Anda di halaman 1dari 68

PROFIL LEMAK, KOLESTEROL DARAH, DAN RESPON

FISIOLOGIS TIKUS WISTAR YANG DIBERI


RANSUM MENGANDUNG GULAI
DAGING SAPI LEAN

SKRIPSI
JULIANSYAH SUDRAJAT

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PROFIL LEMAK, KOLESTEROL DARAH, DAN RESPON
FISIOLOGIS TIKUS WISTAR YANG DIBERI
RANSUM MENGANDUNG GULAI
DAGING SAPI LEAN

SKRIPSI
JULIANSYAH SUDRAJAT

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN

JULIANSYAH SUDRAJAT. D14204073. 2008. Profil Lemak, Kolesterol


Darah, dan Respon Fisiologis Tikus Wistar yang Diberi Ransum Mengandung
Gulai Daging Sapi Lean. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Tuti Suryati, S.Pt., M.Si.


Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si.

Persepsi masyarakat dalam mengkonsumsi daging merah, sering dikaitkan


sebagai pemicu gejala penyakit jantung dan pembuluh darah. Persepsi negatif
tersebut dapat memicu fobia terhadap konsumsi daging merah, yang akan
menyebabkan terganggunya subsektor peternakan lokal dalam menyediakan
kebutuhan daging asal ternak. Metode pengolahan daging sapi yang telah
dihilangkan lemaknya, menjadi gulai daging sapi rendah lemak, diharapkan
merupakan solusi pemenuhan kebutuhan protein daging yang dapat menghindari
persepsi negatif masyarakat dalam mengkonsumsi daging merah.
Penelitian ini dilakukan di Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
untuk pemeliharaan hewan percobaan; Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi Institut Pertanian Bogor untuk analisis proksimat; dan Laboratorium
Klinik Prodia Bogor untuk analisis profil lemak dan kolesterol darah. Penelitian ini
dilakukan dari bulan Nopember 2007 hingga bulan Januari 2008.
Penelitian ini menggunakan 14 ekor tikus galur LMR-wistar dengan bobot
tubuh 40-50 gram dan berumur 5 minggu. Tikus tersebut terbagi menjadi dua grup
dengan masing-masing grup terdiri dari 7 ekor tikus. Grup pertama (P0) yaitu grup
yang diberi ransum kasein yang terdiri dari 7 ekor tikus, dan grup kedua (P1) yaitu
grup yang diberi ransum gulai daging sapi lean yang terdiri dari 7 ekor tikus.
Sebelum penelitian dilakukan, tikus diadaptasikan terlebih dahulu selama 5 hari dan
diberi ransum basal mengandung kasein. Masa perlakuan dilakukan selama 20 hari.
Pemberian ransum dan air minum dilakukan secara ad libitum. Rancangan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu rancangan acak lengkap (RAL) untuk profil
lemak dan kolesterol darah, serta RAL - subsampling untuk pengukuran respon
fisiologis. Peubah yang diukur dalam penelitian ini yaitu profil lemak dan kolesterol
darah yang meliputi : kadar kolesterol total, kolesterol low density lipoprotein (k-
LDL), kolesterol high density lipoprotein (k-HDL), trigliserida darah, dan indeks
atherogenik (IA); serta respon fisiologis yang meliputi detak jantung, laju
pernapasan, dan suhu tubuh. Pengukuran respon fisiologis dilakukan setiap dua hari
selama masa perlakuan. Pengambilan dan analisis darah dilakukan pada akhir masa
perlakuan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Minitab 14.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi ransum yang mengandung
gulai daging sapi lean tidak berpengaruh nyata terhadap peubah profil lemak,
kolesterol darah, dan respon fisiologis tikus percobaan yang masih berada dalam
status masa pertumbuhan.

Kata – kata kunci : kolesterol, trigliserida, respon fisiologis, gulai daging sapi lean
ABSTRACT

Blood Profile of Lipid, Cholesterol, and Physiological Responses of


Wistar Rats With Fed Containing Lean Beef Curry
Sudrajat, J., T. Suryati and H. Nuraini
The objective of this research was to study the effect of feeding containing
lean beef curry on blood profile of lipid, cholesterol, and physiological responses
wistar rats. Fourteen male LMR-wistar rats, 40-50 grams of body weight and 5
weeks of age were used in this research. The rats divided into two groups, each
groups consist of seven rats. First group (P0) consist of 7 rats fed with casein diet
and second (P1) consist of 7 rats fed with lean beef curry. Before this research
began, rats were adapted for 5 days and fed basal diet that consist of casein, and
treatment would take 20 days. Feed and water were given ad libitum. The
experimental design that used in this research was completely randomized design for
the blood analysis, and subsampling on completely randomized design for
physiological responses. Variable of this research is blood profile of lipid and
cholesterol, consist of : total cholesterol, low density lipoprotein-cholesterol (LDL-
c), high density lipoprotein-cholesterol (HDL-c), trygliceride, and atherogenic index
(AI); and also physiological responses, consist of heart rate, breath rate, and body
temperature. Physiological responses measurements conducted every two days
during treatment. Blood collecting and analysis was taken at the end of treatment.
The result of this study showed that fed containing of lean beef curry have no
significant effect on blood profile of lipid, cholesterol, and physiological responses
of growth status rats.

Keywords : cholesterol, trygliceride, physiological responses, lean beef curry


PROFIL LEMAK, KOLESTEROL DARAH, DAN RESPON
FISIOLOGIS TIKUS WISTAR YANG DIBERI
RANSUM MENGANDUNG GULAI
DAGING SAPI LEAN

JULIANSYAH SUDRAJAT
D14204073

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PROFIL LEMAK, KOLESTEROL DARAH, DAN RESPON
FISIOLOGIS TIKUS WISTAR YANG DIBERI
RANSUM MENGANDUNG GULAI
DAGING SAPI LEAN

Oleh
JULIANSYAH SUDRAJAT
D14204073

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan


Komisi Ujian Lisan pada tanggal 21 Agustus 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si.


NIP. 132 159 706 NIP. 131 845 347

Dekan Fakultas Peternakan


Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr.


NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan tanggal 1 Juli 1985 di Bogor Jawa Barat. Penulis


merupakan anak kelima dari 5 bersaudara, dan merupakan putra terakhir dari
keluarga bahagia pasangan Bapak Kusmayadi dan Ibu Mamah S. Milah.
Pendidikan dasar diselesaikan oleh penulis pada tahun 1998 di SDN
Panaragan 2 Bogor, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun
2001 di SMPN 1 Bogor, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada
tahun 2004 di SMAN 1 Bogor.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Teknologi Hasil
Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2004.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan
HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak) periode (2006-2007).
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim.
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas
segala berkah, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Profil Lemak, Kolesterol Darah, dan Respon Fisiologis Tikus
Wistar yang Diberi Ransum Mengandung Gulai Daging Sapi Lean”. Skripsi ini
ditulis sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan sejak bulan Nopember 2007
hingga Januari 2008 di Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor; Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor; dan
Laboratorium Klinik Prodia Bogor.
Daging sapi merupakan salah satu pangan asal ternak yang berkontribusi
besar dalam menyediakan kebutuhan sumber protein bermutu tinggi, yang dapat
memperbaiki gizi masyarakat Indonesia pada umumnya. Konsumsi daging sapi
meningkat ketika menjelang hari-hari raya seperti Idul Fitri, Idul Adha, Natal, Tahun
Baru, serta hari perayaan lainnya. Menjelang hari-hari raya tersebut, timbul
kekhawatiran masyarakat dalam mengkonsumsi daging sapi dalam bentuk olahan
seperti gulai dan lainnya. Kekhawatiran tersebut muncul dari persepsi masyarakat
bahwa mengkonsumsi daging sapi akan memicu timbulnya penyakit jantung dan
pembuluh darah. Gejala penyakit tersebut ditandai dengan meningkatnya kadar
lemak dan kolesterol darah, hipertensi, serta terjadinya penyumbatan pembuluh darah
(atherosklerosis). Penelitian dan penulisan skripsi ini dilakukan untuk membuktikan
bahwa dengan mengkonsumsi olahan daging sapi yang telah dikurangi kadar
lemaknya menjadi gulai daging sapi lean, tidak mengakibatkan peningkatan kadar
kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida darah, indeks
atherogenik, serta respon fisiologis yang meliputi detak jantung, laju pernapasan dan
suhu tubuh tikus percobaan yang berada dalam masa pertumbuhan.
Semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang bermanfaat bagi pembaca,
sehingga timbul opini yang baik dari masyarakat terhadap konsumsi daging sapi,
yang dapat meningkatkan kelangsungan subsektor peternakan, Amin.
Bogor, Agustus 2008

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN .............................................................................................. i
ABSTRACT ................................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4
Daging Sapi ...................................................................................... 4
Definisi ................................................................................. 4
Komposisi Kimia ................................................................. 4
Kadar Air ................................................................. 4
Kadar Protein ........................................................... 4
Kadar Lemak ............................................................ 5
Kadar Abu ................................................................ 6
Kadar Kalori ............................................................ 6
Daging Sapi Lean ................................................................. 6
Lipida dan Kolesterol ....................................................................... 7
Trigliserida ........................................................................... 7
Kolesterol ............................................................................. 8
Absorpsi, Sintesis, dan Ekskresi Kolesterol ............ 9
Pengaturan Sintesis Kolesterol ................................ 9
Peranan Asam Empedu pada Ekskresi Kolesterol ... 10
Lipoprotein Plasma .............................................................. 10
Struktur Lipoprotein ................................................ 10
Kelas-Kelas Lipoprotein Plasma Beserta Sifat dan
Fungsinya ................................................................... 11
Peranan HDL dan LDL Terhadap Kolesterol Da-
rah ............................................................................ 12
Transpor Lipida .................................................................... 13
Jalur Eksogen ........................................................... 13
Jalur Endogen .......................................................... 13
Indeks Atherogenik .............................................................. 14
Tikus Percobaan ............................................................................... 14
Galur Tikus .......................................................................... 14
Penggunaan Tikus Percobaan Dalam Penelitian ................. 15
Pengambilan Sampel Darah Tikus ....................................... 16
Respon Fisiologis ............................................................................. 17
METODE ..................................................................................................... 18
Lokasi dan Waktu ............................................................................ 18
Materi ............................................................................................... 18
Produk Olahan Daging ......................................................... 18
Percobaan in vivo dan Analisis Darah ................................. 18
Rancangan Percobaan ...................................................................... 19
Analisis Data ........................................................................ 20
Peubah yang Diukur ............................................................. 20
Kadar Air ................................................................. 20
Kadar Protein ............................................................ 21
Kadar Lemak ............................................................ 21
Kadar Abu ................................................................ 22
Kadar Kolesterol ...................................................... 22
Kadar Kolesterol Total ............................................. 22
Kadar Trigliserida .................................................... 23
Kadar Kolesterol HDL ............................................. 23
Kadar Kolesterol LDL ............................................. 24
Indeks Atherogenik .................................................. 24
Denyut Jantung ........................................................ 24
Laju Pernafasan ........................................................ 24
Suhu Tubuh .............................................................. 24
Prosedur ........................................................................................... 24
Pembuatan Gulai Daging Sapi Lean .................................... 25
Penyusunan dan Pembuatan Ransum Perlakuan ................. 26
Percobaan in vivo Ransum Perlakuan dan Pengukuran
Respon Fisiologis ................................................................. 27
Pengambilan Sampel Darah serta Analisis Profil Lemak
dan Kolesterol Darah ........................................................... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 29
Konsumsi Ransum dan Pertumbuhan Tikus Percobaan .................. 29
Profil Lemak dan Kolesterol Darah ................................................. 31
Kadar Kolesterol Total ......................................................... 31
Kadar Kolesterol LDL ......................................................... 34
Kadar Kolesterol HDL ......................................................... 36
Kadar Trigliserida ................................................................ 37
Indeks Atherogenik .............................................................. 38
Respon Fisiologis ............................................................................. 38
Denyut Jantung .................................................................... 39
Laju Pernafasan .................................................................... 39
Suhu Tubuh .......................................................................... 40
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 42
Kesimpulan ...................................................................................... 42

vii
Saran ..................................................................................... ........... 42

UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................ 43


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 44
LAMPIRAN ............................................................................................... 48

