Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

STRUKTUR PERKEMBANGAN HEWAN II

PRAKTIKUM III
PENGAMATAN PERKEMBANGAN EMBRIO AYAM

DISUSUN OLEH :
NAMA : NUR FADILA SYAM
NIM : G 401 19 033
KELOMPOK : V (LIMA)
ASISTEN : TRY STAR GABRIELL

LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA HEWAN DAN EVOLUSI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO

MEI, 2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fertilisasi merupakan penggabungan sel kelamin jantan dan sel kelamin betina
membentuk zigot. Tahap selanjutnya adalah pembelahan secara mitosis pada
zigot. Blastula merupakan lanjutan dari stadium pembelahan berupa massa
blastomer membentuk dasar calon tubuh ayam, pada tahap ini terbentuk
blastoselom. Gastrula adalah proses kelanjutan stadium blastula, tahap akhir
proses gastrulasi ditandai dengan terbentuknya gastroselum dan sumbu embrio
sehingga embrio mulai tumbuh memanjang. Tubulasi merupakan kelanjutan
dari proses stadium gastrula. Embrio pada stadium ini disebut neurula karena
pada tahap ini terjadi neurulasi yaitu pembentukan bumbung neural.
Organogensis merupakan tahap selanjutnya yaitu perkembangan dari bentuk
primitif embrio menjadi bentuk definitif yang memiliki bentuk dan rupa yang
spesifik dalam satu spesies (Huettner, 1957).

Telur ayam akan menetas setelah 21 hari inkubasi dengan melalui serangkaian
perkembangan embrio secara komplek. Perkembangan embrio ayam dimulai
dari fertilisasi, blastulasi, gastrulasi, neurolasi dan organogenesis (Murphy,
2013).

Berdasarkan uraian diatas maka yang melatarbelakangi diadakannya


praktikum ini adalah untuk mengetahui tahapan-tahapan perkembangan
embrio ayam.

1.2 Tujuan

Tujuan diadakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui tahapan-tahapan


dalam proses perkembangan embrio ayam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Embriologi berarti cabang biologi yang mempelajari pertumbuhan dan


perkembangan tingkat awal individu, dalam lingkaran perkembangannya, yang
dimulai dari sel telur tunggal yang telah dibuahi, ke arah susunan yang jauh lebih
kompleks dan ke arah kehidupan bebas seperti induknya (Kinred, 1948).

Proses perkembangan embrio ayam dimulai setelah terjadi fertilisasi yang


membentuk zigot. Perkembangan awal adalah terjadinya pembelahan segmentasi
(cleavage), kemudian morulasi, blastulasi, gastrulasi, neurulasi dan organogenesis.
Fase gastrula terbentuk tiga lapisan dasar embrio yang menentukan perkembangan
embrio selanjutnya, yaitu endoderm, mesoderm dan ektoderm (Huettner, 1961).

Periode pertumbuhan awal sejak zigot mengalami pembelahan berulang kali sama
saat embrio memiliki bentuk primitif ialah bentuk dan susunan tubuh embrio yang
masih sederhana dan kasar. Bentuk dan susunan tubuh embrio itu umum terdapat
pada jenis hewan vertebrata. Periode ini terdiri atas empat tingkat yaitu tingkat
pembelahan, tingkat blastula, tingkat gastrula, dan tingkat tubulasi (Yatim,1982).

Dimulai proses blastulasi dimana pada masa akhir proses pembelahan massa
blastomer akan membentuk dasar calon tubuh yang disebut blastula. Proses
blastulasi terus terjadi sepanjang telur melewati saluran reproduksi induk,
kemudian akan diikuti proses gastrulasi dimana mulai terjadi pembenttukan stria
primitif (Soesanto, 2002).

Perkembangan embrio ayam terjadi di luar tubuh induknya. Selama berkembang,


embrio memperoleh makanan dan perlindungan yang dari telur berupa kuning
telur, albumen, dan kerabang telur. Dalam perkembangannya, embrio dibantu oleh
kantung kuning telur, amnion, dan alantois. Kantung kuning 6 telur yang
dindingnya dapat menghasilkan enzim. Enzim ini mengubah isi kuning telur
sehingga mudah diserap embrio. Amnion berfungsi sebagai bantal, sedangkan
alantois berfungsi pembawa sebagai ke oksigen embrio, menyerap zat asam dari
embrio, mengambil yang sisa-sisa pencernaan yang terdapat dalam ginjal dan
menyimpannya dalam alantois, serta membantu alantois, serta membantu
mencerna albumen (Surjono, 2001).

