ISMERI
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK
ISMERI
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Aktivitas Ekstrak Etanol-Air Daun Kari (Murraya koenigii)
Sebagai Hepatoprotektor Pada Tikus Putih Galur Sprague Dawley
Nama : Ismeri
NIM : G84060438
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika & IPA Institut Pertanian Bogor.
Tema yang dipilih pada penelitian ini ialah metabolisme, dengan judul “Aktivitas
Ekstrak Etanol-Air Daun Kari (Murraya koenigii) Sebagai Hepatoprotektor Pada
Tikus Putih Galur Sprague Dawley”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Agustus hingga Oktober 2010 di Laboratorium dan Kandang Hewan Coba
Biokimia, Departemen Biokimia, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Patologi
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Patologi
Balai Besar Penelitian Veteriner (BALITVET) Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. drh. Hasim, DEA dan Dr.
Syamsul Falah, S.Hut., M.Si. atas bimbingan, waktu, dan perhatiannya kepada
penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Laboran departemen biokimia dan drh. Yulvian Sani,
Ph.D yang telah banyak membantu dalam teknis pelaksanaan penelitian ini,
kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga tercinta atas segala doa, dukungan,
kasih sayangnya, dan selalu memberi inspirasi kepada penulis untuk selalu
berjuang keras dan menjadi lebih baik, dan kepada Farah Meutia selaku rekan
kerja, teman-teman Biokimia 43, SainTeker’s 2009, Umul, Marsudi, Feni, April,
Valen, Hery, Igoy, Izha, Luky ILKOM 43, Tuti STK 44, serta teman-teman
PPSDMS Nurul Fikri regional 5 Bogor atas dukungan dan bantuannya selama
penelitian dan penyusunan skripsi. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang Biokimia dan Farmasi.
Ismeri
RIWAYAT HIDUP
Halaman
Halaman
1 Uji fitokimia ekstrak etanol:air (1:1) daun kari (Murraya koenigii) ............... 11
2 Peningkatan bobot badan hewan coba selama perlakuan ............................... 12
3 Aktivitas enzim ALT dan AST serum darah tikus pada hari ke-0 .................. 12
4 Perubahan aktivitas enzim ALT darah tikus pada hari ke-14 dan -21
dibandingkan dengan kelompok normal.......................................................... 14
5 Perubahan aktivitas enzim AST darah tikus pada hari ke-14 dan -21
dibandingkan dengan kelompok normal.......................................................... 15
6 Hasil uji Kruskal-Walis kelainan histopatologi hati ....................................... 17
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
dalam golongan senyawa polifenol. Pengaruh kari bisa tumbuh mencapai 4-6 meter,
pemberian ekstrak daun kari terhadap memiliki tangkai panjang dan setiap tangkai
kesehatan telah banyak diteliti, diantaranya mengandung 11-21 daun, memiliki bunga
dapat memberikan efek antikanker dan yang kecil dan berwarna putih, serta memiliki
antiinflamasi (to et al. 2005; Muthumani et buah yang berwarna coklat-hitam, mengkilap,
al. 2009), antidiabetes (Hougon 2004; dan bisa dimakan namun bijinya beracun.
Vinuthan et al. 2004; Arulselvan et al. 2006; Tanaman kari umumnya lebih dikenal sebagai
Bhat et al. 2008; Lawal et al. 2008), dan daun kari (curry-leaf tree) yang merupakan
antibakteri (Ningappa et al. 2010). Selain itu, tanaman yang banyak tumbuh di India, Nepal,
ekstrak daun kari memiliki aktivitas Sri Lanka, dan beberapa negara Asia Selatan,
hipoglikemik tanpa efek samping maupun serta paling banyak ditemui hampir diseluruh
bersifat toksik (Lawal et al. 2008). Namun, wilayah India (Choudhury & Garg 2007). Di
potensinya sebagai hepatoprotektor belum Indonesia daun kari banyak terdapat di
dilakukan. Oleh karena itu, aktivitas ekstrak beberapa daerah di Sumatera seperti Aceh dan
etanol:air (1:1) daun kari terhadap mekanisme Medan. Daun ini banyak digunakan sebagai
perlindungan hati perlu diteliti. bahan rempah-rempah terutama sebagai
Penelitian ini bertujuan menguji bumbu pada berbagai jenis masakan dan juga
kandungan fitokimia ekstrak etanol:air (1:1) digunakan untuk perawatan berbagai jenis
daun kari dan menguji aktivitas penyakit pada sistem pengobatan tradisional.
hepatoproteksi ekstrak etanol:air (1:1) daun Selain sebagai bumbu masak, daun kari
kari secara in vivo pada tikus Sprague Dawley juga sering digunakan sebagai jamu
yang diinduksi parasetamol dosis 500 mg/kg pengobatan alternatif. Daun kari dipakai
BB. Potensi yang diperoleh akan sebagai bahan baku dalam hampir semua obat
dibandingkan secara langsung dengan Curliv- tradisional India, yang berkhasiat
plus® (obat hepatitis komersil) dosis 42.86 menyembuhkan berbagai penyakit antara lain
mg/kg BB. Adapun parameter uji yang pusing-pusing, sakit perut, kulit gatal, digigit
digunakan adalah analisis kadar enzim ALT serangga, diare, influenza, reumatik, obat
dan AST serum serta kajian histopatologi hati. luka, gigitan ular, bahkan diabetes (kong et al.
Hipotesis pada penelitian ini adalah 1986). Selain sebagai obat tradisional, daun
kandungan senyawa bioaktif yang terdapat di ini juga dapat digunakan sebagai kosmetik
dalam daun kari (Murraya koenigii) memiliki dan obat jerawat, bahkan digunakan sebagai
mekanisme perlindungan hati tikus terhadap conditioner bagi rambut yang dapat
kerusakan sel hati yang diinduksi parasetamol. mengurangi penipisan dan uban pada rambut
Senyawa-senyawa tersebut diduga dapat (Choudhury & Garg 2007). Disamping itu,
menghambat atau mencegah terjadinya daun ini pula memiliki aroma yang menyengat
pembentukan radikal bebas (peroksida) di yang disebabkan oleh kandungan minyak
dalam tubuh yang dapat mengakibatkan atsiri yang terkandung di dalamnya (Rana et
kerusakan pada sel-sel hati. Hasil penelitian al. 2004) sehingga daun ini kerap digunakan
ini diharapkan dapat menambah informasi pada industri parfum dan sabun. Selain itu,
potensi ekstrak etanol:air (1:1) daun kari daun ini kaya akan mineral (Choudhury &
sebagai hepatoprotektor dan dapat dijadikan Garg 2007), vitamin A dan B serta
sebagai obat hepatitis alternatif sehingga mengandung banyak karbohidrat, protein,
manfaat daun kari dapat dieksplorasi secara asam amino dan alkaloid (Kong et al. 1986;
optimal. Tee & Lim 1991).
Khasiat daun kari dalam bidang kesehatan
telah banyak diteliti, diantaranya dapat
TINJAUAN PUSTAKA memberikan efek antikanker dan antiinflamasi
(Ito et al. 2005; Muthumani et al. 2009),
Daun Kari (Murraya koenigii) Sebagai antidiabetes (Hougon 2004; Vinuthan et al.
Obat Herbal Multikhasiat 2004; Arulselvan et al. 2006; Bhat et al.
2008; Lawal et al. 2008), dan antibakteri
Tanaman kari (Murraya koenigii) (Gambar (Ningappa et al. 2010). Ekstrak daun kari
1) merupakan salah satu tanaman rempah memiliki aktivitas hipoglikemik tanpa efek
yang tergolong famili Rutaceae (jeruk- samping maupun bersifat toksik (Lawal et al.
jerukan) yang diperkenalkan oleh seorang ahli 2008). Selain itu, daun ini memiliki
botani asal Swedia dan German, yaitu Johann kandungan mineral Cr, V, Mn, Zn, Cu dan Se
Andreas Murray dan Gerhard Koenig yang tinggi yang dikenal memiliki peranan
(Seidemann 2005). Secara morfologi pohon penting pada proses biokimia terutama
3
diabetes (Choudhury & Garg 2007). Beberapa berasal dari tumbuhan yang memiliki aktivitas
literatur menyebutkan bahwa daun kari hepatoprotektor. Pada tahun 1983 ilmuwan
memiliki kandungan essential oils, kumarin, Korea telah melakukan penapisan terhadap 78
terpenoid, lutein, karbazol alkaloid, jenis tumbuhan yang biasa digunakan rakyat
mahanimbin, murayanol, dan mahanin Korea untuk pengobatan hepatitis dan 21
(Ramsewak et al. 1999; Tachibana et al. 2001; diantaranya terbukti sebagai hepatoprotektor.