viii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Asam Lemak Ternak Sapi, Domba, dan Babi .................... 5
2. Kadar Kalori, Komposisi Lemak, dan Kolesterol pada Daging Ternak
(Per 100 Gram Bahan) .......................................................................... 5
3. Profil Asam Lemak Daging Sapi ......................................................... 6
4. Nilai Biologis dan Fisiologis Tikus ...................................................... 16
5. Komposisi dan Kandungan Nutrisi Ransum Kasein (Kontrol) ............ 27
6. Komposisi dan Kandungan Nutrisi Ransum Gulai Daging Sapi Lean 27
7. Bobot Badan dan Konsumsi Ransum Tikus ......................................... 29
8. Profil Lemak, Kolesterol Darah dan Indeks Atherogenik .................... 31
9. Hasil Pengukuran Respon Fisiologis Tikus Percobaan ........................ 38
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Struktur Kimia Kolesterol .................................................................... 9
2. Pembentukan Flak pada Arteri ............................................................. 12
3. Tahapan Pembentukan Atherosklerosis ............................................... 13
4. Tahapan Penelitian ............................................................................... 25
5. Tahapan Proses Pembuatan Gulai Daging Sapi Lean .......................... 26
6. Pengukuran Respon Fisiologis ............................................................. 28
7. Kurva Pertumbuhan Bobot Badan Tikus ............................................. 29
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Komposisi Kebutuhan Nutrisi (NRC) dari Tikus (90 % BK) ................ 49
2. Hasil Analisis Proksimat Kasein ............................................................ 50
3. Hasil Analisis Proksimat Gulai Daging Sapi Lean ................................ 50
4. Komposisi Bahan Makanan ................................................................... 50
5. Panduan Komposisi Ransum Tikus Percobaan ...................................... 51
6. Hasil Analisis Proksimat Ransum .......................................................... 51
7. Analisis Non Parametrik Bobot Badan Akhir Tikus Percobaan ............ 51
8. Analisis Non Parametrik Konsumsi Bahan Kering Ransum .................. 51
9. Analisis Non Parametrik Konsumsi Lemak Ransum ............................. 52
10. Analisis Non Parametrik Konsumsi Protein Ransum ............................ 52
11. Hasil Analisis Komponen Darah ........................................................... 52
12. Analisis Non Parametrik Kadar Kolesterol Total Darah ....................... 52
13. Analisis Non Parametrik Kadar Kolesterol LDL Darah ........................ 53
14. Analisis Non Parametrik Kadar Kolesterol HDL Darah ....................... 53
15. Analisis Non Parametrik Kadar Trigliserida Darah ............................... 53
16. Analisis Non Parametrik Indeks Atherogenik ....................................... 53
17. Analisis Ragam Respon Denyut Jantung Tikus Percobaan ................... 53
18. Analisis Ragam Respon Laju Pernafasan Tikus Percobaan .................. 54
19. Analisis Ragam Respon Suhu Tubuh Tikus Percobaan......................... 54
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Masyarakat Indonesia dewasa ini pada umumnya memberi perhatian yang
cukup tinggi terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah. Jantung merupakan
salah satu organ vital dalam tubuh yang berperan dalam menyuplai darah yang
mengandung substrat metabolik, ke seluruh jaringan tubuh yang membutuhkan.
Sistem kardiovaskuler (jantung) didukung pula oleh organ paru-paru, yang berfungsi
dalam penyediaan oksigen ke seluruh tubuh dan pembuangan sisa metabolisme
(karbon dioksida). Sistem kardiovaskuler ini akan terganggu oleh adanya gejala
penyakit jantung dan pembuluh darah seperti hipertensi, hiperkolesterolemia,
atherosklerosis, stroke, dan serangan jantung. Gejala-gejala penyakit tersebut
berhubungan dengan pola konsumsi yang salah.
Lemak merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama sebagai
sumber energi dan pelarut vitamin yang larut dalam lemak. Kolesterol merupakan
senyawa yang berfungsi dalam pembentukan dinding sel tubuh, prekursor sintesis
hormon steroid, vitamin D, dan pembentukan garam empedu (Menys dan
Durrington, 2007). Kolesterol yang dibutuhkan tersebut, secara normal diproduksi
oleh tubuh dalam jumlah yang tepat. Sel hati akan memproduksi kolesterol apabila
asupannya tidak mencukupi. Kolesterol dari hati diangkut oleh lipoprotein yang
bernama low density lipoprotein (LDL) untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang
memerlukan, termasuk ke sel otot jantung, otak dan jaringan lain, agar dapat
berfungsi sesuai kinerjanya. Konsumsi lemak jenuh yang tinggi cenderung
meningkatkan kadar LDL. Kelebihan kolesterol akan diangkut kembali oleh
lipoprotein high density lipoprotein (HDL) yang berfungsi membawa kolesterol
untuk dibawa ke hati yang selanjutnya akan diuraikan, kemudian dibuang ke dalam
kantung empedu sebagai asam (cairan) empedu. Produksi kolesterol yang berlebih
dalam tubuh akan tertimbun di dalam dinding pembuluh darah dan menimbulkan
suatu kondisi yang disebut atherosklerosis yaitu penyempitan atau pengerasan
pembuluh darah. Kondisi ini merupakan cikal bakal terjadinya penyakit jantung dan
stroke.
Kondisi menyempit dan mengerasnya pembuluh darah akan menghambat
aliran transportasi darah dari jantung, yang mengakibatkan meningkatnya tekanan
darah dikarenakan berkurangnya elastisitas pembuluh darah. Frekuensi pernafasan,
suhu tubuh, serta jumlah denyut jantung pun ikut meningkat, disebabkan karena
energi berlebih dari asupan lemak yang dapat meningkatkan hormon adrenalin dalam
memicu kerja jantung. Jantung memerlukan aktivitas berlebih untuk mensuplai darah
ke seluruh tubuh. Kondisi tingginya frekuensi denyut jantung serta terhambatnya
aliran darah akibat penyempitan, merupakan suatu respon timbulnya gejala penyakit
jantung.
Penyakit jantung koroner terdaftar dalam urutan pertama sebagai penyebab
kematian (80%). Sejak tahun 1984, telah banyak kajian penelitian secara
epidemiologis dan prospektif yang membahas bahwa mengkonsumsi daging merah,
diasosiasikan dengan peningkatan resiko penyakit jantung koroner (Li et al., 2005).
Li et al. (2005) menambahkan, penyakit jantung koroner terutama disebabkan oleh
kelainan miokardium akibat ketidakcukupan aliran darah koroner karena
atherosklerosis yang merupakan proses degeneratif.
Daging sapi merupakan salah satu pangan asal ternak yang berkontribusi
besar dalam menyediakan kebutuhan sumber protein bermutu tinggi, yang dapat
memperbaiki gizi masyarakat Indonesia pada umumnya. Persepsi yang salah tentang
konsumsi daging sapi sebagai pemicu gejala penyakit jantung dan koroner perlu
diluruskan. Persepsi tersebut dapat memicu fobia terhadap konsumsi daging merah,
yang akan menyebabkan terganggunya subsektor peternakan lokal dalam
menyediakan kebutuhan daging asal ternak. Metode pengolahan seperti daging sapi
yang telah dibuang lemak ekstramuskuler-nya (lean meat) kemudian diolah menjadi
gulai, memiliki profil kadar lemak lebih rendah. Metode tersebut dapat menjadi
alternatif dalam mengkonsumsi daging sapi tanpa meningkatkan resiko penyakit
jantung dan pembuluh darah.
Penelitian berbasis nutrisi manusia dapat dilakukan melalui hewan percobaan
sebelum diuji kepada manusia. Terdapat beberapa batasan kriteria pengujian
terhadap hewan percobaan diantaranya yaitu ukuran hewan percobaan, nilai
ekonomis, animal welfare, serta hubungan tingkat kekerabatan (taksonomi) hewan
percobaan dengan manusia. Ditinjau dari segi ukuran, hewan percobaan yang layak
digunakan untuk melakukan penelitian berbasis nutrisi, yang dimulai dari ukuran
terkecil hingga terbesar antara lain mencit, tikus, hamster, kelinci, dan kera. Anatomi

2
dan fisiologis tikus mendukung suatu penelitian percobaan nutrisi dengan
penggunaan metode ad libitum (Muchtadi, 1989). Tikus layak digunakan untuk
penelitian ini dibandingkan mencit karena terdapat dua sifat yang membedakan tikus
dari hewan percobaan lain, yaitu bahwa tikus tidak dapat muntah karena struktur
anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus yang bermuara ke dalam lambung, serta
tidak memiliki kantung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsumsi daging sapi
lean (tanpa lemak ekstramuskuler) dan diolah menjadi gulai terhadap kadar
kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida darah, indeks
atherogenik, dan respon fisiologis tikus percobaan yang meliputi denyut jantung, laju
pernafasan, serta suhu tubuh tikus yang berada dalam status masa pertumbuhan.

3
TINJAUAN PUSTAKA

Daging Sapi
Daging adalah sumber utama zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk
kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Ditinjau dari segi nutrisi, daging adalah
sumber asam amino yang sangat baik dan sedikit mineral-mineral tertentu (Lawrie,
1995).

Definisi
Badan Standardisasi Nasional (1998) mendefinisikan daging sebagai urat
daging yang melekat pada kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung,
dan telinga yang berasal dari hewan ternak yang sehat sewaktu dipotong (SNI 01-
3947-1995). Daging terdiri dari jaringan-jaringan otot. Lawrie (1995) menjelaskan
jaringan otot daging terdiri dari 3 macam, yaitu jaringan otot rangka, jaringan otot
jantung (cardiac), dan jaringan otot halus. Jaringan otot rangka adalah jaringan otot
yang menempel secara langsung atau tidak langsung pada tulang, yang menimbulkan
suatu gerakan, dan atau memberikan bentuk pada tubuh. Selain mengandung nutrisi
yang baik bagi pertumbuhan seperti protein yang tinggi serta asam-asam amino
essensial yang cukup dan berimbang, daging ternak pun berkontribusi dalam
memberikan sumber energi berupa lemak. Komponen utama lemak hewan adalah
palmitat, stearat dan oleat dengan sejumlah linoleat dan sangat sedikit asam
arakidonat (Poedjiadi, 1994).

Komposisi Kimia
Daging sapi memiliki beberapa komposisi kimia berdasarkan proksimat
diantaranya kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, serta kandungan kalori.

Kadar Air. Komposisi kimia terbesar dari daging sapi adalah air, berdasarkan
potongan komersial yaitu sebesar 66,6% pada bagian round; 60,8% pada bagian
chuck; 47,2% pada bagian rib; 56,5% pada bagian rump; dan 55,7% pada bagian
sirloin (Price dan Schweigert, 1971).

Kadar Protein. Komposisi kimia daging sapi lainnya yaitu protein, berdasarkan
potongan komersial yaitu sebesar 20,2% pada bagian round; 18,7% pada bagian
chuck; 14,8% pada bagian rib; 17,4% pada bagian rump; dan 16,9% pada bagian
sirloin (Price dan Schweigert, 1971). Protein daging dapat diklasifikasikan dalam 3
kelompok besar, yaitu miofibril, stroma, dan sarkoplasma (Lawrie, 1995). Masing
masing protein memiliki fungsi yang berbeda serta memberikan kontribusi pada
daging.

Kadar Lemak. Komposisi lemak daging sapi berdasarkan potongan komersial yaitu
sebesar 12,3% pada bagian round; 19,6% pada bagian chuck; 37,4% pada bagian rib;
25,3% pada bagian rump; dan 26,7% pada bagian sirloin (Price dan Schweigert,
1971). Pada Tabel 1 di bawah ini disajikan komposisi asam lemak yang terdapat
pada daging sapi dengan daging lainnya.
Tabel 1. Komposisi Asam Lemak Ternak Sapi, Domba, dan Babi

Persentase Asam Lemak dari Lipida (%)


Asam-Asam Lemak
Sapi Domba Babi

Miristat (14 : 0) 2 1 3
Palmitat (16 : 0) 29 25 28
Stearat (18 : 0) 20 25 13
Oleat (18 : 1) 42 39 46
Linoleat (18 : 2) 2 4 10
Linolenat (18 : 3) 0,5 0,5 0,7

Sumber : Buckle et al., 1987

Seperti halnya dengan asam lemak, daging sapi pun memiliki kadar kalori,
komposisi lemak serta kolesterol yang berbeda dibandingkan dengan daging ternak
lainnya. Pada Tabel 2 di bawah ini disajikan kadar kalori, komposisi lemak, dan
kolesterol daging sapi dengan daging ternak lainnya.

Tabel 2. Kadar Kalori, Komposisi Lemak, dan Kolesterol pada Daging Ter-
nak (Per 100 Gram Bahan)
Lemak Jenuh Kolesterol
Nama Daging Kalori (kal) Lemak (mg)
(mg) (mg)
Daging sapi 207 14,0 5,1 70
Daging domba 206 14,8 * *
Daging kambing 154 9,2 3,6 70
Daging kerbau 84 0,5 * *

* = tidak ada data


Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2001

5
Kadar Abu. Kadar abu daging sapi berdasarkan potongan komersial yaitu sebesar
0,9% pada bagian round; 0,9% pada bagian chuck; 0,6% pada bagian rib; 0,8% pada
bagian rump; dan 0,8% pada bagian sirloin (Price dan Schweigert, 1971).

Kadar Kalori. Kandungan kalori daging sapi berdasarkan potongan komersial (per
100 gram bahan) yaitu sebesar 197 kalori pada bagian round; 257 kalori pada bagian
chuck; 401 kalori pada bagian rib; 303 kalori pada bagian rump; dan 313 kalori pada
bagian sirloin (Price dan Schweigert, 1971).

Daging Sapi Lean


Secara umum daging lean memiliki keseragaman komposisi nutrisi,
diantaranya sekitar 20% protein, 9% lemak, 70% air, 1% abu, dan 250 kalori (/100
gram bahan). Kandungan lemak daging pada sebagian besar hewan ternak banyak
mengandung asam lemak jenuh (Li et al., 2005), sehingga para ahli kesehatan telah
menganjurkan untuk mengurangi konsumsi daging sejak tiga dekade yang lalu. Salah
satu solusi yang dianjurkan para ahli tersebut adalah dengan mengkonsumsi daging
yang dibuang lemaknya (daging lean). Hal ini dipublikasikan Li et al. (2005) dalam
literatur internasional yang menyoroti pernyataan bahwa daging merah lean rendah
akan asam lemak jenuh dan mengkonsumsi daging merah lean tidak meningkatkan
level kolesterol plasma/serum darah, atau meningkatkan resiko trombotik. Selain itu
daging lean juga mengandung sumber nutrisi yang baik antara lain protein, asam
lemak omega-3, vitamin B12, niasin, zat besi dan seng. Tabel 3 berikut ini disajikan
profil asam lemak antara daging sapi lean dan daging sapi yang masih berlemak (non
trimming).

Tabel 3. Profil Asam Lemak Daging Sapi

Daging Sapi (mg/100g bahan)


Jenis Asam Lemak
Lean Berlemak (non trimming)

Asam Lemak Jenuh (SFA) 384 ± 56 37,40 ± 5,24

Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal (MUFA) 393 ± 89 32,17 ± 5,06

Asam Lemak Tak Jenuh Majemuk (PUFA) 151 ± 19 1,34 ± 90


Keterangan : SFA = saturated fatty acid,
MUFA = monounsaturated fatty acid
PUFA = unsaturated fatty acid
Sumber : Li et al., 2005

6
Lipida dan Kolesterol
Montgomery et al. (1993) menjelaskan bahwa lipida merupakan senyawa
organik yang sukar larut dalam air namun mudah larut dalam pelarut organik seperti
eter, benzen, atau kloroform. Lipida berfungsi dalam tubuh manusia sebagai
komponen struktural membran sel, penyimpanan energi, bahan bakar metabolik, dan
sebagai agen pengemulsi. Ketidaknormalan pengangkutan lipida lewat plasma darah
pada proses ini diperkirakan merupakan faktor utama berkembangnya
atherosklerosis.
Klasifikasi lipida menurut Montgomery et al. (1993) terbagi ke dalam 5 kelas
grup yaitu: (a) asam lemak yang berfungsi sebagai sumber energi utama dalam tubuh
serta merupakan blok pembangun dimana kompleks-kompleks lipida disintesis; (b)
ester gliseril, termasuk pula asilgliserol yang selain merupakan senyawa antara atau
pengangkut metabolik dan bentuk penyimpanan asam lemak, dan fosfogliserida yang
merupakan komponen utama lipida dari membran sel; (c) sfingolipida, yang juga
merupakan komponen membran yang berasal dari alkohol lemak sfingosin; (d)
sterol, termasuk di dalamnya kolesterol, asam empedu, hormon steroid, dan vitamin
D; dan (e) dolikol dan vitamin-vitamin A, E, dan K yang larut dalam lemak.
Lipida harus dibawa dari satu jaringan ke jaringan lainnya lewat plasma
darah. Proses transpor lipida melayani 3 fungsi utama, antara lain: (a) trigliserida
makanan harus diangkut dari usus ke jaringan lain dalam tubuh; (b) trigliserida yang
dibentuk dalam hati harus disekresi dan selanjutnya ditumpuk untuk disimpan dalam
jaringan adiposa; dan terakhir (c) asam lemak disimpan sebagai trigliserida dalam
jaringan adiposa harus dibawa ke jaringan lain dalam keadaan metabolik bila
memerlukan sumber energi (Montgomery et al., 1993). Terdapat beberapa komponen
lemak yang penting dalam pengukuran profil lemak dalam plasma darah.
Diantaranya yaitu trigliserida, kolesterol, serta lipoprotein plasma.

Trigliserida
Triasilgliserol (trigliserida) merupakan komponen utama pembentuk lipida.
Trigliserida (lemak netral) adalah suatu ester gliserol yang terbentuk dari 3 asam
lemak dan gliserol. Apabila terdapat satu asam lemak dalam ikatan dengan gliserol
maka dinamakan monogliserida (Prawirokusumo, 1994). Lipida di dalam hati ada
yang dioksidasi untuk menghasilkan energi dan ada yang disimpan untuk cadangan.

7
Mekanisme penyerapan trigliserida dari makanan antara lain, senyawa trigliserida
dalam makanan dicerna oleh enzim lipase usus dan selanjutnya kembali diesterifikasi
oleh cairan mukosa usus (Hawab et al., 1989). Selama absorbsi lemak, trigliserida
yang ada dalam epitel usus akan diekskresikan ke organ limfa dalam bentuk
kilomikron dan dalam bentuk inilah lemak ditransfer ke jaringan - jaringan di seluruh
tubuh (Azain, 2004). Butiran lemak yang disebut kilomikron tersebut masuk ke
dalam darah melalui sistem limfatik. Kilomikron memiliki diameter 0.1 – 1 µm dan
terdiri atas beberapa jenis kolesterol, lipoprotein kulit, dan trigliserida sebagai
komponen utama (Hawab et al., 1989).
Prawirokusumo (1994) menjelaskan bahwa lemak atau lipida disimpan di
dalam tubuh dalam bentuk trigliserida, yang dikenal sebagai proses lipogenesis
(deposisi lemak) yang terjadi akibat masukan energi melebihi keluaran energi. Proses
lipogenesis mendeposisikan lemak di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida yang
merupakan hasil sintesa dari asam-asam lemak dan gliserol yang dibantu dengan
hormon insulin (Prawirokusumo, 1994). Selain lemak, kandungan karbohidrat juga
merupakan bahan untuk terjadinya lipogenesis yang menghasilkan asam-asam lemak
dan gliserol (Pilliang dan Djojosoebagio, 1990). Pendapat serupa dinyatakan
Soehardi (2004) bahwa trigliserida tidak hanya berasal dari lemak makanan (asam
lemak jenuh dan tidak jenuh), tetapi juga berasal dari makanan yang mengandung
karbohidrat (sederhana dan kompleks).

