Anda di halaman 1dari 15

PENUGASAN BIOSISTEMATIKA KELAUTAN

“Marine Spesies Which Under IUCN Status of Conservation”

Disusun Oleh :
Amila Nuskiya
26040120140044
Ilmu Kelautan A

Dosen Pengampu Mata Kuliah :


Dr. Ir. Retno Hartati, M.Sc.
NIP. 19620711 198703 2 001

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
INTRODUCTION

Kawasan laut di dunia dapat mencapai 70% dari bagian bumi namun luas
kawasan yang dilindungi/dikonservasi hanya sebagian kecilnya saja. Kawasan laut
membutuhkan konservasi dikarenakan akibat dari perbuatan manusia yang
menyebabkan kerusakan di laut secara langsung maupun secara tidak langsung.
Hal inilah yang menyebabkan konservasi kawasan laut menjadi sangat penting
untuk dilakukan. Selain itu, keberhasilan dalam konservasi laut pastinya akan
berdampak positif terhadap populasi ikan-ikan serta biota-biota laut yang lainnya.
Kawasan laut juga penting untuk dilakukan konservasi sebagai suatu tindakan
atau usaha dalam menjamin kelestarian dari ekosistem laut yang didalamnya tidak
terlepas dari unsur-unsur perlindungan serta unsur pemanfaatan yang tidak saling
bertolak belakang untuk menopang kehidupan dari masyarakat pesisir (Adiyoga et
al.,2020).
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi
kemaritiman yang sangat besar. Berdasarkan letak negara Indonesia, variasi iklim
serta lintasan arus antara dua samudera menyebabkan Indonesia memiliki tingkat
keanekaragaman hayati makhluk hidupnya yang sangat tinggi atau juga biasa
disebut dengan mega biodiversity. Jenis-jenis ekosistem laut di Indonesia antara
lain ekosistem pantai, muara, laut terbuka, padang lamun, padang mangrove serta
terumbu karang. Ekosistem laut di Indonesia memiliki spesifikasi serta
karakteristik yang berbeda-beda. Kawasan perairan Indonesia memiliki 4,5 juta
hektar ekosistem mangrove padang mangrove, 537 spesies karang, 12 spesies
lamun, serta perairan Indonesia juga menjadi rumah bagi biota-biota jenis
moluska, krustasea, cacing, ikan dan lain sebagainya (Yuliarta dan Rahmat, 2021).
Konservasi merupakan suatu tindakan perlindungan terhadap
lingkungan/kawasan serta terhadap biota yang hidup di dalamnya baik flora
maupun fauna. Upaya konservasi biasanya dilakukan secara alamiah sesuai
dengan kondisi suatu kawasan yang akan dikonservasi. Konservasi penting untuk
dilakukan supaya kekayaan ekosistem alam terlindungi serta proses-proses
ekologi dan keseimbangan ekosistem menjadi terpelihara secara berkelanjutan.
Selain itu, konservasi juga penting untuk dilakukan dengan tujuan untuk
melindungi spesies flora serta fauna yang keberadaannya di alam langka bahkan
hampir punah. Keberhasilan dalam melakukan konservasi dapat berdampak secara
langsung maupun secara tidak langsung pada kehidupan manusia. Konservasi
tidak hanya dilakukan pada kawasan atau ekosistemnya saja, namun juga
dilakukan terhadap biota flora maupun fauna. Salah satu contoh fauna yang
dilindungi menurut International Union for Conservation of Nature’s (IUCN)
dengan status red list adalah Cheilinus undulatus (ikan napoleon) dan Tridacna
gigas (kima besar) (Hau and de Mitcheson, 2023).
Menurut Ayuingtyas et al. (2019), sebagian besar limbah atau bahan buangan
yang dihasilkan dari aktivitas manusia di daratan pada akhirnya akan bermuara di
laut. Limbah-limbah ini akan terakumulasi pada perairan serta pada jaringan tubuh
biota-biota di perairan laut sehingga pada akhirnya akan terakumulasi di dalam
tubuh manusia dikarenakan manusia mengkonsumsi biota-biota laut seperti ikan,
udang, kepiting, kerang dan lain sebagainya. Sumber pencemaran limbah biasanya
berasal dari kegiatan-kegiatan industri, pemukiman, perkotaan, pertambangan,
pelayaran, pertanian serta budidaya perikanan. Selain itu, penangkapan biota-
biota laut jenis tertentu secara besar-besaran juga dapat mengakibatkan biota
tersebut menjadi langka bahkan hampir punah. Permasalahan-permasalah inilah
yang mendasari bahwa tindakan konservasi penting untuk dilakukan.
TOPIC

