RINA MAULIDIYAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Enhancer sebagai
Penyebab Kesalahan Positif pada Strip Uji Imunokromatografi dengan Uji Banding
Real-time PCR adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor dan LPPOM MUI.
Bogor, Juli 2016
Rina Maulidiyah
NIM F24120063
ABSTRAK
RINA MAULIDIYAH. Uji Enhancer sebagai Penyebab Kesalahan Positif pada
Strip Uji Imunokromatografi dengan Uji Banding Real-time PCR. Dibimbing oleh
JOKO HERMANIANTO dan RAAFQI RANASASMITA.
Strip uji imunokromatografi adalah salah satu metode deteksi babi pada
pangan. Metode ini mendeteksi babi secara cepat, mudah, dan murah, namun
memiliki kemungkinan terjadi kesalahan positif/ positif palsu. LPPOM MUI
menduga adanya kesalahan positif deteksi babi menggunakan strip uji pada bumbu
dari restoran yang bersertifikat halal MUI. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
bahan yang menyebabkan kesalahan positif dan mengkaji penyebabnya. Pengujian
dilakukan pada sampel enhancer α, β, dan γ (bebas babi/halal), menggunakan strip
uji A, B, C, D, dan E. Sampel β terhadap strip uji A, B, dan E pada bobot 0.5 g
menunjukkan hasil positif ditandai dengan adanya garis merah pada test line dan
control line, seolah-olah mengandung babi. Sampel α dan γ terhadap strip uji A
pada bobot masing-masing 1.0 g dan 0.75 g menunjukkan hasil positif ditandai
dengan adanya garis merah pada test line dan control line, seolah-olah mengandung
babi. Uji banding real-time PCR menunjukkan bahwa tidak terdeteksi DNA babi
pada sampel α, β, dan γ. Kesalahan positif disebabkan oleh antibodi yang tidak
spesifik pada beberapa strip uji sehingga menyebabkan pengikatan terhadap antigen
non-target dan sifat asam amino X yang bermuatan sehingga menyebabkan
terbentuknya ikatan elektrostatik mengikuti model induce-fit.
ABSTRACT
RINA MAULIDIYAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayahanda Muhammad Makmun, Ibunda Jumhuriyah Hayati, Adik Muhammad
Aulia Nurrohman, Keluarga Bani Jami’an, dan Keluarga Bani Maftuh, atas do’a
dan dukungangannya
2. Dr Ir Joko Hermanianto selaku dosen pembimbing dan Raafqi Ranasasmita,
MBiomed selaku pembimbing lapang yang telah banyak memberikan arahan,
bimbingan dan evaluasi kepada penulis
3. Dr Puspo Edi Giriwono STP MAgr selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan saran perbaikan
4. Dr Ir Lukmanul Hakim MSi selaku direktur LPPOM MUI dan Ir Sumunar Jati
selaku wakil direktur LPPOM MUI yang telah bersedia menerima penulis untuk
melaksanakan kegiatan magang
5. Prof Dr Hj Purwantiningsih Sugita MS selaku Kepala Bagian Research and
Development Halal LPPOM MUI
6. Heryani SSi, Nahdya Khairani MSc, Femi Edison STP, M. Nashih Ulwan AMd
selaku Staf Research and Development Halal LPPOM MUI, serta staf LPPOM
MUI lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
7. Para Dosen, staf Unit Pelayanan Terpadu Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, serta rekan-rekan seperjuangan ITP 49, atas kebaikannya kepada
penulis selama menempuh pendidikan di IPB
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini
Rina Maulidiyah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Antigen-Antibodi 3
Strip Uji Imunokromatografi 3
Real-time Polymerization Chain Reaction (Real-time PCR) 4
METODE 5
Bahan 5
Alat 5
Prosedur Penelitian 5
Rancangan Penelitian 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Spesifikasi Strip Uji Imunokromatografi 9
Hasil Pengujian Strip Uji Imunokromatografi 11
Hasil Pengujian Real-time PCR 15
Kesalahan Positif pada Strip Uji Imunokromatografi 17
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 26
RIWAYAT HIDUP 29
DAFTAR TABEL
1 Spesifikasi strip uji 9
2 Hasil pengujian sampel positif babi pada strip uji 10
3 Data hasil pengujian sampel menggunakan strip uji 12
4 Data hasil pengujian α dan γ menggunakan strip uji A 13
5 Data hasil pengujian asam amino X menggunakan strip uji 14
6 Data hasil pengujian sampel menggunakan real-time PCR 16
7 Perbandingan hasil pengujian strip uji dan real-time PCR 17
DAFTAR GAMBAR
1 Skema strip uji dan mekanisme kerjanya 4
2 Diagram alir proses ekstraksi DNA 7
3 Skema rancangan penelitian 8
4 Channel VIC 15
5 Channel FAM 16
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Antigen-Antibodi
Gambar diatas mengilustrasikan skema strip uji (A). Antigen melekat pada
tempat sampel atau sampel pad (B1), selanjutnya antibodi konjugat membentuk
kompleks dengan antigen dan bermigrasi sepanjang membran nitoselulosa (B2).
Kompleks antibodi konjugat-antigen babi kemudian ditangkap oleh antibodi primer
pada test line dan kelebihannya ditangkap oleh antibodi sekunder pada control line
(B3) (Yang et al. 2011).