Kolesterol
Sterol utama dalam tubuh manusia yaitu kolesterol. Sterol merupakan
kelompok steroid yang mengandung gugus hidroksil pada C3 dan rantai alifatik
tersusun dari paling sedikit delapan atom karbon tertempel pada C17 (Montgomery et
al., 1993). Kolesterol merupakan komponen struktural membran sel dan lipoprotein
plasma, dan juga merupakan molekul prekursor sintesis hormon steroid, vitamin D,
dan garam empedu (Menys dan Durrington, 2007). Poedjiadi (1994) menjelaskan
bahwa kolesterol adalah salah satu sterol yang penting dan terdapat banyak di alam.
Kolesterol terdapat pada hampir semua sel hewan dan semua manusia. Montgomery
et al. (1993) menjelaskan bahwa sebagian kolesterol yang terkandung dalam pangan
hewani terdapat dalam bentuk ester kolesterol. Kolesterol pada tubuh manusia

8
terdapat dalam darah, empedu, kelenjar adrenal bagian luar (korteks adrenal) dan
jaringan syaraf. Struktur kimia kolesterol ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Kimia Kolesterol


Sumber: Mayes, 1996

Absorpsi, Sintesis, dan Ekskresi Kolesterol. Montgomery et al. (1993)


menjelaskan bahwa manusia dengan mudah mengabsorpsi kolesterol yang terdapat
dalam diet. Kolesterol pada manusia dapat mengalami sejumlah reaksi metabolik.
Kolesterol dapat diesterkan, dan ester kolesterol yang dihasilkan dapat dihidrolisis.
Tiap kolesterol yang diesterkan dihidrolisis di dalam rongga usus oleh enzim yang
diekskresi getah pankreas, . Hidrolisis ester kolesterol oleh kolesterol esterase terjadi
di dalam misel. Kolesterol diabsorpsi dengan difusi dari misel ke dalam sel mukosa.
Absorpsi kolesterol kebanyakan dalam jejunum. Pengangkutan kolesterol terutama
dalam bentuk ester kolesterol. Ester kolesterol yang disintesis dalam sel-sel mukosa
bersama dengan beberapa kolesterol yang tidak diesterkan digabungkan ke dalam
partikel-partikel lipida-protein besar yang disebut kilomikron, yang dilepaskan ke
dalam limfe. Kilomikron mengangkut baik kolesterol maupun lipida diet lainnya ke
dalam plasma dari limfe lewat ductus thorachic. Kolesterol kemudian disimpan
dalam jaringan, kebanyakan dalam hati (Montgomery et al., 1993).
Kolesterol diekskresi dalam feses. Kolesterol dilepas dari hati ke usus dalam
empedu, dan ditambah yang berasal dari sel mukosa yang mengelupas. Beberapa
kolesterol dalam diet diekskresi tanpa diabsorpsi. Sebelum diekskresi dalam feses,
kolesterol dalam usus dipengaruhi oleh enzim-enzim bakteri usus dan diubah
menjadi sterol netral (Montgomery et al., 1993).

Pengaturan Sintesis Kolesterol. Sintesis kolesterol menurut Montgomery et al.


(1993) diatur oleh asupan kolesterol dalam diet, asupan kalori, hormon-hormon
tertentu, dan asam-asam empedu. Kolesterol dalam diet sendiri tidak menghambat
sintesis kolesterol usus, namun ia memiliki pengaruh hambatan umpan balik yang

9
kuat terhadap sintesis kolesterol dalam hati. Diketahui ada 3 hambatan umpan balik
terhadap sintesis kolesterol, yaitu : (a) berlangsung dalam hati, hal ini terutama lewat
sisa kilomikron; (b) berlangsung dalam kelenjar endokrin yang mensintesis
kolesterol, seperti ovarium dan korteks adrenal, yang diperantarai oleh HDL; dan (c)
berlangsung dalam jaringan-jaringan selain hati dan kelenjar endokrin, yang
diperantarai oleh LDL.

Peranan Asam Empedu pada Ekskresi Kolesterol. Montgomery et al. (1993)


menjelaskan bahwa hasil-hasil utama metabolik kolesterol sebagian besar berupa
asam-asam empedu. Ditinjau dari segi kuantitatif, produksi asam empedu
merupakan jalur katabolik kolesterol paling penting. Perubahan sinambung kolesterol
menjadi asam empedu dalam hati mencegah tubuh terlalu dibebani dengan
kolesterol. Pengumpulan kolesterol yang berlebih akan merugikan, karena kolesterol
tidak dapat dirusak oleh oksidasi menjadi CO2 dan air. Hal ini disebabkan karena
jaringan mamalia tidak memiliki enzim yang mampu mengkatabolis inti steroid.
Mekanisme pengaturan kolesterol yang tidak berfungsi ini menyebabkan penyakit
patologis yaitu atherosklerosis, yang melibatkan pengumpulan kolesterol pada
dinding arteri.

Lipoprotein Plasma
Medium sistem sirkulasi berupa larutan berair, sehingga lipida sulit untuk
larut. Hal ini melatarbelakangi terbentuknya suatu gugus makromolekul transpor
lipida, yaitu protein plasma. Kompleks ini memiliki struktur misel, dengan lipida
nonpolar terkandung dalam pusat hidrofobik yang dikelilingi oleh lipida amfipatik
dan protein. Protein hidrofilik dan komponen lipida bertugas mengangkut lipida
nonpolar melaui lingkungan berair. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai perahu yang
menyeberangkan penumpang yang tidak dapat berenang (Montgomery et al., 1993).

Struktur Lipoprotein. Montgomery et al. (1993) menjelaskan bahwa trigliserida


dan ester kolesterol terletak dalam tengah pusat makromolekul. Lipida nonpolar
dikelilingi oleh mantel permukaan berupa fosfolipida, kolesterol tak teresterkan
(bebas) dan satu atau lebih jenis apolipoprotein yang sering disebut sebagai
apoprotein, yang ketiganya bersifat amfipatik. Gugus-gugus nonpolar (rantai asil
lemak dari fosfolipida, struktur cincin kolesterol, dan rantai aminoasil hidrofobik dari

10
apoprotein) berinteraksi dengan trigliserida dan kolesterol yang ada dalam tengah
pusat. Sebaliknya, gugus-gugus polar mantel lipida permukaan dan apoprotein
berinteraksi dengan air dan penyusun-penyusun ionik plasma, dengan demikian akan
melarutkan kompleks makromolekul dalam lingkungan berair.

Kelas-Kelas Lipoprotein Plasma Beserta Sifat dan Fungsinya. Terdapat 5 kelas


utama menurut Montgomery et al. (1993) yaitu,
a. Kilomikron, disintesis dalam mukosa usus, terutama mengandung trigliserida,
dan kurang lebih 98% dari berat keringnya berupa lipida. Kilomikron berfungsi
utama dalam pengangkutan lemak diet ke dalam tubuh. Selain itu, mengangkut
pula kolesterol yang sebelumnya diubah menjadi ester kolesterol sebelum
bergabung dengan kilomikron.
b. Lipoprotein berkepadatan sangat rendah (very low density lipoprotein/VLDL),
mengandung sekitar 90% lipida (50-65% adalah trigliserida). VLDL disintesis
dalam hati dan bertugas mengangkut trigliserida dari hati ke jaringan lain,
terutama jaringan adiposit.
c. Lipoprotein berkepadatan rendah (low density lipoprotein/LDL), terdapat sekitar
75% kolesterol di dalamnya dalam bentuk ester kolesterol. LDL terbentuk dalam
plasma selama katabolisme VLDL. Asupan kolesterol yang berlebih memiliki
kemungkinan bahwa LDL disekresi langsung oleh hati. Konsentrasi LDL yang
tinggi berkontribusi besar dalam menimbulkan gejala atherosklerosis.
d. Lipoprotein berkepadatan sedang (intermediate density lipoprotein/IDL),
terbentuk dalam plasma selama terjadi perubahan VLDL menjadi LDL. Memiliki
2 fungsi utama yaitu mengeluarkan kelebihan asam lemak dari hati dan
mengambil ester kolesterol yang telah terbentuk dalam plasma.
e. Lipoprotein berkepadatan tinggi (high density lipoprotein/HDL), disintesis dalam
hati dan usus, namun sintesis terjadi melalui rute tak langsung. HDL bekerja
sebagai katalis, mempermudah katabolisme VLDL dan kilomikron. HDL
berfungsi menyediakan kolesterol bagi produksi asam empedu, selain itu pula
menyediakan pula kolesterol bagi jaringan pembuat hormon steroid (korteks
adrenal).

Peranan HDL dan LDL Terhadap Kolesterol Darah. Lipoprotein jenis LDL dan
HDL memiliki fungsi yang berlawanan (Montgomery et al., 1993). Peranan LDL

11
bersifat efek atherogenik dan disebut juga dengan kolesterol jahat karena mudah
melekat pada pembuluh darah dan menyebabkan penumpukan lemak yang lambat
laun mengeras (membentuk flak) dan menyumbat pembuluh darah yang disebut
dengan atherosklerosis (penyempitan dan pengerasan pembuluh darah arteri). Proses
atherosklerosis yang terjadi di pembuluh darah jantung dapat memicu terjadinya
penyakit jantung koroner. Penyumbatan pembuluh darah pada otak dapat
menyebabkan terjadinya gejala stroke. Dorfman et al. (2004) menyebutkan bahwa
peningkatan konsentrasi plasma HDL dapat melindungi dinding arteri terhadap
pengembangan flak atherosklerotik, yang difasilitasi oleh mekanisme balik transpor
kolesterol, dalam mengeluarkan kolesterol pada jaringan periferal menuju hati.
Fungsi HDL inilah yang mengasumsikan bahwa HDL disebut juga dengan kolesterol
baik karena memiliki efek antiatherogenik yaitu mengangkut kolesterol bebas dari
pembuluh darah dan jaringan lain menuju hati, kemudian organ hati
mengekskresikannya melalui empedu.
Gambar 2 di bawah ini menunjukkan gambar potongan melintang dari arteri
serta pembentukan flak di dalamnya. Gambar tersebut menjelaskan aliran darah
normal serta aliran darah yang terhambat akibat pembentukan flak pada arteri.

Gambar 2. Pembentukan Flak pada Arteri


Sumber : National Heart Lung and Blood Institute, 2006

12
Tahapan terjadinya atherosklerosis ditunjukkan oleh Gambar 3 di bawah ini.
Inisiasi terjadinya atherosklerosis diawali dengan mulai terjadinya deposisi lemak
pada daerah endothelium arteri hingga akhirnya pecah.

Gambar 3. Tahapan Pembentukan Atherosklerosis


Sumber : Packard dan Libby, 2008

Transpor Lipida
Lipida dalam darah diangkut dalam tiga bentuk yaitu kilomikron, partikel
lipoprotein yang sangat kecil, dan bentuk asam lemak yang terikat dalam albumin
(Poedjiadi, 1994). Smaolin dan Grosvenor (1997) menerangkan bahwa lipida dalam
darah diangkut dengan dua cara yaitu jalur eksogen dan jalur endogen.

Jalur Eksogen. Smaolin dan Grosvenor (1997) menjelaskan bahwa trigliserida dan
kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus dikemas dalam bentuk partikel
besar lipoprotein, yang disebut kilomikron. Trigliserida dalam kilomikron dibawa ke
dalam aliran darah dan mengalami penguraian oleh enzim lipoprotein lipase,
sehingga terbentuk asam lemak bebas dan kilomikron remnant. Asam lemak bebas
akan menembus jaringan lemak atau sel otot untuk diubah menjadi trigliserida
kembali sebagai cadangan energi. Kilomikron remnant akan dimetabolisme dalam
hati sehingga menghasilkan kolesterol bebas. Sebagian kolesterol yang mencapai
organ hati diubah menjadi asam empedu, yang akan dikeluarkan ke dalam usus,
berfungsi seperti deterjen dan membantu proses penyerapan lemak dari makanan.
Sebagian lagi dari kolesterol dikeluarkan melalui saluran empedu tanpa
dimetabolisme menjadi asam empedu kemudian organ hati akan mendistribusikan
kolesterol ke jaringan tubuh lainnya melalui jalur endogen.

Jalur Endogen. Pembentukan trigliserida dalam hati menurut Smaolin dan


Grosvenor (1997) akan meningkat apabila makanan sehari-hari mengandung
karbohidrat yang berlebihan. Hati mengubah karbohidrat menjadi asam lemak,
kemudian membentuk trigliserida. Trigliserida dibawa melalui aliran darah dalam

13
bentuk VLDL (very low density lipoprotein), yang kemudian akan dimetabolisme
oleh enzim lipoprotein lipase menjadi IDL (intermediate density lipoprotein).
Melalui serangkaian proses, IDL akan berubah menjadi LDL (low density
lipoprotein) yang kaya akan kolesterol. Kira-kira ¾ dari kolesterol total dalam
plasma normal manusia mengandung partikel LDL, yang bertugas menghantarkan
kolesterol dari hati ke jaringan tubuh. Kolesterol yang tidak diperlukan pada jaringan
akan dilepaskan ke dalam darah, dan berikatan dengan HDL (high density
lipoprotein) untuk dibawa kembali ke hati. Organ hati kemudian akan mensintesis
kolesterol tersebut dan mensekresikannya dalam bentuk asam empedu, kemudian
diekskresikan melalui feses.

Indeks Atherogenik
Nilai indeks atherogenik merupakan indikator untuk mengetahui resiko
atherosklerosis yang menjadi penyebab penyakit jantung dan pembuluh darah. Nilai
indeks atherogenik ini sangat tergantung dengan kadar HDL. Kadar HDL yang
semakin tinggi menyebabkan indeks atherogenik semakin rendah sehingga resiko
terjadinya atherosklerosis juga semakin kecil. Nilai indeks atherogenik ideal untuk
laki-laki adalah di bawah 4,5 dan untuk wanita di bawah 4,0 (Sihombing, 2003).
Hara et al. (2002) menyatakan bahwa nilai indeks atherogenik di atas angka 3 pada
anak-anak beresiko terhadap penyakit kardiovaskuler.

Tikus Percobaan
Malole dan Pramono (1989) menjelaskan sifat-sifat yang dimiliki tikus atau
rat (Rattus norvegicus) antara lain mudah dipelihara dan relatif sehat, sehingga
memenuhi kriteria sebagai hewan percobaan di dalam suatu penelitian. Tikus yang
digunakan secara luas di dalam penelitian laboratorium menurut Malole dan
Pramono (1989) adalah tikus putih yang berasal dari Asia Tengah.

Galur Tikus
Terdapat beberapa galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan
tertentu antara lain galur Sprague-Dawley dengan ciri-ciri berwarna albino putih,
berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya; Wistar dengan ciri-
ciri kepala besar dan ekor yang lebih pendek; Long-evans bercirikan ukuran lebih

14
kecil daripada tikus putih serta memiliki warna hitam pada kepala dan tubuh bagian
depan; serta galur inbred (Malole dan Pramono,1989).