Perkembangan stria primitif mulai dapat diamati pada umur 10 jam inkubasi.
Memasuki umur 18 jam inkubasi stria primitif telah mencapai panjang maksimal,
area pelucida membentuk oval, proamnion, cekungan primitif, notochord, nodus
hensen dan lipatan kepala mulai terlihat jelas. pada umur 23 jam inkubasi, ketika
lipatan kepala di anterior dan somite mulai terlihat dengan jelas. Pada embrio
umur 25 jam, somite berkembang sebanyak 5 pasang. Proamnion, lipatan kepala,
area opaca, dan area pelusida terlihat dengan jelas. Memasuki umur 48 jam
embrio mulai memperlihatkan perbedaan spesifik dibanding umur sebelumnya
karena bagian anterior memutar ke arah kanan, lubang auditorius mulai terbuka,
jantung membentuk S, lekukan kepala amnion menutupi seluruh region
telenchepalon, dienchepalon dan mesenchepalon, serta plat oral, batang mata dan
tuba neural yang sudah mulai terbentuk. Kuntum kaki ukurannya akan lebih besar
ukurannya dibandingkan pada kuntum sayap. Jantung sudah dapat dibedakan
antara atrium dan ventrikel. Pemisahan bagian-bagian jantung mulai terjadi pada
tahap 16 hingga 20 atau mulai umur 52 hingga 72 jam inkubasi. Embrio umur 50
hingga 53 jam inkubasi somite sudah berkembang menjadi tulang belakang. Aorta
dorsalis terlihat jelas. Pada umur enam hari paruh embrio mulai terlihat dengan
jelas, segmen digiti sudah terbentuk, digiti dua dan tiga mulai memanjang, serta
pembengkokan pada persendian sayap dan kaki mulai terbentuk (Osmond, 2005).

Pada perkembangan embrio ayam umur 8 hari mulai terlihat membran niktitan
dan pada perkembangan embrio ayam umur 9 hari terlihat paruh akan mulai
mengeras. Umur 10 hari mulai mengeras tetapi belum bisa dilakukan pengukuran
panjang paruh. Pengukuran panjang paruh dan panjang jari ketiga baru bisa
dilakukan pada umur 11 hari, panjang paruh yang terukur adalah 3 mm dan
panjang jari ketiga adalah 7 mm, serta terlihat membran niktitan mulai menutupi.
Umur 12 hari adalah kelopak mata mulai terlihat dan menutupi sebagian mata.
Pada umur 14 hari dan tunas bulu mulai berkembang pada bagian sayap dan
punggung. Pada umur 15 hari inkubasi, ukuran panjang tubuh ayam masih 48
mm. Pada hari ke- 16 dan hari ke- 18 panjang paruh embrio ayam lebih panjang.
Pada hari ke- 19 dan 20, digiti kaki ke tiga embrio juga tidak ada perubahan
ukuran (Kirk et al., 2007).

Embrio di dalam telur, mengembangkan mekanisme khusus untuk memobilisasi


vitamin dan mineral yang sebelumnya disimpan dengan cara transport protein.
Kekurangan sedikit dapat secara signifikan mempengaruhi beberapa ayam dalam
kawanan menyebabkan angka kematian embrio lebih tinggi pada akhir inkubasi.
Tingkat kematian tinggi terjadi pada minggu kedua inkubasi embrio ayam
menunjukkan kekurangan nutrisi pada ayam, sebagai tingkat kematian normal
dalam periode ini sangat rendah. Kelebihan serta kekurangan dapat
mempengaruhi perkembangan embrio dan dapat mengganggu produksi telur
ayam. Kekurangan nutrisi atau kelebihan memberi efek terhadap perkembangan
embrio (Vieira, 2007).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 28 April 2021 pada pukul 13.00
WITA sampai selesai. Bertempat di Laboratorium Biosistematika Hewan
dan Evolusi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Tadulako.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah gelas plastik, spidol,
gunting, kardus, lampu, piting, kabel pinset, kamera dan alat tulis
menulis.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah telur ayam fertil yang telah di inkubasi
selama 24 jam (1 hari), 48 jam (2 hari), 72 jam (3 hari), 120 jam (5
hari), garam dan air.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1. Tahap I : Pembuatan Inkibator Sederhana


Pertama buat lubang di salah satu ujung kotak pendingin gabus
sintetis (styrofoam), lalu bagi dua ruangan di dalam kotak pedingin,
dan tambahkan termometer digital dan pengukur kelembapan,
tambahkan semangkuk air, buat jendela pengamatan di tutup kotak
pendingin, lalu tes inkubator yang telah jadi.

3.3.2. Tahap II : Inkubasi Telur


Diinkubasi telur ayam menggunakan 1 bauh lampu dengan cahaya
kuning pada jarak telur dan lampu yaitu maksimal 10 cm. Waktu
inkubasi telur yaitu 1 hari, 2 hari, 3 hari dan 5 hari. Dimatikan
inkubator dan di diamkan selama 10-15 menit.

