Anda di halaman 1dari 44

AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL-AIR DAUN KARI

(Murraya koenigii) SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR


PADA TIKUS PUTIH GALUR Sprague Dawley

ISMERI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK

ISMERI. Aktivitas Ekstrak Etanol-Air Daun Kari (Murraya koenigii) Sebagai


Hepatoprotektor Pada Tikus Putih Galur Sprague Dawley. Dibimbing oleh Hasim
dan Syamsul Falah.

Daun kari (Murraya koenigii), tanaman obat tradisional India merupakan


salah satu tanaman herbal yang secara in vitro dilaporkan memiliki aktivitas
antioksidan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan menentukan kandungan fitokimia
dan aktivitas hepatoproteksi ekstrak etanol:air (1:1) daun kari secara in vivo pada
tikus Sprague Dawley yang diinduksi parasetamol dosis toksik. Aktivitas
hepatoproteksi diamati dengan menggunakan parameter uji biokimia, yaitu
mengukur aktivitas enzim alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat
aminotransferase (AST) serum serta mengamati kajian histopatologi hati.
Sebanyak 25 tikus dibagi ke dalam 5 kelompok, yaitu kelompok normal (N),
kontrol negatif (KN) (parasetamol 500 mg/Kg BB), kontrol positif (KP) (Curliv-
plus® 42,86 mg/Kg BB), ekstrak daun kari (ED) dosis 200 mg/Kg BB dan 300
mg/Kg BB. Daun kari yang diekstrak dengan campuran pelarut etanol:air (1:1)
menghasilkan rendemen sebesar 19,2%. Hasil uji fitokimia menunjukkan adanya
kandungan senyawa alkaloid, saponin, steroid, dan tanin. Hasil analisis aktivitas
enzim transaminase serum menunjukkan bahwa induksi ED300 dan KP
memberikan efek yang signifikan (p<0,01) dalam mekanisme perlindungan hati
dibandingkan dengan ED200. Sedangkan kajian histopatologi hati menunjukkan
adanya nekrosis sel hati pada KN, regenerasi sel hati pada KP, vakuolisasi pada
ED200, dan tidak ada kelainan spesifik (normal) pada ED300. Hasil ini
mengindikasikan bahwa antioksidan ekstrak etanol:air (1:1) daun kari memiliki
potensi dalam melindungi sel hati.
ABSTRACT

ISMERI. Activity of Ethanol-Water Extracts of Curry Leaves (Murraya koenigii)


as Hepatoprotector In Sprague Dawley Rats. Under the direction of Hasim and
Syamsul Falah.

Curry leaves (Murray koenigii), a traditional Indian medicinal plant is one


of the herbal plants that has been reported to have high in vitro antioxidant
activity. This study was designed to investigate phytochemical compound and
hepatoprotective activity of ethanol:water (1:1) extract of curry leaves (EWEC) on
paracetamol toxic dose induced acute liver damage in Sprague Dawley rats in
vivo. Hepatoprotection activity was measured by using biochemical parameters
such as enzymes alanine aminotransferase (ALT) and aspartate aminotransferase
(AST) serum level and to observe the histopathology study of liver. Twenty five
rats were divided into 5 groups: normal group (N), negative control group/KN
(paracetamol 500 mg/Kg BB), positive control group/KP (Curliv-plus® 42,86
mg/Kg BB), EWEC groups doses 200 mg/Kg BB and 300 mg/Kg BB. Curry leave
was extracted with a solvent mixture of ethanol:water (1:1) which resulted about
19,2% rendement. Phytochemical test indicates that EWEC contains alkaloids,
saponins, steroids, and tannins. Transaminase enzyme serum analysis shows that
the induction of EWEC 300 and KP treatment gives a significant effect (p<0.01)
on hepatoprotective compared to EWEC 200. However, liver histopathology
shows that there is a necrosis hepatocytes on KN group, regeneration on KP
group, vacuolisation on EWEC 200, and normal cells on EWEC 300. These
results indicate that the antioxidant of EWEC is potential to protect liver cells.
AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL-AIR DAUN KARI
(Murraya koenigii) SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR
PADA TIKUS PUTIH GALUR Sprague Dawley

ISMERI

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Aktivitas Ekstrak Etanol-Air Daun Kari (Murraya koenigii)
Sebagai Hepatoprotektor Pada Tikus Putih Galur Sprague Dawley
Nama : Ismeri
NIM : G84060438

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. drh. Hasim, DEA Dr. Syamsul Falah, S.Hut., M.Si.


Ketua Anggota

Diketahui
Ketua Departemen Biokimia

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc.


Ketua Departemen Biokimia

Tanggal Lulus :
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika & IPA Institut Pertanian Bogor.
Tema yang dipilih pada penelitian ini ialah metabolisme, dengan judul “Aktivitas
Ekstrak Etanol-Air Daun Kari (Murraya koenigii) Sebagai Hepatoprotektor Pada
Tikus Putih Galur Sprague Dawley”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Agustus hingga Oktober 2010 di Laboratorium dan Kandang Hewan Coba
Biokimia, Departemen Biokimia, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Patologi
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Patologi
Balai Besar Penelitian Veteriner (BALITVET) Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. drh. Hasim, DEA dan Dr.
Syamsul Falah, S.Hut., M.Si. atas bimbingan, waktu, dan perhatiannya kepada
penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Laboran departemen biokimia dan drh. Yulvian Sani,
Ph.D yang telah banyak membantu dalam teknis pelaksanaan penelitian ini,
kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga tercinta atas segala doa, dukungan,
kasih sayangnya, dan selalu memberi inspirasi kepada penulis untuk selalu
berjuang keras dan menjadi lebih baik, dan kepada Farah Meutia selaku rekan
kerja, teman-teman Biokimia 43, SainTeker’s 2009, Umul, Marsudi, Feni, April,
Valen, Hery, Igoy, Izha, Luky ILKOM 43, Tuti STK 44, serta teman-teman
PPSDMS Nurul Fikri regional 5 Bogor atas dukungan dan bantuannya selama
penelitian dan penyusunan skripsi. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang Biokimia dan Farmasi.

Bogor, Maret 2011

Ismeri
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Simpang Abung pada tanggal 23 Mei 1987 dari


ayahanda Isnen dan ibunda Asiah sebagai anak ke-6 dari enam bersaudara. Tahun
2006 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bandar Lampung dan pada tahun yang
sama penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB). Tahun 2007 penulis memilih Mayor Biokimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan Manajemen Fungsional, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen (FEM) sebagai minor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan. Tahun 2006-2007 penulis aktif di ROHIS A8 sebagai Ketua
Divisi PSDM. Tahun 2007-2008 penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) FMIPA sebagai staf ahli Departemen SAINS. Di tahun yang sama, penulis
juga aktif sebagai anggota Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Keluarga
Mahasiswa Lampung (KEMALA) dan aktif di Himpunan Profesi Community of
Research and Education in Biochemistry (CREBs) sebagai Badan Pengawas. Pada
tahun 2009-2010 penulis aktif sebagai Menteri Sains & Teknologi Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA. Disamping itu, penulis juga pernah
mendapat beasiswa SP++ dari Yayasan Damandiri pada tahun 2006-2007,
beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2008-2009, beasiswa
BBM pada tahun 2009-2010, dan beasiswa Program Pembinaan Sumber Daya
Mahasiswa Strategis (PPSDMS) Nurul Fikri selama 2 tahun (2008 hingga 2010).
Tahun 2008 dan 2011 penulis mendapat dana hibah penelitian dari DIKTI melalui
Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKMP). Selain itu, penulis
juga pernah menjadi finalis berbagai kompetisi tingkat nasional, diantaranya
Lomba Karya Tulis Mahasiswa (KATULISTIWA) Universitas Brawijaya, Lomba
Penelitian Mahasiswa Teknik Kimia Indonesia (LPMTKI) Universitas
Diponegoro, dan Lomba Karya Tulis Ilmiah Al-Qur’an (LKTIA) Institut
Pertanian Bogor. Pada penghujung masa studi di IPB penulis berkesempatan
sebagai penyaji makalah internasional pada Annual Meeting of Science and
Technology Studies (AMSTECS)-Jepang 2011.
Sebagai pengalaman profesi, penulis juga aktif sebagai asisten praktikum
Biologi Dasar untuk mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB tahun
2008 hingga 2009. Pada semester akhir studi, penulis pernah menjalani Praktik
Lapang (PL) di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan menulis laporan
ilmiah yang berjudul “Uji Potensi Amilolitik Isolat Bakteri Asal Saluran Cerna
Manusia”. Pada tahun 2009, penulis juga pernah menjadi tentor Kimia di
Lembaga Bimbingan Belajar SPEKTRUM serta tentor Matematika di Lembaga
Bimbingan Belajar Bintang Pelajar (BP) Bogor pada tahun 2010.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix


DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA
Daun kari (Murraya koenigii) Sebagai Obat Herbal Multikhasiat ............. 2
Senyawa Hepatoprotektor ........................................................................... 3
Parasetamol Sebagai Hepatotoksik ............................................................. 3
Senyawa Antioksidan ................................................................................. 4
Fisiologi dan Fungsi Hati ........................................................................... 6
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ........................................................................................... 8
Metode Penelitian ....................................................................................... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia ............................................................. 10
Keadaan Hewan Coba Selama Perlakuan ................................................... 11
Keadaan Hewan Coba Sebelum Perlakuan................................................. 12
Aktivitas Enzim Transaminase .................................................................. 12
Gambaran Histopatologi Hati ..................................................................... 15
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17
LAMPIRAN ..................................................................................................... 21
DAFTAR TABEL

Halaman

1 Uji fitokimia ekstrak etanol:air (1:1) daun kari (Murraya koenigii) ............... 11
2 Peningkatan bobot badan hewan coba selama perlakuan ............................... 12
3 Aktivitas enzim ALT dan AST serum darah tikus pada hari ke-0 .................. 12
4 Perubahan aktivitas enzim ALT darah tikus pada hari ke-14 dan -21
dibandingkan dengan kelompok normal.......................................................... 14
5 Perubahan aktivitas enzim AST darah tikus pada hari ke-14 dan -21
dibandingkan dengan kelompok normal.......................................................... 15
6 Hasil uji Kruskal-Walis kelainan histopatologi hati ....................................... 17

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Daun kari (Murraya koenigii) ........................................................................ 3


2 Jalur metabolik parasetamol pada hati normal (a) dan glutation <30% (b) ... 5
3 Mekanisme reaksi pada pengukuran aktivitas ALT ....................................... 9
4 Bobot badan hewan coba selama perlakuan................................................... 12
5 Aktivitas enzim ALT selama perlakuan ......................................................... 13
6 Aktivitas enzim AST selama perlakuan ......................................................... 13
7 Gambaran sel hati tikus .................................................................................. 16
2

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Gambaran umum penelitian ........................................................................... 22


2 Rancangan perlakuan hewan coba ................................................................. 23
3 Pengukuran kadar enzim ALT dan AST ........................................................ 24
4 Perhitungan dosis ........................................................................................... 25
5 Pembuatan sediaan histopatologi hati ............................................................ 26
6 Pewarnaan Haematoxylin-Eosin .................................................................... 27
7 Data bobot tikus selama perlakuan ................................................................ 28
8 Aktivitas ALT serum darah tikus selama perlakuan ..................................... 30
9 Hasil uji analisis statistik aktivitas ALT serum darah tikus ........................... 31
10 Aktivitas AST serum darah tikus selama perlakuan ..................................... 32
11 Hasil uji analisis statistik aktivitas AST serum darah tikus ........................... 33
12 Data skoring lesio pada pengamatan histopatologi hati ................................. 34
1

PENDAHULUAN hati dapat didiagnosa oleh beberapa parameter


biokimia, yaitu adanya peningkatan aktivitas
enzim alanin aminotransferase (ALT), aspartat
Organ hati adalah organ yang berperan aminotransferase (AST), alkalin fosfatase
mengatur homeostasis dalam tubuh. Organ ini (ALP), gammaglutamil transferase (GGT),
terlibat dalam hampir semua jalur biokimia glutation peroksidase (GPx), superoksida
yang berhubungan dengan pertumbuhan, dismutase (SOD), katalase, laktat
memerangi penyakit, suplai gizi, penyediaan dehidrogenase, 5-nukleotidase, bilirubin, dan
energi dan reproduksi (Walker & Edward TBA-reacting substance (TBARS) (Stockham
1999; Stockham & Scott 2008). Menurut & Scott 2008).
Shahani (1999), hati adalah organ yang Saat ini, belum ada obat yang efektif
memainkan peran yang sangat penting dalam dalam merangsang fungsi hati, melindungi sel
mengatur berbagai proses fisiologis di dalam hati terhadap kerusakan, dan membantu
tubuh. Hal ini terlihat dalam beberapa fungsi meregenerasi sel hati meskipun kemajuan
vital, seperti metabolisme, sekresi, dan pengobatan secara modern bekembang dengan
penyimpanan sehingga hati menjadi sangat pesat (Chattopadhyay 2003). Di lain sisi,
rentan terhadap kerusakan. Berbagai berbagai upaya pengobatan gangguan fungsi
penelitian terdahulu melaporkan bahwa hati secara klinis memerlukan biaya yang
terdapat beragam faktor yang dapat mahal dan sering kali menyebabkan efek
menyebabkan kerusakan hati, antara lain samping yang merugikan. Oleh karena itu,
kelebihan konsumsi alkohol, bakteri, jamur, masyarakat mulai beralih ke pengobatan
virus, senyawa kimia, infeksi, dan gangguan secara tradisional sesuai dengan semboyan
autoimun. “Back to nature” yang sering kali
Hepatitis merupakan salah satu contoh memberikan efek yang cukup signifikan.
jenis penyakit hati yang sering kali terjadi Hingga saat ini juga masih dilakukan berbagai
pada masyarakat. Di Indonesia, penyakit ini di penelitian untuk mendapatkan komponen
derita oleh sekitar 12 juta jiwa dan menduduki bahan aktif yang mampu berperan sebagai
peringkat ketiga di Asia Pasifik (Dalimartha hepatoprotektor.
2005). Hepatitis akibat obat atau toksin dapat Hepatoprotektor adalah senyawa atau zat
digolongkan menjadi hepatotoksin direct dan yang berkhasiat melindungi sel sekaligus
indirect, reaksi hipersensitivitas terhadap obat, memperbaiki jaringan hati yang rusak akibat
serta idiosinkrasi metabolik. Hal ini ditambah pengaruh toksik (Dalimartha 2005). Dilihat
dengan pengetahuan masyarakat yang kurang dari strukturnya, senyawa yang bersifat
akan konsumsi obat-obatan dapat hepetoprotektor diantaranya meliputi senyawa
meningkatkan resiko timbulnya penyakit golongan fenilpropanoid, kumarin, lignin,
hepatitis. Konsumsi obat-obatan seperti minyak atsiri, terpenoid, glikosida, flavonoid,
parasetamol dalam dosis berlebih pada hewan asam organik lipid, serta senyawa nitrogen
dan manusia dapat mengakibatkan kerusakan (alkaloid dan xantin) (Sidik 1988). Beberapa
hati (Lee 2003). Obat-obat lain yang dapat senyawa antioksidan alami seperti flavonoid,
menyebabkan kerusakan hati adalah obat terpenoid, dan steroid telah diteliti secara
anastetik, antibiotik, antiinflamasi, farmakologi memiliki aktivitas hepatoproteksi
antimetabolik dan imunosupresif, (Murugesh et al. 2005). Antioksidan
antituberkulosa, hormon-hormon, serta obat memainkan peranan penting dalam mengikat
psikotropik. radikal bebas dan mencegah amplifikasi
Hepatitis secara umum timbul akibat senyawa radikal bebas. Sumber antioksidan
inflamasi hati. Salah satu kondisi yang terjadi terbanyak di alam adalah komponen fenolik
adalah oksidasi membran sel oleh radikal atau polifenol, sedangkan sisanya adalah
bebas, baik dari luar tubuh (eksogen) maupun komponen nitrogen dan karotenoid (Lenny
hasil metabolisme tubuh (endogen). Konsumsi 2006).
parasetamol dosis tinggi dapat menyebabkan Tumbuhan kari (Murraya koenigii)
kerusakan hati secara akut atau nekrosis. Hal merupakan salah satu tanaman yang telah
ini terjadi karena pengikatan kovalen pada N- digunakan secara tradisional di Indonesia.
asetil-p-benzokuinonimina (NAPQI), senyawa Berdasarkan penelitian secara in vitro yang
radikal hasil oksidasi parasetamol, dengan dilakukan oleh Ningappa et al. (2008), daun
gugus –SH pada protein membran yang kari yang selama ini digunakan sebagai
menghasilkan nekrosis sel dan peroksidasi bumbu penyedap makanan ternyata memiliki
lipid yang diinduksi oleh penurunan jumlah aktivitas antioksidan yang tinggi yang terdapat
glutation (Murugesh et al. 2005). Kerusakan pada ekstrak etanol-air (1:1) yang termasuk
2

