Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada
dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 2009). Prosedur
ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri abdomen yang tidak
diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma abdomen. Masalah
keperawatan yang muncul pada pasien post laparatomi adalah nyeri akut dan disfungsi
motilitas gastrointestinal. Disfunsi motilias gastrointestinal adalah peningkatan,
penurunan, ketidakefektifan atau kurang aktifitas peristaltic di dalam gastrointestinal.
Terapi komplementer yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian mobilisasi dini.
Mobilisasi dini pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat tidur dengan melatih
bagian-bagian tubuh yang dilakukan secara bertahab. Pergerakan dini dapat ↑Tonus
saluran gastrointestinal serta stimulasi kontraksi otot-otot dinding abdomen & otot polos
usus sehingga menstimulasi gerakan peristaltic usus dan fungsi fisiologisnya dapat kembali
secara penuh.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat kita merumuskan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana Merawat Klien dengan Disfungsi motilitas gastrointestinal pada Post Laparatomi
di ICU RSUP DR. KARIADI”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar penulis mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Disfungsi
motilitas gastrointestinal pada post laparatomi, dengan menggunakan pendekatan
manajemen keperawatan secara benar, tepat dan sesuai dengan standar keperawatan
secara profesional.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis dapat mengkaji pasien yang mengalami Disfungsi motilitas gastrointestinal
pada Post Laparatomi ICU RSUP DR. KARIADI.
b. Penulis dapat mengidentifikasi data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang
terjadi pada pasien dengan Disfungsi motilitas gastrointestinal pada post laparatomi.

1
c. Mengetahui prinsip implementasi asuhan keperawatan pada klien dengan disfungsi
motilitas gastrointestinal pada post laparatomi.

D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktis sebagai berikut:
1. Bagi perkembangan keperawatan
Makalah EBN ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan disfungsi motilitas gastrointestinal pada post
laparatomi, sehingga dapat dilakukan tindakan yang segera untuk mengatasi masalah
yang terjadi pada pasien.
2. Bagi pembaca
Memberikan pengertian, pengetahuan dan pengambilan keputusan yang tepat kepada
pembaca. Khususnya dalam menyikapi dan mengatasi jika ada disfungsi motilitas
gastrointestinal pada post laparatomi.
3. Bagi instansi RSUP DR. KARIADI
Sebagai bahan masukan dan menambah referensi untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan yang diberikan pada pasien disfungsi motilitas gastrointestinal dengan post
laparatomi.
4. Bagi perawat
Digunakan sebagai alat bantu evaluasi dalam upaya meningktkan kualitas penanganan
Disfungsi motilitas gastrointestinal bagi pasien post laparatomi
5. Bagi penulis
Diharapkan penulis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman yang lebih
mendalam dalam memberikan asuhan keperawatan khusunya pada pasien dengan
disfungsi motilitas gastrointestinal pada post laparatomi.

2
BAB II
KONSEP DASAR

I. Konsep Penyakit
A. Pengertian
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada
dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 2009).
Ditambahkan pula bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada
daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan
bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah
herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi,
apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan fistuloktomi. Sedangkan tindakan bedah
obgyn yang sering dilakukan dengan tindakan laoparatomi adalah berbagai jenis operasi
pada uterus, operasi pada tuba fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi,
baik histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral.

B. Tujuan
Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri
abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma
abdomen. Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri atau akibat
trauma dan perbaikan bila diindikasikan.

C. Indikasi
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk
(Ignativicus & Workman, 2009). Dibedakan atas 2 jenis yaitu:
a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang
disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang
dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau
sabuk pengaman (sit-belt).
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer
3
dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar
kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster
dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid),
sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya)
aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai
kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari
obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila
penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan (lengkung usus
menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut
setelah pembedahan abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup
kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus),
Volvulus (usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan
demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang
terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau
dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas
kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus).
4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior
dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen
oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi.
5. Tumor abdomen
6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
7. Abscesses (a localized area of infection)
8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines)
10. Intestinal perforation
11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
12. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
13. Internal bleeding

4
D. Penatalaksanaan/Jenis-Jenis Tindakan
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist, 2009):
1. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan, eksplorasi
dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf.
Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis.
Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilikus
untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.
2. Paramedian
Sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi atas 2 yaitu,
paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi lambung, eksplorasi
pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian
insicion memiliki keuntungan antara lain: merupakan bentuk insisi anatomis dan
fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas
dan bawah
3. Transverse upper abdomen incision
Insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision
Insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada
operasi appendectomy.

