Anda di halaman 1dari 36

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN KITOSAN

TERHADAP PERTUMBUHAN PROTOCORM LIKE BODIES


(PLBs) DAN PLANLET ANGGREK Phalaenopsis HIBRIDA

HALIDA ADISTYA PUTRI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Komposisi
Media Dasar dan Kitosan terhadap Pertumbuhan Protocorm Like Bodies (PLBs)
dan Planlet Anggrek Phalaenopsis Hibrida adalah karya saya yang dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Halida Adistya Putri


NIM A24110037

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada kerja sama yang terkait.
ABSTRAK

HALIDA ADISTYA PUTRI. Pengaruh Komposisi Media Dasar dan Kitosan


terhadap Pertumbuhan Protocorm Like Bodies (PLBs) dan Planlet Anggrek
Phalaenopsis Hibrida. Dibimbing oleh DEWI SUKMA.

Perbanyakan tanaman anggrek melalui biji di habitat alaminya memiliki


tingkat keberhasilan yang rendah, karena biji anggrek tidak memiliki endosperm
atau cadangan makanan. Salah satu alternatif untuk perbanyakan tanaman anggrek
adalah kultur jaringan. Kesuksesan kegiatan kultur jaringan sangat ditentukan oleh
pemilihan media yang digunakan. Media dasar Murashige dan Skoog (MS)
merupakan media dasar kultur jaringan yang terbuat dari bahan-bahan kimia
murni yang harganya relatif mahal. Pupuk lengkap yang umum dipakai sebagai
pengganti media dasar MS adalah pupuk lengkap yang relatif lebih murah dan
praktis. Selain penggunaan media dasar yang sesuai, penambahan bahan organik
tertentu juga dapat memacu pertumbuhan, perkembangan dan ketahanan tanaman
terhadap penyakit, diantaranya adalah kitosan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh media dasar dan kitosan terhadap pertumbuhan PLBs dan
planlet anggrek Phalaenopsis hibrida. Rancangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu
komposisi media tumbuh. Eksplan yang digunakan adalah clump PLBs
(Protocorm Like Bodies) E13 (V3 x PA) dan planlet E01 (MKW 002 x KHM
0421). Penelitian terdiri dari dua percobaan yaitu pengaruh komposisi media
terhadap pertumbuhan clump PLBs E13 dan pengaruh komposisi media terhadap
pertumbuhan planlet E01. Komposisi media untuk percobaan 1 adalah setengah
konsentrasi media dasar MS (MS1/2), pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-
1
), MS 1/2 + kitosan 5 ppm dan pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) +
kitosan 5 ppm. Semua perlakuan komposisi media ditambahkan air kelapa 15%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi media dasar pupuk lengkap
(N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) dapat digunakan sebagai media alternatif media
Murashige dan Skoog (MS), karena media tersebut dapat meningkatkan
pertambahan jumlah daun, PLBs dan planlet lebih tinggi dibandingkan media
MS1/2. Penambahan kitosan 5 ppm tidak dapat meningkatkan pertumbuhan clump
PLBs. Komposisi media untuk percobaan 2 adalah pupuk lengkap (N:P:K =
20:20:20) (2 g L-1) dengan atau tanpa penambahan kitosan 5 ppm. Semua
perlakuan komposisi media ditambahkan ekstrak kentang (50 g L-1), ekstrak
pisang ambon (50 g L-1) dan arang aktif (2 g L-1). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dua perlakuan komposisi media tidak berpengaruh nyata terhadap
pertambahan jumlah daun dan akar planlet E01. Penambahan kitosan 5 ppm tidak
dapat meningkatkan pertumbuhan planlet.

Kata kunci: kitosan, media MS, anggrek hibrida, pupuk lengkap (N:P:K =
20:20:20), Phalaenopsis
ABSTRACT
HALIDA ADISTYA PUTRI. Effect of Basic Medium Composition and Chitosan
on Growth of Protocorm Like Bodies (PLBs) and Planlet Phalaenopsis Orchid
Hybrids. Supervised by DEWI SUKMA.

Orchid propagation in its habitat with seed has a low rate of success,
because of orchid has no endosperm or food reserves. One of alternative that can
be used for orchid propagation is tissue culture. Tissue culture succes is affected
by medium composition. Murashige and Skoog (MS) basic medium composition
is a medium tissue culture made from pure chemical substances which relatively
expensive. Complete fertilizer commonly used as a replacement for MS basic
medium is a complete fertilizer, which is relatively inexpensive and practical.
Besides use suitable of basic medium composition, the addition of certain organic
compound can also increase growth, development and resistance to disease of
plant, such as chitosan. The research aims were to study the effect of basic
medium composition and chitosan on growth of PLBs and planlet Phalaenopsis
Orchid Hybrids. The designs used in this experiments were completely
randomized design with one factor, the factor was medium composition.
Protocorm Like Bodies (PLBs) clump E13 (V3 x PA) and plantlets E01 (MKW
002 x KHM 0421) were used as explant. This study consisted of two experiments
were the effect of medium composition on the growth of PLBs clump E13 and the
effect of medium composition on the growth of plantlets E01. Medium
composition for experiment 1 were half concentration of MS basic medium
(MS1/2), complete fertilizer (N: P: K = 20:20:20) (2 g L-1), MS 1/2 + chitosan 5
ppm and a complete fertilizer (N: P: K = 20:20:20) (2 g L-1) + chitosan 5 ppm.
All treatments of medium composition were by added 15% coconut water. The
results showed that the basic medium composition complete fertilizer (N: P: K =
20:20:20) (2 g L-1) can be used as an alternative medium Murashige and Skoog
(MS), because the medium composition complete fertilizer (N: P: K = 20:20:20)
(2 g L-1)increased the number of leaves , PLBs and plantlets higher than MS1/2
medium. Chitosan 5 ppm could not increased PLBs clump growth. Medium
composition for experiment 2 were complete fertilizer (N: P: K = 20:20:20) with
or without the addition of chitosan 5 ppm. All treatments of medium composition
added potato extract (50 g L-1), ambon banana extract (50 g L-1) and activated
charcoal (2 g L-1). The results showed that two treatment of composition medium
for planlets growth did not give better effect on planlets E01 growth. Composition
medium of complete fertilizer (N: P: K = 20:20:20) (2 g L-1) + potato extract (50 g
L-1) + ambon banana extract (50 g L-1) + activated charcoal (2 g L-1). The results
showed that the two treatments medium composition was not significantly
affected the number of leaves and roots of plantlets E01. Chitosan 5 ppm could
not increased planlet growth.

Keyword: chitosan, complete fertilizer (N: P: K = 20:20:20), orchid hybrid, MS


medium, Phalaenopsis
.
PENGARUH KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN KITOSAN
TERHADAP PERTUMBUHAN PROTOCORM LIKE BODIES
(PLBs) DAN PLANLET ANGGREK Phalaenopsis HIBRIDA

HALIDA ADISTYA PUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Mei 2015 ini ialah kultur
jaringan anggrek, dengan judul Pengaruh Komposisi Media Dasar dan Kitosan
terhadap Pertumbuhan Protocorm Like Bodies (PLBs) dan Planlet Anggrek
Phalaenopsis Hibrida.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Dewi Sukma, SP MSi selaku
pembimbing yang memberikan bimbingan, masukan, koreksi dan dukungan
dalam pembuatan karya ilmiah ini. Terima kasih juga diucapkan kepada teman-
teman dan semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan karya ilmiah ini.
Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu dan seluruh keluarga
atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Halida Adistya Putri


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL i
DAFTAR GAMBAR i
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Botani Anggrek Phalaenopsis 2
Morfologi Anggrek Phalaenopsis 3
Pemuliaan Anggrek 4
Kultur Jaringan Anggrek 5
Pupuk Lengkap (N:P:K = 20:20:20) 5
Kitosan 6
Bahan Organik Kompleks Dalam Media Kultur Jaringan 6
BAHAN DAN METODE 7
Waktu dan Tempat 7
Bahan dan Alat 7
Metode Percobaan 7
Metode Pelaksanaan 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Percobaan 1: Pengaruh Komposi Media terhadap Pertumbuhan
Clump PLBs 12
Percobaan 2: Pengaruh Komposisi Media terhadap Pertumbuhan
Planlet 18
Aklimatisasi 18
SIMPULAN DAN SARAN 21
DAFTAR PUSTAKA 22
RIWAYAT HIDUP 24
i

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata pertambahan jumlah daun per botol kultur (3 clump PLBs)


pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan
clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13 13
2 Rata-rata pertambahan jumlah akar per botol kultur (3 clump PLBs)
pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan
clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13 14
3 Rata-rata pertambahan jumlah PLBs per botol kultur (3 clump PLBs)
pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan
clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13 15
4 Rata-rata pertambahan jumlah planlet per botol kultur (3 clump
PLBs) pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan
eksplan clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13 16
5 Rata-rata pertambahan diameter clump PLBs per botol kultur (3
clump PLBs) pada perlakuan berbagai komposisi media
menggunakan eksplan clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis
E13 17
6 Rata-rata pertambahan jumlah daun dan akar per botol kultur (5
planlet) pada dua perlakuan komposisi media menggunakan eksplan
planlet populasi hibrida Phalaenopsis E01 18
7 Rata-rata pertambahan jumlah daun pada tahap aklimatisasi dari
planlet populasi hibrida Phalaenopsis E01 19
8 Rata-rata pertambahan panjang dan lebar daun (cm) pada tahap
aklimatisasi dari planlet populasi hibrida Phalaenopsis E01 20
9 Persentase planlet yang hidup serta pertambahan jumlah dan panjang
akar (cm) pada tahap aklimatisasi dari planlet populasi persilangan
Phalaenopsis E01 21