Nakahara et al. 2002). Berdasarkan Di Indonesia, penelitian mengenai tanaman
Palaniswamy (2003), daun kari kaya akan obat yang sering digunakan oleh masyarakat
antioksidan seperti tokoferol, β-karoten, sebagai obat hepatitis juga telah banyak
lutein, dan alkaloid. Berdasarkan penelitian dilakukan. Misalnya, penelitian yang
yang dilakukan oleh Ningappa et al. (2008), dilakukan oleh Yuningsih (1987) terhadap
antioksidan tertinggi pada daun kari terdapat ekstrak air temulawak (Curcuma xanthorizha
pada ekstrak etanol-air (1:1) yang termasuk Robx) dapat menurunkan aktivitas SGOT dan
golongan senyawa polifenol, yaitu sebesar SGPT darah kelinci dalam keadaan terinfeksi
168 ± 5,6 mg/g ekstrak. Selain itu, ekstrak hepatitis B, Harun & Syahri (1999) yang
etanol:air (1:1) daun kari dapat menghambat meneliti aktivitas daun dewa yang memiliki
lipid peroksida sebesar 76,4 ± 3 % pada sifat antioksidan yang mampu menghambat
konsentrasi rendah (50 µg/mL), menghambat sifat hepatotoksik senyawa halotan yang
superoksida dismutase (SOD) sebesar 93% terpapar di udara, Batubara (2003) dan Adji
pada konsentrasi 200 µg/3 mL, menghambat (2004) yang berhasil membuktikan aktivitas
radikal DPPH sebesar 92 % pada konsentrasi ekstrak saponin akar kuning sebagai
20 µg/mL, dan menghambat radikal hidroksil hepatoprotektor, Marliana (2005) yang
sebesar 91% pada konsentrasi 20 µg/mL. membuktikan khasiat buah mahkota dewa
sebagai hepatoprotektor, Rustandi (2006)
yang melihat aktivitas ekstrak daun sangitan
dalam peroksidasi lipid serum darah tikus
yang diinduksi parasetamol, dan Panjaitan
(2008) yang menguji aktivitas hepatoprotektor
ekstrak akar pasak bumi, serta Aryadi (2009)
yang membuktikan khasiat ekstrak bunga
rosella sebagai hepatoprotektor terhadap tikus
yang diinduksi parasetamol.
menyebabkan nekrosis hati yang dapat penyusun membran sel hati, seperti fosfolipid
diprediksi pada pemberian over dosis. Di sisi dan protein bergugus –SH. Detoksifikasi
lain, hepatotoksin ekstrinsik atau idiosinkratik NAPQI diawali oleh konjugasi dengan
merupakan hepatotoksin yang tidak dapat glutation tereduksi (GSH) menjadi asam
diprediksi. Hepatotoksin ini terkait dengan merkapturat yang bersifat hydrosoluble non
hipersensitivitas atau kelainan metabolisme. toxic dan dapat diekskresikan oleh ginjal
Respon dari hepatotoksin ini tidak dapat (Wong et al. 1981) (Gambar 2a).
diprediksi dan tidak tergantung pada dosis Jika laju pembentukan NAPQI lebih besar
pemberian. Tahap inkubasi toksin ini dari laju detoksifikasi oleh GSH, maka akan
bervariasi, tetapi biasanya berminggu-minggu terjadi oksidasi berbagai biomolekul penyusun
atau berbulan-bulan. Contohnya seperti membran seperti lipid atau gugus SH pada
sulfonamid, isoniazid, halotan, dan protein (Wong et al. 1981). Proses ini
klorpromazin (Gibson 1991). menyebabkan kandungan GSH hati <30% dari
Parasetamol atau N-asetil-p-aminofenol normalnya, sehingga NAPQI berikatan
merupakan obat yang berkhasiat analgetik dengan makromolekul protein sel hati
anatipiretik non narkotik turunan para membentuk senyawa semikuinon. Senyawa
aminofenol. Parasetamol cepat diserap secara ini akan mereduksi O2 menjadi O2•, kemudian
sempurna oleh saluran pencernaan dan membentuk senyawa radikal bebas lagi yang
tersebar ke seluruh cairan tubuh. Konsentrasi akan mengoksidasi fosfolipid lain secara
tertinggi berada pada plasma darah setelah 1-3 berantai. Hal ini mengakibatkan kerusakan sel
jam masuk ke dalam tubuh. Sebanyak 25% hati sampai timbul nekrosis hati, yaitu
parasetamol berada terikat dengan protein terjadinya gangguan integritas membran
(Lee 2003). Parasetamol termasuk salah satu plasma, keluarnya isi sel, dan timbulnya
obat yang sering dikonsumsi oleh masyarakat, respon inflamasi (Gambar 2b). Respon ini
dapat menyebabkan kerusakan hati apabila menyebabkan banyak sel yang mati (Gibson
dikonsumsi 7,5 gram sekaligus, dan pada & Sket 1991) yang ditandai dengan
pemakaian lebih dari 15 gram sekaligus akan peningkatan ALT dan AST, bilirubin, alkalin
menyebabkan nekrosis atau kematian sel hati fosfatase, gammaglutamil transferase (GGT),
(Dalimartha et al. 2005). Dosis parasetamol serta dehidrogenase laktat pada serum selama
500 mg/kg BB yang diinduksikan pada tikus 24 jam setelah pemberian (Firmansyah 2006).
Sprague Dawley mampu membuat kerusakan
membran sel hepatosit (Aryadi 2009), Senyawa Antioksidan
sedangkan dosis untuk tikus galur Wistar Antioksidan, secara umum dapat
adalah 750 mg/kg BB (Murugesh et al. 2005). didefinisikan sebagai senyawa yang dapat
Di sisi lain, dosis parasetamol pada tikus menunda, memperlambat dan mencegah
Rattus Norvegicus sebesar 2 g/kg BB proses oksidasi lipid. Sedangkan dalam arti
(Balamurugan et al. 2008). khusus, antioksidan adalah zat yang dapat
Gambar 2 menunjukkan proses menunda atau mencegah terjadinya reaksi
metabolisme parasetamol di dalam tubuh. oksidasi radikal bebas. Senyawa dikatakan
Pada dosis normal, parasetamol yang masuk memiliki sifat antioksidatif bila senyawa
ke dalam tubuh akan mengalami tersebut mampu mendonasikan satu atau lebih
biotransformasi di dalam hati dengan elektron kepada senyawa prooksidan,
mekanisme konjugasi (metabolisme fase II) kemudian mengubah senyawa oksidan
dengan glukuronat sebanyak 40%-67%, menjadi senyawa yang stabil (Packer 1995).
sulfonat 20-46%, serta <5%-nya adalah Antioksidan, berdasarkan sumbernya
sistein, beberapa metabolit terhidroksilasi dan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu antioksidan
terdeasetilasi. Hasil reaksi konjugasi ini sintetik dan antioksidan alami. Beberapa
menghasilkan senyawa yang larut air contoh antioksidan sintetik adalah Butil
(hydrosoluble) dan tidak toksik sehingga Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi
dapat disekresikan melalui urin (Wong et al. Toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidroksi
1981; Lee 2003) (Gambar 2a). quinon (TBHQ) dan tokoferol, sedangkan
Pada keadaan over dosis, sisa parasetamol antioksidan alami berasal dari tumbuhan, yang
akan dibiotransformasi oksidatif oleh pada umumnya adalah senyawa fenolik atau
sitokrom P-450 (metabolisme fase I) sehingga polifenolik yang dapat berupa golongan
membentuk suatu metabolit elektrofil N- flavonoid. Berdasarkan asal terbentuknya,
asetil-p-benzoikuinonimina (NAPQI) yang antioksidan dibagi menjadi dua kelompok,
bersifat hepatotoksik dan reaktif. NAPQI yaitu antioksidan endogen dan eksogen.
kemudian akan bereaksi dengan biomolekul Sedangkan berdasarkan mekanisme kerjanya,
5
Gambar 2 Jalur metabolik parasetamol pada hati normal (a) dan glutation <30% (b)
(Sumber: Kavalci et al. 2009)
kelebihan radikal bebas ini tidak dapat hipatektomi, sel hati mampu melakukan
dinetralkan dan akan berakibat pada regenerasi meskipun hanya sebagian sel hati
kerusakan sel itu sendiri. Kondisi stres yang dapat diganti. Tikus tidak memiliki
oksidatif yang berakibat pada kerusakan sel, kantung empedu, saluran empedu dari
dapat menyebabkan terjadinya percepatan beberapa lobus membentuk saluran empedu
proses penuaan, dan dapat menimbulkan umum yang masuk ke deudenum (Fox et al.
penyakit jantung, kanker, dan diabetes melitus 1984).
