Disusun oleh :
KELOMPOK 5
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena atas
ridhonya-lah sehingga saya dapat menyelesaikan sebuah “ Makalah‟ dengan tepat waktu,
dan Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda kita yaitu Nabi
Muhammad SAW semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Makalah berjudul “Flora & Fauna endemik di Sulawesi”. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Biologi Konservasi. Dan saya menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Oleh
karena itu, saya mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini agar
nantinya makalah ini dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan kata atau kalimat pada makalah ini saya memohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
saya dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 3
BAB I ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4
1.2 Tujuan .................................................................................................................................... 5
BAB II ....................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 6
2.1 Gambaran Umum Sulawesi ................................................................................................. 6
2.2 Keanekaragaman Flora dan Fauna di Sulawesi ................................................................ 7
BAB III .................................................................................................................................................... 16
PENUTUP ............................................................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 16
3.2 Saran .......................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 17
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
4
area hutan terluas sebesar 3,4 juta hektar. Hutan merupakan hal yang krusial bagi
masyarakat Sulawesi. Adanya delapan taman nasional di seluruh pulau Sulawesi
memberikan gambaran mengenai betapa pentingnya ekosistem hutan bagi kehidupan.
Hutan Sulawesi menyimpan keragaman kekayaan flora dan fauna endemik yang
jarang dimiliki hutan lain di dunia. Berada di antara garis Wallace dan Weber yang
memisahkan kawasan asiatis dan australis membuat flora dan fauna di hutan Sulawesi
memiliki kekhasannya tersendiri. Selain itu, masih adanya masyarakat adat yang
tinggal dan menggantungkan hidupnya pada hutan membuat hutan Sulawesi semakin
kaya akan keragaman.
Ancaman utama keanekaragaman hayati karena faktor manusia adalah
kerusakan habitat, gangguan pada habitat (termasuk polusi), eksploitasi jenis yang
berlebihan, introduksi jenis eksotik, dan penyebaran penyakit. Kebanyakan jenis
yang terancam punah disebabkan oleh dua atau lebih masalah yang mempercepat
kepunahannya dan menyulitkan usaha pelestariannya. Pada beberapa kasus,
penyebab kerusakan habitat adalah industri berskala besar dan kegiatan komersial
yang berhubungan dengan ekonomi global, seperti pertambangan, pengusahaan hutan,
perikanan, perkebunan, dan industri lainnya (KLH dan Kophalindo, 1994). Bappenas
(1993, dalam Sujatnika dkk. 1995) mengidentifikasikan bahwa meningkatnya tekanan
terhadap hidupan liar dan ekosistem alami, antara lain disebabkan oleh meningkatnya
jumlah penduduk, ketidakpastian tataguna dan pengelolaan lahan, dan kebijakan
ekonomi dan pembangunan. Timbulnya tekanan terhadap lingkungan alami ini, erat
kaitannya dengan kemiskinan, tekanan penduduk, pemanfaatan sumberdaya dan lahan
hutan, serta pengembangan pertanian.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka makalah ini mencoba untuk
memperkenalkan keunikan posisi geografis Sulawesi dengan beberapa jenis flora dan
fauna endemiknya, faktor-faktor yang mengancam kelestarian dan beberapa usaha
pelestariannya.
1.2 Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
1) Garis Wallace, yaitu garis imajiner yang dibuat oleh Alfred Wallace berdasarkan
data sebaran burung. Garis tersebut ditarik mulai dari sebelah timur Philipina
melewati Selat Makassar, dan antara Bali dan Lombok.
2) Garis Weber, yaitu garis imajiner yang berusaha menentukan batas imbangan
fauna (hewan Asia dan Australia) sama besar. Weber menggunakan data burung
dan mamalia dalam analisisnya.
3) Garis Lydekker, yaitu garis imajiner yang menentukan batas barat fauna Australia
(Whitten, et al., 1987).
