Anda di halaman 1dari 80

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI

DETEKSI BRUCELLOSIS PADA SAPI PERAH


BETINA DI KECAMATAN TUREN KABUPATEN
MALANG DENGAN METODE ROSE BENGAL TEST
(RBT) DAN COMPLEMENT FIXATION TEST (CFT)

Oleh :
IMBI KUSUMASTUTI
NIM 061611535024

PRODI KEDOKTERAN HEWAN KAMPUS BANYUWANGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
BANYUWANGI
2020

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DETEKSI BRUCELLOSIS PADA SAPI PERAH BETINA


DI KECAMATAN TUREN KABUPATEN MALANG
DENGAN METODE ROSE BENGAL TEST (RBT)
DAN COMPLEMENT FIXATION TEST (CFT)

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga

Oleh :
IMBI KUSUMASTUTI
061611535024

Menyetujui

Komisi pembimbing,

(Dr. Wiwiek Tyasningsih, drh.,M.Kes) (Ratih Novita Praja, drh., M.Si.)


Pembimbing Utama Pembimbing Serta

ii
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

iii
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Telah dinilai pada Seminar Hasil Penelitian


Tanggal : 14 April 2020

KOMISI PENILAI SEMINAR HASIL PENELITIAN

Ketua : Prof. Dr. Suwarno, drh., M.Si.


Sekretaris : Maya Nurwartanti Yunita, drh., M.Si.
Anggota : Aditya Yudhana, drh., M.Si.
Pembimbing Utama : Dr. Wiwiek Tyasningsih, drh., M.Kes.
Pembimbing Serta : Ratih Novita Praja, drh., M.Si.

iv
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Telah diuji pada sidang skripsi


Tanggal : 14 Mei 2020

KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Prof. Dr. Suwarno, drh., M.Si.


Anggota : Maya Nurwartanti Yunita, drh., M.Si.
Aditya Yudhana, drh., M.Si.
Dr. Wiwiek Tyasningsih, drh., M.Kes.
Ratih Novita Praja, drh., M.Si.

Surabaya, 23 Mei 2020


Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga
Dekan,

v
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

RINGKASAN

Penelitian mengenai “Deteksi Brucellosis pada Sapi Perah Betina di

Kecamatan Turen Kabupaten Malang dengan metode Rose Bengal Test (RBT)

dan Complement Fixation Test (CFT) telah dilakukan selama bulan November –

Desember 2019 dengan prosedur sesuai pedoman OIE tahun 2018 pada uji RBT

dan prosedur BBVet Denpasar pada uji CFT yang dibimbing oleh Dr. Wiwiek

Tyasningsih, drh., M.Kes. dan Ratih Novita Praja, drh., M.Si. Brucellosis

merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif genus

Brucella yang bersifat patogen pada berbagai spesies hewan dan mudah ditularkan

ke manusia atau zoonosis. Brucellosis merupakan salah satu penyakit yang masih

menjadi kendala utama dalam usaha pengembangan sektor peternakan di

Indonesia.

Data BBVet Wates tahun 2018 yang meneliti Brucellosis di Provinsi DIY,

Jawa Tengah dan Jawa Timur ditemukan hasil positif 285 ekor dan terbanyak di

Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 231 ekor positif. Kabupaten Malang menjadi

Kabupaten dengan positif terbanyak yaitu sebesar 158 ekor. Positif Brucellosis

ditemukan pada beberapa Kecamatan, salah satu Kecamatan yang sampai saat ini

belum ada data mengenai pengujian terhadap Brucellosis yaitu Kecamatan Turen.

Diagnosis klinis Brucellosis sendiri dapat dilakukan dengan beberapa metode

salah satunya dengan uji serologis. Metode uji serologi utama yang digunakan

pada deteksi Brucellosis di Indonesia adalah metode RBT dan CFT.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi Brucella pada

Kecamatan di Kabupaten Malang yang belum pernah dilaporkan ditemukan

vi
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

positif Brucella yaitu Kecamatan Turen. Uji dilakukan menggunakan metode RBT

sebagai screening test dan uji konfirmasi menggunakan metode CFT untuk

menentukan diagnosis akhir atau besar persentase infeksi Brucellosis. Rancangan

dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif yang bertujuan menjelaskan situasi yang hendak diteliti dengan

dukungan kepustakaan.

Besar sampel yang digunakan sebesar 78 sampel dari total 351 ekor sapi

perah betina di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang. Sampel yang telah diambil

kemudian dilakukan screening test menggunakan metode RBT dengan melihat

hasil positif uji yang ditunjukkan dengan terjadinya aglutinasi. Hasil uji RBT

menunjukkan 10 sampel positif dan dilanjut uji konfirmasi menggunakan metode

CFT dengan prinsip pengikatan komplemen yang digunakan untuk mengetahui

keberadaan antibodi dengan mengukur titer antibodi. Hasil uji CFT menunjukkan

9 sampel positif dengan ditandai adanya endapan eritrosit di dasar sumur plate uji

dan tidak terjadi hemolisis, sebaliknya jika terjadi hemolisis hasil uji negatif.

Kesimpulan hasil penelitian ini adalah ditemukannya antibodi Brucella

pada 10 sampel yang diuji menggunakan metode RBT. Besar persentase

Brucellosis pada sapi perah betina di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang yang

telah diuji dengan metode RBT dan CFT sebagai diagnosis akhir Brucella yaitu

sebesar 11,5% atau sembilan sampel positif dari total 78 sampel uji. Diharapkan

hasil penelitian ini dapat menjadi acuan pemberantasan dan pengendalian

Brucellosis di Kecamatan Turen Kabupaten Malang serta dapat dilakukan uji

spesifik lebih lanjut.

vii
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Detection of Brucellosis in female dairy cattle in Turen District


Malang Regency using Rose Bengal Test (RBT) and
Complement Fixation Test (CFT) methods

Imbi Kusumastuti

ABSTRACT

The purpose of this research is to detect Brucellosis in female dairy cattle


in Turen District, Malang Regency. A total of 78 samples were used in this
research taken from 351 total population of female dairy cattle that have been
calculated based on the slovin formula. The methods used in this research were
Rose Bengal Test (RBT) for the screening test and continued with Complement
Fixation Test (CFT) for the confirmation test. The results RBT of this research
clearly showed that positive results from 10 samples were confirmed as a final
diagnostic test of Brucellosis using CFT. CFT showed a positive result from 9
samples and negative in 1 sample. The percentage of Brucellosis occurrence in the
Turen District was recorded at 11.5%. Moreover, Turen District also became an
area with a high Brucellosis occurrence (>2%). This research also suggests that
prevention program such as detection and routine vaccination by the government
or local agencies is needed to control Brucellosis transmission.

Keywords : Brucellosis, Complement Fixation Test, Dairy cattle, Malang, Rose


Bengal Test.

viii
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga

peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Deteksi Brucellosis pada

Sapi Perah Betina di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang dengan Metode

Rose Bengal Test (RBT) dan Complement Fixation Test (CFT). Pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Dr. Pudji

Srianto, drh., M.Kes. atas kesempatan mengikuti pendidikan di Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Dr. Wiwiek Tyasningsih. drh., M.Kes. selaku pembimbing utama, Ratih

Novita Praja. drh., M.Si. selaku pembimbing serta yang dengan sepenuh hati

membimbing, memotivasi dan membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian

dan menyelesaikan tulisannya. Semoga beliau-beliau selalu diberikan kesehatan

dan limpahan rahmat atas kebaikannya.

Prof. Dr. Suwarno. drh. M.Si. selaku ketua penguji, Maya Nurwartanti

Yunita. drh,. M.Si. selaku sekertaris penguji dan dosen wali, Aditya Yudhana.

drh., M.Si. selaku anggota penguji. Terima kasih banyak atas waktu, bimbingan

dan masukan keilmuan untuk kebaikan penelitian ini.

Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan PSDKU Universitas

Airlangga di Banyuwangi atas wawasan keilmuan selama mengikuti pendidikan

di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Segenap peternak sapi perah di Kecamatan Turen, drh. Wahyu dan

seluruh staf Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang yang

ix
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

telah membantu memperlancar pendapatan data lapangan. Seluruh staf Balai

Besar Veteriner Denpasar yang telah membantu dan banyak memberikan ilmu.

Orang tua tercinta, Bapak Jatmika dan Ibu Puji Astutik yang selalu

senantiasa mendukung, memberikan semangat dan mendoakan penulis semoga

selalu diberikan kesehatan sehingga dapat mendampingi hingga nanti. Bupuh Lilis

Sulistyowati serta keluarga besar yang tidak dapat ditulis satu per satu.

Terima kasih yang mendalam untuk rekan satu penelitian sapi sukses

Estiary Wilujeng dan Agung Jati Kusuma yang telah banyak membantu baik

waktu, tenaga maupun masukan atas terselesaikannya penelitian ini. Teman dekat

Erlyn Qurota Aini, Winda Kusuma Dewi, Cahaya Cristina, Indah Puspitaningrum

dan Brillia Zulianti yang selalu menjadi pendengar dan teman bertukar pikiran.

Serta teman-teman Elephas angkatan 2016 FKH PSDKU UNAIR di Banyuwangi

terima kasih atas waktu kebersamaan, dukungan dan motivasi selama ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kesalahan dan kekurangan pada

skripsi ini, untuk itu mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di

masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kemajuan dan

perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran hewan.

Banyuwangi, 14 Februari 2020

Penulis

x
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN...............................................................................i


HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN................................................................................iii
HALAMAN IDENTITAS......................................................................................iv
RINGKASAN.........................................................................................................vi
ABSTRACT..........................................................................................................viii
UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................................ix
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL.................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xv
DAFTAR SINGKATAN......................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian......................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................4
1.3 Landasan Teori.......................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian...................................................................................6
1.4.1 Tujuan Umum..............................................................................6
1.4.2 Tujuan Khusus..............................................................................6
1.5 Manfaat Penelitian..................................................................................6
1.5.1 Manfaat Teoritis...........................................................................6
1.5.2 Manfaat Praktis............................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Brucellosis..............................................................................................7
2.1.1 Taksonomi Brucella spp...............................................................7
2.1.2 Morfologi Brucella spp................................................................7
2.2 Epidemologi Brucellosis di Indonesia...................................................9
2.2.1 Epidemologi Brucellosis di Kabupaten Malang ........................10
2.3 Patogenesis Brucellosis........................................................................11
2.4 Gejala Klinis Brucellosis......................................................................14
2.5 Diagnosis Brucellosis...........................................................................15
2.6 Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan...................................19

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Rancangan Penelitian...........................................................................21
3.2 Sampel dan Besar Sampel....................................................................21
3.3 Definisi Operasional Variabel..............................................................22
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian..............................................................23
3.5 Bahan dan Alat Penelitian....................................................................23
3.6 Prosedur Penelitian...............................................................................24

xi
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3.6.1 Cara Pengambilan Sampel.........................................................24


3.6.2 Metode Rose Bengal Test (RBT) ..............................................24
3.6.3 Metode Complement Fixation Test (CFT) ................................25
3.6.4 Diagram Alir Penelitian.............................................................27
3.7 Pengumpulan Data...............................................................................27
3.8 Analisa Data.........................................................................................28

BAB IV HASIL PENELITIAN.............................................................................29


4.1 Hasil uji Rose Bengan Test (RBT).......................................................30
4.2 Hasil uji Complement Fixation Test (CFT)..........................................31
4.3 Persentase Brucellosis..........................................................................32

BAB V PEMBAHASAN.......................................................................................33

BAB VI KESIMPULAN........................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................38

xii
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Cara penularan beberapa strain Brucella dan hospesnya. ............................... 13

4.1 Hasil positif Brucellosis di Kecaamatan Turen, Kabupaten Malang. ............. 29

xiii
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Hasil streak bakteri Brucella spp. .....................................................................8

2.2 Peta prevalensi Brucellosis di Indonesia pada tahun 2014..............................10

2.3 Peta Potensi sapi perah di Jawa Timur.............................................................10

2.4 Gambar (1) fetus abortus


Gambar (2) nekrosis dan hemoragi plasenta Brucellosis.................................15

2.5 Skema reaksi Complement Fixation Test (CFT) .............................................18

3.1 Contoh kategori hasil uji Rose Bengal Test (RBT)..........................................26

3.2 Contoh uji CFT menggunakan metode mikro..................................................26

4.1 Jumlah sampel yang diambil di Kecamatan Turen..........................................30

4.2 Hasil Positif dan Negatif uji RBT di Kecamatan Turen..................................31

4.3 Hasil uji Complement Fixation Test (CFT) di Kecamatan Turen...................33

4.4 Hasil Persentase Brucellosis di Kecamatan Turen...........................................34

xiv
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Data BBVet Wates kejadian Brucellosis di Provinsi DIY,


Jawa Tengah dan Jawa Timur........................................................44

2 Data Ditjen PKH populasi sapi perah tahun 2014 - 2018..............45

3 Data populasi sapi perah triwulan I tahun 2019


di Kabupaten Malang.....................................................................47

