdiri dari 3 unsur yaitu kantong hernia yang terdiri dari peritonium, isi hernia
yang biasanya terdiri dari usus, omentum, kadang berisi organ intraperitonial lain atau
organ ekstraperitonial seperti ovarium, apendiks divertikel dan bull – bulu. Unsur terakhir
adalah struktur yang menutupi kantong hernia yang dapat berupa kulit (skrotum)
umbilikus atau organ – organ lain misalnya paru dan sebagainya. Biasanya hernia pada
orang dewasa ini terjadi karena usia lanjut, karena pada umur tua otot dinding rongga
perut melemah. Sejalan dengan bertambhnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami
proses degenarasi. Pada orang dewasa kanalis tersebut telah menutup. Namun karena
daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan
tekanan intrabdominal meningkat seperti batuk kronik, bersin yang kuat, mengejan dan
mengangkat barang – barang yang berat. Kanal yang sudah tertutup dapat terbuka kembali

5
dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan
keluar melalui defek tersebu (Deden dan Tutik, 2010)
Potensial komplikasi terjadi pelengketan antara inti hernia dengan dinding kantong hernia
sehingga isi hernia tidak dapat dimasukan kembali. Terjadi penekanan terhadap cincin
hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan
menimbulkan perut kembung, muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, akan
menimbulkan edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis.
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain
obstruksi usus sedeharna hingga perforasi usus yang akhirnya dapat menimbulkan abses
lokal, peritonitis ( Jitiwoyono dan Kristiyanasari, 2010)

Pada hernia inguinalis lateralis (indirek) lengkung usus keluar melalui kanalis inguinalis
dan mengikuti kora spermatikus (pria) atau ligamen sekitar (wanita). Ini diakibatkan
karena gagalnya prosesus vaginalis untuk menutup testis turun ke dalam skrotum atau
fiksasi ovarium (Mansjoer, dkk, 2009)

Hernia inguinalis indirek terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus
melalui kanalis inguinalis. Ini umumnya terjadi pada pria dan wanita. Insidennya tertimggi
pada bayi dan anak kecil. Hernia dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum
(Haryono, 2012)

Hernia inguinalis direk terjadi melewati dinding abdomen diarea kelemahan otot, tidak
melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan formalis indirek. Ini lebih umum pada
lansia (Haryono, 2012)

E. Manifestasi Klinis

Hernia yang tak memperlihatkan gejala-gejala diketemukan pada waktu pemeriksaan


rutin. Suatu penonjolan atau gumpalan pada skrotum, dan pada waktu batuk dan defekasi
penonjolan semakin menonjol. Juga pada waktu meningkat sesuatu atau kegiatan fisik
lainnya. Pada beberapa kasus tertentu massa menjulur sampai ke dalam skrotum, daerah
pangkal paha terasa tidak enak, terutama jika hernia membesar
Sebagian besar hernia adalah asimtomatik, dan kebanyakan ditemukan pada pemeriksaan
fisik rutin dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis superfisialis atau suatu kantong
setinggi annulus inguinalis profundus. Salah satu tanda pertama adalah adanya massa
dalam daerah inguinalis manapun atau bagian atas skrotum.
Menurut Heather Herdman (2012), tanda dan gejala yang sering muncul pada pasien
hernia adalah:
1. Berupa benjolan keluar masuk/keluar dan yang tersering tampak benjolan dilipat
dipaha.
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai perasaan mual.
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi.

6
4. Bila terjadi hernia inguinalis stragulan perasaan sakit akan bertambah hebat serta
kulit diatasnya menjadi merah dan panas.
5. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga
menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematruria (kencing darah)
disamping benjolan dibawah sela paha.
6. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit didaerah perut disertai sesak
nafas.
7. Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.

F. Penatalaksanaan

Pada hernia inguinalis lateralis responbilitas maka dilakukan tindakan bedah efektif
karena ditakutkan terjadi komplikasi. Pada yang iresponbilitas, maka diusahakan agar isi
hernia dapat dimasukkan kembali. Pasien istirahat baring dan dipuasakan atau mendapat
diit halus. Dilakukan tekanan yang kontinyu pada benjolan misalnya dengan bantal pasir.
Baik juga dilakukan kompres es untuk mengurangi pembengkakan. Lakukan usaha ini
berulang-ulang sehingga isi hernia masuk untuk kemudian dilakukan bedah efektif di
kemudian hari atau menjadi inkarserasi.
Pada inkerserasi dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah darurat. Tindakan bedah
pada hernia ini disebut herniotomi (memotong hernia dan herniorafi (menjahit kantong
hernia). Pada bedah efektif manalis dibuka, isi hernia dimasukkan kantong diikat dan
dilakukan “bassin plasty” untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Pada
bedah darurat, maka prinsipnya seperti bedah efektif. Cincin hernia langsung dicari dan
dipotong. Usus dilihat apakah vital/tidak. Bila tidak dikembalikan ke rongga perut dan
bila tidak dilakukan reseksi usus dan anastomois end to end.

Penatalaksanaan keperawatan menurut Kluwer, Williams & Wilkins (2012) yakni


dengan memberikan pendidikan kesehatan yang mencakup:
1. Upaya menghindari aktivitas mengangkat beban berat dan mengejan untuk defekasi
2. Perawatan luka post operasi
3. Setelah pembedahan, tidak melakukan aktivitas normal atau kembali bekerja tanpa
ijin dokter bedah

Setelah dilakukan tindakan pembedahan herniotomy yang harus diperhatikan adalah


perawatan untuk post operasi:
1. Hindari penyakit yang mungkin terjadi yaitu: Perdarahan, Syok, Muntah, Distensi,
Kedinginan, Infeksi, Dekubitus, Sulit buang air kecil.
2. Observasi keadaan klien.
3. Cek Tanda-tanda vital pasien.
4. Lakukan perawatan luka dan ganti balutan operasi sesuai dengan jadwal.
5. Perhatikan drainase.
6. Penuhi kebutuhan nutrisi klien.
7. Mobilisasi diri secara dini terutama pada hari pertama dan hari kedua.

7
a. Perawatan tidur dengan sikap Fowler (sudut 45o - 60o).
b. Hari kedua boleh duduk (untuk herniotomi hari ke-5).
c. Hari ketiga boleh jalan (untuk herniotomi hari ke-7).
8. Diet dan pemenuhan kebutuhan nutrisi:
a. Hari 0: Bila pengaruh obat anestesi hilang boleh diberi minum sedikit-sedikit
b. Hari 1: Diet Vloiher atau bubur sumsum dan susu cair (herniotomi diet sama
dengan post laparatomi)
c. Hari 2: Diet bubur saring
d. Hari 3: Berturut-turut diet ditingkatkan

G. Herniotomi

Herniotomi adalah pembesaran kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan
isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi kantong hernia dijahit-
ikat setinggi mungkin lalu dipotong. (Sjamsuhidayat, 2011). Hernia inguinalis seringkali
dapat didorong kembali ke dalam rongga perut, tetapi jika tidak dapat didorong kembali
melalui dinding perut, maka usus dapat terperangkap di dalam kanalis inguinalis
(inkarserasi) dan aliran darahnya terputus (strangulasi). Jika tidak ditangani, bagian usus
yang mengalami strangulasi bisa mati karena kekurangan darah. Biasanya dilakukan
pembedahan untuk mengembalikan usus ke tempat asalnya dan untuk menutup lubang
pada dinding perut agar hernia inguinalis tidak berulang (Herry, 2011).