1. Cheilinus undulatus
a. Klasifikasi
Klasifikasi C. undulatus menurut Qi et al. (2013) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Order : Perciformes
Family : Labridae
Genus : Cheilinus
Species : Cheilinus undulatus

b. Morfologi
Ikan napoleon atau C. undulatus biasanya disebut juga dengan humphead
dikarenakan ikan ini memiliki karakteristik yang khas yaitu pada bagian
kepalanya yang cembung dari atas mata kebelakang. Karakteristik tersebut tidak
hanya dimiliki oleh C. undulatus namun juga dimiliki oleh ikan anggota dari
famili scaridae (ikan kakatua). Meskipun memiliki kemiripan, kedua jenis ikan ini
dapat dibedakan dari bentuk sirip ekor, bentuk tubuhnya secara vertikal serta
kelimpahannya. C. undulatus memiliki morfologi tubuh yang sedikit bulat, di
belakang mata terdapat dua garis berwarna hitam ke arah belakang yang biasanya
hanya ditemukan pada C. undulatus dewasa.C. undulatus termasuk kedalam
kategori long-lived species dikarenakan mencapai umur 30 tahun. C. undulatus
pernah tercatat mencapai ukuran 229 cm dengan berat 190 kg (Rudi et al., 2017).

c. Habitat
C. undulatus hidup pada perairan dengan kedalaman yang berkisar antara 5-
60 m pada kawasan ekosistem terumbu karang. C. undulatus biasanya memijah
pada area reef-promentory atau area yang terletak di ujung terumbu karang karena
memungkinkan terjadinya arus ke arah laut lepas. Biasanya, setelah fase
pembuahan dari C. undulatus, siklus hidupnya tidak begitu diketahui dampai
dengan fase ikan-ikan C. undulatus muda yang berada di pinggiran karang. Hal ini
dapat terjadi dikarenakan telur-telur dari C. undulatus biasanya menyebar terbawa
oleh arus hingga menetas larvanya yang bersifat planktonik masih terbawa oleh
arus. Setelah mencapai ukuran 8-11 mm, larva yang terbawa oleh arus mulai dapat
menetap pada dasar perairan di sekitar kawasan ekosistem terumbu karang. Larva
yang berukuran 8-11 mm ini biasanya banyak ditemukan pada karang keras
Acropora spp. dan Porites cylindricus serta ditemukan juga pada karang lunak
seperti Sarcophyton sp (Syam et al., 2016).
Selain menetap pada karang, larva-larva C. undulatus juga seringkali
ditemukan pada lamung jenis Enhalus acaroides (Linnaeus f.). Juvenile dari C.
undulatus juga seringkali ditemukan bermigrasi pada mangrove, lamun maupun
terumbu karang. C. undulatus yang telah dewasa banyak ditemukan pada terumbu
karang bagian terluar terutama bagian reef channel yang terhubung secara
langsung dengan laut lepas. C. undulatus diketahui persebarannya pada ekosistem
terumbu karang pada periran Samudera Hindia (bagian barat) sampai dengan
wilayah Indo-Pasifik. Dilansir dari CITES (Convention on International Trade in
Endangered Species), C. undulatus ditemukan pada 48 wilayah juridiksi negara
serta teritori. Perairan Indonesia termasuk perairan yang dominan ditemukannya
C. undulatus (Syam et al., 2019).

d. Sistem reproduksi
C. undulatus merupakan ikan yang termasuk kedalam jenis sequential
hermaphrodite yitu mempunyai jenis kelamin tertentu pada awal kehidupannya
hingga umur tertentu yang kemudian melakukan perubahan kelamin. Pada kasus
C. undulatus termasuk dalam kategori hermaphrodite protogynous dimana
mempunyai kelamin betina pada umur muda (sampai ukuran berat sekitar 1 kg)
dan berkelamin jantan sepanjang sisa hidupnya. Hal ini menyebabkan terjadinya
kesulitan dalam penentuan ukuran ikan yang boleh untuk ditangkap.
Mempertahankan kelangsungan populasi C. undulatus di alam diperlukan
pengelolaan perikanan untuk harus bisa mempertahankan keseimbangan antara
ikan yang berukuran kecil dengan ikan yang memiliki ukuran yang jauh lebih
besar (Firdaus dan Hafsaridewi, 2017).