4 Data populasi sapi perah per desa di Kecamatan Turen,


Kabupaten Malang.........................................................................48

5 Data pendukung berupa kuisoner hasil pendataan


terhadap peternak dan ternak sapi perah........................................49

6 Leaflet panduan penggunaan antigen RBT....................................53

7 Hasil positif uji Rose Bengal Test (RBT).......................................54

8 Prosedur uji Complement Fixation Test (CFT)


BBVet Denpasar.............................................................................56

9 Data hasil Pengujian Complement Fixation Test (CFT)


Brucellosis, Balai Besar Veteriner Denpasar.................................60

10 Dokumentasi Kegiatan Pengambilan Sampel................................61

11 Dokumentasi Kegiatan Uji Rose Bengal Test (RBT).....................62

12 Dokumentasi Kegiatan Uji Complement Fixation Test (CFT)......63

xv
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR SINGKATAN
BAB = Brucella Agar Base

BBLitvet = Balai Besar Penelitian Veteriner

BBVet = Balai Besar Veteriner

CFT = Complemen Fixation Test

Ditjen PKH = Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan

EDTA = Etilen Diamin Tetra Asetat

H2O2 = Hidrogen Peroksida

IgG = Imunnoglobulin G

IgM = Imunnoglobulin M

OIE = Organitation International of Epizootic

O2 = Oksigen

PCR = Polymerase Chain Reaction

pH = power of Hidrogen

PHMS = Penyakit Hewan Menular Strategis

Pustvetma = Pusat Veterinaria Farma

PZ = Phisiological zouth

RBT = Rose Bengal Test

SIM = Sulfida indole motility

Spp. = Spesies

TSIA = Triple Sugar Iron agar

xvi
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Brucellosis merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri

Gram negatif genus Brucella yang bersifat patogen pada berbagai spesies hewan

bersifat mudah ditularkan ke manusia atau zoonosis (BB Litvet, 2016). Menurut

keputusan Menteri Pertanian nomor 4026/Kpts./OT.140/3/2013 penyakit

Brucellosis termasuk Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) (Kepmentan,

2013). Penyakit Brucellosis merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi

kendala utama dalam usaha pengembangan sektor peternakan di Indonesia.

Kerugian ekonomi yang diakibatkan pada ternak ruminansia besar di Indonesia

diperkirakan mencapai Rp. 3,6 trilyun per tahun atau bernilai 1,8% dari nilai total

aset ternak di Indonesia (Basri dan Sumiarto, 2017).

Bakteri Brucella penyebab Brucellosis memiliki beberapa spesies yang

menginfeksi pada hewan sebagai induk semang spesifiknya, salah satunya adalah

spesies Brucella abortus pada sapi (Kartini dkk., 2017). Bakteri Brucella abortus

yang menginfeksi pada sapi memiliki predileksi pada jaringan tubuh tertentu

seperti ambing, uterus, kelenjar getah bening, testis dan kelenjar aksesori. Akibat

adanya keterkaitan dengan uterus gejala yang sering muncul adalah abortus pada

trimester terakhir kebuntingan yaitu 6-9 bulan (Parthiban et al., 2015). Abortus

terjadi akibat bakteri Brucella abortus berkembang cepat dalam uterus yang

mengakibatkan endometritis dan placentitis sehingga mengganggu bahan

makanan yang berasal dari induk untuk embrio atau fetusnya (Sudibyo, 1995)

1
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
2

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Brucellosis pada sapi utamanya menular saat hewan yang terinfeksi

mengalami partus atau abortus. Fetus abortus, membran plasenta, cairan plasenta,

dan mucus vagina yang dikeluarkan dari hewan terinfeksi dapat bertahan di

lingkungan dan menjadi sumber penularan (Parthiban et al., 2015). Pada manusia

penularan sering terjadi saat konsumsi daging dari hewan yang terinfeksi,

konsumsi produk susu yang tidak dipasteurisasi dan kontak langsung dengan

sekresi atau karkas hewan terinfeksi (Zhen et al., 2013). Pekerja rumah potong

hewan, dokter hewan, peternak dan pekerja laboratorium yang bersentuhan

langsung dengan bakteri Brucella menjadi individu yang paling berpotensi

terinfeksi (Poester et al., 2010).

Gejala yang ditunjukkan penyakit Brucellosis baik yang menginfeksi pada

hewan atau manusia memiliki perbedaan. Gejala yang menjadi karakteristik akibat

Brucella abortus pada hewan adalah adanya abortus, retensi plasenta, orchitis,

epididimitis dan tidak jarang juga terjadi artritis (OIE, 2018). Pada manusia gejala

Brucellosis dapat dicirikan dengan adanya kelemahan, demam intermiten,

menggigil, berkeringat, sakit pada persendian, sakit kepala, dan sakit pada seluruh

tubuh (Priadi 1992; Kartini dkk., 2017).

Data BBVet Wates pada tahun 2018 menyebutkan bahwa sampel sapi

yang diteliti Brucellosis dari Provinsi DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur

menunjukkan hasil positif sebanyak 285 ekor sapi. Hasil positif terbanyak

ditemukan di Provinsi Jawa Timur yaitu 231 ekor. Provinsi Jawa Timur pada

tahun 2018 memiliki populasi sapi perah terbanyak di Indonesia dengan total

283.311 ekor (Ditjen PKH, 2018). Salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


3

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

populasi sapi perah terbesar dan menjadi kawasan potensial unggulan adalah

Kabupaten Malang, dengan total populasi 85.529 ekor (Disnak dan Keswan Kab.

Malang, 2019).

Kabupaten Malang pernah dilaporkan menjadi daerah ditemukannya kasus

penyakit Brucellosis pertama kali di Jawa Timur, yang terjadi di KUD SAE Pujon

dan menginfeksi 6 ekor sapi perah (Disnak Jatim, 2008). Tahun 2018 pada bulan

Oktober di Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang di temukan hasil positif

Brucellosis pada 6 ekor sapi, sedangkan di Kecamatan Pakis pada bulan Juli

sebanyak 34 ekor sapi dan November sebanyak 112 ekor sapi (BBVet Wates,

2018). Kecamatan yang belum pernah dilaporkan ditemukan penyakit Brucellosis

salah satunya adalah Kecamatan Turen. Kecamatan Turen merupakan daerah di

Kabupaten Malang yang menjadi sentra peternakan sapi perah yang mulai

berkembang dan berpotensi dengan populasi mencapai 413 ekor yang meliputi

jantan 62 ekor dan betina 351 ekor (Disnak dan Keswan Kab. Malang, 2019).

Berdasarkan kondisi dan fakta tersebut maka perlu dilakukan deteksi

apakah terjadi penyebaran pada daerah yang belum pernah dilaporkan positif

Brucellosis. Langkah yang dilakukan yaitu dengan mendeteksi apakah ditemukan

antibodi Brucella abortus menggunakan metode Rose Bengal Test (RBT). Metode

RBT merupakan test screening cepat dan mudah yang direkomendasikan untuk

mendeteksi sebagian besar hewan yang terinfeksi Brucella. Uji positif RBT perlu

dilakukan uji konfirmasi lebih spesifik untuk menentukan diagnosis akhir yang

akan dibuat. Uji konfirmasi dilakukan dengan metode Complement Fixation Test

(CFT) yaitu melihat reaksi ikatan komplemen (Corbel, 2006).

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


4

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat antibodi Brucella pada sapi perah betina di Kecamatan

Turen Kabupaten Malang dengan metode Rose Bengal Test (RBT)?

2. Berapa persentase ternak sapi perah betina Brucellosis di Kecamatan Turen

Kabupaten Malang yang di uji menggunakan metode Rose Bengal Test

(RBT) sebagai screening test dan Complement Fixation Test (CFT)

sebagai uji konfirmasi?

1.3 Landasan Teori

Diagnosis klinis Brucellosis yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi

dan mengkonfirmasi kebenarannya yaitu dengan isolasi dan identifikasi bakteri

Brucella. Namun isolasi dan identifikasi membutuhkan sarana keamanan

laboratorium yang tinggi yaitu dengan biosecurity level (BSL) 3, tenaga terampil,

waktu pelaksanaan yang lama dan melakukan tata kerja yang berbahaya. Oleh

karena itu selain isolasi dan identifikasi metode diagnosis juga dapat dilakukan

dengan uji serologi menggunakan sampel serum atau cairan tubuh hewan yang

dideteksi (Poester et al., 2010).

Penggunaan satu metode uji serologi tidak dapat menjadi penentu status

epidemologis semua spesies hewan. Setiap metode uji memiliki keterbatasan dan

utamanya digunakan sebagai test screening pada kawanan hewan yang terinfeksi

atau untuk memastikan tidak adanya infeksi pada kawanan yang bebas Brucellosis

(OIE, 2018). Karena uji serologi tidak ada yang 100% akurat, umumnya diagnosis

berasal dari hasil dua test atau lebih. Pengujian awal biasanya dilakukan dengan

test screening dan apabila ditemukan reaksi positif dilanjut test konfirmasi. Test

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


5

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

screening lebih mudah dan cepat dilakukan, memiliki tingkat sensitifitas yang

tinggi tetapi tingkat spesifisitasnya masih rendah. Oleh sebab itu apabila hasil uji

positif pada test screening perlu dilanjutkan test konfirmasi (Poester et al., 2010).

Metode uji serologi utama yang digunakan pada deteksi Brucellosis di Indonesia

adalah metode RBT dan CFT (Astarina dkk., 2016).

Metode RBT merupakan uji aglutinasi sederhana yang digunakan sebagai

test screening untuk mengetahui adanya antibodi Brucella. Prinsip uji metode ini

adalah dengan mereaksikan antara serum sampel dengan antigen RBT yang akan

diamati reaksinya untuk menentukan hasil uji positif atau negatif (OIE, 2018).

Hasil uji positif akan ditunjukkan dengan adanya gumpalan atau aglutinasi,

sedangkan apabila tidak ditemukan pengumpalan atau aglutinasi yang pasti maka

dianggap sebagai reaksi negatif (Albert et al., 2018).

Metode CFT menjadi test konfirmasi terhadap Brucellosis yang banyak

digunakan karena memiliki tingkat spesifisitas yang tinggi (OIE, 2018). Prinsip

dasar uji ini adalah mereaksikan antigen Brucella, antibodi serum sampel dan

komplemen. Hasil uji akan dilihat setelah penambahan indikator eritrosit domba

dan hemolisin (hemolitik sistem). Apabila komplemen telah terikat pada

kompleks antigen dan antibodi maka pada penambahan eritrosit domba dan

hemolisin (hemolitik sistem) tidak akan menimbulkan reaksi (Poester et al.,

2010). Interpretasi hasil uji CFT didasarkan pada hasil pengenceran tertinggi

sumur plate uji yang masih menunjukkan hasil positif dan dibandingkan dengan

kontrol serum positif dan negatif (Ghurafa et al., 2019).

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


6

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mendeteksi adanya antibodi Brucella

pada sapi perah betina di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang menggunakan

metode RBT dan dikonfirmasi dengan CFT.

1.4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah memahami dan melakukan langkah uji

serologi dengan metode RBT sebagai screening test dan CFT sebagai test

konfirmasi sehingga dapat mengetahui hasil uji positif dan negatif untuk

menyimpulkan diagnosis akhir atau besar persentase infeksi Brucellosis pada sapi

perah betina di Kecamatan Turen Kabupaten Malang.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan data hasil

penelitian yang bisa dimanfaatkan sebagai ilmu pengetahuan dan pengambil

tindakan penanganan terjadinya penyakit Brucellosis pada sapi perah betina di

Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.

1.5.2 Manfaat Praktis

Memberikan informasi data hasil penelitian kepada Pemerintah Kabupaten

Malang dan dinas terkait agar dapat melakukan tindakan lebih lanjut mengenai

pencegahan dan pengendalian Brucellosis pada sapi perah betina di Kecamatan

Turen, Kabupaten Malang.

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Brucellosis

Brucellosis merupakan penyakit zoonosis akibat infeksi bakteri Brucella,

yang menular dari hewan ke manusia secara langsung maupun melalui konsumsi

produk asal hewan (Kusumawati dkk, 2018). Brucellosis sering dikenal sebagai

Undulant Fever, Mediterranean Fever atau Malta Fever yang pada dasarnya

adalah penyakit yang menginfeksi hewan dengan manusia sebagai inang

accidental (Corbel, 2006). Bakteri genus Brucella memiliki beberapa spesies yang

dapat menyebabkan penyakit pada induk semang spesifiknya, seperti Brucella

abortus (sapi), Brucella canis (anjing), Brucella melitensis (kambing), Brucella

neomatae (rodensia), Brucella ovis (domba), dan Brucella suis (babi) (Kartini

dkk, 2017).

2.1.1 Taksonomi Brucella spp.

Taksonomi bakteri genus Brucella menurut Ficht (2010) dan Priyanka et

al., (2019) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Bacteria
Fylum : Proteobacteria
Class : Alphaproteobacteria
Ordo : Rhizobiales
Famili : Brucellaceae
Genus : Brucella
Spesies : Brucella spp.