Real-time PCR merupakan teknik deteksi rantai gen atau segmen dari DNA.
Target segmen DNA babi Sus scrofa umumnya adalah sitokrom b (5’)-TAC CGC
CCT CGC AGC CGT ACA TCT C-(3’) (GenBank: GU135837.1). Prinsip kerja
real-time PCR adalah denaturasi, penempelan, dan pemanjangan (Emam dan Salam
2015). Denaturasi bertujuan memisahan ulir ganda menjadi ulir tunggal dengan
pemanasan pada suhu 90-100 0C (Farkas 2004). Dua ulir tersebut menjadi cetakan
untuk penempelan primer, umumnya terjadi pada suhu 55-65 0C. Selanjutnya,
proses pemanjangan produk PCR (amplikon) dilakukan oleh Taq-DNA polimerase.
Taq-DNA polimerase menyusun dNTP (bahan penyususun DNA berupa
nukleotida) menjadi ulir baru dengan sifat anti-sense (berlawanan dengan cetakan),
sehingga terbentuk dua ulir ganda yang saling terikat.
Proses denaturasi, penempelan, dan pemanjangan dilakukan berulang sampai
siklus tertentu, secara umum dilakukan amplifikasi sebanyak 35 siklus dalam satu
pengujian (Levin 2010). Amplifikasi meningkatkan jumlah DNA secara
eksponensial setiap siklusnya (Quinn et al 2011). Apabila amplifikasi 1 helai DNA
dilakukan dalam 35 siklus, maka copy DNA yang akan diperoleh sebanyak 235 (3.43
5
METODE
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
masih tidak dapat bermigrasi pada membran nitroselulosa, maka larutan sampel
disentrifugasi. Setelah larutan sampel meresap ½ bagian membran, strip uji
diangkat dan diletakkan secara horizontal agar larutan bermigrasi pada membran
nitroselulosa. Pada saat strip uji diletakkan horizontal, stopwatch dinyalakan dan
mulai dihitung waktu pengujian. Strip uji diamati secara visual pada menit ke-25
(strip uji A), menit ke-10 (strip uji B), menit ke-15 (strip uji D), dan pada menit ke-
15 (strip uji E). Waktu pengujian yang digunakan sesuai dengan prosedur yang
ditentukan masing-masing produsen strip uji. Selanjutnya, hasil pengujian
didokumentasikan dengan kamera.
Real-time PCR
Komponen sampel yang digunakan dalam pengujian real-time PCR berupa
ekstrak DNA, sehingga perlu dilakukan ekstraksi DNA. Proses ekstraksi DNA pada
penelitian ini menggunakan kit ekstraksi, seperti yang dijelaskan diagram alir pada
gambar 2. Setelah diperoleh ekstrak DNA, selanjutnya dilakukan pengukuran
konsentrasi menggunakan spektrofotometer genova nano. Apabila diperoleh
konsentrasi melebihi 10 ng/µl, maka ekstrak DNA diencerkan dengan air bebas
DNA (Lampiran 1). Ekstrak DNA sebanyak 6µl dipipet ke dalam sumur PCR,
selanjutnya ditambahkan kit PCR berupa premiks dengan komposisi primer mix 4µl
dan PCR mix 10µl. Untuk memperoleh campuran homogen, dilakukan metode up-
down pipetting pada saat pemipetan premiks. Kontrol positif (oligonukleotida) dan
kontrol negatif air bebas DNA dimasukkan ke dalam salah satu sumur PCR sebagai
kontrol pengujian.
Selama proses persiapan pengujian, suhu DNA dalam sumur PCR harus
dalam keadaan dingin, sehingga digunakan N°ICE untuk menjaga suhu. Sumur
PCR ditutup, kemudian dilakukan pengecekan keberadaan gelembung udara.
Apabila ada gelembung udara, sumur PCR dihomogenisasi menggunakan spinner.
Sumur PCR dimasukkan kedalam tempat uji real-time PCR, lalu dilakukan
pengaturan komputer dengan software Bio-rad CFX manager. Pengaturan yang
dilakukan adalah berupa desain penempatan sumur PCR, pemberian kode sampel,
pengaturan suhu dan waktu, volume larutan sampel, serta pengaturan banyaknya
siklus amplifikasi. Desain penempatan sampel tergantung kebutuhan. Suhu dan
waktu yang digunakan adalah 950C (10 menit), 950C (15 menit), 610C (40 menit).
Volume larutan sampel yang digunakan adalah 20 µl dan penambahan siklus
amplifikasi sebanyak 34 siklus. Pada akhir setiap siklus dilakukan pembacaan
sinyal fluoresensi satu kali. Setelah pengaturan komputer selesai, selanjutnya
dilakukan proses pengujian.
7
Sampel 200g
Inkubasi 65 0C 10 menit
Ekstrak DNA
Rancangan Penelitian
Sampel
_ Identifikasi awal
menggunakan strip uji A,
B, C, D, dan E
Uji banding
+
menggunakan
real-time PCR
Bobot sampel yang disarankan oleh produsen strip uji berkisar 0.1-1.0 g.
Bobot 0.5 g dipilih karena berada pada kisaran yang berlaku untuk semua strip uji.
