OLEH
JUAN BASLIO ALCOSONI ALLE
NIM. 1609010047
Proposal Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan
penelitian dalam rangka penyusunan skripsi Sarjana Kedokteran Hewan pada
Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Nusa Cendana
OLEH
JUAN BASLIO ALCOSONI ALLE
NIM. 1609010047
i
STUDI LITERATUR UJI PUNYAKOTI MENGGUNAKAN KACANG
HIJAU SEBAGAI METODE DIAGNOSA AWAL KEBUNTINGAN PADA
SAPI
Oleh
Juan Baslio Alcosoni Alle
NIM. 1609010047
Pembimbing I Pembimbing II
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................3
1.4.1 Peneliti Lain.......................................................................................3
1.4.2 Masyarakat dan Peternak...................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
2.1 Kebuntingan..............................................................................................4
2.2 Metode Deteksi Kebuntingan....................................................................5
2.3 Metode Punyakoti......................................................................................9
2.4 Asam Absisat...........................................................................................10
2.5 Urin Sapi..................................................................................................11
2.6 Kacang Hijau...........................................................................................11
2.6.1 Morfologi dan Taksonomi...............................................................11
2.6.2 Proses Perkecambahan Kacang Hijau..............................................12
2.7 Kerangka Teori........................................................................................15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................................17
3.1 Waktu dan Lokasi Kajian Studi Literatur................................................17
3.2 Materi Kajian Studi Literatur..................................................................17
3.3 Metode Kajian Studi Literatur.................................................................17
3.3.1 Penelusuran dan Pengumpulan Pustaka...........................................17
3.3.2 Penyusunan Resume Pustaka yang Sudah Diperoleh......................17
3.3.3 Penulisan Hasil Resume Studi Literatur..........................................18
3.4 Analisis Kajian Studi Literatur................................................................18
iii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................19
4.1 Uji Punyakoti Menggunakan Kacang Hijau...............................................19
4.1.1. Waktu pengamatan paling efektif........................................................23
4.1.2. Umur kebuntingan...............................................................................24
4.1.3. Perbandingan rasio urin dan air...........................................................24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................26
5.1. Kesimpulan.................................................................................................26
5.2. Saran............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27
iv
DAFTAR TABEL
v
ABSTRAK
STUDI LITERATUR UJI PUNYAKOTI MENGGUNAKAN KACANG
HIJAU SEBAGAI METODE DIAGNOSA AWAL KEBUNTINGAN PADA
SAPI
Juan Baslio Alcosoni Alle
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana
*Korespondensi e-mail: juan.all3d@gmail.com
dicapai terutama dapat menekan calving interval (CI) yang panjang. Hal
ini bertujuan untuk menekan biaya pada breeding program dan membantu
kesalahan deteksi kebuntingan. Tidak adanya gejala estrus bisa saja karena
hipofungsi ovarium, kista folikel, dan atropi ovarium (Rosadi et al., 2018).
1
tersebut, hanya petugas tertentu yang sudah terlatih yang bisa
ternak sapi menggunakan urin yang tidak invasif (Dilrukshi and Perera,
2012). Teknik ini meniru dokter di Mesir sekitar 4000 tahun lalu, di mana
urinasi pada kantong kain yang berisi biji gandum. Perempuan tersebut
didiagnosa hamil apabila biji gandum dalam kantung yang telah terisi urin
Namun. pada ternak sapi hasilnya terbalik dari manusia yakni, jika biji
gandum tumbuh dalam waktu 5 hari maka ternak tersebut dinyatakan tidak
nm/ml. Pada urin sapi yang tidak bunting juga mengandung hormon ABA
tapi dengan konsentrasi yang lebih rendah yaitu 74,46 nm/ml urin
(Juodžentytė and Žilaitis, 2016). Uji ini cukup murah, mudah, sederhana
dan tidak invasif dari sudut pandang kesejahteraan hewan, serta tidak
memerlukan bahan kimia atau alat yang canggih. Peternak yang berada di
daerah yang terpencil dimana akses terhadap dokter hewan sangat terbatas
2
berjudul “Uji Punyakoti Menggunakan Kacang Hijau Sebagai Metode
sapi.