(Packer & Ong 1998). Secara garis besar, fungsi hati dapat
Prof. Bernhard Waltz dari Institute of digolongkan menjadi lima besar, yaitu
Nutritional Physiology (FRNC) Karlshure, detoksifikasi, sekresi, penyimpanan cadangan
Jerman menyatakan bahwa senyawa fitokimia makanan, hematologis, proteksi, dan juga
memiliki efek biologi yang efektif dalam berperan dalam proses metabolisme
menghambat pertumbuhan kanker, berfungsi biomolekul (karbohirat, lipid, asam amino,
sebagai antioksidan, antimikroba, menurunkan hormon dan bilirubin) (Kaplan & Pesce 1998).
kolesterol darah, menurunkan kadar glukosa Pada metabolisme tubuh, hati berperan dalam
darah, bersifat antibiotik, dan menimbulkan metabolisme karbohidrat, protein, dan lipid
efek peningkatan kekebalan. Fitokimia yang yang dikirim oleh vena porta setelah
bersifat antioksidan aktif adalah karotenoid, diabsorbsi dari usus. Hati dapat menyintesis
polifenol, fitoestrogen, inhibitor protease, dan lebih dari 1000 protein plasma, seperti
sulfida. Karotenoid seperti lycopene dan albumin dan globulin secara de novo dari
canthaxanthin, adalah jenis antioksidan yang asam amino esensial dan non esensial. Hati
memiliki kemampuan tinggi dalam juga dapat menyintesis asam lemak,
memproteksi oksidasi yang disebabkan oleh trigliserida, kolesterol, apolipoprotein,
radikal bebas. Sedangkan polifenol dikenal lipoprotein, dan kolesterol ester dalam
sebagai antioksidan tanaman yang sangat fosfolipid. Beberapa bahan hasil metabolisme
superior. Polifenol dari anggur merah dan ini dapat tersimpan dalam hati, seperti
flavanol quersetin adalah senyawa fitokimia glikogen, trigliserida, Fe, dan Cu (Stockham
yang dapat mencegah oksidasi low density & Scott 2008). Sebagai Haematologis, organ
lipoprotein (LDL) dan kolesterol sehingga hati berfungsi mengatur keseimbangan cairan
dapat mencegah timbulnya penyakit kronis elektrolit, dan mengatur volume darah dan
(Packer & Ong 1998). bersifat sebagai spons/filter karena semua
makanan dan substansi yang telah diserap
Fisiologi dan Fungsi Hati oleh usus halus akan dialirkan ke hati melalui
Hati merupakan organ tubuh yang besar, sistem portal. Fungsi hati lainnya adalah
kompleks, dan terdapat di dalam rongga perut detoksifikasi toksin dan radikal bebas, yaitu
kanan atas, di bawah diafragma kanan, dan melalui reaksi konjugasi dengan beberapa
dilindungi tulang iga kanan bawah. Organ ini senyawa yang dihasilkan di dalam hati, seperti
berwarna coklat tua dan berbobot antara glutation, asam glukoronat, glisin, dan asetat.
1.200-1.600 g atau sekitar 2.5% dari bobot Hati juga berfungsi sebagai organ pertahanan
total orang dewasa. Organ ini terbagi menjadi tubuh, yaitu dengan adanya sel Kupffer yang
dua lobus, lobus kanan besarnya enam kali mempunyai kemampuan fagositosis sel-sel
bagian kirinya. Setiap lobus terdiri atas ribuan tua, partikel atau benda asing, sel tumor,
lobulus yang merupakan unit fungsional. bakteri, virus, dan parasit di dalam hati. Hati
Setiap lobulus terdiri atas sel-sel hepatosit memiliki kapasitas cadangan yang besar, yaitu
yang berbentuk kubus dan tersusun melingkar hanya dengan 10% - 20% jaringan hati yang
mengelilingi vena sentralis. Di antara lobulus masih berfungsi ternyata sudah cukup untuk
(interlobular) terdapat saluran empedu dan mempertahankan hidup pemiliknya.
kapiler (sinusoid) yang merupakan cabang Kemampuan regenerasi jaringan yang mati
vena porta dan arteria hepatika (Dalimartha cukup besar sehingga akan cepat digantikan
2005). Sinusoid dibatasi oleh sel Kupffer yang dengan yang baru (Dalimartha 2005).
merupakan sistem retikuloendotelial dan Hati merupakan organ yang paling sering
mempunyai fungsi serupa dengan sel mengalami kerusakan. Ada dua alasan
makrofag (Kaplan & Pesce 1998). Pada tikus, mengapa hati mudah terkena racun dan
hati terletak pada bagian anterior ruang kemudian mengalami kerusakan. Alasan
abdominal, memanjang dari tulang belakang pertama, hati menerima lebih dari 80% suplai
sampai cartilago xiphoidea. Hati tikus darah dari vena porta. Vena tersebut
terdapat empat lobus (median, lateral kanan, membawa zat-zat toksik dari tumbuhan, fungi,
lateral kiri, dan kaudal). Bila dilakukan bakteri, logam mineral, dan zat-zat kimia lain
7
yang diserap di usus ke darah portal untuk kematian sel. Enzim ini berperan dalam
ditransportasikan ke hati. Kedua, hati mengkatalisis pemindahan gugus amino dari
menghasilkan enzim-enzim biotransformasi alanin ke asam α-ketoglutarat membentuk
untuk berbagai macam zat eksogen dan asam glutamat dan asam piruvat (Kaplan &
endogen untuk dieliminasi di dalam tubuh. Pesce 1998). Menurut Stockham & Scoot
Proses ini mungkin juga mengaktifkan (2008), enzim ALT merupakan indikator
beberapa zat menjadi bentuk lebih toksik dan terbaik dalam melihat kerusakan hati. Pada
dapat menyebabkan terjadinya perlukaan hati gangguan sel hati yang ringan maka enzim
seperti karbon tetraklorida (Jeon 2003). sitoplasma akan merembes ke dalam serum
Sel hati memiliki bentuk ultrastruktur yang terutama enzim ALT. Oleh karena itu, kadar
mencerminkan bahwa sel terlibat dalam enzim ALT bersifat khas dan spesifik
berbagai fungsi metabolik yang luas. Sel ini terhadap kerusakan sel hati sehingga sangat
mengandung berbagai enzim, yang meliputi cocok sebagai tes untuk menentukan adanya
enzim alanin aminotransferase (ALT), enzim gangguan fungsi hati walaupun dalam derajat
aspartat aminotransferase (AST), alkalin ringan. Pada manusia, nilai normal kadar
fospatase (ALP), gamaglutamil transpeptidase enzim ALT berkisar antara 5 hingga 25 U/L,
(GGT), laktat dehidrogenase, dan 5- dan AST antara 5 hingga 35 U/L (Baron
nukleotidase, bilirubin, lipid, lipid peroksida. 1992). Sedangkan pada tikus, nilai normal
Enzim adalah protein yang dihasilkan oleh sel kadar enzim ALT berkisar antara 19,3 hingga
hidup dan umumnya terdapat di dalam sel. 68,9 U/L dan AST antara 29,8 hingga 77,0
Dalam keadaan normal terdapat U/L (Pillchos et al. 2004 di dalam Windyagiri
keseimbangan antara pembentukan dan 2006).