3.3.3. Tahap III : Pengamatan Preparat Embrio Ayam


Diperiksa bagian dalamnya dengan lampu terang untuk melihat
adanya discus germinalis (lempeng embrio) telur tersebut. Diberi
tanda melingkar dengan menggunakan spidol pada bagian kerabang
telur untuk menandai bagian discus germinalis. Digunakan gunting
untuk membuka cangkang telur sesuai tanda, kemudian digunakan
pinset untuk mengambil cangkang telur, setelah itu dituangkan kuning
telur secara hati-hati diatas piring. Difoto dan diamati telur tersebut.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Hasil pengamatan yang dari praktikum kali ini yaitu sebagai berikut.

No Pustaka Hasil Pengamatan Ket. gambar


1 Inkubasi 24 jam (1 hari) a. Rongga
a segmentasi
b. Yolk
(kuning
telur)
b c c. Albumin
(putih telur)

2 Inkubasi 48 jam (2 hari)


a. Rongga
a
segmentasi
b. Yolk
b (kuning
telur)
c
c. Albumin
(putih
telur)
3 Inkubasi 72 jam ( 3 hari) a. Pembuluh
darah
a
b. Albumin
(putih telur)
b c. Yolk
(kuning
c
telur)
3 Inkubasi 120 jam (5 hari)
a. Albumin
b (putih
telur)
b b. Yolk
(kuning
telur)

4 Inkubasi 312 jam (13 hari) a. Mata


b. Paruh
a
e c. Bulu halus
b d. Kuku
f
e. Yolk
c
(kuning
d
telur)
f. Pembuluh
darah
5 Inkubasi 480 jam (20 hari) a. Paruh
b. Cakar
a
c c. Bulu halus

4.2 Pembahasan

Mesin tetas merupakan mesin penetasan yang mempunyai prinsip kerja seperti
pada induk ayam pada saat mengerami telur. Mesin tetas diusahakan
memenuhi berbagai syarat yang sesuai untuk perkembangan struktural dan
fisiologi dari embrio anak ayam. Dalam pembuatan alat tetas perlu
dipertimbangkan beberapa solusi dalam pengaturan parameter biologi yang
meliputi temperatur, kelembaban udara dan sirkulasi udara. Pada alat
penetasan semua faktor-faktor tersebut dapat diatur dengan baik sesuai dengan
kondisi yang diinginkan dan sesuai dengan kondisi proses biologi penetasan
(Nesheim et al., 1979).

Perkembangan embrio ayam dimulai dari tahap fertilisasi, blastulasi,


grastulasi, neurolasi dan organogenesis (Murphy, 2013). Penetasan merupakan
proses perkembangan embrio didalam telur sampai menetas (Setioko, 1998).
Menurut Wiharto (1988), apabila suhu terlalu rendah umumnya akan
menyebabkan kesulitan menetas dan pertumbuhan embrio tidak normal karena
sumber panas yang dibutuhkan tidak sesuai.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya tetas yaitu pada waktu memilih
telur tetas atau seleksi (bentuk telur, bobot telur, keadaan kerambang dan lama
penyimpanan) dan teknik operasional dari petugas yang menjalankan inkubasi
(suhu, kelembaban, sirkulasi udara, permukaan telur) serta cara membawa
telur untuk ditetaskan (Djanah, 1984).

Hari pertama pada inkubasi 24 jam pengamatan terhadap perkembangan


embrio ayam terlihat ruang segmentasi dan yolk. Sementara menurut Walter
(1961), pada hari pertama terjadi lipatan kepala di anterior dan somite mulai
terlihat dengan jelas. Proamin, lipatan kepala, area opeca dan area pellusida
terlihat jelas. Somite, pulau darah, batas mesoderm dan toregut mulai terlihat.

Pada hari kedua inkubasi 48 jam pengamatan embrio ayam mengalami


kegagalan dimana hanya terlihat yolk, dan ruang segmentasi. Sementara
menurut Muryanto et al., (2002), pada hari kedua embrio mulai
memperlihatkan perbedaan spesifik dibandingkan hari pertama dimana bagian
anterior memutar kearah kanan, jantung mulai terbentuk, batang mata dan tuba
neural sudah mulai terbentuk.

Pada hari ketiga inkubasi 72 jam pada pengamatan embrio ayam, dimana yang
terlihat hanya pembuluh darah, yolk dan albumin. Menurut Lunn (1948),
perkembangan embrio ayam pada hari ketiga memiliki ciri-ciri jantung mulai
berdenyut dan dapat dibedakan antara bagian anterium dan vertikel serta
kuntum kaki ukurannya akan lebih besar dibandingkan pada kuntum sayap.
Pada hari kelima inkubasi 120 jam pada pengamatan embrio ayam terjadi
kegagalan yang terlihat hanya yolk dan albumin. Menurut Triyanti et al.,
(1997), pada hari kelima plat jari mulai terlihat dengan jelas, segemen digiti
sudah terbentuk, prosterior memanjang secara parallel dan kuntum sayap dan
kaki memiliki ukuran panjang dan lebar yang sama.