Ada beberapa komplikasi dan dampak yang dapat terjadi pasca pembedahan herniotomi,
yaitu:

1. Hemtoma (Luka pada skrotum)


2. Retensi urin akut.
3. Infeksi pada luka.
4. Gangguan aktivitas
5. Nyeri kronis.
6. Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis
7. Rekurensi hernia (sekitar 2%).

Dampak post herniotomi terhadap sistem tubuh dan system kelangsungan aktivitas
pasien setelah dilakukan post operasi herniotomi antara lain adalah sebagai berikut:

1. Sistem Gastrointestinal
Pembedahan traktus gastrointestinal sering kali mengganggu proses fisiologi normal
pencernaan dan penyerapan. Mual, muntah dan nyeri dapat terjadi selama
pembedahan ketika digunakan anestesia spinal. Dan penurunan peristaltik usus ini
mengakibatkan distensi abdomen dan gagal untuk mengeluarkan feses dan flatus.
motalitas gastrointestinal dapat mengakibatkan distensi abdomen dan gagal untuk
mengeluarkan feses dan flatus (Brunner & Suddarth, 2013).
2. Sistem Neurologi

8
Luka pembedahan mengakibatkan spasme otot dan pembuluh darah sehingga
merangsang pelepasan mediator kimia (seratonin, bradikinin, histamin). Proses ini
merangsang reseptor nyeri kemudian rangsangan ditransmisikan ke thalamus, kortek
cerebri sehingga terasa nyeri. Nyeri akan merangsang RAS (Retikular Activating
Sistem) stimulus ini menyebabkan sikap terjaga dan berkurangnya stimulus untuk
mengantuk.
3. Sistem Pernapasan
Peningkatan frekuensi nafas dapat terjadi akibat nyeri pada luka operasi, hal ini
merangsang sinyal dari sum-sum tulang belakang yang dihantarkan melalui dua jalur
yaitu Spinal Thalamus Traktus (TT) ke Spinal Respiratory Traktus (SRT). Dari spinal
thalamus traktus akan dihantarkan ke korteks cerebri sehingga nyeri dipersepsikan,
sedangkan dari spinal respirator, traktus akan dihantarkan ke medula oblongata
sehingga mengakibatkan neural inspiratory yang akan meningkatkan frekuensi
pernapasan. Nyeri pada luka operasi dapat menekan pengembanahan rongga dada
dan pasien dapat memerlukan sangat banyak dorongan untuk beergerak, ambulasi
dan bernafas dalam.
4. Sistem Kardiovaskuler
Pada klien post herniotomi biasanya dapat terjadi peningkatan denyut nadi, hal ini
disebabkan dari rasa nyeri akibat luka operasi sehingga mengakibatkan medula
oblongata untuk meningkatkan frekuensi pernapasan dan merangsang epineprin
sehingga menstimulasi jantung untuk memompa lebih cepat selain itu juga dapat
terjadi akibat faktor metabolik, endokrin dan keadaan yang menghasilkan adrenergik
sehingga dimanifestasikan peningkatan denyut nadi.
5. Sistem Integumen
Luka operasi akan mengakibatkan kerusakan kontinuitas jaringan dan keterbatasan
gerak dapat mengakibatkan kerusakan kulit pada daerah yang tertekan karena
sirkulasi perifer terhambat. Akibat dari keadaan post operatif seperti peradangan,
edema dan perdarahan, sering terjadi pembekakan skrotum setelah perbaikan hernia
inguinal lateral.
6. Sistem Muskuloskeletal
Nyeri pada luka operasi timbul akibat terputusnya kontinuitas jaringan serta adanya
spasme otot, terjadi penekanan pada pembuluh darah yang mengakibatkan
metabolisme anaerob sehingga menghasilkan asam laktat, hal ini mengakibatkan
terjadinya gangguan pergerakan (otot persendian) sehingga aktivitas sehari-hari dapat
terganggu. Selain itu nyeri akibat luka operasi dapat mengakibatkan klien mengalami
keterbatasan gerak.
7. Sistem Perkemihan
Terjadinya retensi urine dapat terjadi setelah prosedur pembedahan. Retensi terjadi
paling sering setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina setelah pembedahan
pada abdomen bagian bawah, penyebabnya diduga adalah spasme spinkter kandung
kemih (Brunner & Suddarth, 2013).

9
H. Konsep Keperawatan Teoritis pada Herniotomi

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama dan yang penting didalam melakukan asuhan
keperawatan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit ataupun selama pasien
dirawat di rumah sakit.
Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan Post Op Hernia Inguinalis
berdasarkan Felyana (2009) yaitu:
a. Identitas Klien
1) Identitas klien post op hernia inguinalis yang menjadi dasar pengkajian
meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat,
diagnosa medis, tindakan medis, nomor rekam medis, tanggal masuk, tanggal
operasi dan tanggal pengkajian.
2) Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, hubungan dengan klien dan sumber
biaya.
b. Lingkup Masalah Keperawatan
Berisi keluhan utama klien saat dikaji, klien post op hernia inguinalis biasanya
mengeluh nyeri pada luka operasi dan keterbatasan aktivitas.
2. Riwayat Penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat pengkajian, yang diuraikan dari mulai
masuk tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian. Keluhan sekarang dikaji
dengan menggunakan PQRST (paliatif and provokatif, quality and quantity, region
and radiasi, severity scale dan timing).
b. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi pnegalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada penyakit
yang diderita sekarang serta apakah pernah mengalami pembedahan sebelumnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang
sama sepert klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan atau menular
dalam keluarga.