dalam golongan senyawa polifenol. Pengaruh kari bisa tumbuh mencapai 4-6 meter,
pemberian ekstrak daun kari terhadap memiliki tangkai panjang dan setiap tangkai
kesehatan telah banyak diteliti, diantaranya mengandung 11-21 daun, memiliki bunga
dapat memberikan efek antikanker dan yang kecil dan berwarna putih, serta memiliki
antiinflamasi (to et al. 2005; Muthumani et buah yang berwarna coklat-hitam, mengkilap,
al. 2009), antidiabetes (Hougon 2004; dan bisa dimakan namun bijinya beracun.
Vinuthan et al. 2004; Arulselvan et al. 2006; Tanaman kari umumnya lebih dikenal sebagai
Bhat et al. 2008; Lawal et al. 2008), dan daun kari (curry-leaf tree) yang merupakan
antibakteri (Ningappa et al. 2010). Selain itu, tanaman yang banyak tumbuh di India, Nepal,
ekstrak daun kari memiliki aktivitas Sri Lanka, dan beberapa negara Asia Selatan,
hipoglikemik tanpa efek samping maupun serta paling banyak ditemui hampir diseluruh
bersifat toksik (Lawal et al. 2008). Namun, wilayah India (Choudhury & Garg 2007). Di
potensinya sebagai hepatoprotektor belum Indonesia daun kari banyak terdapat di
dilakukan. Oleh karena itu, aktivitas ekstrak beberapa daerah di Sumatera seperti Aceh dan
etanol:air (1:1) daun kari terhadap mekanisme Medan. Daun ini banyak digunakan sebagai
perlindungan hati perlu diteliti. bahan rempah-rempah terutama sebagai
Penelitian ini bertujuan menguji bumbu pada berbagai jenis masakan dan juga
kandungan fitokimia ekstrak etanol:air (1:1) digunakan untuk perawatan berbagai jenis
daun kari dan menguji aktivitas penyakit pada sistem pengobatan tradisional.
hepatoproteksi ekstrak etanol:air (1:1) daun Selain sebagai bumbu masak, daun kari
kari secara in vivo pada tikus Sprague Dawley juga sering digunakan sebagai jamu
yang diinduksi parasetamol dosis 500 mg/kg pengobatan alternatif. Daun kari dipakai
BB. Potensi yang diperoleh akan sebagai bahan baku dalam hampir semua obat
dibandingkan secara langsung dengan Curliv- tradisional India, yang berkhasiat
plus® (obat hepatitis komersil) dosis 42.86 menyembuhkan berbagai penyakit antara lain
mg/kg BB. Adapun parameter uji yang pusing-pusing, sakit perut, kulit gatal, digigit
digunakan adalah analisis kadar enzim ALT serangga, diare, influenza, reumatik, obat
dan AST serum serta kajian histopatologi hati. luka, gigitan ular, bahkan diabetes (kong et al.
Hipotesis pada penelitian ini adalah 1986). Selain sebagai obat tradisional, daun
kandungan senyawa bioaktif yang terdapat di ini juga dapat digunakan sebagai kosmetik
dalam daun kari (Murraya koenigii) memiliki dan obat jerawat, bahkan digunakan sebagai
mekanisme perlindungan hati tikus terhadap conditioner bagi rambut yang dapat
kerusakan sel hati yang diinduksi parasetamol. mengurangi penipisan dan uban pada rambut
Senyawa-senyawa tersebut diduga dapat (Choudhury & Garg 2007). Disamping itu,
menghambat atau mencegah terjadinya daun ini pula memiliki aroma yang menyengat
pembentukan radikal bebas (peroksida) di yang disebabkan oleh kandungan minyak
dalam tubuh yang dapat mengakibatkan atsiri yang terkandung di dalamnya (Rana et
kerusakan pada sel-sel hati. Hasil penelitian al. 2004) sehingga daun ini kerap digunakan
ini diharapkan dapat menambah informasi pada industri parfum dan sabun. Selain itu,
potensi ekstrak etanol:air (1:1) daun kari daun ini kaya akan mineral (Choudhury &
sebagai hepatoprotektor dan dapat dijadikan Garg 2007), vitamin A dan B serta
sebagai obat hepatitis alternatif sehingga mengandung banyak karbohidrat, protein,
manfaat daun kari dapat dieksplorasi secara asam amino dan alkaloid (Kong et al. 1986;
optimal. Tee & Lim 1991).
Khasiat daun kari dalam bidang kesehatan
telah banyak diteliti, diantaranya dapat
TINJAUAN PUSTAKA memberikan efek antikanker dan antiinflamasi
(Ito et al. 2005; Muthumani et al. 2009),
Daun Kari (Murraya koenigii) Sebagai antidiabetes (Hougon 2004; Vinuthan et al.
Obat Herbal Multikhasiat 2004; Arulselvan et al. 2006; Bhat et al.
2008; Lawal et al. 2008), dan antibakteri
Tanaman kari (Murraya koenigii) (Gambar (Ningappa et al. 2010). Ekstrak daun kari
1) merupakan salah satu tanaman rempah memiliki aktivitas hipoglikemik tanpa efek
yang tergolong famili Rutaceae (jeruk- samping maupun bersifat toksik (Lawal et al.
jerukan) yang diperkenalkan oleh seorang ahli 2008). Selain itu, daun ini memiliki
botani asal Swedia dan German, yaitu Johann kandungan mineral Cr, V, Mn, Zn, Cu dan Se
Andreas Murray dan Gerhard Koenig yang tinggi yang dikenal memiliki peranan
(Seidemann 2005). Secara morfologi pohon penting pada proses biokimia terutama
3

diabetes (Choudhury & Garg 2007). Beberapa berasal dari tumbuhan yang memiliki aktivitas
literatur menyebutkan bahwa daun kari hepatoprotektor. Pada tahun 1983 ilmuwan
memiliki kandungan essential oils, kumarin, Korea telah melakukan penapisan terhadap 78
terpenoid, lutein, karbazol alkaloid, jenis tumbuhan yang biasa digunakan rakyat
mahanimbin, murayanol, dan mahanin Korea untuk pengobatan hepatitis dan 21
(Ramsewak et al. 1999; Tachibana et al. 2001; diantaranya terbukti sebagai hepatoprotektor.
Nakahara et al. 2002). Berdasarkan Di Indonesia, penelitian mengenai tanaman
Palaniswamy (2003), daun kari kaya akan obat yang sering digunakan oleh masyarakat
antioksidan seperti tokoferol, β-karoten, sebagai obat hepatitis juga telah banyak
lutein, dan alkaloid. Berdasarkan penelitian dilakukan. Misalnya, penelitian yang
yang dilakukan oleh Ningappa et al. (2008), dilakukan oleh Yuningsih (1987) terhadap
antioksidan tertinggi pada daun kari terdapat ekstrak air temulawak (Curcuma xanthorizha
pada ekstrak etanol-air (1:1) yang termasuk Robx) dapat menurunkan aktivitas SGOT dan
golongan senyawa polifenol, yaitu sebesar SGPT darah kelinci dalam keadaan terinfeksi
168 ± 5,6 mg/g ekstrak. Selain itu, ekstrak hepatitis B, Harun & Syahri (1999) yang
etanol:air (1:1) daun kari dapat menghambat meneliti aktivitas daun dewa yang memiliki
lipid peroksida sebesar 76,4 ± 3 % pada sifat antioksidan yang mampu menghambat
konsentrasi rendah (50 µg/mL), menghambat sifat hepatotoksik senyawa halotan yang
superoksida dismutase (SOD) sebesar 93% terpapar di udara, Batubara (2003) dan Adji
pada konsentrasi 200 µg/3 mL, menghambat (2004) yang berhasil membuktikan aktivitas
radikal DPPH sebesar 92 % pada konsentrasi ekstrak saponin akar kuning sebagai
20 µg/mL, dan menghambat radikal hidroksil hepatoprotektor, Marliana (2005) yang
sebesar 91% pada konsentrasi 20 µg/mL. membuktikan khasiat buah mahkota dewa
sebagai hepatoprotektor, Rustandi (2006)
yang melihat aktivitas ekstrak daun sangitan
dalam peroksidasi lipid serum darah tikus
yang diinduksi parasetamol, dan Panjaitan
(2008) yang menguji aktivitas hepatoprotektor
ekstrak akar pasak bumi, serta Aryadi (2009)
yang membuktikan khasiat ekstrak bunga
rosella sebagai hepatoprotektor terhadap tikus
yang diinduksi parasetamol.

Parasetamol Sebagai Hepatotoksik


Hepatotoksin adalah senyawa yang dapat
Gambar 1 Daun kari (Murraya koenigii) menyebabkan gangguan pada jaringan hati.
Hepatotoksin juga merupakan zat yang
Senyawa Hepatoprotektor mempunyai efek toksik pada hati dengan
Hepatoprotektor adalah senyawa atau zat dosis berlebihan atau dalam jangka waktu
yang berkhasiat melindungi sel hati terhadap yang lama. Hepatotoksin yang menyebabkan
pengaruh zat toksik yang dapat merusak hati, gangguan pada jaringan hati, tergantung pada
bahkan dapat memperbaiki jaringan hati yang dosis pemberian, interval waktu pemberian
telah rusak (Dalimartha 2005). Secara empiris yang singkat antara pencernaan obat dan
telah banyak tanaman yang tumbuh di reaksi melawan, serta kemampuan untuk
Indonesia yang digunakan oleh masyarakat menimbulkan perubahan yang sama pada
sebagai obat penyakit hati, seperti brotowali, jaringan hati (Dalimartha 2005).
kembang merak, rebung bambu, mengkudu, Berdasarkan mekanismenya terhadap
tomat, jagung, pepaya, wortel, lidah buaya, perusakan hati, hepatotoksin dibagi menjadi
akar kuning, temulawak dan kunyit. Namun, dua macam, yaitu hepatotoksin intrinsik dan
masih sedikit diantara tumbuhan tersebut yang ekstrinsik. Hepatotoksin intrinsik merupakan
telah dibuktikan secara ilmiah kebenarannya. hepatotoksin yang dapat diprediksi,
Sebagian besar zat hepatoprotektor tersebut tergantung pada dosis dan melibatkan
adalah senyawa yang tergolong antioksidan. mayoritas individu yang menggunakan obat
Senyawa ini bekerja dalam menghambat atau dalam jumlah tertentu. Rentang waktu antara
memperlambat proses oksidasi radikal bebas mulainya dan timbulnya kerusakan hati sangat
(Murray 2009). bervariasi, dari beberapa jam sampai beberapa
Sejak tahun 1976 telah dilakukan usaha minggu. Salah satu contohnya adalah
untuk menemukan senyawa bioaktif yang parasetamol (acetaminophen) yang
4

