net/publication/327968331
CITATIONS READS
0 5,184
3 authors, including:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Lumban Nauli Lumban Toruan on 29 September 2018.
Dewan Redaksi
ISBN: 978-979-24682-5-0
ii
Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan I, Universitas Nusa Cendana
Kupang, 12 Oktober 2013
PELARUT DAN UJI IN VITRO DAUN UBI JALAR (Ipomae batatas) SEBAGAI
ANTIBAKTERI Aeromonas hydropilla
[Y. Jasmanindar, Y. Salosso, dan T. M. Da Cunha] ....................................................................... 100
v
Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan I, Universitas Nusa Cendana
Kupang, 12 Oktober 2013
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran darah ikan lele sehat atau normal yang di
budidayakan di Kabupaten Timor Tengah Utara, sebagai tolak ukur dalam diagnosa penyakit, telah
dilaksanakan selama satu bulan yaitu dari Bulan September sampai Bulan Oktober 2012. Pengambilan
sampel dilakukan pada tiga lokasi budidaya yang berbeda yaitu Desa Taekas, Desa Aeniut, dan Desa
Bijeli. Pengamatan profil darah ikan dilakukan di Laboratorium Parasitologi Stasiun Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Kupang. Penelitian hematologi ikan lele
yang akan dilihat adalah jumlah eritrosit, leukosit, diferensial leukosit, dan hemoglobin. Metode yang
digunakan adalah metode survey lapangan dan pengamatan yang dilakukan langsung di laboratorium.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total eritrosit Ikan lele dari daerah Insana, daerah Taekas ,dan
daerah Noemuti yaitu berkisar antara 1. 282.167 - 1.653.333 sel/mm3. Nilai hemoglobinnya berkisar
antara 8 gram% -8,67 gram%. Total leukositnya berkisar antara 11.684,80- 79.901,17sel/mm3, total
limfositnya berkisar antara 87,33% - 90%, total monositnya berkisar antara 9% - 10% dan total
granulositnya berkisar antara 1,67% - 2,67%.
Kata Kunci : Hematologi, ikan lele, Kabupaten TTU
PENDAHULUAN
Ikan Lele merupakan salah satu komoditas perikanan yang paling banyak dibudidayakan oleh
masyarakat Indonesia. Data Statistik Perikanan Indonesia menunjukkan bahwa ikan lele menduduki
peringkat nomor tiga produksi budidaya ikan air tawar di Indonesia setelah ikan mas (carps) dan nila
(tilapias). Wadah produksinya adalah kolam, keramba, keramba jaring apung dan sawah. Jawa
merupakan pusat produksi ikan lele. Jawa Barat pada tahun 2000 menghasilkan 6.421 ton ikan lele dan
meningkat 23.642 ton pada tahun 2006 (Anonim, 2007). Kebutuhan atau permintaan terhadap ikan lele
tidak pernah surut, bahkan cenderung meningkat setiap tahun. Produksi yang ada saat ini belum
mampu memenuhi permintaan pasar. Tingkat konsumsi lele nasional pada tahun 2003 meningkat
18.3%, yakni dari 24.991 ton/tahun menjadi 57.740 ton/tahun.