2.1.2 Morfologi Brucella spp.

Bakteri Brucella spp. memiliki koloni berbentuk bulat, halus, licin,

permukaan convex dan seperti tetesan madu (Gambar 2.1). Pewarnaan Gram

menunjukkan bakteri Gram negatif, coccobacillus dan memiliki kecenderungan

7
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
8

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

sendiri-sendiri ataupun berpasangan (Handayani dkk., 2018). Brucella spp.

bersifat intraseluler, non motile, non sporulasi, non toxigenic dan non fermentatif

(Golshani and Buozari, 2017). Bakteri Brucella spp. memiliki ukuran 0,5-0,7 x

0,6-1,5 mikron (Banai and Corbel, 2010). Gambar hasil streak bakteri Brucella

spp. pada media Brucella agar base (BAB).

Gambar 2.1 Streak koloni bakteri Brucella spp. pada media Brucella agar base
(BAB) (Ratnasari et al., 2014).

Uji biokimia katalase dan oksidase menunjukkan hasil positif, sedangkan

uji sitrat negatif (Handayani dkk., 2018). Uji katalase positif ditandai dengan

gelembung udara sebagai reaksi pemecahan H2O2 oleh enzim katalase menjadi

H2O dan O2, sedangkan uji sitrat menunjukkan hasil negatif ditandai dengan tidak

ada perubahan warna pada media. Uji biokimia lain seperti urease, SIM dan uji

TSIA juga dapat dilakukan untuk peneguhan diagnosis. Uji urease menunjukkan

hasil positif ditandai dengan perubahan warna media dari kuning menjadi

kemerahan. Pada SIM uji indol menunjukkan hasil negatif ditandai dengan tidak

terbentuknya cincin berwarna merah muda pada ujung tabung. Pada media TSIA

menunjukkan hasil butt dan slant bersifat alkali ditandai dengan warna merah

pada bagian atas dan bawah media serta tidak membentuk gas (Praja dkk., 2017).

Kondisi lingkungan dengan kelembaban tinggi, suhu rendah, dan tidak ada sinar

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


9

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

matahari membuat bakteri Brucella dapat bertahan hidup selama beberapa bulan

dalam air, fetus abortus, wol, jerami, lumpur, peralatan dan pakaian. Brucella juga

mampu bertahan pada kondisi kering, terutama bila ada bahan organik dan dapat

bertahan hidup dalam debu dan tanah. Kemampuan daya tahan hidup bakteri

Brucella pada tanah kering selama 4 hari di luar suhu kamar, selama 66 hari pada

tanah yang lembab, pada tanah yang becek 151-185 hari dan 180 hari pada fetus

yang diabortuskan (Azzahrawani dkk, 2018).

2.2 Epidemologi Brucellosis di Indonesia

Brucellosis di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1925 dan telah

ditemukan adanya antibodi bakteri Brucella di DKI Jakarta sebesar 13,5%

(Sudibyo, 1995). Laporan surveilans sejak tahun 2000 menunjukkan hasil bahwa

kejadian penyakit Brucellosis telah menyebar di seluruh wilayah di Indonesia dan

beberapa telah menjadi daerah endemik. Angka prevalensi kejadian Brucellosis di

Provinsi Indonesia berkisar antara 1% hingga 40% kecuali di Pulau Bali dan

Lombok yang telah dinyatakan bebas sejak tahun 2002 (Putra, 2013).

Mulai dari tahun 1996 hingga 1997 pemerintah telah mencanangkan

program pemberantasan penyakit Brucellosis. Program tersebut memberikan hasil

dengan 14 Provinsi di Indonesia yang mempunyai prevalensi rendah sudah dapat

dibebaskan. Namun Provinsi Nanggro Aceh Darussalam, Jawa Timur, Nusa

Tenggara Timur, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan masih memiliki prevalensi

yang cukup tinggi >2 % (Samkhan, 2014). Provinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara

Timur dan Sulawesi dikatakan menjadi daerah dengan endemis penyakit

Brucellosis (BBLitvet, 2016). Peta kejadian Brucellosis di Indonesia pada tahun

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


10

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2014 dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Peta prevalensi Brucellosis di Indonesia pada tahun 2014 (Samkhan,
2014).

2.2.1 Epidemologi Brucellosis di Kabupaten Malang

Kabupaten Malang merupakan daerah kawasan potensial unggulan sapi

perah di Jawa Timur yang memiliki populasi mencapai 85.529 ekor. Sapi perah di

Kabupaten Malang sendiri tersebar di 31 Kecamatan, dengan beberapa Kecamatan

menjadi daerah basis dengan populasi terbesar (Dinas Peternakan dan Kesehatan

Hewan Kab. Malang, 2019). Pada gambar 2.3 dapat diihat peta potensi sapi perah

di Jawa Timur yang menunjukkan Kabupaten Malang sebagai daerah potensial

unggulan.

Gambar 2.3 Peta Potensi sapi perah di Jawa Timur (Disnak Jatim, 2019).

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


11

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Daerah dengan potensi sapi perah unggulan tidak menjadikan Kabupaten

Malang terbebas dari Brucellosis yang menjadi kendala dan masalah dalam

industri peternakan sapi perah di Indonesia. Terbukti dengan masih adanya

laporan dan survey yang memberikan hasil positif Brucellosis. Kabupaten Malang

sendiri dari riwayat yang pernah dilaporkan menjadi daerah ditemukannya kasus

penyakit Brucellosis pertama kali di Jawa Timur yang terjadi di KUD SAE Pujon

dan menginfeksi 6 ekor sapi perah (Disnak Jatim, 2008). Data BBVet Wates

terbaru tahun 2018 yang melakukan survey Brucellosis di 3 Provinsi yaitu DIY,

Jawa Tengah dan Jawa Timur menunjukkan hasil positif terbanyak ditemukan di

Kabupaten Malang. Pada bulan Oktober di Kecamatan Jabung ditemukan hasil

positif Brucellosis pada 6 ekor sapi, sedangkan di Kecamatan Pakis pada bulan

Juli sebanyak 34 ekor sapi dan November sebanyak 112 ekor sapi (BBVet Wates,

2018).

2.3 Patogenesis Brucellosis

Bakteri Brucella spp. dapat menginfeksi host melalui pernapasan,

pencernaan dan menginfeksi sel epitel inang sehingga memungkinkan infeksi

permukaan mukosa sel M di usus yang telah diidentifikasi sebagai portal of entry

(Poester et al., 2013). Sumber utama infeksi Brucella pada sapi adalah cairan

fetus, sisa-sisa kelahiran, cairan vagina dan jaringan membran plasenta

(Azzahwari dkk, 2018). Patogenesis Brucellosis utamanya diakibatkan

kemampuan bakteri Brucella untuk menginvasi sel fagosit dan non fagosit (Neta

et al., 2010). Predileksi bakteri Brucella memiliki kecenderungan pada makrofag,

sel dendritik (DC) dan tropoblast. Sel tropoblast yang berada di plasenta

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


12

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

merupakan salah satu tempat predileksi Brucella yang menjadi target infeksi saat

sapi bunting. Hal ini terjadi karena plasenta sapi bunting memproduksi eritritol

yang disukai bakteri Brucella untuk hidup (Priyanka et al., 2019).

Bakteri Brucella yang menginfeksi pada hewan akan berpredileksi pada

jaringan tubuh tertentu seperti ambing, uterus, kelenjar getah bening, testis dan

kelenjar aksesori (Parthiban et al., 2015). Masa inkubasi bakteri Brucella sangat

bervariasi, utamanya dipengaruhi oleh faktor kebuntingan, dosis infeksi, usia, dan

vaksinasi pada hewan. Pada sebuah percobaan paparan infeksi bakteri Brucella

pada sapi betina bunting, menunjukkan adanya abortus pada 56 hari masa

inkubasi. Percobaan lain juga menunjukkan hasil periode inkubasi bakteri antara

53-251 hari (Megid et al., 2010).

Abortus akibat infeksi bakteri Brucella pada sapi sering ditemui pada

trimester terakhir kebuntingan 6-9 bulan (Partiban et al., 2015). Abortus

disebabkan akibat adanya produksi eritritol dalam jumlah banyak saat sapi sedang

bunting, sehingga bakteri Brucella abortus akan lebih cepat berkembang dalam

uterus sapi bunting tersebut. Akibatnya akan terjadi radang pada dinding uterus

dan radang plasenta, yang mengakibatkan terganggunya pengiriman bahan

makanan dari induk ke embrio atau fetusnya (Sudibyo, 1995). Pemberian

kolostrum pada sapi yang terinfeksi ke anak sapi yang baru lahir juga dapat

menularkan infeksi (Corbel, 2006). Sapi yang dikawinkan secara tidak alami atau

melalui inseminasi buatan (ib) straw dapat menjadi faktor penyebar infeksi,

apabila semen yang digunakan berasal dari hewan yang tidak bebas Brucellosis

(Panus dkk, 2018).

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


13

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Pada Tabel 2.1 menunjukkan beberapa strain bakteri Brucella, hospes yang

diserang dan cara penularannya.

Tabel 2.1 Cara penularan beberapa strain Brucella dan hospesnya (Noor, 2006).
Strain Hospes utama Hospes lain Cara penularan

Domba, kambing, babi,


Ingesti, beberapa
B. abortus Sapi kuda, anjing, manusia,
venereal
ungulata liar

Sapi, babi,
Domba,
B. anjing,
Kambing, Ingesti
melitensis manusia,
Kerbau
unta
Ingesti dan
B. ovis Domba -
venereal

Sapi, kuda,
B. suis Babi anjing, reinder, Venereal
caribou

B. canis Anjing Manusia Venereal

Bakteri Brucella yang menginfeksi pada manusia akan terlokalisir pada

berbagai sistem organ seperti hati, saluran pencernaan, sistem saraf, paru-paru,

pembuluh darah, hati, kulit, mata dan persendian (Eini et al., 2012). Penularan

Brucellosis pada manusia dapat melalui pekerjaan atau occupational diseases

(Novita dkk., 2017). Individu yang rentan terhadap infeksi Bakteri Brucella

adalah individu yang mengkonsumsi produk susu yang tidak di pasteurisasi,

pekerja rumah potong hewan, dokter hewan, peternak dan penyakit juga dapat

menginfeksi pekerja laboratorium yang bersentuhan langsung dengan bakteri

(Poester et al., 2010). Pada manusia masa inkubasi Brucellosis berkisar antara 1−2

bulan, kemudian penyakit dapat bersifat akut atau kronis (Khairiyah, 2011).

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


14

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.4 Gejala klinis Brucellosis

Gejala klinis yang ditimbulkan penyakit Brucellosis pada hewan dan

manusia memiliki perbedaan yang sangat jelas. Pada hewan penyakit ini dapat

menyebabkan gangguan reproduksi seperti infertilitas, abortus, retensi placenta,

orchitis, radang sendi dan epididymitis. Gejala klinis yang menjadi ciri khusus

adalah adanya abortus pada trimester terakhir kebuntingan 6-9 bulan (Poester et

al., 2010). Brucellosis juga menggangu pada pertumbuhan anak sapi, yang

mengakibatkan pedet mati dini, lahir lemah, atau cacat (Sudibyo, 1995). Pada

uterus sapi yang terinfeksi Brucella menunjukkan terjadinya nekrosis dan

hemogari plasenta setelah terjadinya abortus (Poester et al., 2013). Pada gambar

2.4 di bawah ini dapat dilihat gambar fetus abortus serta nekrosis dan hemoragi

plasenta Brucellosis.

1) 2)

Gambar 2.4 Gambar (1) fetus abortus (Megid et al., 2010). Gambar (2) nekrosis
dan hemoragi plasenta Brucellosis (Poester et al., 2013).

Pada manusia infeksi Brucellosis menunjukkan gejala khusus yaitu

ditandai dengan adanya demam undulan atau intermiten (Novita dkk, 2017).

Gejala lain yang ditunjukkan adalah adanya kelemahan, mengigil, berkeringat,

sakit pada persendian, sakit kepala dan sakit pada seluruh tubuh (Priadi 1992 ;

Kartini dkk, 2017). Gejala klinis Brucellosis pada manusia dapat dikelompokkan

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


15

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

berdasarkan sifat penyakit yaitu akut dan kronis, hal ini dapat terjadi setelah

Brucellosis mengalami masa inkubasi. Brucellosis yang bersifat akut akan

menunjukkan gejala klinis berupa demam undulan atau intermiten, sakit kepala,

depresi, kelemahan, arthralgia, myalgia dan orchitis. Gejala yang timbul pada

Brucellosis kronis dapat berupa sacroilitis, hepatitis, endocarditis, colitis dan

meningitis (Noor, 2006).

2.5 Diagnosis Brucellosis

Diagnosis terhadap penyakit Brucellosis yang disebebkan oleh bakteri

Brucella saat ini sudah banyak metode yang dikembangkan. Gold standart

diagnosis penyakit ini adalah dengan isolasi dan identifikasi bakteri Brucella.

