ADENG HUDAYA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Adeng Hudaya
106095003200
Menyetujui,
Penguji 1, Penguji 2,
Pembimbing 1, Pembimbing 2,
Mengetahui,
Dekan
Fakultas Sain dan Teknologi Ketua Program Studi Biologi
DR. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis. DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud.
NIP. 19680117.200112.1.001 NIP. 1969404.200501.2.005
1
BAB I
PENDAHULUAN
hidup sehat, tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan
pangan yang kini banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai
komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasanya menarik, tetapi juga
harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh, seperti dapat menurunkan
tekanan darah, kadar kolesterol, dan kadar gula darah, serta meningkatkan
bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi serta kelezatannya, tetapi juga
antara fungsi nutrisi dan kesehatan, yang sering disebut pangan fungsional.
(Goldberg, 1994).
tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat atau konsumen, tetapi juga bagi
2
pangan fungsional akan memberikan kesempatan yang tidak terbatas untuk secara
Salah satu tanaman rempah dan obat yang memiliki potensi sebagai pangan
Kecombrang termasuk dalam golongan Zingiberaceae, satu famili dengan tanaman laos.
sebagai pemberi citarasa pada masakan, seperti urab, pecal, sambal dan masakan
lain.
sejak lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai obat-obatan berkaitan
dengan khasiatnya, yaitu sebagai penghilang bau badan dan bau mulut (Hidayat
dan Hutapea 1991). Menurut Hasbah et al. (2005) tanaman kecombrang dapat
dipakai untuk mengobati penyakit-penyakit yang tergolong berat yaitu kanker dan
tumor. Sedangkan menurut Chan et al., (2007) bunga dari tanaman ini bisa
campuran cairan pencuci rambut dan daun serta rhizome dipakai untuk bahan
Menurut Jaffar et al., (2007) pada daun, batang, bunga, dan rizome tanaman
daun yaitu sebesar 0.0735% diikuti bunga sebesar 0,0334% lalu batang sebesar
0,0029% dan terakhir rhizome sebesar 0,0021%. Menurut Chan et al., (2007)
ekstrak ethanol dan metanol bunga, daun dan rhizome kecombrang mengandung
aktivitas tertinggi diikuti ekstrak bunga dan yang terendah adalah ekstrak rhizome.
dan etil asetat pada bunga kecombrang terdapat senyawa aktif yang berfungsi
sebagai zat antibakteri. Bakteri yang telah diketahui dapat dihambat oleh zat aktif
yang dimiliki oleh ektrak etanol dan etil asetat bunga kecombrang tersebut adalah
dan A. hydrophila.
dipengaruhi oleh jenis, ukuran dan tingkat kematangan bahan baku, jenis pelarut,
suhu dan waktu ekstraksi serta metode ekstraksi (Farrel, 1990). Persyaratan yang
harus dipenuhi oleh pelarut untuk mengekstrak rempah-rempah antara lain : tidak
berbau dan tidak berasa, sehingga tidak mempengaruhi mutu produk akhir
(Moyler, 1994). Untuk itu dalam penelitian ini digunakan pelarut air dan bebas
dari pelarut organik (alkohol, etil asetat, n-heksan, dll). Sehingga produk akhir
4
yang dihasilkan pada penelitian ini tidak tercemar oleh pelarut organik dan dapat
elatior) perlu dilakuakn penelitian lebih lanjut mengenai sifat bioaktif, aktivitas
negatif dan Gram positif dengan metode difusi cakram. E. coli dan S. aureus
adalah bakteri yang tergolong Gram negatif dan positif. Bakteri ini merupakan
DPPH dipilih karena sederhana, mudah, cepat dan peka serta hanya memerlukan
sedikit sampel.
1. Apakah ekstrak air bunga kecombrang (E. elatior) memiliki sifat bioaktif
2. Apakah ekstrak air bunga kecombrang (E. elatior) memiliki senyawa aktif
1.3. Hipotesis
1. Ekstrak air bunga kecombrang (E. elatior) memiliki sifat bioaktif setelah
BSLT.
antioksidan yang terkandung dalam ekstrak bunga kecombrang (E. elatior) yang
penuaan (Anti Aging), sebagai antibakteri yang dapat mengobati infeksi, serta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pangan fungsional adalah pangan yang secara alami maupun telah melalui
tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen, serta tidak memberikan
kontraindikasi dan efek samping terhadap metabolisme zat gizi lainnya jika
bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk kapsul, tablet, atau
mulai dari produk susu probiotik tradisional seperti yoghurt, kefir dan coumiss
sampai produk susu rendah lemak siap dikonsumsi yang mengandung serat larut.
Juga produk yang mengandung ekstrak serat yang bersifat larut yang berfungsi
komponen aktif rempah-rempah seperti kunyit asam, minuman sari jahe, sari temu
lawak, beras kencur, serbat, dan bandrek. Tanaman rempah dan obat sudah lama
kembali ke alam dan adanya anggapan bahwa efek samping yang ditimbulkannya
tubuh dari penyakit kronis. Bahan-bahan tersebut dapat disajikan dalam berbagai
bentuk, antara lain minuman kesehatan, minuman instan, jus, sirup, permen, acar,
manisan, dodol, selai, dan jeli. Sampoerno dan Fardiaz (2001) menyatakan bahwa
dapat diterima oleh masyarakat luas. Minuman seperti beras kencur, sari jahe, sari
8
asam, kunyit asam, sari temu lawak, bir pletok, dan susu telor madu jahe
merupakan contoh minuman asal jamu yang dapat dikembangkan sebagai produk
Menurut Milner (2000), ada tiga alasan yang mendukung peningkatan minat
mencapai sekitar 14% GNP. Kebiasaan makan yang tidak baik dinilai oleh banyak
kaitan antara kebiasaan makan dengan timbulnya beberapa jenis penyakit seperti
jantung koroner dan kanker. Dilaporkan bahwa korelasi antara kebiasaan makan
dan kanker adalah ~ 60% pada wanita dan > 40% pada pria.