Pada hari ketiga belas embrio ayam terlihat tunas bulu dan kelopak mata telah
menutup sempurna serta paruh yang telah sempurna. Pada hari ke-20 embrio
ayam telah memasuki tahap sempurna dimana ukuran paruh 5 mm, ukuran jari
kaki ketiga 11 mm, ukuran tubuh 66 mm, panjang sayap 28 mm, dan panjang
kaki ayam 45 mm (Wiharto. 1988).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan maka dapat di dapat kesimpulan


bahwa perkembangan embrio ayam dimulai dari tahap fertilisasi, blastulasi,
grastulasi, neurolasi dan organogenesis. Ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan kegagalan proses inkubasi telur ayam yakni cara penyimpanan,
lama penyimpanan, tempat penyimpanan, suhu lingkungan, suhu mesin tetas,
pembalikan selama penetasan dan cara membawa telur tetas. Pengamatan hari
pertama perkembangan embrio ayam terlihat ruang segmentasi dan yolk. Pada
hari kedua pengamatan, embrio ayam mengalami kegagalan dimana hanya
terlihat yolk dan ruang segmentasi. Pada hari ketiga, embrio ayam mulai
terlihat pembuluh darah, yolk dan albumin. Pada hari kelima pengamatan
embrio ayam terjadi kegagalan dimana hanya terlihat yolk dan albumin.

5.2 Saran

Pada pengamatan embrio ayam praktikan diharapkan untuk berhati-hati karena


telur ayam sangat rapuh terhadap suhu dan kelembaban yang tidak sesuai
ketika proses inkubasi.
DAFTAR PUSTAKA

Djannah, D. (1984). Beternak Ayam dan Itik. Cetakan kesebelas. C.V. Yasagum
Jakarta

Huettner, A. F. (1957). Fundamental of Comparative Embriology of the


Vertebrates. The Masmillah Company. New York.

Huettner, A.F., (1961). Fundamentals of Comparative Embryology of The


Vertebrates. The Mc Millan Company. New York.

Kirk, S., Emmans, G. C., McDonald, R., Arnot, D. (2007). Factor Affecting the
Hatchability of Eggs From Broiler Breeders. British Poultry
Science,Vol.21 No. 1, 37-57.

Kinred, B.M. (1974). Foundations of Embryology : McGrawHillbook Co., Inc :


New Delhi.

Lunn, J. H. (1948). Chick Sexing. American Scientist. Vol. 36. No.2, 280-287.

M. Osmond. (2005). The Atlas of Chick Development. Elsevier: London.

Murayanto, Hardjosworo, P. S., Herman, R. dan Setijanto, H. (2002). Evaluasi


Kerkas Persilangan Antara Ayam Kampung Jantan dan Ayam Ras Petelur
Betina. Animal production. Vol. 4. No. 2, 71-76.

Murphy. P. (2013). The First Steps To Forming a New Organism Descriptive


Embryo. Deve lopment Biology.

Nesheim et al., (1979). Ayam Kampung. Agromedia, Edhy sudjarwo unggas.


Yogyakarta.

Setioko, H.E. and J.E. Kinred. (1948). Textbook of Embryology. D. Appleton-


Century Co., Inc : New York.

Soesanto. (2002). Pengaruh frekuensi pemutaran telur terhadap daya tetas dan
bobot badan ayam kampung . Jurnal Agribisnis Peternakan 2:101-105.

Surjono.(2001). Proses perkembangan embrio. Universitas Terbuka : Jakarta.


Triyanti, Abu Bakar, Bintang, I. A. K., dan Antawidjaja, T. (1997). Studi
Komperatif Preferensi, Mutu dan Gizi Beberapa Jenis Daging Unggas.
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. Vol. 2(3): 157-163.

Vieira S. L., (2007). Chicken embryo utilization of egg micronutrients. Braz.


Journ of Poult.Sci. Vol 9 (1): 01 – 08.

Walter, L. (1961) Hatchability of Chicken Eggs as Ifluenced by Enviroment and


Heredity the Agricultural Experiment Station. Connecticut. 55-58.

Wiharto. (1988). Petunjuk Pembuatan Mesin Tetas. Lembaga Penerbit.


Universitas Brawijaya.

Yatim, W. (1982). Embriologi dan Reproduksi. Tarsito. Bandung.


LEMBARAN ASISTENSI

NAMA : NUR FADILA SYAM


STAMBUK : G 401 19 033
KELOMPOK : V (LIMA)
ASISTEN : TRY STAR GABRIELL
No Hari/Tanggal Keterangan Paraf Asisten
1.

2.

3.

4.

Anda mungkin juga menyukai