Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BIOKONSERVASI

“Flora & Fauna Endemik Yang Ada di Sulawesi”

Disusun oleh :

KELOMPOK 5

Silvana jelita A22120017


Nurfatiah pakaya A22120018
Andi Mulianti A22120099
Nurul Fauziah A22120106
Agung Akbar Gemilang A22120098

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena atas
ridhonya-lah sehingga saya dapat menyelesaikan sebuah “ Makalah‟ dengan tepat waktu,
dan Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda kita yaitu Nabi
Muhammad SAW semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Makalah berjudul “Flora & Fauna endemik di Sulawesi”. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Biologi Konservasi. Dan saya menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Oleh
karena itu, saya mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini agar
nantinya makalah ini dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan kata atau kalimat pada makalah ini saya memohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
saya dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Palu,30 November 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 3
BAB I ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4
1.2 Tujuan .................................................................................................................................... 5
BAB II ....................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 6
2.1 Gambaran Umum Sulawesi ................................................................................................. 6
2.2 Keanekaragaman Flora dan Fauna di Sulawesi ................................................................ 7
BAB III .................................................................................................................................................... 16
PENUTUP ............................................................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 16
3.2 Saran .......................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 17

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi


kedua di dunia setelah Brasil. Walaupun luas total daratan hanya 1,3 % dari seluruh
permukaan bumi, Indonesia memiliki 10 % tumbuhan berbunga (27.000 jenis), 12 %
Mamalia (515 jenis), 16 % satwa Amphibia (270 jenis), dan 17 % Aves (1539 jenis)
(KLH dan Kophalindo, 1994). Indonesia tidak hanya kaya dengan jenis flora dan
fauna, tetapi juga memiliki banyak jenis endemik. Hal ini terjadi karena banyaknya
pulau-pulau yang terisolasi satu sama lain untuk jangka waktu yang lama, sehingga
terjadi evolusi jenis lokal yang khas untuk pulau-pulau tersebut. Tingginya
endemisitas fauna Sulawesi disebabkan oleh posisi geografisnya yang terletak di
kawasan Wallacea. Tingkat endemisitas jenis yang tinggi juga ditemukan Irian dan di
kepulauan Mentawai (KLH dan Kophalindo, 1994).
Kekayaan jenis fauna endemik Sulawesi, disatu sisi merupakan kebanggaan
tersendiri, tetapi disisi lain merupakan tanggung jawab besar untuk dikelola dengan
baik sehingga masih dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Aktivitas
manusia yang tidak bertanggung jawab menyebabkan laju kepunahan jenis flora dan
fauna di Sulawesi dan pulau lain di Indonesia cenderung meningkat. Dick (1991)
melaporkan bahwa kebanyakan propinsi di Indonesia telah kehilangan 80 % atau
lebih kawasan hutan dataran rendahnya, dan 11 propinsi diantaranya telah
mengalami penggundulan lahan curam yang cukup besar, yang mengakibatkan
ratusan jenis (mungkin lebih dari 1 jenis) per hari, hilang setiap tahunnya. Diduga
kebanyakan jenis yang punah adalah hewan invertebrata yang belum teridentifikasi.
Perkiraan tingkat kepunahan tersebut merupakan hal memprihatinkan, karena angka
tersebut diduga sedang bergerak cepat bersamaan dengan hilangnya fragmen-
fragmen habitat yang unik (KLH dan Kophalindo, 1994). Reid and Miller (1989)
melaporkan bahwa laju kepunahan burung dan mamalia saat ini mencapai 100-1000
kali dibandingkan dengan laju kepunahan yang terjadi di ekosistem yang tidak
terganggu.
Pulau Sulawesi merupakan pulau terbesar ke empat di Indonesia. Pulau ini
memiliki enak provinsi dan empat diantaranya masuk dalam jajaran lima belas
provinsi dengan area hutan terluas di Indonesia. Provinsi Sulawesi Tengah memiliki