2.2. Kecombrang
1-3 meter (Gambar 1). Tanaman ini banyak ditemukan di daerah pegunungan atau
daerah-daerah rindang dekat air dengan ketinggian 800 meter di atas permukaan
air laut. Kecombrang memiliki beberapa nama latin, seperti Etlingera elatior,
(Ternate), sedangkan di luar negeri dikenal dengan nama ginger bud (Inggris),
boca de dragon (spanyol) dan kaa laa (Thailand) (Hidayat dan Hutapea 1991).
Hasil penelitian oleh Jaffar et al., (2007) pada daun, batang, bunga dan
rimpang tanaman ini menunjukkan adanya beberapa jenis minyak esensial yang
minyak esensial tertinggi adalah pada daun yaitu sebesar 0,0735% diikuti bunga
sebesar 0,0334% lalu batang sebesar 0,0029% dan terakhir rimpang sebesar
0,0021%. Komponen utama minyak esensial pada daun adalah β-pinene (19,7%),
mengenai bioaktivitas kedua senyawa tersebut akan sangat bermanfaat bagi dunia
farmasi.
sejak lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai obat-obatan. Bagian
tanaman yang umum digunakan adalah bunga dan batangnya (Gambar 3).
pecel, sambal dan masakan lain. Batangnya dipakai sebagai pemberi citarasa pada
dengan khasiatnya, yaitu sebagai penghilang bau badan dan bau mulut (Hidayat
Dalam literatur kuno disebutkan juga kegunaan dari tanaman ini sebagai
bahan kosmetik alami dimana bunganya dipakai untuk campuran cairan pencuci
rambut dan daun serta rimpang dipakai untuk bahan campuran bedak oleh
penduduk lokal. Praktek ini ternyata mempunyai basis ilmiah karena ternyata
tanaman ini ternyata mampu menghambat enzim tyrosinase (Chan et al., 2007).
tergolong berat yaitu kanker dan tumor. Senyawa kimia stigmast-4-en-3-one dan
12
terhadap kultur sel kanker CEM-SS (LC50 4 μg/ml) dan MCF-7 (LC50 6.25 μg/ml)
direkomendasikan untuk dapat dipakai sebagai obat atau campuran obat anti
2.3. Ekstraksi
sehingga terpisah dari bahan yang idak dapat larut dengan pelarut cair. Dan hasil
dari ekstraksi adalah ekstrak. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian
tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif
terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula
kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip
terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut
(Harbone, 1987).
Jenis pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah air. Air adalah
pelarut yang kuat, melarutkan banyak jenis zat kimia. Zat-zat yang bercampur dan
larut dengan baik dalam air (misalnya garam-garam) disebut sebagai zat-zat
"hidrofilik" (pencinta air), dan zat-zat yang tidak mudah tercampur dengan air
Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut
antara molekul-molekul air. Jika suatu zat tidak mampu menandingi gaya tarik-
menarik antar molekul air, molekul-molekul zat tersebut tidak larut dan akan
Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa
samping, kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun
untuk menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai
sifon, maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses
sirkulasi. Demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia
tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon.
14
derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan
dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat
derajat yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan penyari 75 bagian,
ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-
kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan
penyari. Penyarian diakhiri setelah pelarut tidak berwarna lagi, lalu dipindahkan
ke dalam bejana tertutup, dibiarkan pada tempat yang tidak bercahaya, setelah dua
dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu
dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan
diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam
15
mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih yang tinggi pada
tekanan udara normal, yang pada pemanasan biasanya terjadi kerusakan zat
penyulingan.
Uji BSLT merupakan salah satu metode untuk menguji bahan-bahan yang
bersifat toksik dan digunakan sebagai suatu bioassay yang pertama untuk
penelitian bahan alam. Metode ini menggunakan larva Artemia salina Leach
sebagai hewan coba. Uji toksisitas dengan metode BSLT ini merupakan uji
toksisitas akut dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu
singkat, yaitu rentang waktu selama 24 jam setelah pemberian dosis uji.
tanaman terhadap larva Artemia salina Leach. Suatu ekstrak dikatakan toksik
berdasarkan metode BSLT jika harga LC50 < 1000 ppm. Penelitian Carballo dkk
bahan-bahan alami. Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik menurut harga
16
LC50 dengan metode BSLT, maka tanaman tersebut dapat dikembangkan sebagai
obat anti kanker. Namun, bila tidak bersifat toksik maka tanaman tersebut dapat
coba lain yang lebih besar dari larva Artemia salina seperti mencit dan tikus
2.5. Antioksidan
senyawa yang mampu menangkal atau meradam dampak negatif oksidan dalam
senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa
dapat menarik atau menerima elektron disebut oksidan atau oksidator, sedangkan
senyawa yang dapat melepaskan atau memberikan elektron disebut reduktan atau
menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang
bebas, yang secara kontinu dibentuk sendiri oleh tubuh. Bila jumlah senyawa
oksidan reaktif ini melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh, kelebihannya akan
rantai).
Tidak selamanya senyawa oksidan reaktif yang terdapat di dalam tubuh itu
misalnya, untuk membunuh bakteri yang masuk ke dalam tubuh. Oleh sebab itu,
2007).
antioksidan alami. Tetapi saat ini penggunaan antioksidan sintetik mulai dibatasi
karena ternyata dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa antioksidan
18
binatang percobaan dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu industri makanan
Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami,
enzim dan protein. Kebanyakan sumber antioksidan alami adalah tumbuhan dan
baik di kayu, biji, daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari (Sarastani, dkk.,
2002).
A. Antioksidan alami
Antioksidan alami berasal dari tumbuhan yang sering dikonsumsi dan telah
B. Antioksidan Sintetik
menjaga mutu dan dari perubahan sifat kimia makanan akibat proses oksidasi
senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil. DPPH memberikan serapan kuat
pada panjang gelombang 517 nm dengan warna violet gelap. Penangkapan radikal
penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah yang diambil (Sunarni, 2005).