penguraian enzim. Beberapa diantara enzim Bahan-bahan toksik dapat menyebabkan
tersebut dapat dijadikan sebagai parameter berbagai jenis kerusakan hati, diantaranya
kerusakan hati (Ganong 2002). Apabila terjadi degenerasi, perlemakan hati, nekrosis hati,
kerusakan sel atau peningkatan permeabilitas dan sirosis. Degenerasi suram, berbutir,
membran sel, enzim akan banyak keluar ke albuminoid atau parenkim sering terlihat pada
ruang ekstra sel dan ke dalam aliran darah kejadian keracunan dan bersifat reversibel.
sehingga dapat digunakan sebagai sarana Ciri-ciri sel hati yang mengalami degenersi
untuk membantu diagnostik penyakit tertentu. adalah hati membesar, tepinya membulat,
Pemeriksaan enzim yang biasa dilakukan konsistensinya rapuh, sedangkan bidang
untuk diagnosis kerusakan hati adalah ALT sayatannya berwarna belang atau beraspek
dan AST (Ratnaningsih 2003). seperti telah dimasak. Perlemakan hati terjadi
Enzim ALT dan AST merupakan enzim bila hati mengandung berat lipid lebih dari
intraseluler yang berfungsi untuk mengatalisis 5%. Beberapa hal yang dapat menyebabkan
pemindahan gugus amino dari alfa amino ke perlemakan patologis hati adalah hipoksemi
asam alfa keto. Enzim AST merupakan enzim karena hati tidak dapat membakar lemak, atau
mitokondria yang berfungsi mengatalisis karena adanya toksin yang mengakibatkan
pemindahan bolak-balik gugus amino dari penurunan fungsi lipolitik hati dan terjadi
asam aspartat ke asam α-oksaloasetat penimbunan lipid intrasel sehingga sitoplasma
membentuk asam glutamat dan oksaloasetat. tampak bervakuola (Ressang 1984).
Enzim ini tidak spesifik untuk disfungsi hati Nekrosis hati adalah kematian sel hati.
karena enzim ini juga banyak ditemukan pada Nekrosis dapat bersifat fokal (sentral,
otot rangka, pankreas, jantung dan ginjal. pertengahan, dan perifer) atau masif. Pada
Kadar enzim AST akan meningkat apabila umumnya nekrosis toksopatik hanya
terjadi kerusakan sel yang akut seperti memerlukan waktu singkat untuk
nekrosis hepatoseluler dan infark kardium. menimbulkan gejala klinis. Biasanya secara
Jumlah AST meningkat secara nyata dalam hispatologi terlihat nekrosis setempat, teratur
gangguan fungsi hati dan saluran empedu, dan tersebar di seluruh hati, akan tetapi bila
penyakit jantung dan pembuluh darah, serta racun sangat kuat maka akan terlihat
gangguan fungsi ginjal dan pankreas. gambaran nekrosis terpencar. Sirosis hati
Sedangkan ALT merupakan enzim yang adalah suatu keadaan yang menggambarkan
terdapat pada sitosol hati dan terlibat dalam pangerasan hati. Sirosis dapat disebabkan oleh
glukoneogenesis, meningkatnya kadar enzim berbagai hal tetapi penyebabnya belum
ALT dalam darah terutama disebabkan oleh diketahui secara pasti. Pada umumnya bahan-
kerusakan sel hati dan sel otot rangka. bahan toksik dan parasit dapat menyebabkan
Kerusakan diawali dengan perubahan sirosis hati (Ressang 1984; Price 1995).
permeabilitas membran yang diikuti dengan
8
Uji Tanin. Ekstrak daun kari sebanyak 1 Pengukuran Kadar ALT dan AST
gram ditambahkan 10 mL akuades kemudian Metode analisis ALT dan AST mengacu
dididihkan selama 5 menit. Larutan ini pada International Federation of Clinical
disaring dan filtratnya ditambah 5 tetes FeCl3 Chemistry (IFCC) (2002). Prinsip pengukuran
1% (b/v). Warna biru tua atau hitam kehijauan aktivitas ALT dan AST adalah mengukur laju
menunjukkan terdapatnya tanin. berkurangnya jumlah NADH menjadi NAD+
pada reaksi yang terjadi antara enzim dan
Perlakuan Hewan Coba dan Rancangan substrat yang dapat diukur pada panjang
Percobaan gelombang 340 nm. Contoh mekanisme reaksi
Tikus dikelompokkan menjadi 5 kelompok yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 3.
dan masing-masing kelompok terdiri atas 5 Sampel darah tikus disentrifugasi pada
ekor. Tikus dikandangkan secara individu kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk
beralaskan sekam dan diberi pakan standar mendapatkan serumnya. Setelah itu, dilakukan
sebanyak 20 g/ekor/hari dengan minum secara analisis kadar ALT dan AST. Sebanyak 100
ad libitum. Sebelum percobaan dilakukan, µL serum darah tikus dicampur dengan 1000
tikus diaklimatisasi selama 14 hari untuk µL reagen, kemudian diukur serapannya
menyeragamkan cara hidup dan pola makan, dengan menggunakan spektrofotometer
menghindari risiko timbulnya stress, dan BioSystem BTS-330 pada panjang gelombang
membiasakan diri dengan lingkungannya. 340 nm (Lampiran 3).
Kemudian perlakuan pada hewan percobaan Pengukuran aktivitas kedua enzim tersebut
dilakukan selama 3 minggu. Bobot badan dan dilakukan dengan cara yang sama, hanya saja
jumlah pakan yang digunakan diamati setiap reagen yang digunakan berbeda. Reagen yang
hari. digunakan dalam pengukuran AST
Tikus kelompok I merupakan kelompok mengandung buffer tris, L-aspartat, α-
kontrol normal (N) yang selama penelitian ketoglutarat, laktat dehidrogenase, malat
hanya diberi pakan standar dan dicekok dehidrogenase, dan NADH. Sedangkan
akuades. Kelompok II adalah kelompok pereaksi yang digunakan dalam pengukuran
hepatotoksik/kontrol negatif (KN) yang ALT mengandung buffer tris, L-alanin, α-
dicekok parasetamol dengan dosis 500 mg/kg ketoglutarat, laktat dehidrogenase, dan
BB. Kelompok III merupakan kelompok NADH.
pembanding/kontrol positif (KP) yang
dicekok menggunakan Curliv-plus® (obat
hepatoprotektor komersil) dengan dosis 42,86
mg/kg BB. Sedangkan kedua kelompok
lainnya merupakan kelompok perlakuan.