menyebabkan nekrosis hati yang dapat penyusun membran sel hati, seperti fosfolipid
diprediksi pada pemberian over dosis. Di sisi dan protein bergugus –SH. Detoksifikasi
lain, hepatotoksin ekstrinsik atau idiosinkratik NAPQI diawali oleh konjugasi dengan
merupakan hepatotoksin yang tidak dapat glutation tereduksi (GSH) menjadi asam
diprediksi. Hepatotoksin ini terkait dengan merkapturat yang bersifat hydrosoluble non
hipersensitivitas atau kelainan metabolisme. toxic dan dapat diekskresikan oleh ginjal
Respon dari hepatotoksin ini tidak dapat (Wong et al. 1981) (Gambar 2a).
diprediksi dan tidak tergantung pada dosis Jika laju pembentukan NAPQI lebih besar
pemberian. Tahap inkubasi toksin ini dari laju detoksifikasi oleh GSH, maka akan
bervariasi, tetapi biasanya berminggu-minggu terjadi oksidasi berbagai biomolekul penyusun
atau berbulan-bulan. Contohnya seperti membran seperti lipid atau gugus SH pada
sulfonamid, isoniazid, halotan, dan protein (Wong et al. 1981). Proses ini
klorpromazin (Gibson 1991). menyebabkan kandungan GSH hati <30% dari
Parasetamol atau N-asetil-p-aminofenol normalnya, sehingga NAPQI berikatan
merupakan obat yang berkhasiat analgetik dengan makromolekul protein sel hati
anatipiretik non narkotik turunan para membentuk senyawa semikuinon. Senyawa
aminofenol. Parasetamol cepat diserap secara ini akan mereduksi O2 menjadi O2•, kemudian
sempurna oleh saluran pencernaan dan membentuk senyawa radikal bebas lagi yang
tersebar ke seluruh cairan tubuh. Konsentrasi akan mengoksidasi fosfolipid lain secara
tertinggi berada pada plasma darah setelah 1-3 berantai. Hal ini mengakibatkan kerusakan sel
jam masuk ke dalam tubuh. Sebanyak 25% hati sampai timbul nekrosis hati, yaitu
parasetamol berada terikat dengan protein terjadinya gangguan integritas membran
(Lee 2003). Parasetamol termasuk salah satu plasma, keluarnya isi sel, dan timbulnya
obat yang sering dikonsumsi oleh masyarakat, respon inflamasi (Gambar 2b). Respon ini
dapat menyebabkan kerusakan hati apabila menyebabkan banyak sel yang mati (Gibson
dikonsumsi 7,5 gram sekaligus, dan pada & Sket 1991) yang ditandai dengan
pemakaian lebih dari 15 gram sekaligus akan peningkatan ALT dan AST, bilirubin, alkalin
menyebabkan nekrosis atau kematian sel hati fosfatase, gammaglutamil transferase (GGT),
(Dalimartha et al. 2005). Dosis parasetamol serta dehidrogenase laktat pada serum selama
500 mg/kg BB yang diinduksikan pada tikus 24 jam setelah pemberian (Firmansyah 2006).
Sprague Dawley mampu membuat kerusakan
membran sel hepatosit (Aryadi 2009), Senyawa Antioksidan
sedangkan dosis untuk tikus galur Wistar Antioksidan, secara umum dapat
adalah 750 mg/kg BB (Murugesh et al. 2005). didefinisikan sebagai senyawa yang dapat
Di sisi lain, dosis parasetamol pada tikus menunda, memperlambat dan mencegah
Rattus Norvegicus sebesar 2 g/kg BB proses oksidasi lipid. Sedangkan dalam arti
(Balamurugan et al. 2008). khusus, antioksidan adalah zat yang dapat
Gambar 2 menunjukkan proses menunda atau mencegah terjadinya reaksi
metabolisme parasetamol di dalam tubuh. oksidasi radikal bebas. Senyawa dikatakan
Pada dosis normal, parasetamol yang masuk memiliki sifat antioksidatif bila senyawa
ke dalam tubuh akan mengalami tersebut mampu mendonasikan satu atau lebih
biotransformasi di dalam hati dengan elektron kepada senyawa prooksidan,
mekanisme konjugasi (metabolisme fase II) kemudian mengubah senyawa oksidan
dengan glukuronat sebanyak 40%-67%, menjadi senyawa yang stabil (Packer 1995).
sulfonat 20-46%, serta <5%-nya adalah Antioksidan, berdasarkan sumbernya
sistein, beberapa metabolit terhidroksilasi dan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu antioksidan
terdeasetilasi. Hasil reaksi konjugasi ini sintetik dan antioksidan alami. Beberapa
menghasilkan senyawa yang larut air contoh antioksidan sintetik adalah Butil
(hydrosoluble) dan tidak toksik sehingga Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi
dapat disekresikan melalui urin (Wong et al. Toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidroksi
1981; Lee 2003) (Gambar 2a). quinon (TBHQ) dan tokoferol, sedangkan
Pada keadaan over dosis, sisa parasetamol antioksidan alami berasal dari tumbuhan, yang
akan dibiotransformasi oksidatif oleh pada umumnya adalah senyawa fenolik atau
sitokrom P-450 (metabolisme fase I) sehingga polifenolik yang dapat berupa golongan
membentuk suatu metabolit elektrofil N- flavonoid. Berdasarkan asal terbentuknya,
asetil-p-benzoikuinonimina (NAPQI) yang antioksidan dibagi menjadi dua kelompok,
bersifat hepatotoksik dan reaktif. NAPQI yaitu antioksidan endogen dan eksogen.
kemudian akan bereaksi dengan biomolekul Sedangkan berdasarkan mekanisme kerjanya,
5

Gambar 2 Jalur metabolik parasetamol pada hati normal (a) dan glutation <30% (b)
(Sumber: Kavalci et al. 2009)

antioksidan dapat dikelompokkan menjadi 3 peranannya dalam menghambat penyakit


kelompok, yaitu: (a) Antioksidan primer degeneratif seperti penyakit jantung,
(antioksidan endogen/antioksidan enzimatis), arterisklerosis, kanker, serta gejala penuaan.
contohnya enzim superoksida dismutase Masalah-masalah tersebut berkaitan dengan
(SOD), katalase, dan glutation peroksidase kemampuan antioksidan dalam bekerja
(GPx). Enzim-enzim ini mampu menekan atau sebagai inhibitor (penghambat) reaksi oksidasi
menghambat pembentukan radikal bebas oleh radikal bebas reaktif yang menjadi salah
dengan cara memutus reaksi berantai dan satu penyebab penyakit-penyakit di atas
mengubahnya menjadi produk lebih stabil; (b) (Packer & Ong 1998). Tubuh manusia dapat
Antioksidan Sekunder (antioksidan menghasilkan senyawa antioksidan secara
eksogen/antioksidan non enzimatis), contoh alami, tetapi jumlahnya sering kali tidak
antioksidan sekunder ialah vitamin E, vitamin cukup untuk menetralkan radikal bebas yang
C, β-karoten, isoflavon, asam urat, bilirubin, masuk ke dalam tubuh (Hernani & Rahardjo
dan albumin. Senyawa-senyawa ini dikenal 2005). Antioksidan alami mampu melindungi
sebagai penangkap radikal bebas (scavenger tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan
free radical), kemudian mencegah amplifikasi oleh oksigen reaktif dan mampu menghambat
radikal; (c) Antioksidan Tersier, misalnya terjadinya penyakit degeneratif serta mampu
enzim metionin sulfoksida reduktase, yang menghambat peroksida lipid pada makanan.
berperan dalam perbaikan biomolekul yang Keseimbangan antara antioksidan dan radikal
disebabkan oleh radikal bebas (Packer & Ong bebas menjadi kunci utama pencegahan stres
1998). oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang
Menurut Ong et al. (1995), terdapat lima dihasilkan (Packer et al. 1995).
mekanisme kerja antioksidan seluler, yaitu: Stres oksidatif adalah keadaan
(1) Berinteraksi langsung dengan oksidan, ketidakseimbangan antara prooksidan dan
radikal bebas atau oksigen tunggal; (2) antioksidan. Keaadaan stres oksidatif dapat
Mencegah pembentukan jenis oksigen reaktif; disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
(3) Mengubah jenis oksigen reaktif menjadi adalah kurangnya antioksidan atau kelebihan
kurang toksik; (4) Mencegah kemampuan produksi radikal bebas. Radikal bebas
oksigen reaktif; (5) Memperbaiki kerusakan sebetulnya diproduksi secara fisiologis oleh
yang timbul. sel sebagai konsekuensi logis pada reaksi
Penggunaan senyawa antioksidan saat ini biokimia dalam kehidupan aerobik. Namun,
semakin meluas seiring dengan semakin jika radikal bebas berlebihan dan antioksidan
besarnya pemahaman masyarakat tentang selluler tetap atau lebih sedikit, maka
6

kelebihan radikal bebas ini tidak dapat hipatektomi, sel hati mampu melakukan
dinetralkan dan akan berakibat pada regenerasi meskipun hanya sebagian sel hati
kerusakan sel itu sendiri. Kondisi stres yang dapat diganti. Tikus tidak memiliki
oksidatif yang berakibat pada kerusakan sel, kantung empedu, saluran empedu dari
dapat menyebabkan terjadinya percepatan beberapa lobus membentuk saluran empedu
proses penuaan, dan dapat menimbulkan umum yang masuk ke deudenum (Fox et al.
penyakit jantung, kanker, dan diabetes melitus 1984).
(Packer & Ong 1998). Secara garis besar, fungsi hati dapat
Prof. Bernhard Waltz dari Institute of digolongkan menjadi lima besar, yaitu
Nutritional Physiology (FRNC) Karlshure, detoksifikasi, sekresi, penyimpanan cadangan
Jerman menyatakan bahwa senyawa fitokimia makanan, hematologis, proteksi, dan juga
memiliki efek biologi yang efektif dalam berperan dalam proses metabolisme
menghambat pertumbuhan kanker, berfungsi biomolekul (karbohirat, lipid, asam amino,
sebagai antioksidan, antimikroba, menurunkan hormon dan bilirubin) (Kaplan & Pesce 1998).
kolesterol darah, menurunkan kadar glukosa Pada metabolisme tubuh, hati berperan dalam
darah, bersifat antibiotik, dan menimbulkan metabolisme karbohidrat, protein, dan lipid
efek peningkatan kekebalan. Fitokimia yang yang dikirim oleh vena porta setelah
bersifat antioksidan aktif adalah karotenoid, diabsorbsi dari usus. Hati dapat menyintesis
polifenol, fitoestrogen, inhibitor protease, dan lebih dari 1000 protein plasma, seperti
sulfida. Karotenoid seperti lycopene dan albumin dan globulin secara de novo dari
canthaxanthin, adalah jenis antioksidan yang asam amino esensial dan non esensial. Hati
memiliki kemampuan tinggi dalam juga dapat menyintesis asam lemak,
memproteksi oksidasi yang disebabkan oleh trigliserida, kolesterol, apolipoprotein,
radikal bebas. Sedangkan polifenol dikenal lipoprotein, dan kolesterol ester dalam
sebagai antioksidan tanaman yang sangat fosfolipid. Beberapa bahan hasil metabolisme
superior. Polifenol dari anggur merah dan ini dapat tersimpan dalam hati, seperti
flavanol quersetin adalah senyawa fitokimia glikogen, trigliserida, Fe, dan Cu (Stockham
yang dapat mencegah oksidasi low density & Scott 2008). Sebagai Haematologis, organ
lipoprotein (LDL) dan kolesterol sehingga hati berfungsi mengatur keseimbangan cairan
dapat mencegah timbulnya penyakit kronis elektrolit, dan mengatur volume darah dan
(Packer & Ong 1998). bersifat sebagai spons/filter karena semua
makanan dan substansi yang telah diserap
Fisiologi dan Fungsi Hati oleh usus halus akan dialirkan ke hati melalui
Hati merupakan organ tubuh yang besar, sistem portal. Fungsi hati lainnya adalah
kompleks, dan terdapat di dalam rongga perut detoksifikasi toksin dan radikal bebas, yaitu
kanan atas, di bawah diafragma kanan, dan melalui reaksi konjugasi dengan beberapa
dilindungi tulang iga kanan bawah. Organ ini senyawa yang dihasilkan di dalam hati, seperti
berwarna coklat tua dan berbobot antara glutation, asam glukoronat, glisin, dan asetat.
1.200-1.600 g atau sekitar 2.5% dari bobot Hati juga berfungsi sebagai organ pertahanan
total orang dewasa. Organ ini terbagi menjadi tubuh, yaitu dengan adanya sel Kupffer yang
dua lobus, lobus kanan besarnya enam kali mempunyai kemampuan fagositosis sel-sel
bagian kirinya. Setiap lobus terdiri atas ribuan tua, partikel atau benda asing, sel tumor,
lobulus yang merupakan unit fungsional. bakteri, virus, dan parasit di dalam hati. Hati
Setiap lobulus terdiri atas sel-sel hepatosit memiliki kapasitas cadangan yang besar, yaitu
yang berbentuk kubus dan tersusun melingkar hanya dengan 10% - 20% jaringan hati yang
mengelilingi vena sentralis. Di antara lobulus masih berfungsi ternyata sudah cukup untuk
(interlobular) terdapat saluran empedu dan mempertahankan hidup pemiliknya.
kapiler (sinusoid) yang merupakan cabang Kemampuan regenerasi jaringan yang mati
vena porta dan arteria hepatika (Dalimartha cukup besar sehingga akan cepat digantikan
2005). Sinusoid dibatasi oleh sel Kupffer yang dengan yang baru (Dalimartha 2005).
merupakan sistem retikuloendotelial dan Hati merupakan organ yang paling sering
mempunyai fungsi serupa dengan sel mengalami kerusakan. Ada dua alasan
makrofag (Kaplan & Pesce 1998). Pada tikus, mengapa hati mudah terkena racun dan
hati terletak pada bagian anterior ruang kemudian mengalami kerusakan. Alasan
abdominal, memanjang dari tulang belakang pertama, hati menerima lebih dari 80% suplai
sampai cartilago xiphoidea. Hati tikus darah dari vena porta. Vena tersebut
terdapat empat lobus (median, lateral kanan, membawa zat-zat toksik dari tumbuhan, fungi,
lateral kiri, dan kaudal). Bila dilakukan bakteri, logam mineral, dan zat-zat kimia lain
7

yang diserap di usus ke darah portal untuk kematian sel. Enzim ini berperan dalam
ditransportasikan ke hati. Kedua, hati mengkatalisis pemindahan gugus amino dari
menghasilkan enzim-enzim biotransformasi alanin ke asam α-ketoglutarat membentuk
untuk berbagai macam zat eksogen dan asam glutamat dan asam piruvat (Kaplan &
endogen untuk dieliminasi di dalam tubuh. Pesce 1998). Menurut Stockham & Scoot
Proses ini mungkin juga mengaktifkan (2008), enzim ALT merupakan indikator
beberapa zat menjadi bentuk lebih toksik dan terbaik dalam melihat kerusakan hati. Pada
dapat menyebabkan terjadinya perlukaan hati gangguan sel hati yang ringan maka enzim
seperti karbon tetraklorida (Jeon 2003). sitoplasma akan merembes ke dalam serum
Sel hati memiliki bentuk ultrastruktur yang terutama enzim ALT. Oleh karena itu, kadar
mencerminkan bahwa sel terlibat dalam enzim ALT bersifat khas dan spesifik
berbagai fungsi metabolik yang luas. Sel ini terhadap kerusakan sel hati sehingga sangat
mengandung berbagai enzim, yang meliputi cocok sebagai tes untuk menentukan adanya
enzim alanin aminotransferase (ALT), enzim gangguan fungsi hati walaupun dalam derajat
aspartat aminotransferase (AST), alkalin ringan. Pada manusia, nilai normal kadar
fospatase (ALP), gamaglutamil transpeptidase enzim ALT berkisar antara 5 hingga 25 U/L,
(GGT), laktat dehidrogenase, dan 5- dan AST antara 5 hingga 35 U/L (Baron
nukleotidase, bilirubin, lipid, lipid peroksida. 1992). Sedangkan pada tikus, nilai normal
Enzim adalah protein yang dihasilkan oleh sel kadar enzim ALT berkisar antara 19,3 hingga
hidup dan umumnya terdapat di dalam sel. 68,9 U/L dan AST antara 29,8 hingga 77,0
Dalam keadaan normal terdapat U/L (Pillchos et al. 2004 di dalam Windyagiri
keseimbangan antara pembentukan dan 2006).
penguraian enzim. Beberapa diantara enzim Bahan-bahan toksik dapat menyebabkan
tersebut dapat dijadikan sebagai parameter berbagai jenis kerusakan hati, diantaranya
kerusakan hati (Ganong 2002). Apabila terjadi degenerasi, perlemakan hati, nekrosis hati,
kerusakan sel atau peningkatan permeabilitas dan sirosis. Degenerasi suram, berbutir,
membran sel, enzim akan banyak keluar ke albuminoid atau parenkim sering terlihat pada
ruang ekstra sel dan ke dalam aliran darah kejadian keracunan dan bersifat reversibel.
sehingga dapat digunakan sebagai sarana Ciri-ciri sel hati yang mengalami degenersi
untuk membantu diagnostik penyakit tertentu. adalah hati membesar, tepinya membulat,
Pemeriksaan enzim yang biasa dilakukan konsistensinya rapuh, sedangkan bidang
untuk diagnosis kerusakan hati adalah ALT sayatannya berwarna belang atau beraspek
dan AST (Ratnaningsih 2003). seperti telah dimasak. Perlemakan hati terjadi
Enzim ALT dan AST merupakan enzim bila hati mengandung berat lipid lebih dari
intraseluler yang berfungsi untuk mengatalisis 5%. Beberapa hal yang dapat menyebabkan
pemindahan gugus amino dari alfa amino ke perlemakan patologis hati adalah hipoksemi
asam alfa keto. Enzim AST merupakan enzim karena hati tidak dapat membakar lemak, atau
mitokondria yang berfungsi mengatalisis karena adanya toksin yang mengakibatkan
pemindahan bolak-balik gugus amino dari penurunan fungsi lipolitik hati dan terjadi
asam aspartat ke asam α-oksaloasetat penimbunan lipid intrasel sehingga sitoplasma
membentuk asam glutamat dan oksaloasetat. tampak bervakuola (Ressang 1984).
Enzim ini tidak spesifik untuk disfungsi hati Nekrosis hati adalah kematian sel hati.
karena enzim ini juga banyak ditemukan pada Nekrosis dapat bersifat fokal (sentral,
otot rangka, pankreas, jantung dan ginjal. pertengahan, dan perifer) atau masif. Pada
Kadar enzim AST akan meningkat apabila umumnya nekrosis toksopatik hanya
terjadi kerusakan sel yang akut seperti memerlukan waktu singkat untuk
nekrosis hepatoseluler dan infark kardium. menimbulkan gejala klinis. Biasanya secara
Jumlah AST meningkat secara nyata dalam hispatologi terlihat nekrosis setempat, teratur
gangguan fungsi hati dan saluran empedu, dan tersebar di seluruh hati, akan tetapi bila
penyakit jantung dan pembuluh darah, serta racun sangat kuat maka akan terlihat
gangguan fungsi ginjal dan pankreas. gambaran nekrosis terpencar. Sirosis hati
Sedangkan ALT merupakan enzim yang adalah suatu keadaan yang menggambarkan
terdapat pada sitosol hati dan terlibat dalam pangerasan hati. Sirosis dapat disebabkan oleh
glukoneogenesis, meningkatnya kadar enzim berbagai hal tetapi penyebabnya belum
ALT dalam darah terutama disebabkan oleh diketahui secara pasti. Pada umumnya bahan-
kerusakan sel hati dan sel otot rangka. bahan toksik dan parasit dapat menyebabkan
Kerusakan diawali dengan perubahan sirosis hati (Ressang 1984; Price 1995).
permeabilitas membran yang diikuti dengan
8

