Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kehidupan hewan sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan


dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan
keadaan daerah itu. Dengan kata lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis
hewan tanah disuatu daerah tergantung dari faktor lingkungannya, baik lingkungan
abiotik maupun lingkungan biotiknya. Dalam studi ekologi hewan, pengukuran
faktor lingkungan abiotik penting dilakukan karena besarnya pengaruh faktor
abiotik itu terhadap keberadaan dan kepadatan populasi kelompok hewan ini.
Dengan dilakukan pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan dapat
diketahui faktor besar yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan
populasi hewan yang diteliti (Wirakusumah, 2003 hal: 101).

Bekicot termasuk golongan hewan lunak (Mollusca) yang termasuk dalam


kelas gastropoda. Badannya lunak dan dilindungi oleh cangkang yang keras. Jenis
hewan ini tersebar di laut,air tawar,dan daratan yang lembab.Bekicot termasuk
keong darat yang pada umumnya mempunyai kebiasaan hidup ditempat lembab dan
aktif dimalam hari (nokturnal). Sifat nokturnal bukan sematamata ditentukan oleh
faktor gelap diwaktu malam tetapi ditentukan oleh faktor suhu dan kelembaban
lingkungannya (Rusyana, 2011). Menurut Integrated Taxonomic Information
system (Anonim, 2010) taksonomi bekicot adalah:

Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Stylommatophora
Famili : Achatinidae
Genus : Achatina
Spesies : Achatina fulica Achatina fulica
(Stokes, 2006)

Bekicot (Achatina fulica) merupakan hewan yang paling banyak ditemukan


diberbagai daerah di Indonesia, meskipun demikian hewan ini bukan spesies
pribumi Indonesia melainkan merupakan pendatang dari benua Afrika yang telah
menetap ± 50 tahun lamanya. Bekicot bersifat hermaprodit namun perkawinan tidak
dapat dilakukan oleh satu individu saja melainkan membutuhkan individu lain pada
proses kawinnya. Pada waktu kopulasi penis masing-masing individu yang
berwarna keputih-putihan dan lembab, akan masuk ke dalam lubang genital
individu pasangan kawinnya. Bekicot dikenal sebagai hewan nokturnal dan
herbivora, karena kebiasaan makannya itu, sehingga bekicot digolongkan dalam
sebagai kelompok hewan yang berpotensi sebagai hama bagi kebun sayuran dan
bunga-bungaan. Bekicot termasuk dalam golongan hewan lunak dan biasanya
disebut Molusca. Anggota bekicot ini sangat banyak hidup di bebagai alam (darat,
air tawar, air payau dan di laut) misalnya cumi-cumi, gurita dan kerang-kerangan.
Bekicot termasuk ke dalam kelas Gastropoda atau berkaki perut. Di Indonesia
dikenal ada dua jenis (spesies) bekicot yaitu Achatina fulicad dan Achatina
fariegata. Secara garis besar tubuh bekicot terdiri atas dua bagian yaitu cangkang
bekicot; berfungsi sebagai alat untuk melindungi tubuhnya dari mangsanya.
Cangkang bekicot dewasa dapat mencapai 7,5 – 11,5 cm diukur dari ujung
cangkang sampai kedasar cangkang. Achatina fulica mempunyai cangkang
bergaris-garis semar, ramping dan runcing, sedangkan Achatina fariegata memiliki
cangkang bergaris tebal, lebih gemuk, dan membulat, dan badan bekicot; yang
sederhana terdiri atas kepala dan perut (Alauddin, 2015). Spesies ini dapat hidup di
daerah pertanian, wilayah pesisir, dan lahan basah, hutan alami, semak belukar, dan
daerah perkotaan. Bekicot dapat hidup secara liar di hutan maupun di perkebunan
atau tempat budidaya. Untuk bertahan hidup, bekicot perlu temperatur di atas titik
beku sepanjang tahun dan kelembaban yang tinggi di sepanjang tahun. Pada musim
kemarau, bekicot menjadi tidak aktif atau dorman untuk menghindari sinar
matahari. Bekicot (Achatina Fulica) tetap aktif pada suhu 9°C hingga 29°C,
bertahan pada suhu 2°C dengan cara hibernasi, dan pada suhu 30°C dengan keadaan
dorman (Dewi, 2010). Faktor yang berpengaruh dalam interaksi populasi adalah
faktor biotik lingkungan yang pada dasarnya bersifat acak tidak langsung terkait
dengan perubahan komunitas, terutama faktor iklim dan curah hujan. Banyak data
mengarahkan perubahan acak iklim itulah yang pertama-tama menentukan
kerapatan populasi. Perubahan yang cocok dapat meningkatkan kerapatan populasi,
sebaliknya poipulasi dapat mati kalau tidak cocok. Pada dasarnya pengaruh yang
baru diuraikan berlaku bagi kebanyakan organisme tetapi pengaruh yang
sebenarnya malah dapat memicu perubahan mendasar sampai kepada variasai.
Persaingan dalam komunitas dalam artian yang luas persaingan ditunjukan pada
interaksi antara dua organisme yang memperebutkan sesuatu yang sama.
Persaingan ini dapat terjadi antara indifidu yang sejenis ataupun antara indifidu
yang berbeda jenis. Persaingan yang terjadi antara individu yang sejenis disebut
dengan persaingan intraspesifik sedangkan persaingan yang terjadi antara individu
yang berbeda jenisnya disebut sebagai persaingan interspesifik (Alauddin, 2015).

Populasi adalah kumpulan individu sejenis yang berada dalam waktu dan tempat
tertentu serta saling berineteraksi. Metode estimasi populasi hewan pada populasi
tertutup, yaitu metode Capture Mark Release Recapture (CMRR)

a. Metode Licoln-Petersen yakni metode dengan satu kali penandaan dan satu
kali penangkapan ulang
b. Metode Schumacher Eschmeyer yaitu perkembangan dari metode Schnabel,
kelebihannya selain untuk estimasi populasi juga dapat mengetahui umur
dan distribusinya
c. Metode Schnabel adalah metode penangkapan dan pelepasan yang lebih
dari dua kali.
DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin, Kusnady. 2015. Aktivitas dan Jarak Edar Achatina Fulica. Makassar :
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Samata-Gowa.

Sambas, Wirahadikusumah. 2003. Dasar-Dasar Ekologi. Jakarta.

Rusyana, Adun. 2011. Zoology Invertebrata, Ciamis: ALFABETA.

Ratnasari, Dewi. 2010. Achatina fulica. Diakses dari:


http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/10676/6.BAB%20
II.pdf?sequence=6&isAllowed=y

Stokes, Heather. 2006. Introduced Species Summary Project Giant (East) African
Snail (Achatina fulica). Diakses dari:
http://www.columbia.edu/itc/cerc/danoff-
burg/invasion_bio/inv_spp_summ/Achatina_fulica.htm

Anda mungkin juga menyukai