10
d. Riwayat psikologis
Secara umum klien dengan post op hernia inguinalis tidak mengalami
penyimpangan dalam fungsi psikologis. Namun demikian tetap perlu dilakukan
mengenai kelima konsep diri klien (citra tubuh, identitas diri, fungsi peran, ideal
diri dan harga diri).
e. Riwayat sosial
Klien dengan post op hernia inguinalis tidak mengalami gangguan dalam hubungan
sosial dengan orang lain, akan tetapi tetap harus dibandingkan hubungan klien
antara sebelum dan sesudah menjalani operasi.
f. Riwayat spiritual
Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan mengalami keterbatasan
dalam aktivitas begitu pula dalam kegiatan ibadah. Perlu di kaji keyakinan klien
terhadap keadaan sakit dan motivasinya untuk sembuh.
g. Kebiasaan sehari-hari
Klien yang menjalani operasi pengangkatan hernia inguinalis pada umumnya
mengalami kesulitan dalam beraktvitas karena nyeri yang akut dan kelemahan.
Klien dapat mengalami gangguan dalam perawatan diri (mandi, gosok gigi,
keramas dan gunting kuku), karena adaanya toleransi
aktivitas yang mengalami gangguan.
Klien akan mengalami pembatasan masukan oral sampai fungsi pencernaan
kembali ke dalam rentang normalnya. Kemungkinan klien akan mengalami mual
muntah dan konstipasi pada periode awal post operasi karena pengaruh anastesi.
Intake oral dapat mulai diberikan setelah fungsi pencernaan kembali ke dalam
rentang normalnya. Klien juga dapat mengalami penurunan haluaran urine karena
adanya pembatasan masukan oral. Haluaran urine akan berangsur normal setelah
peningkatan masukan oral. Pola istirahat klien dapat terganggu ataupu tidak
terganggu, tergantung toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakan.

3. Pola fungsi kesehatan (Santi, 2012).


a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan
olahraga (lama frekuensinya), bagaimana status ekonomi keluarga kebiasaan
merokok dalam mempengaruhi penyembuhan luka.
b. Pola tidur dan istirahat
11
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
menggganggu kenyamanan pola tidur klien.
c. Pola aktivitas
Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri luka
operasi, aktivitas biasanya terbatas karena harus badrest berapa waktu lama setelah
pembedahan
d. Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran
baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.Penderita mengalami emosi yang
tidak stabil.
e. Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, peran serta pendengaran,
kemampuan, berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan
tempat.
f. Pola penanggulangan stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
g. Pola tata nilai dan kepercayaanrn
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien
mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit

4. Pemeriksaan Fisik(felyana, 2009).


Pemeriksaan fisik ini mencakup :
a. Keadaan Umum
Klien post op hernia inguinalis mencapai kesadaran penuh setelah beberapa jam
kembali dari meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan sakit ringan
sampai berat tergantung pada periode akut rasa nyeri. Tanda vital pada
umumnya stabil kecuali akan mengalami ketidakstabilan pada klien yang
mengalami perforasi appendiks.
b. Sistem Pernapasan
Klien post op hernia inguinalis akan mengalami penurunan atau peningkatan
frekuensi napas (takipneu) serta pernapasan dangkal, sesuai rentang yang dapat
ditoleransi oleh klien.
c. Sistem Kardiovaskuler

12
Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon terhadap stres dan
hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap nyeri), hipotensi
(kelemahan dan tirah baring). Pengisian kapiler biasanya normal, dikaji pula
keadaan konjunctiva, adanya sianosis dan, auskultasi bunyi jantung.
d. Sistem Pencernaan
Saat di inspeksi akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah bekas
sayatan operasi dan juga nyeri pada luka operasi. Pada saat auskultasi terjadi
penurunan bising usus. Klien post appendiktomi biasanya mengeluh konstipasi
pada awitan awal post operasi dan mual muntah.
e. Sistem Perkemihan
Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output urine, hal ini
terjadi karena adanya pembatasan intak oral selama periode awal post
appendiktomi. Output urine akan berangsur normal seiring dengan peningkatan
intake oral.
f. Sistem Muskuloskeletal
Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring post operasi
dan kekakuan . Kekuatan otot berangsur membaik seiring dengan peningkatan
toleransi aktivitas.
g. Sistem Integumen
Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah karena insisi bedah
disertai kemerahan (biasanya pada awitan awal). Turgor kulit akan membaik
seiring dengan peningkatan intake oral.
h. Sistem Persarafan
Umumnya klien dengan post appendiktomi tidak mengalami penyimpangan
dalam fungsi persarafan. Pengkajian fungsi persafan meliputi : tingkat kesadaran,
saraf kranial dan refleks.
i. Sistem Pendengaran
Pengkajian yang dilakukan meliputi : bentuk dan kesimetrisan telinga, ada
tidaknya peradangan dan fungsi pendengaran.
j. Sistem Endokrin
Umumnya klien post appendiktomi tidak mengalami kelainan fungsi endrokin.
Akan tetapi tetap perlu dikaji keadekuatan fungsi endrokin (thyroid dan lain–lain)

13
5. Diagnosa Keperawatan
Post Operasi Menurut Nanda (2012), diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada
pasien dengan Hernia Scrotalis pasca operasi antara lain sebagai berikut:
a. Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cidera fisik.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan.

6. Intervensi
Dari beberapa diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan Hernia
pasca operasi, intervensi pada masing-masing diagnosa antara lain sebagai berikut (
Nanda 2012) :
a) Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cidera fisik
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang
sampai hilang.
Kriteria hasil:
1) Ekspresi wajah pasien rileks dan tidak menahan nyeri
2) Klien menyatakan nyeri berkurang sampai hilang, skala nyeri 1 - 3
3) Tanda–tanda vital dalam batas normal

Intevensi
1) Monitor tanda–tanda vital pasien sesuai kondisi pasien dan jadwal
Rasional: Tanda-tanda vital merupakan pedoman terhadap perubahan pada
kondisi klien dan abnormalitas pada kondisi klien
2) Kaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi, kwalitas dan skala nyeri pasien.
Rasional: Memantau derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgetik
3) Posisikan yang nyaman dengan sokong/tinggikan dengan ganjal pada
posisi anatomi ekstremitas yang sakit dan kurangi pergerakan dini pada area
luka operasi
Rasional: Posisi yang nyaman membantu pasien menurunkan spasme otot
sehingga mengurangi rasa nyeri karena posisi nyaman dapat mengurangi
nyeri pada klien.
4) Ajarkan tekhnik relaksasi dan dextrasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri
saat nyeri muncul
Rasional: Nafas dalam dan tekhnik relaksasi mengurangi nyeri secara
bertahap dan dapat dilakukan mandiri.
5) Anjurkan pada keluarga untuk memberikan massase pada area abdomen
yang nyeri tapi bukan area luka operasi.
Rasional: Relaksasi dan pengalihan merupakan rasa mengalihkan rasa nyeri
dan menciptakan kenyamanan klien
6) Kolaborasi dengan tim medis dalam program therapy analgetik
Rasional: Program terapi sebagai system kolaboratif dalam menyelesaikan
masalah nyeri.

14
b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
Tujuan: Klien akan menunjukkan tindikan aktivitas secara mandiri

Kriteria hasil :
1. Klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri
2. Klien tidak takut bergerak lagi dan mau beraktivitas mandiri.

