Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH BIOLOGI KONSERVASI SULAWESI

”KONSERVASI INSITU CAGAR ALAM DI SULAWESI”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK VI

NURFITRIANI G 401 19 030


FASTA BIKUL HAERATIH G 401 19 031
FIRDA G 401 19 032
NUR FADILA SYAM G 401 19 033
ANDINA G 401 19 035

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO

SEPTEMBER, 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan “Makalah biologi
konservasi sulawesi ”konservasi insitu cagar alam di sulawesi” ”, sebagaimana
mestinya dengan tepat waktu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih terdapat banyak kesalahan sehingga masih jauh dari kata
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun guna penyempurnaan penyusun makalah berikutnya.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat memenuhi tugas mata
kuliah Biologi Konservasi Sulawesi. Akhir kata, semoga “Makalah biologi
konservasi sulawesi ”konservasi insitu cagar alam di sulawesi” ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Palu, 23 Septembeer 2021


Penyusun

KELOMPOK VI
DAFTAR ISI

SAMPUL……………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR……………………………………………………………...
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………...
1.2 Tujuan……………………………………………………………………
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….
2.1 Pengertian Konservasi…………………………………………………...
2.2 Keanekaragaman Hayati Di Sulawesi…………………………………...
2.3 Ancaman Terhadap Kelestarian………………………………………….
2.4 Upaya Konservasi Di Sulawesi………………………………………….
2.2.1 Konservasi Suaka Alam…………………………………………...
2.2.2 Konservasi Pelestarian Alam……………………………………...
BAB III. KESIMPULAN…………………………………………………………...
BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah negara yang terletak di garis khatulistiwa dan hal
tersebut menjadi salah satu ciri khas dari negara ini. Gugusan pulau-pulau
yang membentang dari Sabang sampai Merauke menjadi tempat tersimpannya
keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah
semua kehidupan di atas bumi ini mulai tumbuhan, hewan, jamur dan
mikroorganisme serta berbagai materi genetik yang dikandungnya juga
keanekaragaman sistem ekologi di mana mereka hidup. Termasuk didalamnya
terdapat kelimpahan dan keanekaragaman genetik relatif dari organisme-
organisme yang berasal dari semua habitat baik yang ada di darat, laut maupun
sistem lainnya.

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang terus bertambah setiap


waktu, baik disadari maupun  tidak dapat mengakibatkan keanekaragaman
hayati tersebut menurun. Beberapa diantaranya disebabkan karena
berkurangnya habitat akibat terjadinya alih fungsi lahan untuk kepentingan
manusia. Hal ini sangat disayangkan, karena dengan pengrusakan suatu
ekosistem dapat merusak pula sumberdaya yang ada didalamnya. Informasi
mengenai kondisi keanekaragamanhayati dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya diperlukan untuk menjadi bahan pertimbangan dalam
membuat suatu keputusan mengenai regulasi yang mendukung terjaganya
keanekaragamanhayati daerah tersebut, apakah akan dilakukan pengelolaan
secara in situ atau secara eksitu. Konservasi tersebut adalah penting untuk
menjaga keanekaragamanhayati tetap terjaga. Kawasan-kawasan konservasi di
pulau Sulawesi sudah didirikan dengan berbagai tipe dan memiliki tujuannya
masing-masing. Hal tersebut karena setiap daerah yang berbeda memiliki
karakteristik dan isi dari keanekaragamanhayati yang berbeda pula. Untuk
mengetahui informasi mengenai bagaimana konservasi yang dilakukan di
daerah Sulawesi, maka didalam makalah ini akan dilakukan studi literatur
untuk mempelajari konservasi yang telah dilakukan beserta regulasi yang
mengaturnya.

2.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan adalah untuk mengetahui peranan dan
kebijakan  pemerintah dalam melakukan upaya konservasi keanekaragaman
hayati di pulau Sulawesi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian konservasi

Konservasi merupakan upaya pelestarian lingkungan dengan tetap


memperhatika dan memanfaatkan yang dapat diperoleh pada saat itu dan
mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan
di masa depan. Upaya konservasi di Indonesia seharusnya dilaksanakan
bersama oleh pemerintah dan masyarakat, mencakup masyarakat umum,
swasta, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi serta pihak-pihak
lainnya (Susilo, 2011).

Menurut UU No. 5 Tahun 1990 Kawasan Konservasi dibagi menjadi dua yaitu
Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Kawasan
suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di
perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi
sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. KSA meliputi Kawasan Cagar
Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa. Sedangkan KPA adalah kawasan
dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai
fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. KPA meliputi Taman Nasional,
Taman Wisata Alam dan Taman Hutan Raya (Dephut, 1998).