DAFTAR GAMBAR

1 (A) Kontaminasi yang disebabkan oleh cendawan, (B) Gejala


pencoklatan pada clump PLBs pada 4 MST, (C) Clump PLBs tampak
berwarna putih pada 4 MST 12
2 Rata-rata jumlah clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13
yang hidup pada berbagai komposisi media pertumbuhan 13
3 (A) Keragaan clump Protocorm Like Bodies (PLBs),(B) Beberapa
PLBs yang berwarna cokla saat 6 MST 15
4 Planlet pada media media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g
L-1) 16
5 (A) Clump PLBs pada media MS1/2, (B) Clump PLBs pada media
pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1), (C) Clump PLBs pada
media MS1/2 + kitosan 5 ppm , (D) ClumpPLBs pada media pupuk
lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm 17
6 (A) Keragaan planlet E01 saat 8 MST, (B) Tanaman hasil
aklimatisasi, (C) Tanaman yang berasal dari media pupuk lengkap
(N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1), (D) Tanaman yang berasal dari media
pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm 19
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anggrek merupakan tanaman famili Orchidaceae yang hidup lebih dari 120
juta tahun lalu dengan 35 000 spesies dan ratusan ribu persilangan (Andiani
2008). Anggrek merupakan tanaman hias yang memiliki nilai estetika yang tinggi.
Anggrek banyak diminati oleh konsumen baik dalam negeri maupun luar negeri,
karena anggrek memiliki berbagai macam variasi bentuk dan warna bunga yang
unik, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi pengguna atau hobiis anggrek.
Indonesia memiliki banyak sumber plasma nutfah anggrek, sekitar 5 000
spesies anggrek tersebar di Indonesia. Salah satu anggrek penting di Indonesia
adalah anggrek dari genus Phalaenopsis. Phalaenopsis merupakan anggrek sangat
populer baik di negara tropis maupun di negara subtropis. Anggrek bulan
(Phalaenopsis sp) merupakan salah satu anggrek kebanggaan Indonesia. Anggrek
spesies Phalaenopsis amabilis pernah dinobatkan sebagai bunga nasional yang
dijuluki Puspa Pesona. Anggrek tersebut memiliki ciri khas bunga berwarna putih
bersih dan lidah kuning keemasan (Rukmana 2000).
Populasi anggrek spesies Phalaenopsis asli Indonesia semakin berkurang
karena banyaknya pembukaan hutan untuk perkebunan, pemukiman penduduk
dan pertambangan. Hal tersebut mendorong para pemulia anggrek untuk
melakukan penyilangan-penyilangan anggrek. Negara yang saat ini telah
mengembangkan persilangan anggrek Phalaeopsis secara besar-besaran adalah
Taiwan. Ternyata keragaman spesies asli Phalaenopsis tidak cukup memuaskan
para penggemar anggrek, sehingga dilakukan teknik penyilangan. Teknik ini
diharapkan dapat menghasilkan anggrek hibrida kualitas unggul.
Tanaman anggrek dapat berkembangbiak secara vegetatif dan generatif.
Perbanyakan tanaman anggrek secara alami melalui biji memiliki tingkat
keberhasilan yang rendah, karena biji anggrek tidak memiliki endosperm atau
cadangan makanan. Biji anggrek dapat tumbuh jika bersimbiosis dengan
cendawan mikoriza yang menghasilkan nutrisi sebagai bahan energi untuk
pertumbuhan dan perkembangan perkecambahan biji-biji anggrek (Andiani 2008).
Salah satu alternatif untuk perbanyakan tanaman anggrek adalah kultur jaringan.
Kultur jaringan adalah teknik budidaya sel, jaringan dan organ tanaman dalam
suatu lingkungan yang aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut tumbuh menjadi
tanaman lengkap (planlet) (Santoso dan Nursandi 2003). Perbanyakan dengan
metode kultur jaringan menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak dan relatif
singkat.
Kesuksesan kegiatan kultur jaringan sangat ditentukan oleh pemilihan
media yang digunakan. Media kultur mengandung hara makro dan mikro yang
dibutuhkan oleh tanaman. Kebutuhan tiap tanaman berbeda pada hal komposisi
dan jumlah hara yang diperlukan (Santoso dan Nursandi 2003). Salah satu media
dasar yang biasa digunakan pada kultur jaringan anggrek adalah media MS
(Murashige dan Skoog) dengan setengah konsentrasi atau biasa disebut dengan
media MS1/2. Media dasar MS1/2 merupakan media yang terbuat dari bahan-
bahan kimia murni yang harganya relatif mahal. Penggunaan media alternatif
yang harganya terjangkau sangat diperlukan sebagai pengganti media dasar
(media MS1/2). Salah satu media alternatif adalah media yang terbuat dari media
pupuk lengkap yang mengandung hara makro dan mikro serta dapat memacu
pertumbuhan anggrek. Pupuk lengkap yang umum dipakai sebagai pengganti
media dasar MS adalah pupuk lengkap yang relatif lebih murah dan praktis.
Media MS 1/2 , Hyponex dan Hyponex + air kelapa 150 ml L-1 dapat
menghasilkan planlet sebesar 100 % yang berasal dari protocorm like bodies
(PLBs) di minggu ke-16 pada populasi hibrida anggrek Phalaenopsis (Andini
2013). Penelitian ini menggunakan media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20)
yang diharapkan dapat digunakan sebagai media alternatif selain media dasar MS.
Selain penggunaan media dasar yang sesuai, bahan organik tertentu juga
dapat memacu pertumbuhan, perkembangan dan ketahanan tanaman terhadap
penyakit, diantaranya adalah kitosan. Penambahan kitosan 5 ppm dan air kelapa
15% pada media MS1/2 menghasilkan persentase planlet hidup tertinggi pada
Phalaenopsis amabilis (Raynalta 2013). Pertumbuhan anggrek dalam kultur
jaringan sangat bergantung pada komposisi media kultur yang digunakan, oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi media dasar
yang sesuai dan pengaruh kitosan untuk pertumbuhan anggrek Phalaenopsis
hibrida yang telah dihasilkan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media dasar dan


kitosan terhadap pertumbuhan PLBs dan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida.

Hipotesis

Media dasar pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) dapat digunakan


sebagai media alternatif media Murashige dan Skoog (MS) dan kitosan dapat
meningkatkan pertumbuhan PLBs dan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Anggrek Phalaenopsis

Anggrek bulan di Indonesia merupakan nama lain dari Phalaenopsis.


Klasifikasi botani anggrek bulan dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan yang
dinyatakan Rukmana (2000) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (biji tertutup)
Kelas : Monocotyledonae (biji berkeping satu)
Ordo : Orchidales
3

Famili : Orchidaceae (anggrek-anggrekan)


Genus : Phalaenopsis
Anggrek Phalaenopsis memiliki 40 sampai 60 spesies di dunia, sedangkan
22 spesies terdapat secara alami di wilayah Indonesia (Rukmana 2000).
Phalaenopsis yang banyak terdapat di pasaran yaitu Asponopsis, Doritaenopsis
dan Renarthopsis (Mattjik 2010). Beberapa spesies anggrek Phalaenopsis
digunakan dalam penelitian Dwiatmini (2002) sebanyak 19 spesies Phalaenopsis
yaitu Phalaenopsis violacea ‘Borneo’, Phal. sumatrana, Phal. kunstleri, P.
pantherina, Phal. cornu-cervi, Phal. micholitzii, Phal. gigantea, Phal.
leuddemanniana ‘pulchra’, Phal. amboinensis ‘Ambon’, Phal. parishii, Phal.
celebensis, Phal.amabilis, Phal. javanica, Phal. speciosa ‘Tetrapis’, Phal. venosa,
Phal. schillerana, Phal. manii dan Phal equestris. Bahan tanam tersebut
digunakan untuk mengetahui kekerabatan spesies anggrek Phalaenopsis.
Keragaman anggrek sangat beragam, hal tersebut dapat dilihat dari ragam bentuk,
corak, warna, tekstur, dan ukuran bunga. Keragaman juga dapat dilihat
berdasarkan habitat tumbuhnya. Terdapat empat ragam habitat tumbuh anggrek,
yaitu (Yusnita 2012) :
1. Anggrek terrestrial
Anggrek yang hidup di media tanah dan memerlukan cahaya penuh atau
hampir penuh.
2. Anggrek epifit
Anggrek yang hidup menempel pada tumbuhan lain, tetapi tidak merugikan
tanaman tempat tumbuhnya.
3. Anggrek litofit
Anggrek yang tumbuh di bebatuan dan tahan terhadap cahaya matahari penuh
atau ternaungi.
4. Anggrek saprofit
Anggrek yang tumbuh dan mendapatkan nutrisi dari serasah dedaunan atau
biomassa tanaman berhumus di tempat ternaungi di bawah pepohonan.
Syarat tumbuh anggrek berbeda-beda tergantung dari jenis anggrek tersebut.
Anggrek Phalaenopsis dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 500-600 mdpl.
Suhu merupakan unsur penting dalam pembungaan anggrek Phalaenopsis.
Kebutuhan cahaya anggrek Phalaenopsis yaitu 10-30% dengan suhu malam
16.5oC dan suhu siang 24-270C. Kelembaban yang dibutuhkan anggrek
Phalaenopsis sebesar 70% (Mattjik 2010).