2. Tridacna gigas
a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Order : Vereneroida
Family : Tridacnae
Genus : Tridacna
Species : Tridacna gigas

b. Morfologi
T. gigas merupakan jenis kerang yang termasuk ke dalam kelas Bivalvia yang
memiliki cangkang. Cangkang T. gigas terbagi menjadi dua bagian dimana kedua
cangkang T. gigas bertaut pada garis pertengahan pada bagian dorsal. T. gigas
memiliki otot aduktor yang menarik dengan kuat pada kedua paruh dan cangkang
untuk menutup dan melindungi bagian-bagian lunak dari T. gigas. T. gigas
memliki kecenderungan untuk menetap pada bagian dasar perairan. T. gigas
memiliki banyak manfaat, beberapa diantaranya adalah sebagai sumber protein,
bahan kerajinan tangan (cangkang) dan lain sebagainya. T. gigas merupakan salah
satu dari biota perairan yang dilindungi pada seluruh kawasan perairan di dunia
salah satunya Indonesia (Setiawan et al., 2021).
T. gigas atau yang biasanya juga disebut sebagai giant clam (kerang raksasa)
adalah salah satu sumber daya hayati laut yang dapat dikatakan penting. T. gigas
telah lama dikenal oleh penduduk di berbagai kawasan pesisir terutama indo-
pasifik dan biasanya digunakan sebagai sumber bahan pangan. T. gigas memiliki
morfologi yang dapat dilihat secara jelas pada bagian luar cangkangnya sehingga
bentuk cangkang dari T. gigas biasanya digunakan sebagai suatu petunjuk untuk
identifikasi. T. gigas memiliki dua bagian tubuh utama yaitu cangkang yang keras
dan biasanya digunakan sebagai identifikator dari spesies kima serta bagian organ
lunak yang dilindungi oleh mantel luarnya yang memiliki warna terang seperti
hijau, biru, ungu maupun kuning. Warna mantel yang terang pada T. gigas ini
disebabkan oleh banyak faktor salah satunya karena adanya difraksi cahaya
lapisan matahari terhadap lapisan submikroskopik dari pigmen kristal tak
berwarna. Cangkang T. gigas terdiri dari 2 tangkup yang berbentuk simetris
bilateral dan terbuat dari zat kapur atau zat kalsium karbonat (CaCO3) serta
umumnya memiliki warna putih kekuningan. T. gigas memiliki bagian yang
disebut sebagai hinge merupakan bagian perut. Pada bagian perut T. gigas
terdapat lubang tempat keluarnya alat perekat (byssus) yang disebut byssal orifice.
Selain itu T. gigas juga memiliki bagian pinggiran yang menghadap ke atas atau
disebut juga sebagai bagian punggung. Bagian punggung merupakan bagian yang
membuka dan menutup jika kima menerima rangsangan seperti sentuhan
(Enricuso et al., 2019).

c. Anatomi
T. gigas merupakan salah satu biota perairan yang berasal dari filum moluska
dan bertubuh lunak. T. gigas juga memiliki karakteristik sedentary (menetap pada
sedimen), biasanya ditemukan di laut, bagian lateralnya berbentuk pipih, memiliki
tonjolan pada bagian dorsal serta tidak memiliki tentakel pada bagian tubuhnya. T.
gigas memiliki kaki atau yang biasa disebut otot yang berbentuk mirip lidah,
memiliki mulut yang dilengkapi oleh palps, tidak memiliki gigi, memiliki insang
yang dilengkapi dengan sistem filter untuk kebiasaan makannya, memiliki organ
kelamin yang terpisah serta hermafrodit (Sayco et al., 2023).
Organ bagian dalam kerang kima dilapisi oleh mantel yang relatif tebal.
Bagian permukaan mantel terdapat dua lubang yang berperan sebagai tempat
keluar dan masuknya air. Lubang yang berfungsi sebagai alat masuknya air
disebut inhalant siphon atau incurrent siphon, terletak dekat posterior dan
bentuknya agak memanjang. Sedangkan lubang yang berfungsi sebagai alat
keluarnya air disebut exhalant siphon atau excurrent siphon, terletak di bagian
dorsal dan bentuknya bulat. Organ kima lainnya adalah hati, ginjal dan alat
pencernaan memiliki bentuknya yang masih sangat sederhana. Insang T. gigas
tersusun dari lembaran-lembaran berupa lamella yang berbentuk comb disebut
dengan istilah ctenidia. Insang bagian luar disebut demibrant luar, sedangkan
insang pada bagian dalam disebut demibrant dalam. Otot retraktor yang
ukurannya lebih kecil berfungsi sebagai penjulur dan penarik kaki (Sayco et al.,
2019).

