Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN AWAL STUDI KASUS

PERKONOMIAN INDONESIA
C/7

KELOMPOK EKOSISTEM LAUT

Dr. EEN NOVRITHA


Dosen pengampu :
WALEWANGKO, SE, MSE

JACLINE INDRIANY
SUMUAL

Nama anggota : Kezia Akwila Tampi 210611040334


Marchelino R M Giroth 210611040346
Tiara Pinontoan 210611040344
Queen M Ruru 210611040341
Jerioko A Tamuntuan 210611040333
Stien F D Manggopa 210611040315

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS


UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO

2022

1
BAB I
PENDAHULUAN

Laut adalah salah satu bagian terpenting ekosistem bumi, yang mana ekosistem baharinya
dimanfaatkan sebagai kebutuhan primer (pangan) oleh umat manusia yang ada diseluruh penjuru
dunia. Sebagai salah satu kekayaan alam, laut sejatinya harus dijaga serta dilestarikan untuk
pemenuhan kebutuhan manusia, hal ini telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu, sejak masa
peradaban, karena keinginan dasar manusia yang selalu berusaha meningkatkan kualitas hidupnya.
Wilayah perairan Indonesia merupakan suatu wilayah perairan yang mempunyai kekayaan
alam berupa sumber daya perairan yang melimpah. Baik sumber daya alam yang dapat
diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Kepemilikan Indonesia atas sumber daya
perairan, merupakan hal yang sangat strategis bagi perekonomian dan keberlangsungan hidup
masyarakat. Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai wilayah laut yang luas, dan
mempunyai julukan sebagai negara maritim. Indonesia juga memiliki pantai yang terpanjang
kedua di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 104.000 km yang terdiri dari 17.504 buah
pulau. Dengan adanya wilayah perairan Indonesia yang sangat luas tersebut, menjadikan Indonesia
sebagai suatu negara yang mempunyai sumber daya alam laut yang berlimpah dan didukung
dengan adanya daya dukung lingkungan yang tinggi. Dengan adanya potensi tersebut, memberikan
manfaat yang sangat besar bagi masyarakat. Manfaat yang diberikan oleh sumber daya laut
tersebut merupakan kegiatan eksploitasi oleh manusia atas sumber daya laut untuk mendapatkan
suatu keuntungan secara ekonomi, termasuk sebagai sumber makanan dan sumber energi. Tidak
dapat dipungkiri bahwa potensi sumber daya perikanan diwilayah perairan Indonesia menjadi daya
tarik tersendiri.
Wilaya laut yang luas, potensi perikanan yang besar, tingginya biodiversitas laut, dan posisi
secara geografis wilayah perairan Indonesia yang menjadi pintu masuk arus dari Samudera Pasifik
ke Samudera Hindia mendorong adanya eksploitasi besar besaran pada sumber daya perikanan
yang ada. Hal tersebut bukan hanya diakibatkan eksploitasi dari warga negara Indonesia sendiri,
melainkan beberapa tindak pencurian ikan dari negara lain juga kerap terjadi. Selain itu, tindak
penangkapan ikan dengan menggunakan alat penangkap ikan yang dilarang. Sampai dengan saat
ini, kasus illegal fishing masih kerap terjadi. Telah terdapat bebrapa jenis ikan yang diketahui telah
berada pada kondisi jenuh bahkan over exploited. Sebagaiman jenis udang panaeid, hampir pada
seluruh WPP telah berada pada kondisi over fishing. Hal tersebut juga menunjukan bahwa telah
terjadi tekanan pada eksploitasi pada sumber daya perikanan yang pasif. Kondisi ini juga bisa jadi
indikator bahwa terdapat permasalahan dari sisi lingkungan, artinya dengan adanya penurunan
jumlah potensi sumber daya ikan berarti juga ada permasalahan pada lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan uraian di atas penulis menyusun makalah bertemakan ekosistem laut untuk
menambah pemahaman mengenai ekosistem laut, pembagian ekosistem laut, ciri- ciri ekosistem,
penyebab kurusakan ekosistem laut serta cara untuk menanggulanginya
RUMUSAN SPESIFIK:

a) Mengetahui perspektif konsep eksploitasi dan konservasi sumber daya perikanan


b) Mengetahui posisi dan peran Indonesia dalam memanfaatkan sumber daya perairan
khususnya perikanan
c) Mengetahui manfaat kegiatan konservasi bagi kelestarian potensi sumber daya kelautan
khususnya perikanan