2.2 Keanekaragaman Hayati di Sulawesi


Pulau Sulawesi merupakan merupakan akhir dari penyebaran fauna oriental
(Asia). Selat Makasar yang dikenal sebagai pemisah garis Wallace  merupakan
benteng alam yang tidak dapat ditembus oleh penyebaran fauna dari wilayah
barat, oleh karena itu pulau Sulawesi memiliki keunikan tersendiri ditinjau
dari komunitas biologinya. Sehingga memiliki tingkat endemisitas fauna yang
tinggi. Bahkan beberapa ahli menyebutkan bahwa pulau Sulawesi
menunjukkan ciri dari wujud suatu pulau oseanik. Sulawesi adalah pulau yang
sangat berharga bagi konservasi biologi karena memiliki tingkat endemik
yang tinggi. Ada 165 jenis hewan mamalia yang endemik Indonesia, hampir
setengahnya (46%) ada di Sulawesi. Dari 127 jenis mamalia yang ditemukan
di Sulawesi, 79 jenis (62%) endemik. Hanya di daratan Sulawesi tercatat ada
233 jenis burung, 84 diantaranya endemik Sulawesi. Jumlah ini mencakup
lebih dari sepertiga dari 256 jenis burung yang endemik Indonesia. Sulawesi
didiami oleh sebanyak 104 jenis reptilia, hampir sepertiganya atau 29 jenis
adalah jenis endemik. Itu berarti, dari 150 reptilia yang tercatat endemik di
Indonesia, seperlimanya ada di Pulau Sulawesi (Tasirin, 2012).

Semenanjung utara Sulawesi (tanah Minahasa, Totabuan dan Gorontalo)


merupakan kawasan terpenting di Sulawesi. Kawasan ini didiami oleh 89 atau
sekitar 86% dari 103 jenis burung endemik di Sulawesi dan pulau-pulau
sekitarnya. Pernahkah anda membayangkan bahwa ada sebanyak 38 jenis
tikus endemik Sulawesi. Hampir setengahnya (45%, 17 jenis) ada di
semenanjung utara Pulau Sulawesi. Semenanjung utara ini juga menjadi
rumah dari 20 jenis kelelawar buah endemik Sulawesi. Itu berarti, sebagian
besar (atau lebih dari 83% dari 24 jenis) kelelawar endemik Sulawesi terdapat
di kawasan ini.Sulawesi memiliki sejumlah satwa endemik yang menakjubkan
(Tasirin, 2012).

2.3 Ancaman terhadap Kelestarian


Populasi satwa-satwa asli Sulawesi sedang menuju kepunahan karena berbagai
ancaman. Ada 81 jenis burung, mamalia, reptilia dan ampibi Sulawesi
terdaftar dalam Red List of Threatened Animals yang diterbitkan oleh World
Conservation Union (IUCN). Perburuan dan perusakan habitat merupakan
ancaman serius bagi satwa-satwa asli Sulawesi ini. Perburuan menjadi marak
karena orang Sulawesi memakan satwa-satwa ini. Namun konsumen terbesar
ditemukan di Tanah Minahasa dan Totabuan. Sudah menjadi hal yang lumrah
di sana bahwa seseorang memakan tikus, paniki, yaki dan tuturuga. Bahkan
tak jarang mereka memakan babi hutan, kuskus, musang, anoa dan babirusa
jika ada. Semua satwa asli Sulawesi ini bisa ditemukan di pasar-pasar
tradisional di tanah Minahasa (Tasirin, 2012).

Ancaman serius terhadap kelangsungan hidup adalah berkurangnya ruang


habitat, menurunnya kualitas habitat dan perburuan. Berkurangnya luas habitat
akibat dari konversi kawasan hutan baik legal maupun ilegal menjadi lahan
pertanian, perkebunan, pemukiman dan lain-lain. Mengingat populasi satwa
ini sudah sangat memperhatinkan, apalagi Pemerintah dan semua pihak yang
terkait perlu berpartisipasi dalam upaya pelestarian satwa ini baik secara insitu
maupun eksitu. Sosialisasi diperlukan berkaitan pentingnya satwa ini terutama
bagi penelitian, pendidikan, wisata maupun keseimbangan ekosistem.
Begitupula dari segi konservasinya yaitu pentingnya satwa ini hidup bebas di
habitatnya tanpa ada tekanan perburuan, kerusakan habitat serta kekurangan
pakan (Ukf, 2011 ).