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu daerah yang memproduksi ikan air tawar
yang salah satunya adalah ikan lele. Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) merupakan salah satu
Kabupaten di NTT yang memproduksi ikan lele. Namun dalam kegiatan budidaya, para petani
pembudidaya sering mengalami kendala. Hal ini seperti yang terjadi di lokasi budidaya ikan lele di
Desa Taekas, Desa Aeniut, dan Desa Bijeli. Kendala yang sering dihadapi yaitu terjadinya kematian
pada ikan lele secara masal pada kolam pembesaran ikan lele namun masyarakat pembudidaya pun
hanya membiarkan tanpa melakukan suatu tindakan pencegahan, hal ini akan menyebabkan terjadinya
penurunan produtivitas. Kondisi kesehatan ikan lele sulit ditentukan secara visual, karena ikan lele
seringkali tidak menunjukkan tanda-tanda yang mengindikasikan ikan tersebut terserang suatu
penyakit. Pada ikan yang terserang penyakit terjadi perubahan pada nilai hematokrit, kadar
hemoglobin, jumlah sel darah merah, dan jumlah sel darah putih (Bastiawan et al., 2001). Dengan
demikian, diperlukan metode lain untuk mengetahui kondisi kesehatan ikan lele, selain pengamatan
morfologi dan gejala klinis yang tampak dari luar. Pemeriksaan darah (hematologis) dapat digunakan
112
Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan I, Universitas Nusa Cendana
Kupang, 12 Oktober 2013
sebagai indikator tingkat keparahan suatu penyakit (Bastiawan et al., 2001). Studi hematologis
merupakan kriteria penting untuk diagnosis dan penentuan kesehatan ikan (Lestari, 2001).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu dari Bulan September sampai Bulan Oktober
2012. Pengambilan sampel dilakukan pada tiga lokasi budidaya yang berbedayaitu Desa Taekas, Desa
Aeniut, dan Desa Bijeli. Pengamatan profil darah ikan dilakukan di Laboratorium Parasitologi Stasiun
Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Kupang.
Penelitian hematologi ikan lele yang akan dilihat adalah jumlah eritrosit, leukosit, diferensial
leukosit, dan hemoglobin. Alat yang akan digunakan dalam penelitian tersebut adalah pipet (sesuai
dengan jenis sel darah), gelas objek, cover glass, mikroskop binokuler, kaca pemulas, tabung
eppendof, sentrifuse, haemocytometer, alat suntik (spuit) 1 mm, mikropipet, tangkuk, tabung salin dan
bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ikan lele, darah ikan lele, larutan giemsa,
metanol 95%, larutan turk, larutan hayem, dan aquades
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey lapangan dan pengamatan yang
dilakukan langsung di laboratorium. Metode survey yaitu dengan cara pengambilan sampel darah ikan
lele, yaitu ikan diambil di lokasi pada kolam budidaya, kemudian darah ikan yang diperoleh diamati
dan dianalisis di laboratorium.
Prosedur pelaksanaan penelitian meliputi beberapa tahap yaitu persiapan dan pelaksanaan yang
terdiri dari: pembiusan, pengambilan dan penyelidikan sampel ikan; serta pemeriksaan parameter
percobaan.
Lokasi pengambilan sampel ikan meliputi kolam budidaya di Desa Taekas Kecamatan Miomafo
Timur, Desa Bijeli Kecamatan Noemuti, dan Desa Aeniut Kecamatan Insana. Di kolam tersebut
diambil lima ekor ikan lele sebagai sampel. Selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk diadaptasikan
selama 2-3 hari.
Pembiusan yang dilakukan adalah pembiusan dengan senyawa anestesi yang alami atau dari
minyak cengkeh. Anestesi didefinisikan sebagai bahan yang menghilangkan kesadaran akibat
penggunaan bahan dari luar, dan juga mengurangi pergerakan dari ikan agar penanganannya lebih
mudah. Sampel ikan dibius dengan menggunakan minyak cengkeh agar setelah pembiusan ikan tetap
berlendir dan tidak kehilangan nafsu makan, serta yang terpenting adalah dengan ikan terbius maka
gambaran darahnya masih dalam keadaan normal sehingga sampel dapat menjadi acuan dalam uji
laboratorium.
Dosis yang digunakan dalam proses pembiusan dengan menggunakan minyak cengkeh adalah
0,5 cc/10 liter air, dengan dosis seperti itu ikan akan pingsan dalam waktu 15 menit setelah dibius dan
baru akan sadar sembilan menit kemudian. Cara pembiusan ikan yaitu dilakukan dalam ember yang
telah diberi air. Ikan ditangkap kemudian dimasukan ke dalam ember dan selanjutnya minyak cengkeh
disemprotkan dan tanda bahwa ikan telah berhasil terbius adalah ikan tidak bergerak.