Kelompok IV dicekok dengan ekstrak daun
kari dengan dosis 200 mg/kg BB dan
kelompok V dicekok dengan ekstrak daun kari
dengan 300 mg/kg BB. Perlakuan pada semua
kelompok percobaan dilakukan selama 3 Gambar 3 Mekanisme reaksi pada pengukuran
minggu dan induksi parasetamol dosis 500 aktivitas ALT
mg/kg BB pada kelompok III, IV, dan V
dilakukan pada minggu ke-2. Hal ini bertujuan Pembuatan Preparat Histopatologi Hati
untuk mengkondisikan stres oksidatif pada Metode yang digunakan adalah metode
tikus. Pengambilan darah pada kelima Jusuf (2009) yang terdiri atas 4 tahap, yaitu
kelompok dilakukan melalui pembuluh darah fiksasi, dehidrasi, pencetakan (embedding),
vena ekor (ujung ekor dipotong) sebanyak dan pewarnaan (staining). Tahap fiksasi
empat kali, yaitu pada hari ke-0,-7,-14 dan -21 dilakukan dengan memotong organ hati
untuk pengukuran kadar enzim ALT dan AST dengan ukuran 2x2x1 cm, dimasukkkan ke
serum darah. Sebelum pengambilan darah, dalam buffer neutral formalin (BNF) 10%
tikus dipuasakan selama 16-18 jam. selama 3x24 jam, kemudian dipotong lagi
Selanjutnya tikus dikorbankan dengan cara dengan ukuran lebih tipis. Potongan-potongan
dibius dengan eter yang kemudian dilakukan hati tersebut dilanjutkan ke tahap dehidrasi,
nekropsi untuk pengujian histopatologi hati. yaitu dengan perendaman menggunakan
Perhitungan dosis pemberian parasetamol, etanol bertingkat (etanol 70%, 80%, 96%,
curliv-plus®, dan ekstrak daun kari dapat absolut I, absolut 2). Kemudian etanol
dilihat pada Lampiran 4, dan rancangan dihilangkan dengan xilol I dan II masing-
percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2. masing selama 40 menit. Infiltrasi
10
kecepatan putar 250 rpm sehingga proses dan asam fitat. Senyawa-senyawa tersebut
ekstraksi berlangsung optimal dan ekstrak banyak terkandung dalam sayuran, tanaman
yang didapat menjadi lebih banyak. rempah dan tanaman obat. Menurut Craig
Sedangkan proses ekstraksi oleh Ningappa (1999), diet yang menggunakan rempah-
hanya dilakukan melalui satu tahap ekstraksi. rempah dalam jumlah banyak sebagai
Tabel 1 menunjukkan hasil uji fitokimia penyedap makanan dapat menyediakan
ekstrak etanol:air (1:1) daun kari. Berdasarkan berbagai komponen aktif fitokimia yang
hasil hasil tersebut, ekstrak etanol:air (1:1) bermanfaat menjaga kesehatan dan
daun kari menunjukkan adanya kandungan melindungi tubuh dari penyakit kronis.
alkaloid, Saponin, steroid, dan tanin. Hal ini
sesuai dengan beberapa hasil penelitian Keadaan Hewan Coba Selama Perlakuan
terdahulu yang dilakukan oleh Kong et al. Selama perlakuan secara in vivo, salah satu
(1986); Tee & Lim (1991); Ramsewak et al. syarat pada perlakuan hewan coba adalah
(1999); Tachibana et al. (2001); Nakahara et kondisi hewan harus dalam keadaan sehat.
al. (2002); dan Palaniswamy (2003). Beberapa parameter yang mudah diamati
Berdasarkan uji secara in vitro yang dilakukan untuk mengetahui kesehatan hewan coba
oleh Ningappa et al. (2008), menyatakan adalah dengan mengamati peningkatan bobot
bahwa ekstrak etanol:air (1:1) daun kari badan dan konsumsi pakan (Lu 2006).
mengandung senyawa antioksidan yang Kondisi tikus yang sehat ini menjadi faktor
merupakan golongan senyawa polifenol. yang penting karena dapat memperkecil nilai
Menurut Winarti & Nurdjanah (2005), galat percobaan yang terukur ketika memasuki
Senyawa fitokimia merupakan senyawa kimia tahap percobaan.
yang terkandung dalam tanaman dan memiliki Gambar 4 menunjukkan grafik bobot
peranan yang sangat penting bagi kesehatan badan (BB) hewan coba selama perlakuan.
dan pencegahan terhadap beberapa penyakit Pada gambar terlihat jelas bahwa kelompok
degeneratif. Beberapa senyawa fitokimia yang normal terjadi peningkatan BB tikus yang
bersifat antioksidan aktif diketahui memiliki lebih besar dibandingkan dengan kelompok
fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol, yang lain. Fluktuasi pada BB tikus yang
saponin, glikosinolat, polifenol, inhibitor terjadi disebabkan oleh nafsu makan yang
protease, monoterpen, fitoestrogen, sulfida, berbeda-beda antar satu tikus dengan tikus
yang lain. Disamping itu, hal ini disebabkan
Tabel 1 Uji fitokimia ekstrak etanol:air (1:1) oleh tikus dipuasakan selama 24 jam sebelum
daun kari (Murraya koenigii) pengambilan darah sehingga terjadi
Uji Hasil penurunan BB yang cukup drastis. Kelompok
Alkaloid +++ KN menunjukkan peningkatan BB terendah
Flavonoid - jika dibandingkan dengan kelompok yang
Fenolik - lain. Hal ini disebabkan oleh salah satu efek
Saponin ++++ pemberian parasetamol yang dapat
Steroid +++ menurunkan nafsu makan. Menurut Gan
Tanin ++++ (1980), toksisitas parasetamol dapat
Triterpenoid - menimbulkan gejala-gejala anoreksia, mual,
Keterangan : muntah, serta sakit perut yang terjadi dalam
Tanda (-) : Tidak terdeteksi 24 jam pertama, dan dapat berlangsung terus
Tanda (+) : Adanya intensitas reaksi menerus selama seminggu atau lebih. Gejala-
Alkaloid : Sedikit endapan (+) sampai gejala inilah yang menyebabkan menurunnya
banyak endapan (++++) nafsu makan yang berpengaruh terhadap BB
Flavonoid : Merah (+) sampai merah tua hewan coba.
(++++) Secara keseluruhan, pada semua kelompok
Fenolik : Merah (+) sampai merah tua terjadi peningkatan BB hewan coba (Tabel 2).
(++++) Peningkatan ini disebabkan oleh kondisi tikus
Saponin : Sedikit busa (+) sampai busa yang masih berada dalam tahap pertumbuhan
melebihi larutan (++++) (<6 bulan). Peningkatan BB yang paling
Steroid : Hijau muda (+) sampai hijau tinggi ditunjukkan oleh kelompok Normal,
tua (++++) yaitu 18,88%. Sedangkan peningkatan
Tanin : Hijau (+) sampai hijau terendah ditunjukkan oleh kelompok KN,
kehitaman (++++) yaitu 7,97%. Sedangkan pada kelompok KP
Triterpenoid : Merah (+) sampai merah tua dan kelompok perlakuan dosis 200 dan dosis
(++++) 300 terjadi peningkatan bobot tikus secara
12
berturut-turut yaitu sebesar 13,42%, 11.81%, Aktivitas enzim ALT dan AST tersebut,
dan 12,31%. jika dibandingkan dengan hasil penelitian
yang dilakukan Adji (2004) dan Marliana
(2005) menunjukkan hasil yang jauh berbeda.
Adji (2004) melaporkan bahwa aktivitas
enzim ALT dan AST pada tikus Sprague
Dawley sebelum masa percobaan berkisar
antara 18,29 – 29,23 U/L dan 32,0 – 67,01
U/L. Sedangkan Marliana (2005) menyatakan
bahwa sebelum masa percobaan, kadar enzim
ALT dan AST pada tikus Sprague Dawley
adalah sebesar 16,29 – 28,55 U/L dan 39,23
– 71,53 U/L. Perbedaan hasil analisis tersebut
mungkin disebabkan oleh beberapa faktor,
Gambar 4 Bobot badan hewan coba selama diantaranya adalah faktor stres yang dapat
perlakuan terjadi melalui peningkatan aktivitas syaraf
simpatik perifer (Arakawa et al. 1966),
Tabel 2 Peningkatan bobot badan hewan coba perbedaan bobot tikus, hemolisis, keadaan
selama perlakuan fisiologis dan makroenzim yang berbeda, alat
Bobot (g) Peningkatan dan metode analisis yang digunakan, bahkan
Kelompok perbedaan kit reagen yang digunakan juga
awal akhir (%)
Normal 232,0 275,8 18,88 dapat mempengaruhi hasil analisis (Hollans &
KN 238,4 257,4 7,97 Logan 1966).