E. Pathway

5
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rektum: adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya
darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2. Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3. Radiologik: bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram: hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran
kencing.
5. Parasentesis perut: tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan
adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan
trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau
20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris
tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
6. Lavase peritoneal: pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan
cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium.

G. Manifestasi Klinis
1. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum
napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan sianosis. Anak yang lebih
besardengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan
lututtertekuk karena nyeri dada. Tanda Pneuomonia berupa retraksi atau penarikan
dindingdada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan
frekuensinafas, perkusi pekak, fremitrus melemah. Suara napas melemah, dan ronkhi
(Mansjoer, 2009).
2. Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena
parumeradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan
sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1
tahun, dan40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5
tahun. Padaanak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia.
Pneumonia beratditandai dengan adanya batuk juga disertai kesukaran bernafas,
napas sesak ataupenarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2
bulan sampaikurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia
sangat berat, dengan gejala pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran
bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum.

6
3. Menurut Muttaqin (2009), pada awalnya keluhan batuk tidak produktif,
tapiselanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus
purulenkekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali berbau
busuk.Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil (onset
mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas,
peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan nyeri kepala.

H. Komplikasi Yang Muncul


1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis post
operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis
timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran
darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu
latihan kaki, ambulasi dini post operasi.
2. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi. Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilococus aurens, organisme gram
positif. Stapilococus mengakibatkan peranahan. Untuk menghindari infeksi luka
yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan
antiseptik.
3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
4. Ventilasi paru tidak adekuat.
5. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan (Mansjoer, 2012).

II. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut
2. Disfungsi motilitas usus
3. Kerusakan integritas jaringan
4. Risiko infeksi
5. Hambatan mobilitas fisik.

7
III. Penatalaksanaan Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri akut Kontrol Nyeri Pain Management
Indikator: Aktivitas:
a. Mengenal faktor penyebab a. Menkaji tingkat nyeri,meliputi:
b. Mengenal reaksi serangan lokasi, karakteristik, dan onset,
nyeri durasi, frekuensi, kualitas,
c. Mengenali gejala nyeri intensitas/ beratnya nyeri,
d. Melaporkan nyeri terkontrol faktor-faktor presipitasi
b. Mengontrol faktor-faktor
Tingkat Nyeri lingkungan yang dapat
Indikator mempengaruhi respon pasien
a. Frekuensi nyeri terhadap ketidaknyamanan
b. Ekspresi akibat nyeri c. Memberikan informasi tentang
nyeri
d. Mengajarkan teknik relaksasi
e. Meningkatkan tidur/ istirahat
yang cukup
f. Menurunkan dan hilangkan
faktor yang dapat meningkatkan
nyeri
g. Melakukan teknik variasi untuk
mengurangi nyeri

Analgetic Administration
Aktivitas:
a. Menentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian
obat
b. Memonitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik

8
c. Memberikan analgetik yang
tepat sesuai dengan resep
d. Mencatat reaksi analgetik dan
efek buruk yang ditimbulkan
e. Mengecek instruksi dokter
tentang jenis obat,dosis,dan
frekuensi
2. Kerusakan Penyembuhan luka: Primer Perawatan luka
integritas Indikator: Aktivitas :
jaringan a. Purulent a. Buka balutan
b. Pembentuka bekas luka b. Monitor karakteristik luka
c. Bau busuk termasuk drainase, warna, dan
d. Kemerahan sekitar luka bau
c. Bersihkan luka dengan normal
saline
d. Berikan perawatan di tempat
insisi
e. Berikan balutan sesuai tipe luka
f. Pertahankan teknik steril selama
perawatan luka
g. Secara regular bandingkan dan
catat adanya perubahan pada
luka
h. Reposisi pasien minimal 2 jam
sekali, jika perlu
i. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk diet yang sesuai
j. Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda gejala infeksi
3. Risiko Kontrol resiko Kontrol infeksi
infeksi Kriteria hasil: Aktivitas:
a. Klien bebas dari tanda- a. Mencuci tangan sebelum dan
tanda infeksi sesudah memberi perawatan dan
pengobatan

