Anda di halaman 1dari 58

GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGEN AKIBAT PATOLOGI

SISTEM KARDIOVASKULAR

(DECOMPENSASI CORDIS)

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK V

1. Aprilia Evi P (34403014005)


2. Ayu Adawiyah (34403014006)
3. Dwi Wahyuningsih (34403014011)
4. Fifi Luthfiyah (34403014016)
5. Julian Indah F (34403014022)
6. Nimaturrohmah (34403014028)
7. Rifqie Anugerah R (34403014033)
8. Sintya Anggraeni (34403014040)
9. Tantya Evalusi W (34403014041)
TINGKAT 2.

AKADEMI KEPERAWATAN JAYAKARTA

PROV DKI JAKARTA


1
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Gangguan
kebutuhan Oksigen Akibat Patologi Sistem Kerdiovaskular (DecompensasiCordis) tepat pada
waktu yang telah ditentukan.
Kami ucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Koordinator mata kuliah KMB Ns. Siti Nadiroh, M.Kep
2. Dosen mata kuliah terkait Ns.Siti nadiroh, M.Kep
3. Teman-teman Tingkat 2.A

Kelompok kami sadar makalah yang kami buat masih jauh dari kata sempurna sehingga
kelompok kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga kelompok kami
dapat menyempurnakan makalah yang kami buat dan agar dapat bermanfaat di kemudian hari.

Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi seluruh civitas Akademi
Keperawatan jayakarta khususnya bagi mahasiswa dan mahasiswi Akademi keperewatan
Jayakarta sehingga dapat membuka wawasan dan menambah ilmu bagi mahasiswa dan
mahasiswi Akademi keperawatan Jayakarta.

Jakarta, 18 februari 2015

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i

Daftar Isi............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Tujuan Penulisan .................................................................................. 1
C. Sistematika penulisan ........................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Fisiologis Sistem Kardiovaskular........................................... 4


B. Definisi Decompensasi Cordis.............................................................. 10
C. Etiologi Decompensasi Cordis.............................................................. 11
D. Patofisiologis ........................................................................................ 14
E. Manisfestasi Klinis................................................................................ 16
F. Pemeriksaan Diagnostik ....................................................................... 20
G. Penatalaksanaan ................................................................................... 22
H. Komplikasi ........................................................................................... 25
I. Konsep Asuhan keperawatan ............................................................... 26

BAB III PEMBAHASAN KASUS

A. Kasus ..................................................................................................... 31
B. Pembahasan Kasus ................................................................................ 31

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................... 54
B. Saran ..................................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun
2020 penyebab utama beban penyakit di dunia akan mengalami perubahan. WHO pada
tahun 2007 menjelaskan gagal jantung dapat menyerang orang-orang di negara maju
saja, tetapi orang di seluruh negara di dunia. Setiap tahun di Amerika Serikat terdapat
478.000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner, sebanyak 1,5 juta orang
menderita serangan jantung (WHO,2007). Gagal jantung adalah sindrom klinis
(sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau
saat aktivitas) yang disebabkan oleh struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung dapat
disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian
ventrikel (disfungsi diastolik) dan / atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik).
(Sudoyo Aru, dkk 2009).
Berdasarkan definisi patofisiologik, gagal jantung (decompensatio cordis)
atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidak mampuan jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal
tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem
saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni,
2007).
B. Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat bertujuan untuk :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
2. Agar mahasiswa dapat mengulang anatomi fisiologi terkait dengan sistem
kardiovaskular
3. Agar mahasiswa dapat memahami dan dapat mengimplementasikan konsep
tentang gangguan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penyakit decompensasi
cordis
4. Agar mahasiswa dapat mengimplementasikan bagaimana cara pencegahan dan
penatalaksanaan yang baik dan benar

4
C. Sistematika penulisan
Makalah ini disusun dengan cara sebagai berikut :
1. BAB I PENDAHULUAN
a) Latar Belakang
b) Tujuan Penulisan
c) Sistematika Penulisan
2. BAB II TINJAUAN TEORITIS
a) Anatomi fisiologi sistem kardiovaskular
b) Definisi decompensasi cordis
c) Etiologi decompensasi cordis
d) Patofisiologi
e) Manifestasi
f) Pemeriksaan diagnostik
g) Komplikasi
h) Penatalaksanaan
i) Askep konsep
3. BAB III PEMBAHASAN KASUS
a) Kasus
b) Pembahasan kasus
4. BAB IV PENUTUP
a) Kesimpulan
b) Saran
5. DAFTAR PUSTAKA

5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Fisiologis Sistem Kardiovaskular

Jatung berukuran satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas
kanannya tepat pada stemum kanan dan aspeknya pada ruang intercostalis kelima kiri
pada linea midclavicular.

1. Hubungan jantung
a. Atas : Pembuluh darah besar (aortra, truncus pulmonalis, dll)
b. Bawah : Diafragma
c. Setiap sisi : Paru
d. Belakang : Aortra desceridens, oesophagus, dan columna veterbalis.
2. Bagian-bagian jantung :
a. Atrium Kanan
Atrium kanan berada padabagian akanan jantung dan terletak sebagian besar di
belakang sternum. Darah masuk ke atrium kanan melalui:
1) Vena cava superior pada ujung atasnya

6
2) Vena cava inferior pada ujung bawahnya
3) Sinur cornarius vena kecil yang mengalirkan darah dari jantung sendiri).
4) Aurixula dextra adalah penonjolan ruang kecil di atrium, terletak pada bagian
dengan pangkal aotra dan arteri pulmonalis.
b. Venrtikel kanan
Vertikel kanan adalah ruang berdinding tebal yang membentuk sebagian
besar sisi depan jantung. Valva atrioventricular dextra mengelilingi lubang
antriovertikular kanan, pada sisi ventrikel. Katup ini, setiap katup jantung lain,
terbentuk dari selapis tipis jaringan fibrosa yang ditutui pada setiap sisinya oleh
endocardium. Katup trikuspidalis terdiri dari tiga daun katup. Basis setiap daun
katup melekat pada tepi lubang. Tepi bebas pada setiap daun katup melekat pada
tali jaringan ikat tipis pada penonjolan kecil jaringan otot yang keluar dari
mycocardium dan menonjol ke dalam ventrikel.
Lubang pulmonalis ke dalam arteria pulmonalis berada pada ujung atas
ventrikel dan dikelilingi oleh valva pulmonalis, terdiri dari tiga daun katup
semilunaris.
c. Atrium kiri
Atrium kiri adalah ruang berdinding tipis yang terletak pada bagian
belakang jantung. Dua vena pulmonalis memasuki atrium kiri pada tiap sisi,
membawa darah dari paru. Atrium membuka kebawah ke dalam ventrikel kiri
melalui lubang antrio vetrikular. Aurikulasinistra adalah penonjolan runcing
kecil dari atrium, terletak pada sisi kiri pangkal aortra.
d. Ventrikel kiri
Ventrikel kiri adalah ruang berdinding tebal pada bagian kiri dan belakang
jantung. Dindingnya sekitar tiga kali lebih tebal dari pada ventrikel kanan.
Valva atrioventrikular sinistra (mitralis) mengelilingi lubang atrio ventrikular
kiri pada bagian samping ventrikel; katup ini memiliki dua daun katup
(mendapat nama yang sama dengan topi (mitreuskup), tepinya melekat pada
chordae tendineae, yang melekat pada penonjolan kerucut miocardium dinding
ventrikel. Lubang aotra membuka dario ujung atas ventrikel ke dalam aotra dan
dikelilingi oleh ketiga daun katup aotra, sama dengan katup vulmonalis.
e. Myocardium
Myocardium membentuk bagian terbesardinding jantung. Myocardium
tersusun dari serat-serat otot jantung, yang bersifat lurik dan saling berhubungan

7
satu sama lain oleh cabang-cabang muskular. Serat mulai berkontraksi pada
embrio sebelum saraf mencapainya, dan terus berkontraksi secara ritmis bahkan
bila tidak memperoleh inerfasi.
f. Endocardium
Endocardium melapisi bagian dalam rongga janytung dan menutupi
katup padakedua sisinya. Terdiri dari selapis sel endotel, di bawahnya terdapat
lapisan jaringan ikat; licin dan mengikat.
g. Pericardium
Perikardium adalah kantong fibrosa yang menutupi seluruh jantung.
Perikardium merupakan kantong berlapis dua; kedua lapisan saling bersentuhan
dan saling meluncur satu sama lain dengan bantuan cairan yang mereka
sekresikan dan melembabkan permukaaanya. Jumlah cairan yang ada normal
sekitar 20 ml. Pada dasar jantung tempat pembuluh darah besar, limfatik, dan
saraf memasuki jantung) kedua lapisan terus berlanjut. Terdapat lapisan lemak
diantara myokardium dan lapiusan pericardium diatasnya.
h. Arteria coronaria
Kedua arteri cornaria kanan dan kiri, menyuplai darah untuk jantung.
Arteri ini keluardari aotra tepat diatas katup aortra dan berjalan ke bawah
masing-masing pada permukaan sisi kanan dan kiri jantung, memberikan
cabang ke dalam untuk miokardium. Arteri ini menyuplai masing-masing sisi
jantung: tetapi memiliki variasi individual, dan pada beberapa orang, arteria
coronaria dextra menyuplay sebagian ventrikel kiri. arteri ini memiliki relatif
sedikit anastomosis antara arteria dexrta dan sisnistra.
3. Sistem kardiovaskular
a. Gambaran klinis
Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik dengan
apeks (superior-posterior:C-II) berada di bawah dan basis ( anterior-inferior ICS
V) berada di atas. Pada basis jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh
balik atas dan bawah dan pembuluh balik. Jantung sebagai pusat sistem
kardiovaskuler terletak di sebelah rongga dada (cavum thoraks) sebelah kiri yang
terlindung oleh costae tepatnya pada mediastinum. Untuk mengetahui denyutan
jantung, kita dapat memeriksa dibawah papilla mamae 2 jari setelahnya. Berat 3
pada orang dewasa sekitar 250-350 gram