Penggunaan Tikus Percobaan Dalam Penelitian


Tikus merupakan salah satu alasan penggunaan hewan-hewan ini dalam
penelitian berbasis percobaan nutrisi (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Penelitian
menggunakan tikus percobaan akan bermanfaat jika digunakan dalam demonstrasi
fisiologi dan farmakologi. Anatomi dan fisiologis tikus mendukung suatu penelitian
percobaan nutrisi dengan penggunaan metode ad libitum (Muchtadi, 1989). Ada dua
sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain, yaitu bahwa tikus tidak
dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus yang
bermuara ke dalam lambung, serta tidak memiliki kantung empedu (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988). Pernyataan yang hampir sama dikemukakan Muchtadi et
al., (1993) bahwa karakteristik tikus yaitu : (1) tidak memiliki kantung empedu (gall
blader), (2) tidak dapat memuntahkan kembali isi perutnya, (3) tidak pernah berhenti
tumbuh, namun kecepatannya akan menurun setelah berumur 100 hari.
Penelitian menggunakan tikus percobaan harus memenuhi aspek kenyamanan
hewan percobaan selama masa penelitian, hal tersebut dilakukan untuk
meminimalkan bias lingkungan penelitian terhadap hewan percobaan. Kandang tikus
harus berlokasi pada tempat yang bebas dari suara ribut dan terjaga dari asap industri
atau polutan lainnya. Kandang harus cukup kuat, tidak mudah rusak, terbuat dari
bahan yang mudah dibongkar, mudah dibersihkan dan mudah dipasang kembali.
Kandang harus tahan gigitan, hewan tidak mudah lepas, tetapi hewan harus tampak
jelas dari luar. Alas kandang selalu kering dan tidak berbau untuk mencegah
gangguan respirasi, serta alat-alat dalam kandang dibersihkan 1-2 kali/minggu. Suhu
kandang yang ideal berkisar antara 18-27 °C dan kelembaban berkisar antara 40-
70%. Cahaya harus diusahakan agar terdapat keadaan 12 jam terang dan 12 jam
gelap (Malole dan Pramono, 1989).
Tikus tergolong hewan yang makan pada malam hari (nocturnal) dan tidur
pada siang hari. Kualitas makanan tikus merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kemampuan tikus mencapai potensi genetik untuk tumbuh, berbiak
serta aktifitas hidup sehari-hari. Makanan tikus tidak berbeda seperti hewan
percobaan lainnya yang membutuhkan protein, lemak, energi serta mineral. Tikus

15
mengkonsumsi makanan dalam sehari tiap ekor berkisar 12-20 g dan konsumsi
minum 20-45 ml air (Muchtadi, 1989).
Sebelum penelitian dilakukan, beberapa sifat yang dimiliki oleh tikus
percobaan perlu diketahui. Sifat tersebut salah satunya adalah nilai fisiologis dari
tikus percobaan tersebut. Tabel 4 di bawah ini menyajikan beberapa nilai biologis
dan fisiologis tikus percobaan yang menunjang kebutuhan penelitian.

Tabel 4. Nilai Biologis dan Fisiologis Tikus

Kriteria Nilai

Temperatur tubuh ( oC) 35,9 – 37,5


Konsumsi makanan (g/100 g bobot badan/hari) 10
Konsumsi air minum (ml/100 g bobot badan/hari) 10 – 12
Jumlah pernafasan (/menit) 70 – 115
Detak jantung (/menit) 250 – 450
Trigliserida (mg/dl) 26 – 145
Kolesterol (mg/dl) 40 – 130
Sumber : Malole dan Pramono, 1989

Malole dan Pramono (1989) melaporkan bahwa konsentrasi TPC normal pada
tikus adalah 40-130 mg/dl dan trigliserida darah normal 26-145 mg/dl. Jika
dianalogikan dengan manusia, apabila konsentrasi total darah tikus meningkat ~ 20%
maka dapat dikatakan bahwa tikus tersebut mengalami hiperkolesterolemia.
Peningkatan kolesterol plasma juga dipengaruhi oleh jenis lemak yang ada dalam
diet. Hal ini dapat dihubungkan dengan berbagai studi mengenai diet yang
berhubungan dengan kolesterolemia yang telah dikemukakan bahwa, lemak jenuh
akan meningkatkan kolesterol sedangkan lemak tidak jenuh akan menurunkannya
(Purnamaningsih, 2001).

Pengambilan Sampel Darah Tikus


Penelitian yang menggunakan analisis sampel komponen darah perlu
mengetahui teknik pengambilan darah dari hewan percobaan. Teknik pengambilan
sampel darah menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) dan Sirois (2005) dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : memotong ujung ekor (cara ini tidak
baik untuk pengambilan darah berulang), dari vena lateralis ekor (cara ini lebih

16
mudah dilakukan pada tikus daripada mencit), cara memperoleh darah dari sinus
orbitalis (jarang dipakai dan perlu anestesi), cara pengambilan dari jantung tikus
(cardiocentesis), cara dekapitasi, dan cara pengambilan darah dari vena saphena atau
vena jugularis tidak lazim dipakai.

Respon Fisiologis
Cunningham (1997) menjelaskan respon fisiologis merupakan perpaduan
setiap fungsi dari semua sel dan organ tubuh dalam kesatuan fungsional. Pengaturan
yang terjadi dapat melalui perubahan irama denyut jantung, laju pernapasan maupun
suhu tubuh. Parameter fisiologis yang meliputi denyut jantung, laju pernafasan dan
suhu tubuh, merupakan nilai yang mendukung terciptanya sistem homeostasis.
Sistem homeostasis merupakan suatu sistem pengendalian diri sehingga tercapai
keseimbangan di dalam tubuh (Guyton dan Hall, 1997). Parameter tersebut dapat
dijadikan suatu ukuran dalam mempelajari gejala penyakit jantung dan pembuluh
darah yang timbul akibat mengkonsumsi bahan pangan.

17
METODE

Lokasi dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan sebagai tempat
pemeliharaan hewan percobaan; Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi Institut Pertanian Bogor untuk analisis proksimat; dan Laboratorium
Klinik Prodia Bogor untuk analisis profil lemak dan kolesterol darah hewan
percobaan. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, yaitu pada bulan Nopember 2007
hingga Januari 2008.

Materi
Produk Olahan Daging
Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan gulai daging sapi adalah
daging sapi tanpa lemak (lean meat) yang berasal dari sapi Brahman-Cross berumur
3 tahun. Daging yang digunakan terdiri atas daging paha belakang bagian knuckle
yang telah dihilangkan (trimming) lemak ekstramuskuler-nya, sebanyak 3 kg.
Digunakan pula bahan tambahan lain yang diperlukan dalam pembuatan gulai
diantaranya yaitu air, bumbu gulai instan (non santan) merk Bamboe dan santan
kelapa instan Sun Kara. Alat yang digunakan dalam pembuatan produk olahan
daging yaitu diantaranya timbangan digital dan peralatan memasak.

Percobaan in vivo dan Analisis Darah


Hewan yang digunakan dalam percobaan in vivo adalah tikus putih jantan
albino Norway Rats (Rattus norvegicus) galur Wistar yang diperoleh dari SEAMEO
Universitas Indonesia Salemba sebanyak 14 ekor. Tikus yang digunakan berumur 5
minggu dengan bobot badan antara 40-50 gram. Tikus tersebut dibagi ke dalam dua
grup, yaitu grup ransum kasein dan grup ransum gulai daging sapi lean. Masing-
masing grup terdiri dari 7 ekor tikus. Alat yang digunakan dalam pemeliharaan
adalah kandang individu sebanyak 14 buah terbuat dari plastik dengan tutup berupa
kawat kasa, tempat pakan dari plastik dan tempat minum dari botol gelas. Alat lain
yang digunakan selama pemeliharaan adalah termometer digital yang digunakan
untuk mengukur suhu tubuh tikus, timbangan digital untuk mengukur bobot badan
tikus, stop watch, serta alat pendukung lingkungan pemeliharaan seperti RH meter
digital dan alat penghisap kelembaban ruangan merk Daisap Swallow. Alat dan
bahan untuk pengambilan sampel darah antara lain syringe 2,5 ml, vacuum tainer
10 ml yang mengandung antikoagulan Lithium Heparin, toples kaca, termos es, dan
bahan anestesi. Analisis darah menggunakan Alat yang digunakan untuk analisis
darah yaitu automated clinical analyzer TRX-7010 Version 1.70.

Rancangan Percobaan
Jenis rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dua
jenis, rancangan pertama yaitu rancangan acak lengkap (RAL) untuk peubah analisis
darah, dan rancangan kedua yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dengan penarikan
anak contoh (subsampling) untuk peubah respon fisiologis. Peubah yang diamati dari
rancangan pertama yaitu analisis darah, meliputi kadar kolesterol total, kolesterol
LDL, kolesterol HDL, trigliserida darah, dan indeks atherogenik. Perlakuan yang
diberikan yaitu pemberian ransum dengan sumber protein yang berbeda, antara
kasein (kontrol) dan gulai daging sapi lean. Ulangan yang digunakan yaitu tikus
percobaan sebanyak 7 ekor. Model matematika dari rancangan pertama adalah
sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991) :

Yij = µ + i + εij

Keterangan :
Yij = Perubahan respon ulangan ke-j karena pengaruh ransum perlakuan ke-i
µ = Rataan umum
i = Pengaruh taraf perlakuan ransum ke-i
εij = Galat percobaan perlakuan ransum ke-i dan ulangan ke-j

Rancangan kedua yaitu menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan


penarikan anak contoh (subsampling), untuk menganalisis peubah respon fisiologis.
Peubah yang diamati dari pengukuran respon fisiologis meliputi detak jantung, laju
pernafasan, dan suhu tubuh tikus percobaan. Perlakuan yang diberikan yaitu
pemberian ransum dengan sumber protein yang berbeda, antara kasein (kontrol) dan
gulai daging sapi lean. Sampel yang digunakan yaitu tikus percobaan sebanyak 7
ekor. Pengulangan dilakukan sebanyak 8 kali berupa pengamatan respon fisiologis.
Model matematika untuk rancangan kedua sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991) :

19
Yijk = µ + i + εij + δijk
Keterangan :

Yijk = Perubahan ulangan respon fisiologis ke-k dalam sampel tikus ke-j yang
memperoleh perlakuan ransum ke-i
µ = Rataan umum
i = Pengaruh perlakuan ransum ke-i
εij = Pengaruh galat pada sampel tikus ke-j yang memperoleh perlakuan ransum
ke-i
δijk = Pengaruh galat dari ulangan respon fisiologis ke-k dalam sampel tikus ke-j
yang memperoleh perlakuan ransum ke-i

Analisis Data
Rancangan percobaan pertama yaitu RAL, data dianalisis menggunakan
ANOVA (Steel dan Torrie, 1991), yang diolah dalam program komputer Minitab 14.
Data diolah menggunakan analisis non parametrik (Uji Kruskal-Wallis), apabila data
tersebut tidak memenuhi uji asumsi untuk analisis ragam.
Rancangan percobaan kedua yaitu RAL dengan penarikan anak contoh
(subsampling), data dianalisis menggunakan ANOVA (Steel dan Torrie, 1991), yang
diolah dalam program komputer Microsoft Excel.

Peubah yang Diukur


Terdapat beberapa peubah yang diukur dalam penelitian ini, dan terbagi ke
dalam tiga bagian yaitu : (1) analisis kimia produk olahan daging, yang terdiri dari
kadar air, protein, lemak, abu, dan kolesterol; (2) analisis profil lemak dan kolesterol
darah, yang terdiri dari kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol HDL, kolesterol
LDL, dan indeks atherogenik; serta (3) respon fisiologis, yang terdiri dari denyut
jantung, laju pernafasan, dan suhu tubuh.

Kadar Air. Penentuan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven
(AOAC, 1984). Sebanyak 5 gram sampel gulai daging sapi lean ditimbang dalam
cawan logam yang berat keringnya telah diketahui sebelumnya. Cawan beserta isinya
dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 ºC selama 12 jam. Sampel kemudian
didinginkan hingga beratnya konstan. Kadar air dihitung melalui persamaan :

20
Berat cawan a (g) – Berat cawan b (g)
Kadar air % = X 100%
Berat cawan a (g)
Keterangan : (1) berat cawan a = berat cawan + sampel awal
(2) berat cawan b = berat cawan + sampel yang telah dikeringkan

Kadar Protein. Kadar protein diukur dengan menggunakan metode Kjehdahl


(AOAC, 1984). Sampel gulai daging sapi lean sebanyak 0,3 g (X) dimasukkan ke
dalam labu Kjehdahl, kemudian ditambahkan katalis dan H2SO4 pekat 25 ml.
Campuran dipanaskan di atas bunsen, kemudian didekstruksi hingga jernih dan
berwarna hijau kekuningan. Labu dekstruksi didinginkan dan larutan dimasukkan
dalam labu penyulingan serta diencerkan dengan 300 ml air yang bebas N, kemudian
ditambah batu didih dan NaOH 33%. Labu penyuling dipasang dengan sangat cepat
pada alat penyuling hingga 2/3 cairan dalam labu penyuling menguap dan ditangkap
oleh larutan H2SO4 berindikator dalam labu Erlenmeyer. Kelebihan H2SO4 dalam
labu Erlenmeyer dititar dengan NaOH 0,3 N (Z ml) sampai terjadi perubahan warna
menjadi biru kehijauan lalu dibandingkan dengan titar blanko (Y ml). Kadar protein
dihitung melalui persamaan :

(Y-Z) x 0,014 x titar NaOH x 6,25


Kadar protein kasar = x 100%
X

Kadar Lemak. Kadar lemak ditentukan dengan metode Soxhlet (AOAC, 1984).
Labu yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam
indikator dan ditimbang beratnya. Sebanyak 5 gram gulai daging sapi lean dibungkus
dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat
kondenser diletakkan di bawahnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu
lemak secukupnya. Pelarut lemak didestilasi dan ditampung kembali. Abu lemak
yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 ºC hingga beratnya
konstan, dan didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang. Kadar
lemak dapat dihitung melalui persamaan :

Berat lemak (g)


Kadar lemak (% BB) = x 100%
Berat sampel (g)

21
Kadar Abu. Sampel gulai daging sapi sebanyak 5 gram ditempatkan dalam cawan
porselin yang telah diketahui beratnya, kemudian diangkat dan dipijarkan pada suhu
600 ºC hingga beratnya konstan. Kadar abu dihitung melalui persamaan :

Berat abu (g)


Kadar abu (% BB) = x 100%
Berat sampel (g)

Kadar Kolesterol. Analisis kadar kolesterol gulai daging sapi lean menggunakan
metode Lieberman-Buchards (Herpandi, 2005). Sebanyak 0,1 gr sampel gulai daging
sapi dimasukkan dalam tabung sentrifuse dan ditambahkan 8 ml alkohol : heksan
(8:1) lalu aduk sampai homogen. Pengaduk dibilas dengan 2 ml larutan alkohol :
heksan (2:1) kemudian disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
Supernatan dituangkan kedalam gelas piala untuk diuapkan di penangas air. Residu
yang tersisa diuapkan dengan kloroform sedikit demi sedikit sambil dituangkan
dalam tabung berskala hingga volume 5 ml, kemudian ditambahkan 2 ml acetic
anhidrid, 0,2 ml H2S04 pekat, lalu di kocok dengan alat vorteks dan dibiarkan
ditempat gelap selama 25 menit, kemudian dibaca absorbansinya pada λ 550 nm.
Kadar kolesterol dihitung melalui persamaan :

Absorbansi contoh
x konsentrasi standar
Absorbansi standar
Kadar kolesterol =
Berat sampel

Kadar Kolesterol Total. Metode pengukuran dilakukan dengan kolesterol oksidase


– fenol amino fenazon (KOD – FAF), sesuai metode Trinder (Rodriguez et al.,
2000). Prinsip pengujian meliputi reaksi:
kolesterol esterase
ester kolesterol + H2O kolesterol + RCHOOH
kolesterol oksidase
kolesterol + O2 kolesterol + H2O2
peroksidase
2H2O2 + fenol + 4-aminofenazon 4 - (benzoquinon-mono-imino)
fenazon + 4 H2O

Sebanyak 10 µl sampel plasma darah dimasukkan ke dalam tabung dan


ditambahkan 1 ml larutan reagen. Reagen yang digunakan berasal dari cholesterol
assay kit, DiaLINE diagnostic systems. Larutan buffer pH 6,7, kloro-4-fenol 5

22
mmol/l, dan beberapa enzim yang terdiri atas kolesterol oksdase 50 U/l, peroksidase
3 kU/l, kolesterol esterase 200 U/l, dan 4-aminofenazon 0,3 mmol/l. Sebagai blanko
juga digunakan 1,00 ml larutan reagen. Larutan campuran lalu divorteks, dan
diinkubasi selama 20 menit (20-25 ºC) atau 10 menit (37 ºC). Absorbansi larutan
dibaca pada λ 546 nm. Perhitungan dilakukan melalui persamaan dibawah ini :

Konsentrasi (mg/dl) = 900 × Δ A sampel

Kadar Trigliserida. Metode pengukuran dilakukan dengan uji warna enzimatik


gliserol fosfat oksidase - fenol amino fenazon (GFO – FAF) sesuai metode Trinder
(Rodriguez et al., 2000). Prinsip pengujian meliputi reaksi :
lipase
trigliserida + H2O gliserol + RCHOOH
GK
gliserol + ATP gliserol-3-fosfat + ADP
GFO
gliserol-3-fosfat + O2 dihidroksiaseton-fosfat + H2O2
peroksidase
2H2O2 + 4-aminofenazon + 4-klor-fenol kinonim (pink) + 4H2O

Sebanyak 10 µl sampel plasma dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan


ditambahkan dengan 1,00 ml larutan reagen, lalu divorteks. Reagen yang digunakan
berasal dari triglycerides assay kit, DiaLINE diagnostic system. Reagen tersebut
terdiri dari larutan gliserol fosfat oksidase (GFO), buffer pH 7.2, 4-klorofenol 4
mmol/l, enzim gliserol kinase (GK) 9,5 kU/l, peroksidase 2 kU/l, lipoprotein lipase 2
kU/l, dan 4-aminofenazon 0,5 mmol/l. Sebagai blanko digunakan 1,00 ml reagen.
Larutan diinkubasi selama 20 menit (20-25 ºC) atau 10 menit (37 ºC). Absorbansi
larutan dibaca pada λ 546 nm. Perhitungan dilakukan melalui persamaan berikut ini :

Konsentrasi (mg/dl) = 1150 × Δ A sampel

Kadar Kolesterol HDL. Metode pengukuran kolesterol HDL (k-HDL) dilakukan


menggunakan HDL test kit (Daiichi Pure Chemicals Co., Ltd). Prinsip pengujian
meliputi reaksi:
kolesterol esterase
Kolesterol HDL kolestenon + H2O2
kolesterol oksidase
peroksidase
H2O2 + 4-aminoantipirin komponen merah-keunguan + DSBmT

23
Sebanyak 3,0 µl sampel plasma dimasukkan kedalam tabung dan
ditambahkan 300 µl larutan reagen lalu divorteks. Reagen tersebut terdiri atas
DSBmT (N,N - bis(4-sulfobutil) – m - garam toluidin disodium) 0,5 mmol/l,
kolesterol oksidase 1,0 IU/l, dan 4-aminoantipirin 1,0 mmol/l. Sebagian blanko
digunakan 1,00 ml reagen. Larutan diinkubasi selama 5 menit (37 ºC). Absorbansi
larutan dibaca pada λ 600 nm.

