SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Validasi Kit EIA
Komersial untuk Analisa Hormon Estradiol dan Progesteron pada Kambing
Kacang (Capra hircus) Betina adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
DEDI RAHMAT SETIADI. Validasi Kit EIA Komersial untuk Analisa Hormon
Estradiol dan Progesteron pada Kambing Kacang (Capra hircus) Betina.
Dibimbing oleh IMAN SUPRIATNA dan MUHAMMAD AGIL.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
VALIDASI KIT EIA KOMERSIAL UNTUK ANALISA
HORMON ESTRADIOL DAN PROGESTERON
PADA KAMBING KACANG (Capra hircus) BETINA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biologi Reproduksi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: drh Amrozi, PhD
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
berkaitan dengan validasi kit EIA komersial dengan menggunakan sampel darah
kambing kacang berupa plasma. Sampai saat ini kit EIA komersial tersebut belum
ada yang dapat dijadikan sebagai rujukan atau referensi untuk digunakan karena
memiliki sensitifitas yang berbeda. Kepekaan ini penting untuk diketahui karena
berhubungan erat dengan jumlah konsentrasi hormon yang dapat diketahui oleh
kit EIA komersial tersebut. Karya ilmiah ini juga berisikan informasi mengenai
protokol analisa hormonal untuk sampel kambing kacang serta produk kit EIA
komersial yang tepat dan selanjutnya dapat dipergunakan sebagai bahan referensi
untuk pemeriksaan hormon dalam sampel darah dari ternak tersebut.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Prof Dr drh Iman Supriatna
sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr drh Muhammad Agil, MScAgr selaku
anggota komisi pembimbing atas bimbingan, arahan, perhatian dan nasehat
selama melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.
Penghargaan disampaikan penulis kepada Ketua Program Studi Biologi
Reproduksi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Kepala Bagian
Reproduksi dan Kebidanan, seluruh staf pendidik dan kependidikan Bagian
Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, FKH-
IPB yang telah memberikan ijin sekolah, dukungan dan membantu kepada penulis
dalam menempuh studi hingga selesainya penulisan karya ilmiah ini.
Perhargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr drh
Muhammad Agil,MScAgr yang telah mendorong, mendukung dan masukannya
pada saat penulis akan menempuh dan mengikuti studi pada Program Studi
Biologi Reproduksi. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada drh Santoso
dan drh Andriyanto,MSi sebagai rekan kerja dan yang telah membantu selama
penelitian, tak lupa kepada seluruh rekan-rekan pada Program Studi Biologi
Reproduksi 2011 penulis ucapkan terimakasih.
Dengan penuh rasa hormat penulis persembahkan kepada Ayahanda (alm)
Muhammad Dadjri, ibunda Rasimi dan seluruh keluarga atas doa, dukungan dan
kasih sayang yang diberikan. Terimakasih disampaikan kepada seluruh pihak
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan perhatian dan
dukungan kepada penulis.
Karya ilmiah ini didedikasikan untuk istri tersayang ‘Yuli Yulianti’ dan
anak-anakku ‘Rifaa Mufiidah Setiadi’, ‘Fahmida Shaista Setiadi’ dan ‘Muhafiz
Rohail Setiadi’ yang tidak ada lelahnya mendukung selama penulis menempuh
studi. Akhirnya, semoga karya ilmiah berupa tesis ini dapat memberikan
informasi yang bermanfaat dan berguna.
DAFTAR GAMBAR x
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Kerangka Pemikiran 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
Hipotesis 3
Pertanyaan Saintifik yang Harus Dijawab 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Kambing Kacang 3
Taksonomi 3
Morfologi dan Biologi 4
Biosintesis Dan Metabolisme Hormon Steroid:Estradiol dan
Progesteron 4
Kit EIA Komersial 6
3 MATERI DAN METODE 8
Waktu dan Tempat Penelitian 8
Materi Penelitian 8
Metode Penelitian 9
Tahap I Monitoring Pola Siklus Estrus pada Kambing Kacang 9
Analisa Hormon Estradiol dan Progesteron selama Siklus Estrus 9
Monitoring Siklus Ovarium Menggunakan USG 9
Tahap II Validasi Beberapa Kit Komersial 10
Uji Paralelisme 10
Optimalisasi Standard Kurva Hormon Asai 10
Sensitivitas Kit EIA 11
Presisi Kit EIA 11
Intra- dan Inter-Assay Variation 11
Analisa Hormon 12
Prosedur Asai Hormon 12
Hormon Estradiol DRG Jerman (EIA-2693) 12
Hormon Progesteron DRG Jerman (EIA-1561) 12
Hormon Estradiol GBC Taiwan (4S00071) 13
Hormon Progesteron GBC Taiwan (4S00121) 13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Validasi Kit 14
Gambaran Morfologi dan Perkembangan Struktur Fungsional Ovari
(Folikel dan CL) 17
Analisa Hormon 19
5 SIMPULAN DAN SARAN 24
Simpulan 24
Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 24
DAFTAR GAMBAR
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah (1) menentukan kelaikan kit
EIA komersial estradiol dan progesteron untuk manusia, yang akan dipergunakan
untuk monitoring status reproduksi kambing kacang sehingga dapat dijadikan
sebagai bahan referensi untuk pemeriksaan hormon dalam sampel darah kambing
kacang, (2) menghasilkan protokol analisa hormon untuk sampel dari kambing
kacang betina.