METODE PENELITIAN:

Penulis makalah iini menggunakan metode penelusuran literatur – literatur yang terkait
keanekaragaman laut serta yang mendukungnya. Yang dimana penelitian ini dilakukan dengan
menjelaskan suatu situasi yg hendak di teliti dengan dukungan studi kepustakaan yang ada
sehingga dpat memperkuat analisa penilitian dan memperkuat suatu kesimpulan yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KAJIAN PUSTAKA

A. LAJU EKSPLOITASI SUMBER DAYA LAUT PADA IKAN YANG


TERTANGKAP PUKAT CINCIN DI SELAT SUNDA
Selat Sunda merupakan salah satu perairan yang memiliki potensi perikanan besar
di Indonesia, baik perikanan pelagis maupun demersal. Menurut DKP Pandeglang (2014),
alat tangkap pukat cincin merupakan alat tangkap dengan produksi paling banyak yaitu
sebesar 3.690,44 ton. Jumlah armada pukat cincin di Kabupaten Pandeglang-Banten, terus
meningkat setiap tahunnya. Jumlah armada pukat cincin tahun 2007 hingga 2013 secara
berturut-turut yaitu 27 unit, 30 unit, 33 unit, 36 unit, dan 44 unit. Pukat cincin dioperasikan
dengan dilengkapi lampu. Hal ini sesuai dengan sifat fototaksis positif beberapa sumber
daya ikan seperti tembang dan kembung (Rosyidah et al. 2009).
Pengoperasian pukat cincin yang terus meningkat menjelaskan bahwa tingkat
eksploitasi terhadap sumber daya ikan juga terus meningkat. Kondisi ini yang
menyebabkan isu tangkap lebih dan kelangkaan terhadap sumber daya perikanan semakin
meluas. Tangkap lebih dapat berakibat pada penurunan hasil tangkapan per satuan upaya
(catch per unit effort), yang kemudian menurunkan pendapatan nelayan. Menurut
Prahadina (2014), kembung perempuan dan kembung laki-laki di Selat Sunda telah
mengalami tangkap lebih. Oleh karena itu, perlu dilakukannya kajian mengenai laju
eksploitasi sumber daya ikan agar dapat diketahui status pemanfaatannya.
Dengan hasil dan pembahasan pertumbuhan pada populasi sumber daya ikan
tembang, kembung, kembung perempuan, kembung laki-laki, tongkol, dan layang dapat
dianalisis melalui perubahan modus frekuensi panjang. Perubahan modus ke arah kanan
(nilai tengah panjang lebih besar) menunjukkan adanya pertumbuhan pada populasi
sumber daya ikan. Kemudian perubahan modus ke arah kiri menunjukkan adanya
rekrutmen pada populasi sumber daya ikan. Sebaran frekuensi panjang setiap pengambilan.
Menurut Sparre dan Venema (1999), pendugaan stok ikan tropis menggunakan analisis
frekuensi panjang total ikan. Hal ini dikarenakan spesies ikan tropis jarang memperlihatkan
lingkaran-lingkaran tahunan.
Semakin tinggi nilai koefisien pertumbuhan, semakin cepat mencapai panjang
asimtotik dan beberapa spesies kebanyakan diantaranya berumur pendek (Sparre dan
Venema 1999). Menurut Froese et al. (2000) dalam Bakhtiar (2013), nilai K > 0,3 per tahun
termasuk dalam kategori yang tinggi. Berdasarkan pernyataan Froese et al. (2000) dalam
Bakhtiar (2013) tersebut, kembung dan layang termasuk kategori spesies yang memiliki
kecepatan pertumbuhan tinggi. Parameter pertumbuhan digunakan untuk menduga
mortalitas dan laju eksploitasi. Pendugaan laju mortalitas melalui kurva hasil tangkapan
yang dilinearkan sehingga berbasis data panjang. Mortalitas terdiri dari mortlitas alami dan
mortalitas penangkapan. Mortalitas dan laju eksploitasi spesies dominan yang tertangkap
pukat cincin. Penyebab mortalitas pada suatu populasi antara lain yaitu kegiatan
penangkapan, pemangsaan, penyakit, dan ketuaan (Sparre dan Venema 1999).
Menurut Beverton dan Holt (1959) dalam Bakhtiar (2013), parameter kurvatur
pertumbuhan (K) berkaitan dengan umur ikan karena K menggambarkan waktu yang
diperlukan untuk mencapai L∞, dan umur yang panjang berkaitan dengan mortalitas.
Secara umum, ikan yang memiliki nilai K yang tinggi mempunyai nilai M yang tinggi juga.
Ikan yang tumbuh lambat (K rendah) akan cepat punah jika mortalitasnya tinggi.
Menurut Gulland (1971) dalam Pauly (1984), laju eksploitasi optimal sumber daya
ikan sebesar 0,5 yang berarti besarnya mortalitas alami sama dengan mortalitas
penangkapan. Nilai E yang lebih besar dari 0,5 mengindikasikan bahwa laju eksploitasi
sumber daya ikan berada pada kondisi tangkap lebih (overeksploitasi). Keadaan ini sesuai
dengan penelitian Boer dan Aziz (2007) mengenai gejala tangkap lebih perikanan pelagis
di perairan Selat Sunda yang mengatakan bahwa sudah terlihat adanya gejala tangkap lebih
ikan pelagis kecil di perairan Selat Sunda. Kondisi tersebut mengindikasikan pula bahwa
penurunan stok ikan di Selat Sunda disebabkan oleh tingginya kegiatan penangkapan.
Spesies yang dieksploitasi akan berdampak pada tereduksinya ikan-ikan dewasa sehingga
ikan-ikan dewasa tersebut lebih dulu ditangkap oleh aktivitas penangkapan sebelum
sempat untuk bereproduksi. Hal ini dapat mengakibatkan tidak adanya rekrutmen yang
masuk ke dalam stok. Oleh karena itu, penangkapan berpengaruh terhadap perubahan
populasi ikan di suatu perairan (Masrikat 2012).
Semua ikan memiliki laju mortalitas tangkap (F) yang lebih tinggi dari mortalitas
alami (M). Kondisi semua ikan hasil tangkapan dominan pukat cincin di Selat Sunda telah
mengalami tangkap lebih. Laju eksploitasi tertinggi adalah pada spesies tongkol, yaitu
sebesar 0,95/tahun untuk betina dan 0,90/tahun untuk jantan.