8
Degenerasi dinding arteri dapat menyebar dari aortra ke dalam arteria
coronaria, mengurangi suplai darah untuk jantung. Angina pectoris adalah kondisi
nyeri dada, lengan kiri, dan daerah sekitarnya akibat berkurangnya darah untuk
jantung. Trombosis coroner adalah bekuan darah di dalam arteria coronaria yang
mengalami degenerasi. Karena sedikitnya hubungan interaterial, fungsi salah
satua arteri tidak dapat diambil alih oleh ateri lain, dan sumbatan pada satu arteria
coronari dapat mengakibatkan kematian mendadak atau (bila pasien berhasil
hidup ) kerusakan myocardium berat dan penurunan efisiensi jantung.

b. Siklus jantung
Siklus ajntung adalah urutan kejadian dalam satu denyut jantung. Siklus ini
terjadi dalam dua fase: diastole dan sistole.
1) Diastole
Diastole adalah periode istirahat yang mengikuti periode kontraksi.
Pada awalnya:
(a) Darah vena memasuki atrium kanan melalui vena cava superior dan
inferior
(b) Darah yang teroksigenasi melewati atrium kiri melalui vena pulmonalis
(c) Ke dua katup atrio ventrikular (trikuspidalis dan mitralis) tertupu dan
darah dicegah umtuk memasuki atrium ke dalam ventrikel.
(d) Katup pulmonalis dan aotra tertup, mencegah kembalinya darah dari
arteria pulmonalis kje dalam ventrikel kanan dan darui aotra ke dalam
ventrikel kiri.

9
Kemudian:
(e) Dengan bertambah benyaknya darah yang memasuki ke dua atrium,
tekanan di dalamnya meningkat; dan ketika tekanan di dalamnya lebih
besar dari ventrikel, katup AV terbuka dan darah mulai mengalir dari
atrium ke dalam ventrikel.
2) Sistole
Sistole adalah periode kontaksi otot. Berlamngsung selama 0, 3 detik
(a) Dirangsang oleh nodus sino- atrial, dinding atrium berkontraksi, memeras
sisa darah dari atrium ke dalam ventrikel.
(b) Ventrikel melebar untuk menerima darah dari atrium dan kemudian mulai
berkontraksi
(c) Ketika tekanan dalam ventrikel melebihi tekanan dalam atrium, katup AV
menutup. Chordae tendinea mencegah katup terdorong ke dalam atrium
(d) Ventrikel terus berkontraksi. Katup pulmonalis dan aotra membuka akibat
peningkatan tekanan ini.
(e) Darah menyembur ke luar dari ventrikel kanan ke dalam arteria
pulmonalis dan darah dari ventrikel kiri menyembur ke dalam aotra.
(f) Kontraksi otot kemudian berhenti, dan dengan dimulainya relaksasi otot,
siklus baru dimulai.

Setiap kontraksi di ikuti periode refrakter absolut yang disingkat saat


tidak ada stimulus yang dapat menghasilkan kontraksi, dan diikuti periode
refrakter relatif yang singkat saat kontraksi membutuhkan stimulus yang berat.

c. Denyut jantung
Nodus sino-atrial (nodus SA atau pacamaker jantung) adalah daerah kecil
serat otot dan sel saraf yang terletak pada dinding jantung di dekat tempat masuk
vena cava superior. Pada awal sistole, gelombang kontraksi mulai pada nodus ini
dan:
1) Menyebar melalui dinding ke dua atrium, merangsang atrium untuk
berkontaksi: kontraksi atrium ini tidak menyebar ke ventrikel karena tidak
dapat melalui cincin jaringan ikat yang memisahkan atrium dari ventrikel
2) Mencapai dan merangsang nodus atrio ventrikuralis.

10
Nodus atrioventrikuralis (nodus AV) adalah daerah kecil jaringan khusus di
dalam dinding di antara atrium kanan dan ventrikel kanan. Berkas
atrioventrikuralis (berkas His) adalah pita otot dan serat saraf yang berjalan pada
septum pada ke dua ventrikel mencapai apeks jatung, dan dibagi menjadi dua
cabang umum, satu unutk tiap ventrikel, yang terbagi menjadi beberapa cabang
kecil di dalam dinding ventrikel.

Gelombang kontaksi menyebar dari nodus AV ke bawah ke berkas AV dan


setoff kontraksi kedua vertikel secara simultan. Gelombang kontraksi yang mulai
pada nodus SA menyebabkan atrium berkontraksi tepat sebelum ventrikel karena
gelombang segera mencapai atrium dan gelombang yang menuju ventrikel harus
melalui berkas AV.

d. Kontrol saraf pada jantung


Walaupun jantung mampu berdenyut sendiri dan menyesuaikan frekuensi
dan kekuatan denyutnya terhadap jumlah darah yang memasukinya, jantung
mempeunyai inerfasi ganda yang mengontrol fungsi nodus SA dan
mempersiapkan jantung untuk perubahan kondisi. Serat simpatis meleawati
ganglion pars servikalis truncus simpaticus dan mentransmisikan implus yang
merangsang noduas SA ke dalam aktivitas yang lebih cepat dan meningkatkan
kekuatan kontraksi.

Saraf para simpatis pencapai jantung melalui cabang-cabang nerfus vagus


(kranialis X) dan mentramisikan implus yang memperlambat nodus SA dan
mengurangi kekuatan kontraksi.

Saraf pusat yang lebih tinggi terlibat adalah:

1) Korteks cerebri
2) Hipotalamus

Pusat jantung pada medulla oblongata, terdiri dari:

1) Pusat kardio- akselelator


2) Pusat kardio- inhibitor
e. Curah jantung
1) Curah jantung bergantung pada:

11
Frekuensi denyut jantung: saat istirahat biasanya sekitar 70 x per menit . isi
sekuncup: jumlah darah yang keluar dari ventrikel pada setiap denyut. Saat
istirahat biasanya sekitar 70 ml. Pada latihan ringan meningkat sampai 12 ml.
Pada awal kontraksi ventrikel, dengan tubuh dalam keadaan istirahat,
mengandung sekitar 120 ml. Sekitar 50 ml berasal dari ventrikel kiri pada
setiap denyutnya. Jumlah darah yang keluar per menit adalah sekitar 5 l.
2) Frekuensi jantung dikontrol:
(a) Terutama oleh reduksi dalam stimulasi melalui serat nerfus para simpatis
(fagus)
(b)Pengaruh yang lebih kecil oleh stimulasi melalui nerfus simpatis

Curah sekuncup dikontrol oleh perubahan panjang serat otot jantung. Makin
panjang, (pada otot yang sehat) makin besar kontraksinya. Ketika lebih banyak
darah memasyuki jantung (seperti dalam latihan) makin besar kontraksi dan
dengan demikian makin besar curah sekuncup. Curah jantung: (a) mengukur
jumlah oksigen yang diambil oleh paru per menit, (b) berbagai tekhnik dilusi
dengan zat pewarna, isotop radio aktif, dll.

f. Gagal jantung
Gagal jantung terjadi ketika curah jantung tidak cukup untuk menyuplai
kebutuhan metabolik tubuh. Dalam keadaan normal jantung dapat dengan mudah
meningkatkan curahnya beberapa kali lipat, seperti saat latihan, ketika kebutuhan
metabolisme tubuh meningkat. Defek fungsi jantung ringan akan menghasilkan
tanda-tanda gagal jantung saat latihan. Dengan efek yang progresif makin besar,
gejala timbul pada aktivitas yang makin ringan dan kegagalan berat akan timbul
pada saat istirahat.
Gagal jantung akan terjadi bila bekuan darah dalam arteria coronaria
atau arteria pulmonalis secara mendadak mengurangi efiseinsi jantung.
Mekanisme kompensasi tertentu akan bekerja, seperti perbaikan kontraksi
jantung, arus darah balik ke jantung yang lebih baik, pengalihan darah dari organ
yang kurang penting pada dua organ vital utama, jantung dan otak.
g. Bunyi jantung
Jantung menghasilkan bunyi selam denyutnya, sura dapat terdengar bila ytelinga
dilekatkan pada dinding dada atau dengan bantuan stetoscop

12
Bunyi jantung 1 suara lembut seperti lub. Bunyi ini dihasilkan oleh tegangan
mendadak katup nitralis dan triskupidalis fentrikel. Sepliting bunyi jantung 1
menjadi 2 diakibatkan oleh penutupan ke dua katup yang tidak bersamaan akibat
salah satu ventrikel berkontaksi sesaat setelah ventrikel lain.
1) Bunyi jantung II
Suara seperti dub. Bunyi ini dihasilkan oleh getaran yang disebabkan oleh
penutupan katup aorta adan pulmonalis. Sepliting bunyi jantung dua menjadi
2 terjadi selama inspirasi adalah normal dan paling baik terdengar pada oarang
usia muda. Hal ini diakibatkan oleh sedikit keterlambatan penutupan katup
pulmonalis karena aliran darah ke dalam ventrikel kiri.