2.6. Antibakteri
Mekanisme kerja antibakteri dapat terjadi melalui lima cara, yaitu hambatan
nukleat, penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan
merupakan salah satu mekanisme dari kerja antibakteri, struktur dinding sel
2.6.2. Kloramfenikol
strukturnya, maka sejak tahun 1950, kloramfenikol sudah dapat disintesis secara
total. S. venezuelae pertama kali diisolasi oleh Burkholder pada tahun 1947 dari
contoh tanah yang diambil dari Venezuela. Filtrat kultur cair organisme
Bentuk kristal antibiotik ini diisolasi oleh Bartz pada tahun 1948 dan dinamakan
(Kurniawan, 2006).
propandiol:
sangat baik pada suhu kamar dan kisaran pH 2 sampai 7, stabilitas maksimumnya
dicapai pada pH 6. Pada suhu 25oC dan pH 6, memiliki waktu paruh hampir 3
media air adalah pemecahan hidrolitik pada lingkaran amida. Laju reaksinya
berlangsung di bawah orde pertama dan tidak tergantung pada kekuatan ionik
luas yang aktif terhadap banyak bakteri gram positif dan gram negatif. Meskipun
relatif tidak beracun bagi mamalia bila digunakan secara terapeutik, antibiotik ini
pasien. Karena itu, baru dianjurkan pemakaiannya pada kasus-kasus yang tidak
dapat diobati secara efektif dengan antibiotik lain. Cara kerja kloramfenikol
protein.
A. Echerichia coli
Domain : Bacteria
Kingdom : Prokaryota
Class : Shizomycetes
Order : Eubacteriales
Familia : Enterobacteriaceae
22
Genus : Escherichia
pencernaan manusia dan hewan. Beberapa galur E. coli yang dapat menyebabkan
E. coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam usus besar
manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infekasi
primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers diarrhea, seperti juga
0,4-0,7 µm x 1,4 µm, sebagian besar gerak positif dan beberapa strain mempunyai
kapsul, E. coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa dipakai di
enterik. Pola peragian karbohidrat dan aktivitas dekarboksilase asam amino serta
E. coli secara khas memberikan hasil positif untuk tes indol, lisin
dekarboksilase, dan peragian manitol serta membentuk gas dari glukosa. Isolat
dengan urin dapat dengan cepat dikenali sebagai E. coli karena terjadi hemolisis
pada agar darah, morfologi koloni yang khas dengan “kilau” iridesen pada
perbenihan diferensial misal agar EMB, dan tes bercak positif untuk indol. Tes
E. coli merupakan bagian flora usus pada manusia normal tetapi juga sering
menyebabkan infeksi saluran kemih, diare dan penyakit lain. Bakteri menjadi
patogen ketika mencapai jaringan di luar intestinal normal atau tempat flora
B. Staphylococcus aureus
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Familia : Staphylococcaeae
Genus : Staphylococcus
suhu minimum 6,7oC dan suhu maksimum 45,4oC. Bakteri ini dapat tumbuh pada
pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8
sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein,
metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada
media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein (Supardi dan
Sukamto, 1999).
2. Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang dapat
5. Grup enterotoksin yang terdiri dari protein sederhana. (Supardi dan Sukamto
1999).
lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan
25
tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga
sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran
pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan (Supardi dan Sukamto 1999).
metode pengenceran. Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering
digunakan, metode difusi dapat dilakukan 3 cara yaitu metode silinder, lubang dan
cakram kertas. Metode silinder yaitu meletakkan beberapa silinder yang terbuat
dari gelas atau besi tahan karat di atas media agar yang telah diinokulasi dengan
bakteri. Tiap silinder ditempatkan sedemikian rupa hingga berdiri di atas media
agar, diisi dengan larutan yang akan diuji dan diinkubasi. Setelah diinkubasi,
sekeliling silinder. Metode lubang yaitu membuat lubang pada agar padat yang
telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan
tujuan penelitian, kemudian lubang diisi dengan larutan yang akan diuji. Setelah
kertas yang telah direndam larutan uji di atas media padat yang telah diinokulasi
ditambahkan sejumlah mikroba uji yang telah diketahui jumlahnya. Pada interval
secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul yang lebih kecil (hasil pemisahan
analisis dimana sampel yang akan dianalisis diubah menjadi ion-ionnya, dan
massa dari ion-ion tersebut dapat diukur (hasil deteksi dapat dilihat berupa
analisis yang menggabungkan dua metode analisis yaitu Kromatografi Gas dan
Spektroskopi Massa.
secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul yang lebih kecil (hasil pemisahan
analisis, dimana sampel yang dianalisis akan diubah menjadi ion-ion gasnya, dan
massa dari ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa
bobot molekul pada suatu komponen yang dapat dibandingkan langsung dengan
2004).
khusus.
dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Dimana fase diam adalah zat yang ada di
dalam kolom, dan fase gerak adalah gas pembawa (Helium atau Hidrogen) dengan
perbedaan kecepatan alir tiap molekul di dalam kolom. Perbedaan tersebut dapat
di sebabkan oleh perbedaan afinitas antar molekul dengan fase diam yang ada di
karena bisa membaca spektrum bobot molekul pada suatu komponen, juga
Proses pendeteksian sampel pada MS, pertama sampel yang berasal dari
secara selektif untuk memisahkan ion dengan satuan massa atom yang berbeda.
Terakhir ion-ion tersebut dideteksi oleh Electron Multiplier Detector (lebih peka
1. Pengatur aliran gas (gas flow controller), untuk mengatur aliran gas di dalam
GC
29
adalah:
Artinya kolom langsung masuk ke dalam alat MS. Model interface seperti ini
memiliki kelebihan dalam penyesuaian suhu yang lebih cepat, dari dingin ke
2. Sumber ion (ion source), memiliki fungsi untuk mengionkan sampel yang
3. Pompa vakum (vacuum pump), dua tipe vakum yang dimiliki GCMS QP2010
4. Penganalisis massa (mass analyzer), terdiri dari empat batang logam yang
secara selektif mengatur voltase dari muatan batangan logam untuk berbagai
30
5) Detektor, ion-ion yang keluar dari penganalisis massa dideteksi dan jumlahnya
Detector. Kelebihannya adalah sensitivitas yang lebih baik dari detektor biasa.
Setelah data terdeteksi, lalu data dikirim ke sistem pengolah data (pada
personal komputer) untuk diolah sesuai dengan tujuan analisa (Lingga, 2004).
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jalan Ir. H. Juanda
No. 95, Ciputat . Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai
September 2010.