d. Habitat
T. gigas dapat ditemukan tersebar di kepulauan Toamatu di pasifik,
kepulauan Wakatobi, Kepulauan Seribu, Taman Nasional Laut Taka Bonerate
Kabupaten Selayar Sulawesi Selatan, serta Perairan Teupin Layeu Iboih Kota
Sabang. Secara tradisional hewan ini dimanfaatkan oleh penduduk disekitar pantai
baik yang digunakan untuk bahan makanan dan sebagai souvenir. Beberapa
spesies T. gigas hidup di substrat pasir, beberapa jenis hidup menempel pada
karang, bahkan beberapa spesies membenamkan diri dalam karang. T. gigas
ditemukan pada kedalaman 1-20 m. T. gigas menempati permukaan dasar atau
lubang karang yang banyak mendapat cahaya matahari. Kedua cangkangnya
terbuka lebar menghadap ke permukaan air dan melalui pembukaan ini terlihat
lapisan jaringan yang berwarna terang. T. gigas hidup menetap di dasar laut
dengan cara membenamkan diri didalam pasir atau lumpur. T. gigas merupakan
salah satu organisme laut yang hidup di ekosistem terumbu karang. T. gigas hidup
bersimbiosis dengan zooxanthella yaitu jenis symbiodinium kelas dinophyceae
dan bersel tunggal. Alga tersebut mampu berfotosintesis dan hidup di jaringan
mantel T. gigas (Ma et al., 2020).
DISCUSSION

1. Cheilinus undulatus
a. Status konservasi
Mengacu pada hasil survei yang dilakukan oleh tim LIPI serta IUCN yang
dilakukan pada tahun 2005 pada kawasan perairan di wilayah Sulawesi Utara,
perairan Pulau Kangean (Bali), serta perairan Raja Ampat (Papua Barat), bahwa
densitas C. undulatus lebih kecil dari 1 ekor per ha. Hal ini menunjukkan bahwa
kepadatan dari C. undulatus pada wilayah-wilayah perairan tersebut masuk ke
dalam kategori sangat rendah. Pada tahun 2006, tim LIPI dan IUCN kembali
melakukan survei pada wilayah perairan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan
ditemukan densitas C. undulatus adalah dibawah 1 ekor per ha. Indikator lainnya
yang menunjukkan bahwa terjadinya penurunan densitas C. undulatus pada
habitat alaminya di alam adalah semakin sedikit ditemukan C. undulatus pada
wilayah perairan dengan kedalaman 1-10 m dan umumnya ditemukan pada
wilayah perairan 20-30 m. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran habitat dari C.
undulatus pada kawasan perairan (Oktaviani et al., 2015).

b. Upaya konservasi
Salah satu upaya yang dilakukan sebagai usaha konservasi C. undulatus
adalah pembesaran anakan C. undulatus. Salah satu wilayah pembesaran anakan
C. undulatus di Indonesia adalah pada perairan Kabupaten Anambas dan perairan
Kabupaten Natuna. Upaya pembesaran anakan C. undulatus sudah berlangsung
sejak lama. Anakan C. undulatus ditangkap oleh nelayan menggunakan alat
tangkap serokan dengan ukuran sekitar 2 cm. Selanjutnya anakan C. undulatus
dipelihara pada karamba hingga ukurannya mencapai 1 kg/ekor dan diperlukan
waktu sekitar 4-6 tahun bagi C. undulatus untuk mencapai ukuran 1 kg per ekor
serta lebih dari 3 kg per ekor (Sombo et al., 2018).
Upaya lainnya yang dilakukan sebagai usaha konservasi C. undulatus adalah
adanya regulasi nasional yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Keputusan
Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor 13 Tahun 2013 yang menetapkan C.
undulatus sebagai ikan jenis yang dilindungi secara terbatas berdasarkan
ukurannya. Berdasarkan keputusan tersebut, C. undulatus yang dilindungi adalah
C. undulatus dengan ukuran 100 gr hingga 1 kg/ekor. C. undulatus yang tidak
dilindungi dan boleh dimanfaatkan ssecara terbatas adalah C. undulatus dengan
ukuran beratnya mencapai 1-3 kg/ekor (Prianto et al., 2019).