Suara laian yang dapat terdengar adalah:

2) Bunyi jantung III


suara rendah yang lembut yang terdengar setelah bunyi jantung dua pada
sebagaian besar anak-anak dan beberapa dewasa muda. Akibat pengebcangan
mendadak adaun katup mitralis.
3) Bunyi jantung IV
suara rendah yang lembut yang mendahului bunyi jantung satu dan terdengar
ketika salah satu atrium berkontraksi lebih kuat dibandingkan dnegan yang
lain. Diafragma stetoscop[ diguankan untuk mendengarkan suara
berfrekuensi tinggi. Genta digunakan untuk mendengarkan suara berfrekuensi
rendah
B. Decompensasi Cordis
1. Definisi
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala),
ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh
gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel
(disfungsi diastolik) dan / atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik).
(Sudoyo Aru, dkk 2009).
Berdasarkan definisi patofisiologik, gagal jantung (decompensatio cordis)
atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidak mampuan jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan.
Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik

13
(sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang
khas (Fathoni, 2007).
Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk
mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad
ramali.1994)
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan
kemampuan fungsikontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa
jantung ( Tabrani, 1998; Price,1995).
Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann
C. Hockley, 2000.
Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan
fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald, 2003 )
Berdasar definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam
bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut
akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf,
hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni,
2007).
2. Etiologi
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraksilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit otot degenerative atau inflamasi.
b. Ateroklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penurunan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban
kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot

14
jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi karena akan meningkatkan kontraksilitas jantung. Tetapi untuk
alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot jantung tidak dapat berfungsi secara
normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degenarif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraksilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya
tidak secara langsung dipengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (mis, stenosis katup
semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah (mis, tamponade
pericardium, perikarditas konstriktif, konsep stenosis katup AV), atau
penggosongan jantung abnormal (mis, insufisiensi katup AV). Meningkatnya
tekanan darah sistemik (hipertensi maligna) dapat menyebabakan gagal
jantung meskipun tidak ada hipertrofi miokardial.
f. Factor sistemik
Terdapat sejumlah factor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (mis, demam, tirotoksikosis),
hipoksia, dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis (respiratorik atau metabolic) dan
abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraksilitas jantung. Disritma
jantung yang dapat terjadi dengan sendirinya atau secara sekunder akibat gagal
jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.

Gagal jantung merupkan hasil dari suatu kondisi yang menyebabkn


overload volume.tekanan dan fungsi miokard.ganguan pengisian,atau peningkatan
kebutuhan metabolic.
a. Overload volume
1) Over transfusion.
2) Left-to right shunts
3) Hypervolemia.
b. Overload tekanan

15
1) Senosis aorta.
2) Hipertensi
3) Hipertrofi kardiomiopati.
c. Disfungsi miokart
1) Kardiomiopati
2) Miokarditis
3) Iskemik/ infrak
4) Distrimia
5) Keracunan
d. Gangguan pengisian
1) Stenosis mitral
2) Stenosis trikuspidalis
3) Tamponade kadial
4) Prikarditis konstriktif
e. Peningkatan kebutuhan metabolic.
1) Anemia.
2) Demam.
3) Beri-beri.
4) Penyakit pagets
5) Fistula arteriovenous.

Berdasarkan klasifikasi etiologi di atas dapat pul dikelompokan berdasarkan faktor


etiologi eksternal maupun internal.

a. Faktor eksterna (dari luar jantung): hipertensi renal,hipertiroid,dn anemia


kronis/berat.
b. Faktor interna (dari dalam jantung)
1) Disfungsi katup: ventricular septum defect (VSD),Atria Septum Defect
(ASD),stenosis mitral ,dan insufisiensi mitral.
2) Disritmia: atrial fibrialasi, ventrikel fibialis,dn heart block.
3) Kerusakan miokard:kardiomiopati,miokarditis,dan infark miokard.
4) Infeksi: endocarditis bacterial sub-akut.

16
3. Patofisiologis
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO
= HR X SV dimana curah jantung (CO: cardiac autput) adalah fungsi frekuensi
jantung (HR: heart rate) X volume sekuncup (SV: stroke volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perkusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup
jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan
serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih
dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung
pada tiga faktor: preload, kontraktilitas dan afterload.
a. Preload adalah sinonim dengan hukum Starling pada jantung yang menyatakan
bahwa jumlah darah yang ditimbulkan oleh panjangnya tegangan serabut jantung.
b. Kontraktilitas adalah mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat seldan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan
kadar kalsium.
c. Afterload adalah mengacu pada besarnya tekanan ventrikal yang harus dihasilkan
untuk memompa darah kelawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteliole.

Pada gagal jantung, jika satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu,
hasilnya curah jantung berkurang. Kemudahan dalam menentukan pengukuran
hemodinamika melalui prosedur pemantauan invasi setelah mempermudah diagnosa
gagal jantung kongestif dan mempermudah penerapan terapi farmakologis yang
efektif.

Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat
pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup
bertambah besar. Oleh karena itu pada gagal jantung, terjadi penambahan volum

17
aliran balik vena sebagai kompensasi sehingga dapat meningkatkan curah jantung
(Masud, 1992).

Penjelasan pathway

CHF (gagl jantung kongesti ) yaitu ketidak mampuan jantung untuk


memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen
dan nutrisi.

CHF kiri (gagal pompa ventrikel kiri) di bagi menjadi 2 akibat yaitu forward
failure (gagal depan ). Pada Forward failure di sebabkan melalui 3
mekanisme.Mekanisme pertama penurunan perfusi jaringan.Selain itu penurunan
ssupali darah jaringan juga menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob. Yang
akan menyebabkan Asidosis metabolik dan penurunan ATP , sehingga akan terjadi
rasa lelah dan berakibat intoleransi aktivitas mekanisme kedua yaitu penurunan
supali oksigen ke otak sehingga pingsan.Mekanisme ke tiga yaitu penurunan aliran
ginjal sehingga juga meningkatkan RAA.Peningkatan RAA juga mengakibatkan
aldosteron meningkat sehingga meningkatkan fungsi ADH terjadi peningkatan maka
terjadi retensi natrium dan air sehingga menyebabkan kelebihan cairan volume
vaskuler.

18
Pada backward failure akan berakibat pada peningkatan LVED (left ventricular
end diastolic). Karena LVED naik maka tekanan vena pulmonalis akan
meningkatkan dan menyebabkan tekanan kapiler paru juga meningkat.Peningkatan
tekanan kapiler paru mengakibatkan 2 akibat : pertama akan mengakibatkan edema
paru.Edema paru akan berakibat pada pembasahan ronchi yang juga mengakibatkan
iritasi mukosa paru sehingga reflex batuk menurun hal tersebut akan mengakibatkan
pada penumpukan secret yang berakibat pada gangguan pernafasan.Kedua ,apabila
tekanan kapiler paru meningkat ,maka akan mengakibatkan beban ventrikel kanan
meningkat sehingga terjadi hipertropy ventrikel kanan yang berakibatkan pada
penyempitan lumen ventrikel kanan.Penyempitan lumen ventrikel kanan akan
mengakibatkan CHF kanan.

CHF kanan mempengaruhi tekanan diastolik sehingga meningkatkan dan


terjadi pembendungan atrium kanan.sehingga terjadi penimbunan asam laktat di
bendungan vena sistemik.Hal tersebut mempengaruhi organ limpa dan hepar Pada
organ limpa akan terjadi splenomegali sedangkan pada organ hepar akan terjadi
hepatomegali .Keduanya (splenomegali dan hepatomegali ) akan mendesak
diafragma sehingga terjadi sesak nafas (pola napas tidak efektif)

4. Manisfestasi Klinis
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler
kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah
jantung. Peningkatan vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan mengalir dari
kapiler pari ke alveoli, akibatnya terjadi edema paru yang dimanifestasikan dengan
batuk dan napas pendek. Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat
mengakibatkan edema perifer umum dan penambahan berat badan.
Turunya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara luas
karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah) untuk
menyampaikan oksigen yang dibutuhkan. Beberapa efek yang biasanya timbul
akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran terhadap
latihan dan panas, ekstremitas dingin, dan haluaran urin berkurang (oliguri).
Tekanan perfusi ginjal menurun, mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal, yang
pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan
serta peningkatan volume intravaskuler.
a. Gagal jantung sisi kiri dan kanan

19
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal
ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel
kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel
berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
b. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, jarena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. manifestasi
klinis yang terjadi:
1) Denyut jantung cepat (takikardi)
2) Dyspnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu, kesulitan bernapas saat berbaring.
Pasien yang mengalami ortopnu tidak akan mau berbaring, tetapi akan
menggunakan bantal agar bisa tegal di tempat tidur atau duduk di kursi,
bahkan saat tidur. Beberapa pasien hanya mengalami ortopnu pada
malamhari, suatu kondisi yang dinamakan paroxismal noktural dispnea
(PND). Hal ini terjadi bila pasien yang sebelumnya duduk lama dengan
posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur. Setelah
beberpa jam cairan yang tertimbun di ekstremitas yang sebelumnya berada
dibawah mulai diabsorpsi, dan ventrikel kiri yang sudah terganggu tidak
mampu mengosongkan peningkatan volume dengan adekuat. Akibatnya,
tekanan dalam sirkulsi paru meningkat dan lebih lanjut cairan berpindah ke
alveoli.
3) Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernapas
4) Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan
bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