9
b. Klien mampu menjelaskan b. Menggunakan sarung tangan
tanda dan gejala infeksi saat melakukan perawatan
c. Klien menunjukkan c. Membatasi pengunjung bila
kemampuan untuk perlu
mencegah timbulnya d. Mendorong klien untuk
infeksi. meningkatkan intake nutrisi,
cairan dan istirahat
e. Menekankan memperbanyak
intake protein untuk
pembentukan sistem imun
f. Mengkaji suhu klien, dan
melaporkan jika suhu lebih dari
38° C
g. Mengkaji warna kulit, tekstur
dan turgor

10
BAB III
TINJAUAN KASUS

Nama Mahasiswa : Ismawati Latado Tgl pengkajian : 14 Oktober 2019


NIM : G3A018086 Ruang : ICU RSUP Dr. Kariadi
Semarang

A. Pengkajian
Nama : Tn. S
Umur : 66 tahun
Diagnosa Medis : Post Laparatomi

1. Pengkajian Primer
a) Airways
Tidak terdapat sumbatan jalan napas baik parsial maupun total.
b) Breathing
Tidak ada sesak nafas, frekuensi RR : 16x/menit, irama teratur, kedalaman dangkal,
tidak ada batuk dan sputum, terpasang OPA, terpasang Ventilator dengan mode
CPAP, FiO2 45%, PEEP + 5, VT 502.
c) Circulation
Nadi : 117x/mnt, irama teratur, denyut kuat, SpO2 : 100% TD 76/62 mmHg(MAP
72), ekstremitas hangat, warna kulit pucat, , capillary refill < 3 detik, tidak ada
edema, BAK 4x/hari, jumlah 1100cc, warna kuning jernih, tidak ada rasa sakit saat
berkemih, tidak ada keluhan sakit pinggang, BAB 1x/hari, tidak diare.
d) Dissability
Kesadaran : CM, GCS : E4M6V4, pupil isokor, reaksi pupil +/+, dan besar pupil 2
mm.
e) Eksposure
Tidak ada cedera pada tubuh pasien.

2. Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan Fisik
a) Kulit : turgor kulit lembab, warna kulit sawo matang
b) Kepala : bentuk mesochepal, rambut bersih, warna hitam, terdapat uban
c) Mata : Simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, refleks pupil
+/+, besar pupil 2 mm/2 mm
d) Hidung : simetris, terpasang NGT warna kehitaman, tidak ada napas
cuping hidung
e) Telinga : Simetris, bersih, tidak ada serumen, pendengaran baik
f) Mulut : bibir tidak sianosis, mukosa mulut lembab, tidak ada
pembesaran tonsil.
g) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada distensi vena
Jugularis
h) Dada : Thorax
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, ekspansi dan retraksi dada
Sama.
Palpasi : tactil fremitus teraba, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
benjolan
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : suara vesikuler, tidak terdapat suara tambahan
Jantung
Inspeksi : simetris, ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada intercosta IV-V mid
clavicular sinistra
Perkusi : suara pekak
Auskultasi : suara reguler, BJ I lup, BJ II dup
Abdomen
Inspeksi : simetris, terdapat luka post laparatomi
Auskultasi : bising usus 16 x/menit
Palpasi : ada nyeri tekan, tidak ada distensi abdominal,
P : Klien mengalami nyeri perut setelah operasi
Q : Nyeri yang dirasakan klien seperti tertusuk-tusuk
R : Klien merasakan nyeri pada daerah perut bagian
yang dioperasi
S : Nyeri klien dikategorikan nyeri sedang (skala 4)
T : Nyeri timbul dengan intermitan 1-5 menit
Perkusi : timpani
i) Ekstremitas
Atas : turgor kulit lembab, tangan kanan dan kiri tidak bisa digerakan.
Bawah : tidak ada edema di kedua kaki
j) Genetalia : pasien belum flatus, terpasang selang kateter
b. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 14 Oktober 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan
Hematologi
Hematologi Paket
Hemoglobin 10.3 g/dL 13.2 – 17.3 L
Hematokrit 31.2 % 32 – 62 L
Eritrosit 3.65 10ˆ6/uL 4.4 – 5.9 L
MCH 28.2 Pg 27– 32
MCV 85.5 fL 76 – 96
MCHC 33 g/dL 29 – 36
Leukosit 36.2 10ˆ3/uL 3.8 – 10.6 H
Trombosit 424 10ˆ3/uL 150 – 400 H
RDW 16.9 % 11.6 – 14.8 H
MPV 19.4 fL 4.00 – 11.00