c. Faktor penyebab status hampir punah pada C. undulatus


Potensi lestari C. undulatus pada seluruh perairan Indonesia belum dapat
diketahui secara pasti namun mengacu pada hasil survei yang dilakukan pada
beberapa wilayah perairan di Indonesia, kepadatan populasi C. undulatus tidak
pernah tinggi meskipun keberadaannya pada habitat yang sesuai. Salah satu faktor
penyebab rendahnya kepadatan populasi C. undulatus adalah aktivitas
penangkapan yang dilakukan oleh nelayan industri maupun nelayan tradisional.
Pada wilayah perairan yang dilindungi dan wilayah perairan yang dilakukan
pembatasan penangkapan C. undulatus, kepadatan populasinya sekitar 2-10 ekor
per ha. Pada kawasan yang tinggi intensitas penangkapannya, kepadatan populasi
C. undulatus adalah 10 kali lebih rendah atau bahkan sama sekali tidak
ditemukan. Jika kegiatan penangkapan C. undulatus dilakukan secara terus-
menerus tanpa adanya suatu pengawasan yang ketat secara berkala maka suatu
saat nanti mungkin C. undulatus benar-benar dinyatakan punah (Edrus, 2017).

2. Tridacna gigas
a. Status konservasi
T. gigas telah ditetapkan sebagai salah satu jenis biota laut yang dilindungi
melalui Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan
dan Satwa. Peraturan tersebut menjadi dasar kebijakan serta dasar regulasi
terhadap kima sebagai salah satu jenis biota perairan yang dilndungi scara penuh
oleh hukum di Indonesia. T. gigas telah dimasukkan ke dalam daftar merah pada
IUCN dengan status vulnerable sejak tahun 1993. T. gigas memiliki peran yang
sangat penting bagi ekologi karena dapat menjadi lingkungan perairan untuk
selalu sehat dan terjaga. T. gigas juga memiliki peran yang sangat penting
terhadap membersihkan keberadaan mikroorganisme dalam jumlah yang
berlebihan di kolom perairan. Hal ini menyebabkan perairan laut menjadi lebih
bersih serta sehat sehingga keseimbangan ekosistem pun menjadi lebih terjaga
secara alami. Selain itu, T. gigas berfungsi sebagai biofilter untuk menyaring
nutrien terlarut yang ada di perairan. Zat-zat yang berbahaya seperti logam berat
pun dapat difilter serta diakumulasikan oleh T. gigas (Setiawan et al., 2021).

b. Upaya konservasi
Segala bentuk pemanfaatan kima tidak diperbolehkan, kecuali untuk kegiatan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun masih terdapat opsi
pemanfaatan kima sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun
1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar yaitu diperbolehkan untuk
diperdagangkan apabila diperoleh dari hasil pengembangbiakan turunan ke-2 (F2)
atau turunan ke-1 (F1) dengan ijin Menteri. Kegiatan perlindungan dan
pengamanan untuk melakukan tindakan terhadap pelaku pengambilan biota laut
dilindungi terus dilakukan dengan diiringi juga dengan kegiatan sosialisasi
peraturan perundangan khususnya larangan pengambilan biota laut dilindungi.
Upaya lain yang dilakukan adalah melalui kegiatan pengawetan spesies Kima
sebagai bentuk konservasi, penyelamatan spesies yang diambil oleh masyarakat
serta sebagai media spot edukasi sekaligus wisata bawah air (Lestari et al., 2020).