3
Manfaat Penelitian
Hipotesis
Apakah kit EIA komersial estradiol dan progesteron untuk manusia dapat
digunakan untuk analisa hormon yang sama pada kambing kacang betina dan
apakah kit ELISA komersial dari produk yang berbeda, memiliki keakuratan atau
sensitivitas yang tidak sama.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kambing Kacang
Taksonomi
Kambing kacang merupakan salah satu plasma nutfah yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia dan belum tereksploitasi secara optimal, oleh karena itu
diperlukan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi kambing kacang tersebut
sehingga dapat dimanfaatkan untuk peningkatan produktifitasnya. Domestikasi
kambing pada awalnya terjadi di daerah pegunungan asia barat sekitar tahun
8000-7000 SM. Kambing (Capra aegagrus hircus) yang dipelihara berasal dari 3
kelompok kambing liar yang telah dijinakkan yaitu kambing bezoar atau kambing
liar eropa (Capra aegagrus), kambing liar India (Capra aegagrus blithy) dan
kambing makhor di pegunungan Himalaya (Capra falconeri). Sebagian besar
kambing yang diternakkan di Asia berasal dari keturunan bezoar (Pamungkas et
al. 2009).
Terdapat 2 rumpun kambing yang dominan di Indonesia yaitu kambing
kacang dan kambing etawah. Kambing kacang berukuran kecil, sudah ada di
Indonesia sejak tahun 1900-an dan menyusul kemudian kambing etawah yang
memiliki tubuh lebih besar (Setiadi et al. 2002). Sistematika atau klasifikasi
kambing termasuk kambing kacang adalah sebagai berikut : kingdom Animalia,
filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, famili
Bovidae, sub famili Caprinae, genus Capra, species Capra hircus (Wilson dan
DeeAnn 2005).
4
yang diatur oleh hukum aksi massa di mana antigen tanpa label (Ag) dan antigen
berlabel (Ag*) bersaing untuk pengikatan sejumlah antibodi (Ab).
Antigen yang berlabel dan antigen yang tidak berlabel saling bersaing
untuk berikatan dengan antibodi yang terdapat dalam jumlah terbatas. Contoh
reaksi seperti ini adalah EIA untuk mengukur progesteron, estradiol dan kortisol.
Pengukuran hormon kortisol dalam saliva menggunakan teknik EIA dapat
mengetahui tingkat stres yang di alami oleh organisme (Haussmann et al. 2007).
Uji EIA ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang
relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi serta
tidak menggunakan radioaktif. EIA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter
Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisa adanya interaksi antigen dengan
antibodi di dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai label
(Lequin 2005).
Enzyme immunosorbent assay secara khusus memiliki konjugat dan
substrat yang menghasilkan beberapa bentuk perubahan warna yang dapat diamati
untuk mengetahui kehadiran antigen atau analit. Metoda EIA terbaru seperti
flurogenik, electrochemiluminescent dan real time PCR dibuat untuk mengetahui
sinyal kuantitatif. Metoda ini dapat memberikan berbagai keuntungan diantaranya
sensitivitas yang tinggi dan bersifat multiflexing (Leng et al. 2008).
Metoda EIA merupakan teknik kuantitatif yang sangat
sensitif, penggunaannya sangat luas, memerlukan peralatan yang sedikit, reagen
yang diperlukan sudah tersedia dan dijual secara komersial dan sangat mudah
didapat. Pemeriksaan EIA dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi atau
hormon dalam tubuh manusia maupun hewan. Tes ini dapat dilakukan dengan kit
yang sudah jadi atau dapat juga dilakukan dengan menggunakan antigen yang
diracik sendiri (Setiawan 2007). Pada hewan, kit EIA ini sebagian besar
digunakan untuk mengetahui kandungan kadar hormon tertentu (misalnya
estradiol atau progesteron). Kandungan hormon ini biasanya berkaitan erat dengan
siklus reproduksi hewan.
Ada beberapa produsen kit EIA diantaranya DRG International,Inc.
Jerman, General Biological Corporation (GBC) Taiwan, ARP American
Research Products (ARP), Inc. Amerika Serikat, Cosmo Bio Co, Ltd dan lain-lain.
Banyak peneliti yang sudah menggunakan kit EIA untuk tujuan penelitian atau
mengevaluasi kit EIA tersebut. Kit EIA komersial yang ada di Indonesia saat ini
adalah DRG International Inc. dari Jerman dan GBC dari Taiwan.