2.4 Upaya Konservasi di Sulawesi


Penangkapan satwa dan perusakan habitat satwa adalah perbuatan melanggar
hukum dan memiliki sangsi pidana. Menahan satwa untuk dijadikan hewan
peliharaan juga melanggar hukum dengan sangsi pidana yang cukup serius.
Hukum Indonesia melindungi jenis-jenis langka ini karena populasi satwa-
satwa ini yang menukik tajam, menuju ke kepunahan. Usaha penyelamatan
satwa-satwa sulawesi ini bisa dilakukan dengan menegaskan penegakan
hukum bagi para penjahat lingkungan, menghentikan penebangan (legal
maupun illegal) di hutan-hutan yang menjadi habitat satwa langka,
menghentikan perburuan, menghentikan kebiasaan memakan satwa liar, dan
berpartisipasi aktif dalam usaha restorasi habitat dan pembiakan satwa secara
alami (Tasrin, 2012).

Ada beberapa hal strategis yang dapat dilakukan yaitu, habitat yang ada diluar
kawasan konservasi segera ditetapkan sebagai kawasan konservasi atau hutan
lindung, sedangkan yang berada didalam taman nasional dijadikan zona inti
agar satwa tersebut tidak terancam kelestariannya. Kedua, perlunya
penyuluhan sebagai upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya
pelestarian satwa. Ketiga, perlunya merestorasi  habitat anoa yang rusak.
Keempat, penelitian tentang teknik penangkaran sebagai upaya pelestarian
eksitu perlu segera dilakukan. Dan Kelima, perlunya dilakukan penelitian
mengenai data pasti jumlah populasi satwa yang ada di Sulawesi (Ukf, 2011 ).
A. Konservasi Suaka Alam ( KSA )
KSA meliputi Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa.
Berikut KSA yang terdapat di beberapa wilayah di Sulawesi.
1. Sulawesi Utara
a. Cagar Alam Tangkoko memiliki luas 3.196 Ha berlokasi di Bitung
a. Cagar Alam Duasudara memiliki luas 4.299 Ha berlokasi di
Bitung.
b. Cagar Alam Lokon memiliki luas 716 Ha berlokasi di kabupaten
Minahasa.
c. Suaka Margasatwa Menembo-nembo memiliki luas 6.426 Ha
berlokasi di kabupaten Minahasa.
d. Taman Wisata Alam Batuputih memiliki luas 615 Ha berlokasi di
Bitung.
e. Taman Wisata Alam Batuangus memiliki luas 635 Ha berlokasi di
Bitung.
f. Suaka Margasatwa Karakelang memiliki luas 24.669 Ha berlokasi
di kabupaten Talaud.
2. Gorontalo
a. Cagar Alam MAS POPAYA RAJA; Gorontalo, dengan luas
100,00 ha
b. Cagar Alam TANJUNG PANJANG; Gorontalo, dengan luas
3.000,00 ha.
c. Cagar Alam PANUA; Gorontalo, dengan luas 45.575,00 ha.
d. Cagar Alam TANGGALE; Gorontalo, dengan luas 112,50 ha.
3. Sulawesi Tengah
Sulawesi tengah memiliki  hutan seluas 4.394.932 ha atau sekitar 64%
dari wilayah ini (6.803.300 ha) merupakan kawasan hutan. Saat ini di
Provinsi Sulawesi Tengah terdapat 8 unit Cagar Alam dengan total
luas 378.894,82 ha, dan 7 unit Suaka Margasatwa dengan luas
68.144,00 ha.
 Cagar Alam
a.Cagar Alam Pangi Binangga
b.Cagar Alam Gunung Tinombala
c.Cagar Alam Gunung Sojol
d.Cagar Alam Gunung Dako
e.Cagar Alam Tanjung Api
f.Cagar Alam Morowali
g.Cagar Alam Pati-Pati
h.Cagar Alam Pamona
 Suaka Margasatwa
a. Suaka Margasatwa Pulau Dolangon, potensi utama kawasan
adalah sebagai habitat penyu dan habitat maleo.
b. Suaka Margasatwa Pinjan Matop, potensi utama kawasan adalah
sebagai habitat maleo, dan habitat penyu.
c. Suaka Margasatwa Bakiriang, potensi utama kawasan adalah
sebagai habitat maleo.
d. Suaka Margasatwa Lombuyan, potensi utama kawasan adalah
sebagai rusa.
e. Suaka Margasatwa Pulau Pasoso, potensi utama kawasan adalah
habitat penyu dan habitat burung gosong.
f. Suaka Margasatwa Pulau Tiga, potensi utama kawasan adalah
sebagai habitat biota Laut dan terumbu karang.