Dilihat dari waktu deteksinya, strip uji C memiliki waktu pengujian yang cukup
lama. Pada kurun waktu tersebut dikhawatirkan ada kontaminasi dari lingkungan,
sehingga pengujian sedapat mungkin dihindarkan dari hal yang berpeluang
memberikan kontaminasi.
Pengujian sampel positif babi (olahan daging babi/ sosis babi) dilakukan
terhadap strip uji A, B, D, dan E, untuk memastikan bahwa strip uji benar-benar
dapat mendeteksi babi. Penelitian setiawan (2009) juga telah membuktikan bahwa
strip uji A dapat medeteksi adanya babi. Pada penelitian ini, tidak dilakukan
pengujian sampel positif babi terhadap strip uji C, karena strip uji tersebut tidak
tersedia. Hasil pengujian dapat dilihat sebagai berikut.
Hasil a P P P P
Waktu Deteksi
5 2 7 5
(Menit)
Garis merah Garis merah Garis merah Garis merah
control line control line control line control line
Catatan
dan Test line dan Test dan Test line dan Test line
jelas line jelas jelas jelas
a
P = positif/terdeteksi, N = negatif/tidak terdeteksi
Keempat stri uji memberikan hasil positif pada sampel positif babi, yang
ditandai dengan adanya garis merah pada test line dan control line. Munculnya garis
merah pada test line dan control line menandakan bahwa terdapat kandungan babi
pada sampel olahan daging babi. Warna garis merah berbeda-beda yang diberikan
strip uji dipengaruhi oleh jenis (label) penanda yang digunakan dan pelarut yang
digunakan. Secara umum, jenis label yang sering digunakan pada deteksi babi
adalah Gold Nano Particle (GNP) (Ali et al. 2012).
11
Data hasil pengujian sampel pada bobot 0.5 g menunjukkan bahwa sampel β
memberikan hasil positif seolah-olah mengandung unsur babi terhadap strip uji A,
B, dan E, yang dibuktikan dengan adanya garis merah pada test line dan control
line (tabel 3). Garis merah test line pada strip uji A, B, dan E masing-masing muncul
pada menit ke-2, ke-12, dan ke-2. Garis merah test line pada sampel β terlihat jelas
terhadap strip uji A, namun terlihat samar terhadap strip uji B dan E. Intensitas garis
merah test line dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan strip uji. Pelarut strip uji
A berupa kit yang disediakan oleh produsen, sedangkan pelarut strip uji B dan E
berupa air hangat. Pelarut yang menggunakan reagen tertentu seperti EDTA
memiliki kemampuan ekstraksi yang lebih baik dibandingkan air hangat, sehingga
mampu meningkatkan sensitifitas strip uji. Semakin sensitif suatu strip uji, maka
semakin mudah mendeteksi komponen (Rao dan Hsieh 2007).
Sampel α dan γ pada bobot 0.5 g menunjukkan hasil negatif terhadap semua
strip uji, yang dibuktikan dengan hanya adanya garis merah pada control line.
Pengujian sampel α terhadap strip uji B pada menit ke-15 menunjukkan adanya
garis merah pada test line, namun pada menit ke-25 dan seterusnya garis merah
tersebut hilang, sehingga hasil pengujian dianggap negatif. Hilangnya garis merah
testline disebabkan oleh ikatan antigen-antibodi tidak spesifik. Antibodi mengenali
komponen lain sebagai komponen babi, namun ketika ikatan tidak kuat maka ikatan
tersebut lepas. Ikatan yang mempengaruhi antigen-antibodi adalah ikatan non-
kovalen (Oss et al. 1995).
Sifat semi-kualitatif strip uji bergantung pada konsentrasi/bobot yang
digunakan. Konsentrasi/bobot yang lebih tinggi berpeluang memberikan hasil
positif dengan intensitas lebih tinggi (Ou et al. 2016). Oleh karena itu, sampel α dan
γ diuji coba pada bobot 1.0 g menggunakan strip uji A, untuk mengetahui peluang
sampel memberikan hasil positif pada bobot yang lebih tinggi. Sampel α
memberikan hasil positif terhadap strip uji A seolah-olah mengandung babi,
sedangkan sampel γ menunjukkan hasil invalid pada bobot 1.0 g. Hasil invalid
(tidak ada garis merah pada test line dan control line) disebabkan oleh larutan
sampel γ terlalu pekat, sehingga larutan tidak bermigrasi pada membran
nitroselulosa. Sampel γ diuji kembali dengan menurunkan bobot menjadi 0.75 g.
Sampel γ merupakan sampel yang berisi padatan sulit dilarutkan, sehingga butuh
perlakuan khusus dalam tahap persiapan sampel seperti disaring atau disentrifugasi.
Hasil pengujian sampel dilihat pada tabel 4.
12
Hasil a N P N N P N N N N N N N N P N
Waktu
Deteksi - 2 - - 12 - - - - - - - - 2 -
(Menit)
Test line
Test pada Test
Test line
Catatan - line - menit - - - - - - - - line -
samar
jelas ke-25 samar
hilang
a
P = positif/terdeteksi, N = negatif/tidak terdeteksi
13
Strip Uji A
Sampel α γ
Bobot (g) 1.0 0.75
Gambar
Hasil a P P
Waktu Deteksi (Menit) 15 25
Test line Test line
Catatan
jelas Samar
a
P = positif/terdeteksi, N = negatif/tidak terdeteksi
Sampel α dan γ menunjukkan hasil positif terhadap strip uji A pada bobot
masing-masing 1.0 g dan 0.75 g, seolah-olah mengandung babi. Garis merah pada
test line masing-masing muncul pada menit ke-15 dan menit ke-25. Garis tersebut
pada sampel α terlihat jelas, sedangkan pada sampel γ terlihat samar. Hasil
pengujian membuktikan bahwa sampel α dan γ juga dapat memberikan hasil positif
terhadap strip uji A, seolah-olah seperti mengandung babi. Sampel α dan γ
kemungkinkan memberikan hasil positif pada strip uji lain, namun pada penelitian
ini tidak dilakukan.