Tanggal 14 Oktober 2019


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan
Kimia Klinik
BGA Kimia
Measured 37 C
Temp 36.5 C
F1O2 21 %
pH 7.394 - 7.37 – 7.45 H
PCO2 42.3 mmHg 35 – 45
PO2 59 mmHg 83– 108 L
Hb 11.2 g/dL
pH (T) 7.401 7.37-7.45 H
PCO2 (T) 41.4 mmHg 35-45
PO2 (T) 57 mmHg 83-108 L
HC03- 25.8 mmol/L 22 – 29 H
TCO2 27 mmol/L 23-27 H
Beecf 1 mmol/L
BE (B) 8.1 mmol/L (-2)- (+3) H
SO2c 90 % 94% – 98%
A-aDO2 43.4 mmHg
RI 0.8 -

c. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang

d. Terapi Obat tanggal 14 – 10 – 2019


 N asetil steini PO 600 mg/8 jam
 Asam tranexamad 10 mg/8jam
 Dobutamin IV 5 mg/jam
 Morphin IV I mg/jam
 Midazolam IV 1 mg/jam
 NaCl 0,9% 83 ml/jam

B. Analisa Data
Dx. Data Subjektif & Objektif Etiologi Masalah
I DS: - Klien mengatakan nyeri pada Pembedahan Disfungsi
perut motilitas
DO: - Klien mengatakan belum flatus gastrointestinal
setelah operasi

- Bising usus 2x/menit


- TTV
TD: 76/62 mmhg, HR: 117
x/mnt, RR 16 x/mnt, SpO2 100
% S : 36.5 oC
II DS: - Klien mengalami nyeri perut Agen Nyeri akut
setelah operasi pencedera
- Q : Nyeri yang dirasakan klien fisik
seperti tertusuk-tusuk
- R : Klien merasakan nyeri pada
DO: daerah perut bagian yang
dioperasi
- S : Nyeri klien dikategorikan
nyeri sedang (skala 4)
- T : nyeri dengan intermiten 1-5
menit
- Klien tampak meringis
kesakitan
- TTV
TD: 76/62 mmhg, HR: 117
x/mnt, RR 16 x/mnt, SpO2 100
%

C. Diagnosa Keperawatan
1. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan pembedahan
2. Agen pencedera fisik berhubungan berhubungan dengan nyeri akut