Untuk pengambilan darah, ikan terlebih dahulu dibius dengan minyak cengkeh yang berdosis
0,05 ml/liter air selama lima menit. Setelah itu setiapa satu ekor ikan akan diambil darah sebanyak 3 cc
dengan jarum suntik yang telah diberi EDTA 10%. Pengambilan darah tepat di bawah tulang ekor atau
caudal vein. Darah yang berada dalam jarum suntik dimasukan kedalam tabung heparin. Selanjutnya
darah yang terisi di dalam heparin dibawa ke Laboratorium Karantina Parasitologi Stasiun Karantina
Ikan, Pusat Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan kelas 1 Kupang untuk di amati.
Pengamatan sel darah meliputi : pengamatan hemaglobin, sel darah merah dan sel darah putih.
Prosedur perhitungan hemoglobin dengan metode sahli (Houston dan De Wilde 1968 dalam
Moyle dan Cech, 2004; Wedemeyer dan Yasutake, 1977; Ronaldo, 2008) adalah sebagai berikut:
1. Darah ikan disiapkan sebanyak 20 mm3 yang telah diberi Natrium Citrate 3,8% dalam pipet sahli.
2. Tambahkan larutan HCL 0,1 N sampai tepat pada angka 2 g% pada tabung sahli kemudian
dicampur dengan aquades hingga menunjukan warna yang sama dengan warna larutan sahli dan
beberapa g% ketika warna telah sama, hasil tersebut merupakan kadar hemoglobin pada ikan.
113
Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan I, Universitas Nusa Cendana
Kupang, 12 Oktober 2013
114
Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan I, Universitas Nusa Cendana
Kupang, 12 Oktober 2013
Deferensial leukosit (limfosit, monosit dan granulosit) dihitung dari 100 sel leukosit di bawah
mikroskop dengan pembesaran 1000, kemudian dihitung jumlah sel limfosit, monosit dan granulosit
dengan rumus:
1. Limfosit : x 100%
2. Monosit : x 100%
Data hematologi dalam penelitian ini berupa jumlah leukosit, eritosit, diferensial leukosit, dan
hemoglobin darah, setelah itu dibahas secara deskriptif kemudian akan disajikan dalam bentuk tebel
dan grafik.
Gambar 6. menunjukkan salah satu tempat pengambilan sampel ikan lele Dumbo (Clarias
gariepinus) di salah satu lokasi budidaya yaitu di Desa Taekas Kecamata Miomafo Timur.
Ketersediaan sumber air yang cukup merupakan salah satu tolak ukur untuk dilakukannya kegiatan
budidaya ikan.
Kolam budidaya tersebut masih secara tradisional dan sistem pengairannya masih menggunakan
pipa dan juga bambu yang digunakan untuk menyalurkan air dari mata air dan juga dari kolam satu ke
kolam yang lainnya. Daerah ini pada umunya beriklim tropis dengan curah hujan yang sangat kecil,
115
Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan I, Universitas Nusa Cendana
Kupang, 12 Oktober 2013
dimana intensitas curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Januari sampai Maret, menyebabkan musim
kemarau lebih panjang, maka sangat potensial untuk dilakukannya kegiatan budidaya. Menyadari akan
ketersediaan sumberdaya alam tersebut, maka pada tahun 2011, didirikan salah satu bidang usaha
kelompok budidaya ikan air tawar “NEKMESE”, yang membudidayakan beberapa jenis ikan air tawar
dan salah satunya adalah ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus) dengan luas lahan budidaya 1 Ha,
dengan ukuran kolam 10x15 meter2 dan kelompok ini beranggotakan 14 orang. Kegiatan budidaya ikan
air tawar ini sudah berjalan selama dua tahun.
Kolam budidaya di Desa Aeniut Kecamatan Insana masih secara tradisional dan sangat strategis
karena kolam atau lokasi budidaya berada di jalur sumber air, sehingga ketersediaan air sangat
menunjang untuk dilakukannya kegiatan budidaya tersebut. Kegiatan budidaya ini sudah berjalan dari
tahun 2010. Pada lokasi budidaya tersebut terdapat tiga kelompok tani pembudidaya ikan air tawar
yang masing-masingnya beranggotakan 10 orang dengan berbagai jenis ikan air tawar yang salah
satunya adalah ikan lele dumbo, dengan luas lahan budidaya 2 Ha. Ukuran kolam budidaya 10x15
meter2.