3.2.1. Bahan
positif (E. coli) dan bakteri Gram negatif (S. aureus) diperoleh dari Pusat
Jakarta, Medium Nutrient Agar (NA), Medium Nutrient Broth (NB), Medium
3.2.2. Alat
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sterilisasi alat, preparasi
sampel, ekstraksi dengan metode maserasi, uji adanya senyawa bioaktif dengan
peremajaan bakteri uji, uji antibakteri dengan metode difusi cakram, dan analisa
GCMS.
Semua alat yang akan digunakan dalam penelitian ini seperti tabung reaksi,
cawan petri, disterilkan terlebih dahulu di dalam autoklaf dengan suhu 1210C
kecombrang dilakukan diatas tampah kemudian ditutup kain hitam selama 4 jam,
mulai pukul 08.00 hingga pukul 12.00 WIB dan dilakukan pengontrolan setiap
satu jam. Setelah proses penjemuran selama 4 jam sampel bunga diangkat.
Proses penjemuran dilakukan selama kurang lebih satu minggu, tujuannya adalah
33
agar sampel benar-benar terbebas dari air. Sampel akan menjadi kering setelah
aquabidest disiapkan untuk perendaman selama 3x24 jam, setelah itu disaring
menggunakan kertas saring Whatman no.1 dan ditampung dalam sebuah wadah
dan kecepatan 90 rpm sehingga yang tersisa adalah ekstrak bunga berupa gel.
disekat dengan menggunakan steoroform yang telah beri lobang 10x10 cm. Disatu
ruang dalam bejana tersebut diletakkan lampu untuk menghangatkan suhu dalam
penetasan, sedangkan diruangan sebelahnya diberi air laut buatan. Ke dalam air
laut buatan dimasukkan ± 50-100 mg telur udang untuk diteteskan. Pada bagian
telur ditutup dengan allumunium foil, dan lampu dinyalakan selama 48 jam untuk
menetaskan telur. Larva udang diambil yang akan diuji dengan pipet.
Ekstrak yang akan diuji dibuat dalam konsentrasi 10, 100, 200, 500, dan
1000 ppm dalam air garam 10%. Bila sampel tidak larut ditambahkan DMSO
34
(Hostettman, 1991).
Sebanyak 100 μL air laut yang mengandung larva udang sebanyak 10-12
ditambahkan masing-masing sebanyak 100 μL, dengan konsentrasi 10, 100, 200,
500 dan 1000 ppm. Untuk setiap konsentrasi dilakukan 3 kali pengulangan
larva yang mati dan masih hidup dari tiap lubang. Angka mati dihitung dengan
menjumlahkan larva yang mati dalam setiap konsentrasi (3 lubang). Angka hidup
Perhitungan akumulasi mati dan hidup larva udang pada tiap konsentrasi
akumulasi hidup dan mati (total) dikali 100%. Grafik dibuat dengan log
dengan memakai persamaan regresi linier y = a + bx. Suatu zat dikatakan aktif
atau toksik bila nilai LC50 < 1000 ppm untuk ekstrak dan < 30 ppm untuk suatu
senyawa.
kedalam empat tabung reaksi tris HCl dengan pH 7.4 sebanyak 800 ml, pada
dimasukkan kedalam empat tabung reaksi tris HCl dengan pH 7.4 sebanyak 800
nm.
dan diaduk dengan menggunakan magnetik stirer sampai homogen. Setelah itu,
larutan tersebut dimasukkan dalam tabung reaksi besar sebanyak 10ml. Media
disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1,5 atm dan
Media disterilkan dengan mengguanakan autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1,5
atm dan selama 15 menit. Setelah disterilisasi dimasukkan ke dalam cawan petri
Bakteri uji dibiakkan pada agar miring steril kemudian diinkubasi pada suhu
370C selama 24 jam. Bakteri yang telah dibiakkan pada agar miring ditambahkan
kecepatan shaker 120 rpm sampai bakteri uji mencapai fase midlog ( Fase
Sedangkan, fase logaritmik S.aureus berlangsung dari menit ke-360 sampai menit
ke-600. Midlog atau titik pertengahan antara fase log dengan fase stasioner, Titik
midlog ini digunakan untuk uji antibakteri, pada titik tersebut bakteri berada pada
0,01 ml pada kertas cakram steril berdiameter 0,6 cm kemudian ditanam pada
medium MHA padat dalam cawan petri. Setelah itu diinkubasi selama 24 jam
pada suhu 370C. Selanjutnya dibandingkan zona hambat dengan zona hambat
Ekstrak air bunga kecombrang (konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, dan
30% untuk S. aureus, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, dan 60% untuk E. coli)
vortex, setelah larutan (media NB, inokulum bakteri dan ekstrak air bunga
± 0,1 µl sampel dimasukkan kedalam kolom polar tipe HP-5MS *60 m, *250 um,
*
0,25 um.
39
Semua analisa akan diulang sebanyak tiga kali dari konsentrasi yang
berbeda dan akan diuji dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA) pada
Uji Hipotesis:
H0 = tidak ada pengaruh yang nyata dan signifikan
BAB IV
pelarut air. Pada proses maserasi suhu yang digunakan adalah suhu ruang dalam
keadaan gelap, dengan waktu maserasi selama 3 x 24 jam. Setelah proses maserasi
Ekstrak yang dihasilkan dari bunga kecombrang beraroma kecombrang dan warna
coklat tua. Hasil ekstrak air bunga kecombrang dapat dilihat pada Gambar 7.
Hasil evaporasi dari ekstrak air bunga kecombrang sebanyak 102 ml kental
dengan viskositas 0,01 menit 60 detik dari hasil maserasi 150 gram bubuk bunga
uji yaitu Artemia salina Leach, yang dapat digunakan sebagai bioassay yang
sederhana untuk meneliti toksisitas akut suatu senyawa, dengan cara menentukan
nilai LC50 yang dinyatakan dari komponen aktif suatu simplisia maupun bentuk
sediaan ekstrak dari suatu tanaman. Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik
menurut harga LC50 dengan metode BSLT, maka tanaman tersebut dapat
dikembangkan sebagai obat anti kanker. Namun, bila tidak bersifat toksik maka
tanaman tersebut dapat diteliti kembali untuk mengetahui khasiat lainnya dengan
menggunakan hewan coba lain yang lebih besar dari larva Artemia salina Leach
Pada penellitian ini jumlah kematian larva Artemia salina Leach pada setiap
tabung uji dalam berbagai konsentrasi (0 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 500
ppm, dan 1000 ppm) perlakuan ekstrak air bunga kecombrang ditunjukkan pada
tabel 3.