BAHAN DAN METODE selama sehari-semalam. Larutan tersebut


diletakkan pada shaker orbital dengan
Bahan dan Alat kecepatan 250 rpm. Hal ini bertujuan
mempercepat proses ekstraksi. Proses
Hewan percobaan yang digunakan dalam
ekstraksi dilakukan berulang-ulang sampai
penelitian ini adalah tikus putih jantan strain
filtrat yang dihasilkan jernih. Larutan hasil
Sprague Dawley sebanyak 25 ekor dengan
maserasi dipisahkan melalui penyaringan
kondisi sehat, memiliki aktivitas normal, dan
vacum dengan menggunakan kertas saring
berumur 2 bulan dengan bobot badan berkisar
biasa kemudian disaring kembali dengan
antara 200-250 gram, yang diperoleh dari
kertas saring Whatman No. I. Filtrat hasil
Pusat Studi Biofarmaka (PSB) Bogor. Daun
penyaringan kemudian dipekatkan dengan
kari (Murraya koenigii) yang digunakan
menggunakan vacuum rotavavor pada suhu
diperoleh dari koleksi Balai Penelitian
50oC. Ekstrak yang diperoleh ditempatkan di
Tanaman Tropis (BALITRO) Bogor.
dalam botol tertutup dan disimpan di dalam
Bahan-bahan yang digunakan dalam
lemari es dengan suhu 4-8oC.
penelitian ini adalah serbuk daun kari ukuran
40 mesh, parasetamol, kloroform, etanol
Analisis Fitokimia (Harbone 1987)
absolut (Merck), NaCl 0,9%, NaOH, FeCl3,
xilol, parafin, LiCl, akuades, kit reagen ALT Uji Alkaloid. Ekstrak daun kari sebanyak
dan AST (Labkit), metanol 30%, etanol 30%, 1 gram ditambahkan 10 mL kloroform dan
70%, 80%, 90%, 96%, pewarna Meyer’s beberapa tetes NH4OH. Fraksi kloroform
Haemotoxylin, eosin, dan Curliv-plus® (obat dipisahkan dan diasamkan dengan H2SO4.
hepatitis komersil) dan beberapa pereaksi Fraksi H2SO4 dimasukkan ke dalam 3 buah
fitokimia yang meliputi pereaksi Dragendorf, tabung reaksi, lalu ditambahkan pereaksi
Meyer, Wagner, serta campuran asam asetat Dragendorf pada tabung pertama, pereaksi
anhidrida dan H2SO4 pekat sebagai pereaksi Meyer pada tabung kedua, dan pereaksi
metode Lieberman Buchard. Wagner pada tabung ketiga. Terdapatnya
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya
ini adalah alat-alat gelas, kertas saring biasa endapan putih oleh pereaksi Meyer, endapan
dan whatman No. I, aluminium foil, oven, merah oleh pereaksi Dragendorf, dan endapan
mortar, shaker orbital, vacum rotavavor, coklat oleh pereaksi Wagner.
penangas air, neraca analitik, freeze dry, Uji Saponin. Ekstrak daun kari sebanyak
spektrofotometer (BioSystem BTS-330), 1 gram ditambahkan air secukupnya dan
mikroskop, dan sentrifus klinis. Peralatan dipanaskan selama 5 menit. Larutan tersebut
lainnya adalah corong pisah, pipet tetes, pipet didinginkan kemudian dikocok. Timbulnya
Mohr, pipet mikro, batang pengaduk, cawan, busa sampai selang waktu 10 menit
mikrotom, syiring, gunting bedah, sonde oral, menunjukkan adanya saponin.
vial, Tissue Tec, dan pH meter. Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik.
Ekstrak daun kari sebanyak 1 gram ditambah
Metode Penelitian metanol 30% sampai terendam lalu
dipanaskan sekitar 5 menit. Filtratnya
Preparasi Sampel ditambah NaOH 10% (b/v) atau H2SO4 pekat.
Daun kari (Murraya koenigii) dikeringkan Terbentuknya warna merah karena
dibawah sinar matahari secara langsung dan penambahan NaOH menunjukkan adanya
menggunakan oven pada suhu 40-50°C. senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan
Setelah daun benar-benar kering, kemudian warna merah yang terbentuk akibat
dilakukan penggilingan dengan menggunakan penambahan H2SO4 pekat menunjukkan
mesin Discmill hingga terbentuk serbuk adanya senyawa flavonoid.
berukuran 40 mesh. Uji Triterpenoid dan Steroid. Ekstrak
daun kari sebanyak 1 gram ditambah 10 mL
Ekstraksi Daun Kari (Murraya koenigii) eter. Lapisan eter yang terbentuk dipipet lalu
(Ningappa 2008) diuapkan pada penangas air. Residu yang
Ekstraksi daun kari dilakukan dengan didapat kemudian ditambah pereaksi
mengacu pada metode Ningappa (2008) Lieberman Buchard (3 tetes asam asetat
dengan sedikit modifikasi. Sebanyak 300 anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat). Warna
gram daun kari yang sudah berbentuk serbuk merah atau ungu menunjukkan kandungan
dimaserasi dengan cara direndam ke dalam triterpenoid pada sampel sedangkan warna
800 mL etanol:air (1:1 v/v) pada suhu kamar hijau menunjukkan adanya kandungan steroid.
9

Uji Tanin. Ekstrak daun kari sebanyak 1 Pengukuran Kadar ALT dan AST
gram ditambahkan 10 mL akuades kemudian Metode analisis ALT dan AST mengacu
dididihkan selama 5 menit. Larutan ini pada International Federation of Clinical
disaring dan filtratnya ditambah 5 tetes FeCl3 Chemistry (IFCC) (2002). Prinsip pengukuran
1% (b/v). Warna biru tua atau hitam kehijauan aktivitas ALT dan AST adalah mengukur laju
menunjukkan terdapatnya tanin. berkurangnya jumlah NADH menjadi NAD+
pada reaksi yang terjadi antara enzim dan
Perlakuan Hewan Coba dan Rancangan substrat yang dapat diukur pada panjang
Percobaan gelombang 340 nm. Contoh mekanisme reaksi
Tikus dikelompokkan menjadi 5 kelompok yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 3.
dan masing-masing kelompok terdiri atas 5 Sampel darah tikus disentrifugasi pada
ekor. Tikus dikandangkan secara individu kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk
beralaskan sekam dan diberi pakan standar mendapatkan serumnya. Setelah itu, dilakukan
sebanyak 20 g/ekor/hari dengan minum secara analisis kadar ALT dan AST. Sebanyak 100
ad libitum. Sebelum percobaan dilakukan, µL serum darah tikus dicampur dengan 1000
tikus diaklimatisasi selama 14 hari untuk µL reagen, kemudian diukur serapannya
menyeragamkan cara hidup dan pola makan, dengan menggunakan spektrofotometer
menghindari risiko timbulnya stress, dan BioSystem BTS-330 pada panjang gelombang
membiasakan diri dengan lingkungannya. 340 nm (Lampiran 3).
Kemudian perlakuan pada hewan percobaan Pengukuran aktivitas kedua enzim tersebut
dilakukan selama 3 minggu. Bobot badan dan dilakukan dengan cara yang sama, hanya saja
jumlah pakan yang digunakan diamati setiap reagen yang digunakan berbeda. Reagen yang
hari. digunakan dalam pengukuran AST
Tikus kelompok I merupakan kelompok mengandung buffer tris, L-aspartat, α-
kontrol normal (N) yang selama penelitian ketoglutarat, laktat dehidrogenase, malat
hanya diberi pakan standar dan dicekok dehidrogenase, dan NADH. Sedangkan
akuades. Kelompok II adalah kelompok pereaksi yang digunakan dalam pengukuran
hepatotoksik/kontrol negatif (KN) yang ALT mengandung buffer tris, L-alanin, α-
dicekok parasetamol dengan dosis 500 mg/kg ketoglutarat, laktat dehidrogenase, dan
BB. Kelompok III merupakan kelompok NADH.
pembanding/kontrol positif (KP) yang
dicekok menggunakan Curliv-plus® (obat
hepatoprotektor komersil) dengan dosis 42,86
mg/kg BB. Sedangkan kedua kelompok
lainnya merupakan kelompok perlakuan.
Kelompok IV dicekok dengan ekstrak daun
kari dengan dosis 200 mg/kg BB dan
kelompok V dicekok dengan ekstrak daun kari
dengan 300 mg/kg BB. Perlakuan pada semua
kelompok percobaan dilakukan selama 3 Gambar 3 Mekanisme reaksi pada pengukuran
minggu dan induksi parasetamol dosis 500 aktivitas ALT
mg/kg BB pada kelompok III, IV, dan V
dilakukan pada minggu ke-2. Hal ini bertujuan Pembuatan Preparat Histopatologi Hati
untuk mengkondisikan stres oksidatif pada Metode yang digunakan adalah metode
tikus. Pengambilan darah pada kelima Jusuf (2009) yang terdiri atas 4 tahap, yaitu
kelompok dilakukan melalui pembuluh darah fiksasi, dehidrasi, pencetakan (embedding),
vena ekor (ujung ekor dipotong) sebanyak dan pewarnaan (staining). Tahap fiksasi
empat kali, yaitu pada hari ke-0,-7,-14 dan -21 dilakukan dengan memotong organ hati
untuk pengukuran kadar enzim ALT dan AST dengan ukuran 2x2x1 cm, dimasukkkan ke
serum darah. Sebelum pengambilan darah, dalam buffer neutral formalin (BNF) 10%
tikus dipuasakan selama 16-18 jam. selama 3x24 jam, kemudian dipotong lagi
Selanjutnya tikus dikorbankan dengan cara dengan ukuran lebih tipis. Potongan-potongan
dibius dengan eter yang kemudian dilakukan hati tersebut dilanjutkan ke tahap dehidrasi,
nekropsi untuk pengujian histopatologi hati. yaitu dengan perendaman menggunakan
Perhitungan dosis pemberian parasetamol, etanol bertingkat (etanol 70%, 80%, 96%,
curliv-plus®, dan ekstrak daun kari dapat absolut I, absolut 2). Kemudian etanol
dilihat pada Lampiran 4, dan rancangan dihilangkan dengan xilol I dan II masing-
percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2. masing selama 40 menit. Infiltrasi
10

menggunakan parafin cair dilakukan pada Analisis Data (Gaspersz 1994)