Secara praktis, metoda yang dapat dipercaya untuk monitoring fungsi
gonad sering sangat penting untuk mengkaji status reproduksi individu hewan,
mendiagnosa masalah kesuburan, dan untuk membantu mengembangkan dan
menggunakan teknologi reproduksi ketika perkembangbiakan secara alamiah
gagal dan/atau manajemen genetik ditingkatkan dengan kriopreservasi plasma
nutfah (Graham et al. 2001). Haisenleder et al. (2011), telah melakukan evaluasi
terhadap sembilan komersial EIA kit estradiol yang akan digunakan dengan serum
tikus, yaitu dengan komponen recovery dan korelasi. Kit EIA komersial yang
dipergunakan berasal dari Calbiotech Enzyme Immunoassay. Ada juga peneliti
dari Italia, Todini et al. (2007) mengevaluasi kesesuaian dua kit EIA Komersial
manusia (Estradiol EIA-2693, DRG Instruments GmbH, Marburg, Germany),
untuk mengukur konsentrasi Inhibin-A (In-A) dan 17 β Estradiol (E2) dalam
plasma kerbau, dan hasil yang diperoleh adalah bahwa kit yang diuji tersebut
8
cocok dan dapat diandalkan untuk sampel plasma kerbau. Konsentrasi steroid
yang bersirkulasi bebas dianggap sebagai yang paling akurat merefleksikan fungsi
dari gonad, namun pengumpulan yang tetap sampel darah bisa sulit dilakukan
pada hewan non-domestik (Graham et al. 2001).
Selain kit EIA estradiol, kit EIA progesteron pun dapat digunakan untuk
evaluasi, seperti untuk menentukan akurasi dari dua kit EIA yang tersedia secara
komersial dalam membedakan antara tinggi dan rendahnya konsentrasi
progesteron (P4) pada serum babi betina (kit EIA Progestassay, Synbiotics Corp.,
San Diego, California dan kit EIA Target, Biometalics, Princeton, New Jersey),
dimana sasaran tes kit EIA bekerja dengan baik pada pengukuran semi kuantitatif
konsentrasi progesteron (P4) serum babi (Althouse dan Hixon, 1999).
Pada penelitian lain, kandungan hormon progesteron dan estradiol dalam
darah juga telah dilakukan pengujian dengan menggunakan kit EIA komersial
(Fertigenix-Prog-Easia, Biosource Europe, SA dan Fertigenix-E2-Easia,
Biosource Europe, SA) terhadap domba jenis akkaraman di Turki, dalam
penelitian ini Risvanli et al. (2010) menunjukkan bahwa efek dosis tunggal analog
PGF2α terhadap berbagai konsentrasi hormon dan tingkat kebuntingan pada
domba nulipara dan domba multipara, ditemukan secara signifikan penurunan
kadar progesteron pada hari penyuntikan, setelah 24 jam dan 48 jam. Selain
domba, pada kambing pun telah dilakukan pengujian hormon progesteron dengan
menggunakan kit EIA progesteron sapi (Progestassay, Pitman Moore,
Washington Crossing, New Jersey) cepat dan tidak mahal (Sherrill et al. 1990).
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan dan koleksi sampel berupa darah dari kambing kacang dan
pemeriksaan hormon dilakukan di Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi,
Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dari bulan Nopember 2012
sampai dengan Pebruari 2013.
Materi Penelitian
International Inc., Jerman dan GBC, Taiwan khusus untuk hormon estradiol dan
progesteron.
Metode Penelitian
luteum. Gambaran folikel dan corpus luteum berupa foto dicetak menggunakan
printer termal (Sony Up-895 MD, Jepang). Data yang diperoleh akan dicocokkan
dengan konsentrasi hormon estradiol dan progesteron yang berasal dari hasil
analisa sampel darah di laboratorium.
Uji Paralelisme
Uji paralelisme adalah uji penentuan kemampuan (dalam kisaran tertentu)
kit EIA untuk memberikan hasil yang berbanding lurus dengan konsentrasi
(jumlah) dari analit dalam sampel (Ederveen 2010). Pengujian ini juga dilakukan
untuk menentukan apakah kit EIA yang digunakan dapat mendeteksi keberadaan
hormon tertentu yang diketahui. Disamping itu dengan uji paralelisme dapat
digunakan untuk mengukur perbandingan pengenceran yang tepat pada saat akan
menganalisa sampel. Hal ini sangat penting dilakukan terhadap kit EIA yang
baru dan belum pernah digunakan untuk menganalisa hormon tertentu pada satu
spesies. Disamping itu uji tersebut penting untuk mengetahui pengenceran
sampel yang tepat digunakan untuk analisa sehingga menghasilkan angka
konsentrasi hormon dalam batas nilai yang valid pada garis linear dari kurva
hormon standar.