Sampel α merupakan hasil hidrolisis protein berupa asam amino dan sebagian
kecil polipeptida. Metode hidrolisis protein di industri secara umum dengan metode
penambahan HCl, karena menghasilkan rendemen tinggi dan lebih murah dari
metode enzimatis. Komponen yang paling dominan pada sampel α adalah asam
amino X yaitu 26-55% (Koo et al. 2011). Sampel α yang dibuat menggunakan
metode hidrolisis memiliki fraksi asam amino X yang lebih tinggi, karena kondisi
asam dapat menyebabkan deaminasi asam amino lain menjadi asam amino X
(Aaslyng et al. 1998; Jarunrattanari 2005).
Sampel β merupakan hasil dari reaksi penggaraman asam amino X dan
natrium hidroksida. Asam amino dapat diperoleh dari proses ekstraksi sumber alami,
sintesis kimia, fermentasi, atau katalisis enzimatik. Untuk memperoleh asam amino
X, proses ekstraksi yang digunakan adalah fermentasi. Asam amino X
disuspensikan kedalam air, selanjutnya dilarutkan. Natrium hidroksida
ditambahkan pada larutan agar terjadi proses netralisasi. Hasil netralisasi berupa
sampel β dimurnikan dengan karbon aktif, selanjutnya dikristalkan. Hasil berupa
kristal β kemudian diberi perlakuan vakum pada suhu 600 C sebelum didinginkan.
14
Hasil a P N N N N
Waktu
Deteksi 5 - - - -
(Menit)
Garis merah
control line
Catatan - - - -
dan Test line
sangat samar
a
P = positif/terdeteksi, N = negatif/tidak terdeteksi
15
α2
β2
NTC
γ2
α1
β1
Kontrol pos.
γ2
Channel FAM berisi pengujian kontrol dan hasil pengujian sampel. Kontrol positif
pada channel FAM memberikan respon garis merah yang memotong baseline
(positif) dan kontrol negatif memberikan respon berupa garis biru yang tidak
memotong baseline (negatif) (gambar 5). Hasil pengujian kontrol sesuai dengan
yang dipersyaratkan pada pengujian real-time PCR.
16
Kontrol pos.
α2
γ1
β2
α1
β1
γ2
NTC
Reaksi silang terjadi karena peran antibodi dan antigen yang terlibat ikatan
dengan antibodi. Antibodi merupakan senyawa yang muncul akibat respon terhadap
senyawa asing atau antigen (Mark et al. 1996). Untuk keperluan penelitian
laboratorium, antibodi umumnya dibentuk dengan menginduksi antigen pada
hewan, sehingga muncul reaksi kekebalan berupa antibodi. Jenis antibodi dapat
berupa poliklonal dan monoklonal. Strip uji imunokromatografi dapat
menggunakan keduanya, namun strip uji pada penelitian ini tidak memberikan
informasi jenis antibodi yang digunakan. Sebagai referensi, penelitian Depamede
(2011) menggunakan antibodi poliklonal untuk mendeteksi adulturasi babi pada
daging sapi dan daging ayam.
Antibodi poliklonal secara umum dibuat dengan menginjeksikan antigen
target ke dalam tubuh hewan seperti kelinci dan sapi. Pada hewan tersebut
dilakukan bleeding out untuk mengambil darah, selanjutnya antibodi diambil dari
serum darah. Antibodi poliklonal yang diperoleh memiliki sifat heterogen. Tipe
antibodi meliputi IgM, IgA, IgD, IgE, dan IgG, namun penyebutan antibodi secara
umum merujuk pada immunoglobulin (IgG) karena paling banyak ditemukan dalam
18
tubuh organisme. Antibodi memiliki susunan hipervariabel berupa HV1, HV2, dan
HV3. Tiga gulungan hipervariabel membentuk Complementarity Determining
Region (CDR) berkontribusi membentuk Antibody Binding System (ABS) atau
paratop yang berfungsi mengenali antigen. HV3 sering mengalami mutasi sehingga
sangat mudah dipengaruhi antigen (Rifai 2011).
Kesalahan positif deteksi babi pernah terjadi pada sampel gelatin dengan
metode dot blot. Metode dot blot merupakan uji untuk mendeteksi kespesifikan
antigen dan antibodi. Tiga jenis antigen yang diuji dalam percobaan tersebut adalah
negatif kontrol, gelatin sapi, dan gelatin babi. Antibodi yang digunakan adalah
antibodi poliklonal anti-gelatin babi. Pada gelatin sapi dan gelatin babi, pengujian
menunjukkan hasil positif seolah-olah mengandung babi. Peneliti menduga
campuran antibodi tidak murni sehingga dapat merespon antigen lain/ tidak spesifik
(Syamsuri dan Wardhani 2013). Hal tersebut yang kemungkinan terjadi pada
pengujian enhancer terhadap strip uji imunokromatografi.