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa berbagai konsentrasi ekstrak air
terhadap kematian larva Artemia salina Leach. Pada konsentrasi 10 ppm belum
perlakuan 0 ppm, hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang terdapat pada
berpengaruh terhadap kematian larva terlihat pada konsentrasi 100 ppm, hal ini
dapat dibuktikan pada jumlah kematian larva yang terjadi pada konsentrasi 100
ppm. Jumlah kematiam larva pada konsentrasi 100 ppm mencapai 29 ekor larva
dari 30 larva yang diujikan. Sifat toksik ekstrak air bunga kecombrang terdapat
pada konsentrasi 200 ppm, hal ini dapat dilihat dari jumlah larva yang mati pada
perlakuan ini. Pada konsentrasi 200 ppm semua larva yang diujikan mati total.
Jumlah kematian larva Artemia salina Leach. pada setiap perlakuan ekstrak air
.50
107
50
92.
Mortalitas (%)
50
77.
50
62.
50
47.
50
32.
50
17. 0.0 183.3 366.7 550.0 733.3 916.7 1100.0
Konsentrasi (ppm)
ekstrak air bunga kecombrang pada percobaan ini memperlihatkan pengaruh yang
konsentrasi ekstrak air bunga kecombrang yang digunakan dalam uji BSLT, maka
Jumlah kematian larva dapat dilihat dari persen mortalitas hewan uji.
Persentase mortalitas yang paling rendah terdapat pada konsentrasi 0 ppm yaitu
25%. Matinya larva pada konsentrasi 0 ppm dimungkinkan sifat larva yang sangat
menyatakan bahwa adanya larva uji dalam kontrol yang mati disebabkan karena
kematian yang alami. Hal ini bisa dilihat dari perilaku Artemia salina Leach ini
sesaat sebelum mati. Artemia salina Leach yang mati pada kontrol mengalami
penurunan aktivitas. Semakin lama, Artemia salina Leach dalam kontrol semakin
lemah dan terus berada di dasar tabung. Sedangkan Artemia yang mati dalam
tidak teratur). Artemia dalam tabung ini tetap aktif bergerak, akan tetapi tetap
berputar-putar pada satu titik. Persentase mortalitas paling tinggi terdapat pada
konsentrasi 200 ppm, 500 ppm dan 1000 ppm yaitu mencapai 100 %. Hal ini
menunjukkan bahwa akumulasi hidup larva pada konsentrasi tersebut adalah 0%,
dan akumulasi mati 100%, dan konsentrasi 200 ppm merupakan konsentrasi
bahwa ekstrak air bunga kecombrang memiliki sifat toksik terhadap hewan uji.
44
Sifat toksik ini diketahui dari nilai LC50 yaitu 75,94 ppm. Menurut Meyer dan
mempunyai harga LC50 kurang dari 1000 ppm. Sundari et al., (2007) menyatakan
Artemia salina Leach. Sifat toksik dari bunga kecombrang diperkirakan oleh
masing-masing konsentrasi ekstrak air bunga kecombrang terhadap larva uji lebih
besar daripada Ftabel 0,05 (lampiran 7). Artinya bahwa ekstrak air bunga
ekstrak air bunga kecombrang dengan matinya hewan uji (Artemia salina Leach).
metoda serapan radikal DPPH karena merupakan metoda yang sederhana, mudah,
dan menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit dengan waktu yang singkat
(Hanani, 2005). Aktivitas antioksidan dari ekstrak air bunga kecombrang ini
inhibisi ini didapatkan dari perbedaan serapan antara absorban DPPH dengan
terlebih dahulu membuat kurva kalibrasi dengan menggunakan BHA. Kurva hasil
membantu keakuratan data yang diperoleh dalam uji antioksidan ekstrak air bunga
dengan persamaan regresi linier. Nilai koefisien korelasi (r) yang didapatkan pada
kurva kalibrasi BHA adalah 0,917. Nilai r yang mendekati 1 membuktikan bahwa
ungu violet DPPH dalam metanol semakin tinggi yang mengakibatkan turunnya
46
nilai absorbansi pada tiap naiknya konsentrasi. Menurut Zuhra et al., (2008)
molekul Difenil Pikril Hidrazil dengan atom Hidrogen yang dilepaskan satu
DPPH dari ungu ke kuning. Reaksi reduksi DPPH dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Reduksi DPPH dari senyawa peredam radikal bebas (Prakash et al,
2001).
sampel mengakibatkan perubahan warna pada larutan DPPH dalam metanol yang
semula berwarna violet pekat menjadi kuning pucat (Permana, 2003). Peluruhan
Gambar 11. Peluruhan warna DPPH oleh ekstrak air bunga kecombrang
IC50, yaitu konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50%
radikal bebas DPPH. Hasil pengujian aktivitas antioksidan ekstrak air bunga
Tabel 4. Persentase inhibisi dan nilai IC50 aktivitas antioksidan ekstrak air bunga
kecombrang
Konsentrasi Absorban % Inhibisi IC50 (ppm)
0 0,8907 0
10 0,6518 26,8216
61.65
30 0,4281 51,9367
50 0,4125 53,6881
Pada Tabel 5 dapat dilihat adanya penurunan nilai absorbansi DPPH yang
mempunyai arti bahwa telah terjadi penangkapan radikal DPPH oleh sampel.
metanol pada konsentrasi 0, 18, 36 dan 54 ppm diperoleh IC50 sebesar 61.65 ppm.