c. Faktor penyebab status hampir punah pada T. gigas


T. gigas mendapat ancaman dengan adanya pemanfaatan mulai dari untuk
dimakan untuk kebutuhan sehari-hari sampai dengan di diperjualbelikan hingga
keluar daerah. T. gigas adalah kelompok bivalvia yang berukuran besar. Karena
ukurannya yang sangat besar kerang ini disebut kerang raksasa. Jenis kerang T.
gigas, dapat mencapai lebih dari 1 m panjangnya. Kerang raksasa berumur
panjang. Jenis-jenis tertentu umumrnya dapat mencapai ratusan tahun. Spesies ini
mendapat ancaman dengan adanya pemanfaatan T. gigas sangat berharga dan
dimana-mana dicari di dunia, T. gigas ini diburu dan dicari orang, hidup atau
mati. Perburuan T. gigas sudah lama dilakukan orang sedemikian rupa sehingga
di beberapa tempat jenis yang disukai hampir punah. Apalagi karena sifat hidup
kima yang menancap antara karang, pengambilan kima juga banyak
mengakibatkan kerusakan lingkungan terumbu karang (Tan et al., 2022).
CONCLUSION

1. Ikan napoleon, C. undulatus termasuk kategori long-lived species dari famili


Labridae yang mampu mencapai ukuran >200 cm dengan kepadatan di alam
relatif rendah. Ikan ini bersifat hermaphrodite protogynous dengan pola
pengelolaan perikanan yang relatif sulit. Ikan napoleon merupakan salah satu
keystone species yang menjadi indikator kesehatan habitat terumbu karang.
Hal ini terkait dengan kemampuannya untuk mengendalikan populasi
mahkota bintang berduri, Acanthaster planci (Linnaeus, 1758). Indonesia
termasuk wilayah potensial dari penyebaran ikan napoleon di dunia. Namun
kepadatan ikan ini pada terumbu karang di Indonesia relatif rendah yang
menunjukkan terjadinya penangkapan berlebih. Pengelola perikanan
diharapkan bisa mempertahankan ratio antara ikan berukuran kecil dan besar
sesuai dengan sifat ikan napoleon yang termasuk hermaphrodite protogynous.
2. T. gigas merupakan jenis kerang yang termasuk ke dalam kelas Bivalvia yang
memiliki cangkang. Segala bentuk pemanfaatan kima tidak diperbolehkan,
kecuali untuk kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Namun masih terdapat opsi pemanfaatan kima sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan
Satwa Liar yaitu diperbolehkan untuk diperdagangkan apabila diperoleh dari
hasil pengembangbiakan turunan ke-2 (F2) atau turunan ke-1 (F1) dengan ijin
Menteri.
REFERENCES