Lokasi tempat budidaya di Desa Bijeli Kecamatan Noemuti sangat strategis karena pada lokasi
tersebut berdekatan dengan sumber air sehingga ketersediaan air sangat menunjang untuk dilakukannya
kegiatan budidaya (Gambar 8). Kolam budidaya tersebut masih dikelola secara tradisional dimana luas
lahan budidaya pada lokasi tersebut 1 Ha. Pada lokasi tersebut dibudidaya berbagai macam jenis ikan
air tawar dan salah satu ikan air tawar tersebut adalah ikan lele dumbo. Kelompok tani pembudiya ikan
116
Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan I, Universitas Nusa Cendana
Kupang, 12 Oktober 2013
air tawar ini berangotakan 15 orang dengan ukuran kolam berkisar antara 7x10 meter2. Kelompok tani
pembudidaya ikan air tawar ini sudah berjalan sekitar dua tahun yaitu dari tahun 2010 hingga saat ini.
Pada lokasi budidaya ikan lele di Desa Taekas, Desa Bijeli, dan juga Desa Aeniut yang menurut
informasi dari masyarakat pembudidaya itu sendiri dan juga pengamatan langsung bahwa terjadinya
kematian ikan lele secara masal yang tentunya meresahkan pembudidaya bahkan menggagalkan
kegiatan budidaya tersebut, maka perlu diadakannya suatu diagnosa penyakit lebih awal sehingga dapat
digunakan sebagai acuan atau bahan informasi penting bagi petani ikan lele pada lokasi tersebut.
Gambar 9. Ikan lele sehat yang diambil pada tiga lokasi budidaya.
Kepala bagian atas dan bawah tertutup oleh pelat tulang. Mulut berada diujung moncng
(terminal), dengan dihiasi 4 pasang sungut. Lubang hidung yang depan merupakan tabung pendek
berada dibelakang bibir atas, lubang hidung sebelah belakang merupakan celah yang kurang lebih
bundar berada di belakang sungut nasal. Mata berbentuk kecil dengan tepi orbital yang bebas. Sirip
ekor membulat, tidak bergabung dengan sirip punggung maupun sirip anal. Sirip perut berbentuk
membulat dan panjangnya mencapai sirip anal. Sirip dada dilengkapi sepasang duri tajam / patil yang
memiliki panjang maksimum mencapai 400 mm. Patil ini beracun terutama pada ikan ikan remaja,
sedangkan padaikan yang tua sudah agak berkurang racunya (Lukito, 2002).
Nilai Eritrosit
Eritrosit (sel darah merah) merupakan sel yang paling banyak jumlahnya. Inti sel eritrosit terletak
sentral dengan sitoplasma dan akan terlihat jernih kebiruan dengan pewarnaan Giemsa (Chinabut
1991). Total eritrosit yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10. Hasil
penelitian menunjukkan total nilai eritrosit untuk lokasi Insana, Taekas, dan Noemuti berkisar antara 1.