Menurut Dunn (2007), tujuan uji paralelisme adalah (1) untuk menentukan
apakah dua zat memiliki kesamaan respon biologis (menunjukkan zat yang
sama) dan (2) untuk menentukan apakah dua lingkungan biologis yang berbeda
akan memberikan kurva respon yang mirip dengan zat yang sama. Lee (2009)
menyampaikan juga bahwa paralelisme adalah uji linieritas pengenceran sampel
otentik, tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa analit endogen dalam
sampel yang tidak diketahui, yang mungkin berbeda dan/atau bervariasi dari
standar menunjukkan hasil yang sama, terlepas dari pengenceran standar.
Perbandingan pengenceran ini didapat dengan melihat kurva, yaitu
membandingkan antara kurva standar dengan kurva sampel yang diuji, biasanya
dilakukan beberapa perbandingan pengenceran (5 perbandingan bertingkat).
Apabila kurva sampel yang diuji sejajar (paralel) dengan kurva standar berarti
hormon asai yang digunakan dapat mendeteksi keberadaan hormon yang akan
dianalisa.
(2005) batas asai adalah 20%-80%, aturan batas asai ini didasarkan pada asumsi
bahwa kurva standar paling linier antara 20%-80% binding.
Analisa Hormon
Analisa hormon dilakukan untuk mengetahui konsentrasi hormon estradiol
dan progesteron yang dikandung dalam sampel darah.
sumur dicuci dengan washing solution masing-masing 400 µL selama 3–4 kali
pencucian, kemudian dihentak-hentakan secara perlahan diatas kertas (absorbence
paper). Memasukkan larutan substrat 200 µL ke dalam setiap sumur kemudian
ditutup dengan cling film dan diinkubasi selama 15 menit pada temperatur ruang.
Reaksi enzimatis dihentikan dengan menambahkan stop solution 0.5 M H2SO4
sebanyak 100 µL ke dalam setiap sumur dan pembacaan absorbance
menggunakan EIA reader otomatis dalam waktu 10 menit dengan panjang
gelombang 450±10 nm.
Tabel 1 Larutan standar dari 4 kit EIA komersial original dan modifikasi.
Standar P4 DRG (ng/mL) P4 GBC E2 DRG (pg/mL) E2 GBC
(ng/mL) (pg/mL)
Original Modifikasi Original Original Modifikasi Original
1 0.3 0.3 0.5 25 12.5 10
2 1.25 0.625 3 100 25 30
3 2.5 1.25 10 250 50 100
4 5 2.5 25 500 100 300
5 15 5 50 1000 250 1000
6 40 10 2000 500
7 20 1000
8 40
Validasi Kit
Hasil validasi kedua kit EIA komersial dengan melakukan uji paralelisme
menggunakan kit EIA komersial estradiol dan progesteron dari produk DRG
International Inc.,Jerman menunjukan bahwa kurva sampel sejajar dengan kurva
standar (Gambar 4 dan Gambar 5). Jumlah sampel yang diambil secara acak
adalah 5 sampel dari status atau fase yang berbeda dalam 62 hari pengamatan,
kemudian dilakukan pengenceran bertingkat dimulai dari 1:0 (larutan orisinal
tanpa pengenceran), 1:2, 1:4, 1:8, 1:16 untuk setiap sampel tersebut menggunakan
pengencer aquabidestilata.
Gambar 4 Kurva sampel sejajar dengan kurva standar menggunakan kit EIA
komersial estradiol dari produk DRG International Inc.,Jerman.
15
Gambar 5 Kurva sampel sejajar dengan kurva standar menggunakan kit EIA
komersial progesteron dari produk DRG International Inc.,Jerman.
yang sama dari sampel yang berbeda dapat menunjukkan hasil yang berbeda
walaupun pada spesies yang sama. Perez et al. (2004) mengatakan bahwa hasil
uji paralelisme hormon kortisol pada sampel air liur sapi menunjukkan kurva yang
paralel dengan kurva standar sementara dengan plasma sapi tidak paralel.
Konsentrasi steroid yang bersirkulasi bebas dianggap sebagai yang paling akurat
merefleksikan fungsi dari gonad, namun pengumpulan sampel darah sering kali
sulit dilakukan pada hewan non-domestik (Graham et al. 2001).
Pengujian terhadap kit EIA komersial estradiol dan progesteron dari
produk GBC Taiwan menunjukkan bahwa kurva sampel tidak sejajar dengan
kurva standar (Gambar 6 dan Gambar 7). Uji paralelisme pada asai hormon GBC
memperlihatkan bahwa antibodi yang digunakan dalam asai tersebut tidak dapat
menentukan jumlah konsentrasi hormon yang ada dalam sampel yang diukur,
sehingga kedua kit asai hormon komersial tersebut tidak dapat dipergunakan
untuk pengujian sampel plasma kambing kacang betina berikutnya. Tizard (1988)
setiap perubahan pada struktur hapten yang mengubah bentuk keseluruhannya
akan mengurangi kemampuannya untuk mengikat antibodi yang ditujukan
terhadap molekul yang tidak berubah, termasuk perubahan dalam muatan listrik
hapten, ukurannya atau konfigurasi permukaannya. PB (2007) mengatakan bahwa
matriks sampel kemungkinan mengandung komponen yang dapat mempengaruhi
respon asai berbeda dengan standar. Simontacchi et al. (1999) menyatakan jika
hasil paralelisme tidak tercapai maka uji ini tidak valid dan menyiratkan bahwa
baik sampel atau standar mengandung zat (antibodi) yang mempengaruhi reaksi
pengikatan yang berbeda pada hormon yang ada dalam sampel dengan hormon
standarnya. Plikaytis et al. (1994) tidak ada ketentuan secara umum dan banyak
digunakan untuk menilai uji paralelisme dalam bioasai, dan jika tidak paralel
maka antibodi tidak dapat menghitung perkiraan konsentrasi hormon dalam
sampel.