D. Perencanaan
Hari/Tgl Dx. Kep. Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
/
Jam
Senin, 14 Setelah dilakukan tindakan Managemen saluran cerna
oktober I keperawatan selama 3x24 jam 1) Monitor tanda – tanda vital
2019 diharapkan ketidakefektifan 2) Monitor BAB termasuk
aktifitas peristaltic dapat diatasi frekuensi, konsistensi,
dengan kriteria hasil: bentuk, volume, dan warna
Gastrointestinal function 3) Monitor bising usus
4) Kaji adanya tanda dan gejala
Indikator Skal Skala diare, konstipasi dan
a Target impaksi
Awa 5) Lakukan mobilasasi dini
l untuk membantu peristaltic
Frekuensi 2 4 usus kembali normal
BAB
Bising usus 2 3
Nyeri perut 3 4
Nafsu 2 3
makan
Senin, 14 II Setelah dilakukan tindakan Pain managemen
oktober keperawatan selama 3x24 jam 1) Monitor TTV
2019 diharapkan nyeri klien 2) Kaji skala nyeri pasien
berkurang dengan kriteria hasil: 3) Lakukan tehnik relaksasi
Pain Level nafas dalam
4) Berikan kompres hangat
Indikator Skal Skala
kering
a Target 5) Berikan analgetik sesuai
Awa prosedur
l
Nyeri yang 2 4
dilaporkan
Panjang 2 3
episode
nyeri
Ekspresi 3 4
nyeri wajah

E. Implementasi Keperawatan
Dx. Tgl/ Jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien Tanda
Kep Tangan
I Senin, 14 1) Memonitor tanda – DS :- Isma
oktober tanda vital DO : TD: 76/62 mmhg,
2019 HR: 117 x/mnt,
RR 16 x/mnt,
SpO2 100 %
S : 36.5 oC
20.00 WIB DS : -
DO :pasien tampak terbaring
lemah, dalam sehari
pasien belum BAB
20.10 WIB 2) Memonitor BAB DS : pasien bersedia
termasuk frekuensi, dilakukan pemeriksaan
konsistensi, bentuk, bising usus
20.15 WIB volume, dan warna DO : Bising usus 2 kali/menit
DS : pasien mengatakan
20.20 WIB mengalami konstipasi
3) Memonitor bising DO: -
usus DS : Pasien bersedia
dilakukan mobilisasi
dini
4) Mengkaji adanya DO : pasien tampak dilakukan
tanda dan gejala mobilisasi
diare, konstipasi dan
impaksi
5) Melakukan
mobilasasi dini untuk
membantu peristaltic
usus kembali normal
II Senin, 14 1) Memonitor TTV DS : pasien bersedia Isma
oktober dilakukan pengukuran
2019 TTV
11.00 WIB DO : TD: 76/62 mmhg,
HR: 117 x/mnt,
11.20 WIB RR 16 x/mnt,
SpO2 100 %
S : 36.5 oC
2) Mengkaji skala nyeri DS : pasien mengatakan
pasien merasa nyeri dibagian
perut post operasi.
P : Klien mengalami
nyeri perut setelah
operasi
Q : Nyeri yang
dirasakan klien
seperti tertusuk-tusuk
R : Klien merasakan
11.40 WIB nyeri pada daerah
perut bagian yang
I Selasa, 15 dioperasi
oktober S : Skala nyeri 4(1-10)
2019 T : Intermiten durasi 1-5
11.00 WIB menit
DO : klien tampak ekspresi
menahan nyeri,
protektsi terhadap
area nyeri
11.15 WIB 3) Memberikan analgetik DS : Pasien bersedia
sesuai prosedur diberikan obat
DO : Injeksi ketorolac 2x30
11.30 mg/ 12 jam
WIB
1) Memonitor tanda – DS :Pasien bersedia dilakukan
13.00
tanda vital pengukuran tanda – tanda
WIB
vital
DO : TD : 112/70 mmHg
II Selasa, 15
HR : 79x/mnt
oktober
RR : 20x/mnt
2019
S : 36,5oC
11.00 WIB
DS -
DO :Frekuensi BAB 1x
sehari, konsistensi cair,
warna kuning,
11.15 WIB
DS : pasien bersedia
2) Memonitor BAB dilakukan pemeriksaan
termasuk frekuensi, bising usus
konsistensi, bentuk, DO : Bising usus 6 kali/menit
volume, dan warna
DS : Pasien bersedia
3) Memonitor bising dilakukan mobilisasi
usus dini
DO : pasien kooperatif