KP 228,0 258,6 13,42
ED 200 230,4 257,6 11,81 Tabel 3 Aktivitas enzim ALT dan AST serum
ED 300 234,0 262,8 12,31 darah tikus pada hari ke-0
Kelompok ALT (U/L) AST (U/L)
Normal 2,2 ± 1,10 2,0 ± 0,71
Keadaan Hewan Coba Sebelum Perlakuan KN 2,8 ± 0,84 2,2 ± 1,10
Pada hari ke-0 (setelah tikus KP 2,6 ± 0,55 2,0 ± 0,71
diadaptasikan/aklimatisasi selama 14 hari), ED 200 1,2 ± 0,45 1,6 ± 0,55
dilakukan analisis serum pada kelima ED 300 1,0 ± 0,00 1,4 ± 0,55
kelompok perlakuan. Hal ini dilakukan untuk Rerata 1,96 ± 0,82 1,84 ± 0,33
mengetahui keadaan normal aktivitas enzim
n = 25
ALT dan AST sebelum perlakuan yang
kemudian akan dijadikan keadaan populasi
normal. Aktivitas enzim dinyatakan dalam Aktivitas Enzim Transaminase
satuan U/L yang berarti bahwa satu unit Daya hepatotoksik parasetamol terhadap
aktivitas enzim transaminase setara dengan 1 hati dapat dikaji dari aktivitas enzim ALT dan
µmol piruvat dan oksaloasetat yang dihasilkan AST serum darah setelah pemberian dosis
per menit pada kondisis perlakuan. Hasil uji toksik. Kerusakan hati dapat menyebabkan
aktivitas enzim ALT dan AST pada hari ke-0 produk sekresinya seperti enzim ALT dan
menunjukkan hasil yang seragam dengan AST bebas keluar sel dan masuk ke pembuluh
rataan aktivitas enzim ALT sebesar 1,96 ± darah sehingga kadar ALT dan AST dalam
0,82 U/L dan rataan aktivitas enzim AST darah menjadi meningkat bahkan melebihi
sebesar 1,84 ± 0,33 U/L (Tabel 3). Nilai batas normal. Pada keadaan kronis, aktivitas
tersebut berada pada kisaran yang sangat enzim ALT dan AST dalam darah dapat
rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian mengalami peningkatan sebanyak 1-5 kali
terdahulu yang dilakukan oleh Cabaud (1956), lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan
yang menyatakan bahwa aktivitas normal normal, bahkan menurut Akbar (1995),
enzim ALT berada pada kisaran 1 – 45 U/L peningkatan kadar ALT dan AST dapat
dan aktivitas normal enzim AST berada pada mencapai 5 hingga 10 kali lebih tinggi
kisaran 4 – 40 U/L. Hal ini menunjukkan dibandingkan dengan keadaan normal.
bahwa pada hari ke-0 tikus pada semua Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan
kelompok percobaan berada pada kisaran hasil analisis aktivitas enzim ALT dan AST
normal sehingga dapat disimpulkan bahwa serum darah tikus selama perlakuan. Aktivitas
semua tikus dalam kondisi sehat dan tidak enzim ALT pada kelompok normal selama
terjadi kerusakan pada organ hati. perlakuan dari hari ke-0 hingga hari ke-21
13
berkisar antara 2,2 – 48,2 U/L. Sedangkan enzim AST menjadi lebih tinggi. Hollands &
aktivitas enzim AST berkisar antara 2,0 – Logan (1966), menyatakan bahwa fenomena
142,6 U/L. Berdasarkan Pillichos et al. hemolisis pada serum darah dapat
(2004), nilai aktivitas enzim ALT dan AST menyebabkan peningkatan aktivitas enzim
normal pada tikus berkisar antara 19,3 – 68,9 AST secara signifikan namun tidak
U/L dan 29,8 – 77,0 U/L. Nilai aktivitas berpengaruh terhadap aktivitas enzim ALT.
enzim ALT yang diperoleh ini dapat Menurut Adji (2004), fenomena hemolisis
dikatakan berada pada ambang batas normal. dapat disebabkan oleh mekanisme biokimia,
Namun, pada aktivitas enzim AST fisik maupun kimia. Oleh karena itu, aktivitas
menunjukkan hasil yang jauh berbeda dan enzim ALT bersifat khas dan spesifik
lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh terhadap kerusakan sel hati sehingga
keberadaan AST yang tidak hanya dijumpai merupakan indikator terbaik dalam melihat
pada sitosol hati, tetapi juga dijumpai pada dan menentukan adanya gangguan fungsi hati
otot rangka, pankreas, jantung dan ginjal. walaupun dalam derajat ringan (Stockham &
Selain itu, hal ini juga disebabkan oleh darah Scoot 2002).
tikus yang mengalami hemolisis yang dapat Pada kelompok KP dan kelompok
dilihat dari warna serum darah yang agak perlakuan, obat curliv sebagai pembanding
kemerahan sehingga menyebabkan aktivitas dan ekstrak daun kari diberikan selama 7 hari
pertama sebelum hati tikus dirusak oleh enzim ALT yang menurun dibandingkan
parasetamol. Hal ini bertujuan untuk dengan aktivitas enzim ALT minggu
mengetahui khasiat ekstrak dalam melindungi sebelumnya, yaitu sebesar 46,67% pada
hati terhadap kerusakan akibat pemberian kelompok ED200 dan 34,85% pada kelompok
parasetamol dalam dosis toksik pada minggu ED300. Bahkan pada kelompok KP, aktivitas
selanjutnya (minggu ke-2). Hasil analisis enzim ALT lebih kecil jika dibandingkan
menunjukkan bahwa ekstrak daun kari dan dengan kelompok normal. Hal ini
obat curliv yang diberikan tidak bersifat menunjukkan bahwa adanya pengaruh nyata
toksik maupun menyebabkan terjadinya (P<0,01) terhadap mekanisme perlindungan
gangguan fungsi hati. Hal tersebut terlihat dari hati yang diberikan oleh obat curliv maupun
aktivitas enzim ALT (Gambar 5) yang secara ekstrak daun kari. Pengaruh signifikan
statistik menunjukkan hasil yang tidak tehadap mekanisme perlindungan hati
berbeda nyata (P<0,01) antara hari ke-0 dan ditunjukkan oleh obat curliv dan ekstrak daun
hari ke-7 jika dibandingkan dengan kelompok kari dosis 300 mg/Kg BB. Walaupun ekstrak
normal (Lampiran 9). Begitu juga dengan daun kari dengan dosis 200 mg/Kg BB
kelompok KN (hepatotoksik) yang diinduksi memberikan pengaruh yang nyata namun,
parasetamol belum menunjukkan pengaruh secara statistik menunjukkan pengaruh yang
yang nyata (P<0,01) terhadap peningkatan tidak signifikan. Oleh karena itu, dapat
aktivitas ALT. disimpulkan bahwa semakin besar dosis daun
Aktivitas enzim ALT meningkat secara kari yang diberikan maka mekanisme
signifikan pada semua kelompok perlakuan perlindungan hati semakin tinggi (Lampiran
terjadi pada hari ke-14 setelah pemberian 9).