yang kuat, karena mempunyai IC50 kurang dari 200 ppm. Menurut (Blois, 1958)
dalam (Hanani et al., 2005) menyatakan bahwa suatu bahan memiliki antioksidan
pesen inhibisi dipengaruhi oleh menurunnya nilai absorbansi yang dihasilkan oleh
Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sampel maka
Nilai IC50 ekstrak air bunga kecombrang sebesar 61.65 ppm menunjukkan
bahwa bunga kecombrang memiliki aktivitas antioksidan yang kuat sehingga baik
tomat (Andayani et al., 2008) yang mempunyai LC50 sebesar sebesar 44.06 µg/ml
dan ekstrak eter belimbing wuluh (Kuncahyo dan Sunardi, 2007) yang
mempunyai IC50 dan 50.36 ppm aktivitas antioksidan ekstrak air bunga
BHT yang mempunyai IC 50 sebesar 3,45 dan 3,81 mg/ml, aktivitas antioksidan
ekstrak air bunga kecombrang masih lebih rendah. Hal ini dikarenakan sampel
yang diujikan masih berupa ekstrak kasar (crude), sehingga masih ada
dibandingkan ekstrak air dan etanol dari daun salam dan herba kumis kucing.
masing sebesar 2174,23 ppm ekstrak etanol daun salam, 114,55 ppm ekstrak
etanol herba kumis kucing, 1700,11 ppm ekstrak air daun salam, dan 344,39 ppm
Bakteri uji yang digunakan dalam uji antibakteri ini adalah E.coli dan S.
aureus. Pada uji antibakteri ektrak air bunga kecombrang (E. elatior) ini tidak
50
Menurut Khotimah (2007) Midlog atau titik pertengahan antara fase log
dengan fase stasioner E. coli berada pada menit ke-450. Sedangkan puncak
pertumbuhan S. aureus berada pada menit ke-600. Titik midlog ini digunakan
untuk uji antibakteri, pada titik tersebut bakteri berada pada pertengahan puncak
pembelahan sel. Setelah itu, bakteri berada pada fase stasioner dimana jumlah sel
yang tumbuh hampir sama dengan jumlah sel yang mati dan akhirnya bakteri
mengalami penurunan jumlah sel, hal ini diakibatkan oleh nutrisi yang semakin
Gambar 13. Diameter daerah hambatan (mm) pertumbuhan bakteri oleh ekstrak
air bunga kecombrang (Etlingera elatior) dan kloramfenikol 10 µg.
51
zona hambat (zona bening) disekitar kertas cakram dengan diameter zona hambat
8.76 mm. Sedangkan pada E. coli konsentrasi 20% ektrak air bunga kecombrang
pada konsentrasi 60% dengan rata-rata diameter zona hambat 4,8 mm.
Diameter zona hambat yang didapatkan dari kedua bakteri uji terdapat
terendah pada S. aureus adalah pada konsentrasi 20% dengan diameter zona
hambat 8,7 mm, sedangkan zona hambat tertinggi pada konsentrasi 100% yaitu
13,9 mm. Zona hambat terendah pada E. coli terdapat pada konsentrasi 60%
dengan nilai zona hambat 4,8 mm, sedangkan zona hambat tertinggi terdapat pada
konsentrasi 100% yaitu 7,3 mm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak air bunga
terhadap terbentuknya zona hambat yang dihasilkan oleh kedua bakteri uji.
Semakin rendah konsentrasi yang diberikan, maka semakin kecil diameter zona
hambat yang terbentuk oleh bakteri uji, karena semakin kecil konsentrasi maka zat
aktif yang terlarut pada ektrak air bunga kecombrang semakin sedikit pula.
Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan, maka semakin luas pula diameter
zona hambat yang terbentuk oleh bakteri uji. Perbedaan zona hambat pada S.
aureus pada konsentrasi 60%, 80%, dan 100% dapat dilihat pada Lampiran 5.
52
sedangkan zona hambat E.coli terbentuk pada konsentrasi 60%. Hal ini
gram positif yang memiliki stuktur peptidoglikan lebih kompleks dan kandungan
lipid yang lebih rendah, sedangkan E. coli merupakan gram negatif yang memiliki
sehingga dinding sel S. aureus lebih mudah dirusak oleh senyawa aktif ekstrak air
Air bersifat polar sehingga senyawa aktif yang tersaring relatif bersifat
positif sehingga terlihat zona hambat pada S. aureus lebih besar daripada E. coli.
maksimum, karena untuk interaksi suatu senyawa antibakteri dengan sel bakteri
balance). Oleh karena itu polaritas senyawa antibakteri merupakan sifat fisik yang
dalam fase air yang merupakan tempat hidup mikroba. Akan tetapi senyawa yang
bekerja pada membran sel yang sifatnya hidrofobik memerlukan pula sifat
lipofilik.
senyawa yang merupakan senyawa antibakteri adalah golongan fenol dan alkohol.
Menurut Sasaki et al., (2004) mekanisme kerja komponen bioaktif fenol dapat
pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat serta menghambat ikatan ATP-
ase pada membran sel, dan menurut Boyd (1988) bahwa mekanisme etanol
bakteri lebih besar daripada Ftabel 0,05 (lampiran 8). Artinya bahwa ekstrak air
signifikan. Hal ini menyebabkan ada hubungan antara variasi konsentrasi ekstrak
air bunga kecombrang dengan diameter zona hambat bakteri E. coli, dan S.
aureus.
bahwa diameter zona hambat yang telah dihasilkan lebih besar dibandingkan
diameter zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak air bunga kecombrang (E.
elatior). Zona hambat yang dihasilkan oleh E. coli pada antibiotik kloramfenikol
dengan nilai rata-rata 23.2 mm dan pada S. aureus mencapai 22.5 mm, sedangkan
zona hambat yang dihasilkan oleh S. aureus pada konsentrasi 100% mencapai
kandungan senyawa aktif dalam ekstrak air bunga kecombrang belum murni dan
subunit 50S ribosom dan menghalangi aktivitas enzim peptidil transferase. Enzim
ini berfungsi untuk membentuk ikatan peptida antara asam amino baru yang
masih melekat pada tRNA dengan asam amino terakhir yang sedang berkembang.
Sebagai akibatnya sisntesis protein bakteri akan terhenti seketika (Pratiwi, 2008).
ekstrak air bunga kecombrang (E. eltior) tidak didapatkan diameter zona hambat,
hal ini dikarenakan aquades tidak dapat menghambat bakteri uji yang digunakan
dalam penelitian.
Pengujian lebih lanjut setelah penentuan nilai zona hambat bakteri pada
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji. Menurut Cosentio et al., (1999)
bakteri lebih besar dari 90%. Hasil pengujian KHM ini dapat dilihat pada Tabel 5.