Morfologi Anggrek Phalaenopsis

Tipe pertumbuhan anggrek terbagi menjadi dua yaitu simpodial dan


monopodial. Tipe simpodial adalah anggrek yang tidak memiliki batang utama,
tangkai bunga keluar dari ujung batang dan akan berbunga kembali pada
pertumbuhan anakan atau tunas baru. Tipe monopodial adalah anggrek yang
pertumbuhan batangnya tumbuh lurus ke atas pada satu batang tanpa batas.
Anggrek yang termasuk jenis simpodial adalah Dendrobium, Cattleya, Oncidium
dan Cymbidium, sedangkan anggrek monopodial adalah Vanda, Arachnis,
Renanthera, Phalaenopsis dan Aerides (Iswanto 2002). Pola pertumbuhan
monopodial dicirikan oleh karakter sebagai berikut (Yusnita 2012) :
1. Tanaman hanya memiliki satu poros tumbuh vertikal.
4

2. Tanaman tidak menumbuhkan tunas anakan.


3. Pertumbuhan tajuk terjadi secara indeterminate (tidak terbatas).
4. Tanaman tidak memiliki rhizom.
5. Tanaman memiliki akar adventif yang muncul dari batang di antara buku-
bukunya.
6. Infloresens bunga muncul secara lateral (di ketiak daun).
Bunga anggrek Phalaenopsis seperti bunga anggrek pada umumnya yaitu
memiliki lima kelopak bunga yang terdiri atas tiga kelopak luar (sepal), dua
kelopak dalam (petal) dan sebuah lidah di tengah (labellum) (Kartohadiprodjo dan
Prabowo 2009). Labellum merupakan petal yang termodifikasi menjadi labellum
atau lip, labellum merupakan bagian terpenting karena merupakan alat reproduksi.

Pemuliaan Anggrek

Indonesia memiliki banyak anggrek spesies asli Phalaenopsis, sehingga


Indonesia sangat berpotensi untuk meningkatkan keragaman genetik anggrek
Phalaenopsis. Hal tersebut mendorong para pemulia anggrek untuk melakukan
persilangan anggrek yang menghasilkan anggrek hibrida. Persilangan adalah suatu
teknik mengawinkan bunga dengan meletakkan polen pada stigma. Persilangan
dilakukan untuk menghasilkan varietas baru dengan karakteristik yang unggul.
Penelitian Widiarsih dan Dwimahyani (2013) menghasilkan anggrek bulan mutan
dari proses aklimatisasi yang dapat dijadikan induk persilangan untuk karakter
umur genjah.
Persilangan anggrek terdapat tiga macam persilangan (Sutiyoso dan
Sarwono 2007) yaitu spesies hibrida (species hybrid), hibrida interspesifik
(interspesific hybrid) dan hibrida intergenerik (intergeneric hybrid). Spesies
hibrida (species hybrid) merupakan hasil persilangan yang paling sederhana yaitu
persilangan antarvarietas dalam satu spesies, misalnya persilangan antara
Phalaenopsis violacea var. alba dengan Phalaenopsis violacea var. bowringiana.
Hibrida interspesifik (interspesific hybrid) merupakan gabungan dari sifat baik
yang diturunkan dari dua jenis spesies dalam satu marga yang bersilangan. Dapat
dikatakan persilangan dari spesies yang berbeda, misalnya Phalaenopsis
rothschildiana merupakan hasil persilangan dari Phalaenopsis schilleriana
dengan Phalaenopsis amabilis. Hibrida intergenerik (intergeneric hybrid)
merupakan persilangan dari genus berbeda, terbagi menjadi dua macam yaitu
bigenerik dan multigenerik. Bigenerik adalah hasil silangan antara dua spesies
dari dua genus yang berbeda, sedangkan multigenerik adalah hasil silangan antara
tiga atau lebih dari genus berbeda.
Pendekatan dan strategi pemuliaan anggrek untuk mendapatkan anggrek
hibrida yang unggul dapat dilakukan dengan tujuh langkah pendekatan dan
strategi pemuliaan anggrek. Tujuh langkah pendekatan dan strategi pemuliaan
anggrek yaitu (1) menentukan tujuan pemuliaan, (2) koleksi dan seleksi tetua
persilangan, (3) hibridisasi, (4) pengecambahan biji dan pemeliharaan populasi
seedling dalam kultur in vitro, (5) seleksi progeni untuk karakter-karakter yang
diinginkan sehingga didapatkan individu-individu progeni yang diinginkan, (6)
perbanyakan klonal in vitro progeni dengan karakter unggul dan (7) kultivar
5

unggul baru yang siap dipasarkan. Terdapat tiga arah tujuan dalam pemuliaan
Phalaenopsis, yaitu bunga besar dan bulat, bunga berbentuk bintang dan petal
bersayap dan multiflora (Yusnita 2012).

Kultur Jaringan Anggrek

Kultur jaringan adalah teknik pengisolasian bagian tanaman seperti organ,


jaringan sel dan protoplast yang ditumbuhkan pada medium buatan aseptik yang
beregenerasi menjadi tanaman lengkap (planlet) (Santoso dan Nursandi 2003).
Media tanam adalah salah satu faktor penentu keberhasilan dalam
perbanyakan dengan teknik kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan
tergantung jenis tanaman yang diperbanyak (Andiani 2008). Media yang
digunakan untuk kultur in vitro tanaman dapat berupa media padat atau cair.
Media padat digunakan untuk menghasilkan kalus, sedangkan media cair
digunakan untuk kultur sel. Media kultur in vitro mengandung lima komponen
utama yaitu senyawa anorganik, sumber karbon, vitamin, zat pengatur tumbuh dan
suplemen organik (Yuwono 2012). Komponen-komponen tersebut digunakan
untuk memenuhi kebutuhan zat hara dan mengarahkan pertumbuhan eksplan
(Andiani 2008). PLBs tidak dapat bertahan lama pada suhu simpan 4oC karena
mengalami chilling injury, suhu simpan yang lebih baik adalah 25 oC (Kishi dan
Takagi 1997).
Media yang umum dipakai untuk kultur in vitro adalah MS (Murashige dan
Skoog) dapat digunakan sebagai media tanaman pada semua tanaman. Media ini
mengandung konsentrasi garam-garam yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk
NO3- dan NH4+. MS1/2 menghasilkan persentase planlet dari eksplan PLBs lebih
tinggi dibandingkan menggunakan medium VW (Khoddamzadeh et al. 2011)

Pupuk Lengkap (N:P:K = 20:20:20)

Pupuk merupakan unsur penting untuk pertumbuhan anggrek. Akhir-akhir


ini dikembangkan pupuk slow release yaitu pupuk yang tidak mudah larut. Pupuk
slow release terbungkus oleh suatu pelindung sehingga bahan didalamnya melarut
sedikit demi sedikit setiap kali penyiraman. Beberapa merek dagang pupuk slow
release yaitu Hyponex, Dekastar dan Dekaform. Pupuk slow release selain
diaplikasikan melalui akar, juga dapat diaplikasikan melalui daun. Pemupukan
melalui daun sangat efisien untuk anggrek (Gunawan 2006).
Rindangdwiyani (2012) pemberian pupuk Hyponex memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan pupuk Gandasil D dalam berat segar dan berat kering
tanaman, aplikasi dilakukan pada konsentrasi pupuk daun yang sama yaitu 2 g L-1
pada Dendrobium sp.. Hal tersebut diakibatkan oleh pupuk Hyponex mengadung
lebih banyak unsur dan lebih lengkap yaitu 20% Nitrogen, 20% P2O5 dan 20%
K2O dengan unsur hara mikro B, Fe, S, Co, Cu, Mn, Zn dan M, sedangkan pupuk
Gandasil D mengandung 14% Nitrogen, 12% P2O5 dan 14% K2O dengan unsur
hara mikro Mn, B, Co, Cu, Zn, Mg dan vitamin.
6

Kitosan

Kitin adalah biomaterial primer yang melimpah di alam yang sudah


ditemukan sejak 1811. Kelimpahan biomateril harus dimanfaatkan bagi
kehidupan. Kitosan adalah biomaterial sekunder sebagai hasil rekayasa kimiawi
terhadap kitin. Isolasi dari kepiting laut pernah dipatenkan pada tahun 1930-an
karena sebagian manfaatnya sudah diketahui (Hawab 2006).
Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-g Lukopiranosa) dengan
rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan
dapat dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Kitosan larut pada
kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4.0, tetapi tidak larut pada pH
lebih besar dari 6.5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol dan aseton
(Wahyono et al. 2009).
Kitosan adalah turunan kitin dengan rumus N-asetil-D-G Likosamin,
merupakan polimer kationik yang mempunyai jumlah monomer sekitar 2 000- 3
000 monomer, tidak toksik dengan LD50 = 16 g kg-1 BB dan mempunyai BM
sekitar 800 Kda. Kitosan dapat berinteraksi dengan bahan-bahan yang bermuatan
seperti protein, polisakarida anionik, asam lemak, asam empedu dan fosfolipid.
Kitosan mempunyai karakterisik fisik, biologi dan kimiawi yang baik diantaranya
dapat didegradasi, dapat diperbaharui dan tidak toksik . Mengingat sifat-sifatnya
yang baik itulah, maka dalam 20 tahun terakhir kitosan menjadi perhatian yang
besar dari para peneliti (Suptijah 2006).Manfaat di bidang pertanian dan pangan
adalah pencampur ransum pakan ternak, anti mikrob, anti jamur, serat bahan
pangan, penstabil, pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental dan pengemulasi
produk olahan pangan, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat gizi, pestisida,
herbisida, virusida tanaman dan deasidifikasi buah-buahan, sayuran dan penjernih
sari buah (Wahyono et al. 2006).
Penggunaan kitosan bagi tanaman dapat berfungsi sebagai anti bakteri dan
anti cendawan. Kitosan dapat berikatan dengan protein dengan membran sel
diantaranya dengan glutamat yang merupakan komponen membran sel, sehingga
berpotensi untuk mencegah bakteri pada tanaman (Suptijah 2006). Uthairatankij et
al. (2007) menyatakan bahwa kitosan dapat digunakan untuk memacu
pertumbuhan anggrek khususnya pada tanaman muda dalam kultur jaringan.
Kitosan dapat meningkatkan panjang tangkai Dendrobium ‘Missteen’. Kitosan
dapat menginduksi sinyal untuk menyintesis hormon tumbuhan seperti giberelin.
Meskipun demikian, efek kitosan dalam pertumbuhan dan perkembangan anggrek
dewasa bersifat tidak tetap. Media yang mengandung kitosan yang berbeda
diberikan pada media cair hanya menghasilkan penambahan total berat segar pada
pertumbuhan protocorm, sedangkan pada media agar menghasilkan planlet baru
(Nge et al. 2006).