parasetamol pada minggu ke-2 (Gambar 5). Gambar 6 menunjukkan hasil analisis
Tabel 4 menunjukkan perubahan aktivitas aktivitas enzim AST selama perlakuan. Pada
enzim ALT pada hari ke-14 dan hari ke-21 gambar tersebut terlihat bahwa peningkatan
jika dibandingkan dengan kelompok normal. enzim AST secara signifikan mulai terjadi
Pada hari ke-14, aktivitas enzim ALT pada pada hari ke-7. Tabel 5 menunjukkan
kelompok KN (hepatotoksik) meningkat peningkatan aktivitas enzim AST pada hari
secara signifikan sebesar 84,82% atau hampir ke-14 dan hari ke-21 dibandingkan dengan
2 kali jika dibandingkan dengan kelompok kelompok normal. Pada hari ke-14,
normal. Sedangkan peningkatan enzim ALT peningkatan secara signifikan (P<0,01) terjadi
pada kelompok KP (pembanding), ED200, pada kelompok KN, yaitu sebesar 82,67 %
dan ED300 yaitu sebesar 32,98%, 48,17%, atau hampir 2 kali jika dibandingkan dengan
dan 36,13%. Nilai tersebut lebih kecil jika kelompok normal. Sedangkan pada kelompok
dibandingkan dengan kelompok KN. Secara KP, ED200, dan ED300 terjadi peningkatan
statistik, tidak terdapat perbedaan yang nyata enzim AST sebesar 36,80%, 49,39%, dan
(P<0,01) antara ketiga kelompok perlakuan 46,73%. Nilai tersebut lebih kecil jika
(KP, ED200, dan ED300) tersebut dengan dibandingkan dengan kelompok KN
kelompok normal dan berbeda nyata (P<0,01) (hepatotoksik). Hal ini menunjukkan adanya
jika dibandingkan dengan kelompok KN. Hal pengaruh mekanisme perlindungan hati
ini menunjukkan bahwa pemberian obat curliv terhadap pemberian parasetamol. Namun
dan ekstrak daun kari memberikan pengaruh secara statistik, pengaruh secara signifikan
yang sifnifikan terhadap mekanisme (P<0,01) ditunjukkan oleh kelompok KP yang
perlindungan hati dari pengaruh radikal bebas
akibat pemberian parasetamol selama 7 hari Tabel 4 Perubahan aktivitas enzim ALT darah
sebelumnya. tikus pada hari ke-14 dan -21
Pada minggu terakhir perlakuan, ketiga dibandingkan dengan kelompok
kelompok perlakuan (KP, ED200, dan normal
ED300) kembali dicekok dengan obat curliv Peningkatan enzim ALT (%)
Kelompok
dan ekstrak daun kari. Hal ini bertujuan Hari ke-14 Hari ke-21
melihat mekanisme perlindungan hati setelah KN 84,82b 131,95c
a
dilakukan pengrusakan dengan parasetamol KP 32,98 -0,02a
a
dosis toksik selama satu minggu sebelumnya. ED200 48,17 46,47b
a
Pada kelompok KN tingkat kerusakan hati ED300 36,13 34,85ab
semakin bertambah yang ditandai dengan Catatan : Huruf yang berbeda pada kolom
peningkatan aktivitas enzim ALT sebesar yang sama menunjukkan nilai
131,95%. Sebaliknya, pada kelompok berbeda nyata (P<0,01) dalam
perlakuan menunjukkan peningkatan aktivitas mekanisme perlindungan sel hati.
15
terlihat adanya degenerasi butir dan Hasil uji statistik Kruskal-Wallis (Tabel 6)
degenerasi lemak, tetapi tidak sebanyak pada yang dilanjutkan dengan uji Duncan
kelompok hepatotoksik. Namun, sebagian sel menunjukkan bahwa efek perlindungan hati
hepatosit normal mulai terlihat dari inti sel paling baik diberikan oleh ED300 dan obat
yang tampak jelas. Hal ini menandakan bahwa curliv. Kolompok KN (hepatotoksik)
adanya proses menuju regenerasi walaupun memberikan nilai yang sangat berbeda nyata
belum signifikan. Sedangkan pada pemberian (P<0,05) jika dibandingkan dengan kelompok
ED300 (Gambar 7E) mampu mengembalikan normal. Sebaliknya, tidak terdapat perbedaan
sel-sel hepatosit menjadi normal kembali. Hal yang nyata (P<0,05) antara kelompok
ini terlihat dari sel hepatosit yang menjadi perlakuan (KP, ED200, dan ED300) dan
lebih teratur dengan batas antar sel serta kelompok normal. Namun, jika dibandingkan
bentuk radial dalam lobulus sudah mulai antara ketiga perlakuan tersebut dengan
terlihat. kelompok hepatotoksik, kelompok ED300 dan
Gambar 7 Gambaran sel hati tikus. A) Perlakuan normal. Sel hati normal dengan inti sel yang
berukuran normal (n). B) Pemberian parasetamol 500 mg/kg BB. Sel hati mengalami
nekrosis (nk) C) Pemberian curliv-plus® 42,86 mg/kg BB dan parasetamol 500 mg/kg
BB. Regenerasi sel hati (r). D) Pemberian ekstrak daun kari 200 mg/kg BB dan
parasetamol 500 mg/kg BB. Vakuolisasi sel hati (v). E) Pemberian eksrak daun kari
300 mg/kg BB dan parasetamol 500 mg/kg BB. Tidak ada kelainan spesifik dan sel hati
berukuran normal (n). Objektif HE. x200
17
KP memberikan pengaruh yang signifikan Hewan coba lain, seperti kelinci atau satwa
dalam mekanisme perlindungan hati. primata juga dapat digunakan untuk
Sedangkan ED200 belum menunjukkan hasil mengetahui pengaruh ekstrak etanol:air (1:1)
yang signifikan, walaupun secara statistik daun kari sebelum diaplikasikan pada
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. manusia.
Hasil uji histopatologi hati memberikan
informasi yang sama dengan hasil analisis
aktivitas enzim ALT dan AST, yaitu efek
hepatoprotektor dari ekstrak etanol:air (1:1) DAFTAR PUSTAKA
daun kari dapat melindungi sel hati tikus yang
diinduksi parasetamol serta dapat mengurangi Adji P. 2004. Daya antioksidasi saponin akar
dan memperbaiki kerusakan hati. kuning (Archangelisia flava L. Merr)
sebagai mekanisme hepatoproteksi pada
Tabel 6 Hasil uji Kruskal-Wallis kelainan tikus yang diinduksi parasetamol
histopatologi hati [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
Kelompok Skor kerusakan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Normal 11,70 ab Pertanian Bogor.
KN 23,00 c
Ahmed S et al.. 2000. Evaluation of the
KP 09,80 ab
efficacy of Lawsonia alba in the
ED 200 14,50 b
alleviation of carbon tetrachloride
ED 300 06,00 a
induced oxidative stress. Abstract. J
Catatan : Huruf yang berbeda pada kolom
Ethnopharmacol. 9: 157-164.
yang sama menunjukkan nilai
berbeda nyata (P<0,05) Akbar N. 1995. Diagnostik Hepatitis Akut dan
Kronis. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI/RSCM.
SIMPULAN DAN SARAN Arakawa H, Kodama H, Matsouka N,
Yamaguchi I. 1996. Stress increases
Simpulan plasma activity in rats: differential
Ekstrak etanol:air (1:1) daun kari effects of andrenergic and cholinergic
mengandung senyawa alkaloid, saponin, blockades. J Pharmacol Experiment
steroid, dan tanin. Pemberian Ekstrak Therapeutics. 280: 1296-1303.
etanol:air (1:1) daun kari dapat melindungi sel
hati tikus yang diinduksi parasetamol serta Arulselvan P et al.. 2006. Anti-diabetic effect
dapat mengurangi dan memperbaiki sel-sel of Murraya koenigii leaves on
hepatosit hati yang mengalami kerusakan. streptozotocin induced diabetic rats.
mekanisme perlindungan hati secara Pharmazie. 61: 874-877.
signifikan (P<0,01) terjadi pada pemberian
ekstrak daun kari dosis 300 mg/Kg BB dan Aryadi Q. 2009. Potensi hepatoprotektor
pemberian obat curliv-plus® sebagai ekstrak rosella (Hibiscus sabdariffa L)
pembanding, diikuti dengan ekstrak daun kari terhadap hati tikus yang diinduksi
dosis 200 mg/Kg BB. Dari hasil tersebut dapat parasetamol [skripsi]. Bogor: Fakultas
disimpulkan bahwa ekstrak etanol:air (1:1) Matematika dan Ilmu Pengetahuan
daun kari memiliki aktivitas sebagai Alam, Institut Pertanian Bogor.
hepatoprotektor dan semakin besar dosis
Balamurugan M, Parthasarathi K,
ekstrak daun kari yang diberikan, maka
Ranganathan LS, Cooper EL. 2008.
semakin tinggi pula efek yang diberikan.
Hypothetical mode of action of
earthworm extract with hepatoprotective
Saran
and antioxidant properties. J. Zhejiang
Perlu dilakukan penelitian serupa dengan
Univ. Sci. B. 9: 141-147.
cara penambahan waktu penelitian maupun
penambahan dosis bertingkat untuk Baron DN. 1992. Kapita Selekta Patologi
mengetahui dosis yang aman dan berkhasiat Klinik Ed ke-4. Andrianto P, Gunawan J,
optimal sebagai hepatoprotektor. Selain itu, penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan
perlu diteliti lebih lanjut mengenai senyawa dari: A Short Textbook of Chemical
bioaktif yang terkandung didalam daun kari Pathology. Hlm 113-231.
yang berpengaruh sebagai hepatoprotektor.