4
area hutan terluas sebesar 3,4 juta hektar. Hutan merupakan hal yang krusial bagi
masyarakat Sulawesi. Adanya delapan taman nasional di seluruh pulau Sulawesi
memberikan gambaran mengenai betapa pentingnya ekosistem hutan bagi kehidupan.
Hutan Sulawesi menyimpan keragaman kekayaan flora dan fauna endemik yang
jarang dimiliki hutan lain di dunia. Berada di antara garis Wallace dan Weber yang
memisahkan kawasan asiatis dan australis membuat flora dan fauna di hutan Sulawesi
memiliki kekhasannya tersendiri. Selain itu, masih adanya masyarakat adat yang
tinggal dan menggantungkan hidupnya pada hutan membuat hutan Sulawesi semakin
kaya akan keragaman.
Ancaman utama keanekaragaman hayati karena faktor manusia adalah
kerusakan habitat, gangguan pada habitat (termasuk polusi), eksploitasi jenis yang
berlebihan, introduksi jenis eksotik, dan penyebaran penyakit. Kebanyakan jenis
yang terancam punah disebabkan oleh dua atau lebih masalah yang mempercepat
kepunahannya dan menyulitkan usaha pelestariannya. Pada beberapa kasus,
penyebab kerusakan habitat adalah industri berskala besar dan kegiatan komersial
yang berhubungan dengan ekonomi global, seperti pertambangan, pengusahaan hutan,
perikanan, perkebunan, dan industri lainnya (KLH dan Kophalindo, 1994). Bappenas
(1993, dalam Sujatnika dkk. 1995) mengidentifikasikan bahwa meningkatnya tekanan
terhadap hidupan liar dan ekosistem alami, antara lain disebabkan oleh meningkatnya
jumlah penduduk, ketidakpastian tataguna dan pengelolaan lahan, dan kebijakan
ekonomi dan pembangunan. Timbulnya tekanan terhadap lingkungan alami ini, erat
kaitannya dengan kemiskinan, tekanan penduduk, pemanfaatan sumberdaya dan lahan
hutan, serta pengembangan pertanian.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka makalah ini mencoba untuk
memperkenalkan keunikan posisi geografis Sulawesi dengan beberapa jenis flora dan
fauna endemiknya, faktor-faktor yang mengancam kelestarian dan beberapa usaha
pelestariannya.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran umum Sulawesi ?


2. Apa saja kanekaragaman flora dan fauna di Sulawesi ?

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Sulawesi

Tahun 1858, Wallace menulis bahwa di Kepulauan Indonesia terdapat


perbedaan besar antara fauna yang hidup dibagian timur dan di barat. Selanjutnya
Wallace membagi kedua kawasan ini berdasarkan pada sebaran burung yang
diamatinya, dengan menempatkan garis imajiner antara Lombok dan Bali dan antara
Kalimantan dan Sulawesi. Wallace yakin bahwa Kalimantan, Jawa, dan Sumatera
dulunya merupakan bagian dari Asia, sedangkan Timor, Maluku, Irian, dan Sulawesi
pernah menjadi bagian dari benua Pasifik-Australia (Whitten et al., 1987). Garis
tersebut kemudian dikenal sebagai Garis Wallace.

Dalam perkembangan selanjutnya, kawasan Wallacea dipisahkan oleh tiga


garis imajiner, yaitu :

1) Garis Wallace, yaitu garis imajiner yang dibuat oleh Alfred Wallace berdasarkan
data sebaran burung. Garis tersebut ditarik mulai dari sebelah timur Philipina
melewati Selat Makassar, dan antara Bali dan Lombok.
2) Garis Weber, yaitu garis imajiner yang berusaha menentukan batas imbangan
fauna (hewan Asia dan Australia) sama besar. Weber menggunakan data burung
dan mamalia dalam analisisnya.
3) Garis Lydekker, yaitu garis imajiner yang menentukan batas barat fauna Australia
(Whitten, et al., 1987).

Kawasan Wallacea terdiri dari ribuan pulau yang terletak dikawasan Oriental
dan Australia. Pulau-pulau ini dikelompokkan menjadi 3 bagian , yaitu: 1) Sulawesi
dan pulau-pulau sekitarnya, termasuk kepulauan Banggai dan Sula, 2) Kepulauan
Maluku, dan 3) Kepulauan Nusa Tenggara. Sebelah Barat wilayah ini dibatasi oleh
garis Wallace mulai dari Timur Laut ke Barat Daya, mengikuti dangkalan Sunda di
sepanjang bagian Timur pulau Kalimantan dan Bali. Garis ini menandai peralihan
antara fauna Oriental di bagian barat dengan kawasan Wallacea di sebelah timurnya.
Batas Timur kawasan Wallacea adalah garis imajiner kedua, yaitu garis Lydekker.
Garis ini mengikuti kontur sisi barat dataran Sahul, sehingga memisahkan fauna