Kit EIA komersial estradiol dan progesteron produk GBC tidak
menunjukkan hasil yang sama dengan produk DRG, hal ini disebabkan karena
adanya kemungkinan keterlibatan substansi yang mengganggu terhadap
pengikatan antara antibodi dan antigen berlabel (enzim konjugat) dimana enzim
konjugat tidak mampu memberikan sinyal yang dapat diukur.
Menurut Bowen et al. (2010), ketika plasma yang digunakan untuk asai
diagnostik, harus hati-hati didalam memilih antikoagulan yang tepat, umumnya
yang dipergunakan adalah EDTA, heparin dan citrat. Antikoagulan yang
ditambahkan harus dalam konsentrasi tepat untuk melindungi analit guna
mencegah interferensi terhadap pengikatan atau presipitasi antigen–antibodi
(Haab et al. 2005). Menurut WHO (2002) bahwa penambahan antikoagulan
kemungkinan menyebabkan gangguan terhadap metode analisa atau merubah
konsentrasi analit yang diukur. Plasma memiliki viskositas yang tinggi dan
mengandung total protein ±4 g/L lebih tinggi dari serum karena mengandung
fibrinogen dan faktor pembekuan lain (Lundblad 2005).
Kit EIA komersial estradiol dan progesteron GBC Taiwan tidak
menunjukan kesejajaran disebabkan antibodi yang ada tidak dapat mendeteksi
keberadaan hormon dalam sampel tersebut, dimana antibodi yang dibuat oleh
perusahaan GBC Taiwan tidak dapat mendeteksi hapten yang akan diikat oleh
antibodi tersebut. Tizard (1988) karena perubahan kimiawi yang teramat kecil
biasanya mengakibatkan perubahan yang berarti dalam bentuk molekul dan
karena itu mempengaruhi kemampuan antibodi untuk berikatan dengan hapten.
a b
Gambar 8 Vulva kambing kacang yang diduga estrus (a) dan tidak estrus (b).
a b
Gambar 9 Petumbuhan folikel 4.3 mm dan 4.9 mm pada ovarium kanan (a)
dan CL 4.0 dan 4.6 mm pada ovarium kiri (b).
Nilai kisaran folikel tersebut tidak sama dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ariyaratna dan Gunawardana (1997) pada kambing lokal dan
saanen yaitu lebih dari 5 mm. Menchaca dan Rubianes (2002) mengatakan bahwa
1 atau 2 folikel mampu berkembang menjadi folikel dominan dengan diameter
diatas 5 mm. Dibawah pengaruh LH ukuran folikel dapat mencapai 6-9 mm atau
tahap pre-ovulatori (Fatet et al. 2011).
19
b
a
Gambar 10 Ukuran ovarium kiri (a) dan kanan (b) tanda panah.
Analisa Hormon
Hasil analisa hormon kambing kacang 5 dan 9 terlihat bahwa profil
hormon progesteron memiliki pola yang datar selama 9 minggu (62 hari),
sehingga profil hormon yang diperoleh tidak memperlihatkan keadaan fungsi
fisiologis estrus pada kedua kambing kacang tersebut (Gambar 11 dan Gambar
13). Walaupun terdapat pertumbuhan CL mencapai 6,2 mm, tetapi bukan
merupakan CL yang siklik. Keadaan fisiologis yang tidak siklik ini, diperkuat
dengan gambaran ukuran corpus luteum yang tetap berada pada kisaran 2.0–6.7
mm (Gambar 12 dan Gambar 14).
Gambar 11 Profil hormon E2 (pg/mL, warna biru) dan P4 (ng/mL, warna merah)
pada kambing kacang 5 selama pengamatan 62 hari.
20
Gambar 13 Profil hormon E2 (pg/mL, warna biru) dan P4 (ng/mL, warna merah)
kambing kacang 9 selama pengamatan 62 hari.