sederhana.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebuntingan
bali sekitar 280 - 294 hari (Rona, Suartha and Budiasa, 2016). Masa
dibagi menjadi tiga tahap: 1) sel telur dari 0 sampai 13 hari, 2) embrio dari
sapi bali bunting atau setelah di-IB adalah masing – masing 15,43 ± 0,50;
4
2.2 Metode Deteksi Kebuntingan
5
b. Eksplorasi Rektal
untuk merasakan kehadiran dari fetus pada salah satu kornu uteri
sehingga orang yang melakukan metode ini harus terlatih (Ball and
Peters, 2004).
ukuran dan diameter yang hampir sama sehingga waktu yang tepat
ke atas karena ukuran kornu uteri kiri dan kanan sudah mulai
berbeda karena kehadiran fetus pada salah satu kornu uteri (Ball
c. Ultrasonografi
6
abdomen (Kahn, 2004). Alat ini dapat mendeteksi adanya
perubahan bentuk dan ukuran dari kornuh uteri. Harga alat ini
d. Diagnosa Imunologik
7
darah induk, urin dan air susu. Test imonologik dapat mengukur
8
metode ini hampir semua hormon dapat diukur kadarnya. Akan
Lestari 2006).
sekitar 4000 tahun lalu, di mana seorang perempuan yang akan didiagnosis
kehamilannya diminta untuk kencing pada kantong kain yang berisi biji
dalam kantung yang dikencingi tumbuh dalam waktu 5 hari dan tidak
untuk ternak sapi hasilnya kebalikan dari manusia, jika biji gandum
tumbuh dalam waktu 5 hari maka ternak tersebut dinyatakan tidak bunting
170,62 nm/ml. Pada urin sapi yang tidak bunting juga mengandung
hormon ABA tapi dengan konsentrasi yang lebih rendah yaitu 74,46
nm/ml urine (Veena et.al., 2003 dalam Juodžentytė dan Žilaitis, 2016).
9
berpengaruh terhadap proses perkecambahan (Purwaningsih, 2001). Uji ini
kesejahteraan hewan dan tidak memerlukan bahan kimia atau alat yang
canggih (Hussain et al., 2016). Peternak yang ada di daerah terpencil yang
otak dengtan kadar asam absisat pada otak hewan non ruminansia lebih
10
tinggi dari kadar asam absisat pada otak hewan ruminansia. Kadar asam
absisat pada tupai adalah 154 ± 74 sedangkan kadar asam absisat pada sapi
Lebih lanjut dijelaskan bahwa urin sapi juga memberikan pengaruh positif
tunas dari biji kacang hijau dibandingkan sapi yang tidak bunting. Hal ini
disebabkan kosentrasi hormon asam absisat lebih tinggi dalam urine sapi
bunting yaitu 170,62 nm/ml urine dari sapi yang tidak bunting yaitu 74,46
nm/ml urine (Veena et.al., 2003 dalam Juodžentytė dan Žilaitis, 2016).
11
Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) Leguminosae
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyldonae
Ordo : Leguminales
Famili : Leguminosae
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus aureus sinonim P. radiatus L.
(Rukmana, 1997)
radikal dari kulit biji. Selama proses ini berlangsung akan terjadi mobilisasi
makanan diubah menjadi bentuk yang dapat digunakan, baik untuk tumbuhan
imbibisi dan absorbsi air, hidrasi jaringan, absorbsi oksigen, pengaktifan enzim
12
peningkatan respirasi dan asimilasi, inisiasi pembelahan dan pembesaran sel dan
dahulu keluar (akar primer dan akar rambut). Proses ini terjadi
13
5. Hipokotil terus memanjang sehingga kotiledon berada di atas
tinggi. Kadar air pada biji kacang hijau berkisar 5 sampai 15%,
14
2.7 Kerangka Teori
Kacang hijau
tidak bunting dan urin sapi bunting dengan pengenceran 1:4 masing –
(Wahyuningsih, 2014).
Konsentrasi hormon asam absisat yang tinggi dalam urin sapi bunting
15
dapat menghambat proses perkecambahan kacang hijau dengan cara
pemberian urin sapi bunting pada bibit kacang hijau dapat menghambat
16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Kajian Studi Literatur
data internet dan sumber referensi atau pustaka berupa jurnal dan e-book
17
literatur berdasarkan judul yang telah ditentukan, diawali dengan
Waktu Pelaksanaan
No. Jenis Kegiatan
September Oktober November
1. Seminar
Proposal
2. Studi Literatur
3. Seminar Hasil
18
4. Skripsi
BAB 1V
Indonesia.