18
Batubara I. 2003. Saponin akar kuning Gan S et al.. 1980. Farmakologi dan Terapi.
(Arcangelisia flava (L) Merr) sebagai Ed ke-2. Jakarta: UI Pr.
hepatoprotektor: ekstraksi, pemisahan,
dan bioaktivasinya [tesis]. Bogor: Ganong F. 2002. Buku Ajar Fisiologi
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Kedokteran. Edisi ke-20. Djauhari HM,
Bogor. penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan
dari: Review of Medical Physiology.
Bhakta T et al.. 1999. Evaluation of
hepatoprotective activity of Cassia Gaspersz V. 1994. Metode Rancangan
fistula leaf extract. Abstract. J Percobaan. Bandung: CV ARMICO.
Ethnopharmacol. 66: 277-282.
Gibson GG, Sket P. 1991. Pengantar
Bhat M et al.. 2008. Antidiabetic Indian Metabolisme Obat. Aisyah BI,
plants: a good source of potent amylase penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan
inhibitors. eCAM Adance Access dari: Drugs Metabolisme.
Published. 411: 07-11.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia:
Burham PC, Harman AW. 1991. Penuntun Cara Modern Menganalisis
Acetominophen toxicity result in site- Tumbuhan. Padmawinata K, Sudiro I,
spesific mitochondrial demage in penerjemah. Bandung: ITB Pr.
isolated mouse hepatocytes. J Biol Terjemahan dari: Phytochemical
Chem. 266: 5049-5054. Method.
induced hepatic injury in rat. Toxicology. Murugesh KS, Yeligar VC, Maiti BC, Maiti
187: 67-73. TK. 2005. Hepatoprotective and
antioxidant role of Berberis tinctoria
Jusuf AA. 2009. Histoteknik Dasar. Jakarta: Lesch leaves on paracetamol induces
UI Pr. hepatic damage in rats. IJPT. 41: 64-69.
Kaplan LA, Pesce JA. 1998. Clinical Muthumani P et al.. 2009. Pharmacological
Chemistry: Theory Analysis and studies of anticancer, anti inflammantory
Correlation. Ed ke-3. New York: Mosby activities of Murraya koenigii (Linn)
Year Book. Spreng in experimental animals. J
Pharm. Sci. Res. 1: 137-141.
Kavalci C, Kavalci G, Sezenler E. 2009.
Acetaminophen poisioning: case report. Nakahara K et al.. 2002. Antimutagenicity of
The Int. J. Toxicology. 6: 385-392. some edible thai plant and a bioactive
carbazole alkaloid, mahanine, isolated
Kiernan JA. 1990. Histological & from Micromelum minurum. J Agric
Histochemial Methods: Theory and Food Chem. 50: 4796-4802.
Practice. Ed ke-2. Canada: Pergamon Pr.
Ningappa MB, Dinesha R, Srinivas L. 2008.
Kong YC et al.. 1986. Sourch of the anti-
Antioxidant and free radical scavenging
implantation alkaloid yuehchukene in the
activities of polyphenol-enriched curry
genus Murraya. J Ethnopharmacol. 15:
leaf (Murraya koenigii L.) extracts. Food
195-200. Chem. 106: 720-728.
Lawal et al.. 2008. Hypoglycaemic and Ningappa MB et al..2009. Potent antibacterial
hypolipidaemic effects of the aqueous
property of APC protein from curry
leaf extract of Murraya koenigii in
leaves (Murraya koenigii L.). Food
normal and alloxan-diabetic rats. Niger J
Chem. 118: 747-750.
Physiol Sci. 23: 37-40.
Ong ASH, Niki E, Packer L. 1995. Nutrition,
Lee JI et al.. 2003. Apoptosis of hepatic Lipids, and Desease. Champaign Illinois:
stellate cells in carbon tetrachloride AOCS Pr.
induced acute liver injury of the rat:
analysis of isolate hepatic stellate cells. J Packer L. 1995. Oxidative stress, antioxidants,
Ethnopharmacol. 39: 960-966. aging and desease. Di dalam: Cutler RG,
Packer J, Bertram A, Mori, editor.
Lenny S. 2006. Senyawa Flavonoid,
Oxidative Stress and Aging. Basel
Fenilflavonoid, dan Alkaloida. Medan: Switzerland: Birkhauser Verlag. hlm 1 –
USU Pr. 14.
Lu F. 2006. Toksikologi Dasar: Asas, Organ
Packer L, Ong ASH. 1998. Biological Oxidant
sasaran, dan Penilaian Risiko. Nugroho,
and Antioxidant: Molecular Mechanism
penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan
and Health Effects. Campaign Illinois:
dari: Toxicology, Fundamentals, Target AOCS Pr.
Organs, and Risk Assesment.
Panjaitan RG. 2008. Pengujian aktivitas
Marliana N. 2005. Potensi ekstrak daging
hepatoprotektor akar pasak bumi
buah mahkota dewa (Phaleria
(Eurycoma longifolia Jack.) [tesis].
macrocarpa (Scheff.) Boerl.) sebagai
Bogor: Program Pascasarjana, Institut
hepatoprotektor pada tikus putih galur
Pertanian Bogor.
Sparague Dawley [skripsi]. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu Palaniswamy UR, Caporuscio C, Stuart JD.
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian 2003. A chemical analysis of antioxidant
Bogor. vitamins in fresh curry leaf (Murraya
koenigii) by reversed phase HPLC with
Murray RK, Granner DK, Rodwel VW. 2009.
UV detection. Acta Horticulture. 620:
Biokimia Harper. Ed ke-27. Wulandari
475-478.
N et al., penerjemah. Jakarta: EGC.
Terjemahan dari: Harper’s Illustrated Pilichos C, Perrea D, Demorakou M, Preza A,
Biochemistry,27th ed. Donta I. 2004. Management of carbon
20
LAMPIRAN
22
Preparasi sampel
Serbuk
Nekropsi
Analisis data (ANOVA)
Histopatologi Hati
I II III IV V
1 mL darah
Pereaksi 1 Pereaksi 2
Sentrifus 3000 rpm,
15 menit 1 mL 4 mL
Dihomogenkan
100 μL supernatan (serum) simpan dalam botol gelap tertutup
2 – 8 0C
1 mL campuran reaksi
Jadi untuk tikus berbobot 200 g, volume cekok yang diberikan untuk setiap hari
adalah 0,2 mL
Jadi untuk tikus berbobot 200 g, volume cekok yang diberikan untuk setiap hari
adalah 0,2 mL
Jadi untuk tikus berbobot 200 g, volume cekok untuk dosis 200 mg/Kg BB
ataupun 300 mg/Kg BB yang diberikan untuk setiap hari adalah 0,2 mL
26
Fiksasi
(Perendaman dalam BNF 10% selama 6 – 48 jam)
Dehidrasi
(Penghilangan air dengan etanol 70%, 80%, 96%, absolut I absolut II masing-
masing selama 2 jam)
Clearing
(Penghilangan etanol dengan xilol I dan xilol II)
Embedding
(Penanaman jaringan dalam parafin)
Sectioning
(Pengirisan dengan mikrotom setebal 2 µm)
Mounting
(Penempelan jaringan kaca objek)
Staining
(Pewarnaan Haematoxylin-Eosin)
Permounting
(Penetesan dengan permounting medium lalu ditutup dengan kaca penutup)
27
Xilol I (2 menit)
Xilol II (2 menit)
Xilol I (1 menit)
Xilol II (2 menit)
28
29
Lampiran 9 Hasil uji analisis statistik aktivitas ALT serum darah tikus
Tabel ANOVA
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Means with the same letter are Means with the same letter
not significantly different. are not significantly different.
B 33.250 20 dosis200
B 54.600 25 14
B
C B 31.350 20 dosis300
C 3.760 25 7
C B
C
C B 26.200 20 curliv
C 1.960 25 0
C
C 23.050 20 normal
32
Lampiran 11 Hasil uji analisis statistik aktivitas AST serum darah tikus
Tabel ANOVA
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Means with the same letter are Means with the same letter
not significantly different. are not significantly different.
B 57.150 20 curliv
34