Pada penelitian ini, konsentrasi plasma P4 yang dihasilkan tetap pada pola
yang datar sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan CL selama 62 hari
pengamatan dimana CL memiliki ukuran kecil yang tidak mampu memberikan
gambaran visualisasi respon estrus, sehingga kambing kacang 5 dan 9 tidak
menunjukkan siklus estrus. Hal itu dibuktikan dengan tidak ditemukannya folikel
yang mengalami ovulasi selama pengamatan. Ukuran folikel yang diperoleh
hanya berkisar antara 3.0–5.6 mm, dimana ukuran tersebut berdasarkan
perbandingan pada penelitian kambing lain termasuk kedalam folikel yang tidak
bisa ovulasi. Shabankareh et al. (2009) mengkategorikan ukuran folikel pada
domba sanjabi yaitu ˂ 2 mm sangat kecil, 2–3.5 mm kecil, 3.5–5 sedang dan, ≥ 5
mm besar. Menurut Menchaca dan Rubianes (2002) terdapat korelasi yang tinggi
antara konsentrasi serum progesteron dengan pertumbuhan dan perkembangan
folikel. Folikel antral mencapai diameter untuk ovulasi adalah 5–7 mm (Souza et
al. 1998). Arashiro et al. (2010) mengatakan bahwa pada saat ovulasi, rataan
diameter folikel dominan pada kambing adalah 7.4±0.1 mm, kambing serrana
7.1±0.1 mm (Simoes et al. 2006), kambing shiba 7.8±0.2 mm (Medan et al.
2005).
ovulasi
Gambar 15 Profil hormon E2 (pg/mL, warna biru) dan P4 (ng/mL, warna merah)
kambing kacang 7 selama pengamatan 62 hari.
ovulasi
FOL
CL H8
FOL
VU
H10
CL
FOL
H12
CL
5 SIMPULAN
Simpulan
Hasil validasi laboratorium terlihat bahwa kit EIA komersial estradiol dan
progesteron DRG International Inc., Jerman untuk manusia ini valid dan dapat
digunakan untuk pengujian sampel plasma kambing kacang dengan perbandingan
pengenceran masing-masing adalah 1:2 dan 1:4, sedangkan kit ELISA komersial
estradiol dan progesteron GBC menunjukkan hasil tidak valid karena antibodi
yang digunakan dalam asai tersebut tidak dapat menentukan jumlah konsentrasi
hormon yang ada dalam sampel yang diukur.
Profil hormon yang ditampilkan pada validasi biologis menunjukkan
kesesuaian profil hormon P4 dengan gambaran perubahan dinamika ovarium
dalam 22 hari terakhir pada kambing kacang 7. Respon estrus secara visual pada
kambing kacang tidak terlihat dengan jelas, meskipun dari hasil pemeriksaan
ovarium dengan USG terdapat pertumbuhan dan perkembangan folikel sebesar
3.0 sampai dengan 7.3 mm dan corpus luteum dengan ukuran 4.3 sampai dengan
12.3 mm. Dari hasil analisis hormon dan perubahan dinamika ovarium kambing
kacang 5 dan 9 menunjukkan bahwa kambing tersebut tidak bersiklus, namun
kambing kacang 7 dapat menunjukkan siklus estrus yang tidak teratur.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Boer Indonesia. 2008. Tujuh plasma nutfah kambing lokal indonesia. [26 Maret
2008]. Tersedia pada: http://www.boerindonesia.co.cc/jenis kambing.html.
Bowen RAR, Hartin GL, Csako G, Otanez OH, Remaley AT. 2010. Impact of
blood collection devices on clinical chemistry assays. Clin Biochem. 43: 4-
25
Brown J, Walker S, Steinman K. 2005. Endocrine Manual for Reproductive
Assessment of Domestic and Non-Domestics Species. Smithsonian’s
National Zoological Park. Conservation & Research Center. Virginia. p17.
Tersediapada:http//www.unomaha.eduendolabLibraryfilessendo_manual_s
mithsonian_NZP.pdf
Cappezuto A, Chelini MOM, Fellipe ECG, Oliveira CA. 2006. Correlation
between serum and fecal concentration of reproductive steroids throughout
gestation in goats. Anim Reprod Sci. 103:78-86. doi
10.1016/J.animrepsci.2006.11.001
Dunn JR. 2007. Measuring Parallelism and Relative Potency : In well-Behaved
and III-Behaved Cell-Base Bioassays. IIR Third Annual Cell Based
Assays. Brendan Technologies Inc.
Ederveen. 2010. A Practical Approach to Biological Assay validation: Assay
Validation Parameters. Progress Project Management and Engineering. p
23-33. Tersedia pada:http://www.progress-pme.nl
Entwistle KW, Ridd CAJ. 1995. Teknologi ELISA dalam diagnosis dan
penelitian : Asai hormon dengan ELISA. Editor G. W. Burgess.
Terjemahan : W T Artama dan E Moeljono. Yogyakarta (ID). Gajah Mada
University Press.
Fatet A, Rubio MTP, Leboeuf B. 2011. Reproductive cycle of goats. Anim Reprod
Sci. 124 : 211-219. doi: 10.1016/J.animreprosci.2010.08.029
Fazielawanie NMR, Siraj SS, Harmin SA, Ina-Salway MY, Nik Daud NS. 2011.
