SKRIPSI
Oleh :
IMBI KUSUMASTUTI
NIM 061611535024
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
Oleh :
IMBI KUSUMASTUTI
061611535024
Menyetujui
Komisi pembimbing,
ii
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
iii
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
iv
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
v
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RINGKASAN
Kecamatan Turen Kabupaten Malang dengan metode Rose Bengal Test (RBT)
dan Complement Fixation Test (CFT) telah dilakukan selama bulan November –
Desember 2019 dengan prosedur sesuai pedoman OIE tahun 2018 pada uji RBT
dan prosedur BBVet Denpasar pada uji CFT yang dibimbing oleh Dr. Wiwiek
Tyasningsih, drh., M.Kes. dan Ratih Novita Praja, drh., M.Si. Brucellosis
merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif genus
Brucella yang bersifat patogen pada berbagai spesies hewan dan mudah ditularkan
ke manusia atau zoonosis. Brucellosis merupakan salah satu penyakit yang masih
Indonesia.
Data BBVet Wates tahun 2018 yang meneliti Brucellosis di Provinsi DIY,
Jawa Tengah dan Jawa Timur ditemukan hasil positif 285 ekor dan terbanyak di
Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 231 ekor positif. Kabupaten Malang menjadi
Kabupaten dengan positif terbanyak yaitu sebesar 158 ekor. Positif Brucellosis
ditemukan pada beberapa Kecamatan, salah satu Kecamatan yang sampai saat ini
belum ada data mengenai pengujian terhadap Brucellosis yaitu Kecamatan Turen.
salah satunya dengan uji serologis. Metode uji serologi utama yang digunakan
vi
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
positif Brucella yaitu Kecamatan Turen. Uji dilakukan menggunakan metode RBT
sebagai screening test dan uji konfirmasi menggunakan metode CFT untuk
dukungan kepustakaan.
Besar sampel yang digunakan sebesar 78 sampel dari total 351 ekor sapi
perah betina di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang. Sampel yang telah diambil
hasil positif uji yang ditunjukkan dengan terjadinya aglutinasi. Hasil uji RBT
keberadaan antibodi dengan mengukur titer antibodi. Hasil uji CFT menunjukkan
9 sampel positif dengan ditandai adanya endapan eritrosit di dasar sumur plate uji
dan tidak terjadi hemolisis, sebaliknya jika terjadi hemolisis hasil uji negatif.
Brucellosis pada sapi perah betina di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang yang
telah diuji dengan metode RBT dan CFT sebagai diagnosis akhir Brucella yaitu
sebesar 11,5% atau sembilan sampel positif dari total 78 sampel uji. Diharapkan
vii
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Imbi Kusumastuti
ABSTRACT
viii
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga
Rose Bengal Test (RBT) dan Complement Fixation Test (CFT). Pada
Novita Praja. drh., M.Si. selaku pembimbing serta yang dengan sepenuh hati
Prof. Dr. Suwarno. drh. M.Si. selaku ketua penguji, Maya Nurwartanti
Yunita. drh,. M.Si. selaku sekertaris penguji dan dosen wali, Aditya Yudhana.
drh., M.Si. selaku anggota penguji. Terima kasih banyak atas waktu, bimbingan
seluruh staf Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang yang
ix
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Besar Veteriner Denpasar yang telah membantu dan banyak memberikan ilmu.
Orang tua tercinta, Bapak Jatmika dan Ibu Puji Astutik yang selalu
selalu diberikan kesehatan sehingga dapat mendampingi hingga nanti. Bupuh Lilis
Sulistyowati serta keluarga besar yang tidak dapat ditulis satu per satu.
Terima kasih yang mendalam untuk rekan satu penelitian sapi sukses
Estiary Wilujeng dan Agung Jati Kusuma yang telah banyak membantu baik
waktu, tenaga maupun masukan atas terselesaikannya penelitian ini. Teman dekat
Erlyn Qurota Aini, Winda Kusuma Dewi, Cahaya Cristina, Indah Puspitaningrum
dan Brillia Zulianti yang selalu menjadi pendengar dan teman bertukar pikiran.
terima kasih atas waktu kebersamaan, dukungan dan motivasi selama ini.
skripsi ini, untuk itu mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kemajuan dan
Penulis
x
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian......................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................4
1.3 Landasan Teori.......................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian...................................................................................6
1.4.1 Tujuan Umum..............................................................................6
1.4.2 Tujuan Khusus..............................................................................6
1.5 Manfaat Penelitian..................................................................................6
1.5.1 Manfaat Teoritis...........................................................................6
1.5.2 Manfaat Praktis............................................................................6
xi
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB V PEMBAHASAN.......................................................................................33
BAB VI KESIMPULAN........................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................38
xii
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
xiii
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xiv
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xv
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR SINGKATAN
BAB = Brucella Agar Base
IgG = Imunnoglobulin G
IgM = Imunnoglobulin M
O2 = Oksigen
pH = power of Hidrogen
PZ = Phisiological zouth
Spp. = Spesies
xvi
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gram negatif genus Brucella yang bersifat patogen pada berbagai spesies hewan
bersifat mudah ditularkan ke manusia atau zoonosis (BB Litvet, 2016). Menurut
2013). Penyakit Brucellosis merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi
diperkirakan mencapai Rp. 3,6 trilyun per tahun atau bernilai 1,8% dari nilai total
menginfeksi pada hewan sebagai induk semang spesifiknya, salah satunya adalah
spesies Brucella abortus pada sapi (Kartini dkk., 2017). Bakteri Brucella abortus
yang menginfeksi pada sapi memiliki predileksi pada jaringan tubuh tertentu
seperti ambing, uterus, kelenjar getah bening, testis dan kelenjar aksesori. Akibat
adanya keterkaitan dengan uterus gejala yang sering muncul adalah abortus pada
trimester terakhir kebuntingan yaitu 6-9 bulan (Parthiban et al., 2015). Abortus
terjadi akibat bakteri Brucella abortus berkembang cepat dalam uterus yang
makanan yang berasal dari induk untuk embrio atau fetusnya (Sudibyo, 1995)
1
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
2
mengalami partus atau abortus. Fetus abortus, membran plasenta, cairan plasenta,
dan mucus vagina yang dikeluarkan dari hewan terinfeksi dapat bertahan di
lingkungan dan menjadi sumber penularan (Parthiban et al., 2015). Pada manusia
penularan sering terjadi saat konsumsi daging dari hewan yang terinfeksi,
konsumsi produk susu yang tidak dipasteurisasi dan kontak langsung dengan
sekresi atau karkas hewan terinfeksi (Zhen et al., 2013). Pekerja rumah potong
hewan atau manusia memiliki perbedaan. Gejala yang menjadi karakteristik akibat
Brucella abortus pada hewan adalah adanya abortus, retensi plasenta, orchitis,
epididimitis dan tidak jarang juga terjadi artritis (OIE, 2018). Pada manusia gejala
menggigil, berkeringat, sakit pada persendian, sakit kepala, dan sakit pada seluruh
Data BBVet Wates pada tahun 2018 menyebutkan bahwa sampel sapi
yang diteliti Brucellosis dari Provinsi DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur
menunjukkan hasil positif sebanyak 285 ekor sapi. Hasil positif terbanyak
ditemukan di Provinsi Jawa Timur yaitu 231 ekor. Provinsi Jawa Timur pada
tahun 2018 memiliki populasi sapi perah terbanyak di Indonesia dengan total
283.311 ekor (Ditjen PKH, 2018). Salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki
populasi sapi perah terbesar dan menjadi kawasan potensial unggulan adalah
Kabupaten Malang, dengan total populasi 85.529 ekor (Disnak dan Keswan Kab.