Intervensi
1) Bantu klien dalam melakukan aktivitas progresif
Rasional: Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi khusus tetapi
biasanya, berkembang lambat sesuai tolenrasi karena aktivitas yang
berlebihan dapat memperlambat penyembuhan luka.
2) Anjurkan klien untuk banyak istirahat.
Rasional: Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan dan energy
terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas yang seperlunya.
3) Ubah posisi secara periodic dan dorong untuk latihan nafas dalam.
Rasional: Mencegah dan menurunkan insiden komplikasi dan mengurangi
rasa nyeri karena komplikasi dapat terjadi karena kurangnya penanganan.
4) Kolaborasi pemberian pengobatan nyeri sebelum aktivitas
Rasional: Mengurangi rasa nyeri pada klien.

c) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak
terjadi.
Kriteria hasil:
1) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi seprti pada luka operasi terdapat pus dan
kemerahan, oedem.
2) Tanda–tanda vital dalam batas normalLaboratorium leukosit, dan
hemoglobin normal.
3) Luka kering dan menunjukan penyembuhan
Intervensi
1) Observasi tanda–tanda vital pasien sesuai kondisi pasien.
Rasional: Tanda-tanda vital merupakan pedoman terhadap perubahan pada
kondisi klien dan abnormalitas pada kondisi klien
2) Kaji adanya tanda–tanda infeksi dan peradangan meliputi adanya kemerahan
sekitar luka dan pus pada luka operasi.
Rasional: Adanya kemerahan, oedem, pus, dan rasa panas pada luka
merupakan adanya infeksi pada luka operasi
3) Lakukan medikasi luka steril/bersih tiap hari.
Rasional: Mensterilkan luka dan menjaga luka agar tetap steril/tidak infeksi
dan cepat sembuh.
4) Pertahankan tekhnik aseptic antiseptik/kesterilan dalam perawatan luka dan
tindakan keperawatan lainnya.

15
Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan menghindari infeksi pada luka
operasi.
5) Jaga personal hygiene pasien.
Rasional: Meningkatkan sterilan pada luka dan personal hygiene klien
6) Manajemen kebersihan lingkungan pasien.
Rasional: Agar ruangan tetap steril
7) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy antibiotik
Rasional: Mempercepat penyembuhan luka agar tidak terjadi infeksi.

16
BAB III
TINJAUAN KASUS

An. A(7 tahun) dirawat di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen H.A
Pada saat pertama kali masuk RS dengan keluhan utama nyeri pada daerah perut dan
dianjurkan untuk operasi. Hari berikutnya pasien menjalani operasi hernia scrotalis. Setelah
dilakukan operasi hernia pasien mengatakan nyeri pada luka operasi, luka operasi nya terasa
pedih dan panas serta nyeri seperti tertusuk diperut bagian bawah dan terdapat luka operasi
pada dibawah umbilicus atas shimpusis pubis dengan panjang luka kurang lebih 7cm

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Pasien
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki.
Umur : 27 Tahun.
Pendidikan : S1
Alamat : Pulau Sangkar.
Tanggal Masuk RS : 11 Juni 2011.
Ruang/Kamar : Bedah
Golongan Darah : AB.
Tanggal Pengkajian : 14 Juni 2011.
Diagnosa Medis : Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy
b. Penanggung Jawab
Nama : Tn. H.
Hub dengan pasien : Ayah.
Pekerjaan : Swasta.
Alamat : Pulau Sangkar.

2. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada luka operasi, luka terasa panas dan menusuk selain itu
juga keluarga klien mengatakan klien mengeluhkan mual tapi tidak muntah dan tidak
ada nafsu makan dan nyeri diseluruh bagian perut dan sudah 6 hari klien mngeluhkan
belum BAB.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang

17
Keluarga klien mengatakan sejak 1 bulan yang lalu klien sering mengeluhkan nyeri
pada bagian perut dan sering mual muntah selain itu sering diare atau BAB mencret,
dan beberapa hari sebelum masuk rumah sakit klien mengeluhkan nyeri pada perut
bagian bawah kanan dan bagian kemaluan/scrotum klien membengkak dan terdapat
tonjolan. Kemudian oleh keluarga diperiksakan ke dokter dan oleh dokter dianjurkan
untuk operasi, kemudian oleh keluarga dibawa kerumah sakit Mayjen H.A. Thalib
Kerinci pada tanggal 11 Juni 2011, kemudian klien menjalani operasi pada tanggal 12
Juni 2011. Dan pada saat melakukan pengkajian pada klien post operasi pada hari ke
2 yaitu pada tanggal 14 Juni 2011, didapatkan keluhan/data:
a. Provokatif: Keluarga klien mengatakan, klien mengeluhkan nyeri pada luka
operasi yaitu pada perut bagian bawah dibawah pusat (umbilicus), nyeri terasa
menusuk, pedih dan panas luka terasa kaku dan sakit bertambah saat bergerak,
selain itu juga klien mengatakan mual tapi tidak muntah.
b. Quality: Klien mengatakan nyeri terasa menusuk, pedih dan panas, nyeri terasa
semakin sakit saat klien bergerak dan batuk terutama saat klien duduk selain itu
klien mengatakan perut terasa penuh seperti mau muntah tapi tidak bisa muntah.
c. Region: Klien mnegeluhkan nyeri terasa di luka operasi yaitu di perut bagian
bawah, dibawah pusat dan nyeri menyebar keseluruh bagian perut hingga area
kemaluan klien.
d. Severity: Kelurga klien mengatakan saat ini tidak dapat beraktivitas karena nyeri
terutama saat nyeri kambuh klien tidak mampu untuk bergerak dan hanya
menangis dan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari seperti makan,
membersihkan diri klien dibantu oleh orang tuanya.
e. Time: Klien mengatakan nyeri muncul setiap saat terutama saat klien bergerak dan
batuk dan sering muncul pada malam hari.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Keluarga klien mengatakan klien sudah pernah dirawat di rumah sakit yang sama
dengan penyakit diare/mencret sekitar 1 tahun yang lalu dan sebelumnya klien sering
mengalami penyakit diare (Gastroenteritis) karena pola makan klien yang sering tidak
teratur. Dan menurut keluarga klien tidak ada anggota keluarga yang lain yang
menderita penyakit yang sama dengan yang diderita klien yaitu Hernia. Keluarga
klien mengatakan, sebelumnya klien belum pernah dioperasi dan menderita penyakit
yang memerlukan proses operasi dan klien tidak memiliki riwayat alergi baik
terhadap obat maupun makanan apapun.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

18
Keluarga klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mengalami riwayat
penyakit yang diderita klien saat ini yaitu Hernia dan keluarga klien juga tidak ada
yang mengalami penyakit menular seperti hepatitis dan alergi terhadap makanan
apapun. Dan tidak ada juga yang mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes
mellitus, stroke dan hipertensi.