Development and validation of enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA) vitellogenin in Lates calcarifer. J Fisheries and Aquatic Sci.
6:715-727 DOI:10.3923/jfas.2011.715.727
Fleming SA, Van Camp SD, Chapin HM. 1990. Serum progesterone
determination as an aid for pregnancy diagnosis in goats bred out of
season. J Can Vet. Vol. 31: 104-107
Ganswindt A, Palme R, Heistermann M, Borragan S, Hodges JK. 2003. Non-
invasive assessment of adrenocortical function in the male african elephant
(Loxodonta africana) and its relation to musth. Gen and Comp Endocrinol.
134: 156-166
Gorecki MT, Wojtowski J, Kaczmarek P, Dankow R, Cais-sokolinska D, Nowak
KW. 2004. Concentration of progesterone and 17β estradiol in blood and
milk and those of natural inhibitors in milk of goats in various
physiological stages. Dumerstorf Arch Tierz. 47: 90-96
Graham L, Schwarzenberger F, Mostl E, Galama W, Savage A. 2001. A Versatile
enzyme immunoassay for the determination of progestogens in feces and
serum. Zoo Biology. 20:227–236
Haab BB, Geierstanger BH, Michailidis G. 2005. Immunoassay and antibody
microarray analysis of the HUPO plasma proteome project reference
specimens; systematic variation between sample types and calibration of
mass spectrometry data. Proteomics. 5: 3278-3291
26
Hafez ESE, Jainudeen MR, Rosnina Y. 2000. Hormones, growth factors and
reproduction. Didalam Hafez B dan Hafez ESE, editor. Reproduction in
Farm Animal. Ed ke 7. Baltimore. Lippincott Williams and Wilkins.
Haisenleder DJ, Aleisha HS, Elizabeth SM, Lisa MG, John CM. 2011.
Estimation of estradiol in mouse serum samples: evaluation of commercial
estradiol immunoassays. Ndicrine Society. 152(11); 444
Haussmann MF, Vleck CM, Farrar ES. 2007. A Laboratory exercise toillustrate
increased salivary cortisol in response to three stressful conditions using
competitive ELISA. Adv Physiol Educ. 31: 110–115
Heistermann M, Tari S, Hodges JK. 1993. Measurement of faecal steroids for
monitoring ovarian function in new world primates, callitrichidae. J
Reprod Fertil. 99: 243-251
Higham JP, Heistermann M, Saggau C, Agil M, Farajallah DP, Engelhardt A.
2012. Sexual signaling in female crested macaques and the evolution of
primate fertility signals. BMC Evolutinary Biology. 12:89
Hodges K, Brown J, Heistermann M. 2010. Endocrine monitoring of reproduction
and stress. In Kleiman DG, Thompson KV, Kirk Baer C. (Eds) Wild
Mammals in Captivity: Principles and Techniques for Zoo Management.
Chicago. The University of Chicago Press. Pp 447-468
Hodges K, Heistermann M. 2011. Field endocrinology: monitoring hormonal
changes in free-ranging primates. In Joanna MS, deborah JC. (Ed) Field
and Laboratory Methods in Primatology: A Practical Guide. Cambridge.
Cambridge University Press. Pp 353-370
Honour JW. 2006. High-performance liquid chromatography for hormone.
Didalam MJ Wheeler, WD Fraser dan JSM Hutchinson, editor. Methods
in Molecular Biology : Hormon assay in Biological Fluids. Totowa NJ.
Humana Press Inc.
[ICH] International Conference on Harmonisation. 2005. Validation of Analytical
Procedures: Text and Methodology Q2 (R1). http://www.ich.org
Katongole CB, Gombe S. 1985. A study of the reproduction hormones of
indigenous goats in uganda. [22 Januari 2008]. P 1-8. Terdapat pada :
http://www.fao.org/wairdocs/ilri/x5464b/x5464b02.htm.
Khanum SA, Hussain M, Kausar R. 2008. Progesterone and estradiol profiles
during estrous cycle and gestation in dwarf goats (Capra hircus). J
Pakistan Vet. 28 (1) :1-4
Lee JW. 2009. Method validation and application of protein biomarkers; basic
similarities and differences from biotherapeutics. Bioanalysis. 1(8): 1461-
1474
Leng SJM, Walston J, Xie D, Fedarko N, Kuchel G. 2008. Elisa and multiplex
technologies for cytokine measurement in inflammation and aging
research. J Gerontol Biol Sci Med Sci. 63 (8):879–884
Lequin RM. 2005. Enzyme immunoassay (EIA)/enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA). Clinical Chemistry. 51 (12): 2415–2418
[LF] Life Technologies. 2007. Plasma and Serum Preparation. [1 Januari
2007]:1107.Tersediapada:http://www.invitrogen.com/site/us/en/home/Refe
rences/protocols/cell-and-tissue-analysis/elisa-protocol/ELISA-Sample-
Preparation-Protocols/Plasma-and-Serum-Preparation.html.BioSource C-
070276
27
Lundblad RL. 2005. Consideration for the use of blood plasma and serum for
proteomic analysis. Internet J Genomics and Proteomics. 2: 1-16
Ma H, Kuan JS, Sheau Ll. 2004. Study of ELISA technique. Nature and Science.