B. PERILAKU EKSPLOITASI SUMBER DAYA PERIKANAN TAKA DAN


KONSEKUENSI LINGKUNGAN DALAM KONTEKS INTERNAL DAN
EKSTERNAL
Kondisi yang memprihatinkan ialah terjadinya penangkapan kelompok ikan
tertentu sebelum berkembang menjadi kelompok ukuran ikan yang sewajarnya ditangkap,
yang disebut oleh ICLARM sebagai “Growth overfishing” (dalam Saad, 2000). Selain
eksploitasi berlebih, juga telah terjadi kasus-kasus pencemaran perairan seperti yang terjadi
di Teluk Jakarta, Selat Malaka, Surabaya, dan perairan sekitar kota-kota pantai lainnya;
degradasi fisik ekosistem pesisir utama (mangrof dan terumbu karang); dan abrasi pantai
merupakan indikator bahwa pelaksanaan pembangunan sumberdaya pesisir dan lautan di
Indonesia menuju ke arah yang tidak optimal dan tidak berkelanjutan
(Dahuri dkk., 1996). Kondisi hutan mangrof di Indonesia? hutan mangrof terluas di dunia?
dari waktu ke waktu terus mengalami penurunan, terutama akibat konversi menjadi lahan
untuk kepentingan berbagai sektor. Menurut Daryono (dalam Saad, 2000:13), di Pulau
Jawa, hutan bakau telah ditebang secara besas-besaran pada zaman pendudukan Jepang
dan hingga tahun 1996 tinggal sekitar 50.000 hektare. Di luar Jawa seperti di Kabupaten
Aceh Timur, diperkirakan seluas 500 hektare hutan bakau lenyan setiap tahun karena
penebangan untuk kayu bakar dan konversi menjadi pertambakan
(Saad, 2000:13). Pembangunan tambak ikan bandeng dan udang juga menyebabkan
habisnya hutan mangrof di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan
Kalimantan Selatan yang mulai berlangsung dari tahun 1970-an dan konversi itu
memuncak dalam tahun-tahun 1980–an. Hutan mangrof dari jenis bakau (rhizophora) di
sepanjang Teluk Bone, terutama dalam wilayah Kabupaten Wajo, digunakan untuk kayu
bakar, bahan industri arang, dan secara besar-besaran untuk bahan industri Kertas Gowa
dari pertengahan periode 1970-an sampai pertengahan 1980-an. Di sini lahan gundul yang
luas dan hutan mangrof tersisa kemudian dikonversi menjadi kawasan pertambakan.
Akibat dari hilangnya hutan mangrof yang berfungsi sebagai pelindung tambak dari
ancaman ombak ialah hilangnya ratusan hektare lahan tambak petani dari tahun ke tahun
akibat abrasi pantai (Winarto dkk, 1999).