g. Suaka Margasatwa Tanjung Santigi, potensi utama kawasan
adalah sebagai habitat buaya muara.
4. Sulawesi Tenggara
a. Cagar Alam KAKINAUWE\
b.  Cagar Alam LAMEDAE
c. Cagar Alam NAPABALANO
5. Sulawesi Selatan
a. Cagar Alam PEGUNUNGAN FARUHUMPENAI; Luwu,
Sulawesi Selatan.
b. Cagar Alam KALAENA; Luwu, 110.000,00 ha, Sulawesi Selatan.
c. Cagar Alam PONDA-PONDA.
B. Konservasi Pelestarian Alam
1. Sulawesi Selatan
Taman Hutan Raya Abdul Latief di lokasi Taman Hutan Raya Abdul
Latief terdapat berbagai jenis flora, diantaranya adalah: Pinus (Pinus
sp.), Jati putih (Gmelina arborea), Sengon (Paraserianthes falcataria),
Kajuara (Ficus sp.), Pakis (Cyatea contaminans) kayu manis
(Cinnamomum sp.), Spatodea, bambu (Bambusa sp.), pinang (Areca
catecu), Pulai (Alstonia scholaris), kemiri (Aleurites mollucana), kopi
hutan, mangga (Mangifera indica) serta berbagai jenis anggrek, baik
anggrek tanah maupun anggrek pohon
2. Sulawesi Tengah
a. Taman Nasional
Taman Nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ekositem asli yang dikelola dengan sistem zonasi untuk
keperluan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya
tumbuhan dan/atau satwa, pariwisata dan rekreasi. Sekarang ini di
Provinsi Sulawesi Tengah telah ada 2 unit Taman Nasional  yaitu
Taman Nasional Lore Lindu dengan luas 217.991,18 Ha, dan
Taman Nasional Kepulauan Togean dengan luas 362.605,00 Ha.,
Kabupaten Tojo Una-Una.
b. Taman Hutan Raya
Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam yang
ditetapkan untuk tujuan koleksi tumbuh-tumbuhan dan/atau satwa
yang alami atau bukan alami, dari jenis asli atau bukan asli yang
dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan dan/atau satwa, budaya,
pariwisata, dan rekreasi. Saat ini terdapat  1 unit Taman Hutan Raya
yaitu Tahura Palu yang luasnya sekitar 7.128 Ha, terletak di
Kabupaten Sigi Biromaru dan Palu.
c. Taman Wisata Alam
Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan
utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi
alam. Saat ini di Provinsi Sulawesi Tengah terdapat 2 unit Taman
Wisata Alam yaitu, Taman Wisata Alam Bancea dan Taman Wisata
Alam Air Terjun Wera. Sedangkan untuk taman wisata alam laut
terdapat 5 unit TWL dengan luas  sekitar 176.312,00 Ha, dengan
rincian sebagai berikut:
 Taman Laut Teluk Tomori, dengan luas 7.200,00 Ha, terletak di
Kab. Morowali.
 Taman Laut Pulau Tokobae, dengan luas 1.000,00 Ha, terletak
di Kab. Morowali.
 Taman Wista Laut Tosale, dengan luas 5.000,00 Ha, terletak di
Kab. Donggala.
 Taman Wista Laut Pulau Peleng, dengan luas 17.462,00 Ha,
terletak di Kabupaten Banggai Kepulauan.
 Taman Wista Laut Kepulauan Sago, dengan luas 153.850,00 Ha,
terletak di Kabupaten Banggai Kepulauan.
d. Taman Buru
Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat
wisata berburu. Saat ini terdapat 1 unit taman wisata buru yaitu
Taman Buru Landusa, dengan luas 5.000,00 Ha, terletak di Kab.
Poso & Morowali, potensi utama kawasan adalah sebagai
penangkaran rusa, anoa dan babi rusa.
BAB III

KESIMPULAN

Upaya konservasi insitu yang telah dilakukan pemerintah Kepulauan Sulawesi


adalah dengan membangun suatu cagar alam, taman nasional, taman wisata dan
suaka margasatwa. Contoh konservasi yang dilakukan oleh pemerintah kepulaun
Sulawesi antara lain : Cagar Alam Lokon (Sulawesi Utara), Suaka Margasatwa
Pulau Dolangon (Sulawesi Tengah), Cagar Alam Kakinauwe (Sulawesi
Tenggara), Cagar Alam Kalaena (Sulawesi Selatan), dan Cagar Alam Panua
(Gorontalo).

Anda mungkin juga menyukai