Namun karena memiliki banyak alasan untuk sulit dilakukan, maka banyak

metode lain yang digunakan sebagai alternatif. Metode alternatif ini memiliki

teknik mengidentifikasi nucleic acid dari bakteri Brucella dengan teknologi

biologi molekuler atau test serologi (Poester et al., 2010). Diagnosis Brucellosis

pada manusia dapat dilakukan secara bakteriologis, serologi, diagnosis Brucella

pada meningitis dan meningoencephalitis serta intradermal test. Diagnosis

Brucella pada hewan pada dasarnya hampir sama dengan manusia yaitu diagnosis

secara bakteriologis, serologi dan test suplementary (Corbel, 2006). Diagnosis lain

yang dapat menjadi peneguh diagnosis yaitu menggunakan molekuler test dengan

PCR (Assad and Alqahtani, 2012).

Spesimen yang dapat digunakan dalam diagnosis Brucellosis pada hewan

yang paling infektif adalah plasenta karena menggandung konsentrasi bakteri

tertinggi, kelenjar getah bening dan susu. Isi lambung, limpa, paru-paru dari fetus

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


16

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

abortus, swab vagina, semen dan arthitis atau cairan higroma dari hewan dewasa

juga dapat menjadi spesimen diagnosis Brucellosis. Jaringan karkas hewan yang

banyak digunakan sebagai spesimen diagnosis adalah jaringan mammae, iliaca

medial dan internal, retropharyngeal, parotid dan kelenjar getah bening

prescapular serta limpa. Setiap spesimen harus dikemas secara terpisah dan segera

dibawa ke laboratorium untuk dilakukan kultur. Pada manusia dapat

menggunakan darah sebagai spesimen. (Poester et al., 2010).

Peneguhan diagnosis terhadap penyakit Brucelosis sendiri dapat diketahui

lebih awal dengan uji Rose Bengal Test (RBT), kemudian dilanjutkan dengan uji

pengikatan komplemen atau Complement Fixation Test (CFT) (Ghurafa dkk.,

2019). Kedua uji tersebut merupakan uji serologi dan menjadi metode uji utama

pada deteksi Brucellosis di Indonesia (Astarina dkk., 2016). Rose Bengal Test

(RBT) merupakan uji screening terhadap penyakit Brucellosis secara sederhana

yang tidak membutuhkan biaya mahal, waktu yang cepat dan memiliki tingkat

sensitifitas yang tinggi. Namun uji ini masih memiliki tigkat spesifisitas yang

rendah, sehingga membutuhkan uji konfirmasi sebagai peneguh diagnosis lebih

lanjut (Kaltungo et al., 2014).

Rose Bengal Test (RBT) memiliki prinsip uji aglutinasi sederhana, dengan

menggunakan antigen Rose Bengal dan larutan penyangga dengan pH rendah 3,65

yang direaksikan dengan sampel serum (OIE, 2018). Kadar pH 3,65 dapat

mencegah aglutinasi dengan IgM dan hanya mengukur IgG1 (Kaltungo et al.,

2014). pH 3,65 dari antigen RBT dapat menginaktivasi sementara IgM dan

meninggalkan antibodi Brucella utuh IgG1, sehingga pada pengujian RBT hanya

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


17

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

mereaksikan antara titer antibodi dari IgG1 dengan antigen dari RBT yang dapat

menimbulkan reaksi aglutinasi (Klien, 1991 ; Dwi dkk., 2018). Interpretasi hasil

uji RBT dinilai dari terbentuknya aglutinasi berupa bintik pasir pada sampel

positif, sedangkan sampel yang tidak menunjukkan bentukan aglutinasi dikatakan

negatif (Albert et al., 2018). Hasil uji positif RBT dikategorikan menjadi 3 yaitu

positif 3 (+++) yang menandakan aglutinasi sempurna cairan jernih dan tampak

jelas. Positif 2 (++) yang menandakan aglutinasi berupa pasir halus dengan cairan

agak jernih dan batas jelas. Positif 1 (+) yang menandakan aglutinasi berupa pasir

halus cairan tidak jernih dan batas tidak jelas (OIE, 2009).

Uji Complement Fixation Test sering digunakan secara luas sebagai uji

konfirmasi Brucellosis. Meskipun uji ini rumit untuk dilakukan, membutuhkan

fasilitas laboratorium yang baik dan tenaga yang terampil tetapi masih menjadi

pilihan dalam uji Brucellosis karena memiliki tingkat spesifisitas yang sangat

tinggi. Uji ini memiliki prinsip perhitungan nilai titrasi tertinggi yang masih

menunjukkan hasil positif (OIE, 2018). Uji CFT digunakan untuk mengetahui

antibodi spesifik serum sampel dengan antigen tertentu yang akan diinkubasi

bersama komplemen dan hemolitik sistem sebagai faktor pengaktif. Jika hasil

CFT positif akan menunjukkan ikatan komplemen dengan kompleks antibodi dan

antigen sehingga komplemen tidak terikat dengan kompleks hemolisin yang telah

disensitisasi dengan sel darah merah domba (hemolitik sistem) (Gambar 2.5)

(Actor, 2014).

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


18

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Gambar 2.5 Skema reaksi Complement Fixation Test (CFT) (Actor, 2014).

Hasil positif CFT ditunjukkan dengan terjadinya endapan sel darah merah

domba di dasar sumur plate uji. Pada hasil uji negatif, komplemen tetap bebas

berikatan dengan kompleks hemolisin yang telah disensitisasi dengan sel darah

merah domba, sehingga menyebabkan lisisnya sel darah merah domba (Actor,

2014). Interpretasi hasil dilihat apabila terjadi 50% hemolisis pada pengenceran

serum tertinggi yaitu pada titer ¼, dan pengenceran selanjutnya yang masih

menunjukan tidak terjadinya hemolisis sempurna (Kartini dkk, 2017). Standart

tingkat hemolisis uji CFT dikategorikan menjadi 0%, 25%, 50% dan 100%.

Hemolisis sebagian yang menunjukkan nilai 75%, 50% dan 25% tetap dianggap

sebagai reaksi positif (Adone and Ciuchini, 2008). Hasil uji juga dapat

dikategorikan menjadi negatif dengan terjadinya hemolisis sempurna, cairan

dalam lubang cawan berwarna merah dan tidak ada endapan eritrosit di dasar

cawan (Mukmin, 1997).

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


19

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.6 Pencegahan, pengendalian dan pemberantasan Brucellosis

Pencegahan Brucellosis pada hewan dapat dilakukan dengan melakukan

seleksi hewan yang akan diternakkan bebas Brucellosis. Isolasi hewan selama

kurang lebih 30 hari dan dilakukan test serologi sebelum digabungkan dengan

hewan lain. Pencegahan melalui kontak dengan jenis hewan lain dalam satu

peternakan yang tidak diketahui status infeksi Brucellosis. Uji laboratorium jika

memungkinkan apabila ditemui gejala klinis adanya Brucellosis, uji screening

seperti RBT perlu dilakukan pada ternak yang akan disembelih. Penanganan pada

ternak apabila terjadi abortus yaitu dengan (penguburan atau pembakaran)

plasenta dan fetus kemudian dilakukan desinfeksi area yang terkontaminasi

(Corbel, 2006).

Pengendalian Brucellosis pada hewan dapat dilakukan dengan langkah

vaksinasi Brucella hewan yang merupakan induk semang Brucellosis. Vaksin

yang digunakan pada Brucellosis di Indonesia saat ini adalah vaksin B. abortus

strain 19 (S19) dan RB51 (Handayani, 2013). Test and slaughter hewan yang

positif Brucella serta kontrol transportasi hewan ternak antar daerah untuk

mencegah penyebaran Brucella antar wilayah (Novita dkk, 2017). Vaksinasi

dilakukan pada daerah tertular dengan (prevalensi > 2%) sedangkan teknik potong

bersyarat atau test and slaughter dilakukan pada daerah tertular rendah (prevalensi

<2%) (Samkhan, 2014). Pemberantasan penyakit Brucellosis pada hewan

mengacu pada pengeliminasian agen penyebab dalam suatu wilayah agar tidak

terjadi penularan pada populasi hewan atau manusia yang berada di sekitarnya

(Corbel, 2006)

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


20

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Pencegahan dan pengendalian Brucellosis pada manusia dapat dilakukan

dengan menjaga kebersihan peternakan sebagai lingkungan kerja, melindungi dan

menjaga kebersihan diri apabila akan atau setelah bersentuhan dengan hewan

yang menderita atau diduga menderita Brucellosis. Melakukan sanitasi kandang

yang baik, pengawasan transportasi terhadap ternak pembawa Brucellosis,

kebersihan tempat pengolahan daging, keamanan pekerja laboratorium yang

bersentuhan langsung dengan bakteri Brucella, penanganan produk asal hewan

dan tingkat edukasi Brucellosis kepada masyarakat merupakan hal yang penting

dilakukan dalam upaya pencegahan Brucellosis pada manusia. Pemberantasan

Brucellosis pada manusia dapat dilakukan dengan pengobatan utamanya dengan

penggunaan antibiotika (Corbel,2016).

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 3 MATERI DAN METODE

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan

pendekatan kuantitatif yang bertujuan menjelaskan situasi yang hendak diteliti

dengan dukungan kepustakaan sehingga lebih memperkuat analisa peneliti dalam

membuat kesimpulan ada tidaknya antibodi Brucella abortus menggunakan

metode Rose Bengal Test (RBT) dan uji konfirmasi yang lebih spesifik dengan

menggunakan metode Complement Fixation Test (CFT). Hasil penelitian akan

disajikan secara tertulis dan merupakan hasil perhitugan indikator-indikator

variabel penelitian (Margareta, 2013)

3.2 Sampel dan Besar sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berupa serum darah sapi

perah betina yang di ambil dari peternakan di Kecamatan Turen, Kabupaten

Malang. Besar sampel yang akan digunakan dihitung menggunakan rumus dari

Slovin dan sampel akan di ambil secara random/acak sederhana pada populasi

sapi perah betina di Kecamatan Turen dengan total populasi 351 ekor. Data

mengenai sampel di peroleh dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kabupaten Malang serta peternak sapi perah di Kecamatan Turen. Perhitungan

besar sampel dengan rumus dari Slovin (Sujarweni dan Endrayanto, 2012)

dibawah ini :

n= N
1 + N (e)2

Keterangan:

n = Ukuran sampel/jumlah responden

21
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
22

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

N = Ukuran populasi

e = Persentase kesalahan (error) sebesar 10% = 0,1

n= 351
1 + 351 (0,1)2

n = 351
4,51

n = 77,8 / 78

Jadi total sampel yang digunakan adalah 78 sampel serum darah sapi perah

betina di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang. Proporsi jumlah pengambilan

sampel pada tiap desa dihitung menggunakan rumus perbandingan, yaitu :

Total sampel tiap desa x Ukuran sampel


Ukuran populasi

3.3 Definisi Operasional Variabel

1. Serum darah sampel dalam penelitian ini berasal dari sapi perah betina di

Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.

2. Keberadaan antibodi Brucella abortus dapat diketahui dengan melakukan

uji screening test menggunakan metode Rose Bengal Test (RBT) (Kartini

dkk, 2017)

3. Prinsip uji RBT adalah mereaksikan antibodi dalam serum darah dengan

antigen RBT (PUSVETMA) D.06121530 yang akan dilihat apakah

menimbulkan reaksi aglutinasi (Albert et al., 2018).

4. Uji konfirmasi yang lebih spesifik dilakukan dengan metode Complement

Fixation Test (CFT) dengan melihat reaksi ikatan komplemen, sehingga

hasil uji dapat menjadi diagnosis akhir Brucellosis (Corbel, 2006).

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


23

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di peternakan sapi perah di Kecamatan Turen,

Kabupaten Malang sebagai tempat pengambilan sampel darah. Uji serologi

dengan metode Rose Bengal Test (RBT) sebagai screening test adanya antibodi

Brucella abortus pada sampel darah sapi perah betina dilakukan di UPTD Pusat

Kesehatan Hewan Turen (Puskeswan Turen). Hasil uji RBT yang menunjukkan

positif selanjutnya dilakukan uji konfirmasi dengan metode Complement Fixation

Test (CFT) yang dilakukan di Balai Besar Veteriner Denpasar. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2019.

3.5 Bahan dan Alat Penelitian

Alat yang digunakan untuk uji metode Rose Bengal Test (RBT) adalah

tabung vakutainer non EDTA 5 ml (sebagai tempat penampungan sampel darah),

jarum venoject 21 G, disposable syringe 1 ml, Rose Bengal Test Plate, mikropipet,

yellow tip, mikrotube, kertas label, board marker, cool box, ice gell. Uji

Complement Fixation Test (CFT) membutuhkan alat inkubator, refrigerator, bak

pemanas, microshaker, erlenmeyer, plate WHO 80 lubang, plate mikrotiter

bentuk U 96 lubang, multichenel pipet, single pipet dan tip.

Bahan yang digunakan pada uji Rose Bengal Test (RBT) adalah sampel

serum darah sapi perah betina, kapas, alkohol, antigen RBT (PUSVETMA)

D.06121530, serum kontrol positif dan kontrol negatif (PUSVETMA). Uji

Complement Fixation Test (CFT) membutuhkan serum positif hasil uji RBT,

serum kontrol positif dan kontrol negatif, CFT buffer, antigen (Ag), komplemen,

hemolisin, eritrosit domba 3%.

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


24

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel darah dilakukan selama tiga hari dengan besaran 78

sampel serum darah sapi perah betina yang diambil dari peternakan di Kecamatan

Turen, Kabupaten Malang. Sampel darah diambil dari vena coccygealis dengan

menggunakan jarum venoject 21 G sebanyak 3 ml dan ditampung dalam tabung

vakutainer non EDTA 5 ml. Apabila serum darah sudah keluar langsung dapat

diambil untuk dilakukan uji Rose Bengal Test (RBT). Pengoleksian serum sampel

dapat dilakukan dengan pendiaman selama satu malam pada suhu ruang agar

terjadi proses koagulasi atau pembekuan darah. Pada hari berikutnya serum di

koleksi dari bekuan darah untuk dipindahkan pada mikrotube dan disimpan dalam

suhu -20°C hingga digunakan (Wassie, 2019).

3.6.2 Metode Rose Bengal Test (RBT)

Prinsip langkah uji Rose Bengal Test adalah dengan mereaksikan antara

sampel serum, dengan antigen RBT yang berasal dari antigen Brucella yang

memiliki koloni smooth diwarnai dengan Rose Bengal dilarutkan dalam larutan

penyangga pH rendah 3,65. Langkah pertama ambil 25 μl sampel serum

menggunakan mikropipet dan letakkan pada Rose Bengal Plate. Kocok terlebih

dahulu botol antigen RBT sebelum digunakan, lalu ambil 25 μl dan letakkan pada

titik serum. Homogenkan campuran serum dan antigen dengan cara

mengoyangkan Rose Bengal Plate selama 4 menit, kemudian baca hasil test

apakah menunjukkan aglutinasi atau tidak (OIE, 2018).

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


25

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Hasil uji positif RBT dikategorikan menjadi 3 yaitu positif 3 (+++) yang

menandakan aglutinasi sempurna cairan jernih dan tampak jelas. Positif 2 (++)

yang menandakan aglutinasi berupa pasir halus dengan cairan agak jernih dan

batas jelas. Positif 1 (+) yang menandakan aglutinasi berupa pasir halus cairan

tidak jernih dan batas tidak jelas (OIE, 2009). Hasil uji yang menunjukkan positif

1 (+), 2 (++) maupun 3 (+++) akan dilanjut uji konfirmasi menggunakan metode

Complement Fixation Test (CFT). Kategori positif uji RBT dapat dilihat pada

gambar 3.1

1. 2. 3. 4.

Gambar 3.1 Contoh kategori hasil uji Rose Bengal Test (RBT). (1) hasil negatif
(2) hasil positif (+), (3) hasil positif (++) dan (4) hasil positif (+++)
(Corbel, 2006).

3.6.3 Metode Complement Fixation Test (CFT)

Prinsip uji Complement Fixation Test (CFT) adalah dengan melihat reaksi

ikatan komplemen (Corbel, 2006). Uji CFT sendiri menjadi test konfirmasi

terhadap Brucellosis yang banyak digunakan karena memiliki tingkat spesifisitas

yang tinggi (OIE, 2018). Sebelum pelaksanaan uji CFT terlebih dahulu dilakukan

persiapan seperti mempersiapkan suspensi sel darah domba, melakukan titrasi

hemolisin, pembuatan suspensi sel darah domba 3 %, pembuatan Hemolitik

Sistem dan titrasi Komplemen. Titrasi hemolisin dan titrasi komplemen dilakukan

untuk mengetahui titer dari kedua bahan tersebut. Selain itu juga dilakukan uji

komplementer untuk mengkonfirmasi daya antikomplemen yang ditimbulkan

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


26

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

antigen atau antibodi yang nanti dapat mempengaruhi hasil CFT (Ernawati dkk.,

2017). Uji CFT dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode tabung atau

metode mikro. Pada penelitian ini uji CFT dilakukan dengan metode mikro

(Gambar 3.2).
Kontrol Kontrol Sampel
positif negatif serum

Anti Complement

1/4

1/8

1/16
Titer
1/32
antibodi
1/64

1/128

Gambar 3.2 Contoh uji CFT menggunakan metode mikro (Handayani, 2013)

Uji CFT dilakukan dengan dua tahap, pertama antigen Brucella dan

sampel serum dicampur bersama komplemen. Jika sampel serum mengandung

antibodi terhadap Brucella maka komplemen akan mengikat antigen-antibodi

tersebut, sehingga pada reaksi selanjutnya (tahap kedua) komplemen tidak dapat

mengikat indikator sel darah domba yang telah direaksikan dengan hemolisin

(hemolitik sistem). Jika seluruh komplemen telah terikat pada tahap pertama maka

tidak akan terjadi hemolisis. Hal ini menunjukkan bahwa serum mengandung atau

positif antibodi Brucella. Sebaliknya jika terjadi hemolisis berarti serum tersebut

tidak mengandung atau negatif antibodi Brucella.

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


27

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3.6.4 Diagram Alir Penelitian

78 sampel serum darah sapi


perah betina

Data pendukung (kuisoner)


Uji Rose bengal Test (RBT) berisi keterangan desa dan
identitas sapi

Hasil positif Hasil negatif

Uji Complement Fixation


Test (CFT) Analisa Data

3.7 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini merupakan hasil pemeriksaan ada

tidaknya antibodi Brucella pada sapi perah betina di Kecamatan Turen, Kabupaten

Malang dengan metode Rose Bengal Test (RBT) dan uji konfirmasi yang lebih

spesifik dengan menggunakan metode Complement Fixation Test (CFT). Data

yang disajikan berupa hasil uji positif dan negatif dari sampel yang di teliti.

Informasi data juga di dukung dengan kuisoner berisi keterangan desa serta

identitas sapi (asal sapi, kode sapi, umur, riwayat penyakit, riwayat vaksinasi)

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


28

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3.8 Analisis Data

Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan secara diskriptif dengan

menghitung jumlah positif hasil akhir uji RBT dan CFT dari total sampel yang

diteliti kemudian dikalikan 100%. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk

kolom bagan, tabel dan grafik lingkaran yang menunjukkan jumlah dan persentase

hasil positif Brucellosis (Wahyuni, 2015).

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Hasil uji Brucellosis pada 78 sampel serum darah sapi perah betina di

Kecamatan Turen, Kabupaten Malang yang diuji menggunakan metode Rose

Bengal Test (RBT) sebagai screening test dan dikonfirmasi menggunakan metode

Complement Fixation Test (CFT) menunjukkan hasil positif Brucellosis pada 9

sampel uji (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Hasil positif Brucellosis di Kecaamatan Turen, Kabupaten Malang.


No. Desa Nomor Kode Sampel
1. Kemulan 40, 41, 43
2. Sawahan 2, 4, 15, 18, 19
3. Tanggung 24

Sampel uji diambil dari 10 desa di 11 peternakan, yang tiap desanya

mendapatkan proporsi pengambilan sampel berbeda tergantung pada total sampel

di masing-masing desa. Data total sampel yang diambil di Kecamatan Turen,

Kabupaten Malang dapat dilihat pada gambar 4.1

Jumlah Sampel di Kecamatan Turen


25 22
21
19
20

15

10

3 4
5 2 1 2 1 2 2 1 2 1
1 1 1 1 1 1
0

Jumlah sampel tiap desa Jumlah peternakan tiap desa

Gambar 4.1 Jumlah sampel yang diambil dari 10 desa di 11 peternakan di


Kecamatan Turen, Kabupaten Malang

29
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
30

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Pada 78 sampel yang di uji RBT menunjukkan hasil positif pada 10

sampel yang ditandai dengan terjadinya aglutinasi. Hasil positif uji RBT

kemudian di uji konfirmasi menggunakan metode CFT dan menunjukkan hasil

positif pada 9 sampel yang dicirikan dengan tidak terjadinya hemolisis atau terjadi

hemolisis tidak sempurna dengan adanya endapan eritrosit di dasar sumur (Kartini

dkk., 2017). Hasil uji konfirmasi dengan metode CFT ini menjadi penentu

diagnosis akhir Brucellosis (Corbel, 2006). Persentase kejadian Brucellosis pada

sapi perah betina di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang yaitu sebesar 11,5%.

4.1 Hasil uji Rose Bengal Test (RBT)

Hasil uji RBT positif ditemukan di desa Kemulan sebanyak tiga sampel

kode nomor 40, 41 dan 43. Desa Sawahan lima sampel positif kode nomor 2, 4,

15, 18 dan 19 serta Desa Tanggung dua sampel positif kode nomor 24 dan 35.

Pada gambar 4.2 dapat dilihat hasil positif dan negatif uji RBT.

Hasil Positif dan Negatif uji RBT


20
20
18 16 16
16
Jumlah Sampel

14
12
10
8
5
6 4
3 3
4 2 2 2 2 2
1
2 0 0 0 0 0 0 0
0
Kemul Sawah Undaa Gedok Gedok Tangg Jeru Tump Sanan Paged
an an n Kulon Wetan ung ukrent Rejo angan
eng
Negatif 16 16 2 3 2 20 1 4 2 2
Positif 3 5 0 0 0 2 0 0 0 0

Gambar 4.2 Hasil positif dan negatif uji RBT pada sapi perah betina di
Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


31

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Penetapan hasil positif Brucella didasarkan pada hasil uji sampel yang

menunjukkan terjadinya aglutinasi yang jelas (OIE, 2018). Hasil sampel positif

pada penelitian ini menunjukkan 7 sampel positif 3 (+++) yang ditandai dengan

adanya aglutinasi sempurna cairan jernih dan tampak jelas, dan 3 sampel positif 2

(++) yang ditunjukkan dengan adanya aglutinasi berupa pasir halus dengan cairan

agak jernih dan batas jelas.

4.2 Hasil uji Complement Fixation Test (CFT)

Hasil positif uji RBT kemudian dilakukan uji lanjutan berupa uji

konfirmasi menggunakan metode CFT di Balai Besar Veteriner Denpasar (BBVet

Denpasar). Hasil uji CFT menunjukkan hasil satu sampel negatif yaitu kode

sampel nomor 35 dan sembilan sampel lainnya kode sampel nomor 2, 4, 15, 18,

19, 24, 40, 41 dan 43 positif. Pada gambar 4.3 dapat dilihat hasil uji CFT.

Sampel serum

Anti complement

1/4

1/8

1/16

1/32

1/64

1/128

Titer
antibodi
Kontrol
Negatif dan Positif
2 4 15 18 19 24 35 40 41 43 -

Gambar 4.3 Hasil uji CFT pada sapi perah betina di Kecamatan Turen,
Kabupaten Malang.

Hasil titrasi CFT dibaca mulai dari lubang baris ketiga atau titer ¼ hingga

sampai lubang keberapa masih menunjukkan tidak terjadinya hemolisis sempurna

atau reaksi negatif. Pada sampel uji negatif kode sampel nomor 35 tidak

menunjukkan hasil titer sedangkan pada sampel uji positif kode sampel nomor 2,

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


32

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4, 15, 18, 24, 40 dan 41 menunjukkan titer 1/128, kode sampel nomor 19

menunjukkan titer 1/32 dan kode sampel nomor 43 menunjukkan titer 1/64.

4.3 Persentase Brucellosis

Persentase Brucellosis pada sapi perah betina di Kecamatan Turen,

Kabupaten Malang yang telah diteliti menggunakan metode RBT sebagai

screening test dan uji konfirmasi menggunakan metode CFT mendapatkan hasil

persentase Brucellosis 11,5% atau sembilan sampel positif dari total 78 sampel

yang telah diambil. Dibawah ini dapat dilihat hasil persentase Brucellosis pada

sapi perah betina di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang (Gambar 4.4)

Hasil Persentase Brucellosis

11,5%

Negatif
Positif

89,5%

Gambar 4.4 Hasil Persentase Brucellosis pada sapi perah betina di Kecamatan
Turen, Kabupaten Malang.

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 5 PEMBAHASAN

Uji Rose Bengal Test (RBT) dan uji Complement Fixation Test (CFT)

merupakan uji resmi yang saat ini digunakan untuk diagnosis serologis

Brucellosis (Gurbilek et al., 2016). Rose Bengal Test (RBT) merupakan pengujian

awal Brucellosis yang memiliki prinsip aglutinasi antara antigen dan antibodi

(Kartini dkk., 2017). Pada uji RBT digunakan suspensi antigen Brucella yang

memiliki koloni smooth diwarnai dengan Rose Bengal dan larutan penyangga pH

3,65. Pada pH netral, test ini dapat menggukur persentase IgM, IgG1 dan IgG2,

namun pada pH rendah 3,65 Rose Bengal Test (RBT) akan mencegah terjadinya

aglutinasi dengan IgM dan hanya mengukur IgG1 (Kaltungo et al., 2014).

Hasil uji positif RBT ditunjukkan dengan adanya aglutinasi berupa

bentukan pasir dan apabila tidak ditemukan aglutinasi yang jelas maka dianggap

sebagai hasil negatif (Albert et al., 2018). Uji RBT memiliki sensitifitas uji yang

tinggi (Kaltungo et al., 2014) atau merupakan uji yang dapat mendeteksi adanya

positif Brucellosis (Ghurafa dkk., 2019). Hasil positif uji RBT kemudian

dilakukan uji CFT yang merupakan test konfirmasi Brucellosis yang memiliki

tingkat spesifisitas uji tinggi (OIE, 2018). Spesifisitas merupakan kemampuan uji

untuk mendeteksi adanya negatif Brucellosis. Penggunaan uji RBT yang memiliki

sensitifitas tinggi dengan uji CFT yang memiliki spesifisitas tinggi cukup ideal

sebagai diagnosis Brucelosis (Ghurafa dkk., 2019).

Uji CFT memiliki prinsip uji pengikatan komplemen yang digunakan

untuk mengetahui keberadaan antibodi dengan mengukur titer antibodi (OIE,

2018). Metode uji CFT ini melihat reaksi ikatan komplemen dengan antigen dan

33
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
34

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

antibodi yang hasilnya dapat diketahui dengan penambahan eritrosit domba dan

hemolisin (hemolitik sistem) (Poester et al., 2010). Pada uji CFT IgM akan

mengalami inaktivasi pada suhu 56-580C selama 30 menit (Kaltungo et al., 2014)

sehingga hanya IgG1 yang diukur dan membuat spesifisitas uji sangat tinggi

(Nielsen and Yu, 2010). Hasil penelitian Brucellosis pada sapi perah betina di

Kecamatan Turen dengan uji CFT menunjukkan satu sampel negatif dan sembilan

sampel positif. Menurut Kartini dkk., (2017) reaksi negatif uji CFT ditunjukkan

dengan terjadinya hemolisis dan reaksi positif dengan adanya endapan eritrosit di

dasar sumur plate uji. Hasil uji konfirmasi dengan metode CFT ini menjadi

penentu diagnosis akhir Brucellosis (Corbel, 2006).

Persentase Brucellosis pada sapi perah betina di Kecamatan Turen,

Kabupaten Malang yaitu sebesar 11,5% atau 9 sampel positif dari 78 sampel uji.

Menurut SK Menteri Pertanian No 828 tahun 1998 mengenai pelaksanaan

operasional pemberantasan Brucellosis, pada daerah tertular (>2%) yaitu dengan

dilakukannya program vaksinasi Brucella (Samkahn, 2014). Vaksin yang

digunakan untuk pemberantasan Brucellosis di Indonesia adalah vaksin B. abortus

strain 19 (S19) dan RB51 (Handayani, 2013). Pemerintah saat ini memfokuskan

pemakaian vaksin RB51, hal ini dikarenakan penggunaan vaksin B.abortus S19

dapat menimbulkan infeksi laten dan titer antibodi berkepanjangan sehingga dapat

mengacaukan diagnosis serologis terhadap Brucellosis (Azizah, 2014). Kesalahan

respon serologi ini terjadi karena vaksin S19 yang merupakan strain halus

mengekspresikan rantai sisi O sehingga dapat menginduksi terbentuknya antibodi

terhadap antigen pada rantai sisi O. Berbeda dengan vaksin RB51 yang

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


35

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

merupakan strain kasar vaksin ini tidak dapat terdeteksi dengan uji serologi

Brucellosis dikarenakan memiliki ekspresi minimal pada rantai sisi O

lipopolysaccharida sehingga tidak dapat menginduksi respon antibodi (Olsen and

Tatum, 2010).

Respon imun humoral terhadap infeksi Brucella didominasi oleh antibodi

terhadap smooth lipopolysaccharida (S-LPS) yang berasal dari bakteri Brucella.

Respon antibodi menunjukkan perubahan IgM/IgG setelah terjadinya infeksi

(Chenais et al., 2012). Antibodi IgM muncul saat awal infeksi atau antibodi yang

tersisa setelah dilakukannya vaksinasi (Levieux, 1978). Antibodi IgG muncul

setelah infeksi awal berakhir yang dipicu oleh protein sitoplasma dari Brucella

yang tidak dapat difagosit oleh makrofag sehingga bakteri tetap berada di dalam

tubuh atau jaringan dan melakukan perkembangbiakan secara intraseluler (Elfaki

et al., 2015). Reaksi positif palsu juga dapat terjadi karena S-LPS pada bakteri

Brucella bereaksi silang dengan S-LPS bakteri lain seperti Escherichia coli 0:157

dan 0:116, Yersinia enterocolitica 0:9, Bordetella, Salmonella atau Pasteurella

(Chenais et al., 2012 ; Astarina dkk., 2016)

Kasus Brucellosis di Jawa Timur pernah diteliti ditemukan di beberapa

daerah, seperti di Kabupaten Sidoarjo ditemukan di RPH Krian sebesar 1,4 % atau

lima sampel positif dari total 360 sampel uji (Azizah, 2014). Pada tahun 2013 di

Desa Kerjen, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar ditemukan sapi perah yang

diduga positif Brucellosis sebesar 10% yaitu sebanyak dua sampel dari 20 sampel

uji (Abdulghoffar, 2013). Faktor risiko yang dapat menjadi penyebab terjadinya

Brucellosis pada sapi seperti kepadatan populasi, lalu lintas ternak, cara

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


36

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

pemeliharaan dan umur sapi (Astari, 2016). Penularan antar ternak dalam satu

peternakan, penjualan ternak yang mengalami abortus akibat brucellosis juga

merupakan faktor risiko penyebaran (Kristiyanti dan Apriliana, 2018).

Faktor yang menjadi risiko penyebaran Brucellosis pada sapi perah betina

di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang yaitu akibat kepadatan populasi dalam

peternakan, pengabungan ternak yang sedang bunting tua dengan ternak lainnya

serta pembelian ternak dari daerah yang pernah di laporkan dan ditemukan kasus

Brucellosis seperti Kecamatan Pujon. Kasus Brucellosis di Kecamatan Pujon

pernah ditemukan di KUD SAE Pujon menginfeksi 6 ekor sapi perah dan menjadi

kasus pertama kali Brucellosis di Jawa Timur (Disnak Jatim, 2008). Pada tahun

2015 pernah dilaporkan terjadinya abortus pada 3 ekor sapi di Desa Ngabab

Kecamatan Pujon (Rachmawan, 2015).

Tindakan pemberantasan selain vaksinasi dan test and slaughter juga perlu

dilakukan desinfeksi kandang tertular, edukasi dari Dinas Peternakan dan

Kesehatan Hewan Kabupaten Malang melalui sosialisasi dan workshop kepada

peternak tentang manajemen good breeding practises termasuk hygiene sanitasi

(baik keadaan kandang, kesehatan dan kebersihan ternak, kebersihan pemerah

atau peternak sapi), peningkatan biosekuriti dan biosafety serta pelaporan kasus

keguguran pada sapi sesegera mungkin. Selain itu pembelian ternak juga perlu

disertai SKKH (Kristiyanti dan Apriliana, 2018).

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 6 KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan Penelitian

1. Antibodi Brucella pada sapi perah betina di Kecamatan Turen Kabupaten

Malang yang diuji dengan metode Rose Bengal Test (RBT) ditemukan 10

sampel uji positif.

2. Persentase ternak sapi perah betina Brucellosis di Kecamatan Turen

Kabupaten Malang yang diuji menggunakan metode Rose Bengal Test (RBT)

sebagai screening test dan Complement Fixation Test (CFT) sebagai uji

konfirmasi didapatkan hasil sebesar 11,5% atau 9 sampel positif dari total 78

sampel.

6.2 Saran

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Malang dan

Dinas terkait sebagai acuan langkah pemberantasan Brucellosis di wilayah

Kabupaten Malang.

2. Lebih lanjut juga perlu dilakukan diagnosis secara pasti agen penyebab

Brucella seperti uji molekuler dengan metode Polymerase Chain Reaction

(PCR) dan uji isolasi identifikasi bakteri sesuai dengan Gold Standart uji

Brucellosis.

37
SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI
38

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR PUSTAKA

Abdulghoffar, A. 2013. Deteksi Dini Reaktor Brucellosis Pada Sapi Perah Di


Desa Kerjen Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar Dengan Rose Bengal
Test (Doctoral Dissertation, Universitas Airlangga).

Actor, J. K. 2014. Introductory Immunology: Basic Concepts for Interdisciplinary


Applications. Chapter 12 - Assessment of Immune Parameters and
Immunodiagnostics. Academic Press. 135-152

Adone, R., Francia, M. and Ciuchini, F. 2008. Brucella melitensis B115‐based


complement fixation test to detect antibodies induced by Brucella rough
strains. Journal of applied microbiology, 105(2), 567-574.

Albert, I. P., Kato, C. D. Ikwap, K. Kakooza, S. Ngolobe, B. Ndoboli, D. and


Tumwine, G. 2018. Comparison of rose bengal plate test, serum
agglutination test, and indirect enzyme-linked immunosorbent assay in
brucellosis detection for human and goat samples. International Journal of
One Health. Vol.4/6, 35-39.

Allan, G. S., Chappel, R. J. Williamson, P. and McNaught, D. J. 1976. A


quantitative comparison of the sensitivity of serological tests for bovine
brucellosis to different antibody classes. Epidemiology & Infection, 76(2),
287-298.

Asaad, A. M. and Alqahtani, J. M. 2012. Serological and molecular diagnosis of


human brucellosis in Najran, Southwestern Saudi Arabia. Journal of
infection and public health, 5(2), 189-194.

Astari, N. K, 2016. Seroprevalensi Dan Faktor Risiko Brucellosis Pada Sapi Di


Kabupaten Pinrang Dan Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan (Doctoral
dissertation, Universitas Udayana).

Astarina, D. K. Pribadi, E. S. and Pasaribu, F. H. 2016. Penggunaan Imunostik


sebagai Uji Serologi untuk Deteksi Brucella abortus pada Sapi
(Application Immunostick Assay For Serological Test Brucella Abortus In
Bovine). Jurnal Veteriner, 19(2), 169-176.

Azizah, L. N. 2014. Deteksi Antibodi Brucellosis Pada Sapi Yang Dipotong Di


Rph Krian Kabupaten Sidoarjo Dengan Rose Bengal Test (Rbt) (Doctoral
Dissertation, Universitas Airlangga).

Azzahrawani, N., Martalina, E. Herman, S. and Adillah, A. 2018. AEVI-2


Investigasi Outbreak Bovine Bruselosis di Pulau Bengkalis Tahun
2018. Hemera Zoa. 390-392.

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


39

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet). 2016. Laporan Bulanan September
2016. Bogor.

Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates. 2018. Isi Peta Penyakit Hewan.
Yogyakarta.

Banai, M. and Corbel, M. 2010. Taxonomy of Brucella. The Open Veterinary


Science Journal, 4(1), 85-101.

Basri, C. and Sumiarto, B. 2017. Taksiran Kerugian Ekonomi Penyakit Kluron


Menular (Brucellosis) pada Populasi Ternak di Indonesia. Jurnal
Veteriner, 18(4), 547-556.

Chenais, E., Bagge, E. Thisted Lambertz, S., and Artursson, K. 2012. Yersinia
enterocolitica serotype O: 9 cultured from Swedish sheep showing
serologically false-positive reactions for Brucella melitensis. Infection
ecology & epidemiology, 2(1), 19027.

Corbel, M. J. 2006. Brucellosis in Human and animal. World Health Organization


Press. Geneva.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang (Disnak and Keswan
Kab. Malang). 2019. Rekap Populasi Ternak Per Wilayah (Ekor).

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur (Disnak Jatim). 2008. Jawa Timur awasi
dan kendalikan penyakit Hewan. https://disnak.jatimprov.go.id/web/berita
utama/read/66/jawa-timur-awasi-dan-kendalikan-penyakit-hewan.[28 Sept
ember 2019]

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjenpkh). 2018. Statistik


Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta : Kementan RI.

Dorneles, E. M., Lima, G. K., Teixeira-Carvalho, A., Araújo, M. S., Martins-


Filho, O. A., Sriranganathan, N., ... and Lage, A. P. 2015. Immune
response of calves vaccinated with Brucella abortus S19 or RB51 and
revaccinated with RB51. PloS one, 10(9).

Dwi, W. K., Tyasningsih, W., Praja, R. N., Hamid, I. S., Sarudji, S and Purnama,
M. T. E. 2018. Deteksi Antibodi Brucella pada Sapi Perah di Kecamatan
Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi dengan Metode Rose Bengal Test
(RBT). Jurnal Medik Veteriner, 1(3), 142-147.

Eini, P., Keramat, F., and Hasanzadehhoseinabadi, M. 2012. Epidemiologic,


clinical and laboratory findings of patients with brucellosis in Hamadan,
west of Iran. Journal of research in health sciences, 12(2), 105-108.

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


40

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Elfaki, M. G., Alaidan, A. A., and Al-Hokail, A. A. 2015. Host response to


Brucella infection: review and future perspective. The Journal of Infection
in Developing Countries, 9(07), 697-701.

Ernawati, R., Rahardjo A.P., Sianita N., Rahmahani J., Rantam F. A., Suwarno.
2017. Penuntun Praktikum Pemeriksaan Virologik Dan Serologik.
Laboratorium Virologi Dan Imunologi Departemen Mikrobiologi
Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Ficht, T. 2010. Brucella taxonomy and evolution. Future microbiology, 5(6), 859-
866.

Ghurafa, R., Lukman, D. W. and Latif, H. 2019. I Indirect Enzyme Linked


Immunosorbent Assay Sebagai Metode untuk Melacak Bruselosis pada
Sapi Perah (Indirect Enzyme Immunosorbent Assay (I-Elisa) As Method
For Detect Brucellosis In Dairy Cow). Jurnal Veteriner, 20(1), 30-37.

Golshani, M. and Buozari, S. 2017. A review of Brucellosis in Iran:


epidemiology, risk factors, diagnosis, control, and prevention. Iranian
biomedical journal, 21(6), 349.

Gurbilek, E. S., Tel, O. Y. and Keskin, O. 2017. Comparative evaluation of three


serological tests for the detection of Brucella antibodies from infected
cattle herds. Journal of applied animal research, 45(1), 557-559

Handayani, T. 2013. Pengembangan kandidat vaksin iradiasi Brucella abortus


isolat lapang. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Handayani, T., Noor, S. M. and Pasaribu, F. H. 2018. Isolasi Brucella abortus dari
cairan higroma dan susu. Arshi Veterinary Letters, 2(3), 55-56.

Kaltungo, B. Y., Saidu, S. N. A., Sackey, A. K. B. and Kazeem, H. M. 2014. A


review on diagnostic techniques for brucellosis. African Journal of
Biotechnology, 13(1).1-10.

Kartini, D., Noor, S. M. and Pasaribu, F. H. 2017. Deteksi Brucellosis pada Babi
secara Serologi dan Molekuler di Rumah Potong Hewan Kapuk, Jakarta
dan Ciroyom, Bandung. Acta Veterinaria Indonesiana, 5(2), 66-73.

Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan). 2013. Nomor 4026/Kpts./OT.140/3/


2013. Penetapan Jenis Penyakit Hewan Menular Strategis

Khairiyah, K. 2011. Zoonosis dan Upaya Pencegahannya (Kasus Sumatera


Utara). Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 30(3), 117-124.

Kusumawati, A., Wijaya, S. K., Husnaa, U., Rubiyana, Y. and Santoso, A. 2018.

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


41

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Protein Rekombinan Outer Membrane Protein-31 dengan Superoxide


Dismutase pada Pichia Pastoris Berpotensi Sebagai Kandidat Vaksin
Brucellosis. Jurnal Veteriner, 19(3), 430-438.

Kristiyanti, F., dan Apriliana, U. I. 2018. AEVI-13 Investigasi Outbreak Bovine


Brucellosis di Desa Hargobinangun Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman
Tahun 2017. Hemera Zoa. 426-428.

Levieux, D. 1978. Bovine Immunoglobulins and Brucellosis. 3. Activity of IgG1,


IgG2 and IgM Versus Different Commercial Batches of Rose Bengal
Antigen. Ann. Rech. Vet. 1978, 9 (3), 489-493.

Luwumba, D., Kusiluka, L. and Shirima, G. 2019. Occupational hazards


associated with human brucellosis in abattoir settings: A case study of
Dodoma abattoir in Tanzania. Vol. 11 (3), 73-80.

Margareta, S. 2013. Hubungan Pelaksanaan Sistem Kearsipan Dengan Efektivitas


Pengambilan Keputusan Pimpinan: Study deskriptif analisis kuantitatif di
Sub Bagian Kepegawaian dan Umum Lingkungan Kantor Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat (Doctoral dissertation, Universitas
Pendidikan Indonesia).

Martoenus, A. and Djatmikowati, T. F. 2015. Teknik Pengambilan Darah pada


Beberapa Hewan. Diagnosa Veteriner. Buletin Informasi Kesehatan
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Vol 14 (1), 6-12.

Megid, J., Mathias, L. A. and Robles, C. 2010. Clinical manifestations of


brucellosis in domestic animals and humans. The Open Veterinary Science
Journal, 119-126.

Mukmin, Y. 1997. Diagnosa penyakit brucellosis pada sapi dengan teknik uji
pengikatan komplemen. Bogor. Balai Penelitian Veteriner. Lokakarya
Fungsional Non Peneliti. 198-202.

Nielsen,K and Yu, W. L. 2010.Serological diagnosis of brucellosis. Prilozi, 31(1),


65-89.

Neta, A. V. C., Mol, J. P., Xavier, M. N., Paixão, T. A., Lage, A. P. and Santos, R.
L. 2010. Pathogenesis of bovine brucellosis. The Veterinary
Journal, 184(2), 146-155.

Noor, S. M. 2006. Brucellosis: Penyakit Zoonosis yang belum banyak dikenal di


Indonesia. Wartazoa, 16(1), 31-39.

Novita, R., Hananto, M., Sembiring, M. M., Noor, S. M., Lilian, L. and Khairirie,
K. 2017. Seroprevalensi Dan Ancaman Brucella Abortus Pada Pekerja

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


42

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Peternakan Sapi Perah Kecamatan Cilawu, Garut. Jurnal Kesehatan


Reproduksi, 7(3), 211-218.

Office International des Epizooties (OIE). 2009. Bovine Brucellosis. Manual of


Diagnostic Test and Vaccines for Terrestrial Animals. Paris. 4(3): 564–
567.

Office International des Epizooties (OIE). 2018. Brucellosis (Brucella abortus, B.


melitensis and B. suis) (Infection with Brucella abortus, B. melitensis and
B. suis). Chapter 3.1.4 : 355-398.

Olsen, S. and Tatum, F. 2010. Bovine brucellosis. Veterinary Clinics: Food


Animal Practice, 26(1), 15-27.

Panus, A., Eakkatat, M., Black, P., Indrayani, L., and Idris, S. 2018. FA-11
Seroprevalence and Risk Factors for Bovine Brucellosis in Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Province, Indonesia. Hemera Zoa. 79-81.

Parthiban, S., Malmarugan, S., Murugan, M. S., Rajeswar, J. J., and Pothiappan,
P. 2015. Review on emerging and reemerging microbial causes in bovine
abortion. Int. J. Nut. and Food Sci, 4(4-1), 1-6.

Poester, P. F., Nielsen, K., Ernesto Samartino, L., and Ling Yu, W. 2010.
Diagnosis of brucellosis. The Open Veterinary Science Journal, 4(1), 46-
60

Poester, F. P., Samartino, L. E., and Santos, R. L. 2013. Pathogenesis and


pathobiology of brucellosis in livestock. Rev Sci Tech, 32(1), 105-15.

Praja, R. N., Handijatno, D., Koesdarto, S., and Yudhana, A. 2017. Karakterisasi
Protein VirB4 Brucella abortus Isolat Lokal dengan Teknik Sodium
Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis. Jurnal Veteriner,
18(3), 416-421.

Priyanka, B. N. S. and Kashyap, S. K. 2019. Bovine brucellosis: A review on


background information and perspective. Journal of Entomology and
Zoology Studies, 7(2): 607-613.

Putra, A. A. G. 2006. Situasi penyakit hewan menular strategis pada ruminansia


besar: Surveilans dan monitoring. Pros. Lokakarya Nasioanal Ketersediaan
IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Strategis. Jakarta, 12, 31-49.

Rachmawan, W. R. 2015. Pengetahuan, sikap, dan praktik peternak sapi perah di


desa ngabab, kecamatan pujon kabupaten malang dalam pengendalian
bruselosis. [SKRIPSI]. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


43

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Ratnasari, R., Handijatno, D., and Rantam, F. A. 2014. Determinan Antigen Gen
omp2a Brucella abortus Isolat Lokal. Acta Veterinaria Indonesiana , 2(1),
17-25.

Samkhan. 2014. Analisis ekonomi penyakit brucellosis dalam menyongsong


penanggulangan, pemberantasan dan pembebasan brucellosis di indonesia
tahun 2025. Balai Besar Veteriner Wates. Buletin Laboratorium Veteriner.
Artikel 1, 1-9.

Sudibyo, A. 1995. Studi Epidemiologi Brucellosis Dan Dampaknya Terhadap


Reproduksi Sapi Perah di DKI Jakarta. Bogor. Balai Penelitian Veteriner.
117-122.

Sujarweni, V. W. dan Endrayanto, P. 2012. Statistika untuk penelitian


. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wahyuni, S. 2015. Menyajikan Data Penelitian. Bagian Parasitologi Fakultas


Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin. Page 1-6.

Wassie, K. B. 2019. A Sero–Prevalence Study of Bovine Brucellosis. Ethiopia.


Internasional Journal Agriculture and Agribusiness.Vol 3(2), 219 – 226.

Zhen, Q., Lu, Y., Yuan, X., Qiu, Y., Xu, J., Li, W., and Chen, Z. 2013.
Asymptomatic brucellosis infection in humans: implications for diagnosis
and prevention. Clinical Microbiology and Infection, 19(9), E395-E397.

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


44

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 1. Data BBVet Wates kejadian Brucellosis di Provinsi DIY, Jawa


Tengah dan Jawa Timur

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


45

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 2. Data Ditjen PKH populasi sapi perah tahun 2014-2018

Populasi Sapi Perah Tahun 2014 – 2018

Dairy Cattle Population 2014 - 2018

(Ekor/Head)
Provinsi/ Tahun
No Provinces 2014 2015 2016 2017 2018
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 90 62 58 50 54

2 Sumatera Utara 1.088 1.078 1.409 1.948 2.102

3 Sumatera Barat 674 849 891 830 884

4 Riau 143 140 132 92 96

5 Jambi 64 30 24 33 33

6 Sumatera Selatan 95 124 127 112 112

7 Bengkulu 190 189 114 244 324

8 Lampung 285 461 455 420 444

9 Kepulauan Bangka Belitung 147 161 193 223 223

10 Kepulauan Riau 6 7 7 8 8

11 DKI Jakarta 2.638 2.433 2.411 1.897 1.991

12 Jawa Barat 123.140 116.400 119.595 115.827 119.349

13 Jawa Tengah 122.566 134.670 137.334 138.560 134.721

14 DI. Yogyakarta 3.990 4.044 4.069 4.003 4.125

15 Jawa Timur 245.246 255.947 265.002 273.881 283.311

16 Banten 36 20 42 51 54

17 Bali 97 - - - -

18 Nusa Tenggara Barat - - - - -

19 Nusa Tenggara Timur 45 43 43 45 45

20 Kalimantan Barat 49 43 50 64 72

21 Kalimantan Tengah - - - - -

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


46

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

22 Kalimantan Selatan 232 228 221 218 224

23 Kalimantan Timur 77 79 97 107 117

24 Kalimantan Utara 2 1 1 2 2

25 Sulawesi Utara 88 77 64 62 47

26 Sulawesi Tengah 10 10 10 10 10

27 Sulawesi Selatan 1.464 1.515 1.529 1.696 1.731

28 Sulawesi Tenggara 9 12 19 35 39

29 Gorontalo 13 7 7 6 6

30 Sulawesi Barat 32 - - - -

31 Maluku - - - - -

32 Maluku Utara - - - - -

33 Papua Barat - - - - -

34 Papua - 19 16 17 17

INDONESIA 502.516 518.649 533.920 540.441 550.141

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


47

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 3. Data populasi sapi perah triwulan I tahun 2019 di Kabupaten


Malang

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


48

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 4. Data populasi sapi perah per desa di Kecamatan Turen,


Kabupaten Malang

No. Desa Jantan Betina

1. Kemulan 15 86

2. Sawahan 17 95

3. Undaan - 7

4. Tawang Rejeni - -

5. Gedok Kulon 4 13

6. Gedok Wetan 2 9

7. Talok - -

8. Sedayu - -

9. Tanggung 17 101

10. Turen - -

11. Jeru - 5

12. Kedok - -

13. Talang Suko - -

14. Tumpak Renteng 4 17

15. Sanan Kerto - -

16. Sanan Rejo 3 11

17. Pagedangan - 7

Total 62 351

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


49

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 5. Data pendukung berupa kuisoner hasil pendataan alamat dan


data identitas sapi perah

Identitas sapi
No. Alamat Asal Riwayat Status
Kode sapi Umur/th
/Desa sapi penyakit vaksin
K/K/1 3 th -
Kawin
K /K/2 3 th
berulang
Kawin
K /K/3 3 th
berulang
Kawin
K /K/4 3 th
berulang
K /K/5 3 th -
K /K 6 3 th -
K /K/7 2 th -
K /K/8 2 th -
K /K/9 3 th -
K /K/34 4 th -
1. Kemulan Pujon Vaksin
K /K/35 4 th -
RB 51
K /K/36 4 th -
K /K/37 5 th -
K /K/38 4 th -
K /K/39 4 th -
Kawin
K /K/40 4 th
berulang
Abortus
usia
K /K/41 4 th
kebuntingan
6 bulan
Kawin
K/K/42 3 th
berulang
Kawin
K/K/43 3 th
berulang
M/S/1 3 th -

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


50

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lahir umur
M /S/2 3 th
8 bulan
Kawin
M /S/3 3 th
berulang
Kawin
M /S/4 3 th
berulang
Kawin
M /S/5 4 th
berulang
M /S/6 4 th -
M /S/7 4 th -
M /S/8 2 th -
2. Sawahan Pujon Vaksin
M /S/15 3 th -
RB 51
M /S/16 3 th -
M /S/17 3 th -
M /S/18 3 th -
Lahir
M /S/19 3 th lemah, mati
usia 7 hari
Kawin
M /S/20 3 th
berulang
M /S/21 3 th -
Kawin
M /S/22 3 th
berualng
Kawin
M /S/23 3 th
berualng
Kawin
M /S/24 3 th
berualng
M /S/25 3 th -
M /S/26 3 th -
M /S/27 4 th -
3. Undaan Pujon I/U/1 4 th - Vaksin
I/U/5 4 th - RB 51
T/GK/1 5 th -
4. Gedok Pasuruan Vaksin
T/GK/2 6 th -
Kulon RB 51

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


51

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

& Pujon T/GK/3 4,5 th -


Kawin
P/GW/1 6 th
5. Gedok Pujon berulang Vaksin
Wetan Kawin RB 51
P/GW/9 6 th
berualng
S/T/1 4 th -
S /T/2 4 th -
S /T/3 4 th -
Kawin
S /T/4 2 th
berualng
Kawin
S /T/5 2 th
berulang
Kawin
S /T/6 2 th
berulang
S /T/21 3 th -
6. Tanggung Pujon Vaksin
S /T/22 3 th -
RB 51
S /T/23 3 th -
Abortus
usia
S /T/24 3 th
kebuntingan
5 bulan
S /T/31 3 th -
S /T/32 3 th -
S /T/33 4 th -
S /T/34 4 th -
S /T/35 3 th -
M/T/570 5 th -
Kawin
M/T/583 5 th
berulang
Kawin
M/T/584 3 th
berulang
Kawin
M/T/585 3 th
7. Tanggung Pujon berulang Vaksin
& Kawin RB 51
M/T/590 2,5 th
Ngantang berulang

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


52

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Kawin
M/T/593 4 th
berulang
Kawin
M/T/594 4 th
berulang
Kawin Vaksin
8. Jeru Pujon N/J/5 4 th
berulang RB 51
N/TR/1 6 th -

9. Tumpak Pasur N/TR/5 5 th - Vaksin


Renteng uan N/TR/16 3 th - RB 51

N/TR/17 3 th -

10. Sanan Pujon M/SR/014 3,5 th - Vaksin


Rejo M/SR/001 2 th - RB 51
Kawin
M/P/1 4 th
11. Pagedang Pujon berulang Vaksin
an Kawin RB 51
M/P/2 3 th
berulang

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


53

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 6. Leaflet panduan penggunaan antigen RBT

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


54

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 7. Hasil positif uji Rose Bengal Test (RBT)


Pada gambar 1 di bawah ini dapat dilihat hasil uji positif RBT di desa

Kemulan, Kecamatan Turen.

Gambar 1. Hasil uji positif RBT Desa Kemulan, Kecamatan Turen.

Hasil uji RBT sampel serum darah sapi perah di desa Kemulan,

Kecamatan Turen ditemukan hasil positif pada kode sampel nomor 40, 41 dan 43.

Kode sampel nomor 40 dan 41 menunjukkan reaksi positif tiga dan kode sampel

nomor 43 menunjukkan reaksi positif dua. Gambar 2 dibawah ini merupakan hasil

uji positif RBT di desa Sawahan, Kecamatan Turen.

Gambar 2. Hasil uji positif RBT, Desa Sawahan, Kecamatan Turen.

Hasil uji RBT di desa Sawahan, Kecamatan Turen menunjukkan hasil

positif pada kode sampel nomor 2, 4, 15, 18 dan 19. Pada kode sampel nomor 2,

4, 15 dan 19 terjadi reaksi positif tiga, sedangkan kode sampel nomor 18

menunjukkan reaksi positif dua. Dibawah ini pada gambar 3 dapat dilihat hasil uji

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


55

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

positif RBT di desa Tanggung, Kecamatan Turen.

Gambar 3. Hasil uji positif RBT, Desa Tanggung, Kecamatan Turen.

Uji RBT pada sampel yang diambil di desa Tanggung Kecamatan Turen

menunjukkan hasil positif pada kode sampel nomor 24 dan 35. Pada kode sampel

nomor 24 terjadi reaksi positif tiga dan kode sampel nomor 35 menunjukkan

reaksi positif dua.

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


56

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 8. Prosedur uji Complement Fixation Test (CFT) BBVet Denpasar

I. Persiapan

1. Menyiapkan suspensi sel

Darah domba diambil dari vena jugularis atau coccygeal menggunakan

jarum venoject kemudian ditampung dalam tabung yang berisi

antikoagulan. Darah domba kemudian disimpan dalam kulkas 4°c selama 5

hari atau 7 hari. Setelah itu di hari ke 5 (jangan lebih 7 hari) darah domba

dicuci dengan CFT buffer. Caranya darah yang ada di tabung bagian cairan

bening disedot, dibuang, ditambah CFT buffer disentrifuse 3000 rpm 15

menit (dicuci 3 kali). Pencucian terakhir, cairan atas atau supernatan

dibuang dan endapan sel diperoleh.

2. Titrasi hemolisin

Hemolisin yang digunakan dalam uji CFT ini yaitu 1 : 800. Langkah

pertama yang dilakukan yaitu menyederhanakan hemolisin dengan cara

titrasi :

1 : 800 (disederhanakan)

0,1 : 80

0,01 : 8 (dibuat 16 cc maka dikalikan 2)

0,02 : 16 (jadi 20 mikron + 16 cc CFT buffer)

3. Pembuatan suspensi sel 3 %

Darah domba yang sudah disentrifuse kemudian dibuat suspensi 3%

dengan larutan CFT buffer (32,3 kali endapan sel), caranya :

32,3 cc CFT : 1,5 cc sel (agar efisien sama-sama di bagi 2)

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


57

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

16,15 cc CFT : 0,75 cc sel atau 750 µl (dicampur dan dimasukkan ke dalam

erlenmeyer) kemudian ditambahkan hemolisin.

4. Pembuatan Hemolitik Sistem

Sel yang telah didapatkan (16,15 + 0,75 = 16,9 cc) sedangkan hemolisin

16 cc maka sel dikurangi 0,9 cc agar menjadi 16 cc sel + 16 cc hemolisin.

Masukkan campuran sel dan hemolisin tersebut ke dalam erlenmeyer,

inkubasi selama 30 menit 37°C dan setiap 15 menit erlenmeyer digoyang-

goyangkan.

5. Titrasi Komplemen

Titrasi komplemen (serum dari darah marmut caranya : darah dari

marmut setelah mengeluarkan serum kemudian disentrifuse) di WHO plate

80 lubang (letakan plate diatas es/harus dingin setiap kerja komplemen)

A. 1 : 5 (100 µl komplemen : 400 µl CFT buffer)

B. 1 : 10 (200 µl CFT buffer + ambil 200 µl dari A)

C. 1 : 15 (200 µl CFT buffer + ambil 100 µl dari A)

D. 1 : 20 (200 µl CFT buffer + ambil 200 µl dari B)

E. 1 : 30 (200 µl CFT buffer + ambil 200 µl dari C)

F. 1 : 40 (200 µl CFT buffer + ambil 200 µl dari D, lalu buang 200 µl)

G. 1 : 60 (200 µl CFT buffer + ambil 200 µl dari E, lalu buang 200 µl)

Hasil titrasi kemudian di pindahkan ke plate mikrotiter bentuk U 96

lubang, tiap lubang berisi = 25 µl dari 1 : 5 dilubang 1A dan 1B + 50 µl

CFT + 25 µl sel

25 µl dari 1 : 10 dilubang 2A dan 2B + 50 µl CFT + 25 µl sel

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


58

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

25 µl dari 1 : 15 dilubang 3A dan 3B + 50 µl CFT + 25 µl sel

25 µl dari 1 : 20 dilubang 4A dan 4B + 50 µl CFT + 25 µl sel

25 µl dari 1 : 30 dilubang 5A dan 5B + 50 µl CFT + 25 µl sel

25 µl dari 1 : 40 dilubang 6A dan 6B + 50 µl CFT + 25 µl sel

25 µl dari 1 : 60 dilubang 7A dan 7B + 50 µl CFT + 25 µl sel

Kontrol sel dilubang 8A dan 8B 75 µl CFT + 25 µl sel diseker selama

45 menit. Setelah dimicroshaker diamkan 15 menit, kemudian hasil dibaca

sampai pengenceran berapa tidak ada setel (darah berbentuk titik) atau cari

darah yang lisis (bening).

II. Pengujian

1. Masukkan serum yang akan diuji keplate, isi tiap lubang 50 µl dari lubang

1A serum untuk sampel no 1 sampai lubang 10 A serum untuk sampel no

10. Lubang 11 A isi dengan serum kontrol negatif dan lubang 12 B kontrol

serum positif. Tutup dengan plester kemudian masukkan ke dalam

waterbath selama 30 menit untuk inaktifasi (semua serum termasuk

kontrol positif dan negatif).

2. Tambahkan 25 µl CFT buffer pada lubang B1-B12 sampai lubang H1-H12

(lubang A1-A12 tidak ditambah CFT buffer).

3. Encerkan serum secara berseri, diambil dari lubang A1-12 ke B1-12

sampai ke lubang H1-12 (kocok sebanyak 3x, saat mengocok scorec

jangan ditekan penuh agar tidak ada gelembung udara) setelah di kocok 3x

dilubang H1-12, ambil 25 µl dan dibuang.

4. Tambahkan antigen yang tersedia yaitu, 1 : 100 disederhanakan

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


59

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1 : 100 0,01 : 1 (dibuat 5cc maka x 5)

0,05 antigen : 5 cc CFT

50 µl antigen : 5 cc CFT (5 cc CFT masukkan ke tempat pencampuran

kemudian kurangi 50 µl CFT baru ditambahkan 50 µl antigen)

Ambil campuran antigen ini 25 µl masukkan ke lubang C1-12 sampai

lubang H1-12.

Pada lubang A1-12 dan B1-12 ditambahkan 25 µl CFT buffer (untuk

menyamakan volume)

5. Menambahkan komplemen dengan titer komplemen yang tersedia yaitu :

1 : 20 disederhanakan 1 : 20 0,1 : 2 (dibuat 4 cc maka x 2)

0,2 cc komplemen : 4 cc CFT buffer

200 µl komplemen : 4 cc CFT (4cc CFT masukkan ke tempat

pencampuran, kurangi 200 µl CFT

baru ditambah 200 µl komplemen)

Ambil campuran ini 25 µl masukkan ke semua lubang plate dari A sampai

H, kemudian masukkan dalam inkubator selama 30 menit.

6. Tambahkan ke semua lubang plate 25 µl hemolitik sistem, lalu di

microshaker selama 45 menit.

7. Hasil di mulai dari pengenceran tertigggi yang menunjukkan adanya

endapan merah dengan cairan disekitarnya berwarna jernih, menyerupai

kancing yang menandakan hasil positif. Hasil negatif bila campuran pada

lubang plat mikrotiter terlihat warna merah muda dan homogen karena

terjadi hemolisis sempurna dari sel darah domba.

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


60

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 9. Data hasil Pengujian Complement Fixation Test (CFT)


Brucellosis, Balai Besar Veteriner Denpasar

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


61

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 10. Dokumentasi Kegiatan Pengambilan Sampel

Kapas dan Alkohol Vakutainer non EDTA Jarum venoject 21 G

Mikrotube Cool box Ice gell

Gambar 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan sampel

Gambar 2. Pengambilan sampel pada vena coccygeal

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


62

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 11. Dokumentasi Kegiatan Uji Rose Bengal Test (RBT)

Rose Bengal Test Plate Yellow tip Mikropipet

Antigen RBT Serum sampel Serum kontrol (+) dan (-)

Gambar 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam uji RBT

Gambar 2. Proses uji RBT

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


63

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 12. Dokumentasi Kegiatan Uji Complement Fixation Test (CFT)

Komplemen Hemolisin CFT Buffer

Eritrosit domba Bak pemanas Microshaker

Tip Plate mikrotiter

Gambar 1. Alat dan Bahan dalam uji CFT

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI


64

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Pemasukan serum Proses inaktifasi Proses pengenceran

Proses shaker Pembacaan hasil

Gambar 2. Proses uji CFT

SKRIPSI DETEKSI BRUCELLOSIS PADA... IMBI KUSUMASTUTI

Anda mungkin juga menyukai