Variasi perilaku eksploitasi sumber day taka dan konsekuensi lingkungan dan sumber daya
ditimbulkan
Digunakannya tabung gas memungkinkan nelayan yang beroperasi dalam
kelompok-kelompok besar dapat bekerja secara intensif dan memperoleh tangkapan secara
berlipat ganda. Akibatnya, hanya beberapa tahun kemudian populasi dari semua jenis
teripang yang mempunyai nilai tukar tinggi mengalami kemerosotan drastis dalam dan
sekitar taka-taka Pulau Sembilan. Demikianlah, sejak tahun 1980-an kelompok-kelompok
nelayan teripang mulai mencari daerah-daerah penangkapan yang baru, terutama daerah-
daerah karang di bagian timur Indonesia. Seperti yang terjadi di tempat-tempat lainnya,
pengaruh paling mencolok dari penggunaan sarana selam modern tersebut ialah
kemerosotan populasi teripang di taka-taka, bukan terhadap perubahan perubahan kondisi
terumbu karang.
Bom merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan nelayan Pulau Sembilan,
khususnya yang dari Kambuno dan Kodingare, sejak dahulu hingga sekarang. Lokasi-
lokasi pemboman ialah taka-taka dalam atau yang agak dangkal. Tangkapan bom ialah
ikan-ikan permukaan yang hidup berkelompok, terutama rappo-rappo (ekor kuning),
sinrili, banjarai, layang, dan ikan-ikan dasar seperti kerapu, sunu, laccukang (napoleon),
dan katamba. Ketika sasaran sudah ditemukan, nelayan kemudian melemparkan bom ke
situ. Ledakan yang sangat berpengaruh terhadap karang ialah ledakan yang terjadi di dasar.
Ledakan yang dahsyat dapat mengakibatkan hancurnya karang minimal seluas satu meter
keliling. Karena akhir-akhir ini kebanyakan nelayan meledakkan bomnya di dasar dengan
maksud agar bunyi ledakan tidak terdengan oleh pihak keamanan yang sedang berpatroli,
secara otomatis penggunaan bom yang intensif mempercepat kerusakan terumbu karang di
taka-taka. Gejala kerusakan karang yang diakibatkan oleh bom berupa kehan-curan dan
patah-patah.
Bukti-bukti dampak perilaku nelayan terhadap perubahan kondisi terumbu karang
dalam taka-taka Pulau Sembilan ditunjukkan dan diinformasikan oleh berbagai pihak,
antara lain oleh Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin yang menunjukkan
tiga ciri kerusakan, yakni berupa pecahan dan patahan (ruble), perubahan warna
(bleaching), dan kematian (dead) yang ditemukannya pada hampir semua taka. Ciri-ciri
perubahan karang seperti ini saya bersama nelayan (dengan saya ikut melakukan
pengamatan di laut) temukan juga di beberapa bagian taka-taka dangkal. Sumber informasi
lainnya ialah berita dari pihak Pemerintah Daerah dan beberapa LSM yang seringkali
melakukan pemberdayaan bagi masyarakat nelayan, termasuk di Pulau Sembilan.
Perilaku nelayan dalam konteks sosialnya
Digunakannya tabung gas memungkinkan nelayan yang beroperasi dalam
kelompok-kelompok besar dapat bekerja secara intensif dan memperoleh tangkapan secara
berlipat ganda. Akibatnya, hanya beberapa tahun kemudian populasi dari semua jenis
teripang yang Seperti halnya pada masyarakat nelayan. Bugis dan Makassar lainnya, semua
bentuk aktivitas nelayan Pulau Sembilan terkait pemanfaatan sumberdaya perikanan,