4) Melakukan DS : pasien bersedia


11.30 WIB mobilasasi dini untuk dilakukan pengukuran
membantu peristaltic TTV
usus kembali normal DO :TD : 112/70 mmHg
HR : 79x/mnt
1) Memonitor TTV RR : 20x/mnt
S : 36,5oC
DS : pasien mengatakan
nyeri sudah berkurang
dibagian perut post
operasi.
P : Klien mengalami
nyeri perut setelah
operasi
2) Mengkaji skala nyeri Q : Nyeri yang
pasien dirasakan klien
seperti tertusuk-tusuk
R : Klien merasakan
nyeri pada daerah
perut bagian yang
dioperasi
S : Skala nyeri 3(1-10)
T : Intermiten durasi 1-5
menit
DS : Pasien bersedia
diberikan obat
DO : Injeksi ketorolac 2x30
mg/ 12 jam

3) Memberikan analgetik
sesuai prosedur

F. Catatan Perkembangan/Evaluasi
Dx. Tgl/Jam Respon Perkembangan Ttd
I Senin, 14 S: Isma
oktober 2019  Klien mengatakan tidak BAB sehari
22.00 WIB  Klien mengatakan belum flatus
O:
 Klien tampak lemah terbaring ditempat tidur
 Bising usus 2 kali/menit
 TTV
TD: 76/62 mmhg,
HR: 117 x/mnt,
RR 16 x/mnt,
SpO2 100 %
S : 36.5 oC
A : Masalah disfungsi motilitas gastrointestinal
berhubungan dengan pembedahan belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
 Monitor tanda – tanda vital
 Monitor BAB
 Monitor bising usus
 Lakukan mobilisasi dini
II Senin, 14 S : Klien mengatakan merasa nyeri pada bagian perut post Isma
oktober 2019 operasi
14.00 WIB P : Klien mengalami nyeri perut setelah operasi
Q : Nyeri yang dirasakan klien seperti tertusuk-tusuk
R : Klien merasakan nyeri pada daerah perut bagian
yang dioperasi
S : Skala nyeri 4(1-10)
T : Intermiten durasi 1-5
menit
O : Klien tampak meringis
TD: 76/62 mmhg,
HR: 117 x/mnt,
RR 16 x/mnt,
SpO2 100 %
S : 36.5 oC
A : Masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
fisik belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
 Monitor tanda – tanda vital
 Kaji skala nyeri
 Lakukan tehnik relaksasi nafas dalam
 Berikan kompres hangat kering
 Kolaborasi pemberian terapi obat analgetik injeksi
ketorolac 2x40 mg/12 jam
I Selasa, 15 S:- Isma
oktober 2019 O:
 Klien tampak lemah
 Bising usus 6 kali/menit
 TTV
TD : 112/70 mmHg
HR : 79x/mnt
RR : 20x/mnt
S : 36,5oC
A : Masalah disfungsi motilitas gastrointestinal
berhubungan dengan pembedahan teratasi
P : Intervensi dihentikan
II Selasa, 15 S : Klien mengatakan merasa nyeri sudah berkurang pada bagian Isma
oktober 2019 perut post operasi
P : Klien mengalami nyeri perut setelah operasi
Q : Nyeri yang dirasakan klien seperti tertusuk-tusuk
R : Klien merasakan nyeri pada daerah perut bagian
yang dioperasi
S : Skala nyeri 3(1-10)
T : Intermiten durasi 1-5
menit
O : Klien tampak meringis
Klien terlihat gelisah
TTV : TD : 112/70 mmHg
HR : 79x/mnt
RR : 20x/mnt
S : 36,5oC
A : Masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
fisik
teratasi
P : intervensi dihentikan
BAB IV
APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Usia : 66 Tahun
Alamat : Semarang
Tanggal : 14 oktober 2019
Diagnosa Medis : Post laparatomi

B. Data Fokus Pasien


No Data Subjektif & Objektif
1 DS:  Klien mengatakan nyeri pada perut
 Klien mengatakan belum kentut setelah operasi
DO:  Bising usus 2x/menit
 TTV
TD: 76/62 mmhg,
HR: 117 x/mnt,
RR 16 x/mnt,
SpO2 100 %
S : 36.5 oC