Kadar Kolesterol LDL. Pengukuran kadar kolesterol LDL (k-LDL) menurut


Matsubara et al. (2002) dapat dihitung secara langsung menggunakan persamaan
Friedewald :
trigliserida (mg/dl)
k-LDL (mg/dl) = kolesterol total (mg/dl) – k-HDL (mg/dl) –
5

Indeks Atherogenik. Penghitungan indeks atherogenik (IA) menurut Matsubara et


al. (2002) dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan :

IA = (Kolesterol Total – Kolesterol HDL) / Kolesterol HDL

Denyut Jantung. Pengukuran denyut jantung tikus percobaan dilakukan dengan


cara perabaan atau penempelan jari tangan pada dada sebelah kiri. Pengukuran
dilakukan selama 15 detik dengan bantuan alat stop watch.

Laju Pernafasan. Pengukuran laju pernafasan tikus percobaan dilakukan dengan


cara perabaan atau penempelan jari tangan pada bagian diafragma. Pengukuran
dilakukan selama 15 detik dengan bantuan alat stop watch.

Suhu Tubuh. Pengukuran suhu tubuh tikus percobaan dilakukan dengan


menggunakan termometer digital. Bagian ujung termometer yang kontak langsung
dengan sumber suhu, terlebih dahulu dilakukan desinfeksi menggunakan etanol
kemudian dikalibrasi. Suhu tubuh diukur dengan cara memposisikan termometer
pada bagian rektum tikus. Layar indikator suhu yang terdapat pada termometer akan
berhenti apabila pengukuran berakhir (30-60 detik), dan ditandai dengan bunyi
peringatan selama sekitar 10 detik.

Prosedur
Penelitian ini dilakukan dalam lima tahap. Tahap pertama yaitu pengolahan
daging sapi menjadi gulai daging sapi lean. Tahap kedua dilanjutkan dengan

24
menganalisis komposisi kimia gulai daging sapi melalui metode analisis proksimat
serta analisis kadar kolesterol olahan gulai daging sapi. Tahap ketiga meliputi
penyusunan dan pembuatan ransum berdasarkan data analisis proksimat kasein serta
gulai daging sapi lean sebagai sumber protein. Tahap keempat yaitu percobaan in
vivo ransum perlakuan tikus percobaan serta pengukuran respon fisiologis selama
masa perlakuan. Tahap kelima yaitu dilakukan pengambilan sampel darah yang
dilanjutkan dengan analisis kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL,
trigliserida darah, dan indeks atherogenik. Tahapan penelitian tersebut dapat
ditunjukan oleh Gambar 4 di bawah ini.

Pembuatan produk olahan daging (gulai daging sapi lean)

Analisis komponen kimia secara proksimat dan


analisis kadar kolesterol gulai daging sapi lean

Penyusunan dan pembuatan ransum perlakuan

Percobaan in vivo ransum perlakuan dan


pengukuran respon fisiologis

Pengambilan sampel darah serta analisis profil


lemak dan kolesterol darah
Gambar 4. Tahapan Penelitian

Pembuatan Gulai Daging Sapi Lean


Gulai daging sapi lean dibuat menggunakan daging sapi yang telah
dihilangkan (trimming) lemak ekstramuskuler-nya. Proses pembuatannya yaitu
daging sapi sebanyak 1 kg dipotong-potong, dimasukkan ke dalam panci berisi 1,5
liter air, kemudian direbus di atas kompor berapi sedang hingga volume air menjadi
2/3 bagian. Seluruh bumbu gulai instan (untuk kapasitas 1 kg daging) dimasukkan
bersama 65 ml santan instan yang diencerkan dengan 85 ml air. Setelah mendidih 65
ml santan instan (tidak diencerkan) dimasukkan ke dalamnya dan dimasak hingga
matang sambil diaduk, hingga volume air menjadi 1/8 volume awal. Tahapan proses
pembuatan gulai daging sapi lean disajikan pada Gambar 5 di bawah ini.

25
Daging sapi yang dihilangkan lemaknya (trimming)

dipotong-potong sebanyak 1 kg

direbus dalam panci berisi 1,5 liter air

Bumbu gulai
instan dan 65 ml
volume air rebusan menjadi 2/3 bagian santan instan
yang diencerkan
dengan 85 ml air

Santan instan (65 ml) mendidih

gulai daging sapi lean


(volume air menjadi 1/8 bagian)

Gambar 5. Tahapan Proses Pembuatan Gulai Daging Sapi Lean

Penyusunan dan Pembuatan Ransum Perlakuan


Tahap ini dilakukan setelah komponen kimia gulai daging sapi hasil analisis
proksimat diketahui. Penyusunan komposisi ransum kasein maupun ransum gulai
daging sapi lean, disesuaikan dengan kebutuhan NRC tikus percobaan (Lampiran 1)
dan hasil analisis proksimat kasein (Lampiran 2), serta analisis proksimat gulai
daging sapi lean (Lampiran 3). Penyusunan komposisi ransum kasein maupun gulai
daging sapi lean merunut pada komposisi bahan makanan dari Departemen
Kesehatan RI (2001), yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel di bawah ini
menyajikan hasil perhitungan komposisi serta kandungan nutrisi ransum kasein
(Tabel 5) dan ransum gulai daging sapi lean (Tabel 6).

26
Tabel 5. Komposisi dan Kandungan Nutrisi Ransum Kasein (Kontrol)

Bahan Makanan Bahan Kering (% ) Protein (%) Lemak (%) Gross Energy

Kasein 9 7,82 0,18 0,2744 kal


Minyak nabati 7,77 - 7,77 70,0854 kal
Mineral Mix 4,48 - - -
Selulosa 1 - - -
Pati Jagung 71,75 0,216 - 246.102,5 kal
Vitamin 1 - - -

Jumlah 100 12,39 8,04 246.172,86 kal

Tabel 6. Komposisi dan Kandungan Nutrisi Ransum Gulai Daging Sapi Lean

Bahan Makanan Bahan Kering (% ) Protein (%) Lemak (%) Gross Energy

Gulai Daging 27 11,96 7,94 55,89 kal


Sapi Lean
Minyak nabati 7,77 - 7,77 70,0854 kal
Mineral Mix 4,48 - - -
Selulosa 1 - - -
Pati Jagung 58,75 0,177 - 201.512,5 kal
Vitamin 1 - - -

Jumlah 100 12,137 15,71 201.638,48 kal

Percobaan in vivo Ransum Perlakuan dan


Pengukuran Respon Fisiologis
Sebelum tahap masa perlakuan tikus diaklimatisasi, yaitu diberi waktu untuk
beradaptasi selama 5 hari untuk membiasakan tikus pada lingkungan laboratorium
yang digunakan. Selama masa adaptasi, tikus diberi ransum kontrol (sumber protein
kasein) dan konsumsi air minum secara ad libitum. Pemberian ransum dilakukan
setiap sore hari, hal ini bertujuan agar tikus percobaan mendapatkan ransum yang
masih segar. Hal ini sejalan dengan pernyataan Muchtadi (1989) bahwa tikus
tergolong hewan yang makan pada malam hari (nokturnal) dan tidur pada siang hari,
sehingga ransum perlakuan dikonsumsi secara optimal ketika tikus percobaan aktif
untuk mengkonsumsi makanan. Bobot badan tikus ditimbang tiap dua hari sekali,
dan konsumsi ransum ditimbang setiap hari. Setelah masa adaptasi, ransum

27
perlakuan diberikan selama 20 hari. Pemberian ransum dan air minum dilakukan
dengan metode ad libitum.
Pengukuran respon fisiologis dilakukan selama masa percobaan in vivo.
Pengukuran dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 7-10 WIB. Tikus percobaan yang
akan diukur harus dikondisikan nyaman selama penanganan dan pengukuran respon
fisiologis. Gambar 6 di bawah ini menyajikan prosedur pengukuran respon fisiologis
selama percobaan in vivo, meliputi denyut jantung, laju pernafasan, dan suhu tubuh.

(a) (b) (c)


Keterangan : (a) Pengukuran Denyut Jantung
(b) Pengukuran Laju Pernafasan
(c) Pengukuran Suhu Tubuh
Gambar 6. Pengukuran Respon Fisiologis

Pengambilan Sampel Darah serta Analisis Profil


Lemak dan Kolesterol Darah
Tikus percobaan dipuasakan selama satu hari pada akhir masa perlakuan,
kemudian pengambilan sampel darah dilakukan keesokan harinya. Sebelum
pengambilan darah dilakukan, tikus dipingsankan terlebih dahulu dengan pemberian
anestesi di dalam toples kaca, kemudian pengambilan darah dilakukan dengan cara
menyedot darah langsung dari jantung tikus (cardiocentesis) menggunakan syringe
2,5 ml. Darah diambil sebanyak 2,5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung vacuum
tainer kapasitas 10 ml yang sudah mengandung antikoagulan Lithium Heparin.
Sampel darah yang telah terkumpul kemudian diletakkan dalam termos es.
Analisis kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL dan
trigliserida darah menggunakan alat automated clinical analyzer TRX-7010. Alat
tersebut menganalisis sampel secara otomatis, data analisis akan keluar dalam data
print out. Prinsip kerja alat ini yaitu dengan mencampurkan reagen dengan sampel
lalu dibaca absorbansinya. Alat ini bekerja mulai dari persiapan sampai akhir
perhitungan secara otomatis menggunakan program komputer.

28
HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ransum dan Pertumbuhan Tikus Percobaan


Hasil pengamatan terhadap bobot badan dan konsumsi ransum tikus selama
masa percobaan ditunjukkan dalam Tabel 7. Bobot badan awal antara tikus
percobaan yang diberi ransum kasein dan ransum gulai memiliki selisih yang tidak
lebih dari 10 gram. Selama masa percobaan, terjadi kenaikan bobot badan yang
berbeda diantara kedua grup tikus. Kenaikan bobot badan tikus yang diberi ransum
kasein lebih rendah (107%) dibandingkan grup tikus yang diberi ransum gulai
(164%) yang mengandung gulai daging sapi lean sebagai sumber protein. Kurva
pertumbuhan tikus selama masa percobaan disajikan pada Gambar 7.

Tabel 7. Bobot Badan dan Konsumsi Ransum Tikus

Peubah Ransum Kasein Ransum Gulai


Bobot Awal (g) 41 ± 3,6 47 ± 3,4
Bobot Akhir (g) 85 ± 10,3 a 124 ± 8,3 b
Kenaikan Bobot Badan (%) 107 164
Konsumsi BK Ransum (g/hari) 5,78 ± 1,96 a 7,86 ± 2,63 b
Konsumsi Lemak (g/hari) 0,34 ± 0,11 a 0,67 ± 0,22 b
Konsumsi Protein (g/hari) 0,72 ± 0,24 a 1,41 ± 0,47 b

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P < 0,05)

140

120
Bobot Badan (gram)

100

80 Kontrol
60 Perlakuan

40

20

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pengukuran Ke-

Gambar 7. Kurva Pertumbuhan Bobot Badan Tikus


Hasil analisis secara statistik terhadap bobot badan akhir antara dua grup
tikus adalah berbeda nyata (P < 0,05). Bobot badan akhir grup tikus dengan ransum
kasein dan ransum gulai masing-masing adalah 85 ± 10,3 dan 124 ± 8,3 gram, diduga
bahwa kisaran bobot badan tikus tersebut masih berada dalam masa pertumbuhan.
Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menerangkan bahwa umumnya bobot badan tikus
pada umur empat minggu adalah 35-40 gram, dan bobot dewasa rata-rata 200-250
gram. Umur dewasa tikus adalah 40-60 hari, sehingga umur tikus percobaan yang
dipakai pada penelitian ini hingga berakhirnya masa percobaan (± 60 hari), masih
beranjak dalam tahap menuju dewasa.
Konsumsi bahan kering (BK) ransum per hari grup ransum gulai yang
mengandung gulai daging sapi lean lebih tinggi (7,86 ± 2,63 g/hari) dibandingkan
grup tikus ransum kasein (5,78 ± 1,96 g/hari). Hasil analisis secara statistik
menunjukkan bahwa konsumsi BK ransum per hari antara dua grup tikus adalah
berbeda nyata (P < 0,05). Komposisi sumber protein yang berbeda antara dua grup
tikus diduga mempengaruhi konsumsi BK ransum per hari. Ransum kasein
mengandung kasein teknis, sedangkan ransum perlakuan mengandung gulai daging
sapi lean yang mengandung beberapa bahan dalam bumbu gulai seperti kunyit,
bawang merah, bawang putih, serta garam yang dapat meningkatkan atribut sensori,
sehingga ransum perlakuan lebih banyak dikonsumsi. Aroma dalam makanan
berperan penting dalam meningkatkan atribut sensori makanan. Sesuai pernyataan
Akihiro (2006) bahwa aroma merupakan faktor sensoris penting yang berpengaruh
terhadap palatabilitas daging. Nilai palatabilitas ransum perlakuan dinilai lebih tinggi
dibanding ransum kasein, yang berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi
makanan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Yamaguchi dan Ninomiya (2000)
yang menyatakan bahwa palatabilitas berpengaruh terhadap seleksi, konsumsi,
absorpsi, dan pencernaan makanan. Konsumsi ransum dipengaruhi pula oleh
kecukupan kebutuhan energi dari tikus tersebut (Sihombing, 2003). Tikus akan
berhenti makan apabila kebutuhan energinya telah tercukupi. Hal ini ditunjukkan
dengan gross energy ransum gulai (201,6 kkal) (Tabel 6) yang lebih rendah
dibandingkan ransum kasein (246,2 kkal) (Tabel 5). Hal ini diduga mempengaruhi
kenaikan bobot badan grup tikus ransum gulai (164%) yang lebih tinggi
dibandingkan grup tikus ransum kasein (107%).