282.167 - 1.653.333 sel/mm3 (Gambar 10). Total nilai ini masih sesuai untuk kisaran eritrosit ikan lele
sehat dan hasil penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan penelitian terdahulu oleh Lukistyowati et
al., (2007), yang menjelaskan bahwa total eritrosit untuk ikan berkisar antara 1.000.000 – 3.000.000
sel/mm3. (Robert, 1978 dalam Mulyani, 2006) mengatakan bahwa pada ikan teleost, jumlah normal
eritrosit adalah 1,05×106 – 3,0×106 sel/mm3. Seperti halnya pada hematokrit, kadar eritrosit yang
rendah menunjukkan terjadinya anemia. Sedangkan kadar tinggi menandakan bahwa ikan dalam
keadaan tertekan (Wedemeyer dan Yasutake, 1977). Selain itu, rendahnya total eritrosit akan
117
Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan I, Universitas Nusa Cendana
Kupang, 12 Oktober 2013
menyebabkan ikan tidak mampu mengambil oksigen dalam jumlah banyak walaupun ketersediaan
oksigen di perairan mencukupi. Akibatnya ikan akan mengalami anoxia (kekurangan oksigen) (Fujaya,
2003). Eritrosit diproduksi di organ limpa dan ginjal. Anemia berdampak pada terhambatnya
pertumbuhan ikan, karena rendahnya jumlah eritrosit mengakibatkan suplai makanan ke sel, jaringan
dan organakan berkurang sehingga proses metabolisme ikan akan terhambat. Menurut Bastiawan et al.,
(2001), apabila ikan terkena penyakit atau nafsu makannya menurun, maka nilai hematokrit darahnya
menjadi tidak normal, jika nilai hematokrit rendah maka jumlah eritrositpun rendah.
Nilai Leukosit
Leukosit (sel darah putih) mempunyai bentuk yang lonjong atau bulat, tidak berwarna, dan
jumlahnya tiap mm3 darah ikan berkisar antara 20.000-150.000 butir, serta merupakan unit yang aktif
dari sistem pertahanan (imun) tubuh, Leukosit diproduksi di organ timus dan ginjal. Leukosit terdiri
dari dua macam sel yaitu sel granulosit (terdiri dari netrofil, eusinofil, dan basofil dan sel agranulosit)
(Purwanto, 2006). Total leukosit yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 11.
Dari hasil penelitian diperoleh kisaran leukosit untuk daerah Taekas, daerah Insana dan daerah
Noemuti berkisar antara 11.684,80- 79.901,17sel/mm3, (Gambar 11). Dari hasil yang diperoleh untuk
tiga lokasi penelitian ini masih sesuai dengan kisaran untuk darah ikan lele sehat atau normal. Hasil
penelitian ini tidak jauh berberda dengan penelitian terdahulu dari Chinabut et al. (2000) yang
menyatakan bahwa untuk ikan dewasa yang sehat total leukosit yang terdapat pada tubuh ikan berkisar
antara 20.000-150.000 sel/mm3. Total nilai optimum sel darah putih pada ikan menentukan status
kesehatan ikan tersebut hal ini sesuai dengan pernyataan dari Dellman dan Brown (1989) yang
menyatakan bahwa jumlah leukosit yang menyimpang dari keadaan normal mempunyai arti klinis
penting untuk evaluasi proses penyakit. Meningkatnya jumlah leukosit dapat dijadikan petunjuk
adanya fase pertama infeksi, stress maupun leukemia. Apabila ikan terinfeksi, maka sel-sel leukosit
akan ditranspor secara khusus ke daerah yang terinfeksi.
118
Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan I, Universitas Nusa Cendana
Kupang, 12 Oktober 2013
Nilai Hemoglobin
Hemoglobin adalah suatu protein molekul besar yang terdiri dari sub unit molekul kecil (Saloso,
2010). Hemaglobin berfungsi mengikat oksigen yang kemudian akan digunakan untuk proses
katabolisme sehingga dihasilkan energi (Lagler et al., 1997 dalam Bastiawan et al., 2001), Satu gram
hemoglobin dapat mengikat sekitar 1,34 ml oksigen. Total hemoglobin yang ditemukan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 12.