Kawasan Wallacea terdiri dari ribuan pulau yang terletak dikawasan Oriental
dan Australia. Pulau-pulau ini dikelompokkan menjadi 3 bagian , yaitu: 1) Sulawesi
dan pulau-pulau sekitarnya, termasuk kepulauan Banggai dan Sula, 2) Kepulauan
Maluku, dan 3) Kepulauan Nusa Tenggara. Sebelah Barat wilayah ini dibatasi oleh
garis Wallace mulai dari Timur Laut ke Barat Daya, mengikuti dangkalan Sunda di
sepanjang bagian Timur pulau Kalimantan dan Bali. Garis ini menandai peralihan
antara fauna Oriental di bagian barat dengan kawasan Wallacea di sebelah timurnya.
Batas Timur kawasan Wallacea adalah garis imajiner kedua, yaitu garis Lydekker.
Garis ini mengikuti kontur sisi barat dataran Sahul, sehingga memisahkan fauna
6
kawasan Australo-Papua di sebelah timur dengan kawasan Wallacea di sebelah
barat. Sebelah Utara kawasan Wallacea adalah Philipina dan Samudera Indonesia
(Coates, dkk. 2000).
Pulau Sulawesi adalah pulau terbesar di kawasan Wallacea dan secara
geologis paling rumit karena menjadi tempat hidup bagi fauna campuran oriental
dan Australia serta menjadi arena evolusi berbagai jenis fauna endemik (Coates,
dkk.2000). Sejarah Sulawesi dimulai kira-kira 200 juta tahun yang lalu, ketika
Dinosaurus berkeliaran di bumi dan Gondwana land mulai terpecah-pecah.
Pecahannya yang besar-besar terpecah lagi dan didorong kesana kemari oleh
lempeng dibawahnya dan terjadi pertemuan sementara antara Asia dan Australia
yang memungkinkan berpindahnya flora dan fauna. Salah satu pecahan ini
mencakup daratan yang kelak membentuk Sulawesi Barat, Sumatera dan lempeng
bagian Kalimantan. Hampir 100 juta tahun kemudian, Australia, bersama dengan
bagian yang sekarang membentuk Irian dan Sulawesi Timur, memisahkan diri dari
Antartika dan bergerak lambat ke utara dengan membawa serta Mamalia kuno,
burung purba dan tumbuhan berbunga. Masa 60-70 juta tahun berlalu, sebelum
Sulawesi barat berpisah dengan Kalimantan, lempeng Australia yang mengapung ke
utara mulai meluncur dengan kecepatan 10 cm setahun untuk bertabrakan dengan
lempeng yang berisi Sulawesi barat. Pada 15 juta tahun yang lalu, Sulawesi timur
terpisah dari Irian dan mengenai Sulawesi barat tepat ditengahnya. Peristiwa ini
menyebabkan membeloknya bagian Sulawesi dan semenanjung utara berputar
hampir 90 derajat ke posisinya yang sekarang (Kinnaird, 1997). Sementara itu,
semenanjung barat daya berputar berlawanan dengan arah jarum jam sebesar 35
derajat, yang secara bersamaan membuka teluk Bone (Whitten, et al., !987).
7
Maleo senkawor (Macrocepalon maleo)
8
Kayu Hitam Sulawesi
Kayu Hitam Sulawesi atau lebih banyak dikenal dengan Kayu Eboni
merupakan tumbuhan berkayu yang menarik perhatian karena warnanya yang hitam
dengan teras kecoklatan yang cantik. Eboni memiliki berbagai jenis, namun yang
paling terkenal adalah Diospyros celebica dan Diospyros rumphii. Eboni memiliki
sebaran alami di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Sulawesi Utara.
Jenis kayunya yang cantik membuat kayu Eboni diperdagangkan dan dieksploitasi
secara besar-besaran. Eksploitasi ditambah dengan kemampuan regenerasi alami yang
kurang baik membuat Pohon Eboni masuk ke dalam daftar tanaman yang vulnerable.
Tanaman ini merupakan jenis tanaman liana berkayu endemik yang hanya
ditemukan di hutan Sulawesi. Strongylodon Celebicus Huang memiliki bunga
berbentuk mirip kuku burung elang yang tersusun layaknya pagoda. Bunganya
9
memiliki warna yang beragam dari merah muda hingga putih. Ia dapat ditemukan di
Taman Nasional Lore Lindung, Sulawesi Tengah.