Selain antibodi, reaksi silang disebabkan pula oleh komponen sebagai antigen
yang dapat dikenali oleh antibodi. Antigen merupakan polipeptida yang memiliki
sisi aktif pada bagian permukaan sehingga dapat dikenali antibodi, disebut epitop
atau antigen determinan (Wang et al. 2007; Rifai 2011; Cong Et al 2013). Epitop
dapat terbentuk dari turunan karbohidrat, lemak, asam nukleat dan protein, namun
secara umum berasal dari turunan protein. Meskipun epitop dapat berupa selain
protein, namun tetap membutuhkan protein pembawa agar dapat dikenali oleh
antibodi. Berdasarkan komposisi dari ketiga sampel, asam amino X merupakan
komponen yang paling potensial menyebabkan kesalahan positif, karena jumlahnya
dominan dan merupakan turunan protein (asam amino dan/ peptida). Salah satu
faktor yang paling mempengaruhi pengenalan antibodi terhadap antigen adalah
urutan asam amino pada epitop (Coico dan Sunshine 2009).
Asam amino X dijumpai cukup banyak pada sekuen asam amino serum
albumin dan troponin I babi jenis Sus scrofa, sebagai antigen target strip uji
imunokromatografi berdasarkan data www.uniprot.org (Lampiran 3). Asam amino
X diwakili dengan huruf E pada sekuen asam amino tersebut. Namun demikian,
keberadaan asam amino X yang relatif banyak pada sekuen serum albumin dan
troponin I tidak dapat digunakan sebagai acuan utama dalam menentukan asam
amino X sebagai kunci pengenalan sebagai antigen babi.
Asam amino X merupakan komponen yang bersifat antigenik (dapat
menginduksi antibodi). Kemampuan antibodi dalam mengikat asam amino X
diteliti oleh Huisman et al. (2010). Pada penelitian tersebut beberapa hapten
(molekul kecil penginduksi antibodi) dikonjugasikan dengan protein pembawa
sehingga dapat dikenali oleh antibodi. Salah satu molekul hapten yang digunakan
adalah asam amino X. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa asam amino
X memiliki affinitas yang cukup baik terhadap antibodi. Titer yang digunakan pada
asam amino X untuk berikatan dengan antibodi lebih sedikit dibandingkan titer
pada hapten lain. Titer atau konsentrasi yang sedikit digunakan menandakan
kemudahan asam amino X dalam berikatan dengan antibodi. Jumlah titer pada asam
amino X yang sedikit disebabkan oleh sifat muatan negatif yang ekstrim pada asam
amino X.
Asam amino X merupakan asam amino yang bermuatan sehingga mampu
membentuk ikatan elektrostatik. Ikatan elektrostatik adalah salah satu ikatan yang
dapat menyumbang energi tinggi, sehingga menjadi salah satu ikatan yang paling
19
dominan pada antigen-antibodi (Oss 1995; Ramaraj et al. 2012). Pada penelitian ini
tidak dilakukan pengujian mengenai mekanisme ikatan asam amino X dan antibodi
secara molekular. Namun demikian, apabila dilihat secara teori pola interaksi reaksi
silang asam amino X mengikuti model ikatan induced-fit (lampiran 4). Model
ikatan induced-fit terjadi ketika affinitas antigen-antibodi rendah. Affinitas adalah
kemampuan mengikat antigen terhadap antibodi (Bax et al. 2012).
Apabila ikatan antigen-antibodi cenderung memiliki affinitas rendah di mana
antibodi tidak spesifik dan ada komponen asing dengan sifat elektrostatik, maka
komponen tersebut dapat mengubah sisi aktif pada antibodi. Selanjutnya, sisi aktif
antibodi berubah menjadi komplemen komponen dan mengikat komponen tersebut
(Wang et al. 2007; Coico dan Sunshine 2009). Penelitian lain juga menyebutkan
banhwa asam amino X memiliki affinitas yang tinggi terhadap antibodi (Weaver et
al. 1998; Carozzi et al. 2008). Selain itu, asam amino X bersama asam amino tirosin
dan alanin sering menyebabkan reaksi silang ketika diteliti dengan detektor isotop
I135 (Zeiger dan Maurer 1982). Oleh karena itu, asam amino X merupakan
komponen yang paling mungkin menyebabkan reaksi silang pada enhancer.
Sampel β merupakan sampel yang mudah mengalami reaksi silang
dibandingkan sampel lainnya. Hal tersebut karena sampel β memiliki presentase
asam amino X paling tinggi diantara sampel lainnya. Pengujian deteksi babi pada
sampel β merk lain menggunakan strip uji A pernah dilakukan oleh internal
laboratorium halal LPPOM MUI. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sampel β
memberikan hasil positif terhadap strip uji A. Uji banding menggunakan real-time
PCR menunjukkan hasil negatif babi berdasarkan penelitian internal laboratorium
halal LPPOM MUI, sehingga hal tersebut berhasil membuktikan bahwa sampel β
merk lain pun dapat menyebabkan kesalahan positif terhadap strip uji
imunokromatografi.