kecuali menangkap ikan dan biota lainnya untuk kebutuhan laut pauk semata, juga
berlangsung dalam kerangka kelembagaan ekonomi perikanan tradisional, yang dikenal
dengan istilah ‘ponggawa-sawi’ kelembagaan ini diacukan kepada kelompok, norma,
praktik kerja-sama terpola. Dari hasil studi lapangan yang diperkuat dengan berbagai
sumber kepustakaan, terutama karya Arifin Sallatang (1984) dan Mattulada (1986),
diketahui adanya sekurang-kurangnya delapan komponen terkait sistem ekonomi
perikanan laut nelayan Pulau Sembilan yang berlangsung dan diatur dalam lembaga
ponggawa-sawi atau dapat dipa-hami sebagai fungsi utama dari lembaga ponggawa sawi
tersebut.
Konteks eksternal dari perilaku nelayan dan konsekuensinya
Sesuai dengan fenomena di lapangan, untuk memahami perilaku nelayan Pulau
Sembilan dan konskuensi lingkungan dan sumber daya taka yang ditimbulkannya, tidak
cukup hanya dijelaskan dalam konteks sosial budaya/internalnya, tetapi juga dalam
konteks eksternal. Untuk pencarian teripang (ter- masuk jenis kerang mutiara, japing) dan
penangkapan ikan-ikan karang utama (sunu, kerapu, napoleon) dan lobster/udang untuk
komoditi ekspor, konteks eksternalnya ialah permintaan pasar dan pihak-pihak terlibat di
dalamnya, adopsi teknologi tangkap, dan kebijakan pemeintah.

2.1 KAJIAN PUSTAKA


Laut adalah aset vital. Laut memiliki kemampuan signifikan bagi orang-orang. Lautan
menjadi tempat untuk membentengi solidaritas, dan aset normal yang menggabungkan
perikanan dan aset regular mineral yang beredar. Indonesia adalah negara kepulauan dengan
potensi aset hidup yang baik, khususnya asset perikanan yang besar sekali. Selain aset alam,
Indonesia juga memiliki aset non-organic yang mungkin dapat digunakan untuk bantuan
pemerintah daerah setempat Indonesia. KKP (2017), mengungkapkan bahwa kemampuan aset
perikanan yang terkelola Indonesia menambahkan hingga 12,54 juta ton setiap tahun.
Sedangkan potensi terumbu karang berada di perairan Indonesia seluas 2,5 juta hektar.
A. Hasil Pembahasan dari Studi Empiris
✓ Potensi Sumber Daya Perikanan di Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah laut sebesar
5,8 juta km2. Berdasarkan data dari KKP sebagaimana tercantum dalam Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 50 Tahun 2017 tentang Estimasi Potensi,
Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya
Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, menyebutkan
bahwa besaran potensi lestari sumber daya ikan sebesar 12,54 juta ton per tahun
yang terdiri dari beberapa jenis perikanan laut. Dari total potensi perikanan laut
tersebut, maka secara ketentuan internasional yang boleh dimanfaatkan sekitar 10
juta ton per tahun, atau 80% dari seluruh potensi lestari sumber daya ikan yang ada.
. Adapun pemanfaatan sumber daya tersebut sampai saat ini baru sebesar 7,53 juta
ton. Potensi lestari sumber daya perikanan tangkap laut yang besar di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI) terdiri dari
beberapa jenis ikan, yaitu ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar, ikan demersal, ikan
karang, udang penaeid, lobster, kepiting, rajungan, dan cumi-cumi.