30
Konsumsi grup tikus ransum gulai terhadap konsumsi protein (1,41 ± 0,47
g/hari) maupun konsumsi lemak (0,67 ± 0,22 g/hari), lebih tinggi dibanding grup
tikus ransum kasein terhadap konsumsi protein (0,72 ± 0,24 g/hari) dan konsumsi
lemak (0,34 ± 0,11 g/hari). Konsumsi protein maupun lemak bersifat searah dengan
konsumsi BK ransum. Konsumsi protein dan lemak antara grup tikus ransum gulai
dengan grup tikus ransum kasein adalah berbeda nyata (P < 0,05), sehingga
diperkirakan mempengaruhi perbedaan kenaikan bobot badan. Tikus percobaan
masih berada dalam tahap masa pertumbuhan, sehingga konsumsi protein maupun
lemak digunakan untuk metabolisme pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Lawrie (1995) yang menyebutkan bahwa pakan yang masuk (dikonsumsi) akan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok hewan, dan selanjutnya
digunakan untuk produksi daging maupun aktivitas lainnya.

Profil Lemak dan Kolesterol Darah


Hasil perhitungan profil lemak dan kolesterol darah yang meliputi kadar
kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida darah, dan indeks
atherogenik dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil analisis secara statistik dari kelima
peubah profil lemak dan kolesterol darah tersebut menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang nyata (P > 0,05) antara kedua grup tikus.

Tabel 8. Profil Lemak, Kolesterol Darah, dan Indeks Atherogenik

Peubah Ransum Kasein Ransum Gulai


Kadar Kolesterol Total (mg/dl) 107 ± 8 133,3 ± 37,9
Kadar Kolesterol LDL (mg/dl) 54,5 ± 7,5 77,1 ± 52,9
Kadar Kolesterol HDL (mg/dl) 38.3 ± 4,9 35,3 ± 7,6
Trigliserida (mg/dl) 70,7 ± 29,9 104,3 ± 45,8
Indeks Atherogenik 1,8 ± 0,23 3,08 ± 2,16

Kadar Kolesterol Total


Hasil analisis kadar kolesterol total ditunjukkan pada Tabel 8. Kadar
kolesterol total grup tikus ransum gulai lebih tinggi (133,3 mg/dl) dibandingkan grup
tikus ransum kasein (107 mg/dl). Kadar kolesterol tersebut masih berada dalam
kisaran normal yaitu antara 40-130 mg/dl (Malole dan Pramono, 1989). Kondisi
kadar kolesterol grup tikus ransum gulai lebih tinggi dibandingkan grup tikus ransum

31
kasein. Hal ini diduga dipengaruhi oleh konsumsi lemak ransum (Tabel 7) grup tikus
ransum gulai (0,67 ± 0,22 g/hari), yang lebih tinggi dibandingkan grup tikus ransum
kasein (0,34 ± 0,11 g/hari). Pilliang dan Djojosoebagio (1990) menjelaskan bahwa
kolesterol tubuh berasal dari dua sumber, yaitu dari makanan yang disebut kolesterol
eksogen dan diproduksi sendiri oleh tubuh yang disebut kolesterol endogen,
meskipun di dalam tubuh tidak dapat dibedakan kolesterol yang berasal dari sintesis
di dalam tubuh dan kolesterol yang berasal dari makanan. Grup tikus yang diberi
ransum gulai memperoleh asupan kolesterol dari ransum yang mengandung olahan
gulai daging sapi lean sebesar 0,7865 mg/gram (Lampiran 3). Meskipun kadar
kolesterol gulai daging sapi lean di atas kadar kolesterol daging sapi yaitu 70 mg/100
gram bahan (Departemen Kesehatan RI, 2001), namun hasil analisis statistik
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara grup tikus yang diberi
ransum gulai daging sapi lean dengan tikus yang diberi ransum kasein. Hal ini
diduga bahwa konsumsi kolesterol ransum tidak seluruhnya diserap kembali oleh
tubuh namun diekskresikan melalui feses.
Lemak pada daging terdeposisi pada tiga tempat, yaitu lemak intramuskuler,
intermuskuler, dan ekstramuskuler. Ransum gulai terkandung gulai daging sapi lean
yang lemak bagian ekstramuskuler-nya telah dihilangkan, sehingga kandungan
lemaknya rendah. Li et al. (2005) menyebutkan bahwa apabila lemak yang tampak
pada daging dihilangkan maka kandungan lipida daging akan berkurang sebanyak
5%. Hal ini yang menjadi alasan mengapa kadar kolesterol grup tikus ransum gulai
dan grup tikus ransum kasein tidak berbeda nyata (P > 0,05), meskipun grup tikus
ransum gulai mendapat asupan kolesterol yang berasal dari daging. Li et al. (2005)
menyatakan bahwa diet yang kaya akan asupan daging sapi lean serta rendah asam
lemak jenuh (SFA), efektif dalam menurunkan kadar kolesterol total plasma/serum.
Li et al. (2005) menambahkan bahwa daging merah lean rendah akan asam lemak
jenuh dan mengkonsumsi daging merah lean tidak meningkatkan level kolesterol
plasma/serum darah, atau meningkatkan resiko trombotik.
Bahan utama ransum gulai mengandung gulai daging sapi lean. Sebelum
tahap pengolahan, daging terlebih dahulu dihilangkan (trimming) lemak
ekstramuskuler yang tampak dari luar, sehingga asupan lemak dari daging akan
berkurang. Borkman et al., (1991) menyatakan bahwa asupan lemak yang tinggi

32
dalam makanan yang mengandung asam lemak jenuh, terbukti dapat menimbulkan
ketahanan insulin serta peningkatan resiko diabetes, hingga ketidakteraturan lipida
tubuh yang dapat merugikan kesehatan jantung. Li et al. (2005) mengemukakan
bahwa daging lean relatif mengandung asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) yang
lebih tinggi dan asam lemak jenuh (SFA) yang lebih rendah dibandingkan dengan
daging yang masih mengandung lemak (visible fat). Diet tinggi asam lemak tak jenuh
ganda memberikan pengaruh kardioprotektif atau melindungi kesehatan jantung,
dengan menurunkan kadar lipida dan tingkat lipoprotein (Zhao et al., 2004).
Jenis lemak yang ada dalam makanan mempengaruhi kadar kolesterol dalam
darah. Gulai daging sapi lean yang digunakan dalam ransum perlakuan, mengandung
santan kelapa (coconut milk) sebagai salah satu bahan dalam pengolahannya. Santan
kelapa, yang dibuat dengan cara mengekstrak parutan kelapa sehingga kandungan air
serta lemak nabati yang terkandung di dalamnya akan terekstrak keluar. Winarno
(1992) menyebutkan bahwa lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak
mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair.
Proses pengolahan daging dan bumbu-bumbu gulai menjadi produk olahan
(gulai) dilakukan dengan panas sedang, yang bertujuan mencegah penyusutan
kandungan nutrisi olahan daging serta menghindari perubahan kandungan asam
lemak tak jenuh dalam produk olahan menjadi asam lemak trans maupun asam
lemak jenuh, apabila dikonsumsi akan berpotensi meningkatkan kadar kolesterol
darah. Hasil penelitian Dorfman et al. (2004) menyatakan bahwa asam lemak trans
memiliki pengaruh buruk terhadap profil lipoprotein manusia, yang ditunjukkan
dalam penelitian pengaruh asam lemak jenuh dan tak jenuh yang diujikan
menggunakan hamster. Keberadaan lemak terhidrogenasi (asam lemak trans) pada
manusia, diperkirakan lebih bersifat merugikan dibandingkan lemak jenuh. Baghurst
(2004) menyebutkan bahwa asam lemak trans merupakan bentuk asam lemak tak
jenuh yang memiliki bentuk lurus pada rantai ganda, serta terbentuk akibat proses
pengolahan. Berbagai studi mengenai diet yang berhubungan dengan kolesterolemia,
Purnamaningsih (2001) mengemukakan bahwa lemak jenuh akan meningkatkan
kolesterol sedangkan lemak tak jenuh akan menurunkannya.
Gulai daging sapi lean merupakan suatu kesatuan antara daging sapi dengan
bumbu-bumbu yang digunakan dalam pengolahannya. Hasil penelitian sejenis

33
dinyatakan dalam Bahaudin (2008), bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata
terhadap kadar kolesterol darah antara tikus wistar (berumur 5 minggu) yang diberi
perlakuan ransum mengandung gulai daging domba ditambah jeroan, terhadap tikus
yang diberi ransum kontrol berupa kasein, yang diuji selama 25 hari. Bumbu gulai
daging tersebut antara lain bawang merah, bawang putih, kunyit, serta santan kelapa.
Bawang merah (Allium cerpa L.) dan bawang putih (Allium sativum) yang berada
dalam satu genus yaitu Allium, mengandung senyawa kimia yang bernama allicin
yang dapat dimanfaatkan dalam mencegah atherosklerosis dengan menurunkan kadar
kolesterol darah, serta memiliki mekanisme antioksidan dalam mengikat radikal
bebas (Gunawan 1988). Mekanisme senyawa allicin tersebut yaitu bereaksi dengan
darah merah menghasilkan sulfida hidrogen yang meregangkan saluran darah dan
membuat darah mudah mengalir. Jika dibandingkan hasil penelitian serupa,
Rimadianti (2008) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang nyata antara kadar
kolesterol darah tikus wistar yang diberi ransum perlakuan mengandung sate daging
domba terhadap tikus yang diberi ransum kasein, meskipun terdapat sejumlah bumbu
berupa bawang putih dalam ransum perlakuan. Pengolahan dengan penggunaan
bumbu yang berbeda dari daging antara gulai daging dan sate, diperkirakan
berpengaruh terhadap kadar kolesterol tikus percobaan. Bumbu dalam olahan gulai
mengandung kunyit, yang berperan sebagai komponen penurun kolesterol darah.
Hasil penelitian Pramadhia (1988) juga menyebutkan bahwa kunyit (Curcuma
domestica) dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah.

Kadar Kolesterol Low Density Lipoprotein (k-LDL)


Hasil analisis kadar k-LDL disajikan dalam Tabel 8. Kadar k-LDL grup tikus
ransum gulai (77,1 mg/dl) lebih tinggi dibandingkan grup tikus ransum kasein (54,5
mg/dl), meskipun demikian hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara kadar k-LDL kedua grup tersebut. Kadar k-LDL tikus
percobaan antara grup tikus ransum kasein (54,5 mg/dl) dan ransum gulai (77,1
mg/dl) masih di bawah batas normal yaitu ≤ 130 mg/dl (Sihombing, 2003). Sesuai
dengan pendapat Li et al. (2005) bahwa diet yang banyak mengandung daging sapi
lean serta rendah asam lemak jenuh (SFA), efektif dalam menurunkan kolesterol
total plasma/serum dan tingkat kadar k-LDL. Morgan et al. (1993) melaporkan
dalam hasil penelitiannya yang menggunakan daging sapi lean terhadap manusia

34
dalam diet rendah lemak serta penambahan minyak safflower dan zaitun,
mengemukakan bahwa kadar konsentrasi k-LDL menurun sebesar 13% ketika
mengkonsumsi ~300 gram/hari (bobot mentah) daging sapi lean selama 8 minggu.
Hasil penelitian lainnya dalam Beauchesne et al. (2003) melaporkan hasil penurunan
konsentrasi total kolesterol plasma dan k-LDL darah manusia masing-masing sebesar
7,6% dan 9%, ketika mengkonsumsi daging sapi lean matang sebanyak 85 gram
selama 13 minggu.
Telah disebutkan bahwa ransum gulai mengandung olahan gulai daging sapi
lean, yang juga mengandung bumbu-bumbu seperti kunyit. Hasil penelitian
Bahaudin (2008) yang menggunakan metode pengolahan gulai serupa, menyatakan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tikus wistar yang diberi perlakuan
pakan gulai daging domba terhadap tikus yang diberi pakan kontrol berupa kasein.
Kunyit (Curcuma domestica) mengandung senyawa kurkumin yang memiliki khasiat
anti bakteri dan dapat merangsang dinding kantong empedu untuk mengeluarkan
cairan empedu supaya kerja pencernaan lebih sempurna (Darwis et al., 1991).
Empedu sebagian besar adalah hasil dari ekskretori dan sebagian adalah sekresi dari
pencernaan. Garam-garam empedu termasuk ke dalam kelompok garam natrium dan
kalium dari asam empedu yang berkonjugasi dengan glisin atau taurin (Menys dan
Durrington, 2007). Garam empedu tersebut diekskresikan oleh tubuh dalam bentuk
feses. Cairan empedu tersusun dari komponen asam empedu. Asam empedu terbuat
dari kolesterol, rangsangan untuk ekskresi asam empedu berarti semakin banyak
kolesterol yang dimanfaatkan untuk dibuat asam empedu dalam mengemulsi lemak
sehingga total kolesterol menurun yang berakibat pada turunnya kadar k-LDL
(Sihombing, 2003).
Hubungan antara k-LDL dan kolesterol total bersifat searah, karena terdapat
sekitar 75% kolesterol di dalamnya dalam bentuk ester kolesterol. Pernyataan
tersebut sependapat dengan Montgomery et al. (1993) yang menjelaskan bahwa
hasil-hasil utama metabolik kolesterol sebagian besar berupa asam-asam empedu.
Perubahan sinambung kolesterol menjadi asam empedu dalam hati mencegah tubuh
terlalu dibebani dengan kolesterol, sehingga dapat dikemukakan bahwa, jika
kolesterol total dalam darah turun maka kadar k-LDL darah juga turun. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Bahaudin (2008) dan Rimadianti (2008) yang

35
menyatakan bahwa penurunan kadar koleterol darah tikus wistar menyebabkan kadar
kolesterol LDL juga ikut menurun.

Kadar Kolesterol High Density Lipoprotein (k-HDL)


Hasil analisis kadar k-HDL darah tikus disajikan dalam Tabel 8. Kadar k-
HDL grup tikus ransum gulai (35,3 mg/dl) lebih rendah dibandingkan grup tikus
ransum kasein (38.3 mg/dl), meskipun demikian hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kadar k-HDL kedua grup tersebut.
Fungsi k-HDL berlawanan dengan k-LDL (Montgomery et al., 1993). Fungsi k-LDL
antara lain mengirim kolesterol dari hati ke jaringan periferal dan ditimbun dalam
jaringan tersebut, sehingga dapat menyebabkan pengapuran pada pembuluh koroner
(atherogenik). Proses pengapuran pada jaringan disebabkan karena penumpukan
lemak yang lambat laun mengeras (membentuk flak) dan menyumbat pembuluh
darah yang disebut dengan atherosklerosis (penyempitan dan pengerasan pembuluh
darah arteri). Fungsi k-HDL yang berlawanan dengan k-LDL yaitu, mengangkut
kolesterol dari jaringan periferal menuju ke hati sehingga mencegah terjadinya
pengapuran (Nugroho, 2007). Dorfman et al. (2004) menyebutkan bahwa
peningkatan konsentrasi plasma k-HDL dapat melindungi dinding arteri terhadap
pengembangan flak atherosklerotik, yang difasilitasi oleh mekanisme balik transpor
kolesterol, dalam mengeluarkan kolesterol pada jaringan periferal menuju hati.
Bahaudin (2008) dalam hasil penelitian yang sejenis, mengungkapkan bahwa kadar
kolesterol HDL yang tinggi pada tikus wistar, sangat bermanfaat dalam menurunkan
resiko terjadinya atherosklerosis. Fungsi k-HDL inilah yang mengasumsikan bahwa
k-HDL disebut juga dengan kolesterol baik karena memiliki efek antiatherogenik
yaitu mengangkut kolesterol bebas dari pembuluh darah dan jaringan lain menuju
hati, kemudian organ hati mengekskresikannya melalui empedu.
Usaha untuk meningkatkan k-HDL dalam darah tidak mudah. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara menurunkan kadar k-LDL darah (Sihombing, 2003).
Terjadinya penurunan k-LDL, maka k-HDL akan lebih banyak diperlukan demi
memenuhi kekurangan kolesterol dalam hati untuk membentuk asam empedu.
Kondisi demikian akan merangsang sintesis k-HDL dalam hati, sehingga kadar k-
HDL dalam darah meningkat.