20
Begitu terjadi kecemasan, terjadi juga dispnu yang pada gilirannya
memperberat kecemasan.
5) Batuk
Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan tidak
produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, yaitu batuk yang
menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak yang kadang disertai
bercak darah

c. Gagal jantung kanan


Bila ventrikel kanan gagal yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan
perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan
volume darag dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua
darah secara normal kembali dari sirkulsi vena.
1) Edema : dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap
bertambah ke atas tungkai dan paha akhirnya ke genetalia eksterna dan
tubuh bagian bawah. Edema sakral sering jarang terjadi pada pasien yang
berbaring lama, karena daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Pitting
edema adalah edema yang akan tetap cekunf bahkan setelah penekanan
ringan dnegna ujung jari.
2) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang maka tekanan
dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga
abdomen (asites). Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen
menyebabkan tekanan pada diafragma dan distress pernapasan.
3) Anoreksia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen
4) Nokturia (rasa ingin buang air kecil pada malam hari) terjadi karena perfusi
renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring
5) Kelemahan disebabkan karena menurunnya curah jantung, gangguan
sirkulasi dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat
dari jaringan.
d. Kriteria mayor
1) Paroksismal noctural dispnea

21
Dispnea yang terjadi saat tidur sebagai akibat terjadinya kegagalan pada
ventrikel kiri dan akan pulih ketika duduk disisi tempat tidur
2) Distensia vena leher
Penggelembungan atau pembesaran vena pada leher
3) Ronki paru
4) Kardiomegali
Suatu kondisi yang ditandai oleh pembesaran jantung, baik karena otot
jantung menebal atau ruang jantung membesar, biasanya akibat jantung harus
terus menerus bekerja lebih keras dari normal, seperti yang terjadi dengan
tekanan darah tinggi
5) Edema paru akut
6) Gallop S3
Bunyi jantung bernada rendah dan dalam keadaan normal terdengar
0,015 sampai 0,017 detik setelah bunyi jantung II, terjadi akibat getaran cepat
dari aliran darah saat pengisian cepat dari ventrikel. Dapat terdengar pada
anak sampai dewasa muda. Bunyi jantung I, II, dan II memberi suara derap
kuda : gallop Rhytm
7) Peninggian vena jugularis
8) Refluks hepatojugular

e. Kriteria minor
1) Edema ekstremitas
2) Batuk malam hari
3) Dipnea deffort
Sesak nafas yang terjadi saat melakukan kegiatan fisik dan akan menghilang
bila istirahat beberapa saat
4) Hepatomegali
Penyekit yang diakibatkan oleh terjadinya pembesaran ukuran organ hati
yang melebihi ukuran normalnya
5) Efusi pleura
6) Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7) Takikardi (>120/menit)

22
f. Mayor atau minor
1) Penurunan BB > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
2) Diagnosa gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor

g. Pada anak bayi


1) Takikardi (denyut jantung >160 kali/menit pada umur dibawah 12 bulan; >
120 kali/menit pada umur 12 bulan-5 tahun
2) Hepatomegali, peningkatan tekanan vena jugularis dan edema perifer (tanda
kongestif)
3) Irama derap dengan crakles/ronki pada basal paru
4) Pada bayi-napas cepat (atau berkeringat, terutama saat diberi makanan; pada
anak yang lebih tua-edema kedua tungkai, tangan atau muka, atau pelebaran
vena leher
5) Telapak tangan sangat pucat, terjadi bila gagal jantung disebabkan oleh
anemia

h. Klasifikasi fungsional gagal jantung menurut New York Haert Association


(NYHA)
1) Kelas I : tidak ada keterbatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak
menyebabkan keletihan atau dispnea
2) Kelas II: sedikit keterbatasan fisik. Merasa nyaman saat istirahat, tetapi
aktivitas fisik bisa menyebabkan keletihan dan dispnea
3) Kelas III: keterbatasan nyata aktivitas fisik tanpa gejala. Gejala terjadi
bahkan saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, gejala meningkat
4) Kelas IV: tidak mampu melaksanakan aktivitas fisik tanpa gejala. Gejala
terjadi bahkan pada saat istirahat, jika aktivitas fisik dilakukan gejala
meningkat.

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG: hipertropi atrial atau ventrikular, penyimpangan aksis, iskemis, dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, mis,. Takikardia, fibrilasi atrial,
mungkin sering terdapat KVP. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau

23
lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya aneurisme ventrikular (dapat
menyebabkan gagal/disfungsi jantung).
b. Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram dopple): dapat menunjukkan
dimensi pembesaran fisik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area
penurunan kontraktilitas ventrikular.
c. Skan jantung: (Multigated acquistion [MUGA]): tindakan penyuntikan fraksi
dan memperkirakan gerakan dinding.
d. Kateterisasi jantung: tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau
insufisiensi. juga Mengkaji patensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontraktilitas.
e. Rontgen dada: dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal. Kontur abnormal, mis., bulging
pada perbatasan jantung kiri, dapat menunjukkan aneurisme ventrikel.
f. Enzim hepar: meningkan dalam gagal/kongesti hepar.
g. Elektrolit: mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi
ginjal, terapi deuretik.
h. Oksimetri nadi: saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika GJK akut
memperburuk PPOM atau GJK kronis.
i. AGD: gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (din)
atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
j. BUN, kreatinin: peningkatan BUN menandakan penurunan defusi ginjal.
Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
k. Albumin/transferin serum: mungkin menurun sebagai akibat penurunan
masukkan protein atau penurunan sistesis protein dalam hepar yang mengalami
kongesti.
l. HSD: mungkin menunjukkan anemia, polisitemia, atau perubahan kepekatan
menandakan ritensi air. SDP mungkin meningkat, mencerminkan MI baru/akut,
perikarditis, atau status inflamasi/infeksius lain.
m. Kecepatan sidimentasi (ESR): mungkin meningkat, menandakan reaksi
implamasi akut.

24
n. Pemeriksaan tiroid: peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas
tiroid sebagai pre-penketus GJK.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk
menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang
potentially curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi:
a. Keperawatan
Dalam pengobatan keperawatan yang ditekankan adalah istirahat, dimana kerja
jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benarbenar dengan tirah
baring (bed rest) mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat.
Sering tampak gejalagejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja.
Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah kalori
sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi kurang diberi makanan tinggi
kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan sebanyak 80100 ml/kgbb/hari
dengan maksimal 1500 ml/hari.

b. Medis
Tujuan penatalaksanaan medis pada pasien dengan edema paru akut adalah
mengurangi volume sirkulasi total untuk memperbaiki pertukaran gas
pernapasan. Tujuan ini dapat dicapai dengan kombinasi terapi oksigen dan
terapi medis serta dukungan perawat.
1) Oksigenisasi. Oksigen diberikan dengan konsentrasi yang adekuat untung
mengurangi hipoksia dan dispnu. Bila tanda tanda hipoksia menetap,
oksigen harus diberikan dengan tekanan positif intermiten atau kontinu. Bila
terjadi gagal nafasmeskipun penatalaksanaanya tetap optimal, perlu
diberikan intubasi endotrakea dan ventalasi mekanis. Penggunaan tekanan
positif akhir ekspirasi (PEEP = positif and expiratory pressure) sangat efektif
untuk mengurangi aliran balik vena, menurunkan tekanan kapiler paru, dan
memperbaiki oksigenisasi. Oksigenisasi dipantau melalui pulsa oksimetri
dan pengukuran gas darah arteri.
2) Farmakoterapi : morfin. Morfin diberikan secara intravena dalam dosis
kecil untuk mengurangi kecemasan dan dispnu dan menurunkan tekanan
perifer sehingga darah dapat didistribusikan dari sirkulasi paru kebagian

25
tubuh yang lain. Hal tersebut akan menurunkan tekanan dalam kapiler
sehingga darah dapat didistribusikan dari sirkulasi paru kebagian tubuh yang
lain. Hal tersebut akan menurunkan tekanan dalam kapiler paru dan
mengurangi perembesan cairanke jaringan paru. Morfin juga bermanfaat
dalam menurunkan kecepatan napas.
(a) Morfin tidak boleh diberikan bila edema paru disebabkan oleh cedera
vaskuler otak, penyakit paru kronis atau syok kardiogenik.
(b) Pasien harus diawasi bila terjadi depresi pernapasan berat; antagonis
morfin (nalaxone hydrocloride {nar-can}) harus tersedia.
3) Diuretik. Furosemide(lasix) diberikan secara intravena untuk memberikan
efek diuretik yang cepat. Furosemide juga mengakibatkan vasodilatasi dan
penimbunan darah dipembuluh darah perifer yang pada gilirannya
mengurangi jumlah darah yang kembali kejantung bahkan sebelum terjadi
diuretik. Beberapa dokter lebih menyukai bemetanide (bumex) dan diuril
sebagai pengganti furosemide dispnu akan segera hilang dan kongesti paru
berkurang. Indwelling chateter harus dipasang karena dalam beberapa menit
setelah diuretik diberikan akan terbentuk sejumlah besar urin.
(a) Penurunan tekanan darah, penekanan frekuensi jantung dan penurunan
haluaran urin merupakan petunjuk bahwa sistem peredaran darah tidak
mampu mentolerensi diuretik dan harus diambil tindakan untuk mengatasi
hipovolemia yang terjadi.
(b)Pasien dengan hiperplasi prostat harus diawasi adanya tanda retensi urine.
4) Digitalis. Untuk meningkatkan kontraktilitas jantung, dan curah ventrikel
kiri, maka pasien harus diberi preparat digitalis kerja cepat. Perbaikan
kontraktilitas jantung akan meningkatkan curah jantung, memperbaiki
diuresis dan menurunkan tekanan diastole. Jadi tekanan kapiler paru dan
transudasi atau perembesan cairan ke alveoli akan berkurang.
(a) Digitalis harus diberikan dengan sangat hati hati pada pasien dengan
infark miokardium akut, karena pasien ini sangat sensitif terhadap digitalis
dan dapat mengalami distrimia toksik.
(b)Kalium serum harus diukur secara berkala karena diuresis akan
mengakibatkan hipokalemia. Efek digitalis akan diperkuat bila ada
hipokalemia sehingga dapat terjadi keracunan digitalis.