56
Tabel 5. Nilai KHM ekstrak air bunga kecombrang pada bakteri uji.
Jumlah bakteri % Penghambatan =
Konsentrasi
Jenis bakteri (sel/ml) inkubasi 24 100% - (Nt/No x
Ekstrak
jam (Nt) 100%)
5% - -
6
10 % 2.62 x 10 88.41 %
6
15 %* 1.44 x 10 95.63 %
S. aureus
20 % 7.3 x 105 96.77 %
5
25 % 1.23 x 10 99.46
30 % 1.15 x 105 99.5 %
10 % - -
20 % - -
5
30 % 78 x 10 51.86 %
E.coli 5
40 % 18.9 x 10 88.4 %
50 %* 12.3 x 105 92.41 %
60 % Tidak tumbuh 100 %
*) Nilai KHM = konsentrasi terendah yang dapat menurunkan pertumbuhan
bakteri lebih besar dari 90 %
penghambatan bakteri S. aureus lebih besar atau konsentrasi ekstrak lebih kecil
lebih sensitif dibandingkan E. coli terhadap ekstrak air bunga kecombrang. Oleh
karena itu, aktivitas antibakteri ekstrak bunga kecombrang memiliki daya hambat
yang diberikan, dan perlu dilakukan KHM dari antibiotika standar kloramfenikol
kandungan lipid pada E. coli menyebabkan ekstrak air bunga kecombrang tidak
mudah menyerap ke dalam E. coli, sehingga ekstrak air bunga kecombrang tidak
sebelumnya sudah dilakukan oleh Naufalin (2005) dengan ekstrak etil asetat dan
etanol. Pada hasil penelitian ekstrak etil asetat bunga kecombrang menunjukkan
penghambatan 91,36%.
S. aureus dan E. coli lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekstrak etanol daun
sirih merah. Nilai KHM S. aureus dan E. coli masing-masing adalah 15% dan
50%, sedangkan nilai KHM ekstrak etanol daun sirih merah terhadap S. aureus
dan E. coli adalah 6,25%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak air bunga
kecombrang adalah dengan cara analisa GCMS. Hasil yang didapatkan pada
10 - Heneikosan (c,t) 9 –
37 23.26 0.90 44
tricosan, (Z)
38 Oktacosan 23.54 4.58 59
5H-Napto (2,3-c)karbazol - 5
metil 1-(2-trimethilsiloksi-1,1
39 24.95 1.46 48
- dideuteriovinil) - 4 -
trimetilsiloksi – benzen
2-(N-metil, N-fenilamino)
40 25.19 5.02 50
asam benzoik
3-okso-4.β.,14-epoksi-5-.α. H,
41 6,11.β.H-eudesman-12,6-olide 26.59 1.28 43
N-etil-1,3- ditioisoindolin
11 – Asam Heksedekenoik, 15
–metil-, metil ester
42 27.98 1.91 43
1,1,1,3,5,5,5 - Heptametill
trisiloksan
Silan, 1,4 – fenilenebis
43 29.15 1.75 38
[trimetil]
Fenol, 4- (3-etil-1H-inden -2-
44 33.82 2.58 53
yl)
yang terkandung dalam ekstrak air bunga kecombrang yaitu: alkohol, alkana,
alkena, asam lemak, ester, dan fenol. Sepuluh diantaranya memiliki luas puncak
yang paling besar yaitu 2,3 butanediol (1) pada retensi 5.18, luas area 2.59, dan
kemiripan 90%, 1-dodekanol (8) pada waktu retensi 11,60, luas area 11,73 dan
waktu retensi 13,02, luas area 3,17 dan kemiripan 57 % serta 1-tetradekena (14)
pada waktu retensi 13,26, luas area 6,03 dan kemiripan 98 %, Hidrazin, (4 –
metilfenil) (19) pada waktu retensi 14.62, luas area 2.71 dan kemiripan 38%,
Dokosan (26) pada waktu retensi 17.00 luas area 2.72 dan kemiripan 98%,
Eikosan (30) pada waktu retensi 18.73, luas area 3.13 dan kemiripan 98%,
61
Oktakosan (38) pada waktu retensi 23.54, luas area 4.58 dan kemiripan 59%, 2-
(N-metil, N-fenilamino) asam benzoik (40) pada waktu retensi 25.19 luas area
5.02 dan kemiripan 50%, Phenol, 4- (3-etil-1H-inden -2-yl) (44) pada waktu
antioksidan adalah senyawa golongan alkohol dan fenol, contoh senyawa yang
Rumus molekul dari ketiga senyawa tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.
c) 1-Dodecanol
Gambar 16. Senyawa kimia golongan alkohol (a dan c) dan fenol (b) pada
ekstrak air bunga kecombrang (E. elatior)
kelompok besar yaitu asam fenol, flavonoid dan tanin. Flavonoid mempunyai
fungsi memberi warna (merah, jingga, kuning dan hijau) dan rasa pada sayur-
sayuran
62
adalah senyawa fenol yang mempunyai gugus hidroksi yang tersubstitusi pada
posisi ortho dan para terhadap gugus –OH dan –OR (Andayani et al., 2008).
gugus hidroksil yang terikat pada cicin aromatik merupakaan senyawa yang
bebas dengan cara memberikan atom hidrogen (donor proton) dari gugus hidroksil
kepada radikal bebas. Bila diperhatikan aspek toksisitas, maka adanya senyawa
fenol ini menjadikan ekstrak memiliki tingkat toksisitas tinggi. Berdasarkan hasil
diperoleh LC50 yang relatif rendah yaitu 75.94 ppm, hal tersebut menunjukkan
Mekanisme kerja komponen bioaktif fenol dapat mengakibatkan lisis sel dan
dan asam nukleat serta menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel (Sasaki, et
al., 2004).
melarutkan lemak yang terdapat pada dinding bakteri. Alkohol yang digunakan
secara luas adalah etil dan isopropil alkohol. Keduanya bisa melarutkan lemak dan
virus.
64
BAB V
5.1. Kesimpulan
1. Ekstrak air bunga kecombrang memiliki sifat senyawa aktif berdasarkan uji
5.2. Saran
2. Dilakukan uji lanjutan dengan instrumen seperti FTIR, HPLC, NMR dan
DAFTAR PUSTAKA
Azis dan A. Apdul. 2009. Penentuan Kadar Air dan Ninyak Sawit Mentah (CPO)
Pada Tangki Penyimpan di Pabrik Kepala Sawit PT PN.IV kebun Adolina.
Karya Ilmiah Program Diploma-3 Kimia Industri Fakultas MIPA
Universitas Sumatra Utara. Medan
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2001. Kajian proses standarisasi produk
pangan fungsional di badan Pengawas Obat dan makanan. Lokakarya
Kajian Penyusunan Standar Pangan Fungsional. Badan Pengawasan Obat
dan Makanan, Jakarta.
Blois, MS. 1958. dalam Hanani E, A. Mun’im dan R. Sekarini. 2005. Identifikasi
senyawa antioksidan dalam Spons callyspongia Sp. dari Kepulauan seribu.
Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 2 : 127 – 133.
Chan, E.W.C, Y.Y. Lim dan M. Omar. 2007. Antioxidant and antibacterial
activity of leaves of Etlingera species (Zingiberaceae) in Peninsular
Malaysia. Food Chemistry. Vol. 104 : 1586–1593.
Connors, K, 1992. Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi. Jilid I dan II. IKIP
Semarang Press. Semarang.
Sardinian thymus essential oils. The society for Applied Microbiology. Vol.
29 : 130-135.
Farrel KT. 1990. Spices Condiments and seasonings. AVI Pubs. Co. Inc.
Westport. Connecticut.
Gani, A. 2007. Aktivitas antibakteri ekstrak kasar daun cocor bebek (Kalanchoe
gastonis-bonnieri). Skripsi: Departemen Biologi FMIPA. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Habsah, M., N.H. Lajis, M.A. Sukari, Y.H.Yap, H. Kikuzaki, N. Nakatani dan
A.M. Ali. 2005. Antitumour-Promoting and Cytotoxic Constituentss of
Etlingera Elatior. Malaysian Journal of Medical Sciences, Vol. 12 : 6-12.
Hidayat, S.S dan Hutapea Jr. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi I:
440-441. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Jawetz, E., J.L. Melnick dan E.A. Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran.
edisi-20. Alih Bahasa Edi Nugroho, R.F. maulany. Jakarta. EGC
Jawetz, E., Melnick GE., Adelberg CA. 2001. Mikrobiologi kedokteran. Edisi I.
Diterjemahkan oleh Penerjemah Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Salemba Medika, Surabaya.
Kanazawa, A., T. Ikeda., dan T. Endo. 1995. A Novel approach to made of action
on cationic biocides: morfological effect on antibacterial activity. J Appl
Bacteriol Vol. 78 : 55-60. dalam Naufalin R (2005) Kajian Sifat
Antimikroba Bunga Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Terhadap
Berbagai Mikroba Patogen dan Perusak Pangan [disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Khotimah, FK. 2009. Isolasi senyawa aktif antibakteri minyak atsiri bunga
cengkeh (Syzygium aromaticum). Skripsi Program Studi Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kusmiyati dan N.W.S. Agustini. 2006. Uji aktivitas senyawa antibakteri dari
mikroalga Porphyridium cruentum. Biodiversitas Vol. 8 : 48-53.
Mayer, BNNR dan M.L. Ferrigni. 1982. Brine shrimp a convinient general
bioassay for active plant constituents. Journal of Plant Medical Research.
Vol. 45 : 31-34.
68
Milner, J.A. 2000. Functional foods: the US perspective. Am. J. Clin. Nutr. Vol.
71 : 1654−1659
Moyler DA. 1994. Spices Recent Advances. dalam Charambos (edition) Spices,
Herbs and Edible Fungi. Elsevier. Amsterdam.
Muflihat, D.A. 2008. Inhibisi Ekstrak Herba Kumis Kucing dan Daun Salam
Terhadap aktivitas Enzim Xantin Oksidase Dwieka. Skripsi. Departemen
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
Prakash, A., Rigelhof, F., Miller, E., 2001, Antioxidant Activity, Medalliaon
Laboratories Analitycal Progress, Vol 19 : 1 - 6
Sarastani, D., S.T. Soekarto., T.R. Muchtadi., D. Fardiaz dan A. Apriyanto. 2002.
Aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi ekstrak biji atung., Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan. Vol. 13 : 149-156.
Suhardjo dan C.M. Kusharto. 1987. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Bogor. Pusat
Antariksa Institut Pertanian Bogor kera sama dengan Lembaga Sumber
Daya Informasi IPB.
Sunarno. 2009. Profil antioksidan copper zinc superoxida dismutase (Cu, Zn-
SOD) pada sel-sel ginjal tikus Sprague dawley melalui pewarnaan
imonohistokimia polimer peroksidase. BIOMA. Vol. 11 : 33-39.
Tamat, SR., T. Wikanta dan L.S. maulina. 2007. Aktivitas antioksidan dan
toksisitas senyawa bioaktif dari ekstrak rumput laut hijau Ura retikulata
Forsskal. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia., vol 5 : 31-36
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas: Potensi dan Aplikasinya
dalam Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta.
Zuhra C.F., Br. Juliati., Tarigan dan S. Herlince. 2008. Aktivitas antioksidan
senyawa flavonoid dari daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr.).
Jurnal Biologi Sumatera. Vol. 3 : 7-10
71
Dimasukan telur
Ruang A ditutup dengan
udang 50 mg ke
alumunium foil
ruang A
Dibiarkan selama
48 jam
Keterangan:
A. Inokulum E. coli
10-4 10-5 10-6
B. Inokulum S. aureus
10-4
A. S. aureus
60% 80%
100%
B. E. coli
60% 80%
100%
76
S. aureus E. coli
S. aureus E. coli
77
FK (Faktor koreksi) = 72
db perlakuan = 6
db galat = 12
JK Total = 136
JK perlakuan = 132.67
JK galat = 3.337
KT perlakuan = 26.537
KT galat = 0.28
F hitung = 95.51
F tabel = 3.00
A. S. aureus
Diketahui :
r = Ulangan ; t = banyaknya konsentrasi
r=3 ; t=5
B. E. coli
Diketahui :
r = Ulangan ; t = banyaknya konsentrasi
r=3 ; t=5