36
Kadar Trigliserida
Hasil analisis kadar trigliserida darah tikus disajikan dalam Tabel 8. Kadar
trigliserida darah grup tikus ransum gulai (104,3 mg/dl) lebih tinggi dibandingkan
grup tikus ransum kasein (70,7 mg/dl), meskipun demikian hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kadar trigliserida
darah kedua grup tersebut. Kadar trigliserida darah tikus percobaan tersebut masih
berada dalam kisaran normal yaitu antara 26-145 mg/dl (Malole dan Pramono, 1989).
Kadar trigliserida dalam darah dipengaruhi oleh kadar lemak yang dicerna dalam
makanan. Rimadianti (2008) mengungkapkan bahwa kenaikan kadar trigliserida
darah tikus wistar disebabkan oleh kenaikan konsumsi lemak. Konsumsi lemak
ransum (Tabel 7) grup tikus ransum gulai (0,67 ± 0,22 g/hari) lebih tinggi
dibandingkan grup tikus ransum kasein (0,34 ± 0,11 g/hari). Mekanisme konsumsi
lemak ransum ini antara lain yaitu, senyawa trigliserida dalam makanan dicerna oleh
enzim lipase usus dan selanjutnya kembali diesterifikasi oleh cairan mukosa usus
(Hawab et al, 1989). Selama absorbsi lemak, trigliserida yang ada dalam epitel usus
akan diekskresikan ke organ limfa dalam bentuk kilomikron dan dalam bentuk inilah
lemak ditransfer ke jaringan - jaringan di seluruh tubuh (Azain, 2004).
Konsumsi lemak antara tikus yang diberi perlakuan gulai daging sapi lean
(0,67 ± 0,22 g/hari) adalah berbeda nyata dengan konsumsi lemak grup tikus ransum
kasein (0,34 ± 0,11 g/hari), akan tetapi hasil analisis statistik dari kadar trigliserida
kedua grup tikus tersebut tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dikemukakan bahwa,
terdapat senyawa lain selain lemak yang mempengaruhi kadar trigliserida darah tikus
percobaan, yaitu karbohidrat. Pernyataan tersebut sependapat dengan Pilliang dan
Djojosoebagio (1990) yang menyatakan bahwa selain lemak, kandungan karbohidrat
juga merupakan bahan untuk terjadinya lipogenesis yang menghasilkan asam-asam
lemak dan gliserol.
Tikus percobaan yang digunakan diperkirakan masih berada dalam tahap
masa pertumbuhan. Lemak yang masuk ke dalam tubuh pada masa pertumbuhan
akan digunakan secara maksimal untuk pertumbuhan otot atau jaringan tubuh
sehingga lemak tidak dideposisikan pada tubuh. Bahaudin (2008) menyatakan bahwa
lemak yang dikonsumsi oleh tikus yang berada dalam pertumbuhan, akan digunakan
secara optimal untuk pengangkutan vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A,

37
D, E, dan K. Prawirokusumo (1994) menjelaskan bahwa lemak atau lipida disimpan
di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida, yang dikenal sebagai proses lipogenesis
(deposisi lemak) yang terjadi akibat masukan energi melebihi keluaran energi.

Indeks Atherogenik
Salah satu indikator untuk mengetahui resiko atherosklerosis yaitu indeks
atherogenik. Atherosklerosis merupakan penyebab utama terjadinya penyakit jantung
koroner dan pembuluh darah. Hasil perhitungan indeks atherogenik dapat dilihat
pada Tabel 8. Nilai indeks atherogenik grup tikus ransum gulai (3,08 ± 2,16) lebih
tinggi dibandingkan grup tikus ransum kasein (1,8 ± 0,23). Jika dianalogikan pada
manusia, Hara et al. (2002) menyatakan bahwa nilai indeks atherogenik di atas angka
3 pada anak-anak beresiko terhadap penyakit kardiovaskuler. Meskipun demikian
hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata
antara nilai indeks atherogenik grup tikus kontrol yang diberi ransum kasein dengan
grup tikus yang diberi ransum mengandung gulai daging sapi lean. Pemberian
ransum mengandung gulai daging sapi lean memiliki resiko yang kecil terhadap
peningkatan gejala atherosklerosis pada tikus yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Hasil penelitian Mann et al. (1995) melaporkan bahwa konsumsi daging lean
memiliki keuntungan dalam mencegah timbulnya penyakit jantung dan koroner.
Nilai indeks atherogenik ini sangat tergantung pada kadar k-HDL. Kadar k-HDL
yang semakin tinggi menyebabkan indeks atherogenik semakin rendah sehingga
resiko terjadinya atherosklerosis juga semakin kecil.

Respon Fisiologis
Tabel 9 di bawah ini menyajikan hasil pengukuran ketiga peubah respon
fisiologis tikus percobaan, yang meliputi denyut jantung, laju pernafasan, dan suhu
tubuh. Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata dari masing-masing
ketiga peubah tersebut antara grup ransum kasein dengan grup ransum gulai.

Tabel 9. Hasil Pengukuran Respon Fisiologis Tikus Percobaan

Peubah Ransum Kasein Ransum Gulai


Denyut Jantung ( /menit) 211,5 ± 27,985 220,1 ± 26,713
Laju Pernafasan ( /menit) 148,9 ± 20,595 140,5 ± 16,730
Suhu Tubuh (o C) 35,7 ± 0,816 35,8 ± 0,742

38
Denyut Jantung
Frekuensi denyut jantung merupakan jumlah hitungan jantung berdenyut
dalam satu menit. Frekuensi jantung terutama dikendalikan oleh persyarafan jantung,
rangsangan simpatis yang meningkatkan frekuensi, dan rangsangan parasimpatis
yang menurunkannya (Ganong, 1995). Hasil pengukuran frekuensi denyut jantung
antara grup tikus ransum kasein dan ransum gulai tidak berbeda nyata (P>0,05).
Frekuensi denyut jantung grup tikus ransum kasein (211,5 ± 27,985 /menit) dan
ransum gulai (220,1 ± 26,713 /menit) yang tersaji pada Tabel 9, lebih lambat
dibandingkan normal, yaitu berkisar antara 250-450 denyut per menit (Malole dan
Pramono, 1989) atau 313-493 denyut per menit (Sirois, 2005).
Frekuensi denyut jantung diperkirakan berkaitan dengan gross energy dalam
ransum yang dikonsumsi oleh tikus percobaan. Cunningham (1997) menyebutkan
bahwa frekuensi denyut jantung berkaitan dengan metabolisme tubuh, dalam
menyalurkan darah yang mengandung substrat metabolik, antara lain oksigen,
glukosa, asam amino, asam lemak, dan berbagai jenis lipida. Dalam hal ini, ransum
gulai daging sapi lean mengandung kalori yang masih berada pada batas aman bagi
kesehatan. Ransum gulai daging sapi lean mengandung gross energy sebesar 201,6
kkal (Tabel 6) sedangkan ransum kontrol 246,2 kkal (Tabel 5). Jumlah kalori terbesar
dalam ransum gulai berasal dari lipida makanan. Jumlah kalori dalam ransum
tersebut mengindikasikan bahwa grup tikus ransum kasein maupun ransum gulai
tidak membutuhkan aktivitas denyut jantung yang lebih besar dalam menyalurkan
darah yang mengandung substrat metabolik ke seluruh tubuh, sehingga denyut
jantung berjalan normal terhadap tikus percobaan yang ditinjau dari umur dan bobot
badan. Dapat dikatakan bahwa kandungan lipida dalam darah tikus percobaan, masih
berada pada batas aman bagi kesehatan dan kinerja jantung untuk memompa darah
serta berdetak secara normal (Rimadianti, 2008). Denyut jantung mengantarkan O2,
makanan dan panas ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Siagian (2005)
menjelaskan bahwa peningkatan denyut jantung merupakan respon dari tubuh hewan
untuk menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin.

Laju Pernafasan
Hasil analisis ragam terhadap laju pernafasan tikus percobaan menunjukkan
bahwa tikus perlakuan yang memperoleh ransum mengandung gulai daging sapi lean

39
tidak berbeda nyata dengan laju pernafasan grup tikus ransum kasein (P > 0,05).
Malole dan Pramono (1989) berpendapat terhadap acuan laju pernafasan normal
tikus yaitu 70-115 /menit, sehingga dapat dikatakan bahwa rata-rata laju pernafasan
tikus percobaan yang tersaji pada Tabel 9, berada di atas normal (kenaikan 25,8%).
Pendapat yang berbeda menurut Sirois (2005) bahwa kisaran normal laju pernafasan
tikus yaitu 71 - 146 /menit, sehingga nilai rata-rata laju pernafasan grup tikus ransum
kasein (148,9 ± 20,595 /menit) dan ransum gulai (140,5 ± 16,730 /menit), masih
berada pada kisaran normal. Laju pernafasan yang normal berhubungan dengan
konsumsi oksigen basal yang normal dari miokardium jantung (Frandson, 1992).
Sistem pernafasan bertujuan untuk membuang karbondioksida dan
menyediakan oksigen guna mencukupi metabolisme tubuh. Besarnya konsumsi
oksigen dan produksi karbondioksida tergantung pada kecepatan metabolisme tubuh
(Cunningham, 1997). Konsumsi ransum memberikan mekanisme umpan balik dalam
proses pelepasan karbondioksida sebagai pelepas kalor yang diproduksi oleh tubuh.
Ransum gulai mengandung gross energy sebesar 201,6 kkal (Tabel 6) sedangkan
ransum kasein 246,2 kkal (Tabel 5). Sebagaimana diketahui bahwa, hasil
metabolisme tubuh berupa energi dalam bentuk kalor, karbondioksida, dan uap air
yang terbuang sebagian melalui sistem respirasi. Dalam hal ini, jumlah energi yang
rendah dalam ransum gulai, menyebabkan grup tikus ransum gulai tidak
membutuhkan lebih banyak respirasi untuk membuang kelebihan energi berupa
kalor. Konsumsi oksigen dan produkai karbondioksida bervariasi dengan tingkat
metabolisme serta bergantung pada aktivitas (Cunningham, 1997). Energi berupa
kalor yang didapat dalam ransum didapatkan dari hasil metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein. Dapat dikatakan bahwa energi untuk metabolisme lemak dalam
gulai daging sapi lean, menghasilkan laju pembentukan panas dalam tubuh yang
seimbang dengan laju hilangnya panas (Rimadianti, 2008).

Suhu Tubuh
Hasil analisis ragam terhadap suhu tubuh tikus percobaan menunjukkan
bahwa grup tikus yang memperoleh ransum mengandung gulai daging sapi lean tidak
berbeda nyata dengan grup tikus ransum kasein (P > 0,05). Hasil pengukuran suhu
tubuh yang tersaji dalam Tabel 9 menunjukkan suhu tubuh grup tikus, baik yang
diberi ransum kasein (35,7 ± 0,816 oC), maupun ransum gulai (35,8 ± 0,742 oC) lebih

40
rendah dibandingkan dengan suhu tubuh tikus normal (37,7 oC) (Sirois, 2005). Suhu
tubuh tikus percobaan tersebut masih berada dalam kisaran suhu tubuh normal yaitu
35,9-39 oC (rata-rata 37,5 oC) (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988; Malole dan
Pramono, 1989). Pengukuran suhu tubuh dilakukan pada bagian rektum tikus
percobaan. Suhu rektum mewakili suhu pada bagian tengah tubuh dan bervariasi
paling kurang sesuai perubahan dalam suhu lingkungan (Ganong, 1995).
Tikus percobaan memperoleh energi berupa panas yang didapat dalam
mengkonsumsi ransum. Ganong (1995) menyatakan bahwa konsumsi makanan
meningkatkan produksi panas karena kerja dinamik spesifik makanan. Hasil
perhitungan terhadap suhu tubuh tikus percobaan, secara statistik menunjukkan
bahwa grup tikus ransum gulai tidak menunjukkan perubahan suhu tubuh yang
signifikan, setelah mengkonsumsi ransum perlakuan yang mengandung gulai daging
sapi lean. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Rimadianti (2008) yang
menyatakan bahwa panas yang diproduksi oleh proses metabolisme tikus percobaan
tidak berdampak terhadap perubahan suhu tubuh tikus secara signifikan.

41
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Pemberian ransum mengandung gulai daging sapi lean tidak menunjukkan
pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan pemberian ransum kontrol (kasein)
terhadap profil kadar kolesterol, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida darah,
dan respon fisiologis tikus percobaan yang meliputi denyut jantung, laju pernafasan,
dan suhu tubuh. Berdasarkan indeks atherogenik yang dihasilkan, dapat disimpulkan
bahwa konsumsi olahan daging sapi rendah lemak (gulai daging sapi lean), tidak
menimbulkan resiko terhadap penyakit atherosklerosis pada tikus dalam masa
pertumbuhan. Hasil penelitian ini dapat memberi informasi bahwa daging sapi yang
termasuk jenis daging merah, aman untuk dikonsumsi apabila dalam kondisi lean.

Saran
Penelitian lanjutan menggunakan tikus dewasa serta pengukuran tekanan
darah perlu dilakukan untuk mengetahui informasi lebih lanjut pengaruh konsumsi
gulai daging sapi lean. Selain itu, pengamatan preparat histologi terhadap jaringan
pembuluh darah juga perlu dilakukan untuk mengetahui adanya penimbunan flak
pada pembuluh darah (gejala atherosklerosis).
UCAPAN TERIMAKASIH

Bismillahirrohmanirrohim.
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan berkah, rahmat, dan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada pemimpin umat Rasulullah Muhammad SAW, kepada keluarga,
sahabat, serta umat yang senantiasa mengikuti suri tauladannya hingga hari akhir.
Bakti dan doa penulis curahkan kepada kedua orang tua Kusmayadi dan Mamah S.
Milah yang penulis kasihi dan cintai, serta kehangatan kasih sayangnya yang begitu
luar biasa. Kepada keempat saudara Denny S. H., ST., Yudhi S. R., S.E., Yeppy S. B,
S.E, dan Irfan M., S.Kom. atas dukungan moral dan materinya.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuti
Suryati, S.Pt, M.Si, dan Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si., yang telah membimbing,
mengarahkan dan membantu dalam penyusunan proposal, penelitian, hingga
penulisan skripsi. Penulis menyampaikan terima kasih pula kepada Ir. Hj. Komariah,
M.Si. dan Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S. sebagai dosen penguji ujian sidang skripsi,
atas kritik dan saran yang telah diberikan dalam penyempurnaan penulisan skripsi
ini. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.
sebagai pembimbing akademik, yang telah membimbing penulis selama kuliah.
Terima kasih pula kepada staf Bagian Teknologi Hasil Ternak, staf
Laboratorium Terpadu Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, staf Non Ruminansia dan
Satwa Harapan, staf pegawai DIPTP, staf Laboratorium Klinik Prodia Cabang
Bogor, rekan-rekan satu Tim Kolesterol (Aziz B. S.Pt., Auma Irama, Dini M. A. R.,
S.Pt., Etik P., S.Pt., dan Rohmah R. W., S.Pt.), Tim Tepung Daging (Harfan T. A.
S.Pt., Anindita K., S.Pt., Wieke F. S. Pt., Ari N., dan Tria N.), paguyuban DotA
(Omin S., Hadan M., Salahudin A., Tofan, S.Pt., Rizal H, Catur F., Zulkifli S.),
penghuni rumah kost WB Babakan Lebak (Arie W., S.Pt., Yongki W. P., S.Pt.,
Cahyanto, Dede R., Deni H., dan Tomi E.), klub motor Aptech Bogor, Tim Salami,
Tim Laboratorium Mikrobiologi, Tim Madu, serta rekan-rekan THT 41, TPT 41,
INMT 41, dan THT 40.

Bogor, Agustus 2008

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

Akihiro, O. 2006. Studies on the palatability factors of meat. J. Japanese Society of


Nutr. and Food Sci. 59 (1) : 39-50.
AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical
Chemists. Agricultural Chemistry, Washington DC.
Azain, M. J. 2004. Role of fatty acids in adipocyte growth and development. J.
Anim. Sci. 82 : 916-924.
Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-39476-1995. Daging. Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
Baghurst, K. 2004. Dietary fat, marbling, and human health. Australian J. of Exp.
Agri. 44 : 635-644. http://www.publish.csiro.au [11 April 2008].
Bahaudin, A. 2008. Profil lemak darah dan respon fisiologis tikus putih yang diberi
pakan gulai daging domba dengan penambahan jeroan. Skripsi. Program
Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Beauchesne R. E., A. Gascon, J. Bergeron, and H. Jacquies. 2003. Plasma lipids and
lipoproteins in hypercholesterolemic men fed a lipid-lowering diet containing
lean beef, lean fish, or poultry. Amer. J. Clin. Nutr. 2003 (77): 587-593.
Borkman M., L. V. Campbell, D. J. Chisholm, and L. H. Storrlien. 1991. Comparison
of the effects on insulin sensitivity of high carbohydrate and high fat diets in
normal subjects. The J. of Clin. Endocrin. and Metab. 72 : 432-437.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan : Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta
Cunningham, J. G. 1997. Textbook of Veterinary Physiology. W.B. Sanders
Company, Phyladelphia.
Darwis, S. N., A. B. D. Madjo Indo dan S. Hasiyah. 1991. Tumbuhan Obat dan
Famili Zingiberaceae. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor.
Departemen Kesehatan RI. 2001. Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Gizi, Bogor.
Dorfman, S. E., S. Wang, S. V Lopez, M. Jauhiainen, and H. Lichtenstein. 2004.
Dietary fatty acids and cholesterol differentially modulate HDL cholesterol
metabolism in Golden-Syrian hamsters. J. of Nutr. 135 (3) : 492 – 497.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Terjemahan: Srigandono, B
dan K. Praseno. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Ganong, W. F. 1995. Fisiologi Kedokteran. Edisi 14. P. Andrianto, Penerjemah: J.
Oswari, Editor. Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta.
Gunawan, N., 1988. Pengaruh Campuran Ekstrak Bawang Putih dan Daun Beluntas
Terhadap Kadar Kolesterol Serum Darah Tikus Putih. Fakultas Farmasi,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. http://www.intisari.com [5 Januari
2008].
Guyton A.C., Hall J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 9. Setiawan I.,
Ken A.T, Alex S, Penerjemah: Setiawan S, Editor. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Hara, M., E. Saitou, F. Iwata, T. Okada and K. Harada. 2002. Waist-to-height ratio is
the best predictor of cardiovascular disease risk factor on Japanese children.
J. Atheroschler. Thromb. 9 (3) : 127-132.
Hawab, M., M. Bintang dan E. Kustaman. 1989. Biokimia Lanjutan. Penuntun
praktikum. Pusat Antar Universitas Ilmu hayati. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Herpandi. 2005. Aktivitas hipokolesterolemik tepung rumput laut pada tikus
hiperkolesterolemia. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Edisi ke-5. Terjemahan : Aminuddin Parakkasi dan
Yudha A. UI Press, Jakarta.
Li D., S. Siriamornpun, M. L. Wahlqvist, N. J. Mann, and A. J. Sinclair. 2005. Lean
meat and heart health. Asia Pacific J. Clin. Nutr. 14 (2) : 113-119.
Malole, M. B. M., dan U. S. C. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan
Percobaan Di Laboratorium. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Mann, N. J., Johnson L. G., Warrick G. E., and Sinclair A. J. 1995 The arachidonic
acid content of Australian diet is lower than previously estimated. J. of Nutr.
125 : 2528-2535.
Matsubara, M., H. Chiba, S. Maruoka, and S. Katayose. 2002. Elevated serum leptin
concentrations in women with hyperuricemia. J. Atheroscler. Thromb. 9 (1) :
28-34.
Mayes, P.A. 1996. Lipid transport and storage. In Murry R.K., D.K. Granner., P.A.
Mayes., and V.W. Rodwell (eds). Harper’s Biochemistry. Prentice – Hall
International, lnc, London.
Menys, V. C. and P. N. Durrington. 2007. Human cholesterol metabolism and
therapeutic molecules. Experimental Physiology. 93 (1): 27-42.
http://www.experimentalphysiology.org [11 April 2008].
Montgomery, R.., R. L. Dryer, T. W. Conway, dan A. S. Spector. 1993. Biokimia :
Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus. Jilid 2, Edisi Keempat. Terjemahan :
M. Ismadi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Morgan, S., O’Dea K., and Sinclair A. J. 1993. Low-fat diets rich in lean beef : The
effects of the addition of safflower and olive oil. J. Amer. Diet Assoc. 93:
644-648.
Muchtadi, D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Muchtadi, D., N. S. Palupi, dan M. Astawan. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta.

45
National Academy of Science. 1978. Nutrient requirement of domestic animal.
Nutrient Requirements of Laboratory Animal. 3rd Edition. National Academy
of Science. Washington, D.C.
National Heart Lung and Blood Institute. 2006. High Blood Cholesterol, What Is
Cholesterol? http://www.nhlbi.nih.gov [5 Januari 2008].
Nugroho, P. 2007. Pengaruh fraksi protein dan non protein kacang komak (Lablab
purpureus (L.) sweet) terhadap profil dan peroksidasi lipid tikus percobaan
yang diberi ransum tinggi kolesterol. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Packard R. R. S. and P. Libby. 2008. Inflammation in atherosclerosis from vascular
biology to biomarker discovery and risk prediction. Clin. Chem. 54 24-38.
http://www.clinicalchemistry.org [11 April 2008].
Pilliang, W.B, dan S. A. N. Djojosoebagio. 1990. Fisiologi Nutrisi. Vol. 1.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Pramadhia B., 1988. Pengaruh Kurkuminoid dari Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.) terhadap Kolesterol Total, Trigliserida, HDL-kolesterol Darah Kelinci
dalam Keadaan Hiperlipidemia. Jurusan Farmasi, FMIPA Unpad. Bandung.
http//www.intisari.com [5 januari 2008].
Prawirokusumo, S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. Hal: 28-31. BPFE, Yogyakarta.
Price, J. F. and B. S. Schweigert. 1971. The Science of Meat and Meat Products. W,
H. Freeman and Company, San Francisco.
Purnamaningsih, H., H. Wuryastuti, dan S. Raharjo.2001. Pengaruh pemberian
ransum tinggi kolesterol dan/atau tinggi lemak terhadap kadar kolesterol
plasma pada tikus sprague dawley. J. Sain Vet. 19 (1): 34-38. Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Rimadianti, D. M. A.2008. Profil trigliserida dan kolesterol darah serta respon
fisiologis tikus (Rattus novergicus) yang diberi pakan sate daging domba.
Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Rodriguez, E., M. Gonzales, B. Caride, K. A. Lamas, and M. C. Taboada. Nutritional
value of Holothuria forskali protein and effect on serum lipid profile in rats.
J. Phisio. Biochem. 56(1) : 39-44.
Siagian, M. 2005. Homeostasis Keseimbangan yang Halus dan Dinamis. Departemen
Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. http://www.detik.com
[18 Februari 2008].
Sihombing, A. B. H. 2003. Pemanfaatan rumput laut sebagai sumber serat pangan
dalam ransum untuk menurunkan kadar kolesterol darah tikus percobaan.
Skripsi. Departemen Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

46
Sirois, M. 2005. Laboratory Animal Medicine : Principles and Procedures. Elsevier
Mosby, USA.
Smaolin, L.A, and M.B. Grosvenor. 1997. Nutrition: Science and Applications, 2nd
edition. Saunders College Publishing, New York.
Smith, J.B, dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press, Jakarta.
Soehardi, S. 2004. Memelihara Kesehatan Jasmani melalui Makanan. Penerbit ITB,
Bandung.
Steel, R. G. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan: B.
Sumantri. PT gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yamaguchi, S. and K. Ninomiya. 2000. Umami and food palatability. J. of Nutr. 130
: 921-926.
Zhao, G., T. D Etherton, K. R. Martin, S. G. West, P. J. Gillies, and P. M. K.
Etherton. 2004. Dietary – linolenic acid reduces inflammatory and lipid
cardiovascular risk factors in hypercholesterolemic men and women. J. of
Nutr. 134 (11): 2991 – 2997.

47
LAMPIRAN
Lampiran 1. Komposisi Kebutuhan Nutrisi (NRC) dari Tikus (90 % BK)

Konsentrasi Komposisi Kebutuhan Nutrisi Tikus


Nutrisi
(Masa Pertumbuhan, Gestation, atau Laktasi)

Protein 12,00 %
Lemak 5,00 %
Energi Tercerna 3.800 kcal/kg
Mineral
Kalsium 0,50 %
Klorida 0,05 %
Magnesium 0,04 %
Fosfor 0,40 %
Potassium 0,36 %
Sodium 0,05 %
Sulfur 0,03 %
Kromiun 0,30 mg/kg
Tembaga 5,00 mg/kg
Fluor 1,00 mg/kg
Iodin 0,15 mg/kg
Besi 35,00 mg/kg
Mangan 50,00 mg/kg
Selenium 0,10 mg/kg
Seng 12,00 mg/kg
Vitamin
A 4.000 IU/kg
D 1.000 IU/kg
E 30,00 IU/kg
K 50,00 μg/hg
Kolin 1.000 mg/kg
Asam Folat 1,00 mg/kg
Niasin 20,00 mg/kg
Pantotenat (kalsium) 8,00 mg/kg
Riboflavin 3,00 mg/kg
Thiamin 4,00 mg/kg
Vitamin B6 6,00 mg/kg
Vitamin B12 50,00 μg/hg

Sumber : National Academy of Science, 1978

49
Lampiran 2. Hasil Analisis Proksimat Kasein

Peubah Konsentrasi

Kadar Air (%) 5,95

Kadar Abu (%) 4,5

Kadar Lemak (%) 1,96

Kadar Protein (%) 86,98

Serat Kasar (%) 0

Lampiran 3. Hasil Analisis Proksimat Gulai Daging Sapi Lean

Peubah Konsentrasi

Kadar Air (%) 54,90


Kadar Abu (%)
berat segar 2,56
berat kering 5,68
Kadar Lemak (%)
berat segar 13,25
berat kering 29,38
Kadar Protein (%)
berat segar 19,97
berat kering 44,28
Kadar Kolesterol Padatan (mg/ 100 gram bahan) 78,65

Lampiran 4. Komposisi Bahan Makanan

Bahan Sumber Nutrisi (Per 100 Gram Bahan)


Makanan
Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Air (g)
Minyak
902 0 100 0 0
Nabati
Maizena 343 0,3 0 85,0 14
Daging
207 18,8 14,0 0 66
Sapi

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2001

50
Lampiran 5. Panduan Komposisi Ransum Tikus Percobaan

Bahan campuran Jumlah (%)


Produk Olahan Daging X (10% protein) = 1,6 x 100 / % N sampel
Minyak biji kapas / minyak nabati 8 - X x % ekstrak eter/100
Campuran garam 5 - X x % kadar abu / 100
Selulosa 1 - X x % kadar serat kasar/100
Air 5 - X x % kadar air/100
Sukrosa / pati jagung Digunakan hingga ransum 100 %
Campuran vitamin 1
Sumber: AOAC, 1984.

Lampiran 6. Hasil Analisis Proksimat Ransum


Abu Lemak Protein
Jenis Kadar
Sampel Air Bobot Bobot Bobot Bobot Bobot Bobot
Segar Kering Segar Kering Segar Kering

……….……………………………………%............................................................................

Ransum
50,27 2,39 4,81 2,92 5,87 2,92 12,50
Kontrol
Ransum
43,84 3,71 6,61 4,83 8,60 10,08 17,95
Perlakuan

Lampiran 7. Analisis Non Parametrik Bobot Badan Akhir Tikus Percobaan


Uji Kruskal-Wallis
Perlakuan
N Median Ave Rank Z
1 7 82,65 4,0 -3,13
2 7 126,13 11,0 3,13
Total 14 7,5
Keterangan : H = 9,80 DF = 1 P = 0,002

Lampiran 8. Analisis Non Parametrik Konsumsi Bahan Kering Ransum


Uji Kruskal-Wallis
Perlakuan
N Median Ave Rank Z
1 119 5,58 91,9 -6,18
2 119 7,42 147,1 6,18
Total 238 119,5
Keterangan : H = 38,23 DF = 1 P = 0,000

51
Lampiran 9. Analisis Non Parametrik Konsumsi Lemak Ransum
Uji Kruskal-Wallis
Perlakuan
N Median Ave Rank Z
1 119 33,80 68,9 -11,33
2 119 63,80 170,1 11,33
Total 238 119,5
Keterangan : H = 128,47 DF = 1 P = 0,000

Lampiran 10. Analisis Non Parametrik Konsumsi Protein Ransum


Uji Kruskal-Wallis
Perlakuan
N Median Ave Rank Z
1 119 71,98 69,5 -11,19
2 119 133,17 169,5 11,19
Total 238 119,5
Keterangan : H = 125,29 DF = 1 P = 0,000

Lampiran 11. Hasil Analisis Komponen Darah

Grup Tikus Komponen Darah


Kolesterol HDL Trigliserida LDL
K1 99 36 65 50
K2 107 35 44 63,2
K6 115 44 103 50,4
Rataan ± St Dev. 107 ± 8 38.3 ± 4,9 70,7 ± 29,9 54,5 ± 7,5
GS1 114 37 92 58,6
GS2 109 42 155 36,0
GS6 177 27 66 136,8
Rataan ± St Dev. 133,3 ± 37,9 35,3 ± 7,6 104,3 ± 45,8 77,1 ± 52,9

Keterangan : K : Kontrol
GS : Gulai Daging Sapi Lean

Lampiran 12. Analisis Non Parametrik Kadar Kolesterol Total Darah


Uji Kruskal-Wallis
Perlakuan
N Median Ave Rank Z
1 3 107,0 2,7 -1,09
2 3 114,0 4,3 1,09
Total 6 3,5
Keterangan : H = 1,19 DF = 1 P = 0,275

52
Lampiran 13. Analisis Non Parametrik Kadar Kolesterol LDL Darah
Uji Kruskal-Wallis
Perlakuan
N Median Ave Rank Z
1 3 50,40 3,3 -0,22
2 3 58,60 3,7 0,22
Total 6 3,5
Keterangan : H = 0,05 DF = 1 P = 0,827

Lampiran 14. Analisis Non Parametrik Kadar Kolesterol HDL Darah


Uji Kruskal-Wallis
Perlakuan
N Median Ave Rank Z
1 3 36,00 3,7 0,22
2 3 37,00 3,3 -0,22
Total 6 3,5
Keterangan : H = 0,05 DF = 1 P = 0,827

Lampiran 15. Analisis Non Parametrik Kadar Trigliserida Darah

Uji Kruskal-Wallis
Perlakuan
N Median Ave Rank Z
1 3 65,00 2,7 -1,09
2 3 92,00 4,3 1,09
Total 6 3,5
Keterangan : H = 1,19 DF = 1 P = 0,275

Lampiran 16. Analisis Non Parametrik Indeks Atherogenik


Uji Kruskal-Wallis
Perlakuan
N Median Ave Rank Z
1 3 1,750 3,0 -0,65
2 3 2,080 4,0 0,65
Total 6 3,5
Keterangan : H = 0,43 DF = 1 P = 0,413

Lampiran 17. Analisis Ragam Respon Denyut jantung Tikus Percobaan


Sumber F tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 1 2057,14 2057,14 0,56 4,60 8,86
Galat 1 14 51382,29 3670,16 11,39 1,82 2,30
Galat 2 96 30939,43 322,29
Total 111 84378,86

53
Lampiran 18. Analisis Ragam Respon Laju Pernafasan Tikus Percobaan
Sumber F tabel
db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 1 1989,14 1989,14 1,79 4,60 8,86
Galat 1 14 15562,86 1111,63 4,61 1,82 2,30
Galat 2 96 23158,86 241,24
Total 111 40710,86

Lampiran 19. Analisis Ragam Respon Suhu Tubuh Tikus Percobaan


Sumber F table
Db JK KT F Hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 1 0,48 0,48 0,24 4,60 8,86
Galat 1 14 28,10 2,01 4,97 1,82 2,30
Galat 2 96 38,79 0,40
Total 111 67,36

54

Anda mungkin juga menyukai