26
(c) Bila pasien telah/sedang dalam terapi digitalis, maka terapi harus
dihentikan sampai kemungkinan keracunan digitalis dapat disingkirkan.
5) Aminofilin. Bila pasien mengalami whezing dan terjadi bronkospasme yang
berarti, maka perlu diberikan aminofiline untuk merelaksasi bronkospasme.
(a)Aminofilin diberikan secara intravena secara terus menerus dengan dosis
sesuai berat badan.
(b)Posisi. Posisi yang teppat dengan mengurangi aliran balik vena ke
jantung.
(c) Pasien diposisikan dalam posisi tegak, dengan tungkai dan kaki di bawah,
sebaiknya kaki menggantung disisi tempat tidur.
(d)Bila tidak dapat duduk dengan exstremitas bawah menggantung, pasien
dapat ditidurkan dalam posisi tegak ditempat tidur.
6) Rotasi tornikuet dan flobotem. Penggunaan rotasi torniket secara mekanis
akan menurunkan volume darah yang kembali kejantung (preload) dulunya
merupakan.penatalaksanaan pertama edema paru akut. Torniket yang
dipasang pada tiga atau empat ekstremitas dengan cukup kuat, telah mampu
menghambat aliran balik vena ke jantung, tetapi tidakterlalu ketat sampai
mengganggu aliran arteri ke seluruh ekstremitas. Untuk menghindari bahaya
berkurangnya oksigenisasi ke ekstremitas. Torniket dirotasi setiap 15 menit
searah jarum jam. Torniket sangat menyakitkan dan mengganggu pasien
yang sebelumnya sudah merasakan sesak nafas. Selain itu stagnasi darah di
ekstremitas dapat menimbulokan trombeoboli yang serius.
7) Terapi flebotomi. Pengambilan sejumlah darah untuk alasan terapi, pernah
digunakan pada edema paru berat, meskipun flebetomi merupakan tektin
terapi pada beberapa kondisi hematologis (mis. , polisetemia vera) , tetapi
sudah tidak bisa diterima sebagai terapi edema paru.
8) Dukungan psikologi. Ketakutan dan kecemasan yang berlebihan merupakan
gambaran utama pada edema paru. Emosin yang muncul dengan sendirinya
ini membuat kondisi menjadi semakin sulit. Meyakinkan pasien dan
memberikan asuhan keperawatan yang cermat sebagai tindakan antisipasi
merupakan bagian integral terapi. Karena pasien tersebut mengalami
perasaan akan menjelang ajal, maka sebaiknya perawat meluangkan waktu
lebih lama untuk menemani pasien. Asuhan keperawatan harus disusun untuk
memperbanyak kehadiran perawat disisi tempat tidur pasien. Pasien harus

27
sering diberi informasi yang mudah dan ringkas mengenai apa yang telah
dilakukan untuk merawat penyakitnya dan bagaimana ia merespon.

7. Komplikasi
a. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas.
Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya, menimbulkan penurunan
curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital
(jantung, otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri.
Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI,
namun bisa juga terjadi pada tamponade jantung, emboli paru, kardiomiopati
dan disritmia.
b. Episode tromboembolik
Kurangnya mobilitas pasien penyakit jantung dan adanya gangguan sirkulasi
yang menyertai kelainan berperan dalam pembentukan trombus intrakardial dan
intravaskular. Begitu pasien meningkatykan aktivitasnya setelah mobilitas
lama, sebuah trombus dapat terlepas (trombus yang terlepas dinamakan
embolus) dan dapat terbawa ke otak, ginjal, usus dan paru.
Episode emboli yang paling sering adalah emboli paru. Gejala emboli paru
meliputi nyeri dada, sianosis, napas pendek dan cepat serta hemoptisis (dahak
berdarah). Emboli paru akan menyumbat sirkulasi ke bagian paru,
menghasilkan suatu daerah infark paru. Nyeri yang dirasakan bersifat pleuritik-
artinya, akan semakin nyeri saat bernapas dan menghilang saat pasien menahan
napasnya. Namun demikian nyeri jantung akan tetapi berlanjut, dan biasanya
tidak dipengaruhi pernapasan.
Emboli sistemik dapat berasal dari ventrikel kiri. Sumbatan vaskuler dapat
menyebabkan stroke atau infark ginjal, juga dapat mengganggu suplai darah ke
ekstremitas.
c. Efusi perikardial dan Tamponade Jantung
Efusi perikardial mengacu pada masuknya cairan ke dalam kantung
perikardium. Kejadian ini biasanya disertai dengan perikarditis, gagal jantung
atau bedah jantung. Secara normal kantung perikardium berisi cairan sebanyak
kurang dari 50 ml. Cairan perikardium akan terakumulasi secara lambat tanpa

28
menyebabkan gejala yang nyata. Namun demikian perkembangan efusi yang
cepat dapat merenggangkan perikardium sampai ukuran maksimal dan
menyebabkan penurunan curah jantung

8. Konsep Asuhan keperawatan


a. Pengkajian
Proses pengkajian keperawatan untuk pasien gagal jantung ditunjukkan untuk
mengobservasi adanya tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan paru dan tanda
serta gejala sistemis. Semua tanda yang mengarah kesana harus dicatat dan
dilaporkan.
1) Pernapasan
Paru harus diauskultasi dengan interval sesering mungkin untuk menentukan
ada atau tidak adanya sekret dan wheezing. Krekel terjadi oleh gerakan udara
melalui cairan, dan menunjukkan terjadinya kongesti paru. Frekuensi dan
dalamnya pernapasan juga harus dicatat.
2) Jantung
Jantung diauskultasi mengenai adanya bunyi jantung S3 atau S4. Adanya
tanda tersebut berarti bahwa pompa mulai mengalami kegagalan, dan pada
setiap denyutan, darah yang tersisa didalam ventrikel makin banyak.
Frekuensi dan irama juga harus dicatat. Frekuensi yang terlalu cepat
menunjukkan bahwa ventrikel memerlukan waktu yang lebih banyak untuk
pengisian, serta terdapat stagnasi darah yang terjadi di atria dan pada
akhirnya juga di paru.
3) Penginderaan / Tingkat Kesadaran
Bila volume darah dan cairan dalam pembuluh darah meningkat, maka darah
yang beredar menjadi lebih encer dan kapasitas transpor oksigen menjadi
berkurang. Otak tidak dapat bertoleransi terhadap kekurangan oksigen dan
pasien mengalami konfusi
4) Perifer
Bagian bawah tubuh pasien harus dikaji akan adanya edema. Bila pasien
duduk tegak, maka yang diperiksa adalah kaki dan tungkai bawah; bila pasien
berbaring telentang, yang dikaji adalah sakrum dan punggung untuk melihat
adanya edema. Jari dan tangan kadang juga bisa mengalami edema. Pada
kasus khusus gagal jantung, pasien dapat mengalami edema periorbital,

29
dimana kelopak mata tertutup karena bengkak. Hati diperiksa juga akan
adanya hepatojugular refluks. Pasien diminta bernapas secara normal pada
saat dilakukan penekanan pada hati selama 30 sampai 60 detik. Bila distensi
vena leher meningkat lebih dari 1 cm, maka tes ini positif menunjukkan
adanya peningkatan tekanan vena
5) Distensi Vena Juguler. JVD juga harus dikaji. Ini dilakukan dengan
mengangkat pasien dengan sudut sampai 45 derajat. Jarak antara sudut louis
dari tingginya distensi vena juguler ditentukan. Jarak yang lebih dari 3 cm
dikatakan tidak normal. Ingat bahwa ini hanya perkiraan dan bukan
pengukuran pasti
6) Haluaran urin
Pasien bisa mengalami oliguria (berkurangnya haluaran urin kurang dari 100
dan 400 ml/24 jam) atau anuria (haluaranurin kurang dari 100 ml/24jam ).
Maka penting sekali mengukur haluaran urin sesering mungkin untuk
membuat dasar pengukuran efektivitas diuretik. Masukan dan haluaran harus
dicatat dengan baik dan pasien di timbang setiap hari, pada saat yang sama
dan pada timbangan yang sama.
b. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, maka diagnosa utama pasien meliputi yang
berikut :
1) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelebihan dan dispnu akibat
turunnya curah jantung
2) Kecemasan berhubungan dengan kesulitan bernapas dan kegelisahan akibat
oksigenasi yang tidak adekuat
3) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan stasis vena
4) Potensial kurang pengetahuan mengenai program perawatan diri
berhubungan dengan tidak bisa menerima perubahan gaya hidup yang
dianjurkan
c. Intervensi dan Implementasi
Tujuan utama mencakup bertambahnya istirahat, penghilang kecemasan,
pencapaian perfusi jaringan yang normal, pemahaman mengenai program
perawatan diri dan tidak terjadi komplikasi
1) Bertambahnya istirahat