Bahan Organik Kompleks Dalam Media Kultur Jaringan

Bahan organik kompleks seringkali ditambahkan seperti ekstrak ragi, casein


hydrolysate, pisang, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang dan lain- lain. Media
kultur jaringan dapat disederhanakan dengan menggunakan bahan organik yang
lebih murah dan mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti toge,
pisang dan kentang (Yuliarti 2010). Bahan alami banyak digunakan untuk
7

mengganti bahan-bahan kimia untuk kultur jaringan, diantaranya air kelapa untuk
kultur jaringan anggrek. Berbagai penelitian menunjukkan komposisi untuk media
anggrek yang sesuai adalah 150 ml L-1. Menurut Krisantini dan Tjia (2011), air
kelapa mengadung sitokonin yang sangat aktif mendorong pembelahan,
pertumbuhan dan diferensiasi sel. Pertumbuhan dan multiplikasi PLBs anggrek
yang lebih baik menggunakan air kelapa diduga karena pertumbuhan PLBs lebih
sesuai dengan sitokinin alami dibandingkan sitokinin sintetik, karena komposisi
sitokinin alami yaitu air kelapa lebih kompleks dibandingkan sitokinin buatan
seperti BA dan kinetin (Andini 2013). Pisang ambon juga dapat digunakan untuk
media kultur jaringan, karena pisang ambon mengandung karbohidrat tinggi,
setiap 100 g berat kering pisang mengandung energi 136 kalori (Yuliarti 2010).
Penambahan ekstrak toge dan pisang dapat merangsang pertumbuhan akar
Phal.gigantea (Ramdan 2011).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 1 dan Greenhouse


Anggrek Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Januari
sampai Mei 2015.

Bahan dan Alat

Bahan komposisi media yang digunakan pada penelitian ini adalah media
MS1/2, pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20), kitosan, air kelapa, pisang ambon,
kentang , arang aktif, gula, agar-agar dan aquades. Bahan tanam yang akan
digunakan adalah hasil persilangan dengan kode penyilangan E01 (MKW 002 x
KHM 0421) dan E13 (V3 x PA). Alat yang akan digunakan dalam pembuatan
media dan penanaman planlet adalah Laminar Air Flow Cabinet (LAFC),
autoklaf, botol kultur berukuran volume 300 ml, timbangan analitik, gelas ukur,
pipet, pH meter dan magnetic stir.

Metode Percobaan

Penelitian ini menggunakan dua macam eksplan bahan tanam hasil


persilangan anggrek Phalaenopsis, yaitu clump PLBs dengan kode penyilangan
E13 dan planlet dengan kode penyilangan E01. Percobaan yang dilakukan sebagai
berikut:
8

Percobaan 1: pengaruh komposisi media terhadap pertumbuhan clumpPLBs.


Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu
faktor yaitu komposisi media tumbuh. Bahan tanam yang digunakan adalah clump
PLBs dengan kode penyilangan E13. Media perlakuan terdiri dari MS1/2, Pupuk
lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1), MS1/2 + kitosan 5 ppm dan Pupuk lengkap
(N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm. Percobaan ini dilakukan dengan
tiga ulangan, setiap ulangan terdiri dari lima botol dengan setiap botol terdiri dari
tiga clump PLBs. Jumlah satuan percobaan adalah 12 satuan percobaan dan
jumlah satuan pengamatan 180 clump PLBs dengan jumlah botol sebanyak 60
botol. Data dianalisis dengan analisis statistik pada taraf 5%. Apabila hasil uji-F
nyata maka uji lanjut yang digunakan adalah Uji Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT) dengan α 5%. Model Rancangan Acak Lengkap :
Yij = μ + τi + εij
Keterangan :
Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan media ke-i ulangan ke-j
μ : Rataan umum
τi : Pengaruh perlakuan komposisi media tumbuh
εij : Galat percobaan

Percobaan 2 : pengaruh komposisi media terhadap pertumbuhan planlet.


Percobaan ini menggunakan uji t untuk membandingkan hasil nilai tengah
dari dua perlakuan komposisi media. Bahan tanam yang digunakan adalah planlet
dengan kode penyilangan E01. Komposisi media perlakuan terdiri dari Pupuk
lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) dan Pupuk lengkap (N:P:K 20:20:20) (2 g L-
1
) + kitosan 5 ppm. Planlet dari masing-masing perlakuan diaklimatisasi dan
diamati selama 8 minggu saat aklimatisasi. Rumus uji t student:
t = (𝑥1 − 𝑥2)/(𝑠 √1/𝑛1 + 1/𝑛2
Keterangan :
𝑥1 , 𝑥2 = Nilai rata-rata masing-masing komposisi media
𝑠 = Simpangan baku
𝑛1, 𝑛2 = Jumlah data masing-masing perlakuan

Metode Pelaksanaan

Sterilisasi Botol dan Peralatan


Kultur jaringan merupakan kegiatan dalam lingkungan aseptik. Botol kultur
dan peralatan penanaman yang akan digunakan dicuci menggunakan detergen.
Alat tanam dan cawan petri dibungkus dengan kertas sebelum disterilisasi
menggunakan autoklaf. Botol kultur dan peralatan penanaman yang telah dicuci
dan dibungkus kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf selama 60 menit
pada suhu 121oC dan tekanan 17.5 psi. Alat tanam dan cawan petri yang langsung
digunakan setelah sterilisasi harus disemprot menggunakan alkohol 70 % sebelum
masuk laminar air flow cabinet, sedangkan yang tidak langsung digunakan
dimasukkan kedalam oven dengan suhu 50 oC.
9

Pembuatan Media Tumbuh


Penelitian ini menggunakan dua macam eksplan bahan tanam hasil
persilangan antara varietas hibrida yaitu clump PLBs E13 dan planlet E01.
Eksplan yang berasal dari clump PLBs E13 menggunakan empat komposisi media
tumbuh, yaitu : MS 1/2, pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1), MS 1/2 +
kitosan 5 ppm dan pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm.
Semua perlakuan komposisi media ditambahkan air kelapa 15% (150 ml L-1).
Eksplan yang berasal dari planlet E01 menggunakan dua komposisi media tumbuh
adalah pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) dengan atau tanpa
penambahan kitosan 5 ppm. Semua perlakuan komposisi media ditambahkan
ekstrak kentang (50 g L-1), ekstrak pisang ambon (50 g L-1) dan arang aktif (2 g
L-1).
Masing-masing perlakuan media dibuat sebanyak 1/2 liter untuk 20 botol
pada setiap perlakuan. Media Hyponex dibuat dengan menimbang 1 g pupuk
dengan timbangan analitik, kemudian dilarutkan dengan aquades. Media MS1/2
dibuat dengan memipet larutan stok sesuai dengan volume takaran. Media kitosan
5 ppm dibuat dengan mengambil larutan kitosan 2.5 ml menggunakan pipet dari
larutan stok 1 000 ppm. Ekstrak pisang ambon dan kentang didapatkan dari
daging buah yang telah dihaluskan menggunakan blender dan ditambahkan pada
media. Semua perlakuan media ditambahkan dengan gula pasir 15 g L-1. Air
kelapa 15 % (150 ml L-1) didapatkan dari kelapa yang masih muda dan telah
disaring. Arang aktif ditambahkan pada media dengan menimbang 1 g arang aktif
dengan timbangan analitik.
Derajat kemasaman komposisi media tumbuh yang telah dicampur diukur
menggunakan pH meter, pH yang dikehendaki adalah 5.8. Media tumbuh
yangtelah dicampur kemudian diukur menggunakan pH meter dan ditambahkan
aquades serta agar-agar 7 g L-1 pada masing-masing komposisi media. Masing-
masing perlakuan komposisi media dipanaskan hingga larut dan dituang kedalam
botol kultur yang steril sebanyak 20 ml per botol. Botol yang telah terisi media
ditutup dengan plastik dan diikat. Media diautoklaf selama 20 menit dengan
temperatur 121oC pada tekanan 17.5 psi.