Hasil penelitian menunjukkan total nilai hemoglobin untuk daerah Insana, Taekas, dan Noemuti
berkisar antara 8 - 8,67 gr% (Gambar 12). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keadaan
ikan di ketiga lokasi budidaya dengan kadar hemoglobinnya masih berada dikisaran hemoglobin ikan
lele sehat. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitin terdahulu dari Angka et al, (1985) yang
mengatakan bahwa konsentrasi hemoglobin ikan lele (Clarias spp) normal berkisar antara 10,3 - 13,5
gr%. Kadar normal hemoglobin ikan adalah berkisar 12-14 Hb/100ml (Wells, 2005 dalam Kuswardani,
2006). Apabila nilai hemoglobin rendah maka disebabkan karena rendahnya kandungan protein pakan,
defisiensi vitamin atau ikan mendapat infeksi. Wedemeyer dan Yasutake, (1977) juga menyatakan
bahwa, penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan hemaglobin dalam darah ikan disebabkan
ikan stres yang bersifat akut dan dapat juga mengindifikasikan adanya hemodulasi atau
hemokonsentrasi. Penurunan nilai hemoglobin menunjukan terjadinya abnormalitas pada kesehatan
ikan. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan dari Bastiawan et al. (2001) yang menulis bahwa
rendahnya kadar Hb menyebabkan laju metabolisme menurun dan energi yang dihasilkan menjadi
119
Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan I, Universitas Nusa Cendana
Kupang, 12 Oktober 2013
rendah. Sedangkan kadar tinggi menunjukkan bahwa ikan sedang berada dalam kondisi stress. Hal ini
membuat ikan menjadi lemah dan tidak memiliki nafsu makan serta terlihat diam di dasar atau
menggantung di bawah permukaan air.
Pada ikan yang hidup di daerah tersebut, oksigen diedarkan ke seluruh tubuh oleh plasma darah
(Irianto, 2005). Sehingga peran hemoglobin diperlukan untuk mengangkut oksigen. Siakpere, (2005)
dalam Marthen, (2005) mengatakan bahwa secara fisiologis, Hb menentukan tingkat ketahanan tubuh
ikan dikarenakan hubungannya yang sangat erat dengan daya ikat oksigen oleh darah. Kemampuan
mengikat oksigen dalam darah tergantung pada jumlah hemoglobin yang terdapat dalam sel darah
merah
Nilai Limfosit
Total jumlah limfosit padaikan lele yang diperoleh dalam penelitian ini terdapat pada Gambar
13.
Sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh, total nilai limfosit untuk daerah Insana, Taekas,
dan Noemuti berkisar antara 87,33 - 90 gr% (Gambar 13). Kadar limfosit pada ketiga lokasi di atas
berada pada kisaran nilai normal pada ikan lele sehat. Hasill ini tidak jauh berbeda dengan penelitian
Blaxhall dan Daisley (1973) yang menyatakan bahwa total limfosit pada ikan normal adalah 71,12-
82,88%. Moyle dan Chech, (1988) juga mengatakan bahwa ukuran rata – rata limfosit berkisar antara
4,5 - 12 µm. Keadaan lingkuan suatau kolam dapat mempengaruhi perubahan limfosit pada organisme
dan tingginya nilai limfosit diduga karena keadaan lingkungan yang berubah dari biasanya dan juga
ikan terinfeksi bakteri sehingga reaksi kadar limfosit yang tinggi untuk mempertahankan tubuh, hal ini
sesuai dengan pernyataan Dellman dan Brown (1992) yang mengatakan bahwa limfosit peranannya
mampu menerobos jaringan atau organ tubuh yang lunak untuk pertahanan tubuh.
Nilai Monosit
Menurut Bastiawan et al, (2001) monosit berfungsi sebagai fagosit terhadap benda-benda asing
yang berperan sebagai agen penyakit. Total monosit ikan lele yang ditemukan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 14. Hasil penelitian yang diperoleh, nilai monosit untuk daerah Taekas,
Insana, dan Noemuti berkisar antarra 9 % - 10 % (Gambar 14). Dari ketiga lokasi ini masih berada
pada kisaran normal untuk ikan lele sehat. Hasil ini diperkuat dengan penelitian terdahulu oleh
Lukistyowati et al, (2007), yang menjelaskan bahwa jumlah monosit yang ditemui pada ikan sehat
berkisar 1- 21 %. Monosit adalah leukosit terbesar berdiameter 15-20 mikro meter dan berjumlah
sekitar 3-9 % dari seluruh sel darah putih (Delmann dan Brown, 1989). Irianto, (2005) menyatakan
120
Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan I, Universitas Nusa Cendana
Kupang, 12 Oktober 2013
bahwa monosit atau makrofag pada ikan teleostei berperan dalam pertahanan seluler, dimana
perlekatan dan penularan antigen diperantarai oleh beragam reseptor permukaan membran, termasuk
lipopolisakarida yang merupakan komponen karbohidrat penyusun dinding sel bakteri Gram-negatif.