30
Pasien perlu sekali beristirahat baik secara fisik maupun emosional. Istirahat
akan menurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan
menurunkan tekanan darah. Lamanya berbaring juga merangsang diuresis
karena berbaring akan memperbaiki perfusi ginjal. Istirahat juga mengurangi
kerja otot pernapasan dan penggunaan oksigen. Frekuensi jantung menurun,
yang akan memperpanjang periode distole pemulihan sehingga memperbaiki
efisiensi kontraksi jantung
2) Posisi
Kepala tempat tidur harus dinaikkan 20 sampai 30 cm (8-10 inci) atau pasien
didudukkan di kursi. Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung (preload)
dan paru berkurang, kongesti paru berkurang, dan penekanan hepar ke
diafragma menjadi minimal. Lengan bawah harus disokong dengan bantal
untuk mengurangi kelelahan otot bahu akibat berat lengan yang menarik serta
terus-menerus. Pasien yang bernapas hanya pada posisi tegak (ortopnu) dapat
didudukkan di sisi tempat tidur dengan kedua kaki disokong kursi, kepala
dan lengan diletakkan dimeja tempat tidur dan vertebra lumbosakral
disokong dengan bantal, bila terdapat kongesti paru, maka lebih baik pasien
didudukkan di kursi karena posisi ini dapat memperbaiki perpindahan cairan
dari paru. Edema yang biasanya terdapat di bagian bawah tubuh, berpindah
ke daerah sakral ketika pasien dibaringkan di tempat tidur
3) Penghilangan kecemasan
Karena pasien yang mengalami gagal jantung mengalami kesulitan
mempertahankan oksigenasi yang adekuat, maka mereka cenderung gelisah
dan cemas karena sulit bernapas. Gejala ini cenderung memburuk pada
malam hari.
Menaikkan kepala tempat tidur dan membiarkan lampu menyala di malam
hari sering sangat membantu. Kehadiran anggota keluarga cukup memberi
rasa aman pada kebanyakan pasien. Oksigen dapat diberikan selama stadium
akut untuk mengurangi kerja pernapasan dan untuk meningkatkan
kenyamanan pasien. Morfin dengan dosis kecil dapat diberikan untuk dispnu
yang berat dan hipnotis juga dapat diberikan untuk membantu pasien tidur.
(a) Pada pasien dengan kongesti hepatik, hati tidak mampu melakukan
proses detoksifikasi racun obat-obatan dalam jangka waktu yang normal.
Oleh sebab itu obat-obat harus diberikan secara hati-hati

31
(b)Hipoksia serebral yang disertai retensi nitrogen merupakan masalah
pada gagal jantung dan dapat menyebabkan pasien bereaksi negatif
terhadap penenang dan hipnotik, ditandai dengan adanya konfusi dan
peningkatan rasa cemas.
(c) Hindari penggunaan ikatan karena dapat menjerat, yang menyebabkan
kerja jantung meningkat. Pasien yang tidak dapat tidur dimalam hari
dapat duduk dengannyaman di kursi. Posisi ini menyebabkan sirkulasi
serebral maupun sistemik membaik, sehingga kualitas tidur menjadi
lebih baik.
4) Menghindari stres
Pasien yang sangat cemas tidak akan mampu beristirahat dengan cukup.
Stres emosional mengakibatkan vasokontriksi, tekanan arteri meningkat,
dan denyut jantung cepat. Memberikan kenyamanan fisik dan menghindari
situasi yang cenderung menyebabkan kecemasan dan agitasi dapat
membantu pasien untuk rileks. Istirahat dilanjutkan beberapa hari hingga
beberapa minggu sampai gagal jantung dapat dikontrol
5) Memperbaiki perfusi jaringan normal
Penurunan perfusi jaringan yang terjadi pada gagal jantung adalah akibat
tingkat sirkulasi oksigen yang tidak adekuat dan stagnasi darah di jaringan
perifer. Latihan harian ringan dapat memperbaiki aliran darah ke jaringan
perifer. Oksigenasi yang adekuat dan diuresis yang sesuai juga dapat
memperbaiki perfusi jaringan. Diuresis yang efektif dapat mengurangi
pengenceran darah, sehingga meningkatkan kapasitas pengangkutan
oksigen dalam sistem vaskular. Istirahat yang memadai sangat penting
untuk memperbaiki perfusi jaringan yang adekuat
(a) Bahaya yang dapat timbul pada tirah baring adalah dekubitus (terutama
pada pasien edema), flebotrombosis, dan emboli pulmoner. Perubahan
posisi, nafas dalam, kaus kaki elastik, dan latihan tungkai semuanya
dapat memperbaiki tonus otot, sehingga membatu aliran balik vena ke
jantung.
6) Penyuluhan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah
Setelah gagal jantung dapat terkontrol, pasien di bimbing untuk secara
bertahap kembali ke gaya hidup dan aktivitas sebelum sakit sedini mungkin.
Aktivitas kehidupan sehari-hari harus direncanakan untuk meminimalkan

32
periode apnu dan kelelahan. Berbagai penyesuaian kebiasaan, pekerjaan,
dan hubungan intrapersonal biasanya harus dilakukan. Setiap aktivitas yang
menimbulkan gejala harus dihindari atau dilakukan adaptasi. Pasien harus
dibantu untuk mengidentifikasi stres emosional dan menggali cara-cara
untuk menyelesaikannya.
d. Evaluasi
1) Mengalami penurunan kelelahan dan dispnea
(a) Mampu beristirahat secara adekuat baik fisik maupun emosional
(b)Berada pada posisi yang tepat yang dapat mengurangi kelelahan dan
dispnu
(c) Mematuhi aturan pengobatan
2) Mengalami penurunan kecemasan
(a) Menghindari situasi yang menimbulkan stres
(b) Tidur nyenyak di malam hari
(c) Melaporkan penurunan stres dan kecemasan
3) Mencapai perfusi jaringan yang normal
(a) Mampu beristirahat dengan cukup
(b)Melakukan aktivitas yang memperbaiki aliran balik vena; latihan harian
sedang, rentang gerak ekstremitas aktif bila tidak bisa berjalan atau harus
berbaring dalam waktu lama, mengenakkan kaos kaki penyokong
(c) Kulit hangat dan kering dengan warna normal
(d) Tidak memperlihatkan edema perifer
4) Mematuhi aturan perawatan diri

33
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

A. Kasus
Tn. M, usia 58 tahun, masuk rumah sakit pada tanggal 14 Februari 2016, jam 00.30
WIB dengan diagnosa medis decompensasi cordis. Keluhan utama saat datang adalah :
cepat lelah, sesak nafas, dan BAK sedikit. Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal
15 Februari 2016, jam 08.00 WIB didapatkan data sebagai berikut: klien mengatakan
masih sesak nafas, lemas, dan mudah capai terutama jika untuk ke kamar mandi, terlihat
kedua kaki bengkak (edema). Pasien mengatakan bahwa ia memiliki riwayat hipertensi
sejak 5 tahun yang lalu, namun jarang kontrol atau berobat ke dokter. Hasil pemeriksaan
fisik menunjukkan BB: 78 kg, TB: 160 cm, TD: 160/90 mmhg, nadi : 87 X/menit tidak
teratur, RR: 28 X/menit, suhu : 36 derajat celcius. Pasien mendapatkan terapi O2 nasal
kanul: 3 l/menit, infus NaCl 0,9%:5 tts/mnt, furosemide: 2 x 1 ampul, terpasang douwer
catheter (produksi urin selama 4 jam: 100 cc).
B. Pembahasan Kasus
1. Pengkajian
a. Pengkajian Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum :
1) Berat badan : 78 Kg (Sebelum Sakit : Kg)
2) Tinggi Badan : 160 cm

Sistem Pernafasan

1) Pernafasan : ( ) Tidak Sesak ( v ) Sesak :..


2) Frekuensi : 28 x / menit
3) Batuk : ( v )Tidak( )Ya ...(Produktif/Tidak
4) Terdapat darah :( )Ya ( v )Tidak
5) Nyeri saat bernafas : ( ) Ya ( v ) Tidak
6) Penggunaan alat bantu nafas : ( v ) Tidak ()Ya
Sistem Kardiovaskuler :

1) Sirkulasi Peripher
a) Nadi 87x/ menit : Irama : ( ) Teratur ( v )Tidak teratur
Denyut : ( ) Lemah ( ) Kuat

34
b) Tekanan darah : 160/90 mm/Hg

c) Distensi vena jugularis : Kanan : ( ) Ya ( ) Tidak


Kiri : ( ) Ya ( ) Tidak
d) Temperatur kulit ( ) Hangat( ) Dingin suhu : 36C
e) Warna kulit : ( ) Pucat ( ) Cyanosis ( ) Kemerahan
f) Pengisian kapiler : detik
g) Edema : ( v ) Ya,. ( ) Tidak
( ) Tungkai atas ( v ) Tungkai bawah
( ) Periorbital ( ) muka
( ) Skrotalis ( ) Anasarka