6. Riwayat Keadaan Psikososial


a. Bahasa Yang Digunakan
Dalam kehidupan sehari-hari klien dan keluarga dalam berkomunikasi dan bergaul
terbiasa menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa daerah kerinci.
b. Persepsi Klien Tentang Penyakitnya
Klien dan keluarga menganggap bahwa sakit yang diderita klien adalah cobaan
dari Tuhan dan berharap cepat sembuh. Keluarga klien mengatakan bahwa
dilingkungan keluarga selalu menjaga kesehatan anggota keluarga dengan baik
dan bila ada anggota keluarga yang sakit selalu memeriksakan kesehatannya ke
dokter dan petugas kesehatan terdekat.
c. Konsep Diri
Pada konsep diri yang meliputi: body image atau gambaran diri, ideal diri, harga
diri, peran diri dan identitas diri tidak dikaji karena klien anak berusia 7 tahun dan
tidak memungkinkan untuk dapat dikaji karena klien belum memahami konsep
dirinya.
d. Keadaan Emosi
Status emosi klien kadang labil hal ini karena usia klien yang masih anak usia
7 tahun sehingga klien sering merasa takut saat di ajak komunikasi oleh
perawat, dan pada saat dilakukan pengkajian yang lebih berperan dalam
menjawab pertanyaan penulis adalah orang tua klien, klein selalu
mengungkapkan keluhannya pada orang tuanya.
e. Perhatian Terhadap Orang Lain atau Lawan Bicara
Klien terkadang hanya pasif saja ketika diajak komunikasi oleh perawat dan
penulis dan klien sering merasa gelisah dan takut ketika ditanyakan
keluhannya dan ketika perawat akan melakukan tindakan keperawatan pada
klien, namun keluarga klien sangat kooperatif saat dilakukan pengkajian.
f. Hubungan Dengan Keluarga
Keluarga klien mengatakan dalam keluarganya hubungan keluarga terjalin
baik dan saling memperhatikan satu sama lainnya termasuk apabila ada
anggota keluarga yang sakit keluarga yang lain ikut mendukung untuk
mendapatkan kesembuhan dengan berobat.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum klien lemah, tampak seperti menahan sakit pada luka operasi
dan terkadang klien menangis karena nyeri pada luka operasi, klien bedrest
total.

19
b. Kesadaran
GCS 15 (Respon buka mata 4, Respon motorik 5 dan Respon verbal 6),
Tingkat kesadaran Compos mentis.

c. Tanda-tanda Vital:
TD : 100/70 mmHg S : 373 o C
N : 92 x / menit RR : 24 x/menit

d. Kepala dan rambut Kepala bersih, rambut klien pendek, warna hitam,
pertumbuhan merata, dikulit kepala tidak terdapat luka dan lesi.
e. Mata Mata simetris kanan dan kiri, pupil isokor, konjungtiva ananemis dan
sclera anikhterik fungsi penglihatan baik dan tanpa menggunakan alat bantu
penglihatan (kaca mata)
f. Telinga Letak simetris, tidak ada serumen, dapat berfungsi dengan baik dan
tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
g. Hidung Simetris, tidak ada polip hidung, fungsi pernafasan baik, tidak terjadi
sesak nafas, tidak tampak tumpukan sekret dan tidak terdapat masalah dalam
pola nafas, frekuensi pernafasan 24x/menit
h. Mulut Mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis. Jumlah gigi lengkap 32 buah,
warna agak kuning, nafas agak bau, lidah agak kotor, warna merah muda.
i. Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak ada peningkatan
Jugularis Vena Perifer dan teraba nadi karotis 92 x/menit
j. Thorax Bentuk simetris pergerakan dada kanan dan kiri simetris, tidak lesi
pada kulit dan tidak ada pembengkakan dada.
1) Paru-Paru/Pulmo
Pada inspeksi didapat kan hasil permukaan dada simetris, permukaan
dada kiri/sinistra sama dengan permukaan dada kanan/dextra, Pernafasan
normal frekuensi 24x/menit. Pada palpasi didapatkan hasil fokal fremitus
kiri/sinistra sama dengan kanan/dextra, fokal resonan kiri/sinistra sama
dengan kanan/dextra. Sedangkan pada perkusi suara paru sonor dan
auskultasi yaitu bunyi nafas vesikuler dan tidak terdengar suara nafas
tambahan seperti wheezing (suara abnormalitas pada paru seperti adanya
penumpukan udara), ronkhi (mengi), dan krekels (penumpukan cairan
pada pleura)

20
2) Jantung/Cardio
Pada inspeksi dada terlihat ictus cordis berdenyut halus di intercosta 6,
pada palpasi didapatkan data teraba ictus cordis di intercosta ke 4-5-6
sebelah kiri sedangkan pada perkusi jantung didapatkan batas jantung
jelas, kesan tidak ada pembesaran jantung dan pada auskultasi jantung
terdengar bunyi jantung suara 1 (lub) tunggal dan bunyi jantung suara 2
(dub) tunggal dan tidak terdengan mur-mur pada semua lapang dada
sebelah kiri.
k. Abdomen
Pada inspeksi didapatkan hasil permukaan abdomen simetris kanan dan kiri,
tidak ada ascites dan terdapat luka operasi pada kuadran abdomen bagian
bawah tepatnya dibawah umbilicus atas shimpisis pubis, panjang luka kurang
lebih 7cm terdapat jahitan simpul sebanyak 10 simpul, keadaan luka bersih
tidak terdapat pus dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan luka tertutup
kassa steril. Pada auskultasi didapatkan bising usus kurang lebih 8x / menit
sedangkan pada perkusi keempat kuadran abdomen didapatkan suara tympani
dan pada palpasi terdapat nyeri tekan pada semua lapang abdomen terutama
sekitar luka operasi yaitu di kuadran abdomen sebelah bawah, tidak teraba lien
dan hepar.
l. Genetalia
Terpasang Cateter, urine keluar dengan warna kuning pekat volume 450cc,
tidak terdapat endapan maupun darah, posisi kateter benar/tanpa hambatan,
kateter terpasang hari ke dua dan area scrotum sebelah kanan memerah dan
ada nyeri tekan pada area genetalia klien.
m. Ekstremitas.
1) Ekstremitas atas
Fungsi ekstremitas atas normal dan dapat berfungsi dengan baik dan tidak
menggunakan alat bantu dan ekstremitas sebelah kanan terpasang Infus
RL dengan infuset makro, 12 tetes/menit keadaan infus baik tidak
terdapat oedem pada area yang terpasang infus dan tidak ada nyeri pada
lengan, infus terpasang hari ke 3.
2) Ekstremitas bawah

21
Ekstremitas bawah tidak terdapat kelainan dan dapat berfungsi dengan
baik hanya saja klien tidak mau banyak bergerak karena terasa nyeri pada
luka operasi semakin meningkat ketika bergerak.

3) Skala kekuatan otot


Atas
Kanan Kiri
555 555
555 555
Bawah
Keterangan: Skala kekuatan otot pada kedua kaki dan kedua tangan nilai
5 yaitu dapat bergerak dengan baik dan mampu menahan gravitasi.