6
kawasan Australo-Papua di sebelah timur dengan kawasan Wallacea di sebelah
barat. Sebelah Utara kawasan Wallacea adalah Philipina dan Samudera Indonesia
(Coates, dkk. 2000).
Pulau Sulawesi adalah pulau terbesar di kawasan Wallacea dan secara
geologis paling rumit karena menjadi tempat hidup bagi fauna campuran oriental
dan Australia serta menjadi arena evolusi berbagai jenis fauna endemik (Coates,
dkk.2000). Sejarah Sulawesi dimulai kira-kira 200 juta tahun yang lalu, ketika
Dinosaurus berkeliaran di bumi dan Gondwana land mulai terpecah-pecah.
Pecahannya yang besar-besar terpecah lagi dan didorong kesana kemari oleh
lempeng dibawahnya dan terjadi pertemuan sementara antara Asia dan Australia
yang memungkinkan berpindahnya flora dan fauna. Salah satu pecahan ini
mencakup daratan yang kelak membentuk Sulawesi Barat, Sumatera dan lempeng
bagian Kalimantan. Hampir 100 juta tahun kemudian, Australia, bersama dengan
bagian yang sekarang membentuk Irian dan Sulawesi Timur, memisahkan diri dari
Antartika dan bergerak lambat ke utara dengan membawa serta Mamalia kuno,
burung purba dan tumbuhan berbunga. Masa 60-70 juta tahun berlalu, sebelum
Sulawesi barat berpisah dengan Kalimantan, lempeng Australia yang mengapung ke
utara mulai meluncur dengan kecepatan 10 cm setahun untuk bertabrakan dengan
lempeng yang berisi Sulawesi barat. Pada 15 juta tahun yang lalu, Sulawesi timur
terpisah dari Irian dan mengenai Sulawesi barat tepat ditengahnya. Peristiwa ini
menyebabkan membeloknya bagian Sulawesi dan semenanjung utara berputar
hampir 90 derajat ke posisinya yang sekarang (Kinnaird, 1997). Sementara itu,
semenanjung barat daya berputar berlawanan dengan arah jarum jam sebesar 35
derajat, yang secara bersamaan membuka teluk Bone (Whitten, et al., !987).

2.2 Keanekaragaman Flora dan Fauna di Sulawesi

Terletak di wilayah Wallacea -Seperti yang sudah disinggung diawal-


membuat hutan Sulawesi memiliki ragam flora dan fauna yang menarik dan tidak
dapat ditemukan di tempat lain. Keragaman flora dan fauna endemik Pulau Sulawesi
saat ini berada di dalam perlindungan Tanam Nasional yang tersebar di seluruh pulau
tersebut. Setiap Tanam Nasional memiliki flora atau fauna endemik andalan yang
menarik dan dipelajari. Berikut adalah beberapa diantaranya:

7
 Maleo senkawor (Macrocepalon maleo)

Merupakan burung terkenal di Sulawesi Utara karena warna yang indah.


Burung ini sangat pemalu, berbiak di pantai-pantai berpasir atau sungai-sungai di
pedalaman, atau di tempat-tempat yang ada sumber air panasnya. Yang menarik dari
jenis ini adalah telur yang berukuran 4 kali ukuran telur ayam kampung, dan dapat
mencapai 250 g atau 16% berat tubuhnya. Telur ini mengandung kuning telur besar
sebagai persediaan makanan bagi anak burung setelah menetas. Terdapat sekitar 50
tempat berbiak yang diketahui, hampir semuanya di Sulawesi Utara dan Tengah,
yang hampir semuanya terancam oleh berbagai aktivitas manusia (Holmes dan
Phillipps, 1999; Kinnaird, 1997). Status burung ini adalah „endangered‟ (genting)
EN A4abcd (IUCN, 2002). Kelompok hewan ini sangat tinggi resikonya untuk
punah di alam karena mengalami penurunan populasi sebesar lebih dari 50 % dalam
10 tahun terakhir.
Saat ini, Maleo dapat ditemukan di beberapa tempat seperti Taman Nasional
Lore Lindu, Suaka Margasatwa Pinjang Tanjung Matop, Suaka Margasatwa
Bakiriang, dan Cagar Alam Morowali. Menurut Badan Konservasi Sumber Daya
Alam Sulawesi Tengah (BKSDA Sulteng), burung dengan tonjolan unik di kepala
tersebut saat ini berstatus endangered dan terancam punah di alam liar.