2) Sirkulasi Jantung

a) Kecepatan denyut apical : x/menit

b) Irama : ( ) Teratur ( v ) Tidak teratur

c) Kelainan bunyi jantung : ( ) Murmur ( ) Gallop

d) Sakit dada : ( ) Ya ( v ) Tidak

1) Timbulnya : ( v ) Saat aktivitas ( ) Tanpa aktivitas

2)Karakteristik: ( ) Seperti ditusuk-tusuk

( ) Seperti terbakar

( ) Seperti tertimpa benda berat

3) Skala nyeri :

b. Penatalaksanaan
1) terapi nasal kanul : 31x/mnt
2) infus NaCl 0,9 : 5 tetes/mnt
3) furosemide : 2x 1 ampul (indikasi : untuk edema dan hipertensi ringan-sedang)
4) pemasangan caterer, produksi urin (4jam : 100ml)

35
c. Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif

1. Klien mengatakan masih sesak 1. Kaki klien edema


nafas, lemas 2. Td :160/90, S : 36 C, N :
2. Klien mengatakan mudah capai 87x/mnt, RR : 28x/mnt
terutama ketika ke WC 3. Mendapatkan terapi O2 nasal
3. Klien mengatakan memiliki kanul: 3 L/menit
riwayat hipertensi tak terkontrol 4. Diberikan infus NaCl 0,9%:5
4. BAK sedikit tts/mnt, furosemide: 2 x 1 ampul,
5. Terpasang douwer catheter
(produksi urin selama 4 jam: 100
cc).

d. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi

1 DS : Resiko perubahan Integritas Edema


- Klien kulit
mengatakan
memiliki
riwayat
hipertensi tak
terkontrol

DO :

- TD : 160/90
mmHg
- Kaki klien
edema

36
2 DS : Gangguan pertukaran gas perubahan membran
- Klien kapiler-alveolus
mengatakan
sesak nafas

DO :

- RR : 28x/mnt
- klien diberikan
terapi O2 nasal
kanul dalam
3L/menit

3 DS : Perubahan intoleran Ketidakseimbangan


- Klien aktivitas anatara suplay
mengatakan oksigen atau
sesak nafas kebutuhan
- Klien merasa
lemah
- Klien mudah
capai ketika
pergi ke toilet

DO :

- Nadi : 87x/mnt
- Denyut nadi
tidak teratur
- RR : 28x/mnt
4 DS : klien mengatakan Kelebihan volume cairan Peningkatan ADH
BAK sedikit dan terjadinya
retensi urin dan H2O
DO: klien terpasang
douwer catheter,

37
Produksi urin selama 4
jam 100 cc

5 DS : CURAH JANTUNG perubahan


MENURUN kontraktilitas
- Klien
miokardia/perubahan
mengatakan
inotropik
sesak

DO :

- TD : 160/90
- RR : 28x/mnt
- Terpasang
dower katether (
4jam : 100 cc)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Curah jantung menurun b/d perubahan kontraktilitas miokardia/perubahan
inotropik
b. Kelebihan volume cairan b/d Peningkatan ADH dan terjadinya retensi urin dan
H2O
c. Pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar
d. Perubahan Intoleransi aktivitas b/d Ketidakseimbangan anatara suplay oksigen
atau kebutuhan
e. Resiko kerusakan Integritas Kulit b/d Edema
3. Intervensi keperawatan
Diagnosa medis Kriteria hasil Intervensi
Curah jantung Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
menurun b/d keperawatan diharapkan klien
1. Aukultasi nadi apikal
perubahan menunjukan tanda vital dalam
; kaji frekuensi, irama
kontraktilitas batas yang dapat diterima
jantung;
miokardia/peruba (disritmia terkontol atau hilang)
(dokumentasikan
han inotropik dan bebas gejala gagal jantung
(mis., parameter hemodinamik

38
dalam batas normal, haluaran disritmia bila tersedia
urine adekuat). Dengan kriteria telemetri)
hasil : 2. Catat bunyi jantung
3. Palpasi nadi prerifer
a. Menurunkan laporan
4. Pantau TD
episode dispnea, angina
5. Kaji kulit terhadap
b. Ikut serta dalam aktivitas
pucat dan sianosis
yang mengurangi beban
6. Pantau haluaran urine,
kerja jantung
catat penurunan
haluaran dan
kepekatan/konsentras
i urine
7. Kaji perubahan pada
sensori, cth : letargi,
bingung, disorientasi,
cemas, dan depresi.
8. Berikan istirahat semi
rekumben pada
tempat tidur atau
kursi. Kaji dengan
pemeriksaan fisik
sesuai indikasi.
9. Berikan istirahat
psikologi dengan
lingkungan tenang ;
menjelaskan
manajemen medik/
keperawatan;
membantu pasien
menghindari situasi
stres,
mendengar/berespons

39
terhadap ekspresi
perasaan/takut.
10. Berikan pispot
disamping tempat
tidur. Hindari
aktivitas respons
valsava, contoh
mengejan selama
defekasi, menahan
nafas selama
perubahan posisi.
11. Tinggikan kaki,
hindari tekanan pada
bawah lutut. Dorong
olahraga aktif/pasif.
Tingkatkan ambulasi/
aktivitas sesuai
toleransi.
12. Periksa nyeri tekan
betis, menurunnya
nadi pedal,
pembengkakan,
kemerahan lokal atau
pucat pada
ekstremitas
13. Jangan beri preparat
digitalis dan laporkan
dokter bila perubahan
nyata terjadi pada
frekuensi jantung atau
irama atau tanda
toksisitas digitalis.

40
Kolaborasi :

1. Berikan oksigen
tambahan dengan
kanula nasal/masker
sesuai indikasi.
Berikan obat sesuai
indikasi:
a. Diuretik, contoh
furosemid
(Lasix); asam
etakrinik
(Edecrin);
bumetanid
(Bumex);
spironolakton
(Aldakton)
b. Vasodilator,
contoh nitrat
(nitro-dur,
isodril);
anteriodilator,
contoh hidralazin
(Apresoline);
kombinasi obat,
contoh prazosin
(Minippres);

Digoksin
(Lanoxin);
c. Catopril
(Capoten);

41
lisinopril
(Prinivil);
enalapril
(Vasotec)
d. Morfin sulfat
e. Tranquilizer/sedat
if
f. Antikoagulan,
contoh heparin
dosis rendah,
warfarin
(coumadin)
g. Pemberian cairan
IV, pembatasan
jumlah total sesuai
indikasi. Hindari
cairan garam.
h. Pantau / ganti
elektrolit
i. Pantau seri EKG
dan perubahan
foto dada.
j. Pantau
pemeriksaan
laboratorium,
contoh BUN,
kreatinin.
k. Pemeriksaan
fungsi hati
(AST,LDH)
l. PT/APTT/pemeri
ksaan koagulasi

42
m. Siapkan untuk
insersi/memperta
hankan alat pacu
jantung, bila
diindikasikan.

Kelebihan Tujuan : Diharapkan setelah Mandiri :


volume cairan dilakukan asuhan keperawatan 1. Pantau/ hitung
b/d Peningkatan haluaran urine klien dalam keseimbangan intake
ADH dan batas normal output selama 24 jam
terjadinya retensi 2. Pantau haluaran urin,
urin dan H2O Kriteria Hasil: catat jumlah dan
Mendemonstrasikan warna saat hari
volume cairan stabil dimana diuresis
dengan balance intake terjadi
output 3. Ubah posisi dengan
Tidak ada edema sering, tinggikan kaki
bila duduk.
Pertahankan tetap
kering dan berikan
bantalan sesuai
indikasi
Kolaborasi:
1. Pemberian obat
sesuai indikasi.
Contoh diuretic,
furosemide (Lasix),
bumutanide (Bumex)
2. Pertahankan
cairan/pembatasan
natrium sesuai
indikasi

43
Pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
b/d perubahan keperawatan diharapkan klien
1. Auskultasi bunyi
membran berpartisipasi apada aktivitas
nafas , catat krekels,
kapiler-alveolar yang diinginkan, memeuhi
mengi
kebutuhan perawatan diri
2. Anjurkan pasien
sendiri
batuk efektif, nafas
Dengan kriteria hasil :
dalam
a. mencapai peningkatan
3. Dorong perubahan
toleransi aktivitas dan dapat
posisi sering
diukur
4. Pertahnkan duduk di
kursi/tirah baring
dengan kepala tempat
tidur tinggi 20-30
derajat, posisi semi
fowler

Kolaborasi :

1. Pantau seri GDA,


nadi eksimetri
2. Berikan oksigen
tambahan sesuai
indikasi
3. Berikan obat sesuai
indikasi :
a. Diuretik contoh
furosemid
b. Bronkodilator
contoh aminofilin

Perubahan Tujuan: diharapkan setelah di Mandiri:


Intoleransi lakukan asuahan keperawatan 1. Periksa tanda
aktivitas b/d klien dapat berpartisipasi pada vital sebelum dan
Ketidakseimbang aktivitas yang diinginkan segera setelah

44
an anatara suplay Kriteria hasil: aktivitas,
oksigen atau khususnya bila
Mencapai peningkatan
kebutuhan pasien
toleransi aktivitas yang
menggunakan
dapat diukur, dibuktikan
vasodilatol,
oleh menurunya
diuretik, penyekat
kelemahan dan
beta
kelelahan
2. Catat respon
Tanda-tanda vital dalam
kardiopulmunal
batas normal selama
terhadap aktivitas,
aktivitas
catat takikardi,
disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat
3. Kaji presipitator
atau penyebab
kelemahan contoh
pengobatan,
nyeri, obat
4. Evaluasi
peningkatan
intoleran aktivitas
5. Berikan bantuan
dalam aktivitas
perawatan diri
sesuai indikasi.
Selingi periode
aktivitas dengan
periode istirahat.