Malang, 2019).
penyakit Brucellosis pertama kali di Jawa Timur, yang terjadi di KUD SAE Pujon
dan menginfeksi 6 ekor sapi perah (Disnak Jatim, 2008). Tahun 2018 pada bulan
Brucellosis pada 6 ekor sapi, sedangkan di Kecamatan Pakis pada bulan Juli
sebanyak 34 ekor sapi dan November sebanyak 112 ekor sapi (BBVet Wates,
Kabupaten Malang yang menjadi sentra peternakan sapi perah yang mulai
berkembang dan berpotensi dengan populasi mencapai 413 ekor yang meliputi
jantan 62 ekor dan betina 351 ekor (Disnak dan Keswan Kab. Malang, 2019).
apakah terjadi penyebaran pada daerah yang belum pernah dilaporkan positif
antibodi Brucella abortus menggunakan metode Rose Bengal Test (RBT). Metode
RBT merupakan test screening cepat dan mudah yang direkomendasikan untuk
mendeteksi sebagian besar hewan yang terinfeksi Brucella. Uji positif RBT perlu
dilakukan uji konfirmasi lebih spesifik untuk menentukan diagnosis akhir yang
akan dibuat. Uji konfirmasi dilakukan dengan metode Complement Fixation Test
laboratorium yang tinggi yaitu dengan biosecurity level (BSL) 3, tenaga terampil,
waktu pelaksanaan yang lama dan melakukan tata kerja yang berbahaya. Oleh
karena itu selain isolasi dan identifikasi metode diagnosis juga dapat dilakukan
dengan uji serologi menggunakan sampel serum atau cairan tubuh hewan yang
Penggunaan satu metode uji serologi tidak dapat menjadi penentu status
epidemologis semua spesies hewan. Setiap metode uji memiliki keterbatasan dan
utamanya digunakan sebagai test screening pada kawanan hewan yang terinfeksi
atau untuk memastikan tidak adanya infeksi pada kawanan yang bebas Brucellosis
(OIE, 2018). Karena uji serologi tidak ada yang 100% akurat, umumnya diagnosis
berasal dari hasil dua test atau lebih. Pengujian awal biasanya dilakukan dengan
test screening dan apabila ditemukan reaksi positif dilanjut test konfirmasi. Test
screening lebih mudah dan cepat dilakukan, memiliki tingkat sensitifitas yang
tinggi tetapi tingkat spesifisitasnya masih rendah. Oleh sebab itu apabila hasil uji
positif pada test screening perlu dilanjutkan test konfirmasi (Poester et al., 2010).
Metode uji serologi utama yang digunakan pada deteksi Brucellosis di Indonesia
test screening untuk mengetahui adanya antibodi Brucella. Prinsip uji metode ini
adalah dengan mereaksikan antara serum sampel dengan antigen RBT yang akan
diamati reaksinya untuk menentukan hasil uji positif atau negatif (OIE, 2018).
Hasil uji positif akan ditunjukkan dengan adanya gumpalan atau aglutinasi,
sedangkan apabila tidak ditemukan pengumpalan atau aglutinasi yang pasti maka
digunakan karena memiliki tingkat spesifisitas yang tinggi (OIE, 2018). Prinsip
dasar uji ini adalah mereaksikan antigen Brucella, antibodi serum sampel dan
komplemen. Hasil uji akan dilihat setelah penambahan indikator eritrosit domba
kompleks antigen dan antibodi maka pada penambahan eritrosit domba dan
2010). Interpretasi hasil uji CFT didasarkan pada hasil pengenceran tertinggi
sumur plate uji yang masih menunjukkan hasil positif dan dibandingkan dengan
Tujuan khusus penelitian ini adalah memahami dan melakukan langkah uji
serologi dengan metode RBT sebagai screening test dan CFT sebagai test
konfirmasi sehingga dapat mengetahui hasil uji positif dan negatif untuk
menyimpulkan diagnosis akhir atau besar persentase infeksi Brucellosis pada sapi
Malang dan dinas terkait agar dapat melakukan tindakan lebih lanjut mengenai
2.1 Brucellosis
yang menular dari hewan ke manusia secara langsung maupun melalui konsumsi
produk asal hewan (Kusumawati dkk, 2018). Brucellosis sering dikenal sebagai
Undulant Fever, Mediterranean Fever atau Malta Fever yang pada dasarnya
accidental (Corbel, 2006). Bakteri genus Brucella memiliki beberapa spesies yang
neomatae (rodensia), Brucella ovis (domba), dan Brucella suis (babi) (Kartini
dkk, 2017).
Kingdom : Bacteria
Fylum : Proteobacteria
Class : Alphaproteobacteria
Ordo : Rhizobiales
Famili : Brucellaceae
Genus : Brucella
Spesies : Brucella spp.
permukaan convex dan seperti tetesan madu (Gambar 2.1). Pewarnaan Gram
7
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
8
bersifat intraseluler, non motile, non sporulasi, non toxigenic dan non fermentatif
(Golshani and Buozari, 2017). Bakteri Brucella spp. memiliki ukuran 0,5-0,7 x
0,6-1,5 mikron (Banai and Corbel, 2010). Gambar hasil streak bakteri Brucella
Gambar 2.1 Streak koloni bakteri Brucella spp. pada media Brucella agar base
(BAB) (Ratnasari et al., 2014).
uji sitrat negatif (Handayani dkk., 2018). Uji katalase positif ditandai dengan
gelembung udara sebagai reaksi pemecahan H2O2 oleh enzim katalase menjadi
H2O dan O2, sedangkan uji sitrat menunjukkan hasil negatif ditandai dengan tidak
ada perubahan warna pada media. Uji biokimia lain seperti urease, SIM dan uji
TSIA juga dapat dilakukan untuk peneguhan diagnosis. Uji urease menunjukkan
hasil positif ditandai dengan perubahan warna media dari kuning menjadi
kemerahan. Pada SIM uji indol menunjukkan hasil negatif ditandai dengan tidak
terbentuknya cincin berwarna merah muda pada ujung tabung. Pada media TSIA
menunjukkan hasil butt dan slant bersifat alkali ditandai dengan warna merah
pada bagian atas dan bawah media serta tidak membentuk gas (Praja dkk., 2017).
Kondisi lingkungan dengan kelembaban tinggi, suhu rendah, dan tidak ada sinar
matahari membuat bakteri Brucella dapat bertahan hidup selama beberapa bulan
dalam air, fetus abortus, wol, jerami, lumpur, peralatan dan pakaian. Brucella juga
mampu bertahan pada kondisi kering, terutama bila ada bahan organik dan dapat
bertahan hidup dalam debu dan tanah. Kemampuan daya tahan hidup bakteri
Brucella pada tanah kering selama 4 hari di luar suhu kamar, selama 66 hari pada
tanah yang lembab, pada tanah yang becek 151-185 hari dan 180 hari pada fetus
(Sudibyo, 1995). Laporan surveilans sejak tahun 2000 menunjukkan hasil bahwa
Provinsi Indonesia berkisar antara 1% hingga 40% kecuali di Pulau Bali dan
Lombok yang telah dinyatakan bebas sejak tahun 2002 (Putra, 2013).
Tenggara Timur, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan masih memiliki prevalensi
yang cukup tinggi >2 % (Samkhan, 2014). Provinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara
Gambar 2.2 Peta prevalensi Brucellosis di Indonesia pada tahun 2014 (Samkhan,
2014).
perah di Jawa Timur yang memiliki populasi mencapai 85.529 ekor. Sapi perah di
menjadi daerah basis dengan populasi terbesar (Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Kab. Malang, 2019). Pada gambar 2.3 dapat diihat peta potensi sapi perah
unggulan.
Gambar 2.3 Peta Potensi sapi perah di Jawa Timur (Disnak Jatim, 2019).
Malang terbebas dari Brucellosis yang menjadi kendala dan masalah dalam
laporan dan survey yang memberikan hasil positif Brucellosis. Kabupaten Malang
sendiri dari riwayat yang pernah dilaporkan menjadi daerah ditemukannya kasus
penyakit Brucellosis pertama kali di Jawa Timur yang terjadi di KUD SAE Pujon
dan menginfeksi 6 ekor sapi perah (Disnak Jatim, 2008). Data BBVet Wates
terbaru tahun 2018 yang melakukan survey Brucellosis di 3 Provinsi yaitu DIY,
Jawa Tengah dan Jawa Timur menunjukkan hasil positif terbanyak ditemukan di
positif Brucellosis pada 6 ekor sapi, sedangkan di Kecamatan Pakis pada bulan
Juli sebanyak 34 ekor sapi dan November sebanyak 112 ekor sapi (BBVet Wates,
2018).
permukaan mukosa sel M di usus yang telah diidentifikasi sebagai portal of entry
(Poester et al., 2013). Sumber utama infeksi Brucella pada sapi adalah cairan
kemampuan bakteri Brucella untuk menginvasi sel fagosit dan non fagosit (Neta
sel dendritik (DC) dan tropoblast. Sel tropoblast yang berada di plasenta
merupakan salah satu tempat predileksi Brucella yang menjadi target infeksi saat
sapi bunting. Hal ini terjadi karena plasenta sapi bunting memproduksi eritritol
jaringan tubuh tertentu seperti ambing, uterus, kelenjar getah bening, testis dan
kelenjar aksesori (Parthiban et al., 2015). Masa inkubasi bakteri Brucella sangat
bervariasi, utamanya dipengaruhi oleh faktor kebuntingan, dosis infeksi, usia, dan
vaksinasi pada hewan. Pada sebuah percobaan paparan infeksi bakteri Brucella
pada sapi betina bunting, menunjukkan adanya abortus pada 56 hari masa
inkubasi. Percobaan lain juga menunjukkan hasil periode inkubasi bakteri antara
Abortus akibat infeksi bakteri Brucella pada sapi sering ditemui pada
disebabkan akibat adanya produksi eritritol dalam jumlah banyak saat sapi sedang
bunting, sehingga bakteri Brucella abortus akan lebih cepat berkembang dalam
uterus sapi bunting tersebut. Akibatnya akan terjadi radang pada dinding uterus
kolostrum pada sapi yang terinfeksi ke anak sapi yang baru lahir juga dapat
menularkan infeksi (Corbel, 2006). Sapi yang dikawinkan secara tidak alami atau
melalui inseminasi buatan (ib) straw dapat menjadi faktor penyebar infeksi,
apabila semen yang digunakan berasal dari hewan yang tidak bebas Brucellosis
Pada Tabel 2.1 menunjukkan beberapa strain bakteri Brucella, hospes yang
Tabel 2.1 Cara penularan beberapa strain Brucella dan hospesnya (Noor, 2006).
Strain Hospes utama Hospes lain Cara penularan
Sapi, babi,
Domba,
B. anjing,
Kambing, Ingesti
melitensis manusia,
Kerbau
unta
Ingesti dan
B. ovis Domba -
venereal
Sapi, kuda,
B. suis Babi anjing, reinder, Venereal
caribou
berbagai sistem organ seperti hati, saluran pencernaan, sistem saraf, paru-paru,
pembuluh darah, hati, kulit, mata dan persendian (Eini et al., 2012). Penularan
(Novita dkk., 2017). Individu yang rentan terhadap infeksi Bakteri Brucella
pekerja rumah potong hewan, dokter hewan, peternak dan penyakit juga dapat
(Poester et al., 2010). Pada manusia masa inkubasi Brucellosis berkisar antara 1−2
bulan, kemudian penyakit dapat bersifat akut atau kronis (Khairiyah, 2011).
manusia memiliki perbedaan yang sangat jelas. Pada hewan penyakit ini dapat
orchitis, radang sendi dan epididymitis. Gejala klinis yang menjadi ciri khusus
adalah adanya abortus pada trimester terakhir kebuntingan 6-9 bulan (Poester et
al., 2010). Brucellosis juga menggangu pada pertumbuhan anak sapi, yang
mengakibatkan pedet mati dini, lahir lemah, atau cacat (Sudibyo, 1995). Pada
hemogari plasenta setelah terjadinya abortus (Poester et al., 2013). Pada gambar
2.4 di bawah ini dapat dilihat gambar fetus abortus serta nekrosis dan hemoragi
plasenta Brucellosis.
1) 2)
Gambar 2.4 Gambar (1) fetus abortus (Megid et al., 2010). Gambar (2) nekrosis
dan hemoragi plasenta Brucellosis (Poester et al., 2013).
ditandai dengan adanya demam undulan atau intermiten (Novita dkk, 2017).
sakit pada persendian, sakit kepala dan sakit pada seluruh tubuh (Priadi 1992 ;
Kartini dkk, 2017). Gejala klinis Brucellosis pada manusia dapat dikelompokkan
berdasarkan sifat penyakit yaitu akut dan kronis, hal ini dapat terjadi setelah
menunjukkan gejala klinis berupa demam undulan atau intermiten, sakit kepala,
depresi, kelemahan, arthralgia, myalgia dan orchitis. Gejala yang timbul pada
Brucella saat ini sudah banyak metode yang dikembangkan. Gold standart
diagnosis penyakit ini adalah dengan isolasi dan identifikasi bakteri Brucella.
Namun karena memiliki banyak alasan untuk sulit dilakukan, maka banyak
metode lain yang digunakan sebagai alternatif. Metode alternatif ini memiliki
biologi molekuler atau test serologi (Poester et al., 2010). Diagnosis Brucellosis
Brucella pada hewan pada dasarnya hampir sama dengan manusia yaitu diagnosis
secara bakteriologis, serologi dan test suplementary (Corbel, 2006). Diagnosis lain
yang dapat menjadi peneguh diagnosis yaitu menggunakan molekuler test dengan
tertinggi, kelenjar getah bening dan susu. Isi lambung, limpa, paru-paru dari fetus
abortus, swab vagina, semen dan arthitis atau cairan higroma dari hewan dewasa
juga dapat menjadi spesimen diagnosis Brucellosis. Jaringan karkas hewan yang
prescapular serta limpa. Setiap spesimen harus dikemas secara terpisah dan segera
lebih awal dengan uji Rose Bengal Test (RBT), kemudian dilanjutkan dengan uji
2019). Kedua uji tersebut merupakan uji serologi dan menjadi metode uji utama
pada deteksi Brucellosis di Indonesia (Astarina dkk., 2016). Rose Bengal Test
yang tidak membutuhkan biaya mahal, waktu yang cepat dan memiliki tingkat
sensitifitas yang tinggi. Namun uji ini masih memiliki tigkat spesifisitas yang
Rose Bengal Test (RBT) memiliki prinsip uji aglutinasi sederhana, dengan
menggunakan antigen Rose Bengal dan larutan penyangga dengan pH rendah 3,65
yang direaksikan dengan sampel serum (OIE, 2018). Kadar pH 3,65 dapat
mencegah aglutinasi dengan IgM dan hanya mengukur IgG1 (Kaltungo et al.,
2014). pH 3,65 dari antigen RBT dapat menginaktivasi sementara IgM dan
meninggalkan antibodi Brucella utuh IgG1, sehingga pada pengujian RBT hanya
mereaksikan antara titer antibodi dari IgG1 dengan antigen dari RBT yang dapat
menimbulkan reaksi aglutinasi (Klien, 1991 ; Dwi dkk., 2018). Interpretasi hasil
uji RBT dinilai dari terbentuknya aglutinasi berupa bintik pasir pada sampel
negatif (Albert et al., 2018). Hasil uji positif RBT dikategorikan menjadi 3 yaitu
positif 3 (+++) yang menandakan aglutinasi sempurna cairan jernih dan tampak
jelas. Positif 2 (++) yang menandakan aglutinasi berupa pasir halus dengan cairan
agak jernih dan batas jelas. Positif 1 (+) yang menandakan aglutinasi berupa pasir
halus cairan tidak jernih dan batas tidak jelas (OIE, 2009).
Uji Complement Fixation Test sering digunakan secara luas sebagai uji
fasilitas laboratorium yang baik dan tenaga yang terampil tetapi masih menjadi
pilihan dalam uji Brucellosis karena memiliki tingkat spesifisitas yang sangat
tinggi. Uji ini memiliki prinsip perhitungan nilai titrasi tertinggi yang masih
menunjukkan hasil positif (OIE, 2018). Uji CFT digunakan untuk mengetahui
antibodi spesifik serum sampel dengan antigen tertentu yang akan diinkubasi
bersama komplemen dan hemolitik sistem sebagai faktor pengaktif. Jika hasil
CFT positif akan menunjukkan ikatan komplemen dengan kompleks antibodi dan
antigen sehingga komplemen tidak terikat dengan kompleks hemolisin yang telah
disensitisasi dengan sel darah merah domba (hemolitik sistem) (Gambar 2.5)
(Actor, 2014).
Gambar 2.5 Skema reaksi Complement Fixation Test (CFT) (Actor, 2014).
Hasil positif CFT ditunjukkan dengan terjadinya endapan sel darah merah
domba di dasar sumur plate uji. Pada hasil uji negatif, komplemen tetap bebas
berikatan dengan kompleks hemolisin yang telah disensitisasi dengan sel darah
merah domba, sehingga menyebabkan lisisnya sel darah merah domba (Actor,
2014). Interpretasi hasil dilihat apabila terjadi 50% hemolisis pada pengenceran
serum tertinggi yaitu pada titer ¼, dan pengenceran selanjutnya yang masih
tingkat hemolisis uji CFT dikategorikan menjadi 0%, 25%, 50% dan 100%.
Hemolisis sebagian yang menunjukkan nilai 75%, 50% dan 25% tetap dianggap
sebagai reaksi positif (Adone and Ciuchini, 2008). Hasil uji juga dapat
dalam lubang cawan berwarna merah dan tidak ada endapan eritrosit di dasar
seleksi hewan yang akan diternakkan bebas Brucellosis. Isolasi hewan selama
kurang lebih 30 hari dan dilakukan test serologi sebelum digabungkan dengan
hewan lain. Pencegahan melalui kontak dengan jenis hewan lain dalam satu
peternakan yang tidak diketahui status infeksi Brucellosis. Uji laboratorium jika
seperti RBT perlu dilakukan pada ternak yang akan disembelih. Penanganan pada
(Corbel, 2006).
yang digunakan pada Brucellosis di Indonesia saat ini adalah vaksin B. abortus
strain 19 (S19) dan RB51 (Handayani, 2013). Test and slaughter hewan yang
positif Brucella serta kontrol transportasi hewan ternak antar daerah untuk
dilakukan pada daerah tertular dengan (prevalensi > 2%) sedangkan teknik potong
bersyarat atau test and slaughter dilakukan pada daerah tertular rendah (prevalensi
mengacu pada pengeliminasian agen penyebab dalam suatu wilayah agar tidak
terjadi penularan pada populasi hewan atau manusia yang berada di sekitarnya
(Corbel, 2006)
menjaga kebersihan diri apabila akan atau setelah bersentuhan dengan hewan
dan tingkat edukasi Brucellosis kepada masyarakat merupakan hal yang penting
metode Rose Bengal Test (RBT) dan uji konfirmasi yang lebih spesifik dengan
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berupa serum darah sapi
Malang. Besar sampel yang akan digunakan dihitung menggunakan rumus dari
Slovin dan sampel akan di ambil secara random/acak sederhana pada populasi
sapi perah betina di Kecamatan Turen dengan total populasi 351 ekor. Data
besar sampel dengan rumus dari Slovin (Sujarweni dan Endrayanto, 2012)
dibawah ini :
n= N
1 + N (e)2
Keterangan:
21
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
22
N = Ukuran populasi
n= 351
1 + 351 (0,1)2
n = 351
4,51
n = 77,8 / 78
Jadi total sampel yang digunakan adalah 78 sampel serum darah sapi perah
1. Serum darah sampel dalam penelitian ini berasal dari sapi perah betina di
uji screening test menggunakan metode Rose Bengal Test (RBT) (Kartini
dkk, 2017)
3. Prinsip uji RBT adalah mereaksikan antibodi dalam serum darah dengan
dengan metode Rose Bengal Test (RBT) sebagai screening test adanya antibodi
Brucella abortus pada sampel darah sapi perah betina dilakukan di UPTD Pusat
Kesehatan Hewan Turen (Puskeswan Turen). Hasil uji RBT yang menunjukkan
Test (CFT) yang dilakukan di Balai Besar Veteriner Denpasar. Penelitian ini
Alat yang digunakan untuk uji metode Rose Bengal Test (RBT) adalah
jarum venoject 21 G, disposable syringe 1 ml, Rose Bengal Test Plate, mikropipet,
yellow tip, mikrotube, kertas label, board marker, cool box, ice gell. Uji
Bahan yang digunakan pada uji Rose Bengal Test (RBT) adalah sampel
serum darah sapi perah betina, kapas, alkohol, antigen RBT (PUSVETMA)
Complement Fixation Test (CFT) membutuhkan serum positif hasil uji RBT,
serum kontrol positif dan kontrol negatif, CFT buffer, antigen (Ag), komplemen,
sampel serum darah sapi perah betina yang diambil dari peternakan di Kecamatan
Turen, Kabupaten Malang. Sampel darah diambil dari vena coccygealis dengan
vakutainer non EDTA 5 ml. Apabila serum darah sudah keluar langsung dapat
diambil untuk dilakukan uji Rose Bengal Test (RBT). Pengoleksian serum sampel
dapat dilakukan dengan pendiaman selama satu malam pada suhu ruang agar
terjadi proses koagulasi atau pembekuan darah. Pada hari berikutnya serum di
koleksi dari bekuan darah untuk dipindahkan pada mikrotube dan disimpan dalam
Prinsip langkah uji Rose Bengal Test adalah dengan mereaksikan antara
sampel serum, dengan antigen RBT yang berasal dari antigen Brucella yang
memiliki koloni smooth diwarnai dengan Rose Bengal dilarutkan dalam larutan
menggunakan mikropipet dan letakkan pada Rose Bengal Plate. Kocok terlebih
dahulu botol antigen RBT sebelum digunakan, lalu ambil 25 μl dan letakkan pada
mengoyangkan Rose Bengal Plate selama 4 menit, kemudian baca hasil test
Hasil uji positif RBT dikategorikan menjadi 3 yaitu positif 3 (+++) yang
menandakan aglutinasi sempurna cairan jernih dan tampak jelas. Positif 2 (++)
yang menandakan aglutinasi berupa pasir halus dengan cairan agak jernih dan
batas jelas. Positif 1 (+) yang menandakan aglutinasi berupa pasir halus cairan
tidak jernih dan batas tidak jelas (OIE, 2009). Hasil uji yang menunjukkan positif
1 (+), 2 (++) maupun 3 (+++) akan dilanjut uji konfirmasi menggunakan metode
Complement Fixation Test (CFT). Kategori positif uji RBT dapat dilihat pada
gambar 3.1
1. 2. 3. 4.
Gambar 3.1 Contoh kategori hasil uji Rose Bengal Test (RBT). (1) hasil negatif
(2) hasil positif (+), (3) hasil positif (++) dan (4) hasil positif (+++)
(Corbel, 2006).
Prinsip uji Complement Fixation Test (CFT) adalah dengan melihat reaksi
ikatan komplemen (Corbel, 2006). Uji CFT sendiri menjadi test konfirmasi
yang tinggi (OIE, 2018). Sebelum pelaksanaan uji CFT terlebih dahulu dilakukan
Sistem dan titrasi Komplemen. Titrasi hemolisin dan titrasi komplemen dilakukan
untuk mengetahui titer dari kedua bahan tersebut. Selain itu juga dilakukan uji
antigen atau antibodi yang nanti dapat mempengaruhi hasil CFT (Ernawati dkk.,
2017). Uji CFT dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode tabung atau
metode mikro. Pada penelitian ini uji CFT dilakukan dengan metode mikro
(Gambar 3.2).
Kontrol Kontrol Sampel
positif negatif serum
Anti Complement
1/4
1/8
1/16
Titer
1/32
antibodi
1/64
1/128
Gambar 3.2 Contoh uji CFT menggunakan metode mikro (Handayani, 2013)
Uji CFT dilakukan dengan dua tahap, pertama antigen Brucella dan
tersebut, sehingga pada reaksi selanjutnya (tahap kedua) komplemen tidak dapat
mengikat indikator sel darah domba yang telah direaksikan dengan hemolisin
(hemolitik sistem). Jika seluruh komplemen telah terikat pada tahap pertama maka
tidak akan terjadi hemolisis. Hal ini menunjukkan bahwa serum mengandung atau
positif antibodi Brucella. Sebaliknya jika terjadi hemolisis berarti serum tersebut
tidaknya antibodi Brucella pada sapi perah betina di Kecamatan Turen, Kabupaten
Malang dengan metode Rose Bengal Test (RBT) dan uji konfirmasi yang lebih
yang disajikan berupa hasil uji positif dan negatif dari sampel yang di teliti.
Informasi data juga di dukung dengan kuisoner berisi keterangan desa serta
identitas sapi (asal sapi, kode sapi, umur, riwayat penyakit, riwayat vaksinasi)
menghitung jumlah positif hasil akhir uji RBT dan CFT dari total sampel yang
diteliti kemudian dikalikan 100%. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk
kolom bagan, tabel dan grafik lingkaran yang menunjukkan jumlah dan persentase
Hasil uji Brucellosis pada 78 sampel serum darah sapi perah betina di
Bengal Test (RBT) sebagai screening test dan dikonfirmasi menggunakan metode
15
10
3 4
5 2 1 2 1 2 2 1 2 1
1 1 1 1 1 1
0
29
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
30
sampel yang ditandai dengan terjadinya aglutinasi. Hasil positif uji RBT
positif pada 9 sampel yang dicirikan dengan tidak terjadinya hemolisis atau terjadi
hemolisis tidak sempurna dengan adanya endapan eritrosit di dasar sumur (Kartini
dkk., 2017). Hasil uji konfirmasi dengan metode CFT ini menjadi penentu
sapi perah betina di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang yaitu sebesar 11,5%.
Hasil uji RBT positif ditemukan di desa Kemulan sebanyak tiga sampel
kode nomor 40, 41 dan 43. Desa Sawahan lima sampel positif kode nomor 2, 4,
15, 18 dan 19 serta Desa Tanggung dua sampel positif kode nomor 24 dan 35.
Pada gambar 4.2 dapat dilihat hasil positif dan negatif uji RBT.
14
12
10
8
5
6 4
3 3
4 2 2 2 2 2
1
2 0 0 0 0 0 0 0
0
Kemul Sawah Undaa Gedok Gedok Tangg Jeru Tump Sanan Paged
an an n Kulon Wetan ung ukrent Rejo angan
eng
Negatif 16 16 2 3 2 20 1 4 2 2
Positif 3 5 0 0 0 2 0 0 0 0
Gambar 4.2 Hasil positif dan negatif uji RBT pada sapi perah betina di
Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.
Penetapan hasil positif Brucella didasarkan pada hasil uji sampel yang
menunjukkan terjadinya aglutinasi yang jelas (OIE, 2018). Hasil sampel positif
pada penelitian ini menunjukkan 7 sampel positif 3 (+++) yang ditandai dengan
adanya aglutinasi sempurna cairan jernih dan tampak jelas, dan 3 sampel positif 2
(++) yang ditunjukkan dengan adanya aglutinasi berupa pasir halus dengan cairan
Hasil positif uji RBT kemudian dilakukan uji lanjutan berupa uji
Denpasar). Hasil uji CFT menunjukkan hasil satu sampel negatif yaitu kode
sampel nomor 35 dan sembilan sampel lainnya kode sampel nomor 2, 4, 15, 18,
19, 24, 40, 41 dan 43 positif. Pada gambar 4.3 dapat dilihat hasil uji CFT.
Sampel serum
Anti complement
1/4
1/8
1/16
1/32
1/64
1/128
Titer
antibodi
Kontrol
Negatif dan Positif
2 4 15 18 19 24 35 40 41 43 -
Gambar 4.3 Hasil uji CFT pada sapi perah betina di Kecamatan Turen,
Kabupaten Malang.
Hasil titrasi CFT dibaca mulai dari lubang baris ketiga atau titer ¼ hingga
atau reaksi negatif. Pada sampel uji negatif kode sampel nomor 35 tidak
menunjukkan hasil titer sedangkan pada sampel uji positif kode sampel nomor 2,
4, 15, 18, 24, 40 dan 41 menunjukkan titer 1/128, kode sampel nomor 19
menunjukkan titer 1/32 dan kode sampel nomor 43 menunjukkan titer 1/64.
screening test dan uji konfirmasi menggunakan metode CFT mendapatkan hasil
persentase Brucellosis 11,5% atau sembilan sampel positif dari total 78 sampel
yang telah diambil. Dibawah ini dapat dilihat hasil persentase Brucellosis pada
11,5%
Negatif
Positif
89,5%
Gambar 4.4 Hasil Persentase Brucellosis pada sapi perah betina di Kecamatan
Turen, Kabupaten Malang.
BAB 5 PEMBAHASAN
Uji Rose Bengal Test (RBT) dan uji Complement Fixation Test (CFT)
merupakan uji resmi yang saat ini digunakan untuk diagnosis serologis
Brucellosis (Gurbilek et al., 2016). Rose Bengal Test (RBT) merupakan pengujian
awal Brucellosis yang memiliki prinsip aglutinasi antara antigen dan antibodi
(Kartini dkk., 2017). Pada uji RBT digunakan suspensi antigen Brucella yang
memiliki koloni smooth diwarnai dengan Rose Bengal dan larutan penyangga pH
3,65. Pada pH netral, test ini dapat menggukur persentase IgM, IgG1 dan IgG2,
namun pada pH rendah 3,65 Rose Bengal Test (RBT) akan mencegah terjadinya
aglutinasi dengan IgM dan hanya mengukur IgG1 (Kaltungo et al., 2014).
bentukan pasir dan apabila tidak ditemukan aglutinasi yang jelas maka dianggap
sebagai hasil negatif (Albert et al., 2018). Uji RBT memiliki sensitifitas uji yang
tinggi (Kaltungo et al., 2014) atau merupakan uji yang dapat mendeteksi adanya
positif Brucellosis (Ghurafa dkk., 2019). Hasil positif uji RBT kemudian
dilakukan uji CFT yang merupakan test konfirmasi Brucellosis yang memiliki
tingkat spesifisitas uji tinggi (OIE, 2018). Spesifisitas merupakan kemampuan uji
untuk mendeteksi adanya negatif Brucellosis. Penggunaan uji RBT yang memiliki
sensitifitas tinggi dengan uji CFT yang memiliki spesifisitas tinggi cukup ideal
2018). Metode uji CFT ini melihat reaksi ikatan komplemen dengan antigen dan
33
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
34
antibodi yang hasilnya dapat diketahui dengan penambahan eritrosit domba dan
hemolisin (hemolitik sistem) (Poester et al., 2010). Pada uji CFT IgM akan
mengalami inaktivasi pada suhu 56-580C selama 30 menit (Kaltungo et al., 2014)
sehingga hanya IgG1 yang diukur dan membuat spesifisitas uji sangat tinggi
(Nielsen and Yu, 2010). Hasil penelitian Brucellosis pada sapi perah betina di
Kecamatan Turen dengan uji CFT menunjukkan satu sampel negatif dan sembilan
sampel positif. Menurut Kartini dkk., (2017) reaksi negatif uji CFT ditunjukkan
dengan terjadinya hemolisis dan reaksi positif dengan adanya endapan eritrosit di
dasar sumur plate uji. Hasil uji konfirmasi dengan metode CFT ini menjadi
Kabupaten Malang yaitu sebesar 11,5% atau 9 sampel positif dari 78 sampel uji.
strain 19 (S19) dan RB51 (Handayani, 2013). Pemerintah saat ini memfokuskan
pemakaian vaksin RB51, hal ini dikarenakan penggunaan vaksin B.abortus S19
dapat menimbulkan infeksi laten dan titer antibodi berkepanjangan sehingga dapat
respon serologi ini terjadi karena vaksin S19 yang merupakan strain halus
terhadap antigen pada rantai sisi O. Berbeda dengan vaksin RB51 yang
merupakan strain kasar vaksin ini tidak dapat terdeteksi dengan uji serologi
Tatum, 2010).