8
 Kayu Hitam Sulawesi

Kayu Hitam Sulawesi atau lebih banyak dikenal dengan Kayu Eboni
merupakan tumbuhan berkayu yang menarik perhatian karena warnanya yang hitam
dengan teras kecoklatan yang cantik. Eboni memiliki berbagai jenis, namun yang
paling terkenal adalah Diospyros celebica dan Diospyros rumphii. Eboni memiliki
sebaran alami di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Sulawesi Utara.
Jenis kayunya yang cantik membuat kayu Eboni diperdagangkan dan dieksploitasi
secara besar-besaran. Eksploitasi ditambah dengan kemampuan regenerasi alami yang
kurang baik membuat Pohon Eboni masuk ke dalam daftar tanaman yang vulnerable.

 Strongylodon Celebicus Huang

Tanaman ini merupakan jenis tanaman liana berkayu endemik yang hanya
ditemukan di hutan Sulawesi. Strongylodon Celebicus Huang memiliki bunga
berbentuk mirip kuku burung elang yang tersusun layaknya pagoda. Bunganya

9
memiliki warna yang beragam dari merah muda hingga putih. Ia dapat ditemukan di
Taman Nasional Lore Lindung, Sulawesi Tengah.

 Babirusa (Babyrousa babyrussa).

Hewan ini dicirikan oleh gigi taringnya yang mencuat ke atas, membengkok
kebelakang sampai di depan matanya. Fungsi taring ini sampai sekarang tidak
diketahui dengan pasti. Hewan ini makan buah-buahan yang jatuh dilantai hutan,
sering mendatangi tempat bergaram, untuk mendapatkan mineral sebagai pelengkap
makanannya. Walaupun dianggap sebagai hewan malam, babirusa terkadang dapat
ditemukan pada siang hari. Dewasa ini, babirusa termasuk hewan paling terancam di
Sulawesi. Kondisi yang sangat membahayakan ini disebabkan antara lain oleh
perkembangbiakan yang lambat, perburuan yang tidak terkendali, dan perusakkan
habitatnya. Wallace pada tahun 1857 pernah melakukan perburuan babirusa ke
Gunung Tangkoko Bitung, Sulawesi Utara dan banyak mendapatkan hewan tersebut.
Pada saat ini, daerah tersebut sangat jarang ditemukan babirusa (Kinnaird, 1997;
Whitten, et al. 1987). Status babirusa sekarang adalah “vulnerable” VU (rentan)
(IUCN, 2002). Hewan ini menghadapi resiko yang tinggi untuk punah di alam,
disebabkan oleh penurunan populasi lebih besar dari 50 % selama 10 tahun terakhir.
Penurunan ini terjadi karena penurunan kuantitas dan kualitas habitat serta tingkat
eksploitasi yang tinggi.

10
 Anoa (Bubalus spp)

Anoa disebut juga sapi hutan atau kerbau kerdil. Anoa merupakan satwa
terbesar daratan Sulawesi. Tubuh Anoa berukuran sekitar 1 meter, warna bervariasi
dari abu-abu hingga coklat tua, dan kaki keputih-putihan. Terdapat dua jenis anoa di
Sulawesi, yaitu Bubalus depressicornis (Anoa dataran rendah) dan Bubalus quarlesi
(Anoa dataran tinggi). Makanan anoa berupa buah-buahan, tunas daun, rumput,
pakis, dan lumut. Anoa bersifat soliter, walaupun pernah ditemui dalam kelompok.
Seperti umumnya sapi liar, Anoa dikenal agresif dan perilakunya sulit diramalkan.
Karena hanya makan tunas pohon dan buah-buahan yang tidak banyak mengandung
natrium, maka anoa harus melengkapi makanannya dengan mencari natrium ditempat
bergaram. Pada saat ini, populasi Anoa merosot tajam. Di cagar alam Tangkoko
Dua Saudara Bitung Sulawesi utara, jumlah Anoa menurun 90 % selama 15 tahun
dan jenis ini sudah mengalami kepunahan setempat (Whitten, et al. 1987; Kinnaird,
1997). Status Bubalus spp. Adalah “endangered” (genting) - EN C1+2a (IUCN,
2002). Kedua jenis anoa ini menghadapi resiko yang sangat tinggi untuk punah di
alam, sebab populasinya diduga tinggal kurang dari 2500 individu dewasa dan
populasi hewan ini terus menurun.

11
 Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii).