Hewan ini dicirikan oleh gigi taringnya yang mencuat ke atas, membengkok
kebelakang sampai di depan matanya. Fungsi taring ini sampai sekarang tidak
diketahui dengan pasti. Hewan ini makan buah-buahan yang jatuh dilantai hutan,
sering mendatangi tempat bergaram, untuk mendapatkan mineral sebagai pelengkap
makanannya. Walaupun dianggap sebagai hewan malam, babirusa terkadang dapat
ditemukan pada siang hari. Dewasa ini, babirusa termasuk hewan paling terancam di
Sulawesi. Kondisi yang sangat membahayakan ini disebabkan antara lain oleh
perkembangbiakan yang lambat, perburuan yang tidak terkendali, dan perusakkan
habitatnya. Wallace pada tahun 1857 pernah melakukan perburuan babirusa ke
Gunung Tangkoko Bitung, Sulawesi Utara dan banyak mendapatkan hewan tersebut.
Pada saat ini, daerah tersebut sangat jarang ditemukan babirusa (Kinnaird, 1997;
Whitten, et al. 1987). Status babirusa sekarang adalah “vulnerable” VU (rentan)
(IUCN, 2002). Hewan ini menghadapi resiko yang tinggi untuk punah di alam,
disebabkan oleh penurunan populasi lebih besar dari 50 % selama 10 tahun terakhir.
Penurunan ini terjadi karena penurunan kuantitas dan kualitas habitat serta tingkat
eksploitasi yang tinggi.
10
Anoa (Bubalus spp)
Anoa disebut juga sapi hutan atau kerbau kerdil. Anoa merupakan satwa
terbesar daratan Sulawesi. Tubuh Anoa berukuran sekitar 1 meter, warna bervariasi
dari abu-abu hingga coklat tua, dan kaki keputih-putihan. Terdapat dua jenis anoa di
Sulawesi, yaitu Bubalus depressicornis (Anoa dataran rendah) dan Bubalus quarlesi
(Anoa dataran tinggi). Makanan anoa berupa buah-buahan, tunas daun, rumput,
pakis, dan lumut. Anoa bersifat soliter, walaupun pernah ditemui dalam kelompok.
Seperti umumnya sapi liar, Anoa dikenal agresif dan perilakunya sulit diramalkan.
Karena hanya makan tunas pohon dan buah-buahan yang tidak banyak mengandung
natrium, maka anoa harus melengkapi makanannya dengan mencari natrium ditempat
bergaram. Pada saat ini, populasi Anoa merosot tajam. Di cagar alam Tangkoko
Dua Saudara Bitung Sulawesi utara, jumlah Anoa menurun 90 % selama 15 tahun
dan jenis ini sudah mengalami kepunahan setempat (Whitten, et al. 1987; Kinnaird,
1997). Status Bubalus spp. Adalah “endangered” (genting) - EN C1+2a (IUCN,
2002). Kedua jenis anoa ini menghadapi resiko yang sangat tinggi untuk punah di
alam, sebab populasinya diduga tinggal kurang dari 2500 individu dewasa dan
populasi hewan ini terus menurun.
11
Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii).
Jenis musang ini adalah karnivora kurang dikenal dan jarang ditemukan. Di
alam, umumnya hanya menemukan jejak kaki dan kotorannya (Kinnaird, 1997).
Status hewan ini adalah “vulnerable” (rentan) – VU A2c (IUCN, 2002). Kelompok
hewan ini beresiko tinggi untuk punah di alam, karena terjadi penurunan populasi
lebih dari 30 % dalam 10 tahun terakhir. Penurunan ini terjadi karena daerah
okupansinya berkurang.
12
induknya dengan ekor saling berjalinan. Sulawesi merupakan batas barat jangkauan
persebaran Kuskus. Kuskus beruang, memiliki panjang tubuh lebih dari satu meter,
termasuk mamalia terbesar yang hidup ditajuk atas hutan Sulawesi, aktifitas siang
hari, walaupun kuskus beruang juga beraktifitas pada malam hari. Kuskus kerdil
sebagai pemakan buah (frugivora) dan biologinya masih sedikit diketahui (Whitten,
et al., 1987; Kinnaird, 1997). Kedua jenis kus-kus ini menurut IUCN (2002),
termasuk dalam katagori „data deficient‟ – DD , yang berarti tidak cukup data untuk
menghitung resiko kepunahan berdasarkan data distribusi dan status populasinya.