suhu 60oC selama 4 kali masing-masing Pengamatan terhadap kadar enzim ALT
selama 30 menit. Sebelum pencetakan cetakan dan AST dilakukan dengan menggunakan
dicuci dengan campuran etanol 96%, xilol, Rancangan Acak Lengkap (RAL), yaitu uji
dan air. analysis of Varian (ANOVA) pada tingkat
Pencetakan dilakukan dengan penuangan kepercayaan 95% dan taraf α=0.05.
parafin panas dalam blok cetakan sebanyak Sedangkan pengamatan histopatologi jaringan
setengah cetakan dengan alat Tissue Tec. hati dilakukan dengan menggunakan cara
Potongan hati dimasukkan secara perlahan- skoring lesio, selanjutnya data dievaluasi
lahan agar tidak menyentuh dasar cetakan lalu dengan menggunakan analisis statistik
ditutup lagi dengan parafin cair. Setelah beku, nonparametrik Kruskal-Wallis yang
organ dalam parafin tersebut dipotong dengan dilanjutkan dengan uji Duncan. Seluruh data
alat mikrotom setebal 4 - 5 μm. Potongan tersebut dianalisis menggunakan program
yang diperoleh dimasukkkan ke dalam air perangkat lunak statistical analysis system
hangat (40oC) untuk melelehkan parafin, (SAS). Model RAL adalah sebagai berikut:
kemudian diletakkan dalam kaca objek.
Potongan tadi dikeringkan dalam oven Yij = µ + τi + εij.
inkubator bersuhu 56oC selama satu malam.
Tahap pewarnaan Haematoxylin Eosin Keterangan:
(HE) dilakukan setelah diparafinisasi, yaitu µ = Pengaruh rataan umum
preparat direndam menggunakan xilol I dan τi = Pengaruh perlakuan ke-i, i = 1, 2, 3, 4, 5
xilol II masing-masing selama 2 menit, εij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulang-
rehidrasi dengan etanol absolut selama 2 an ke-j, j = 1, 2, 3, 4
menit, kemudian dengan etanol 96% dan 80% Yij = Pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan
masing-masing selama 1 menit, dan dicuci ke-j
dengan air mengalir. Kemudian preparat i = 1 adalah perlakuan pemberian pakan
direndam dalam pewarnaan Mayer’s standar dan cekok akuades
Haemotoxylin selama 8 menit, dicuci dengan i = 2 adalah perlakuan pemberian pakan
air mengalir, dimasukkan ke dalam LiCl standar, akuades, dan parasetamol dosis
selama 30 detik, dan dicuci lagi dengan air 500 mg/Kg BB
mengalir. Kemudian irisan preparat diberi i = 3 adalah perlakuan pemberian pakan
pewarna eosin selama 2-3 menit, lalu dicuci. standar, akuades, parasetamol, dan
Setelah itu, irisan hati dicelupkan dalam Curliv-plus® dosis 42,86 mg/Kg BB
etanol 96% dan absolut I masing-masing i = 4 adalah perlakuan pemberian pakan
sebanyak 10 kali dan diteruskan dengan etanol standar, akuades, parasetamol, dan
absolut II selama 2 menit, xilol I selama 1 ekstrak daun kari dosis 200 mg/Kg BB
menit dan xilol II selama 2 menit. Setelah i = 5 adalah perlakuan pemberian pakan
diangin-anginkan beberapa saat, preparat yang standar, akuades, parasetamol, dan
telah diwarnai tersebut kemudian diberi ekstrak daun kari dosis 300 mg/Kg BB
permounting medium dan ditutup dengan kaca
penutup. Setelah terbentuk sediaan histologi,
kemudian dilakukan pengamatan terhadap
perubahan yang terjadi pada sel-sel hati
dengan menggunakan mikroskop cahaya. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia
Pengamatan Histopatologi Hati (Kiernan Rendemen ekstrak etanol:air (1:1) daun
1990) kari yang didapat setelah dipekatkan dengan
Pengamatan kerusakan sel hepatosit yang menggunakan vacuum rotavavor adalah
meliputi nekrosis, degenerasi butir, degenerasi 19,2%. Nilai tersebut lebih besar jika
lemak, oedema sirosis, dan pendarahan dibandingkan dengan hasil penelitian yang
dilakukan dengan cara pemberian skoring telah dilakukan oleh Ningappa et al. (2008)
lesio organ hati, yaitu sebagai berikut: yaitu sebesar 12%. Hal ini disebabkan oleh
0: normal (tidak ada perubahan spesifik) modifikasi metode maserasi yang dilakukan
1: kerusakan ≤ 25% dari daerah pandang yang meliputi lama ekstraksi, jumlah pelarut
2: kerusakan 25-50% dari daerah pandang yang digunakan, dan cara ekstraksi yang
3: kerusakan 50-75% dari daerah pandang dilakukan, yaitu dilakukan secara bertingkat
4: kerusakan 75-100% dari daerah pandang dan dengan bantuan shaker orbital dengan
11

kecepatan putar 250 rpm sehingga proses dan asam fitat. Senyawa-senyawa tersebut
ekstraksi berlangsung optimal dan ekstrak banyak terkandung dalam sayuran, tanaman
yang didapat menjadi lebih banyak. rempah dan tanaman obat. Menurut Craig
Sedangkan proses ekstraksi oleh Ningappa (1999), diet yang menggunakan rempah-
hanya dilakukan melalui satu tahap ekstraksi. rempah dalam jumlah banyak sebagai
Tabel 1 menunjukkan hasil uji fitokimia penyedap makanan dapat menyediakan
ekstrak etanol:air (1:1) daun kari. Berdasarkan berbagai komponen aktif fitokimia yang
hasil hasil tersebut, ekstrak etanol:air (1:1) bermanfaat menjaga kesehatan dan
daun kari menunjukkan adanya kandungan melindungi tubuh dari penyakit kronis.
alkaloid, Saponin, steroid, dan tanin. Hal ini
sesuai dengan beberapa hasil penelitian Keadaan Hewan Coba Selama Perlakuan
terdahulu yang dilakukan oleh Kong et al. Selama perlakuan secara in vivo, salah satu
(1986); Tee & Lim (1991); Ramsewak et al. syarat pada perlakuan hewan coba adalah
(1999); Tachibana et al. (2001); Nakahara et kondisi hewan harus dalam keadaan sehat.
al. (2002); dan Palaniswamy (2003). Beberapa parameter yang mudah diamati
Berdasarkan uji secara in vitro yang dilakukan untuk mengetahui kesehatan hewan coba
oleh Ningappa et al. (2008), menyatakan adalah dengan mengamati peningkatan bobot
bahwa ekstrak etanol:air (1:1) daun kari badan dan konsumsi pakan (Lu 2006).
mengandung senyawa antioksidan yang Kondisi tikus yang sehat ini menjadi faktor
merupakan golongan senyawa polifenol. yang penting karena dapat memperkecil nilai
Menurut Winarti & Nurdjanah (2005), galat percobaan yang terukur ketika memasuki
Senyawa fitokimia merupakan senyawa kimia tahap percobaan.
yang terkandung dalam tanaman dan memiliki Gambar 4 menunjukkan grafik bobot
peranan yang sangat penting bagi kesehatan badan (BB) hewan coba selama perlakuan.
dan pencegahan terhadap beberapa penyakit Pada gambar terlihat jelas bahwa kelompok
degeneratif. Beberapa senyawa fitokimia yang normal terjadi peningkatan BB tikus yang
bersifat antioksidan aktif diketahui memiliki lebih besar dibandingkan dengan kelompok
fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol, yang lain. Fluktuasi pada BB tikus yang
saponin, glikosinolat, polifenol, inhibitor terjadi disebabkan oleh nafsu makan yang
protease, monoterpen, fitoestrogen, sulfida, berbeda-beda antar satu tikus dengan tikus
yang lain. Disamping itu, hal ini disebabkan
Tabel 1 Uji fitokimia ekstrak etanol:air (1:1) oleh tikus dipuasakan selama 24 jam sebelum
daun kari (Murraya koenigii) pengambilan darah sehingga terjadi
Uji Hasil penurunan BB yang cukup drastis. Kelompok
Alkaloid +++ KN menunjukkan peningkatan BB terendah
Flavonoid - jika dibandingkan dengan kelompok yang
Fenolik - lain. Hal ini disebabkan oleh salah satu efek
Saponin ++++ pemberian parasetamol yang dapat
Steroid +++ menurunkan nafsu makan. Menurut Gan
Tanin ++++ (1980), toksisitas parasetamol dapat
Triterpenoid - menimbulkan gejala-gejala anoreksia, mual,
Keterangan : muntah, serta sakit perut yang terjadi dalam
Tanda (-) : Tidak terdeteksi 24 jam pertama, dan dapat berlangsung terus
Tanda (+) : Adanya intensitas reaksi menerus selama seminggu atau lebih. Gejala-
Alkaloid : Sedikit endapan (+) sampai gejala inilah yang menyebabkan menurunnya
banyak endapan (++++) nafsu makan yang berpengaruh terhadap BB
Flavonoid : Merah (+) sampai merah tua hewan coba.
(++++) Secara keseluruhan, pada semua kelompok
Fenolik : Merah (+) sampai merah tua terjadi peningkatan BB hewan coba (Tabel 2).
(++++) Peningkatan ini disebabkan oleh kondisi tikus
Saponin : Sedikit busa (+) sampai busa yang masih berada dalam tahap pertumbuhan
melebihi larutan (++++) (<6 bulan). Peningkatan BB yang paling
Steroid : Hijau muda (+) sampai hijau tinggi ditunjukkan oleh kelompok Normal,
tua (++++) yaitu 18,88%. Sedangkan peningkatan
Tanin : Hijau (+) sampai hijau terendah ditunjukkan oleh kelompok KN,
kehitaman (++++) yaitu 7,97%. Sedangkan pada kelompok KP
Triterpenoid : Merah (+) sampai merah tua dan kelompok perlakuan dosis 200 dan dosis
(++++) 300 terjadi peningkatan bobot tikus secara
12

berturut-turut yaitu sebesar 13,42%, 11.81%, Aktivitas enzim ALT dan AST tersebut,
dan 12,31%. jika dibandingkan dengan hasil penelitian
yang dilakukan Adji (2004) dan Marliana
(2005) menunjukkan hasil yang jauh berbeda.
Adji (2004) melaporkan bahwa aktivitas
enzim ALT dan AST pada tikus Sprague
Dawley sebelum masa percobaan berkisar
antara 18,29 – 29,23 U/L dan 32,0 – 67,01
U/L. Sedangkan Marliana (2005) menyatakan
bahwa sebelum masa percobaan, kadar enzim
ALT dan AST pada tikus Sprague Dawley
adalah sebesar 16,29 – 28,55 U/L dan 39,23
– 71,53 U/L. Perbedaan hasil analisis tersebut
mungkin disebabkan oleh beberapa faktor,
Gambar 4 Bobot badan hewan coba selama diantaranya adalah faktor stres yang dapat
perlakuan terjadi melalui peningkatan aktivitas syaraf
simpatik perifer (Arakawa et al. 1966),
Tabel 2 Peningkatan bobot badan hewan coba perbedaan bobot tikus, hemolisis, keadaan
selama perlakuan fisiologis dan makroenzim yang berbeda, alat
Bobot (g) Peningkatan dan metode analisis yang digunakan, bahkan
Kelompok perbedaan kit reagen yang digunakan juga
awal akhir (%)
Normal 232,0 275,8 18,88 dapat mempengaruhi hasil analisis (Hollans &
KN 238,4 257,4 7,97 Logan 1966).
KP 228,0 258,6 13,42
ED 200 230,4 257,6 11,81 Tabel 3 Aktivitas enzim ALT dan AST serum
ED 300 234,0 262,8 12,31 darah tikus pada hari ke-0
Kelompok ALT (U/L) AST (U/L)
Normal 2,2 ± 1,10 2,0 ± 0,71
Keadaan Hewan Coba Sebelum Perlakuan KN 2,8 ± 0,84 2,2 ± 1,10
Pada hari ke-0 (setelah tikus KP 2,6 ± 0,55 2,0 ± 0,71
diadaptasikan/aklimatisasi selama 14 hari), ED 200 1,2 ± 0,45 1,6 ± 0,55
dilakukan analisis serum pada kelima ED 300 1,0 ± 0,00 1,4 ± 0,55
kelompok perlakuan. Hal ini dilakukan untuk Rerata 1,96 ± 0,82 1,84 ± 0,33
mengetahui keadaan normal aktivitas enzim
n = 25
ALT dan AST sebelum perlakuan yang
kemudian akan dijadikan keadaan populasi
normal. Aktivitas enzim dinyatakan dalam Aktivitas Enzim Transaminase
satuan U/L yang berarti bahwa satu unit Daya hepatotoksik parasetamol terhadap
aktivitas enzim transaminase setara dengan 1 hati dapat dikaji dari aktivitas enzim ALT dan
µmol piruvat dan oksaloasetat yang dihasilkan AST serum darah setelah pemberian dosis
per menit pada kondisis perlakuan. Hasil uji toksik. Kerusakan hati dapat menyebabkan
aktivitas enzim ALT dan AST pada hari ke-0 produk sekresinya seperti enzim ALT dan
menunjukkan hasil yang seragam dengan AST bebas keluar sel dan masuk ke pembuluh
rataan aktivitas enzim ALT sebesar 1,96 ± darah sehingga kadar ALT dan AST dalam
0,82 U/L dan rataan aktivitas enzim AST darah menjadi meningkat bahkan melebihi
sebesar 1,84 ± 0,33 U/L (Tabel 3). Nilai batas normal. Pada keadaan kronis, aktivitas
tersebut berada pada kisaran yang sangat enzim ALT dan AST dalam darah dapat
rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian mengalami peningkatan sebanyak 1-5 kali
terdahulu yang dilakukan oleh Cabaud (1956), lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan
yang menyatakan bahwa aktivitas normal normal, bahkan menurut Akbar (1995),
enzim ALT berada pada kisaran 1 – 45 U/L peningkatan kadar ALT dan AST dapat
dan aktivitas normal enzim AST berada pada mencapai 5 hingga 10 kali lebih tinggi
kisaran 4 – 40 U/L. Hal ini menunjukkan dibandingkan dengan keadaan normal.
bahwa pada hari ke-0 tikus pada semua Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan
kelompok percobaan berada pada kisaran hasil analisis aktivitas enzim ALT dan AST
normal sehingga dapat disimpulkan bahwa serum darah tikus selama perlakuan. Aktivitas
semua tikus dalam kondisi sehat dan tidak enzim ALT pada kelompok normal selama
terjadi kerusakan pada organ hati. perlakuan dari hari ke-0 hingga hari ke-21
13

berkisar antara 2,2 – 48,2 U/L. Sedangkan enzim AST menjadi lebih tinggi. Hollands &
aktivitas enzim AST berkisar antara 2,0 – Logan (1966), menyatakan bahwa fenomena
142,6 U/L. Berdasarkan Pillichos et al. hemolisis pada serum darah dapat
(2004), nilai aktivitas enzim ALT dan AST menyebabkan peningkatan aktivitas enzim
normal pada tikus berkisar antara 19,3 – 68,9 AST secara signifikan namun tidak
U/L dan 29,8 – 77,0 U/L. Nilai aktivitas berpengaruh terhadap aktivitas enzim ALT.
enzim ALT yang diperoleh ini dapat Menurut Adji (2004), fenomena hemolisis
dikatakan berada pada ambang batas normal. dapat disebabkan oleh mekanisme biokimia,
Namun, pada aktivitas enzim AST fisik maupun kimia. Oleh karena itu, aktivitas
menunjukkan hasil yang jauh berbeda dan enzim ALT bersifat khas dan spesifik
lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh terhadap kerusakan sel hati sehingga
keberadaan AST yang tidak hanya dijumpai merupakan indikator terbaik dalam melihat
pada sitosol hati, tetapi juga dijumpai pada dan menentukan adanya gangguan fungsi hati
otot rangka, pankreas, jantung dan ginjal. walaupun dalam derajat ringan (Stockham &
Selain itu, hal ini juga disebabkan oleh darah Scoot 2002).
tikus yang mengalami hemolisis yang dapat Pada kelompok KP dan kelompok
dilihat dari warna serum darah yang agak perlakuan, obat curliv sebagai pembanding
kemerahan sehingga menyebabkan aktivitas dan ekstrak daun kari diberikan selama 7 hari