Simpulan
Sampel β memberikan hasil positif terhadap strip uji A, B, dan E pada bobot
0.5 g ditandai dengan adanya garis merah pada test line dan control line seolah-olah
mengandung babi, padahal sampel bebas babi/halal. Hal yang sama terjadi pula
pada sampel α dan γ terhadap strip uji A pada bobot masing-masing 1.0 g dan 0.75
g. Ketiga sampel diuji banding dengan real-time PCR dan memberikan hasil negatif
babi, sehingga dapat dipastikan bahwa ketiga sampel bebas babi. Sampel β
terindikasi mengalami kesalahan positif jika diuji dengan strip uji A, B, dan E.
Sampel α dan γ terindikasi mengalami kesalahan positif jika diuji dengan strip uji
A. Reaksi silang yang terjadi disebabkan kemungkinan antibodi yang tidak spesifik
dan asam amino X sebagai komponen yang meyebabkan kesalahan positif.
Antibodi yang tidak spesifik menyebabkan pengikatan terhadap antigen non-target,
sementara sifat asam amino X yang bermuatan menyebabkan terbentuknya ikatan
elektrostatik mengikuti model induce-fit.
20
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ali ME. Hashim U, Mustafa s, Che Man YB, Islam KN. 2012. Gold nanoparticle
sensor for the visual detection of pork Adulteration inmeatball formulation.
Journal of Nanomaterial. Doi:10.1155/2012/103607.
Aaslyng MD, Marten M, Poll L, Mielsen PM, Flyge H, Larsen LM. 1998. Chemical
and sensory characterization of hydrolyzed vegetable protein, a savory
flavoring. Journal Agricultural Food Chemistry. 1998 (46): 481-489. Doi:
10.1021/jf970556e.
Ault A. 2004. The monosodium glutamate story: the commercial production of β
and other amino acids. Journal of Chemical Education. 81 (3): 347-355.
Bax HJ, Keeble AH, Gould HJ. 2012. Cytokinergic IgE action in mast cell
activation. Frontiers in Immunology. 3 (2012): 229. Doi:
10.3389/fimmu.2012.00229.
Carozzi VA, Canta A, Oggioni N, Ceresa C, Marmioroli P, Konvalinka J, Zoia C,
Bossi M, Ferrarese C, Tredici G, Cavaletti G. 2008. Expression and
distribution of ‘high affinity’ glutamate transporters GLT1, GLAST, EAAC1
and peripheral nervous systemof GCPII in the rat. Journal of Anatomy. 213
(2008): 539-546. Doi: 10.1111/j.1469-7580.2008.00984.x.
Chen FC, Hsieh YHP. 2000. Detection of pork in heat-processed meat products by
monoclonal antibody-based ELISA. Journal of AOAC International. 83
(2000): 1.
Chen FC, Hsieh YHP. 2001. Separation and characterization of a porcine-specific
thermostable muscle protein from cooked pork. Journal of Food Science. 66
(2001): 6.
Chen FC, Hsieh YHP. 2002. Porcine troponin I: a thermostable species marker
protein. Meat Science. 61 (2002): 55-60.
Choico R, Sunshine. 2015. Immunology: A Short Course 7th Edition. New York
(USA): John Willey and Sons Ltd. Hlm: 29-36.
Cong Y, Yi H, Qing Y, Li L. 2013. Identification of the critical amino acid residues
of immunoglobulin E and immunoglobulin G epitopes on as1-casein by
alanine scanning analysis. Journal Diary Science 96: 6870-6876. Doi:
10.3168/jds.2013-688.
Danezis GP, Tsagkaris AS, Camin F, Brusic V, Georgiou CA. 2016. Food
authentication: techniques, trends & emerging approaches. Doi:
10.1016/j.trac.2016.02.026.
Depamede SN. 2011. Development of a rapid immunodiagnostic test for pork
components in raw beef and chicken meats: a preliminary study. Media
Peternakan. 34 (2): 83-87. Doi: 10.5398/medpet.2011.34.2.83.
Emam SM, Salam OH. 2015. Real-time PCR: A rapid and sensitive method for
diagnosis of dermatophyte induced onychomycosis, a comparative study.
Alexandria Journal of Medicine, siap terbit. Doi:
10.1016/j.ajme.2015.05.001.
Erwanto Y, Abidin MZ, Sismindari, Rohman A. 2012. Pig species identification in
meatballs using polymerase chain reaction-retriction fragment length
polymorphism for halal authentication. International Food Reseach Journal.
19 (3): 901-906.
22
[Eurasyp] European Association for Specialty Yeast Product. [tahun terbit tidak
diketahui][Internet]. [diunduh 2016 Maret 30]. Tersedia pada:
www.yeastextract.info.
Fabio D, Tea P, Klaus Z, Walter K. 2014. Structure of allergens and structure based
epitope predictions. Methods. 66 (2014): 3–21. Doi:
10.1016/j.ymeth.2013.07.024.
Farkaz D H. 2004. DNA from A to Z. Washington DC (USA): American Assosiation
for Clinical Chemistry Press.
Holmseth S, Dehnes Y, Bjornsen LP, Boulland JL, Furness DN, Bergles D, Danbolt
NC. 2005. Specificity of antibodies: unexpected cross-reactivity of antibodies
directed against the excitatory amino acid transporter 3 (EAAT3).