Yaki
Tergolong mamalia paling kecil didunia, dengan bobot tubuh sekitar 100 g
pada usia dewasa, mata besar dibanding ukuran tubuhnya, telinga sensitive dan terus
bergerak, gigi tajam, dan kemampuan memutar kepala hampir 180 derajat. Hewan
ini nocturnal, dengan memiliki batas territorial, yang ditandai dengan urin.
Kekuasaan teritorial diumumkan setiap pagi dan sore oleh pejantan dan betina
dengan suara yang khas. Memiliki pohon tidur yang merupakan pusat kehidupan.
Rumpun bambu, jalinan tumbuhan merambat dan pohon yang berlobang digunakan
sebagai tempat tidur. Tangkasi adalah hewan pemakan serangga, dan setengah
waktu malamnya habis untuk mencari makan. Mereka menangkap mangsa dengan
meloncatinya dan menindihnya atau menggenggamnya dengan jari-jarinya yang
ramping panjang (Kinnaird, 1997). Status tangkasi saat ini adalah low risk - LR/nt
(IUCN, 2002). Pada saat ini, jenis ini masih banyak dijumpai di Sulawesi.
14
Dari kelompok seranggga, khususnya kupu dilaporkan bahwa Sulawesi
memiliki 560 jenis dan 42 % (235 jenis) diantaranya adalah endemik. Diantara jenis
kupu adalah kupu raja (Troides helena dan T. oblongomaculatus). Di pasar
internasional, kupu persilangan antara genus Troides dan Ornithoptera dapat
mencapai USD 1.150 (Soehartono dan Mardiastuti, 2002). Dari genus Troides, yang
perlu mendapat perhatian khusus adalah T. doherty (talaud black birdwing) yang
menurut katagori status IUCN 2002 sudah termasuk “vulnerable” (rentan) - VU
B1+2c -. Kupu yang warnanya paling gelap dari kelompok kupu bersayap burung ini
hanya hidup di daerah koastal kepulauan Sangihe dan Talaud (Sulawesi Utara) dan
terancam punah karena banyaknya aktifitas manusia. Masa depan kupu-kupu ini akan
menurun karena jenis ini sangat sulit beradaptasi dengan formasi vegetasi baru.
Ikan (Pisces)
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Tingkat endemisitas fauna di Sulawesi sangat tinggi : ikan air tawar dengan 52 jenis
endemik (77 %), mamalia dengan 53 jenis endemik (60 %), serangga, khususnya
kupu-kupu memiliki 235 jenis endemik (42 %), Reptil: kadal 18 jenis endemik (39
%) dan ular 23 jenis endemik (35 %), Aves memiliki 96 jenis endemik (25 %), dan
Amphibi memiliki 14 jenis endemik.
2. Beberapa jenis fauna endemik Sulawesi berada dalam kondisi yang terancam punah,
diantaranya adalah Babirusa, Anoa, Musang, Tangkasi, Primata, Kuskus, kupu-kupu
hitam Talaud dan burung maleo, serta beberapa jenis ikan air tawar, terutama
Weberogobius amadi, Xenopoecilus oophorus, dan X. sarasinorum.
3. Adapun flora endemik yang ada di Sulawesi yaitu : Kayu Hitam & Strongylodon
Celebicus Huang
4. Sejarah alam yang sangat unik menyebabkan para ilmuwan dari berbagai bidang
sangat tertarik untuk mengadakan penelitian di Pulau ini.
5. Diperlukan upaya pelestarian hidupan liar yang terencana dan berkelanjutan yang
melibatkan semua unsur yang terlibat dalam pemanfaatannya.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu
kami membutuhkan saran/kritik dari pembaca agar kedepannya kami dapat memperbaiki
kesalahan kami.
16
DAFTAR PUSTAKA
https://www.rudyct.com/PPS702-ipb/07134/71034_15.htm
https://imunitas.or.id/3602/yang-menarik-dari-kondisi-hutan-di-sulawesi/
17