Penanaman dan Inkubasi Kultur


Eksplan yang berasal dari clump PLBs E13 menggunakan tiga clump PLBs
Phalaenopsis hibrida yang steril per botol dari media sebelumnya dipindahkan ke
media perlakuan. Penanaman dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet
(LAFC) yang telah dibersihkan menggunakan alkohol 70%. Semua alat tanam
direndam menggunakan alkohol 70% dan dibakar sebelum penanaman.
Eksplan yang berasal dari planlet E01 menggunakan lima planlet
Phalaenopsis hibrida yang steril per botol dari media sebelumnya dipindahkan ke
media perlakuan. Dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) yang
telah dibersihkan menggunakan alkohol 70%. Semua alat tanam direndam
menggunakan alkohol 70% dan dibakar sebelum penanaman.
Clump PLBs atau planlet yang telah ditanam pada media perlakuan
disimpan d pada ruang kultur pada rak-rak yang tersedia di dalamnya. Clump
PLBs atau planlet diberi cahaya dari lampu fluorescent dengan intesitas cahaya
1000-2000 lux. Ruang kultur dilengkapi dengan pendingin ruangan yang suhunya
berkisar 24-30oC.
10

Aklimatisasi
Aklimatisasi dilakukan pada planlet E01 yang siap untuk diaklimatisasi.
Planlet yang akan diaklimatisasi dikeluarkan dari dalam botol dan dibersihkan
dari agar-agar yang menempel pada planlet. Planlet yang telah dibersihkan
kemudian direndam dalam larutan Agrept (2 g L-1) dan Dithane (2 g L-1). Planlet
yang telah kering ditanam menggunakan media sphagnum moss pada pot plastik
transparan. Planlet yang telah diaklimatisasi disiram dua kali sehari ditambahkan
vitamin B1.

Pengamatan Penelitian
Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan clump PLBs dan planlet
pada beberapa populasi anggrek Phalaenopsis hibrida pada enam komposisi
media tumbuh. Pengamatan dilakukan selama satu periode kultur (passage) di
media perlakuan in vitro, dengan satu passage adalah selama 8 minggu atau 1
MST (Minggu Setelah Tanam) – 8 MST. Pengamatan dilakukan dalam selang
waktu dua minggu.

Pengamatan pengaruh komposisi media terhadap pertumbuhan clump PLBs,


yaitu:
1. Jumlah clump PLBs yang hidup
Jumlah clump PLBs yang hidup dilakukan dengan menghitung jumlah
clump PLBs yang hidup pada akhir passage yaitu 8 MST.
2. Pertambahan jumlah daun
Pengamatan pertambahan jumlah daun dilakukan dalam selang waktu dua
minggu selama 1 passage. Pertambahan jumlah daun dihitung dengan cara
menghitung jumlah daun yang terbentuk sempurna (saat berada dalam
media in vitro) dalam satu botol, dimana setiap botol berisi 3 clump PLBs.
3. Pertambahan jumlah akar
Pengamatan pertambahan jumlah akar dilakukan dalam selang waktu dua
minggu selama 1 passage. Pertambahan jumlah akar dihitung dengan cara
menghitung jumlah akar yang terbentuk sempurna (saat berada dalam
media in vitro) dalam satu botol, dimana setiap botol berisi 3 clump PLBs.
4. Pertambahan jumlah PLBs
Pengamatan pertambahan jumlah PLBs dilakukan selama 1 passage
dengan menghitung pertambahan jumlah PLBs yang hidup selama 1 MST
- 8 MST, dalam selang waktu dua minggu.
5. Pertambahan jumlah planlet
Pengamatan jumlah planlet dalam selang waktu dua minggu selama 1
passage. Pertambahan jumlah planlet dihitung dengan cara menghitung
jumlah planlet yang hidup pada saat berada dalam media in vitro.
6. Pertambahan diameter clump PLBs
Pengamatan pertambahan diameter clump PLBs dilakukan selama 1
passage dengan menghitung pertambahan rata-rata diameter clump PLBs
yang hidup selama 1 MST - 8 MST, dalam selang waktu dua minggu.
Rata-rata diameter clump PLBs diperoleh dari 3 clump PLBs dalam setiap
botol.
11

Pengamatan pengaruh komposisi media terhadap pertumbuhan planlet,


yaitu:
1. Pertambahan jumlah daun
Pengamatan pertambahan jumlah daun dilakukan dalam selang waktu dua
minggu selama 1 passage. Pertambahan jumlah daun dihitung dengan cara
menghitung jumlah daun yang muncul pada PLBs (saat berada dalam
media in vitro) dalam satu botol, dimana setiap botol berisi 5 planlet.
2. Pertambahan jumlah akar
Pengamatan pertambahan jumlah akar dilakukan dalam selang waktu dua
minggu selama 1 passage. Pertambahan jumlah akar dihitung dengan cara
menghitung jumlah akar yang terbentuk sempurna (saat berada dalam
media in vitro) dalam satu botol, dimana setiap botol berisi 5 planlet.

Pengamatan tahap aklimatisasi, yaitu:


1. Persentase tanamanyang hidup
Persentase jumlah planlet yang hidup dilakukan dengan menghitung
persentase planlet yang hidup selama 1 MSA (Minggu Setelah
Aklimatisasi) - 8 MSA saat aklimatisasi.
2. Pertambahan jumlah daun
Pengamatan pertambahan jumlah daun dilakukan dalam selang waktu dua
minggu selama 8 MSA. Pertambahan jumlah daun dihitung dengan cara
menghitung jumlah daun yang terbentuk pada saat aklimatisasi.
3. Pertambahan panjang daun
Pengamatan diakukan pada saat aklimatisasi selama 1 MSA - 8 MSA
dalam selang waktu dua minggu. Pertambahan panjang daun dihitung
dengan cara menghitung daun terpanjang dalam satuan cm.
4. Pertambahan lebar daun
Pengamatan diakukan pada saat aklimatisasi selama 1 MSA - 8 MSA
dalam selang waktu dua minggu. Pertambahan lebar daun dihitung dengan
cara menghitung daun terlebar dalam satuan cm.
5. Pertambahan jumlah akar
Pengamatan pertambahan jumlah akar dilakukan pada saat 0 MSA dan 8
MSA. Pertambahan jumlah akar dihitung dengan cara menghitung jumlah
akar yang terbentuk pada saat aklimatisasi.
6. Pertambahan panjang akar
Pengamatan diakukan pada saat 0 MSA dan 8 MSA. Pertambahan jumlah
akar dihitung dengan cara menghitung akar terpanjang dalam satuan cm.
12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan 1: Pengaruh Komposi Media terhadap Pertumbuhan Clump PLBs

Persentase Clump PLBs yang Hidup


Persentase kontaminasi pada percobaan adalah sebesar 4.76%. Kontaminasi
disebabkan oleh cendawan (Gambar 1). Kontaminasi diduga disebabkan oleh
kondisi ruang kultur yang kurang steril dan pencucian botol yang kurang
sempurna. Menurut Yusnita (2012), kontaminasi mikroorganisme dari satu botol
kultur mudah menular ke botol kultur lain pada saat pemindahan tanaman ke
media baru atau subkultur.
Perubahan warna pada clump PLBs dalam berbagai komposisi media
perlakuan berbeda-beda, yakni warna hijau, kuning, cokelat dan bahkan ada yang
tampak berwarna putih. Gejala pencokelatan atau berwarna putih pada clump
PLBs terjadi pada saat 4 MST (Gambar 1). Gejala pencoklatan diduga terjadi
adanya senyawa fenol yang teroksidasi pada perlukaan saat pemisahan clump
PLBs yang akan dimasukkan ke media perlakuan (Raynalta 2013). Menurut Ling
et al. (2007) PLBs sangat sensitif terhadap perlukaan secara fisik, karena dapat
mengarah pada terjadinya oksidasi fenol dan pencoklatan jaringan. Media yang
menggunakan penambahan kitosan 5 ppm banyak menunjukkan gejala
pencoklatan dan berwarna putih pada clump PLBs, perubahan warna tersebut
menyebabkan kematian pada clump PLBs. Hasil penelitian Dewanty (2011)
menunjukkan bahwa perlakuan kitosan berpengaruh terhadap jumlah dan warna
PLBs anggrek Phalaenopsis sp L., pada konsentrasi kitosan 15 ppm jumlah dan
warna PLBs relatif lebih baik dibandingkan perlakuan 0, 5, 10, 15, 20 dan 25
ppm.

A B C

Gambar 1 (A) Kontaminasi yang disebabkan oleh cendawan, (B) Gejala


pencoklatan pada clump PLBs pada 4 MST, (C) Clump PLBs
tampak berwarna putih pada 4 MST

Rata-rata jumlah clump PLBs yang hidup tertinggi (Gambar 2) terdapat


pada perlakuan MS 1/2 dan pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) yakni
sebesar 2.87, sedangkan rata-rata jumlah clump PLBs yang hidup terendah
terdapat pada perlakuan MS1/2 + kitosan 5 ppm yakni sebesar 1.67. Berdasarkan
nilai standar error yang diperoleh MS 1/2 dan pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20)
(2 g L-1) dengan penambahan kitosan 5 ppm berbeda nyata dengan media tanpa
penambahan kitosan 5 ppm.
13

3.50 2.87 ± 0.40

3.00 2.87 ± 0.03

2.50 2.09 ± 0.13


2.00 1.67 ± 0.22

1.50

1.00

0.50

0.00
MS ½ Pupuk lengkap MS ½ + kitosan 5 Pupuk lengkap
(N:P:K = 20:20:20) ppm (N:P:K = 20:20:20)
(2 g L-1) (2 g L-1) + kitosan 5
ppm

Gambar 2 Rata-rata jumlah clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13 yang
hidup pada berbagai komposisi media pertumbuhan

Pertambahan Jumlah Daun


Pertambahan jumlah daun dihitung ketika daun mulai muncul pada PLBs.
Perlakuan komposisi media hanya berpengaruh nyata pada 2 MST, sedangkan
pada 4 hingga 8 MST perlakuan komposisi media tidak berpengaruh nyata
terhadap pertambahan jumlah daun (Tabel 1). Hasil analisis statistik menunjukkan
hanya media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) yang menghasilkan
pertambahan jumlah daun tertinggi yakni 1.22 daun saat 2 MST (Tabel 1). Media
selain pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) belum menunjukkan
pertambahan jumlah daun saat 2 MST, semua perlakuan media sudah mulai
menunjukkan pertambahan jumlah daun saat 4 MST

Tabel 1 Rata-rata pertambahan jumlah daun per botol kultur (3 clump PLBs)
pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan clump
PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13
Rata-rata pertambahan jumlah daun
a
Perlakuan MST
2 4 6 8
MS ½ 0.00b 3.36 1.42 3.83
Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + 1.22a 3.36 1.19 2.72
MS ½ + kitosan 5 ppm 0.00b 0.83 1.28 0.72
Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + 0.00b 0.13 0.11 0.91
kitosan 5 ppm
Uji F * tn tn tn
KK (%) 1.31T 7.00T 3.00T 5.68T
a
Semua perlakuan komposisi media ditambahkan air kelapa 15%, tn = tidak berbeda nyata pada
taraf 5 %, (*) = berbeda nyata pada taraf 5%, T = hasil transformasi log (x+10), KK = Koefisien
Keragaman, MST = Minggu Setelah Tanam. Angka-angka yang disertai huruf yang sama pada
kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan's Multiple Range Test (DMRT )
pada Probability (P<5%).
14

Hasil penelitian Andini (2013) media Hyponex (2 g L-1) + air kelapa 15%
menghasilkan pertambahan jumlah daun tertinggi (4.0) pada anggrek
Phalaenopsisi hibrida, diduga karena pupuk lengkap Hyponex mengandung 20%
N, sedangkan pada media MS ½ + air kelapa 15% hanya menghasilkan
pertambahan jumlah daun sebesar 1.9 saat 12 MST.

Pertambahan Jumlah Akar


Akar mulai terbentuk pada saat 4 MST pada media MS1/2 dan pupuk
lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1), sedangkan kedua media tersebut dengan
penambahan kitosan 5 ppm baru terbentuk akar ketika 6 MST (Tabel 2).

Tabel 2 Rata-rata pertambahan jumlah akar per botol kultur (3 clump PLBs) pada
perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan clump PLBs
populasi hibrida Phalaenopsis E13
Rata-rata pertambahan jumlah akar
Perlakuana MST
2 4 6 8
MS ½ 0.00 1.11 1.42 0.53
Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) 0.00 1.56 1.58 1.08
MS ½ + kitosan 5 ppm 0.00 0.00 0.83 0.83
Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) +
0.00 0.00 0.13 0.00
kitosan 5 ppm
Uji F - tn tn tn
KK (%) - 5.17T 3.61T 2.79T
a
Semua perlakuan komposisi media ditambahkan air kelapa 15%, tn = tidak berbeda nyata pada
taraf 5 %, T = hasil transformasi log (x+10), KK = Koefisien Keragaman, MST = Minggu Setelah
Tanam.

Semua perlakuan komposisi media yang digunakan membentuk akar dari


PLBs yang hidup. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan berbagai
komposisi media tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah akar saat 4
hingga 8 MST (Tabel 2). Rata-rata pertambahan akar dalam berbagai komposisi
media berkisar 0.53-1.58.

Pertambahan Jumlah PLBs


Protocorm Like Bodies (PLBs) merupakan protokorm sekunder yang
terbentuk dari protokorm awal hasil perkecambahan biji anggrek (Gambar 3).
PLBs akan banyak membentuk planlet apabila komposisi media yang diberikan
sesuai untuk regenerasi PLBs menjadi planlet. PLBs pada media yang
ditambahkan kitosan 5 ppm sebagian besar mengalami fenolik (Gambar 3) dan
toksik akibat penambahan konsentrasi kitosan yang terlalu tinggi sehingga tidak
sesuai dengan pertumbuhan PLBs, namun ada beberapa PLBs yang berwarna
kuning. Hal ini menunjukkan adanya pertumbuhan pada beberapa PLBs. Menurut
Nge et al. (2006) protokorm pada media yang ditambahkan 5 dan 10 ppm fungal
chitosan tidak membentuk planlet selama 12 MST. Pencokelatan (browning)
menyebabkan tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan,
15

tanda adanya kemunduran fisiologis pada eksplan dan dapat menyebabkan


kematian pada eksplan (Yuliarti 2010).

Tabel 3 Rata-rata pertambahan jumlah PLBs per botol kultur (3 clump PLBs)
pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan clump
PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13
Rata-rata pertambahan jumlah PLBs
Perlakuana MST
2 4 6 8
MS ½ 1.06ab 2.53 1.00b 1.47
Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) 1.14a 2.70 2.89a 1.33
MS ½ + kitosan 5 ppm 0.17bc 0.67 1.11b 2.11
Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) +
0.00c 0.07 0.11b 0.98
kitosan 5 ppm
Uji F * tn * tn
KK (%) 1.95T 5.90T 3.08T 5.44T
a
Semua perlakuan komposisi media ditambahkan air kelapa 15%, tn = tidak berbeda nyata pada
taraf 5 %, (*) = berbeda nyata pada taraf 5%, T = hasil transformasi log (x+10), KK = Koefisien
Keragaman, MST = Minggu Setelah Tanam. Angka-angka yang disertai huruf yang sama pada
kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan's Multiple Range Test (DMRT )
pada Probability (P<5%).

A B
Gambar 3 (A) Keragaan clump Protocorm Like Bodies (PLBs),(B) Beberapa
PLBs yang berwarna cokla saat 6 MST

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan media berpengaruh


nyata pada saat 2 MST dan 6 MST (Tabel 3) terhadap pertambahan jumlah PLBs.
Media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) berpengaruh nyata dapat
meningkatkan jumlah PLBs tertinggi sebesar 1.14, namun tidak berbeda nyata
dengan media MS1/2 saat 2 MST. Perlakuan media pupuk lengkap (N:P:K =
20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm tidak mengalami pertambahan jumlah PLBs
saat 2 MST. Perlakuan komposisi media juga berpengaruh nyata saat 6 MST,
media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) menghasilkan pertambahan
jumlah PLBs tertinggi saat 6 MST (Tabel 3).

Pertambahan Jumlah Planlet


Planlet berasal dari PLBs yang membentuk daun dan akar yang sempurna.
Media MS1/2 dan pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) mulai membentuk
planlet pada saat 4 MST, sedangkan media MS1/2 + kitosan 5 ppm dan pupuk
lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm mulai terbentuk pada saat 6
MST.
16

Gambar 4 Planlet pada media media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1)

Tabel 4 Rata-rata pertambahan jumlah planlet per botol kultur (3 clump PLBs)
pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan clump
PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13
Rata-rata pertambahan jumlah planlet
Perlakuana MST
2 4 6 8
MS ½ 0.00 1.11 0.89 0.61ab
Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) 0.00 0.22 2.78 1.20a
MS ½ + kitosan 5 ppm 0.00 0.00 0.83 0.67ab
Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1)
0.00 0.00 0.07 0.00b
+ kitosan 5 ppm
Uji F - tn tn *
T T
KK (%) - 2.17 4.18 1.67T
a
Semua perlakuan komposisi media ditambahkan air kelapa 15%, tn = tidak berbeda nyata pada
taraf 5 %, (*) = berbeda nyata pada taraf 5%, T = hasil transformasi log (x+10), KK = Koefisien
Keragaman, MST = Minggu Setelah Tanam. Angka-angka yang disertai huruf yang sama pada
kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan's Multiple Range Test (DMRT )
pada Probability (P<5%).

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan komposisi media


berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah planlet saat 8 MST (Tabel 4).
Media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) berpengaruh nyata
menghasilkan pertambahan jumlah planlet tertinggi dibandingkan perlakuan
komposisi media lainnya, namun tidak berbeda nyata dengan media MS1/2 dan
pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm saat 8 MST pada
pertambahan jumlah planlet. Hasil penelitian Park et al. (2001), komposisi
formulasi media Hyponex (1 g L-1 6.5N- 4.5P – 19N + 1 g L-1 20N-20P – 20K + 2
g L-1 peptone +0.05% arang aktif + 30 g L-1 gula) menghasilkan planlet yang
berasal dari PLBs dalam 6 minggu.

Pertambahan Diameter Clump PLBs


Pertambahan diameter clump PLBs menunjukkan adanya pertumbuhan
PLBs pada perlakuan media yang diberikan. Hasil analisis statistik menujukkan
bahwa media berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter clump PLBs pada
17

2, 6 dan 8 MST (Tabel 5). Perlakuan komposisi media dasar tanpa penambahan
kitosan 5 ppm, menunjukkan rata-rata pertambahan diameter lebih tinggi
dibandingkan dengan media perlakuan lainnya saat 2, 6 dan 8 MST.

A B C D

Gambar 5 (A) Clump PLBs pada media MS1/2, (B) Clump PLBs pada media
pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1), (C) Clump PLBs pada
media MS1/2 + kitosan 5 ppm , (D) ClumpPLBs pada media pupuk
lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm

Tabel 5 Rata-rata pertambahan diameter clump PLBs per botol kultur (3 clump
PLBs) pada perlakuan berbagai komposisi media menggunakan eksplan
clump PLBs populasi hibrida Phalaenopsis E13
Rata-rata pertambahan
diameter clump PLBs (cm)
Perlakuana
MST
2 4 6 8
MS ½ 0.13a 0.01 0.25a 0.20a
Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) 0.06ab 0.10 0.17ab 0.19a
MS ½ + kitosan 5 ppm 0.03b 0.03 0.01 c 0.02b
Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1)
0.04b 0.05 0.07bc 0.04b
+ kitosan 5 ppm
Uji F * tn * *
KK (%) 0.29T 0.41T 0.41T 0.30T
a
Semua perlakuan komposisi media ditambahkan air kelapa 15%, tn = tidak berbeda nyata pada
taraf 5 %, (*) = berbeda nyata pada taraf 5%, T = hasil transformasi log (x+10), KK = Koefisien
Keragaman, MST = Minggu Setelah Tanam. Angka-angka yang disertai huruf yang sama pada
kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan's Multiple Range Test (DMRT )
pada Probability (P<5%).

Berdasarkan analisis statistik, perlakuan komposisi media MS1/2 dan media


pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) berpengaruh nyata dapat
meningkatkan pertambahan diameter clump PLBs pada 2, 6 dan 8 MST,
sedangkan dengan penambahan kitosan 5 ppm pada kedua media tersebut tidak
menunjukkan pengaruh lebih baik terhadap pertambahan diameter clump PLBs
(Gambar 5). Penambahan kitosan 5 ppm pada media dasar MS1/2 dan maupun
pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) menghambat pertumbuhan clump
PLBs, hal tersebut diduga karena kitosan 5 ppm yang diberikan terlalu tinggi
sehingga menghambat pertumbuhan clump PLBs. Menurut Dewanty (2011),
kitosan dalam konsentrasi tertentu dapat merangsang pertumbuhan dan
18

perbanyakan PLBs, namun apabila kitosan ditambahkan melebihi konsentrasi


tertentu dapat menghambat pertumbuhan dan perbanyakan anggrek.

Percobaan 2: Pengaruh Komposisi Media terhadap Pertumbuhan Planlet

Pertambahan Jumlah Daun dan Akar


Planlet merupakan tanaman kecil yang memiliki daun dan akar yang
sempurna. Eksplan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah planlet E01
yang belum siap untuk diaklimatisasi. Planlet yang digunakan merupakan planlet
E01 yang steril, kemudian planlet dipindahkan atau disubkultur pada media
perlakuan.

Tabel 6 Rata-rata pertambahan jumlah daun dan akar per botol kultur (5 planlet)
pada dua perlakuan komposisi media menggunakan eksplan planlet
populasi hibrida Phalaenopsis E01
2 MST 4 MST 6 MST 8 MST
Perlakuana
Daun Akar Daun Akar Daun Akar Daun Akar
Pupuk lengkap (N:P:K =
1.33 1.33 2.00 5.67 3.00 0.67 2.67 0.67
20:20:20) (2 g L-1)
Pupuk lengkap (N:P:K =
20:20:20) (2 g L-1) + 2.67 0.67 3.00 2.67 4.67 2.67 2.67 3.67
kitosan 5 ppm
Uji t tn tn tn tn tn tn tn tn
a -1
Semua perlakuan komposisi media ditambahkan ekstrak kentang (50 g L ), ekstrak pisang ambon
(50 g L-1) dan arang aktif (2 g L-1), tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5 %, MST = Minggu Setelah
Tanam.

Hasil analisis statistik uji t student menunjukkan bahwa perlakuan


komposisi media tidak berbeda nyata terhadap pertambahan jumlah daun dan akar
(Tabel 6) pada planlet E01. Menurut Pornpienpakdee (2010), hanya duaperlakuan
kitosan yang tidak berpengaruh pada pertambahan akar Dendrobium hibrida
dibandingkan kontrol, yaitu pada polymeric chitosan 70% dan 80 % (10 mg L-1).
Hasil penelitian Zasari (2010) formulasi media dasar pembesaran (1/2 MS atau
Growmore) yang digunakan, hanya berpengaruh pada tinggi tanaman tidak
perpengaruh terhadap jumlah daun pada Dendrobium hibrida.

Aklimatisasi

Pertambahan Jumlah, Panjang dan Lebar Daun


Tanaman hasil aklimatisasi berasal dari planlet E01 (Gambar 6). Daun
dewasa yang mati atau daun muda yang baru muncul merupakan proses adaptasi
tanaman pada saat aklimatisasi (Gambar 6). Berdasarkan analisis statistik perlakuan
19

komposisi media tidak berbeda nyata pada pertambahan jumlah daun (Tabel 7) dan
panjang daun (Tabel 8) saat aklimatisasi. Perlakuan komposisi media berpengaruh
nyata hanya pada rata-rata pertambahan lebar daun (Tabel 8).

A B

C D

Gambar 6 (A) Keragaan planlet E01 saat 8 MST, (B) Tanaman hasil aklimatisasi,
(C) Tanaman yang berasal dari media pupuk lengkap (N:P:K =
20:20:20) (2 g L-1), (D) Tanaman yang berasal dari media pupuk
lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm

Tabel 7 Rata-rata pertambahan jumlah daun pada tahap aklimatisasi dari planlet
populasi hibrida Phalaenopsis E01
Rata-rata pertambahan jumlah daun
Perlakuana MST
2 4 6 8

Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) 0.25 0.00 0.17 0.25


Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) +
0.25 0.25 0.00 0.25
kitosan 5 ppm
Uji t tn tn tn tn
a -1
Semua perlakuan komposisi media ditambahkan ekstrak kentang (50 g L ), ekstrak pisang ambon
(50 g L-1) dan arang aktif (2 g L-1), tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5 %, MST = Minggu Setelah
Tanam. Data diperoleh dari 12 tanaman anggrek hibrida Phalaenopsis E01 pada masing-masing
perlakuan komposisi media.
20

Tabel 8 Rata-rata pertambahan panjang dan lebar daun (cm) pada tahap
aklimatisasi dari planlet populasi hibrida Phalaenopsis E01
2 MST 4 MST 6 MST 8 MST
Perlakuan a
PD LD PD LD PD LD PD LD
Pupuk lengkap (N:P:K =
0.67 0.30 0.39 0.25 0.29 0.13 0.07 0.18
20:20:20) (2 g L-1)
Pupuk lengkap (N:P:K =
20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 0.29 0.23 0.19 0.14 0.20 0.14 0.03 0.03
ppm
Uji t tn * tn tn tn tn tn *
a -1
Semua perlakuan komposisi media ditambahkan ekstrak kentang (50 g L ), ekstrak pisang ambon
(50 g L-1) dan arang aktif (2 g L-1), PD = Panjang Daun, LD = Lebar Daun, tn = tidak berbeda nyata
pada taraf 5 %, (*) = berbeda nyata pada taraf 5%, MST = Minggu Setelah Tanam. Data diperoleh
dari 12 tanaman anggrek hibrida Phalaenopsis E01 pada masing-masing perlakuan komposisi media.

Hasil analisis statistik menunjukkan lebar daun berbeda nyata pada 2 MST
dan 8 MST (Tabel 8), dimana media pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1)
memilki rata-rata pertambahan lebar daun nyata lebih tinggi dibandingkan media
pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) + kitosan 5 ppm (Tabel 8). Hasil
penelitian Sulistiana dan Sukma (2014), perlakuan kitosan dan asam salisilat tidak
berpengaruh nyata pada lebar daun terbesar Phalaenopsis amabilis.

Persentase Tanaman yang Hidup, Pertambahan Jumlah dan Panjang Akar


Planlet yang berasal dari media tanpa kitosan 5 ppm maupun media yang
menggunakan kitosan 5 ppm memiliki persentase tanaman hidup yang tinggi yaitu
92.31% dan 92.86% (Tabel 9). Hasil penelitian Raynalta (2013), penambahan
kitosan 5 ppm dan air kelapa 15 % pada media MS1/2 menghasilkan planlet hidup
tertinggi pada tahap aklimatisasi, yakni 100%. Menurut Uthairatanakij et al.
(2007), kitosan dapat menurunkan tingkat keparahan penyakit pada anggrek,
mungkin dengan meningkatkan aktifitas dari PAL ( phenylalanine ammonia-
lyase) dan PPO (polyphenol oxidase), lignifikasi dihasilkan dari meningkatnya
aktifitas senyawa fenolik dan induksi metabolit sekunder dan SAR (systemic
acquired resistance).
Akar merupakan salah satu organ penting pada anggrek Phalaenopsis,
karena anggrek Phalaenopsis bersifat epifit dimana akar dapat menyerap nutrisi
dari udara. Anggrek dapat menyerap urea dalam jumlah banyak melalui akar
secara langsung tanpa melalui proses hidrolisis sebelumnya pada permukaan akar
(Trepanier et al. 2009). Jumlah akar dan panjang akar pada tahap aklimatisasi
merupakan jumlah akar dan panjang akar pada saat 8 MST dikurangi dengan
jumlah akar dan panjang akar pada saat 0 MST.
21

Tabel 9 Persentase planlet yang hidup serta pertambahan jumlah dan panjang
akar (cm) pada tahap aklimatisasi dari planlet populasi persilangan
Phalaenopsis E01
8 MST
Perlakuana 4 MST
% h/t JA PA
6 MST
Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) 92.31 (12/13)
8 MST 1.67 0.34
Pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) +
92.86 (52/56) 1.17 0.46
kitosan 5 ppm
Uji t - - tn tn
a
Semua perlakuan komposisi media ditambahkan ekstrak kentang (50 g L-1), ekstrak pisang ambon
(50 g L-1) dan arang aktif (2 g L-1), h/t = hidup/total, JA = Jumlah Akar, PA = Panjang Akar tn =
tidak berbeda nyata pada taraf 5 %, MST = Minggu Setelah Tanam.Data diperoleh dari 12 tanaman
anggrek hibrida Phalaenopsis E01 pada masing-masing perlakuan komposisi media.