(Chenais et al., 2012). Antibodi IgM muncul saat awal infeksi atau antibodi yang
setelah infeksi awal berakhir yang dipicu oleh protein sitoplasma dari Brucella
yang tidak dapat difagosit oleh makrofag sehingga bakteri tetap berada di dalam
et al., 2015). Reaksi positif palsu juga dapat terjadi karena S-LPS pada bakteri
Brucella bereaksi silang dengan S-LPS bakteri lain seperti Escherichia coli 0:157
daerah, seperti di Kabupaten Sidoarjo ditemukan di RPH Krian sebesar 1,4 % atau
lima sampel positif dari total 360 sampel uji (Azizah, 2014). Pada tahun 2013 di
Desa Kerjen, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar ditemukan sapi perah yang
diduga positif Brucellosis sebesar 10% yaitu sebanyak dua sampel dari 20 sampel
uji (Abdulghoffar, 2013). Faktor risiko yang dapat menjadi penyebab terjadinya
Brucellosis pada sapi seperti kepadatan populasi, lalu lintas ternak, cara
pemeliharaan dan umur sapi (Astari, 2016). Penularan antar ternak dalam satu
Faktor yang menjadi risiko penyebaran Brucellosis pada sapi perah betina
peternakan, pengabungan ternak yang sedang bunting tua dengan ternak lainnya
serta pembelian ternak dari daerah yang pernah di laporkan dan ditemukan kasus
pernah ditemukan di KUD SAE Pujon menginfeksi 6 ekor sapi perah dan menjadi
kasus pertama kali Brucellosis di Jawa Timur (Disnak Jatim, 2008). Pada tahun
2015 pernah dilaporkan terjadinya abortus pada 3 ekor sapi di Desa Ngabab
Tindakan pemberantasan selain vaksinasi dan test and slaughter juga perlu
atau peternak sapi), peningkatan biosekuriti dan biosafety serta pelaporan kasus
keguguran pada sapi sesegera mungkin. Selain itu pembelian ternak juga perlu
BAB 6 KESIMPULAN
Malang yang diuji dengan metode Rose Bengal Test (RBT) ditemukan 10
Kabupaten Malang yang diuji menggunakan metode Rose Bengal Test (RBT)
sebagai screening test dan Complement Fixation Test (CFT) sebagai uji
konfirmasi didapatkan hasil sebesar 11,5% atau 9 sampel positif dari total 78
sampel.
6.2 Saran
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Malang dan
Kabupaten Malang.
2. Lebih lanjut juga perlu dilakukan diagnosis secara pasti agen penyebab
(PCR) dan uji isolasi identifikasi bakteri sesuai dengan Gold Standart uji
Brucellosis.
37
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
38
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet). 2016. Laporan Bulanan September
2016. Bogor.
Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates. 2018. Isi Peta Penyakit Hewan.
Yogyakarta.
Chenais, E., Bagge, E. Thisted Lambertz, S., and Artursson, K. 2012. Yersinia
enterocolitica serotype O: 9 cultured from Swedish sheep showing
serologically false-positive reactions for Brucella melitensis. Infection
ecology & epidemiology, 2(1), 19027.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang (Disnak and Keswan
Kab. Malang). 2019. Rekap Populasi Ternak Per Wilayah (Ekor).
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur (Disnak Jatim). 2008. Jawa Timur awasi
dan kendalikan penyakit Hewan. https://disnak.jatimprov.go.id/web/berita
utama/read/66/jawa-timur-awasi-dan-kendalikan-penyakit-hewan.[28 Sept
ember 2019]
Dwi, W. K., Tyasningsih, W., Praja, R. N., Hamid, I. S., Sarudji, S and Purnama,
M. T. E. 2018. Deteksi Antibodi Brucella pada Sapi Perah di Kecamatan
Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi dengan Metode Rose Bengal Test
(RBT). Jurnal Medik Veteriner, 1(3), 142-147.
Ernawati, R., Rahardjo A.P., Sianita N., Rahmahani J., Rantam F. A., Suwarno.
2017. Penuntun Praktikum Pemeriksaan Virologik Dan Serologik.
Laboratorium Virologi Dan Imunologi Departemen Mikrobiologi
Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Ficht, T. 2010. Brucella taxonomy and evolution. Future microbiology, 5(6), 859-
866.
Handayani, T., Noor, S. M. and Pasaribu, F. H. 2018. Isolasi Brucella abortus dari
cairan higroma dan susu. Arshi Veterinary Letters, 2(3), 55-56.
Kartini, D., Noor, S. M. and Pasaribu, F. H. 2017. Deteksi Brucellosis pada Babi
secara Serologi dan Molekuler di Rumah Potong Hewan Kapuk, Jakarta
dan Ciroyom, Bandung. Acta Veterinaria Indonesiana, 5(2), 66-73.
Kusumawati, A., Wijaya, S. K., Husnaa, U., Rubiyana, Y. and Santoso, A. 2018.
Mukmin, Y. 1997. Diagnosa penyakit brucellosis pada sapi dengan teknik uji
pengikatan komplemen. Bogor. Balai Penelitian Veteriner. Lokakarya
Fungsional Non Peneliti. 198-202.
Neta, A. V. C., Mol, J. P., Xavier, M. N., Paixão, T. A., Lage, A. P. and Santos, R.
L. 2010. Pathogenesis of bovine brucellosis. The Veterinary
Journal, 184(2), 146-155.
Novita, R., Hananto, M., Sembiring, M. M., Noor, S. M., Lilian, L. and Khairirie,
K. 2017. Seroprevalensi Dan Ancaman Brucella Abortus Pada Pekerja
Panus, A., Eakkatat, M., Black, P., Indrayani, L., and Idris, S. 2018. FA-11
Seroprevalence and Risk Factors for Bovine Brucellosis in Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Province, Indonesia. Hemera Zoa. 79-81.
Parthiban, S., Malmarugan, S., Murugan, M. S., Rajeswar, J. J., and Pothiappan,
P. 2015. Review on emerging and reemerging microbial causes in bovine
abortion. Int. J. Nut. and Food Sci, 4(4-1), 1-6.
Poester, P. F., Nielsen, K., Ernesto Samartino, L., and Ling Yu, W. 2010.
Diagnosis of brucellosis. The Open Veterinary Science Journal, 4(1), 46-
60
Praja, R. N., Handijatno, D., Koesdarto, S., and Yudhana, A. 2017. Karakterisasi
Protein VirB4 Brucella abortus Isolat Lokal dengan Teknik Sodium
Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis. Jurnal Veteriner,
18(3), 416-421.
Ratnasari, R., Handijatno, D., and Rantam, F. A. 2014. Determinan Antigen Gen
omp2a Brucella abortus Isolat Lokal. Acta Veterinaria Indonesiana , 2(1),
17-25.
Zhen, Q., Lu, Y., Yuan, X., Qiu, Y., Xu, J., Li, W., and Chen, Z. 2013.
Asymptomatic brucellosis infection in humans: implications for diagnosis
and prevention. Clinical Microbiology and Infection, 19(9), E395-E397.
(Ekor/Head)
Provinsi/ Tahun
No Provinces 2014 2015 2016 2017 2018
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 90 62 58 50 54
5 Jambi 64 30 24 33 33
10 Kepulauan Riau 6 7 7 8 8
16 Banten 36 20 42 51 54
17 Bali 97 - - - -
20 Kalimantan Barat 49 43 50 64 72
21 Kalimantan Tengah - - - - -
24 Kalimantan Utara 2 1 1 2 2
25 Sulawesi Utara 88 77 64 62 47
26 Sulawesi Tengah 10 10 10 10 10
28 Sulawesi Tenggara 9 12 19 35 39
29 Gorontalo 13 7 7 6 6
30 Sulawesi Barat 32 - - - -
31 Maluku - - - - -
32 Maluku Utara - - - - -
33 Papua Barat - - - - -
34 Papua - 19 16 17 17
1. Kemulan 15 86
2. Sawahan 17 95
3. Undaan - 7
4. Tawang Rejeni - -
5. Gedok Kulon 4 13
6. Gedok Wetan 2 9
7. Talok - -
8. Sedayu - -
9. Tanggung 17 101
10. Turen - -
11. Jeru - 5
12. Kedok - -
17. Pagedangan - 7
Total 62 351
Identitas sapi
No. Alamat Asal Riwayat Status
Kode sapi Umur/th
/Desa sapi penyakit vaksin
K/K/1 3 th -
Kawin
K /K/2 3 th
berulang
Kawin
K /K/3 3 th
berulang
Kawin
K /K/4 3 th
berulang
K /K/5 3 th -
K /K 6 3 th -
K /K/7 2 th -
K /K/8 2 th -
K /K/9 3 th -
K /K/34 4 th -
1. Kemulan Pujon Vaksin
K /K/35 4 th -
RB 51
K /K/36 4 th -
K /K/37 5 th -
K /K/38 4 th -
K /K/39 4 th -
Kawin
K /K/40 4 th
berulang
Abortus
usia
K /K/41 4 th
kebuntingan
6 bulan
Kawin
K/K/42 3 th
berulang
Kawin
K/K/43 3 th
berulang
M/S/1 3 th -
Lahir umur
M /S/2 3 th
8 bulan
Kawin
M /S/3 3 th
berulang
Kawin
M /S/4 3 th
berulang
Kawin
M /S/5 4 th
berulang
M /S/6 4 th -
M /S/7 4 th -
M /S/8 2 th -
2. Sawahan Pujon Vaksin
M /S/15 3 th -
RB 51
M /S/16 3 th -
M /S/17 3 th -
M /S/18 3 th -
Lahir
M /S/19 3 th lemah, mati
usia 7 hari
Kawin
M /S/20 3 th
berulang
M /S/21 3 th -
Kawin
M /S/22 3 th
berualng
Kawin
M /S/23 3 th
berualng
Kawin
M /S/24 3 th
berualng
M /S/25 3 th -
M /S/26 3 th -
M /S/27 4 th -
3. Undaan Pujon I/U/1 4 th - Vaksin
I/U/5 4 th - RB 51
T/GK/1 5 th -
4. Gedok Pasuruan Vaksin
T/GK/2 6 th -
Kulon RB 51
Kawin
M/T/593 4 th
berulang
Kawin
M/T/594 4 th
berulang
Kawin Vaksin
8. Jeru Pujon N/J/5 4 th
berulang RB 51
N/TR/1 6 th -
N/TR/17 3 th -
Hasil uji RBT sampel serum darah sapi perah di desa Kemulan,
Kecamatan Turen ditemukan hasil positif pada kode sampel nomor 40, 41 dan 43.
Kode sampel nomor 40 dan 41 menunjukkan reaksi positif tiga dan kode sampel
nomor 43 menunjukkan reaksi positif dua. Gambar 2 dibawah ini merupakan hasil
positif pada kode sampel nomor 2, 4, 15, 18 dan 19. Pada kode sampel nomor 2,
menunjukkan reaksi positif dua. Dibawah ini pada gambar 3 dapat dilihat hasil uji
Uji RBT pada sampel yang diambil di desa Tanggung Kecamatan Turen
menunjukkan hasil positif pada kode sampel nomor 24 dan 35. Pada kode sampel
nomor 24 terjadi reaksi positif tiga dan kode sampel nomor 35 menunjukkan
I. Persiapan
hari atau 7 hari. Setelah itu di hari ke 5 (jangan lebih 7 hari) darah domba
dicuci dengan CFT buffer. Caranya darah yang ada di tabung bagian cairan
2. Titrasi hemolisin
Hemolisin yang digunakan dalam uji CFT ini yaitu 1 : 800. Langkah
titrasi :
1 : 800 (disederhanakan)
0,1 : 80
16,15 cc CFT : 0,75 cc sel atau 750 µl (dicampur dan dimasukkan ke dalam
Sel yang telah didapatkan (16,15 + 0,75 = 16,9 cc) sedangkan hemolisin
goyangkan.
5. Titrasi Komplemen
F. 1 : 40 (200 µl CFT buffer + ambil 200 µl dari D, lalu buang 200 µl)
G. 1 : 60 (200 µl CFT buffer + ambil 200 µl dari E, lalu buang 200 µl)
CFT + 25 µl sel
sampai pengenceran berapa tidak ada setel (darah berbentuk titik) atau cari
II. Pengujian
1. Masukkan serum yang akan diuji keplate, isi tiap lubang 50 µl dari lubang
10. Lubang 11 A isi dengan serum kontrol negatif dan lubang 12 B kontrol
jangan ditekan penuh agar tidak ada gelembung udara) setelah di kocok 3x
lubang H1-12.
menyamakan volume)
kancing yang menandakan hasil positif. Hasil negatif bila campuran pada
lubang plat mikrotiter terlihat warna merah muda dan homogen karena