Gambar 5 Aktivitas enzim ALT selama perlakuan

Gambar 6 Aktivitas enzim AST selama perlakuan


14

pertama sebelum hati tikus dirusak oleh enzim ALT yang menurun dibandingkan
parasetamol. Hal ini bertujuan untuk dengan aktivitas enzim ALT minggu
mengetahui khasiat ekstrak dalam melindungi sebelumnya, yaitu sebesar 46,67% pada
hati terhadap kerusakan akibat pemberian kelompok ED200 dan 34,85% pada kelompok
parasetamol dalam dosis toksik pada minggu ED300. Bahkan pada kelompok KP, aktivitas
selanjutnya (minggu ke-2). Hasil analisis enzim ALT lebih kecil jika dibandingkan
menunjukkan bahwa ekstrak daun kari dan dengan kelompok normal. Hal ini
obat curliv yang diberikan tidak bersifat menunjukkan bahwa adanya pengaruh nyata
toksik maupun menyebabkan terjadinya (P<0,01) terhadap mekanisme perlindungan
gangguan fungsi hati. Hal tersebut terlihat dari hati yang diberikan oleh obat curliv maupun
aktivitas enzim ALT (Gambar 5) yang secara ekstrak daun kari. Pengaruh signifikan
statistik menunjukkan hasil yang tidak tehadap mekanisme perlindungan hati
berbeda nyata (P<0,01) antara hari ke-0 dan ditunjukkan oleh obat curliv dan ekstrak daun
hari ke-7 jika dibandingkan dengan kelompok kari dosis 300 mg/Kg BB. Walaupun ekstrak
normal (Lampiran 9). Begitu juga dengan daun kari dengan dosis 200 mg/Kg BB
kelompok KN (hepatotoksik) yang diinduksi memberikan pengaruh yang nyata namun,
parasetamol belum menunjukkan pengaruh secara statistik menunjukkan pengaruh yang
yang nyata (P<0,01) terhadap peningkatan tidak signifikan. Oleh karena itu, dapat
aktivitas ALT. disimpulkan bahwa semakin besar dosis daun
Aktivitas enzim ALT meningkat secara kari yang diberikan maka mekanisme
signifikan pada semua kelompok perlakuan perlindungan hati semakin tinggi (Lampiran
terjadi pada hari ke-14 setelah pemberian 9).
parasetamol pada minggu ke-2 (Gambar 5). Gambar 6 menunjukkan hasil analisis
Tabel 4 menunjukkan perubahan aktivitas aktivitas enzim AST selama perlakuan. Pada
enzim ALT pada hari ke-14 dan hari ke-21 gambar tersebut terlihat bahwa peningkatan
jika dibandingkan dengan kelompok normal. enzim AST secara signifikan mulai terjadi
Pada hari ke-14, aktivitas enzim ALT pada pada hari ke-7. Tabel 5 menunjukkan
kelompok KN (hepatotoksik) meningkat peningkatan aktivitas enzim AST pada hari
secara signifikan sebesar 84,82% atau hampir ke-14 dan hari ke-21 dibandingkan dengan
2 kali jika dibandingkan dengan kelompok kelompok normal. Pada hari ke-14,
normal. Sedangkan peningkatan enzim ALT peningkatan secara signifikan (P<0,01) terjadi
pada kelompok KP (pembanding), ED200, pada kelompok KN, yaitu sebesar 82,67 %
dan ED300 yaitu sebesar 32,98%, 48,17%, atau hampir 2 kali jika dibandingkan dengan
dan 36,13%. Nilai tersebut lebih kecil jika kelompok normal. Sedangkan pada kelompok
dibandingkan dengan kelompok KN. Secara KP, ED200, dan ED300 terjadi peningkatan
statistik, tidak terdapat perbedaan yang nyata enzim AST sebesar 36,80%, 49,39%, dan
(P<0,01) antara ketiga kelompok perlakuan 46,73%. Nilai tersebut lebih kecil jika
(KP, ED200, dan ED300) tersebut dengan dibandingkan dengan kelompok KN
kelompok normal dan berbeda nyata (P<0,01) (hepatotoksik). Hal ini menunjukkan adanya
jika dibandingkan dengan kelompok KN. Hal pengaruh mekanisme perlindungan hati
ini menunjukkan bahwa pemberian obat curliv terhadap pemberian parasetamol. Namun
dan ekstrak daun kari memberikan pengaruh secara statistik, pengaruh secara signifikan
yang sifnifikan terhadap mekanisme (P<0,01) ditunjukkan oleh kelompok KP yang
perlindungan hati dari pengaruh radikal bebas
akibat pemberian parasetamol selama 7 hari Tabel 4 Perubahan aktivitas enzim ALT darah
sebelumnya. tikus pada hari ke-14 dan -21
Pada minggu terakhir perlakuan, ketiga dibandingkan dengan kelompok
kelompok perlakuan (KP, ED200, dan normal
ED300) kembali dicekok dengan obat curliv Peningkatan enzim ALT (%)
Kelompok
dan ekstrak daun kari. Hal ini bertujuan Hari ke-14 Hari ke-21
melihat mekanisme perlindungan hati setelah KN 84,82b 131,95c
a
dilakukan pengrusakan dengan parasetamol KP 32,98 -0,02a
a
dosis toksik selama satu minggu sebelumnya. ED200 48,17 46,47b
a
Pada kelompok KN tingkat kerusakan hati ED300 36,13 34,85ab
semakin bertambah yang ditandai dengan Catatan : Huruf yang berbeda pada kolom
peningkatan aktivitas enzim ALT sebesar yang sama menunjukkan nilai
131,95%. Sebaliknya, pada kelompok berbeda nyata (P<0,01) dalam
perlakuan menunjukkan peningkatan aktivitas mekanisme perlindungan sel hati.
15

diberi obat curliv. Sedangkan kelompok Gambaran Histopatologi Hati


perlakuan ED200 dan ED300 tidak Hasil uji histopatologi jaringan
memberikan pengaruh yang signifikan menunjukkan adanya kerusakan yang terjadi
terhadap mekanisme perlindungan hati. terutama pada jaringan hati tikus yang
Aktivitas enzim AST pada hari terakhir diinduksi parasetamol (Gambar 7B). Pada
perlakuan menunjukkan peningkatan yang keadaan normal, hati tersusun atas lobulus-
tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan lobulus. Sel hepatosit dalam lobulus tersusun
hari ke-14 (Tabel 5). Pada kelompok KN, rapi seperti melingkar (radial) menuju pusat
aktivitas enzim AST menjadi semakin tinggi vena sentralis. Batas antara tiga lobulus yang
dan meningkat sebesar 40,53% jika berdekatan membentuk segitiga Kiernan yang
dibandingkan dengan kelompok normal. terdiri dari vena, saluran empedu, dan arteri
Sedangkan pada kelompok perlakuan (KP, (Gambar 7A).
ED200, dan ED300), aktivitas enzim AST Berbeda dengan kelompok normal,
menunjukkan hasil yang lebih rendah jika kelompok KN (hepatotoksik) yang dicekok
dibandingkan dengan kelompok normal, dengan parasetamol mengalami kerusakan
sehingga menunjukkan peningkatan aktivitas hati yang cukup signifikan. Kerusakan
enzim AST yang menurun dibandingkan jaringan hati meliputi degenerasi butir,
dengan aktivitas enzim AST minggu nekrosis, vakuolisasi, sel apoptosis,
sebelumnya. Secara statistik, ketiga kelompok haemorrhagi, dan degenerasi lemak yang
perlakuan tersebut memberikan pengaruh merata diseluruh jaringan. Terjadinya
yang nyata (P<0,01) dalam mekanisme degenerasi lemak disebabkan adanya serangan
perlindungan hati terhadap senyawa radikal radikal bebas yang menyebabkan peroksidasi
bebas (NAPQI) yang merupakan seyawa hasil lipid. Sel hati juga mengalami pendarahan
metabolisme parasetamol. Mekanisme yang merata diseluruh jaringan dan adanya
perlindungan tertinggi ditunjukkan oleh kematian sel yang dapat terlihat dari
kelompok KP (pembanding) yang diberi obat mengecilnya atau bahkan hilangnya inti sel.
culiv, diikuti dengan kelompok ED300 dan Batas antar sel dan bentuk radial sel hepatosit
ED200. Hal ini menunjukkan semakin besar dalam lobulus hati juga tidak terlihat dan
dosis daun kari yang diberikan maka semakin seolah-olah menjadi tidak teratur. Hasil
besar mekanisme perlindungan hati yang penelitian serupa juga menunjukkan bahwa
diberikan (Lampiran 11). metabolit toksik asetaminofen (NAPQI)
Mekanisme perlindungan hati oleh ekstrak menyebabkan kerusakan mitokondria
daun kari diduga disebabkan oleh senyawa (Burham & Harman 1991).
aktif yang terkandung didalamnya yang Pada kelompok KP (Gambar 7C),
merupakan golongan senyawa antioksidan. gambaran histologi hati menunjukkan keadaan
Senyawa antioksidan tersebut berperan dalam yang serupa dengan keadaan normal. Hal ini
mengikat maupun menghambat proses menunjukkan bahwa obat curliv memberikan
oksidasi radikal bebas (NAPQI) dan pengaruh terhadap mekanisme perlindungan
membentuk senyawa yang stabil sehingga hati. Hal ini terlihat pada gambar yang
tidak terjadi kerusakan sel hepatosit. Menurut menunjukkan adanya regenerasi sel hepatosit.
Muragesh et al. (2005), senyawa antioksidan Selain disebabkan oleh regenerasi secara
alami secara farmakologi memiliki aktivitas alami Perbaikan sel hepatosit diduga
hepatoproteksi. dipengaruhi oleh zat kimia aktif yang terkan-
dung didalam obat curliv, yang meliputi
Tabel 5 Perubahan aktivitas enzim AST darah silymarin, schizandrae, curcuma, radix, kolin
tikus pada hari ke-14 dan -21 bitartrat, dan vitamin B6. Gambaran
dibandingkan dengan kelompok histopatologi hati ini menguatkan analisis
normal aktivitas enzim ALT dan AST pada akhir
Peningkatan enzim AST (%) perlakuan yang mencapai batas normal.
Kelompok
Hari ke-14 Hari ke-21 Berdasarkan analisis aktivitas enzim ALT
KN 82,57c 40,53b dan AST serum darah tikus, pemberian
b
KP 36,80 - 42,78a ekstrak daun kari menunjukkan adanya
bc
ED 200 49,39 - 12,62a mekanisme perlindungan hati. Namun,
bc
ED 300 46,73 - 18,65a gambaran histologi hati pada kedua dosis
Catatan : Huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan hasil yang berbeda. Pada
yang sama menunjukkan nilai ED200 (Gambar 7D) perbaikan sel hepatosit
berbeda nyata (P<0,01) dalam yang terjadi tidak begitu berarti. Pada
mekanisme perlindungan sel hati. perlakuan ini kerusakan sel hepatosit masih
16

terlihat adanya degenerasi butir dan Hasil uji statistik Kruskal-Wallis (Tabel 6)
degenerasi lemak, tetapi tidak sebanyak pada yang dilanjutkan dengan uji Duncan
kelompok hepatotoksik. Namun, sebagian sel menunjukkan bahwa efek perlindungan hati
hepatosit normal mulai terlihat dari inti sel paling baik diberikan oleh ED300 dan obat
yang tampak jelas. Hal ini menandakan bahwa curliv. Kolompok KN (hepatotoksik)
adanya proses menuju regenerasi walaupun memberikan nilai yang sangat berbeda nyata
belum signifikan. Sedangkan pada pemberian (P<0,05) jika dibandingkan dengan kelompok
ED300 (Gambar 7E) mampu mengembalikan normal. Sebaliknya, tidak terdapat perbedaan
sel-sel hepatosit menjadi normal kembali. Hal yang nyata (P<0,05) antara kelompok
ini terlihat dari sel hepatosit yang menjadi perlakuan (KP, ED200, dan ED300) dan
lebih teratur dengan batas antar sel serta kelompok normal. Namun, jika dibandingkan
bentuk radial dalam lobulus sudah mulai antara ketiga perlakuan tersebut dengan
terlihat. kelompok hepatotoksik, kelompok ED300 dan

Gambar 7 Gambaran sel hati tikus. A) Perlakuan normal. Sel hati normal dengan inti sel yang
berukuran normal (n). B) Pemberian parasetamol 500 mg/kg BB. Sel hati mengalami
nekrosis (nk) C) Pemberian curliv-plus® 42,86 mg/kg BB dan parasetamol 500 mg/kg
BB. Regenerasi sel hati (r). D) Pemberian ekstrak daun kari 200 mg/kg BB dan
parasetamol 500 mg/kg BB. Vakuolisasi sel hati (v). E) Pemberian eksrak daun kari
300 mg/kg BB dan parasetamol 500 mg/kg BB. Tidak ada kelainan spesifik dan sel hati
berukuran normal (n). Objektif HE. x200
17

KP memberikan pengaruh yang signifikan Hewan coba lain, seperti kelinci atau satwa
dalam mekanisme perlindungan hati. primata juga dapat digunakan untuk
Sedangkan ED200 belum menunjukkan hasil mengetahui pengaruh ekstrak etanol:air (1:1)
yang signifikan, walaupun secara statistik daun kari sebelum diaplikasikan pada
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. manusia.
Hasil uji histopatologi hati memberikan
informasi yang sama dengan hasil analisis
aktivitas enzim ALT dan AST, yaitu efek
hepatoprotektor dari ekstrak etanol:air (1:1) DAFTAR PUSTAKA
daun kari dapat melindungi sel hati tikus yang
diinduksi parasetamol serta dapat mengurangi Adji P. 2004. Daya antioksidasi saponin akar
dan memperbaiki kerusakan hati. kuning (Archangelisia flava L. Merr)
sebagai mekanisme hepatoproteksi pada
Tabel 6 Hasil uji Kruskal-Wallis kelainan tikus yang diinduksi parasetamol
histopatologi hati [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
Kelompok Skor kerusakan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Normal 11,70 ab Pertanian Bogor.
KN 23,00 c
Ahmed S et al.. 2000. Evaluation of the
KP 09,80 ab
efficacy of Lawsonia alba in the
ED 200 14,50 b
alleviation of carbon tetrachloride
ED 300 06,00 a
induced oxidative stress. Abstract. J
Catatan : Huruf yang berbeda pada kolom
Ethnopharmacol. 9: 157-164.
yang sama menunjukkan nilai
berbeda nyata (P<0,05) Akbar N. 1995. Diagnostik Hepatitis Akut dan
Kronis. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI/RSCM.
SIMPULAN DAN SARAN Arakawa H, Kodama H, Matsouka N,
Yamaguchi I. 1996. Stress increases
Simpulan plasma activity in rats: differential
Ekstrak etanol:air (1:1) daun kari effects of andrenergic and cholinergic
mengandung senyawa alkaloid, saponin, blockades. J Pharmacol Experiment
steroid, dan tanin. Pemberian Ekstrak Therapeutics. 280: 1296-1303.
etanol:air (1:1) daun kari dapat melindungi sel
hati tikus yang diinduksi parasetamol serta Arulselvan P et al.. 2006. Anti-diabetic effect
dapat mengurangi dan memperbaiki sel-sel of Murraya koenigii leaves on
hepatosit hati yang mengalami kerusakan. streptozotocin induced diabetic rats.
mekanisme perlindungan hati secara Pharmazie. 61: 874-877.
signifikan (P<0,01) terjadi pada pemberian
ekstrak daun kari dosis 300 mg/Kg BB dan Aryadi Q. 2009. Potensi hepatoprotektor
pemberian obat curliv-plus® sebagai ekstrak rosella (Hibiscus sabdariffa L)
pembanding, diikuti dengan ekstrak daun kari terhadap hati tikus yang diinduksi
dosis 200 mg/Kg BB. Dari hasil tersebut dapat parasetamol [skripsi]. Bogor: Fakultas
disimpulkan bahwa ekstrak etanol:air (1:1) Matematika dan Ilmu Pengetahuan
daun kari memiliki aktivitas sebagai Alam, Institut Pertanian Bogor.
hepatoprotektor dan semakin besar dosis
Balamurugan M, Parthasarathi K,
ekstrak daun kari yang diberikan, maka
Ranganathan LS, Cooper EL. 2008.
semakin tinggi pula efek yang diberikan.
Hypothetical mode of action of
earthworm extract with hepatoprotective
Saran
and antioxidant properties. J. Zhejiang
Perlu dilakukan penelitian serupa dengan
Univ. Sci. B. 9: 141-147.
cara penambahan waktu penelitian maupun
penambahan dosis bertingkat untuk Baron DN. 1992. Kapita Selekta Patologi
mengetahui dosis yang aman dan berkhasiat Klinik Ed ke-4. Andrianto P, Gunawan J,
optimal sebagai hepatoprotektor. Selain itu, penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan
perlu diteliti lebih lanjut mengenai senyawa dari: A Short Textbook of Chemical
bioaktif yang terkandung didalam daun kari Pathology. Hlm 113-231.
yang berpengaruh sebagai hepatoprotektor.
18