Neuroscience. 136 (2005) 649–660. Doi:
10.1016/j.neuroscience.2005.07.022.
Huisman H, Wynveen P, Setter PW. 2010. Studies on the immune response and
preparation of antibodies against a large panel of conjugated
neurotransmitters and biogenic amines: specific polyclonal antibody response
and tolerance. Journal of Neurochemistry. 112 (2010): 829-841. Doi:
10.1111/j.1471-4159.2009.06492.x.
Jarunrattanasri A, Cadwallader KR, Theerakulkait C. 2005. Aroma and amino acid
composition of hydrolyzed vegetable protein from rice bran. Symposium
series American Chemical Society, Washington DC.
Ji K, Chen J, Gao C, Liu X, Xia L, Liu Z, Li L, Yang S. 2011. A two-site
monoclonal antibody immunochromatography assay for rapid detection of
peanut allergen Ara h1 in Chinese imported and exported foods. 29 (2011);
541-545. Doi: :10.1016/j.foodchem.2011.04.055.
Jiang T, Liang Z, Ren W, Chen J, Zhi X, Qi G, Yang Y, Liu Z, Liu X, Cai X. 2011.
Development and validation of a lateral flow immunoassay using colloidal
gold for the identification of serotype-specific foot-and-mouth disease virus
O, A and Asia 1. 171 (2011): 74-80. Doi: 10.1016/j.jviromet.2010.10.002.
Kim YR, Park S, Fagutao F, Nho SW, Jang HB, Cha IS, Thompson KD, Adams A,
Bayley A, Jung TS. 2015. Development of an immunochromatography assay
kit for rapid detection of ranavirus. Journal OF Virology Methods. 223
(2015): 33-39. Doi: 10.1016/j.jviromet.2015.07.009.
Koo SH, Bae IY, Lee S, Lee DH, Hur BS, Lee HG. 2011. Evaluation of wheat
gluten hydrolysates as taste-active compounds with antioxidant activity.
Journal Food Science and Technology. Doi: 10.1007/s13197-011-0515-9.
Kreier J P. 2002. Infection, Resistance, and Immunity 2th Edition. New York
(USA): Taylor & Francis.
Levin R E. 2010. Rapid Detection and Characterization of Foodborne Pathogens
by Molecular Techniques. Boca Raton (FL): CRC Press Taylor & Francir
Group.
Lim SA, Ahmed MU. 2016. A label free electrochemical immunosensor for
sensitive detection of porcine serum albumin as a marker for pork adulteration
in raw meat. Food Chemistry, siap terbit. Doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.foodchem.2016.03.063.
Lin L, Tong M, Fu Z, Dan B, Zheng W, Zhang C, Yang T, Zhang Z. 2011.
Evaluation of a colloidal gold immunochromatography assay in the detection
of Treponema pallidum specific IgM antibody in syphilis serofast reaction
23
Sajid M, Kawde AN, Daud M. 2014. Designs, formats and applications of lateral
flow assay: a literature review. Journal of Saudi Chemical Society, siap terbit.
Doi: 10.1016/j.jscs.2014.09.001.
Sakakibara Y, Mochiduki K, Shibai Y, Iwamoto H. 2012. Method of detecting raw
pork and detection kit therefor. United States Paten Application Publication.
15 (2012).
Sayed ET, Saito Y, Tsujiguchi T, Nakagawa N. 2012. Catalytic activity of Γ in
biofuel cell. Journal of Bioscience and Bioengineering. 114 (5): 521-525.
Doi:10.1016/j.jbiosc.2012.05.021.
Schubert-ullrich P, Rudolf J, Ansari P, Geller B, Fuhrer M, Molonelli A,
Baumgartner S. 2009. Commercialized rapid immunoanalytical tests for
determination of allergenic food proteins: an overview. Analytical Bio-
analytical Chemistry. 395 (2009): 69-81. Doi: 10.1007/s00216-009-2715-y.
Setiawan LE. 2013. Validasi porcine detection kit pada analisis cemaran babi dalam
produk daging sapi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Shi C, Zhao S, Zhang K, Hong G, Zhu Z. 2008. Preparation of colloidal gold
immunochromatography strip for detection of methamidophos residue.
Journal of Environmental Science. 20 (2008): 1392-1397.
Tanguler H, Erten H. 2008. Utilisation of spent brewer’s yeast for γ production by
autolysis: The effect of temperature. Food and Bioproduct Processing. 86
(2008): 317-321. Doi: 10.1016/j.fbp.2007.10.015.
Wang W, Singh S, Zeng DL, King K, Nema S. 2007. Antibody structure, instability,
and formulation. Journal of Pharmateutical Sciences. 96 (1). Doi:
10.1002/jps.
Weaver CD, Gundersen V, Verdoorn TA. 1998. A high affinity glutamate/aspartate
transport system in Pancreatic islets of langerhans modulates glucose-
stimulated Insulin secretion. Journal of Biological Chemistry. 273 (3): 1647-
1653.
Uniprot. Sequence Amino Acid. [Internet]. [diunduh 2016 Maret 30]. Tersedia pada:
www.uniprot.org.
Yang Q, Gong X, Song T, Yang J, Zhu S, Li Y, Cui Y, Li Y, Zhang B, Chang J.