Nilai Granulosit
Total granulosit ikan lele yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 15.
Dari hasil penelitian diperoleh kisaran nilai granulosit untuk daerah Taekas, daerah Insana dan daerah
Noaemuti berkisar antara 1,67 - 2,67 % (Gambar 15). Granulosit pada tiga lokasi budidaya tersebut
masih beradapada kisaran normal untuk ikan lele sehat. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pernyataan
Klontz (1994) yang menyatakan bahwa kisaran granulosit normal berkisar 6-8%. Rendahnya nilai
granulosit dapat terjadi karena jumlah granulosit pada ikan-ikan ini sangat rendah, sehingga pada
waktu dilakukan penghitungan saat melakukan pengamatan Granulosit tidak terdeteksi. Rendahnya
jumlah Granulosit ini menunjukkan bahwa ikan tidak terinfeksi bakteri. Pada ikan lele, mas, dan nila,
leukosit jenis eosinofil dan basofil jarang ditemukan, kecuali bila ada reaksi kekebalan dengan
perantaraan sel (Nabib dan Pasaribu, 1989).
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian profil darah ikan lele di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), maka dapat
di ambil kesimpulan sebagai berikut:
121
Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan I, Universitas Nusa Cendana
Kupang, 12 Oktober 2013
1. Total eritrosit Ikan lele dari daerah Insana, daerah Taekas ,dan daerah Noemuti yaitu berkisar
antara 1. 282.167 - 1.653.333 sel/mm3. Nilai hemoglobin Ikan lele untuk daerah Taekas, daerah
Noemuti dan daerah Insana yaitu berkisar antara 8 gram% -8,67 gram%.
2. Total leukosit Ikan lele untuk daerah Noemuti, daerah Taekas dan daerah Insana yaitu berkisar
antara 11.684,80- 79.901,17sel/mm3
3. Total limfosit Ikan lele untuk daerah Insana, Taekas dan daerah Noemuti yaitu berkisar antara
87,33% - 90%.
4. Total monosit Ikan lele untuk daerah Noemuti, daerah Taekas dan daerah Insana yaitu berkisar
antara 9% - 10%.
5. Total granulosit Ikan lele untuk daerah Noemuti, daerah Insana dan daerah Taekas yaitu berkisar
antara 1,67% - 2,67%.
SARAN
Untuk mendapatkan gambaran darah ikan lele yang baik maka perlu diperhatikan teknik
penanganan pada saat pengambilan ikan, teknik pengambilan darah dan analisis di laboratorium. Selain
itu, para petani ikan perlu memperhatikan manajemen pemeliharaan ikan (kolam pemeliharaan maupun
pakan) dengan baik, karena hal ini sangat mempengaruhi kondisi hematologi ikan. Disarankan juga
diadakan penelitian lanjutan dengan jumlah ikan dan jenis ikan yang lebih banyak agar bisa diperoleh
data mengenai kisaran nilai normal hematologi pada ikan.
DAFTAR PUSTAKA
122
Prosiding Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan I, Universitas Nusa Cendana
Kupang, 12 Oktober 2013
.Ronaldo, A.M. 2008. Gambaran Darah Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) Strain Majalaya Yang
Berasal Dari Ciampea- Bogor [Skripsi] Fakultas Kedokteran Hewan. Insitut Pertanian Bogor.
Wedemeyer G.A., W.T. Yasutake. 1977. Clinical methods for the assessment of the effect environment
stress on the fish health. Technical Papers of the US Fish and Wildlife Service. US Depart of the
Interior Fish and Wildlife Service. 89:1-17.
123