8. Pola Kebiasaan Sehari-Hari

No Pola Kebiasaan Sebelum Sakit Selama Sakit


1 Pola Nutrisi Dan Klien mengatakan dirumah Kelurga klien mengatakan
Metabolik biasa makan 3x sehari porsi selama di rumah sakit pola
1 piring kadang lebih, makanya klien tidak bisa
dengan jenis menu nasi makan banyak, hanya dapat
putih, sayur-sayuran dan makan makanan lunak atau
laku. Klien mengatakan tidak bubur yang dianjurkan diet
ada makanan yang di rumah sakit dengan diet bubur
hindarinya/tidak di sukainya, tinggi kalori tinggi protein,
dan tidak ada riwayat alergi klien mengatakan tidak nafsu
terhadap makanan makan dan mual tapi tidak
muntah, makan siang ini klien
hanya menghabiskan
seperempat porsi diet dari
rumah sakit, Sehari klien
minum susu yang diberikan
setiap 3 jam sebanyak

22
setengah gelas kurang lebih
100cc.
2 Pola Eliminasi BAB Klien mengatakan dirumah Orang tua klien selama 5 hari
BAB 1x sehari. Kadang- ini klien belum BAB, klien
kadang 2x dalam sehari. belum BAB karena efek dari
Konsistensi lunak, warna herniasi usus dan karena efek
coklat, bau khas feaces dan operasi sehingga klien belum
tidak ada masalah dalam BAB,
BAB
3 Pola Eliminasi BAK Klien mengatakan sebelum Selama dirumah sakit klien
dirawat dirumah sakit dalam terpasang selang cateter,
sehari kencing 3 – 4 X, dengan volume urine pada
warna urin kuning jernih, urine bag cateter saat
bau khas urin dan tidak pengkajian volume 450cc,
masalah dalam kebiasaan warna kuning pekat, bau khas
eliminasi pasien urine tidak terdapat endapan
darah dan cateter pemasangan
hari ke 2.
4 Pola Istirahat dan Tidur Klien mengatakan dirumah Selama sakit klien
dalam sehari tidur + 10 jam mengatakan kurang bisa tidur,
siang + 2 jam dan tidur pada sering terbangun terutama
malam hari sebanyak 9 jam, pada malam hari karena nyeri
klien lebih banyak tidur pada sering terasa dan suasana
malam hari. Dan tidak ada yang sepi.
masalah dalam pola tidur
klien dirumah.
5 Pola Aktivitas Sehari- Sebelum sakit klien biasa Keluarga klien mengatakan
hari Mobilisasi beraktivitas seperti klien tidak bisa beraktivitas
kebanyakan anak-anak sendiri. Klien takut bergerak
seusianya, bersekolah dan dan melakukan aktivitas
bermain seperti biasanya dan karena nyeri dan
tidak terdapat masalah dalam cemas/ketakutan yang
pemenuhan kebutuhan berlebihan terhadap luka

23
activity daily living klien operasinya. Untuk pemenuhan
seperti makan, mandi dan Activity daily living seperti
yang lainnya makan, minum kebersihan
dan alih posisi klien dibantu
oleh keluarga dan perawat.
6 Kebersihan Diri Klien mengatakan dapat Untuk pemenuhan kebersihan
melakukan aktivitas dan diri klien dilakukan oleh
personal hygiene mandiri, orang tua klien dengan cara
mandi sehari 2X kadang- dilap dengan menggunakan
kadang lebih. washlap dan air hangat setiap
pagi dan sore.

9. Pemeriksaan Penunjang

No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Analisa

1 Hemoglobin 10,8 gr/dl 12 – 14 gram/dl Rendah

2 Leukosit 10.200/ul 5.000 – 10.000/ul Tinggi

3 Hemetokrit 39% 37 – 43 % Normal

4 Laju endap darah 25 mm/jam 0 – 15 mm/jam Tinggi

5 Blooding time (BT) 2 menit 1 – 3 menit Normal

6 Clothing time (CT) 4 menit 2 – 6 menit Normal

7 Golongan darah AB -

8 Trombosit 283.000/ul 150.000 – 400.000/ul Normal

9 Eritrosit 4,3 106 /ul 4,0 – 5,0 106 /ul Normal

10 Eosinofil 1% 1 – 3% Normal

11 Basofil 0% 0 – 3% Normal

12 Batang 1% 2 - 6% Rendah

13 Segment 80% 50 - 70% Tinggi

14 Limfosit 14% 20 – 40% Normal

24
15 Monosit 5% 2 - 8% Normal

B. Analisa Data

No Data Fokus Etiologi Problem

1 Data subyektif:
 Klien mengatakan nyeri pada
luka operasi yaitu diperut bagian Nyeri akut Gangguan Rasa
bawah, dibawah pusat, nyeri Nyaman nyeri
terasa menusuk
 Klien mengatakan luka operasi
terasa pedih dan panas
 Pada pengkajian nyeri, saat di
berikan pilihan rentang nyeri 1–
10 pasien mengungkapkan
nyerinya pada angka 7.
Data obyektif:
 Ekspresi wajah klien tampak
menahan nyeri.
 Skala nyeri 7 (sedang)
 Pasien tampak memegangi
bagian perut dan tampak hati–
hati dalam melakukan
pergerakan.
 Pada abdomen klien terdapat
luka operasi pada kuadran
abdomen bagian bawah tepatnya

25
dibawah umbilicus atas
shimpisis pubis, panjang luka
kurang lebih 7cm terdapat
jahitan simpul sebanyak 10
simpul, keadaan luka bersih
tidak terdapat pus.
 Tanda–tanda vital:
TD : 100/70 mmHg
N : 92 x / menit
RR : 24 x / menit
S : 373 oC
2 Data subyektif:
 Klien mengatakan takut bergerak Keterbatasan rentang Intoleransi Aktivitas
dan beraktivitas karena luka akan gerak

terasa nyeri saat beraktivitas


 Keluarga klien mengatakan semua
aktivitas klien seperti makan,
minum dan kebersihan diri dibantu
oleh orang tua.
Data Obyektif:
 Pasien tampak lemah.
 Skala kekuatan otot pada semua
ekstremitas bawah 5, tetapi klien
tidak mau beraktivitas karena
nyeri pada luka operasi di
abdomen.
 Untuk memenuhi ADLnya pasien
dibantu oleh keluarga dan perawat.
3 Data subyektif:
 Pasien mengatakan luka terasa
panas dan pedih.
Data obyektif:
 Pada abdomen klien terdapat luka Rubor, dollor kalor dan

26
operasi pada kuadran abdomen Pus pada luka Resiko Tinggi Infeksi
bagian bawah tepatnya dibawah
umbilicus atas shimpisis pubis,
panjang luka kurang lebih 7cm
terdapat jahitan simpul sebanyak
10 simpul dan luka tertutup kassa
steril.
 Keadaan luka bersih tidak terdapat
pus dan tidak oedem, luka teraba
agak hangat dan luka agak
kemerahan.
 Pemeriksaan leukosit: 10.200/ul.
 Suhu : 373 oC