Adiyoga, D., R. Hartati dan W.A. Setyati. 2020. Fluktuasi Ikan Karang di
Kawasan Konservasi Laut Daerah Gili Sulat dan Gili Lawang, Lombok
Timur. Journal Of Marine Research., 9(2): 175-180.
Yuliarta, I.W. dan H.K. Rahmat. 2021. Peningkatan Kesejahteraan Melalui
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Berbasis Teknologi sebagai Upaya
Memperkuat Keamanan Maritim di Indonesia. Jurnal Dinamika Sosial
Budaya., 23(1): 180-189.
Hau, C.Y. and Y.S. de Mitcheson. 2023. Mortality and Management Matter: Case
Study on Use and Misuse of ‘Ranching’ for a CITES Appendix II-listed
Fish, Humphead Wrasse (Cheilinus undulatus). Marine Policy., 149: 1-10.
Ayuingtyas, W.C., D. Yona, S.H. Julinda dan F. Iranawati. 2019. Kelimpahan
Mikroplastik pada Perairan di Banyuurip, Gresik, Jawa Timur. JFMR
(Journal of Fisheries and Marine Research)., 3(1): 41-45.
Qi, X.Z., S.W. Yin, J. Luo and R. Huo. 2013. Complete Mitochondrial Genome
Sequence of the Humphead Wrasse, Cheilinus undulatus. Genet Mol Res.,
12: 1095-1105.
Rudi, A., S. Romdon dan Y. Nugraha. 2017. Aktivitas Penangkapan Juvenil Ikan
Napoleon (Cheilinus undulatus) di Perairan Kepulauan Anambas, Provinsi
Kepulauan Riau. Buletin Teknik Litkayasa Sumber Daya dan
Penangkapan., 15(1): 11-15.
Syam, A.R., M. Mujiyanto dan A. Rahman. 2016. Kepadatan dan Status
Pemanfaatan Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) di Perairan Sinjai,
Selawesi Sselatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia., 20(4): 243-250.
Syam, A.R., F. Satria, D.W.H. Tjahjo dan M.R.A. Putri. 2019. Pengelolaan
Sumber Daya Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) di Perairan Kepulauan
Anambas. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia., 11(2): 75-87.
Firdaus, M. dan R. Hafsaridewi. 2017. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Ikan
Napoleon (Cheilinus undulatus) di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan
Riau. Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.,
7(1): 1-6.
Oktaviani, D., R.F. Anggawangsa, M.A. Akbar dan D. Dharmadi. 2015. Status
Pemanfaatan Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus Rüppel, 1835) di
Slawesi Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia., 21(4): 237-244.
Prianto, E., R. Puspasari, D. Oktaviani, P.S. Sulaiman dan R.F. Anggawangsa.
2019. Pemanfaatan Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus Rüppell 1835)
melalui Sistem Perikanan Budidaya di Kabupaten Natuna. Jurnal
Kebijakan Perikanan Indonesia., 11(2): 101-111.
Sombo, H., M.M. Kamal dan Y. Wardiatno. 2018. Kondisi dan Prioritas untuk
Mengendalikan Pemanfaatan Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus,
Rüppell, 1835) di Kabupaten Raja Ampat. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia., 23(3): 181-191.
Edrus, I.N. 2017. Kebijakan Moratorium Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus
Rüppell 1835). Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia., 3(2): 115-133.
Setiawan, R., R. Wimbaningrum, A.M. Siddiq dan I.S. Saputra. 2021.
Keanekaragaman Spesies dan Karakteristik Habitat Kerang Kima
(Cardiidae: tridacninae) di Ekosistem Intertidal Tanjung Bilik Taman
Nasional Baluran. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science
and Technology., 14(3): 254-262.
Enricuso, O.B.,C. Conaco, S.L.G. Sayco, M.L. Neo and P.C. Cabaitan. 2019.
Elevated Seawater Temperatures Affect Embryonic and Larval
Development in the Giant Clam Tridacna gigas (Cardiidae: Tridacninae).
Journal of Molluscan Studies., 85(1): 66-72.
Sayco, S.L.G., P.C. Cabaitan dan H. Kurihara. 2023. Bleaching Reduces
Reproduction in the Giant Clam Tridacna gigas. Marine Ecology Progress
Series., 706: 47-56.
Sayco, S.L.G., C. Conaco, M.L. Neo and P.C. Cabaitan. 2019. Reduced Salinities
Negatively Impact Fertilization Success and Early Larval Development of
the Giant Clam Tridacna gigas (Cardiidae: Tridacninae). Journal of
Experimental Marine Biology and Ecology., 516: 35-43.
Ma, H., Z. Xiang, Y. Zhang, J. Li, Y. Qin, Y. Zhang, and Z. Yu. 2020. First
Report of the Mitochondrial DNA Sequences of the Giant Clam, Tridacna
gigas (Tridacnidae Tridacna). Mitochondrial DNA Part B, 5(3): 3596-
3597.
Setiawan, R., R. Wimbaningrum, A.M. Siddiq dan I.S. Saputra. 2021.
Keanekaragaman Spesies dan Karakteristik Habitat Kerang Kima
(Cardiidae: Tridacninae) di Ekosistem Intertidal Tanjung Bilik Taman
Nasional Baluran. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science
and Technology., 14(3): 254-262.
Lestari, D.T., I.A Arief dan S.A. Saputri. 2020. Peran LSM ‘Konservasi Kima
Toli-Toli–Labengki’Untuk Kelestarian Kima Sebagai Pelindung
Ekosistem Laut. Resolusi: Jurnal Sosial Politik., 3(2): 119-138.
Tan, E.Y., M.L. Neo dan D. Huang. 2022. Assessing taxonomic, functional and
phylogenetic diversity of giant clams across the Indo‐Pacific for
conservation prioritization. Diversity and Distributions, 28(10), 2124-
2138.

Anda mungkin juga menyukai