✓ Eksploitasi Sumber Daya Perikanan


Dengan besarnya potensi sumber daya perikanan Indonesia, perlu
dipikirkan bagaimana potensi sumber daya alam yang melimpah itu dapat
dimanfaatkan secara berkesinambungan untuk masa depan. Pemanfaatan sumber
daya perikanan melalui proses eksploitasi yang tidak merusak lingkungan pada
dasarnya akan lebih menguntungkan bagi masyarakat. Namun keserakahan dan
keinginan untuk dapat menguasai sumber daya perikanan dibandingkan dari pihak
lain, proses eksploitasi cenderung mengabaikan etika dan tanpa memperhatikan
kondisi daya dukung lingkungan. Bahkan, proses eksploitasi terhadap sumber daya
perikanan laut sering terjadi beberapa pelanggaran berupa kegiatan penangkapan
ikan yang dilarang (illegal fishing). Sampai dengan saat ini, kasus illegal fishing
masih kerap terjadi. Terhitung dari Januari 2017 sampai dengan Oktober 2018,
pemerintah telah menangkap setidaknya 633 kapal pelaku illegal fishing. Dimana
para kapal pelaku illegal fishing tersebut merupakan kapal berbendera asing dan
berbendera Indonesia.Sejak Oktober 2019 sampai dengan Oktober 2020. Tekanan
yang masif terhadap sumber daya ikan dapat disebabkan salahsatunya adanya over
exploitasi. Dari uraian di atas maka dapat dikatakkan bahwa penurunan jumlah ikan
serta jenis ikan, hal itu terjadi kerena proses over eksploitasi (over fishing), dan hal
tersebut disebabkan antara lain :
1. Penurunan daya dukung lingkungan
• Rusaknya terumbu karang
• Penurunan kualitas air laut
2. Penangkapan ikan secara melanggar hukum dan merusak lingkungan
• Penangkapan ikan menggunakan alat penangkapan ikan yang tidak ramah
lingkungan/merusak
• Penangkapan ikan dengan bom/dinamit atau sejenisnya
• Penangkapan ikan yang tidak memperhatikan masa keberlanjutan ikan dan
wilayah.

✓ Konservasi Sumber Daya Perikanan


Kegiatan konservasi telah dipercaya sebagai suatu upaya pengelolaan yang
dapat menyelamatkan dan melestarikan potensi sumber daya kelautan dan
perikanan agar tetap tersedia dan dapat dimanfaatkan bagi masa saat ini dan masa
yang akan datang (berkelajutan). Dengan adanya pemanfaatan yang berkelanjutan
dari suatu sumber daya kelautan dan perikanan, diharapkan dapat terwujud suatu
perikehidupan lestari yang menyejahterakan. Kegiatan konservasi merupakan
tindakan yang dilakukan untuk dapat menjaga suatu sumber daya perikanan tetap
terjaga dan dalam kondisi berkelanjutan. Pinem (2019), mengungkapkan bahwa
tujuan dari kegiatan konservasi dan pengelolaan sumber daya perikanan di laut
lepas adalah sebagai upaya pengelolaan sumber daya perikanan yang dilakukan
dalam konsep perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan. Dengan tujuan tersebut,
maka sumber daya alam khususnya sumber daya hayati perikanan dapat tetap
terjaga dan terpelihara serta dapat dinikmati oleh masyarakat pada masa kini dan
untuk generasi masyarakat yang akan datang.