C. Intervesi Keperawatan

Intervesi

1. Nyeri akut berhubungan NOC : NIC : 1. Dengan mengetahui lokasi,


dengan diskontuinitas  Kontrol nyeri Manajemen nyeri karakteristik,kualitas dan
jaringan Indikator : 1. Lakukan pengkajian derajat nyeri sebelum
1. Tidak pernah nyeri secara pemberian, dapat dijadikan
menunjukkan komprehensif acuan untuk tindakan
manajemen nyeri termasuk lokasi, penghilang nyeri setelah
2. Jarang menunjukkan karakteristik, durasi, pemberian obat
manajemen nyeri frekuensi, kualitas 2. Untuk mengetahui tingkat
3. Kadang-kadang dan intensitas atau keparahan nyeri pasien yang
menunjukkan keparahan nyeri, dan tidak mampu berkomunikasi
manajemen nyeri faktor presipitasinya efektif
4. Sering menunjukkan 2. Observasi isyarat 3. Mengetahui perkembangan
manajemen nyeri nonverbal nyeri dan tanda-tanda nyeri
5. Secara konsisten ketidaknyamanan, sehingga dapat menentukan
menunjukkan khususnya pada intervensi selanjutnyaserta
manajemen nyeri mereka yang tidak informasi yang tepat dan
mampu akurat membantu pasien
Hasil yang diharapkan 4- berkomunikasi dalam mengetahui tentang
5 efektif kondisinya
3. Berikan informasi 4. Untuk meningkatkan alveoli,
kriteria hasil: tentang nyeri seperti memelihara prtukaran gas,
1. Mengenali kapan penyebab nyeri, mencegah atektasi paru,
nyeri terjadi berapa lama nyeri meningkatkan efisiensi
2. Menggambarkan akan berkurang dan batuk, mengurangi stress
faktor penyebab antisipasi fisik maupun emosional,
3. Menggunakan jurnal ketidaknyamaanan menurunkan intensitas nyeri

27
han untuk memonitor prosedur dengan merelaksasikan otot-
gejala dari waktu ke 4. Ajarkan tentang otot pernafasan seperti rektus
waktu teknik non abominis, tranversus
4. Menggunakan farmakologi: nafas abdominis, internal
tindakan pencegahan dalam abdominal oblique, dan
5. Menggunakan 5. Ajarkan tentang external abdominal oblique.
tindakan teknik non 5. Massage dapat
pengurangan nyeri farmakologi: meningkatkan vaskularisasi
tanpa analgesik massase area sehingga dapat menimbulkan
6. Menggunakan punggung kenyamanan bagi pasien
analgesik yang 6. Obat analgesik dapat
direkomendasikan 6. berikan pasien mengurangi atau
7. Melaporkan penurun nyeri yang meringankan nyeri
perubahan terhadap optimal dengan 7. Menghindari terjadinya
gejala nyeri pada peresepan analgesik kesalahan dalam pemberian
profesional obat ke pasien dan perintah
kesehatan Pemberian analgesik pemberian obat
8. Mengguankan 7. Cek perintah 8. Mengetahui adanya riwayat
sumber daya yang pengobatan meliputi alergi obat pasien.
disediakan obat, dosis, dan 9. Meciptakan lingkungan yang
9. Mengenali apa yang frekuensi obat nyaman dengan
terkait dengan gejala analgesik yang membersihkan tempat tidur,
nyeri diresepkan mengatur suhu, dan
10. Melaporkan nyeri 8. Cek adanya riwayat mengurangi kebisingan.
yang terkontrol alergi obat
9. Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang
dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri
Intoleransi Aktivitas
2. berhubungan luka post NOC NIC :
operasi Indikator : Exercise therapy :
Posisi tubuh: ambulation
1. Bantu pasien untuk 1. Untuk mengurangi nyeri
berinisiatif sendiri
duduk di sisi tempat selama melaukan latihan
1. Sangat terganggu tidur ataupun aktivitas
2. Banyak terganggu 2. Ajarkan pasien 2. Untuk mengetahui Terapi
3. Cukup terganggu tentang dan pantau ambulasi yang tepat untuk
4. Sedikit terganggu penggunaan alat meningkatkan atau
5. Tidak terganggu bantu mobilitas : mengembalikan gerakan
kursi roda tubuh yang terkendali
Hasil yang diharapkan : 3. Ajarkan dan bantu 3. Untuk membantu pasien
4-5 pasien dalam proses dalam melatih kemampuan
berpindah gerak
4. Mencegah terjadinya dispnea
Pengaturan posisi 5. Untuk mencegah luka
kriteria hasil: 4. Posisikan pasien dekubitus akibat tekanan
1. Bergerak dari posisi semi fowler yang terlalu lama
berbaring ke posisi 5. Balikkan tubuh 6. dibutuhkan bantuan dari
berdiri pasien sesuai dengan keluarga untuk menahan dan
2. Bergerak dari posisi kondisi kulit memegangi pasien selama
duduk ke posisi 6. Minimalisir gesekan berpindah posisi,
berbaring atau cedera ketika menghindarkan dari benda-
3. Bergerak dari posisi memposisikan dan benda tajam, serta memasang
duduk ke posisi membalikkan tubuh said rail agar pasien tidak
berdiri pasien jatuh.
Bergerak dari posisi 7. Dorong pasien untuk 7. Pasien kooperatif dapat

28
beriri ke posisi terlibat dalam memudahkan proses latihan
duduk perubahan posisi bergerak dan berpindah.