Batubara I. 2003. Saponin akar kuning Gan S et al.. 1980. Farmakologi dan Terapi.
(Arcangelisia flava (L) Merr) sebagai Ed ke-2. Jakarta: UI Pr.
hepatoprotektor: ekstraksi, pemisahan,
dan bioaktivasinya [tesis]. Bogor: Ganong F. 2002. Buku Ajar Fisiologi
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Kedokteran. Edisi ke-20. Djauhari HM,
Bogor. penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan
dari: Review of Medical Physiology.
Bhakta T et al.. 1999. Evaluation of
hepatoprotective activity of Cassia Gaspersz V. 1994. Metode Rancangan
fistula leaf extract. Abstract. J Percobaan. Bandung: CV ARMICO.
Ethnopharmacol. 66: 277-282.
Gibson GG, Sket P. 1991. Pengantar
Bhat M et al.. 2008. Antidiabetic Indian Metabolisme Obat. Aisyah BI,
plants: a good source of potent amylase penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan
inhibitors. eCAM Adance Access dari: Drugs Metabolisme.
Published. 411: 07-11.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia:
Burham PC, Harman AW. 1991. Penuntun Cara Modern Menganalisis
Acetominophen toxicity result in site- Tumbuhan. Padmawinata K, Sudiro I,
spesific mitochondrial demage in penerjemah. Bandung: ITB Pr.
isolated mouse hepatocytes. J Biol Terjemahan dari: Phytochemical
Chem. 266: 5049-5054. Method.

Cabaud P, Leeper R, Wr6blewski F. 1956. Harun N, Syahri W. 1999. Aktivitas


Colorimetric measurement of serum antioksidan ekstrak daun dewa dalam
glutamic oxaloacetic transaminase. menghambat sifat hepatotoksik halotan
Amer. J. Clin. Path. 26: 1101-1105. dengan dosis subanestesi pada mencit
[skripsi]. Jambi: Fakultas Matematika
Chattopadhyay RR. 2003. Possible dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
mechanism of hepatoprotective activity Jambi.
of Azadirachta indica leaf extract. J
Ethnopharmacol. 89: 217–219. Hernani, Raharjo M. 2005. Tanaman
Berkhasiat Antioksidan. Jakarta:
Craig WJ. 1999. Health promoting properties Penebar Swadya.
of common herbs. Am. J. Clin. Nutr. 70:
491−499. Hollands MA, Logan JE. 1966. An
examination of commercial kits for the
Choudhury RP, Garg AN. 2007. Variation in determination of glutamic oxaloacetic
essential, trace and toxic elemental transaminase (GOT) and glutamic
contens in Murraya koenigii-A spice and pyrupic transaminase (GPT) in serum.
medicinal herb from different Indian Canad. J Med. Ass. 95: 303-307.
states. Food Chemistry. 104: 1454-1463.
Hougon P. 2004. The Curry Tree That Telps
Dalimartha S. 2005. Ramuan Tradisional Diabetes. London: British Pharmaceutial
untuk Pengobatan Hepatitis. Jakarta: Conference.
Penebar Swadaya.
International Federation of Clinical Chemistry
Firmansyah M. 2006. Khasiat hepatoproteksi (IFCC). 2002. Photometric UV-test for
ekstrak daun sangitan (Sumbucus Determination of Alanin
javanica Reinw. ex Blume.) pada tikus Aminotransferase (GPT/ALAT) and
putih galur Sprague Dawley yang diberi Aspartat Aminotransferase (GOT/ASAT).
parasetamol [Skripsi]. Bogor: Fakultas Jakarta: Rajawali Nusindo.
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor. Ito C et al.. 2005. Induction of apoptosis by
carbazole alkaloids isolated from
Fox JG, Cohen BJ, Loew FM. 1984. Murraya koenigii. Phytomedicine. 13:
Laboratory Animal Madicine. Orlando: 359-365.
Academic Pr.
Jeon et al.. 2003. Antioxidative effect of
chitosan on chronic carbon tetrachloride
19

induced hepatic injury in rat. Toxicology. Murugesh KS, Yeligar VC, Maiti BC, Maiti
187: 67-73. TK. 2005. Hepatoprotective and
antioxidant role of Berberis tinctoria
Jusuf AA. 2009. Histoteknik Dasar. Jakarta: Lesch leaves on paracetamol induces
UI Pr. hepatic damage in rats. IJPT. 41: 64-69.
Kaplan LA, Pesce JA. 1998. Clinical Muthumani P et al.. 2009. Pharmacological
Chemistry: Theory Analysis and studies of anticancer, anti inflammantory
Correlation. Ed ke-3. New York: Mosby activities of Murraya koenigii (Linn)
Year Book. Spreng in experimental animals. J
Pharm. Sci. Res. 1: 137-141.
Kavalci C, Kavalci G, Sezenler E. 2009.
Acetaminophen poisioning: case report. Nakahara K et al.. 2002. Antimutagenicity of
The Int. J. Toxicology. 6: 385-392. some edible thai plant and a bioactive
carbazole alkaloid, mahanine, isolated
Kiernan JA. 1990. Histological & from Micromelum minurum. J Agric
Histochemial Methods: Theory and Food Chem. 50: 4796-4802.
Practice. Ed ke-2. Canada: Pergamon Pr.
Ningappa MB, Dinesha R, Srinivas L. 2008.
Kong YC et al.. 1986. Sourch of the anti-
Antioxidant and free radical scavenging
implantation alkaloid yuehchukene in the
activities of polyphenol-enriched curry
genus Murraya. J Ethnopharmacol. 15:
leaf (Murraya koenigii L.) extracts. Food
195-200. Chem. 106: 720-728.
Lawal et al.. 2008. Hypoglycaemic and Ningappa MB et al..2009. Potent antibacterial
hypolipidaemic effects of the aqueous
property of APC protein from curry
leaf extract of Murraya koenigii in
leaves (Murraya koenigii L.). Food
normal and alloxan-diabetic rats. Niger J
Chem. 118: 747-750.
Physiol Sci. 23: 37-40.
Ong ASH, Niki E, Packer L. 1995. Nutrition,
Lee JI et al.. 2003. Apoptosis of hepatic Lipids, and Desease. Champaign Illinois:
stellate cells in carbon tetrachloride AOCS Pr.
induced acute liver injury of the rat:
analysis of isolate hepatic stellate cells. J Packer L. 1995. Oxidative stress, antioxidants,
Ethnopharmacol. 39: 960-966. aging and desease. Di dalam: Cutler RG,
Packer J, Bertram A, Mori, editor.
Lenny S. 2006. Senyawa Flavonoid,
Oxidative Stress and Aging. Basel
Fenilflavonoid, dan Alkaloida. Medan: Switzerland: Birkhauser Verlag. hlm 1 –
USU Pr. 14.
Lu F. 2006. Toksikologi Dasar: Asas, Organ
Packer L, Ong ASH. 1998. Biological Oxidant
sasaran, dan Penilaian Risiko. Nugroho,
and Antioxidant: Molecular Mechanism
penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan
and Health Effects. Campaign Illinois:
dari: Toxicology, Fundamentals, Target AOCS Pr.
Organs, and Risk Assesment.
Panjaitan RG. 2008. Pengujian aktivitas
Marliana N. 2005. Potensi ekstrak daging
hepatoprotektor akar pasak bumi
buah mahkota dewa (Phaleria
(Eurycoma longifolia Jack.) [tesis].
macrocarpa (Scheff.) Boerl.) sebagai
Bogor: Program Pascasarjana, Institut
hepatoprotektor pada tikus putih galur
Pertanian Bogor.
Sparague Dawley [skripsi]. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu Palaniswamy UR, Caporuscio C, Stuart JD.
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian 2003. A chemical analysis of antioxidant
Bogor. vitamins in fresh curry leaf (Murraya
koenigii) by reversed phase HPLC with
Murray RK, Granner DK, Rodwel VW. 2009.
UV detection. Acta Horticulture. 620:
Biokimia Harper. Ed ke-27. Wulandari
475-478.
N et al., penerjemah. Jakarta: EGC.
Terjemahan dari: Harper’s Illustrated Pilichos C, Perrea D, Demorakou M, Preza A,
Biochemistry,27th ed. Donta I. 2004. Management of carbon
20

tetrachloride-induced acute liver injury carbazoles from Murraya koenigii


in rats by syngeneic hepatocyte leaves. J Agri & Food Chem. 49: 5589-
transplantation inspleen and peritoneal 5594.
cavity. World J Gasroenterol 10: 2099-
2112. Tee ES, Lim CL. 1991. Carotenoid
composition and content of Malaysian
Price SA, Wilson LM. 1995. Patologi Sel vegetables and fruits by the AOAC and
dalam:Patofisiologi. Jakarta: EGC. HPLC methods. Food Chem. 41: 309-
339.
Rana et al.. 2004. Chemical constituents of
the volatile of Murraya koenigii leaves. Ulfa M. 2008. Efek hepatoprotektif ekstrak
Int J Aromather 14: 23-25. etil asetat daun sambung nyawa (Gynura
procumbens (lour.) Dc.) terhadap mencit
Ramsewak RS et al.. 1999. Biologically active jantan galur Swiss terinduksi
carbazole alkaloids from Murraya parasetamol [Skripsi]. Surakarta:
koenigii. J Agri & Food Chem. 47: 444- Fakultas Farmasi, Universitas
447. Muhammadiyah Surakarta.
Ratnaningsih A. 2003. Pengaruh kadmium Vinuthan MK et al.. 2004. Effect of extract of
terhadap gangguan patologik pada hati Murraya koenigii leaves on the levels of
tikus percobaan. Jurnal Matematika, blood glucose and plasma insulin in
Sains dan Teknologi. 4: 9-13. alloxan-induced diabetic rats. Indian J
Physiol Pharmacol. 48: 384-352.
Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner
Ed ke-2. Bali: Percetakan Bali. Walker R & Edward C, editor. 1999. Hepatic
disease. In. Clinical Pharmacy and
Rustandi MI. 2006. Potensi antioksidasi
Therapeutics. New York: Churchill
ekstrak daun sangitan (Sambucus
Livingston.
javanica Reinw ex Blum) sebagai
hepatoprotektor pada tikus [skripsi]. Windyagiri A. 2006. Potensi hepatoprotektor
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu air rebusan daun sirih merah (Piper
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian crocatum) pada tikus hiperglikemia
Bogor. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Seidemann J. 2005. World Spice Plants:
Pertanian Bogor.
Economic Usage, Botany, Taxonomy.
Berlin: Springer-Verlag. Winarti C, Nurdjanah N. 2005. Peluang
tanaman rempah dan obat sebagai sumber
Shahani S. 1999. Evaluation of pangan fungsional. Jurnal Litbang
hepatoprotective efficacy of APCL-A
Pertanian. 24: 1-9.
polyherbal formulation in vivo in rats.
Ind Drug. 36: 628–631. Wong et al.. 1981. Pathways of
acetominophen conjugate in the mouse.
Sidik. 1988. Tumbuh-tumbuhan yang Toxicity Lett. 9: 95-111.
berkhasiat sebagai hepatoprotektor. Di
dalam: Sidik, Hadi S, editor. Hepatitis,
penanggulangan, dan pemanfaatan
tumbuhan obat sebagai hepatoprotektor.
Prosiding symposium dan Diskusi Panel:
22 Oktober 1988, Bandung. Jurusan
Farmasi FMIPA UNPAD Bandung.
Hlm. 23-46.

Stockham SL, Scott MA. 2002. Fundamentals


of Veterinary Clinical Pathology. Ed ke-
1. Iowa: state Pr. Blackwell Publishing
Co. hlm. 433-486.

Tachibana Y, Kikuzaki H, Lajis NH, Nakatani


N. 2001. Antioxidant activity of
21

LAMPIRAN
22

Lampiran 1 Gambaran umum penelitian

Daun kari (Murraya koenigii)

Preparasi sampel

Serbuk

Ekstraksi etanol:air (1:1)

Ekstrak kasar Analisis fitokimia

Perlakuan ke hewan coba

Pengukuran kadar enzim AST & ALT

Nekropsi
Analisis data (ANOVA)

Histopatologi Hati

Analisis data Kruskal Walis


23

Lampiran 2 Rancangan perlakuan hewan coba

25 tikus putih galur Sprague Dawley berumur 2


bulan berbobot ± 200 g kondisi sehat

Aklimatisasi selama 2 minggu

Lima kelompok tikus

I II III IV V

Kontrol Kontrol Negatif Kontrol Positif Ekstrak etanol:air Ekstrak etanol:air


(Normal) Parasetamol Curliv-plus® Daun kari Daun kari
500 mg/kgBB 42,86 mg/gBB 200 mg/kgBB 300 mg/kgBB

HARI KE-0 : Pengambilan darah untuk


mengukur kadar enzim AST & ALT
Hari ke-0 s.d ke-7
Kelompok I : akuades
Kelompok II : parasetamol
Kelompok III, IV, V : curliv, ekstrak D1 & D2

HARI KE-7 : Pengambilan darah untuk


mengukur kadar enzim AST & ALT
Hari ke-8 s.d ke-14 Hari ke-0 s.d 21
Kelompok I : akuades semua kelompok
Kelompok II : parasetamol diberi pakan standar
Kelompok III, IV, V : curliv, ekstrak, + parasetamol

HARI KE-14 : Pengambilan darah untuk


mengukur kadar enzim AST & ALT
Hari ke-15 s.d ke-21
Kelompok I : akuades
Kelompok II : parasetamol
Kelompok III, IV, V : curliv, ekstrak D1 & D2

HARI KE-21 : Pengambilan darah untuk


mengukur kadar enzim AST & ALT
24

Lampiran 3 Pengukuran kadar enzim ALT dan AST

1 mL darah

Pereaksi 1 Pereaksi 2
Sentrifus 3000 rpm,
15 menit 1 mL 4 mL

Dihomogenkan
100 μL supernatan (serum) simpan dalam botol gelap tertutup
2 – 8 0C

1 mL campuran reaksi

Ukur absorban pada λ = 340 nm


(Spektrofotometer (BioSystem BTS-330))

Aktivitas enzim ALT & AST (U/L)