2011. Quantum dot-based immunochromatography test strip for rapid,
quantitative and sensitive detection of alpha fetoprotein. Biosensors and
Bioelectronics. 30 (2011) 145–150. Doi: 10.1016/j.bios.2011.09.002.
Yuhi T, Nagatani N, Endo T, Kerman K, Takata M, Konaka H, Namiki M,
Takamura Y, Tamiya E. 2006. Gold nanoparticle based
immunochromatography using a resin modified micropipette tip for rapid and
simple detection of human chorionic gonadotropin hormone and prostate-
specific antigen. Science and Technology of Advanced Materials. 7 (2006):
276-281. Doi: 10.1016/j.stam.2005.12.008.
Zeiger AR, Maurer PH. 1982. Immunogenicity of four sequential their recognition
at the T lymphocyte and antibody levels polypeptides in inbred guinea-pigs
and antibody level. Journal of Immunogenetics. 9 (1982): 457-464.
Zhang C, Zhang Y, Wang S. 2006. Development of multianalyte flow-through and
lateral-flow assays using gold particles and horseradish peroxidase as tracers
for the rapid determination of carbaryl and endosulfan in agricultural
products. Journla Agricultural and Food Chemistry. 54 (2006): 2502-2507.
25
LAMPIRAN
Sampel α ulangan 1
Perlu diencerkan pada konsentrasi 10 ng/µl sebanyak 30µl
V1 x M1 = V2 x M2
V2 x M2
V1 = 𝑀1
30µl x 10ng/µl
V1 =
13.639 𝑛𝑔/µl
V1 = 21.9 µl
Komposisi = 21.9µl ekstrak DNA dan 8.1µl air bebas DNA
MKWVTFISLLFLFSSAYSRGVFRRDTYKSEIAH MKWVTFISLLLLFSSAYSRGVFRRDTHKSEIA
RFKDLGEQYFKGLVLIAFSQHLQQCPYEEHVKL HRFKDLGEEHFKGLVLIAFSQYLQQCPFDEHV
VREVTEFAKTCVADESAENCDKSIHTLFGDKLC KLVNELTEFAKTCVADESHAGCEKSLHTLFGD
AIPSLREHYGDLADCCEKEEPERNECFLQHKND ELCKVASLRETYGDMADCCEKQEPERNECFLS
NPDIPKLKPDPVALCADFQEDEQKFWGKYLYEI HKDDSPDLPKLKPDPNTLCDEFKADEKKFWGK
ARRHPYFYAPELLYYAIIYKDVFSECCQAADKA YLYEIARRHPYFYAPELLYYANKYNGVFQECC
ACLLPKIEHLREKVLTSAAKQRLKCASIQKFGE QAEDKGACLLPKIETMREKVLASSARQRLRCA
RAFKAWSLARLSQRFPKADFTEISKIVTDLAKV SIQKFGERALKAWSVARLSQKFPKAEFVEVTK
HKECCHGDLLECADDRADLAKYICENQDTISTK LVTDLTKVHKECCHGDLLECADDRADLAKYIC
LKECCDKPLLEKSHCIAEAKRDELPADLNPLEH DNQDTISSKLKECCDKPLLEKSHCIAEVEKDA
DFVEDKEVCKNYKEAKHVFLGTFLYEYSRRHPD IPENLPPLTADFAEDKDVCKNYQEAKDAFLGS
YSVSLLLRIAKIYEATLEDCCAKEDPPACYATV FLYEYSRRHPEYAVSVLLRLAKEYEATLEECC
FDKFQPLVDEPKNLIKQNCELFEKLGEYGFQNA AKDDPHACYSTVFDKLKHLVDEPQNLIKQNCD
LIVRYTKKVPQVSTPTLVEVARKLGLVGSRCCK QFEKLGEYGFQNALIVRYTRKVPQVSTPTLVE
RPEEERLSCAEDYLSLVLNRLCVLHEKTPVSEK VSRSLGKVGTRCCTKPESERMPCTEDYLSLIL
VTKCCTESLVNRRPCFSALTPDETYKPKEFVEG NRLCVLHEKTPVSEKVTKCCTESLVNRRPCFS
TFTFHADLCTLPEDEKQIKKQTALVELLKHKPH ALTPDETYVPKAFDEKLFTFHADICTLPDTEK
ATEEQLRTVLGNFAAFVQKCCAAPDHEACFAVE QIKKQTALVELLKHKPKATEEQLKTVMENFVA
GPKFVIEIRGILA FVDKCCAADDKEACFAVEGPKLVVSTQTALA
MGDEEKRHRAITARRQHLKSVMLQIAATELEKE MGDEEKRHRAITARRQHLKSVMLQIAATELEK
VGRRESEKQNYLSEHCPPLHLPGSMSEVQELCK EEGRREAEKQNYLSGHCPPLHLPGSMSE
QLHAKIDAAEEEKYDMEIKVQKSTKELEDMNQK VQELCRQLHAKIDAAEEEKYDMEIRVQKSTKE
LFDLRGKFKRPPLRRVRMSADAMLKALLGSKHK LEDMNQKLFDLRGKFKRPPLRRVRMSAD
VCMDLRANLKQVKKEDTEKERDLRDVGDWRKNI AMLKALLGSKHKVCMDLRANLKQVKKEDTEKE
EEKSGMEGRKKMFETES RDLRDVGHWRKNIEEKSGMEGRKKMFES
RIWAYAT HIDUP