3. Resiko Tinggi Infeksi NIC :


NOC : Infection Control 1. untuk mengetahui potensi
 kontrol risiko proses (Kontrol infeksi) terjadi infeksi luka
infeksi 1. Kaji faktor yang 2. untuk mengetahui adanya
Indikator : dapat tanda dan gejalainfeksi
1. Tidak pernah meningkatkan 3. Meminimalkan risiko
mennjukkan kerentanan infeksi
2. Jarang terhadap 4. Menghindari masuknya
menunjukkan infek(misalnya, mikroorganisme atau
3. Kadang-kadang usia lanjut, usia bakteri yang akan
menunjukkan kurang dari 1 menyebabkan infeksi
4. Sering tahun, sistem imun 5. mengurangi mikroba
menunjukkan lemah, dan bakteri yang dapat
5. Secara konsisten malnutrisi). menyebabkan infeksi
menunjkkan 2. pantau tanda dan 6. meminimalkan patogen
gejala infeksi yang ada di sekeliling
Hasil yang diharapkan 4- 3. amati penampilan pasien
5 praktik hygiene 7. menghindari terjadinya
personal penularan atau penyebaran
dengan kriteria hasil: 4. instruksikan untuk infeksi
1. Terbbebas dari menjaga hygiene 8. jumlah leukosit yang lebih
tanda dan gekjala personal (misalnya dari batas normal
infeksi mencuci tangan) menandakan terjadinya
2. Memperlihatkan 5. ajarkan pasien infeksi
hygiene personal teknik mencuci 9. antibiotic digunakan untuk
yang adekuat tangan yang benar mencegah terjadinya
3. Mengindikasikan 6. ajarkan kepada infeksi oleh bakteri atau
status pengunjung untuk kuman pathogen
gastrointestinal dan mencuci tangan
imun dalam batas sewaktu masuk dan 10. untuk mengetahui adakah
normal meninggalkan perubahan asupan makanan
4. Melaporkan tanda ruang pasien dan kalori pasien
dan gejala infeksi 7. batasi jumlah
serta mengikuti pengunjung bila 11. untuk menganjurkan diet
prosedur skrining perlu yang sehat dan sesuai
dan pemantauan 8. hitung jumlah kebutuhan
leukosit (leukosit 12. untuk membahas masalah
normal 4000- diet yang diperlukan
 Status nutrisi: 10000 sel/mm3) 13. untuk meningkatkan nafsu
Asupan Makanan & 9. kolaborasi makan pasien
Cairan pemberikan terapi 14. menawarkan pasien
indikator: antibiotik, bila makanan yang ringan
1 : Tidak Adekuat diperlukan namun sehat dan bernutrisi
2 : Sedikit adekuat manajemen nutrisi dapat membantu
3 : Cukup adekuat 10. monitor kalori dan pemulihan/penyembuhan
4 : Adekuat asupan makanan 15. diet tinggi serat seperti
5 : Sangat Adekuat 11. instruksikan pasien pada sayuran (missal
mengenai bayam, sawi, brokoli)
Dengan hasil yang kebutuhan nutrisi dapat mencegah konstipasi
diharapkan : 4-5 (yaitu membahas
pedoman diet dan
Dengan kriteria hasil: piramida makanan
12. berikan pilihan
1. Asupan
makanan sambil
nutmakanan
menawarkan
secara oral
bimbingan
2. Asupan

29
makanan secara terhadap pilihan
tube feeding makanan yang
3. Asupan cairan sehat
secara oral 13. anjurkan keluarga
4. Asupan cairan membawa
intravena makanan favorite
Asupan cairan parenteral pasien sementara
pasien berada
dirumah sakit atau
fasilitas perawatan
14. tawarkan makanan
ringan yang padat
gizi
15. pastikan diet
mencakup
makanan tinggi
kandungan serat
untuk mencegah
konstipasi

30
BAB IV
KESIMPULAN

Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana
rongga tersebut harusnya berada dalam keadaan normal tertutup. Disebut juga turun berok,
penyakit akibat turunnya usus atau colon sering melemahnya lapisan otot dinding perut.
Penyebab hernia ada banyak faktornya umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, keturunan,
obesitas, kehamilan, kelahiran prematur, beberapa jenis pekerjaan. Klasifikasi hernia menurut
letaknya hernia inguinal, hernia femoralis, hernia umbilikal, hernia insisional. Klasifikasi
hernia berdasarkan terjadinya hernia konginetal, hernia akuisiatis. Klasifikasi hernia menurut
sifatnya hernia reponible, hernia irreponible, hernia strangulata. Tanda gejala yang sering
muncul pada kasus hernia benjolan keluar masuk/keras, adanya rasa nyeri pada daerah
benjolan, gejala mual dan muntah, keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis.
Pengobatan pada hernia dibagi menjadi 4 macam konservatif, operatif, herniotomi,
hernioplasti.
Herniotomi adalah tindakan operasi membuka kantong hernia, memasukkan kembali
isi kantung hernia ke rongga abdomen, serta mengikat dan memotong kantung hernia.
Dampak post herniotomi mengganggu sistem gastrointestinal, neurologi, pernapasan,
kardiovaskuler, integumen, muskuloskeletal, perkemihan. Yang dapat muncul dalam
pengkajian aktivitas/istirahat, eliminasi, integritas ego, neuro sensori, nyeri.

31
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Septi. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan : Pre dan Post Hernioraphy Lateralis (Dekstra) di Ruang Flamboyan
Rumah Sakit Umum Daerah Pandanarang Boyolali. Diambil kembali dari
http://eprints.umpo.ac.id/5033/

Atmaja, S. C. (2015, Maret 11). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post Operasi
Herniotomy: Hernia Inguinalis Di Ruang Anggrek & Asoka Rs Kusta Dr. Sitanala
Tangerang. Diambil kembali dari digilib.esaunggul.ac.id:
https://digilib.esaunggul.ac.id/asuhan-keperawatan-pada-klien-denganpost-operasi-
herniotomy--hernia-inguinalisdi-ruang-anggrek--asokars-kusta-dr-sitanalatangerang-
5110.html

Aryovater, D. P. R. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Ny. C dengan Nyeri Akut et causa
POST OP. Hernia Inguinalis Lateral Sinista Hari ke-5 di Ruang Edelwais RSUD
Banyumas. Diambil kembali dari
http://repository.ump.ac.id/2337/2/DREI%20PRIDE%20RIFKI%20ARYOVATER%
20BAB%20I.pdf

Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawata Medikal Bedah. Edisi 8 Vol. 2. Jakarta:
EGC.

Daryanto, Agus. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Tn. J Dengan Pasca Operasi Hernia
Skrotalis Dextra di Ruang Mawar BLUD Rumah Sakit Konawe Selatan. Diambil
kembali dari https://docplayer.info/151973697-Asuhan-kepera-wat-an-pada-tn-j-
dengan-pasca-operasi-bernia-skrotalis-dextra-di-ruang-mawar-blud-rumah-sakit-
konawe-selatan-tahun2018.html

Dermawan, D. & Rahayuningsih, T. (2010). Keperawatan Medikal Bedah (Sistem


Pencernaan). Yogyakarta: Gosyen Publising.

Grace, P & Borley, N.,R. (2007). Surgery At Glance.Third Edition. Alih Bahasa: dr Vidhia
Umami. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Herdman, T. H. (2012). NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Alih


Bahasa: Made S, & Nike B.,S. Jakarta: EGC.

Huda, A. (2015). Aplikasi Asuhan Keperewatan Beredasarkan Diagnosa Medis. Yogyakarta:


Medi Action.

Lusianah & Suratun. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal.
Jakarta: Trans Info Media.

32
Ratrianto, L. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Tn.K Dengan Post Operasi Herniotomi Di
Ruang Anggrek RS Pandan Arang Boyolali. Diambil kembali dari eprints.ums.ac.id:
http://eprints.ums.ac.id/33991/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf

Sjamsuhidajat R &de Jong, W. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.

Yoghi, B. A. (2018, Ferbruari 9). Hernia. Diambil kembali dari Sribd:


https://www.scribd.com/document/371108234/Bagas-Anggara-Permadi-Bab-II-1

33

Anda mungkin juga menyukai