19
pregnancy in cattle using urine”
kebuntingan dibawah 3 bulan dan diatas 3 bulan. Urin sapi bunting dapat
Urin sapi bunting mengandung hormon asam absisat (ABA) yang bekerja
dengan cara menghambat aktivitas enzim α-amilase dan lipase yang berperan
20
karbohidrat menjadi glukosa sedangakn enzim lipase berperan untuk memecah
Nilai
Hari Sapi Bunting Sapi Tidak Bunting
Percobaan Signifikansi
Mean SE Mean SE
Bunting ≥
0,17 ± 1,07 ± 1,58 ± 3,75 ± 3,28 ± 5,50 ±
21
3 bulan 0,082 0,653 0,917 1,500 0,486 0,500
22
Tabel 4. 5 Rata – rata presentase perkecambahan pada penelitian Dilrukshi dan
Perera (2009)
Tidak
32 2,94 42,7 49,44 64,75 6,89
bunting
Bunting ≤
0 0 42,5 49,08 48,25 8,65
3 bulan
Bunting 3
7 1,15 44,5 51,39 56,50 6,35
– 6 bulan
Bunting ≥
0 0 42,25 48,80 54,25 6,84
6 bulan
dilakukan pengamatan pada hari pertama, kedua dan ketiga dengan melihat
rata – rata bibit yang berkecambah (Tabel 4.2). Berdasarkan hasil penelitian
pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa pengamatan paling efektif dilakukan pada
23
Pada penelitian Wahyuningsih (2014) dilakukan pengamatan pada hari
kedua dan kelima dengan melihat rata – rata panjang kecambah dan presentase
kacang hijau yang berkecambah yang dapat dilihat pada tabel 4.3 dan tabel
4.4. Berdasarkan tabel 4.3 dan tabel 4.4 menunjukkan bahwa pengamatn yang
dilakukan pada hari kedua dan kelima sama – sama memberikan hasil yang
hasil yang sama yaitu uji punyakoti menggunakan kacang hijau dapat
(2009) menggunakan pengenceran urin dan air sebesar 1:4, 1:10, dan 1:14,
pengenceran 1:4 dan 1:14. Berdasarkan hasil penelitian dari Laznickova et al.,
(2020) pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa pengenceran 1:4 dan pengenceran
1:14 efektif dengan melihat nilai signifikansi (P) dibawah 0,05 pada
24
pengamatan hari ketiga. Hasil ini juga serupa dengan hasil dari Wahyningsih
(2014) dan Dilrukshi dan Perera (2009) yang menunjukkan bahwa pada
sapi bunting lebih rendah dari urin sapi yang tidak bunting.
kebuntingan 3 – 6 bulan. Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian dari
Wahyuningsih (2014) pada pengenceran 1:10 saat diamati pada hari kelima
serta pengenceran 1:14 saat diamati pada hari kedua dan kelima. Pada keadaan
tersebut presentase perkecambahan kacang hijau pada urin sapi bunting lebih
tinggi dibandingkan pada urin sapi yang tidak bunting tetapi rata – rata
25
BAB V
5.1. Kesimpulan
paska perlakuan.
5.2. Saran
dijadikan pembanding.
26
27
DAFTAR PUSTAKA
28
Chen, F. S. C. et al. (1988) ‘Analysis of Abscisic Acid in the Brains of Rodents
and Ruminants’, Agric. Biol. Chem, 52(5), pp. 1273–1274.
29
Lestari, T. D. (2006) Metode Deteksi Kebuntingan pada Ternak Sapi. Bandung.
Ranjan, R. and Lewak, S. (1994) ‘Interaction of jasmonic acid with some plant
growth regulators in the control of apple ( Malus domestica ) embryo
germination’, Plant Growth Regulation, 14, pp. 159–160.
30
Rosadi, B. et al. (2018) ‘Identifikasi Gangguan Reproduksi pada Ovarium Sapi
Potong yang Mengalami Anestrus Postpartum Panjang’, Jurnal Veteriner,
19(3), pp. 385–389. doi: 10.19087/jveteriner.2018.19.385.
31
Wahyuningsih (2014) Kecambah sebagai alat deteksi kebuntingan pada induk
sapi. Bogor.
32