Jenis musang ini adalah karnivora kurang dikenal dan jarang ditemukan. Di
alam, umumnya hanya menemukan jejak kaki dan kotorannya (Kinnaird, 1997).
Status hewan ini adalah “vulnerable” (rentan) – VU A2c (IUCN, 2002). Kelompok
hewan ini beresiko tinggi untuk punah di alam, karena terjadi penurunan populasi
lebih dari 30 % dalam 10 tahun terakhir. Penurunan ini terjadi karena daerah
okupansinya berkurang.

 Kuskus beruang (Ailurops ursinus)

Kuskus tersebut hidup di habitat hutan dataran rendah. Kuskus tergolong


marsupilia, yaitu mamalia berkantung. Seperti kerabat dekatnya, Kanguru, kuskus
melahirkan anak yang kecil dan belum sepenuhnya berkembang. Karena itu sejak
kelahirannya, anak ini berada di kantung yang berlapis rambut halus di bagian perut
induknya. Setelah agak besar, anak Kuskus kadang terlihat naik dipunggung

12
induknya dengan ekor saling berjalinan. Sulawesi merupakan batas barat jangkauan
persebaran Kuskus. Kuskus beruang, memiliki panjang tubuh lebih dari satu meter,
termasuk mamalia terbesar yang hidup ditajuk atas hutan Sulawesi, aktifitas siang
hari, walaupun kuskus beruang juga beraktifitas pada malam hari. Kuskus kerdil
sebagai pemakan buah (frugivora) dan biologinya masih sedikit diketahui (Whitten,
et al., 1987; Kinnaird, 1997). Kedua jenis kus-kus ini menurut IUCN (2002),
termasuk dalam katagori „data deficient‟ – DD , yang berarti tidak cukup data untuk
menghitung resiko kepunahan berdasarkan data distribusi dan status populasinya.

 Yaki

Sulawesi merupakan habitat yang unik untuk kehidupan primata. Yaki,


monyet hitam berjambul (Macaca nigra), merupakan satu jenis yang bertubuh besar,
yang ditemukan di Sulawesi. Berat badan betina primata tersebut mencapai 11 kg.
Hewan ini dicirikan dengan moncong yang tampak mencolok karena tulang pipi
menonjol, rambut hitam mengkilap, dan terdapat bantalan kulit berwarna merah
muda pada pantatnya. Pada bagian kepala memiliki rambut panjang. Yaki hidup
berkelompok dengan jumlah 30–100 ekor. Dalam populasinya, jumlah betina
umumnya lebih banyak (empat kali jumlah jantan). Kawanan ini menghabiskan
hampir seluruh waktunya untuk berkeliaran mencari buah-buahan, yang merupakan
70 % menu makanannya. Untuk memenuhi kebutuhan protein, yaki makan serangga.
Yaki menyimpan makannya dalam kantung khusus di pipinya. Pada saat berjalan,
hewan ini kadang mengeluarkan simpanan makanan dari kantungnya, mengunyah,
menelan daging buah, dan membuang bijinya (Kinnaird, 1997). Status hewan ini
adalah “endangered” (genting) – EN A1acd (IUCN, 2002). Yaki menghadapi resiko
punah di alam yang sangat tinggi, karena terjadi penurunan populasi lebih dari 70 %
13
dalam sepuluh tahun terakhir. Hal ini terjadi karena penurunan jumlah dan kualitas
habitatnya serta perburuan liar.

 Tangkasi (Tarsius spektrum)

Tergolong mamalia paling kecil didunia, dengan bobot tubuh sekitar 100 g
pada usia dewasa, mata besar dibanding ukuran tubuhnya, telinga sensitive dan terus
bergerak, gigi tajam, dan kemampuan memutar kepala hampir 180 derajat. Hewan
ini nocturnal, dengan memiliki batas territorial, yang ditandai dengan urin.
Kekuasaan teritorial diumumkan setiap pagi dan sore oleh pejantan dan betina
dengan suara yang khas. Memiliki pohon tidur yang merupakan pusat kehidupan.
Rumpun bambu, jalinan tumbuhan merambat dan pohon yang berlobang digunakan
sebagai tempat tidur. Tangkasi adalah hewan pemakan serangga, dan setengah
waktu malamnya habis untuk mencari makan. Mereka menangkap mangsa dengan
meloncatinya dan menindihnya atau menggenggamnya dengan jari-jarinya yang
ramping panjang (Kinnaird, 1997). Status tangkasi saat ini adalah low risk - LR/nt
(IUCN, 2002). Pada saat ini, jenis ini masih banyak dijumpai di Sulawesi.

 Kupu-kupu (Insecta : Lepidoptera)


Kupu Raja

14
Dari kelompok seranggga, khususnya kupu dilaporkan bahwa Sulawesi
memiliki 560 jenis dan 42 % (235 jenis) diantaranya adalah endemik. Diantara jenis
kupu adalah kupu raja (Troides helena dan T. oblongomaculatus). Di pasar
internasional, kupu persilangan antara genus Troides dan Ornithoptera dapat
mencapai USD 1.150 (Soehartono dan Mardiastuti, 2002). Dari genus Troides, yang
perlu mendapat perhatian khusus adalah T. doherty (talaud black birdwing) yang
menurut katagori status IUCN 2002 sudah termasuk “vulnerable” (rentan) - VU
B1+2c -. Kupu yang warnanya paling gelap dari kelompok kupu bersayap burung ini
hanya hidup di daerah koastal kepulauan Sangihe dan Talaud (Sulawesi Utara) dan
terancam punah karena banyaknya aktifitas manusia. Masa depan kupu-kupu ini akan
menurun karena jenis ini sangat sulit beradaptasi dengan formasi vegetasi baru.

 Ikan (Pisces)

Fauna air tawar Sulawesi dikenal memiliki banyak ikan-ikan endemik.


Danau Poso, Danau Matano, dan Danau Towuti dikenal sebagai jantungnya Sulawesi
karena merupakan danau-danau terbesar di pulau ini dan menyimpan sejumlah jenis
endemik (MacKinnon, 1994). Sulawesi memiliki 69 jenis ikan air tawar dimana 52
jenis (77 %) adalah ikan endemik. Terdapat 2 jenis yang sudah terancam punah atau
sudah tidak ditemukan lagi yaitu Adrianichthys kruyty dan Xenopoecilus poptae
(Whitten et al., 1987; Kotelat, 1990; Soeroto, 1995). Beberapa jenis ikan yang telah
masuk dalam IUCN – Red List of Threatened Species tahun 2002, antara lain: A.
kruyty, X. poptae, X. oophoirus, X. sarasinorum, Oryzias marmoratus, O.
matanensis, O. nigrimas, O. ortognatus, O. profundicola, Dermogenys
megarrhampus, D. weberi, Nomorphampus celebensis, Paratherina cyanea, P.
labiosa, P. striata, P. wolterecki, Telmatherina abendanoni, T. celebensis, T.
lagidesi, Glossogobius intermedius, G. matanensis, Mugilogobius latifrons,
Stupidogobius flavipinnis, Tamanka sarasinorum, dan Weberogobius amadi.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Tingkat endemisitas fauna di Sulawesi sangat tinggi : ikan air tawar dengan 52 jenis
endemik (77 %), mamalia dengan 53 jenis endemik (60 %), serangga, khususnya
kupu-kupu memiliki 235 jenis endemik (42 %), Reptil: kadal 18 jenis endemik (39
%) dan ular 23 jenis endemik (35 %), Aves memiliki 96 jenis endemik (25 %), dan
Amphibi memiliki 14 jenis endemik.
2. Beberapa jenis fauna endemik Sulawesi berada dalam kondisi yang terancam punah,
diantaranya adalah Babirusa, Anoa, Musang, Tangkasi, Primata, Kuskus, kupu-kupu
hitam Talaud dan burung maleo, serta beberapa jenis ikan air tawar, terutama
Weberogobius amadi, Xenopoecilus oophorus, dan X. sarasinorum.
3. Adapun flora endemik yang ada di Sulawesi yaitu : Kayu Hitam & Strongylodon
Celebicus Huang
4. Sejarah alam yang sangat unik menyebabkan para ilmuwan dari berbagai bidang
sangat tertarik untuk mengadakan penelitian di Pulau ini.
5. Diperlukan upaya pelestarian hidupan liar yang terencana dan berkelanjutan yang
melibatkan semua unsur yang terlibat dalam pemanfaatannya.

3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu
kami membutuhkan saran/kritik dari pembaca agar kedepannya kami dapat memperbaiki
kesalahan kami.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anonim,30 Oktober 2003. Diakses pada tanggal 29 November 2021 :

https://www.rudyct.com/PPS702-ipb/07134/71034_15.htm

Anonim,10 Maret 2021. Diakses pada tanggal 29 November 2021:

https://imunitas.or.id/3602/yang-menarik-dari-kondisi-hutan-di-sulawesi/

17

Anda mungkin juga menyukai