Kolaborasi:

45
1. Implementasikan
program rehabilitasi
jantung atau aktivitas
Resiko Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
kerusakan keperawatan diharapkan klien
1. Lihat kulit, catat
Integritas Kulit dapat mempertahankan
penojolan tulang,
b/d Edema integritasi kulit. Dengan kriteria
adanya edema, area
hasil :
sirkulasi
1. mendemonstrasikan
terganggu/pigmentasi
perilaku teknik mencegah
2. Ubah posisi sering di
kerusakan
tempat tidur/kursi.
Bantu latihan rentang
k gerak pasif/aktif
3. Berikan perawatan
kulit sering,
meminimalkan
dengan kelembaban
4. Periksa sepatu
kesempitan/sandal
dan ubah sesuai
kebutuhan
5. Hindari obat
intramuskular

Kolaborasi :

1. Berikan tekanan
allternatif/kasur, kulit
domba, perlindungan
sirku/tumit.

46
4. Implementasi Keperawatan
Tanggal dan Waktu Implementasi

S:

1. Klien mengatakan sesak

O:

2. TD : 160/90
3. RR : 28x/mnt
4. Terpasang dower katether ( 4jam :
100 cc)

A:

Curah jantung menurun b/d perubahan


kontraktilitas miokardia/perubahan
inotropik
P:

Mandiri :

1. Aukultasikan nadi apikal ; kaji


frekuensi, irama jantung;
(dokumentasikan disritmia bila
tersedia telemetri)
2. mencatat bunyi jantung
3. Palpasikan nadi prerifer
4. memantau TD
5. mengkaji kulit terhadap pucat dan
sianosis
6. memantau haluaran urine, catat
penurunan haluaran dan
kepekatan/konsentrasi urine

47
7. mengkaji perubahan pada sensori, cth
: letargi, bingung, disorientasi, cemas,
dan depresi.
8. memberikan istirahat semi rekumben
pada tempat tidur atau kursi. Kaji
dengan pemeriksaan fisik sesuai
indikasi.
9. memberikan istirahat psikologi
dengan lingkungan tenang ;
menjelaskan manajemen medik/
keperawatan; membantu pasien
menghindari situasi stres,
mendengar/berespons terhadap
ekspresi perasaan/takut.
10. memberikan pispot disamping tempat
tidur. Hindari aktivitas respons
valsava, contoh mengejan selama
defekasi, menahan nafas selama
perubahan posisi.
11. meninggikan kaki, hindari tekanan
pada bawah lutut. Dorong olahraga
aktif/pasif. Tingkatkan ambulasi/
aktivitas sesuai toleransi.
12. memeriksa nyeri tekan betis,
menurunnya nadi pedal,
pembengkakan, kemerahan lokal atau
pucat pada ekstremitas
13. Jangan memberi preparat digitalis dan
laporkan dokter bila perubahan nyata
terjadi pada frekuensi jantung atau
irama atau tanda toksisitas digitalis.

Kolaborasi

48
1. Berikan oksigen tambahan dengan
kanula nasal/masker sesuai indikasi.
2. Berikan obat sesuai indikasi

S:

- klien mengatakan BAK sedikit

O:

- klien terpasang douwer catheter,


Produksi urin selama 4 jam 100 cc

A:

Kelebihan volume cairan b/d Peningkatan


ADH dan terjadinya retensi urin dan H2O

P:

Mandiri :
1. memantau/ hitung keseimbangan
intake output selama 24 jam
2. memantau haluaran urin, catat jumlah
dan warna saat hari dimana diuresis
terjadi
3. mengubah posisi dengan sering,
tinggikan kaki bila duduk. Pertahankan
tetap kering dan berikan bantalan
sesuai indikasi
Kolaborasi:
4. memberikan obat sesuai indikasi.
Contoh diuretic, furosemide (Lasix),
bumutanide (Bumex)
5. mempertahankan cairan/pembatasan
natrium sesuai indikasi

49
S:

- Klien mengatakan sesak nafas

O:

- RR : 28x/mnt
- klien diberikan terapi O2 nasal kanul
dalam 3L/menit
A:

Pertukaran gas b/d perubahan membran


kapiler-alveolar
P:

Mandiri :

1. mengauskultasi bunyi nafas , catat


krekels, mengi
2. menganjurkan pasien batuk efektif,
nafas dalam
3. mendorong perubahan posisi sering
4. mempertahnkan duduk di kursi/tirah
baring dengan kepala tempat tidur
tinggi 20-30 derajat, posisi semi
fowler

Kolaborasi :

5. memantau seri GDA, nadi eksimetri


6. memberikan oksigen tambahan
sesuai indikasi
7. memberikan obat sesuai indikasi :
a. Diuretik contoh furosemid
b. Bronkodilator contoh aminofilin

50
S:

- Klien mengatakan sesak nafas


- Klien merasa lemah
- Klien mudah capai ketika pergi ke
toilet

O:

- Nadi : 87x/mnt
- Denyut nadi tidak teratur
- RR : 28x/mnt

A:

Perubahan Intoleransi aktivitas b/d


Ketidakseimbangan anatara suplay oksigen
atau kebutuhan
P:

Mandiri:

1. memeriksa tanda vital sebelum dan


segera setelah aktivitas, khususnya
bila pasien menggunakan
vasodilatol, diuretik, penyekat beta
2. mencatat respon kardiopulmunal
terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dispnea, berkeringat, pucat
3. mengkaji presipitator atau penyebab
kelemahan contoh pengobatan,
nyeri, obat
4. mengevaluasi peningkatan intoleran
aktivitas

51
5. memberikan bantuan dalam aktivitas
perawatan diri sesuai indikasi.
Selingi periode aktivitas dengan
periode istirahat.

Kolaborasi:

1. mengimplementasikan program
rehabilitasi jantung atau aktivitas

S:

- Klien mengatakan memiliki riwayat


hipertensi tak terkontrol

O:

- TD : 160/90 mmHg
- Kaki klien edema

A:

Resiko kerusakan integritas kulit b/d edema

P:

Mandiri :

1. Lihat kulit, catat penojolan tulang,


adanya edema, area sirkulasi
terganggu/pigmentasi
2. Ubah posisi sering di tempat
tidur/kursi. Bantu latihan rentang
gerak pasif/aktif
3. Berikan perawatan kulit sering,
meminimalkan dengan kelembaban

52
4. Periksa sepatu kesempitan/sandal
dan ubah sesuai kebutuhan
5. Hindari obat intramuskular

Kolaborasi :

1. Berikan tekanan allternatif/kasur,


kulit domba, perlindungan
sirku/tumit

5. Evaluasi

Tanggal dan Waktu Diagnosa Keperawatan Evaluasi

Curah jantung menurun b/d S:


perubahan kontraktilitas
- Klien mengatakan
miokardia/perubahan
masih merasa sesak
inotropik
O:

- TD : 160/90 mmHg
- RR : 28x/mnt
- Klien masih diberi
therapi O2 nasal
kanul 3L/mnt

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

Kelebihan volume cairan b/d S :


Peningkatan ADH dan
- Klien masik BAK
sedikit

53
terjadinya retensi urin dan O:
H2O
- Haluaran urin :
masih terpasang
douwer katheter
(4jam : 100 cc)

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

Pertukaran gas b/d S:


perubahan membran kapiler-
- Klien masih sesak
alveolar
- Klien lemas

O:

- RR : 28x/mnt

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan Intervensi

Perubahan Intoleransi S:
aktivitas b/d
- Klien masih lemah
Ketidakseimbangan anatara
- Klien masih capai
suplay oksigen atau
ketika bejalan ke
kebutuhan
toilet

O:

- Nadi : 87x/mnt
- Denyut nadi tidak
teratur
- RR : 28x/mnt

A : masalah belum teratasi

54
P : lanjutkan Intervensi

Resiko kerusakan Integritas S:


Kulit b/d Edema
- Klien mengatakan
memiliki riwayat
hipertensi tak
terkontrol

O:

- TD : 160/90 mmHg
- Kaki klien edema

A : masalah belum teratasi

P: lanjutkan intervensi

55
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai
oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh
struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang
mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan
/ atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik). Gagal jantung merupkan hasil dari
suatu kondisi yang menyebabkn overload volume, tekanan dan fungsi miokard,
ganguan pengisian,atau peningkatan kebutuhan metabolic. Tanda dan gejala yang dapat
muncul pada gagal jantung dapat dibedakan menjadi dua yaitu mayor dan minor. Mayor
:Paroksismal noctural dispnea, Distensia vena leher, Ronki paru, Kardiomegali, Edema
paru akut, Gallop S3, Peninggian vena jugularis, Refluks hepatojugular. Minor : Edema
ekstremitas, Batuk malam hari, Dipnea deffort, Hepatomegali, Efusi pleura, Penurunan
kapasitas vital 1/3 dari normal, Takikardi (>120/menit)
B. Saran
Mahasiswa sebagai calon perawat harus memahami dengan sungguh-sungguh terkait
masalah gangguan pernapasan terkait decompensasi cordis. Agar dapat
mengaplikasikan asuhan keperawatan mengenai masalah gangguan pernapasan terkait
decompensasi cordis di masa depan.

56
57
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran


Bandung, September 2010, Hal. 443 450
Donges, Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Gibson,Jhon. (2009). Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Jakarta :EGC

Hardhi, Amin.(2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda


Nic-Noc. Jakarta : Media Action Publishing

Suzanne C, Smeltzer.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 Vol.2.

Jakarta : EGC

58

Anda mungkin juga menyukai