C. Diagnosa Keperawatan
Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan pembedahan.

D. Evidance Based Nursing Yang Diterapkan


Mobilisasi dini dengan judul jurnal “Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peristaltik
Usus Pada Pasien Pasca Laparatomi Di RSU GMIM Pancaran Kasih Manado”
E. Analisa Sintesa Justifikasi

Pembedahan Abdomen

Prosedur pembedahan &  Anestesi/


Tindakan pembiusan pembiusan
 Immobilisasi
 Masukan oral
 Nyeri perut Peristaltic usus yang dikurangi
 Bising usus < abdnormal
6x/menit
 Tidak flatus
Disfungsi motilitas
Ileus paralitik
gastrointestinal

Mobilisasi dini
v

↑Tonus saluran
Stimulasi kontraksi
gastrointestinal
otot2 dinding abdomen
v
& otot polos usus

Stimulasi gerakan
perislaltik usus

F. Landasan Teori Terkait Penerapan Evidance Based Nursing


Pencernaan atau digesti merupakan perombakan partikel besar dari makanan tak larut
menjadi partikel larut oleh kerja enzim. Sebelum diabsorbsi makanan ini berlangsung di dalam
saluran pencernaan. Sistem pencernaan pada manusia meliputi sistem saluran yang menerima
makanan, menyerap sari makanan, hingga mengeluarkan sisa-sisa dari proses pencernaan
tersebut (Darwis, 2012).
Sistem pencernaan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses penghancuran makanan yang
terjadi dalam mulut hingga lambung. Selanjutnya adalah proses penyerapan sari-sari makanan
yang terjadi di dalam usus. Kemudian proses pengeluaran sisa-sisa makanan melalui anus.
Proses pencernaan pada manusia dibedakan menjadi 2 yaitu: pencernaan mekanik dan
pencernaan kimiawi. Alat pencernaan pada manusia terdiri dari: mulut – kerongkongan –
lambung – hati – kelenjar pankreas – usus halus – usus besar – anus (Aryulia,2009) dalam
(Handayana, 2011).
Pembedahan abdomen (laparotomi) akan mencederai jaringan yang dapat menimbulkan
perubahan fisiologis tubuh dan akan mempengaruhi organ tubuh lainnya. Hal ini disebabkan
oleh prosedur pemberdahan seperti anestesi/ pembiusan yang dapat menghambat impuls saraf
parasimpatis ke otot usus, immobilisasi, dan masukan oral yang dikurangi dapat
mempengaruhi fungsi usus. Setelah laparatomi terjadi ileus adinamik atau ileus paralitik yaitu
suatu keadaan di mana usus gagal atau tidak mampu melakukan konstraksi peristaltik untuk
mengeluarkan isinya (Corwin, 2009)
Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat tidur
dengan melatih bagian-bagian tubuh yang dilakukan secara bertahab. Mobilisasi dini
bertujuan untuk: ↑Tonus saluran gastrointestinal serta stimulasi kontraksi otot-otot dinding
abdomen & otot polos usus sehingga fungsi fisiologisnya dapat kembali secara penuh.
Mobilisasi pasca operasi dapat mempercepat fungsi peristaltic usus. Hal ini didasarkan pada
struktur anatomi kolon dimana gelembung udara bergerak dari bagian kanan bawah ke atas
menuju fleksus hepatic, mengarah ke fleksus spleen kiri dan turun kebagian kiri bawah menuju
rectum, yang akan merangsang peristaltic usus dan pasien akan lebih cepat kentut atau flatus
(Kiik, 2013).
BAB V
PEMBAHASAN

A. Justifikasi Pemilihan Tindakan Berdasarkan Evidance Based Nursing


Mobilisasi dini pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat tidur dengan
melatih bagian-bagian tubuh yang dilakukan secara bertahab. Pergerakan dini dapat
↑Tonus saluran gastrointestinal serta stimulasi kontraksi otot-otot dinding abdomen & otot
polos usus sehingga menstimulasi gerakan peristaltic usus dan fungsi fisiologisnya dapat
kembali secara penuh.