✓ Konsep Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan


Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan konsep yang dilaksanakan
di berbagai sektor. Salah satu sektor yang mengadopsi konsep pembangunan
berkelanjutan adalah sektor perikanan. Konsep pembangunan perikanan
berkelanjutan telah dipesankan dalam CCRF bahwa pengelolaan perikanan yang
bertanggung jawab adalah pengelolaan yang dapat menjamin keberlanjutan
perikanan dengan suatu upaya agar terjadi keseimbangan antara tingkat eksploitasi
dengan sumber daya ikan. Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan
yang menjaga suatu sumber daya agar tetap tersedia dan dapat dimanfaatkan untuk
masa saat ini dan masa yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan mempunyai
tiga aspek utama yaitu aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. Ketiga aspek tersebut
merupakan aspek yang tidak akan bisa lepas dari suatu proses pemanfaatan sumber
daya perikanan (eksploitasi),maupun tindakan konservasi sumber daya perikanan.
Suatu tindakan konservasi pun juga harus memperhatikan ketiga aspek tersebut.
Tidak bisa suatu tindakan konservasi hanya memperhatikan hanya pada aspek
ekologi, akan tetapi mengabaikan aspek sosial atau ekonomi.

B. Hubungan Kasus Empiris Yang Di Ambil


1. Laju eksploitasi sumber daya ikan yang tertangkap pukat cicin di selat sunda
2. Perilaku eksploitasi sumber daya perikanan TAKA dan Konsekuensi
Lingkungan Dalam Konteks Internal dan Eksternal: Studi Kasus Pada Nelayan
Pulau Sembilan
3. Perspektif Eksploitasi dan Konservasi dalam Pengelolaan Sumber Daya
Perikanan Indonesia

C. Asumsi Teori Ekonomi yang Mendukung Kasus


a) Alasan kelompok mengambil kasus
Karena laut adalah salah satu sumber kekayaan dan media yang
memperkuat solidaritas negara Indonesia. Kemampuan aset laut khususnya aset
perikanan membuat komitmen yang sangat besar, sangat besar dalam gaji publik.
Penggunaan asset Perikanan tidak dapat dipisahkan dari isu-isu yang beredar,
terutama yang berkaitan dengan proses penyalahgunaan yang tidak
mempertimbangkan akibat yang merugikan pada iklim. Eksploitasi berlebihan juga
dapat berdampak negatif untuk perairan laut secara umum yang memungkinkan
munculnya pertengkaran dan bisa bertemu dengan hukum lautan di seluruh dunia.
Untuk membatasi konsekuensi merugikan dari transaksi ganda,kegiatan pelestarian
merupakan langkah yang tepat dan sesuai dengan gagasan tentang tujuan
peningkatan ekonomi (Sustainable Development Goals/SDGs). Dan juga menurut,
kasus ini memiliki dampak yang luas bagi aspek atau ruang lingkup masyarakat.
Kasus ini juga kurang menjadi perhatian pemerintah dan publik, maka dari itu
kelompok kami berasumsi bahwa dengan mengangkat kasus ini bisa dapat
memberikan pemahaman tentang pentingnya sumber daya laut.
b) TEORI EKONOMI MAKRO (KEYNES)
Dalam Teori Ekonomi Keynes dikenalkan suatu
persamaan dalam menghitung pertumbuhan
ekonomi suatu negara/daerah, dimana
persamaannya sebagai berikut :

Ahli Ekonom Inggris Abad Ke-20


Dalam pandangan Teori ini meyakini
bahwa semakin besar angka di variabel C,I,G, dan X maka semakin baik, akan
tetapi akibat dari over eksploitasi di atas maka membuat masyarakat merasakan
ketimpangan sosial-ekonomi. Seperti pembahasan di atas bahwa eksploitasi akan
berdampak pada aspek ekonomi, maka dari itu atas asumsi serta pembahasan terkait
masalah – masalah dan dampaknya, maka Eksploitas Sumber Daya Laut ini
mempengaruhi variabel – variabel pada persamaaan diatas.

D. Abstraksi Permasalahan
Eksploitasi sumber daya alam adalah suatu tindakan pemanfaatan terhadap suatu
stok sumber daya alam yang ada di suatu wilayah. Eksploitasi terhadap sumber daya alam
harus dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan perekonomian
negara, meskipun tidak jarang ditemukan tindakan eksploitasi yang mengakibatkan suatu
kerugian bagi lingkungan maupun bagi masyarakat. Karena jika terjadi suatu kerusakan
terhadap salah satu sumber daya alam hayati, dapat memberikan dampak buruk
(kerusakan) terhadap sumber daya alam hayati lainnya atau terhadap ekosistem.
Sebagaimana tertuang dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menjelaskan bahwa unsur-unsur sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya pada dasarnya saling tergantung antara satu dengan
yang lainnya dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan dan kepunahan salah satu
unsur akan berakibat terganggunya ekosistem.

E. Dampak Terhadap Variabel-Variabel Dalam Teori Ekonomi Keynes


➢ Variabel C (Konsumsi Rumah Tangga)
Hal ini terjadi karena turunnya daya beli masyarakat karena hilangnya mata
pecarian masyarakat tersebut akibat dari over fishing atau bahkan eksploitasi laut,
biasanya berdampak pada masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan.
➢ Variabel I (Investasi)
Peristiwa ini terjadi kerena para investor melihat bahwa daerah itu (pesisir
pantai) sudah tidak memiliki potensi sumber daya laut lagi, akibat dari sumber daya
lautnya yang sudah di eksploitasi. Dampaknya investor mengurungkan niatnya
untuk berinvestasi pada daerah tersebut.
➢ Variabel X (Ekspor)
Kegiatan ekspor menjadi sangat penting dalam mendorong kemajuan suatu
daerah, akan sangat buruk jika kegiatan ekspor tidak dilakukan. Hal ini akan terjadi
tentunya jika eksploitasi yang dilakukan secara berlebihan, akibatnya komoditi
yang di ekspor sudah tidak tersedia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN
Dari uraian diatas terkait dengan perspektif konsep eksploitasi dan konservasi sumber
daya alam hayati khususnya perikanan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai
berikut:
➢ Eksploitasi sumber daya perikanan adalah tindakan pemanfaatan terhadap suatu
stok sumber daya perikanan yang ada di suatu wilayah. Sedangkan konservasi
adalah suatu upaya yang dilakukan untuk dapat menjaga dan melestarikan atau
melindungi sumber daya hayati perikanan pada suatu wilayah perairan.
➢ Eksploitasi bersifat memanfaatkan, sedangkan konservasi bersifat
menjaga/melestarikan. Eksploitasi dan konservasi merupakan suatu tindakan
pengelolaan yang sudah selayaknya dapat berjalan seimbang. Hal tersebut agar
dapat memberikan manfaat bagi masyarakat saat ini dan yang akan datang
(berkelanjutan) dengan tetap terjaganya kelestarian lingkungan dan kondisi sumber
daya perikanan.
➢ Salah satu upaya yang dapat menjaga kelestarian sumber daya perikanan dari proses
eksploitasi adalah melalui konservasi. Konservasi merupakan salah satu upaya
yang selaras dengan upaya negara-negara dunia dalam mewujukan konsep
Sustainable Development Goals (SDGs).

B. SARAN
Untuk menjaga laut kita dari pencemaran limbah dan lain sebagainya, yang dapat
merusak ekosistem laut, sebaiknya kita melakukan penanggulangan pencemaran laut
dengan cara membuat alat pengolah limbah, penimbunan (alokasi) bahan pencemar di
tempat yang aman, dan daur ulang limbah. Selain itu, alangkah baiknya menanggulangi
pencemaran laut dengan cara pencegahan, seperti tidak membuang limbah ke laut. Dalam
hal ini pemerintah berperan sebagai pengawas penanggulangan pencemaran laut.

Anda mungkin juga menyukai