25

Lampiran 4 Perhitungan dosis

Dosis pemberian parasetamol


Dosis yang digunakan : 500 mg/Kg BB
Pembuatan larutan stok : 1 tablet @ 500 mg dilarutkan dalam 1 mL akuades
(diasumsikan bahwa volume cekok 1 mL untuk 1 Kg
BB)

Konversi dosis untuk tikus (ex = 200g) = 0,2 mL

Jadi untuk tikus berbobot 200 g, volume cekok yang diberikan untuk setiap hari
adalah 0,2 mL

Dosis pemberian Curliv®


Dosis pengobatan : 3 x 1 tablet @ 1 g perhari
Asumsi bobot badan manusia : 70 Kg
Perhitungan dosis curliv® : 42,86 mg/Kg BB
Pembuatan larutan stok : 42,86 mg dilarutkan dalam 1 mL akuades
(diasumsikan bahwa volume cekok 1 mL untuk
1 Kg BB)
Konversi dosis untuk tikus (ex = 200 g) 0,2 mL

Jadi untuk tikus berbobot 200 g, volume cekok yang diberikan untuk setiap hari
adalah 0,2 mL

Dosis pemberian ekstrak daun kari


Dosis yang digunakan : 200 mg/Kg BB dan 300 mg/Kg BB
Pembuatan larutan stok : 200 mg atau 300 mg ekstrak dilarutkan dalam 1 mL
akuades (diasumsikan bahwa volume cekok 1 mL
untuk 1 Kg BB)

Konversi dosis untuk tikus (ex = 200g) = 0,2 mL

Jadi untuk tikus berbobot 200 g, volume cekok untuk dosis 200 mg/Kg BB
ataupun 300 mg/Kg BB yang diberikan untuk setiap hari adalah 0,2 mL
26

Lampiran 5 Pembuatan sediaan histopatologi hati

Pengambilan organ hati

Fiksasi
(Perendaman dalam BNF 10% selama 6 – 48 jam)

Dehidrasi
(Penghilangan air dengan etanol 70%, 80%, 96%, absolut I absolut II masing-
masing selama 2 jam)

Clearing
(Penghilangan etanol dengan xilol I dan xilol II)

Embedding
(Penanaman jaringan dalam parafin)

Sectioning
(Pengirisan dengan mikrotom setebal 2 µm)

Mounting
(Penempelan jaringan kaca objek)

Staining
(Pewarnaan Haematoxylin-Eosin)

Permounting
(Penetesan dengan permounting medium lalu ditutup dengan kaca penutup)
27

Lampiran 6 Pewarnaan Haematoxylin-Eosin

Xilol I (2 menit)

Xilol II (2 menit)

Etanol absolut (2 menit)

Etanol 90% (1 menit)

Etanol 80% (1 menit)

Cuci dengan air (1 menit)

Pewarna mayers-Haematoxylin (8 menit)

Cuci dengan air (30 detik)

LiCl (15-30 detik)

Cuci dengan air (2 manit)

Pewarna Eosin (2-3 menit)

Cuci dengan air (30-60 detik)

Etanol 96% (10 kali celupan)

Etanol absolut II (10 kali celupan)

Etanol absolut I (2 menit)

Xilol I (1 menit)

Xilol II (2 menit)

Angin-anginkan beberapa menit

Cairan permounting + kaca penutup


29

Lampiran 7 Data bobot tikus selama perlakuan


Bobot tikus hari ke- (gram)
Kelompok
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
N1 237 232 238 241 243 246 250 234 228 220 254 246 256 257 260 256 262
N2 237 236 248 250 257 260 260 246 247 256 268 252 250 250 244 247 246
N3 225 240 248 248 251 253 250 238 247 246 251 250 258 254 250 256 257
N4 237 241 246 248 251 258 264 246 235 254 264 266 270 275 276 276 278
N5 224 233 244 250 254 260 265 244 244 258 265 256 273 284 280 284 288
Rerata 232 236,4 244,8 247,4 251,2 255,4 257,8 241,6 240,2 246,8 260,4 254 261,4 264 262 263,8 266,2
KN 1 262 252 258 260 264 268 270 254 263 256 273 268 272 274 270 272 279
KN 2 217 229 222 233 233 234 242 221 231 232 237 230 243 243 246 248 253
KN 3 222 231 222 230 238 239 236 220 221 220 227 234 235 235 235 238 240
KN 4 249 251 252 237 254 248 254 239 247 248 260 256 254 253 248 257 264
KN 5 242 234 234 233 236 236 232 226 220 212 222 220 229 219 216 215 217
Rerata 238,4 239,4 237,6 238,6 245 245 246,8 232 236,4 233,6 243,8 241,6 246,6 244,8 243 246 250,6
KP 1 228 226 231 228 234 232 232 220 232 228 236 234 230 233 234 232 235
KP 2 219 226 231 228 238 239 242 223 237 234 236 222 230 235 244 245 240
KP 3 236 238 237 247 254 256 256 241 252 250 260 250 254 262 258 251 254
KP 4 230 243 250 247 252 254 252 252 250 250 255 248 248 253 256 256 252
KP 5 227 244 241 250 250 253 256 240 251 250 257 248 242 253 258 252 255
Rerata 228 235,4 238 240 245,6 246,8 247,6 235,2 244,4 242,4 248,8 240,4 240,8 247,2 250 247,2 247,2
ED200 1 226 235 248 244 257 261 264 238 253 254 254 238 235 237 240 247 253
ED200 2 237 240 251 249 254 260 260 240 253 253 260 260 250 244 251 255 258
ED200 3 233 246 248 244 254 255 258 241 253 259 269 264 271 278 279 269 278
ED200 4 230 245 247 248 252 256 254 238 245 251 233 228 228 212 209 199 217
ED200 5 226 227 228 227 230 234 235 219 229 228 231 228 235 231 228 226 233
Rerata 230,4 238,6 244,4 242,4 249,4 253,2 254,2 235,2 246,6 249 249,4 243,6 243,8 240,4 241,4 239,2 247,8
ED300 1 240 247 247 242 255 255 263 244 251 254 258 256 270 265 265 267 273
ED300 2 237 240 246 238 246 247 247 229 240 242 247 248 245 246 243 243 250
ED300 3 224 224 227 227 233 231 235 218 224 225 227 228 228 230 222 224 232
ED300 4 240 240 243 245 251 257 256 242 254 241 243 247 253 253 252 253 254
ED300 5 229 230 232 233 231 229 239 222 235 242 248 248 253 252 255 260 262
Rerata 234 236,2 239 237 243,2 243,8 248 231 240,8 240,8 244,6 245,4 249,8 249,2 247,4 249,4 254,2
Keterangan : N = Normal; KN = Kontrol Negatif; KP = Kontrol Positif; ED200 = Dosis 200 mg/kg BB; ED300 = Dosis 300 mg/kg BB

28
29

Lampiran 7 Data bobot tikus selama perlakuan (lanjutan)


Bobot tikus hari ke- (gram)
Kelompok
17 18 19 20 21
N1 258 260 264 265 264
N2 244 246 255 260 263
N3 258 260 263 267 266
N4 278 264 284 287 286
N5 282 288 295 295 300
Rerata 264 263,6 272,2 274,8 275,8
KN 1 281 278 286 289 286
KN 2 253 254 258 256 259
KN 3 242 242 247 248 246
KN 4 256 252 270 270 268
KN 5 221 220 229 230 228
Rerata 250,6 249,2 258 258,6 257,4
KP 1 236 240 244 247 249
KP 2 250 254 254 260 254
KP 3 260 260 264 273 270
KP 4 252 260 264 267 260
KP 5 258 260 254 259 260
Rerata 251,2 254,8 256 261,2 258,6
ED200 1 252 262 266 272 264
ED200 2 260 262 269 277 274
ED200 3 278 283 287 291 288
ED200 4 220 226 230 232 230
ED200 5 235 237 226 234 232
Rerata 249 254 255,6 261,2 257,6
ED300 1 271 273 278 285 278
ED300 2 251 254 264 268 266
ED300 3 230 235 238 238 240
ED300 4 260 264 267 273 270
ED300 5 258 260 265 269 260
Rerata 254 257,2 262,4 266,6 262,8
Keterangan : N = Normal; KN = Kontrol Negatif; KP = Kontrol Positif;
ED200 = Dosis 200 mg/kg BB; ED300 = Dosis 300 mg/kg BB
30

Lampiran 8 Aktivitas ALT serum darah tikus selama perlakuan


Aktivitas ALT serum darah tikus hari ke- (U/L)
Kelompok
0 7 14 21
N1 4 3 43 65
N2 2 3 27 50
N3 1 5 28 47
N4 2 3 40 44
N5 2 4 53 35
Rerata ± SD 2,2 ± 1,10 3,6 ± 0,89 38,2 ± 10,90 48,2 ± 10,94
KN 1 2 3 61 67
KN 2 4 6 58 102
KN 3 3 3 84 87
KN 4 2 3 74 205
KN 5 3 3 76 98
Rerata ± SD 2,8 ± 0,84 3,6 ± 1,34 70,6 ± 10,58 111,8 ± 53,84
KP 1 3 5 63 42
KP 2 2 1 45 42
KP 3 2 6 43 42
KP 4 3 4 56 63
KP 5 3 6 47 46
Rerata ± SD 2,6 ± 0,55 4,4 ± 2,07 50,8 ± 8,44 47,0 ± 9,11
ED200 1 1 8 52 77
ED200 2 1 2 51 59
ED200 3 1 3 60 76
ED200 4 1 5 60 85
ED200 5 2 5 60 56
Rerata ± SD 1,2 ± 0,45 4,6 ± 2,30 56,6 ± 4,67 70,6 ± 12,50
ED300 1 1 1 67 63
ED300 2 1 3 37 62
ED300 3 1 3 52* 69
ED300 4 1 3 52 66
ED300 5 1 3 52 65
Rerata ± SD 2,2 ± 0,00 2,6 ± 0,89 52,0 ± 10,61 65,0 ± 2,74
Keterangan : N = Normal; KN = Kontrol Negatif; KP = Kontrol Positif;
ED200 = Dosis 200 mg/kg BB; ED300 = Dosis 300 mg/kg BB
* = mising data (rataan keempat data yang lainnya)
31

Lampiran 9 Hasil uji analisis statistik aktivitas ALT serum darah tikus

Tabel ANOVA
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 51 111943.2100 2194.9649 13.33 <.0001

Error 48 7903.3800 164.6537

Corrected Total 99 119846.5900

R-Square Coeff Var Root MSE ALT Mean

0.934054 39.83778 12.83175 32.21000

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

perl 4 6930.94000 1732.73500 10.52 <.0001

r(perl) 16 2752.06000 172.00375 1.04 0.4306

wkt 3 88604.83000 29534.94333 179.38 <.0001

r(wkt) 12 2896.92000 241.41000 1.47 0.1704

perl*wkt 12 9665.62000 805.46833 4.89 <.0001

Means with the same letter are Means with the same letter
not significantly different. are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perl Duncan Grouping Mean N wkt

A 47.200 20 paraseta A 68.520 25 21

B 33.250 20 dosis200
B 54.600 25 14
B

C B 31.350 20 dosis300
C 3.760 25 7
C B
C
C B 26.200 20 curliv
C 1.960 25 0
C

C 23.050 20 normal
32

Lampiran 10 Aktivitas AST serum darah tikus selama perlakuan


Aktivitas AST serum darah tikus hari ke- (U/L)
Kelompok
0 7 14 21
N1 2 33 80 136
N2 1 29 92 144
N3 2 43 95 156
N4 3 28 63 154
N5 2 41 83* 123
Rerata ± SD 2,0 ± 0,71 34,8 ± 6,87 82,6 ± 12,58 142 ± 13,59
KN 1 2 35 168 176
KN 2 4 50 133 154
KN 3 2 26 168 122
KN 4 1 30 134 347
KN 5 2 32 151 203
Rerata ± SD 2,2 ± 1,10 34,6 ± 9,21 150,8 ± 17,25 200,4 ± 87,17
KP 1 2 30 126 60
KP 2 1 29 100 102
KP 3 2 29 117 63
KP 4 2 26 111 106
KP 5 3 46 111 77
Rerata ± SD 2,0 ± 0,71 32,0 ± 7,97 113,0 ± 9,51 81,6 ± 21,48
ED200 1 2 27 102 141
ED200 2 1 23 130 113
ED200 3 2 21 125 117
ED200 4 2 29 130 126
ED200 5 1 23 130 126
Rerata ± SD 1,6 ± 0,55 24,6 ± 3,29 123,4 ± 12,16 124,6 ± 10,78
ED300 1 2 33 145 135
ED300 2 1 17 75 103
ED300 3 1 19 121* 126
ED300 4 1 12 130 116
ED300 5 2 20 135 100
Rerata ± SD 1,4 ± 0,55 20,2 ± 7,79 121,2 ± 27,24 116 ± 14,88
Keterangan : N = Normal; KN = Kontrol Negatif; KP = Kontrol Positif;
ED200 = Dosis 200 mg/kg BB; ED300 = Dosis 300 mg/kg BB
* = mising data (rataan keempat data yang lainnya)
33

Lampiran 11 Hasil uji analisis statistik aktivitas AST serum darah tikus

Tabel ANOVA
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 51 382791.0100 7505.7061 14.79 <.0001

Error 48 24367.1800 507.6496

Corrected Total 99 407158.1900

R-Square Coeff Var Root MSE AST Mean

0.940153 31.91823 22.53108 70.59000

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

perl 4 18910.5400 4727.6350 9.31 <.0001

r(perl) 16 6365.8600 397.8663 0.78 0.6953

wkt 3 314994.8300 104998.2767 206.83 <.0001

r(wkt) 12 8663.0200 721.9183 1.42 0.1890

perl*wkt 12 32103.2200 2675.2683 5.27 <.0001

Means with the same letter are Means with the same letter
not significantly different. are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perl Duncan Grouping Mean N wkt

A 97.050 20 paraseta A 133.040 25 21

B 68.550 20 dosis200 A 118.200 25 14

B 65.500 20 normal B 29.280 25 7

B 64.700 20 dosis300 C 1.840 25 0

B 57.150 20 curliv
34

Lampiran 12 Data skoring lesio pada pengamatan histopatologi hati


Skoring lesio
Kelompok
Degenerasi Nekrosis regenerasi
N1 1 - -
N2 1 - -
N3 1 - -
N4 0 0 0
N5 0 0 0
KN 1 - 2 -
KN 2 - 2 -
KN 3 - 2 -
KN 4 - 2 -
KN 5 - 2 -
KP 1 - - 1
KP 2 - - 1
KP 3 1 - -
KP 4 1 - -
KP 5 - - 1
ED200 1 2 - -
ED200 2 1 - -
ED200 3 1 - -
ED200 4 1 - -
ED200 5 0 0 0
ED300 1 0 0 0
ED300 2 0 0 0
ED300 3 0 0 0
ED300 4 0 0 0
ED300 5 0 0 0
Keterangan : N = Normal; KN = Kontrol Negatif; KP = Kontrol Positif;
ED200 = Dosis 200 mg/kg BB; ED300 = Dosis 300 mg/kg BB

Anda mungkin juga menyukai