4(2); 36-37
Mahmilia F, Doloksaribu M, Nasution S, Hasibuan S. 2009. Reproduksi awal
kambing kacang dan boerka-1 di loka penelitian kambing potong. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. p 367-372
Medan MS, Watanabe G, Sasaki K, Groome NP, Sharawy S, Taya K. 2005.
Follicular and hormonal dynamics during the estrous cycles in goats. J
Reprod and Development. 51(4) : 455-463
Menchaca A, Rubianes E. 2002. Relation between progesterone concentration
during the early luteal phase and follicular dynamic in goats.
Theriogenology .57 : 1411-1419
Mohle U, Heistermann M, Palme R, Hodges JK. 2002. Characterization of urinary
and fecal metabolites of testeosterone and their measurement for assessing
gonadal endocrine function in male nonhuman primates. Gen and Comp
endocrinol. 129: 135-145
[NCCLS] National Committee for Clinical Laboratory Standard. 2004. Protocol
for Determination of Limits of Detection and Limits of Quantitation;
Proposed Guideline. Clinical and Laboratory Standard Institute. Document
Number EP17-A.
Pamungkas FA, Batubara A, Doloksaribu M, Sihite E. 2009. Petunjuk Teknis
Potensi beberapa Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Jakarta (ID).
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Pamungkas FA, Elieser S, Mahmilia F. 2005. Respon fisiologis kambing boer
pada kondisi iklim tropis basah. Prosiding Seminar Nasional Sosialisasi
Hasil Penelitian dan Pengkajian Pertanian Sumatera Utara. 21-22 Nov
2005. p 512-516
Pang XS, Wang ZY, Zhu TG, Yin DZ, Zhang YL, Meng L, Wang F. 2010.
Concentration of progesterone and estradiol in peripheral plasma during
the estrous cycle and after ovariectomy in huanghuai goats of high or poor
prolificacy. J Asian-Aus Anim Sci. Vol 23.2:188-196
Perez GC, Laita SGB, Illera del Portal JC, Leisa JP. 2004. Validation of an EIA
technique for the determination of salivary cortisol in cattle. J Agricultural
Res. 2 (1): 45-51
[PB] Pierce Biotechnology. 2007. Spike-and-Recovery and Linearity of Dilution
Assessment. Thermo Fisher Scientific Inc. Rockford (USA). Tersedia
pada: http://www.piercenet.com/files/TR0058-spike-and-Recovery.pdf
Plikaytis BD, Holder PF, Pais LB, Maslanka SE, Gheesling LL, Carlone GM.
1994. Determination of parallelism and nonparallelism in bioassay dilution
curves. J Clin Microbiol. 32 (10): 2441-2447.
Relave F, Lefebrve RC, Beaudoin S, Price C. 2007. Accuracy of rapid enzyme-
linked immunosorbent assay to measure progesterone in mares. J Can Vet.
48: 823-826
Risvanli A, Orkun D, Murat A, Nevzat S, Tayfur B, Fatih K, Secil N, Tansel AB.
2010. Effect of different forms of prostaglandin F2α analogues
administration on hormonal profile, prostaglandin F2α binding rate and
28
Sodiq, Tawfik ES. 2003. The role and breeds management systems productivity
and development strategies of goats in indonesia. A Review. J Agric Dev.
Tropics Subtropics. 104: 71-89
Souza CJ, Campbell BK, Baird DT. 1998. Follicular waves and concentration of
steroid and inhibin A inovarian venous blood during the luteal phase of the
estrous cycle in ewes with an ovarian autotransplant. J Endocrinol. 156 :
563-572
Tizard. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Airlangga University Press
Todini L, Terzano GM, Malfatti A. 2007 Validation of ELISA kits for
determination of inhibin-A and estradiol 17-beta concentrations in buffalo
plasma. J Anim Sci. Vol.6,(Suppl.2), 585-588
[WHO] World Health Organization. 2002. Use of Anticoagulants in Diagnostic
Laboratory Investigations. Rev 2. Genewa.
Widiyono I, Putro PP, Sarmin, Astuti P, Airin CM. 2011. Kadar estradiol dan
progesteron serum, tampilan vulva dan sitologi apus vagina kambing
bligon selama siklus birahi. J Vet. Vol 12 (4): 263-268
Wilson DE, Reeders DM. 2005. Mammal species of the world: A Taxonomic and
Geographic References. Ed ke 3. Baltimore (USA). John Hopkins
University Press. Vol 1 dan 2. p 2142
30
RIWAYAT HIDUP