Berdasarkan hasil analisis statistik, pada tahap aklimatisasi perlakuan dua


komposisi media tanpa atau dengan penambahan kitosan 5 ppm pada media pupuk
lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) tidak berbeda nyata terhadap rata-rata
pertambahan jumlah dan panjang akar tanaman saat 8 MST (Tabel 9). Menurut
Raynalta (2013), media MS ½ + air kelapa 15% + kitosan 5 ppm memiliki
panjang akar terpanjang (4.13 cm) , sedangkan terendah diperoleh pada komposisi
media dasar Hyponex 2 g L-1 (1.33 cm).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penambahan hanya menggunakan air kelapa 15% tanpa kitosan 5 ppm


pada media dasar MS1/2 dan pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1) sudah
efektif dalam pertumbuhan dan multiplikasi clump PLBs Phalaenopsis hibrida.
Kitosan sebesar 5 ppm tidak mendorong pertumbuhan PLBs dan planlet anggrek
Phalaenopsis hibrida. Media dasar pupuk lengkap (N:P:K = 20:20:20) (2 g L-1)
dapat digunakan sebagai media alternatif media Murashige dan Skoog (MS),
karena media tersebut dapat meningkatkan pertambahan jumlah daun, PLBs dan
planlet lebih tinggi dibandingkan media MS1/2.

Saran

Perlu dilakukan penelitian dengan konsentrasi kitosan yang lebih rendah


untuk pertumbuhan clump PLB maupun planlet Phalaenopsis hibrida.
22

DAFTAR PUSTAKA

Andiani Y. 2008. Usaha Pembibitan Anggrek dalam Botol (Tehnik In


Vitro).Yogyakarta (ID): Pustaka Baru Press.
Andini N. 2013. Pertumbuhan Protocorm Like Bodies (PLBs) dua populasi hasil
persilangan anggrek Phalaenopsis pada beberapa komposisi media
[skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Dewanty R. 2011. Aplikasi penggunaan chitosan terhadap pembentukan
Protocorm Like Body (PLB) pada anggrek Phalaenopsis sp L. [skripsi].
Jember (ID) : Universitas Jember.
Dwiatmini K. 2002. Analisis pengelompokan dan hubungan kekerabatan spesies
anggrek Phalaenopsis berdasarkan kunci determinasi dan marka RAPD
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gunawan LW. 2006. Budidaya Anggrek. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Hawab HM. 2006. Toksisitas dan kendala penggunaan kitin dan kitosan pada
bahan makanan dan makanan. Di dalam: Santoso J, Trilaksani W,
Nurhayati T, Suseno SH, editor. Prospek Produksi dan Aplikasi Kitin-
Kitosan sebagai Bahan Alami dalam Membangun Kesehatan Masyarakat
dan Menjamin Keamanan Produk. Seminar Nasional Kitin-Kitosan 2006.
2006 Maret 16; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. 65-73.
Iswanto H. 2002. Petunjuk Perawatan Anggrek. Jakarta (ID) : AgroMedia
Pustaka.
Kartohadiprodjo NS, Prabowo G. 2009. Asiknya Memelihara Anggrek. Jakarta
(ID): PT Gramedia Pustaka.
Khoddamzadeh AA, Sinniah UR, Kadir MA, Kadzimin SB, Mahmood M,
Sreeramanan S. 2011. In vitro induction and proliferation of protocorm-
like bodies (PLBs) from leaf segments of Phalaenopsis bellina (Rchb.f.)
Christenson. Plant Growt Regul. 65: 381-387.doi : 10.1007/s10725-011-
9611-0.
Kishi F, Takagi K. 1997. Efficient method for the preservation and regeneration of
orchid protocorm-like bodies. Scientia Horticulture. 68:149-156.
Krisantini, Tjia BO. 2011. Panduan Penggunaan dan Aplikasi Zat Pengatur
Tumbuh pada Tanaman Hias. Jakarta (ID): PT Panca Jaya.
Ling ACK, Yap CP, Mohd. Shaib J, Vilasini P. 2007. Induction and
morphogenesis of Phalaenopsis callus. J. Trop. Agric and Fd. Sc. 35(1):
147-152.
Mattjik NA. 2010. Budidaya Bunga Potong & Tanaman Hias. Purwito A, editor.
Bogor (ID): IPB Press.
Nge KL, Nwe N, Chandrkrachang S, Stevens WF. 2006. Chitosan as agrowth
stimulator in orchid tissue culture. Plant Science. 170: 1185-1190.
Park SY, Murthy H, Paek KY. 2001. Rapid propagation of Phalaenopsis from
floral stalk-derived leaves. In Vitro Propagation of Phalaenopsis.doi :
10.1079/IVP2001274.
23

Ramdan. 2011. Kultur daun dan pangkal batang in vitro anggrek bulan raksasa
(Phalaenopsis gigantea J.J.Smith) pada beberapa media kultur jaringan
[skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Raynalta E. 2013. Pengaruh komposisi media dalam pertumbuhan protocorm like
bodies, planlet, dan aklimitasi Phalaenopsis amabilis [skripsi]. Bogor (ID)
: Institut Pertanian Bogor.
Rindangdwiyani. 2012. Respon pertumbuhan bibit anggrek Dendrodium sp. Pada
saat aklimatisasi terhadap beragam frekuensi pemberian pupuk daun.
Jurnal Agrotrop. 2(2): 171-175.
Rukmana R. 2000.Budi Daya Anggrek Bulan.Yogyakarta (ID): Kanisius.
Santoso U, Nursandi F. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Malang (ID): UMM
Press.
Sulistiana E, Sukma D. 2014. Pertumbuhan anggrek Phalaenopsis amabilis pada
perlakuan chitosan dan asam salisilat. Bul. Agrohorti.2(1):75-85.
Suptijah P. 2006. Deskripsi karakteristik fungsional dan aplikasi kitin kitosan. Di
dalam: Santoso J, Trilaksani W, Nurhayati T, Suseno SH, editor. Prospek
Produksi dan Aplikasi Kitin-Kitosan sebagai Bahan Alami dalam
Membangun Kesehatan Masyarakat dan Menjamin Keamanan Produk.
Seminar Nasional Kitin-Kitosan 2006. 2006 Maret 16; Bogor, Indonesia.
Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 14-24.
Sutiyoso Y, Sarwono B. 2007. Merawat Anggrek. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Trepanier M, Lamy MP, Dansereau B. 2009. Phalaenopsis can absorb urea
directly through their roots. Plant Soil. 319:95-100.doi 10.1007/s11104-
008-9853-5.
Uthairatanakij A, Teixeira JA, Obsuwan K. 2007. Chitosan for improving orchid
production and quality. Orchid Science and Biotechbology. 1(1):1-5.
Wahyono D, Sjahriza TWA, Sugita P. 2009. Kitosan Sumber Biomaterial Masa
Depan. Bogor (ID): IPB Press.
Widiarsih S, Dwimahyani I. 2013. Aplikasi iradiasi gamma untuk pemuliaan
mutasi . Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis Bl.) Umur Genjah. Jurnal
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 9(1):59-66
Yuliarti N. 2010. Kultur Jaringan Skala Rumah Tangga. Yogyakarta (ID): Lily
Publisher.
Yusnita. 2012. Pemuliaan Tanaman untuk Menghasilkan Anggrek Hibrida
Unggul. Lampung (ID): Lembaga Penelitian Universitas Lampung.
Yusnita, Handayani Y. 2011. Pengecambahan biji dan pertumbuhan seedling
Phalaenopsis hibrida in vitro pada dua media dasar dengan atau tanpa
arang aktif. Jurnal Agrotropika. 16(2): 70-75.
Yuwono T. 2012. Boteknologi Pertanian.Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press.
Zasari M, Ramadiana S, Yusnita, Hapsoro D. 2010. Respon pertumbuhan tunas
dari protokorm-like bodies menjadi planlet anggrek Dendrobium hibrida in
vitro terhadap dua jenis media dan pemberian tripton. Jurnal
Agrotropika.15(1):23-27.
RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda
Muhammad Thamrin dan Ibunda Chatimatun Nisa. Penulis dilahirkan di
Banjarbaru pada tanggal 13 Oktober 1992. Penulis adalah putri ketiga dari tiga
bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari MA PPMI Assalaam Sukoharjo dan
pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten praktikum
Tanaman Hias dan Bunga tahun 2015. Penulis aktif sebagai pengurus Dewan
Mushola TPB Asrama A4 pada tahun 2011, staf Departemen Fundrising and
Marketing LDK Al Hurriyyah pada tahun 2011 dan 2012. Penulis juga ikut serta
dalam kegiatan Kuliah Kerja Praktikum yang bertempat di Desa Rawa Gempol
Kulon, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang pada tahun 2014.

Anda mungkin juga menyukai