B. Mekanisme Penerapan Evidance Based Nursing Pada Kasus


Penerapan ini melibatkan satu subjek. Subjek diobservasi sebelum dilakukan
intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi. Sampelnya adalah pasien pasca
operasi abdomen (laparotomi) yang menjalani pembedahan di RSUP DR KARIADI
SEMARANG tanggal 14 oktober 2019. Pemberian intervensi mobilisasi dini dilakukan
pada tanggal 14 oktober 2019 dan 30 Juli 2019. Adapun pergerakan mobilisasi dini
meliputi:
1. Menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk dan diluruskan,
2. Mengkontraksikan otot-otot termasuk juga menggerakkan badan lainnya, seperti miring
ke kiri atau ke kanan setiap 2 jam sekali

C. Hasil Yang Dicapai


Pemulihan Perlakuan mobilisasi dini
peristaltik usus Sebelum Sesudah
Peristaltik usus 2 kali/menit 3 kali/menit
Hari ke-1
Peristaltik usus 4 kali/menit 6 kali/menit
Hari ke-2

D. Kelebihan Dan Keurangan Selama Aplikasi Evidance Based Nursing


Kelebihan : Pada saat pemberian intervensi mobilisasi dini difasilitasi oleh perawat
penanggung jawab asuhan pasien, terdapat alat bantu seperti bantal untuk
membantu mempermudah mobilisasi dini dengan gerakan miring kanan-
kiri, saat diberikan penjelasan terkait intervensi dan bersedia diberikan
intervensi.
Kekurangan : Intervensi tidak dapat dilakukan 4 jam penuh post operasi, intervensi tidak
dapat dilakukan secara penuh selama 24 jam post operasi.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat tidur
dengan melatih bagian-bagian tubuh yang dilakukan secara bertahab. Mobilisasi dini
bertujuan untuk: ↑Tonus saluran gastrointestinal serta stimulasi kontraksi otot-otot
dinding abdomen & otot polos usus sehingga fungsi fisiologisnya dapat kembali secara
penuh. Mobilisasi pasca operasi dapat mempercepat fungsi peristaltic usus. Hal ini
didasarkan pada struktur anatomi kolon dimana gelembung udara bergerak dari bagian
kanan bawah ke atas menuju fleksus hepatic, mengarah ke fleksus spleen kiri dan turun
kebagian kiri bawah menuju rectum, yang akan merangsang peristaltic usus dan pasien
akan lebih cepat kentut atau flatus.
Adapun pergerakan mobilisasi dini meliputi: menggerakkan tangan dan kaki yang
bisa ditekuk dan diluruskan, mengkontraksikan otot-otot termasuk juga menggerakkan
badan lainnya, seperti miring ke kiri atau ke kanan setiap 2 jam sekali. Aplikasi mobilisasi
dini pada pasien post laparatomi selama 2 hari dapat mengembalikan funsgi peristaltic
usus, sebelum dirikan bising usus sekitar 3xm dan setelah diberikan intervensi menjadi
6x/m.

B. Saran
1. Mobilisasi dapat dilakukan sedini mungkin setelah 4 jam post op
2. Pemberian intervensi selama 24-72 jam
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, C. 2009. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC: Jakarta


Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., dan Wagner, C.M. (Eds). 2013. Nursing
Intervention Classification (NIC) Sixth Edition. Missouri: Elsevier
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dorland, W. A. N. 2009. Kamus Kedokteran. EGC: Jakarta
Herdman, T. H. dan Kamitsuru, S. (Eds). 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions and Classification 2015 – 2017. Oxford: Wiley Blackwell
Kiik, S.M., 2013. Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Waktu Pemulihan Peristaltik Usus
Pada Pasien Pasca Operasi Abdomen Di Ruang Icu Bprsud Labuang Baji Makassar.
Jurnal kesehatan
Mansjoer, A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., dan Swanson, E. (Eds). 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Measurements of Health Outcomes Fifth Edition. Missouri: Elsevier
Effendi, N. 2009. Pengantar Proses Keperawatan. EGC: Jakarta
Smeltzer, S. C. 2009. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC:
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai