Anda di halaman 1dari 6

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bagan Tancap (lift net)


2.1.1 Pengertian Bagan Secara Umum

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang memiliki


perairan laut seluas 5,8 juta km2 dengan panjang pantainya mencapai 95,181 km.
Di sepanjang pantai tersebut terdapat berbagai jenis alat penangkapan ikan yang
dioperasikan oleh nelayan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada di
perairan tersebut. Salah satu jenis alat tangkap yang umum digunakan oleh
nelayan Indonesia dari Sabang sampai Marauke dan dari Pulau Miangas sampai
Pulau Rote adalah jenis bagan (Sudirman dan Natsir, 2011).

Bagan yang menggunakan cahaya sebagai alat bantu berkembang terus


dan dapat diklasifikasikan mulai dari bagan tancap dan bagan apung. Bagan apung
dapat dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu bagan rakit dan bagan perahu (Sudirman
dan Natsir, 2011).

Menurut klasifikasi Statistik Perikanan Indonesia, bagan termasuk


kategori jaring angkat. Jaring angkat ini terdiri dari beberapa jenis yaitu bagan
perahu, bagan tancap, serok, dan jaring angkat lainnya. Vont Brant (1985)
mengklasifikasikan bagan ke dalam kelompok lift net. Klasifikasi menurut Balai
Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BPPI) (2007), Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap, bagan termasuk ke dalam golongan jaring angkat, yang
terdiri dari beberapa jenis yaitu, jaring angkat menetap anco (tanpa kapal dan
bagan tancap), jaring angkat tidak menetap (Bagan Rakit, Bagan Perahu, Anco
Berkapal (Bouke Ami) ) dan jaring angkat lainnya.

2.1.2 Konstruksi Bagan Tancap


Penerimaan masyarakat terhadap alat tangkap bagan tancap terbagi atas 2
pendapat. Bagi yang berkepentingan dengan pelayaran maka bagan tancap
dianggap mengganggu keberadaan bagan tancap yang beroperasi di perairan.
Sebaiknya para nelayan yang berdomisili di wilayah pesisir, keberadaan bagan
tancap tersebut sangat bermanfaat (Sudirman dan Natsir, 2011)
5

Bagan tancap merupakan rangkaian atau susunan bambu berbentuk


persegi empat yang ditancapkan sehingga berdiri kokoh diatas perairan, dimana
pada tengah dari bangunan tersebut dipasang jaring. Bagan tancap ditancapkan ke
dasar perairan, yang berarti kedalaman laut tempat beroperasinya alat ini menjadi
sangat terbatas yaitu pada perairan dangkal (Sudirman dan Mallawa, 2004).
Pada dasarnya alat ini terdiri dari bangunan bagan yang terbuat dari
bambu, jaring yang berbentuk segi empat yang diikatkan pada bingkai yang
terbuat dari bambu. Pada keempat sisinya terdapat bambu-bambu menyilang dan
melintang yang dimaksudkan untuk memperkuat berdirinya bagan. Diatas
bangunan bagan di bagian tengah terdapat bangunan rumah yang berfungsi
sebagai tempat istirahat, pelindung lampu dari hujan dan tempat untuk melihat
ikan. Diatas bangunan ini terdapat roller yang terbuat dari bambu yang berfungsi
untuk menarik jarring. Umumnya alat tangkap ini berukuran 9x9 m sedangkan
tinggi dari dasar perairan rata-rata 8 m. Jaring yang biasa digunakan pada alat
tangkap ini adalah jaring yang terbuat dari waring dengan mesh size 0,4 cm.
Posisi jaring dari bagan ini terletak dibagian bawah dari bangunan bagan yang
diikatkan pada bingkai bambu yang berbentuk segi empat. Bingkai bambu
tersebut dihubungkan dengan tali pada ke empat sisinya yang berfungsi untuk
menarik jaring. Pada ke empat sisi jaring ini diberi pemberat yang berfungsi untuk
memberikan posisi jaring yang baik selama dalam air. Ukuran jaring biasanya
satu meter lebih kecil dari ukuran bangunan bagan (Sudirman dan Mallawa,
2004).

2.1.3Teknik Operasi Penangkapan Bagan Tancap

Proses penangkapan pada bagan tancap sangat sederhana. Ketika malam


mulai gelap, jaring mulai diturunkan. Seiring dengan penurunan jaring, lampu
penarik perhatian ikan mulai dinyalakan. Selang waktu 2-3 jam, jaring ditarik
dengan menggunakan roller. Waktu yang dibutuhkan untuk penarikan hanya 10
menit. Setelah itu ikan diangkat ke atas bagan. Selanjutnya jaring kembali
diturunkan untuk menunggu operasi selanjutnya. Dalam semalam pengangkatan
jaring dilakukan 4-5 kali (Sudirman dan Natsir, 2011).
6

Pada saat nelayan tiba di bagan maka yang pertama dilakukan adalah
menurunkan jaring dan memasang lampu yaitu pada bulan gelap. Setelah
beberapa jam kemudian (sekitar 4 jam) atau dianggap sudah banyak ikan yang
terkumpul di bawah bagan maka penarikan jaring mulai dilakukan. Penarikan
dilakukan dengan memutar roller, sehingga jaring akan terangkat ke atas. Setelah
jaring terangkat maka pengambilan hasil tangkapan dilakukan dengan
menggunakan scoop net. Dalam satu malam operasi penangkapan bisa dilakukan
sampai tiga kali tergantung umur bulan (Sudirman dan Mallawa, 2004).

2.1.4 Daerah Penangkapan Ikan

Pada umumnya daerah pengoprasian alat tangkap bagan adalah perairan


yang subur, selalu tenang, tidak banyak dipengaruhi oleh adanya gelombang
besar, angina kencang dan arus yang kuat. perairan yang dimaksud umumnya
terdapat di perairan teluk (Subani, 1970).

Sasmita (1997) menyatakan bahwa daerah operasi penangkapan ikan


dengan menggunakan alat tangkap bagan umumnya di perairan dekat pulau dan
teluk, serta di perairan yang tenang. nelayan tidak melakukan usaha penangkapan
ikan di perairan dengan arus yang kuat.

2.1.5 Hasil Tangkapan Bagan Tancap

Hasil tangkapan bagan pada umumnya adalah ikan pelagis kecil seperti
ikan tembang (Cluepa sp), teri (Stolehorus sp), japuh (Dussumierea sp), selar
(Choranx sp), pepetek (Leiognathus sp), kerot-kerot (Therapon sp), cumi-cumi
(Loligos sp), sotong (Sepia sp), layur (Trichiulus savala) (Trichiulus sp), dan ikan
kembung (Rastrellinger sp) (Subani, 1972).

2.2 Pemanggil Ikan Berbasis Gelombang Bunyi


2.2.1 Bunyi

Bunyi ialah suatu gelombang mekanis bujur (longitudinal) yang merambat


melalui udara, air, dan perantara bermateri lainnya. Sedangkan gelombang
mekanis bujur yaitu suatu gelombang dengan titik - titik perantara bergerak sejajar
dengan arah perambatan gelombang (Alan H, 1994). Suara merupakan salah satu
7

faktor terpenting bagi hewan tingkat tinggi yang mempunyai organ - organ
terspesialisasi untuk menghasilkan dan mengamati gelombang-gelombang
tersebut. Dengan menggunakan gelombang bunyi, hewan hewan tersebut mampu
berkomunikasi satu dengan yang lainnya dan untuk memperoleh informasi
tentang lingkungannya termasuk yang hidup dalam air sebagai media komunikasi
diantara individu. (Alan H, 1994).

Ada beberapa jenis ikan yang menjadikan suara sebagai alat komunikasi
dari lingkungan sekitar dan dengan individu yang lain. Fungsi suara erat
kaitannya dengan organ pendengaran yang dapat merespon suara dari luar, baik
yang mendekati sumber maupun yang menjauhi sumber. Ikan yang mendekati
sumber suara dikategorikan acoustictaksis positive, sedangkan bagi ikan yang
menjauhi sumber suara dikategorikan acoustictaksis negative. Bagi beberapa ikan
menjadikan media terbaik untuk komunikasi bawah air adalah suara, gelombang
suara dalam kaitannya sebagai alat komunikasi ikan memiliki beberapa
keunggulan, antara lain dapat merambat hingga jarak yang cukup jauh tanpa
dipengaruhi oleh keberadaan terumbu karang atau batu karang. Gelombang suara
juga tidak dipengaruhi oleh kecerahan perairan sehingga species ikan tertentu
mampu berkomunikasi dengan menggunakan suara dalam keadaan gelap
(Tavolga, 1971), mudah untuk dihasilkan dan komposisi suara dapat
menyampaikan informasi yang berguna dari pengirim kepada penerima.

2.2.2 Alat Pemanggil Ikan

Alat pemanggil ikan di Indonesia sudah mulai diteliti dan dikembangkan


oleh pemerintah maupun swasta. Alat pemanggil ikan berbasis gelombang bunyi
ini merupakan alat yang dirancang sedemikan rupa untuk menarik dan
mengumpulkan ikan. Bunyi adalah salah satu faktor penting bagi hewan yang
mempunyai organ khusus untuk menghasilkan dan mengamati gelombang bunyi
seperti ikan. Dengan menggunakan gelombang bunyi, ikan mampu berkomunikasi
satu dengan yang lainnya dan mendapatkan informasi dari lingkungannya dalam
air sebagai media komunikasi. Ikan yang mendekati sumber suara dikategorikan
sebagai ikan acoustictaksis positive. Saat ini perkembangan alat elektronik
dibidang penangkapan semakin berkembang. Salah satunya adalah alat pemanggil
8

ikan yang telah dikembangkan sebagai alat bantu dalam operasi penangkapan ikan
dengan menggunakan alat tangkap purseine, bagan, pancing dan bubu.

Prinsip kerja alat pemanggil ikan “Pikat” adalah meniru suara kumpulan
ikan dan umpannya. Alat ini terdiri dari dua komponen besar yaitu speaker bawah
air dan alat elektronik yang diletakkan di atas perahu. Untuk mengoperasikan
sebaiknya menggunakan dua perahu, 1 perahu dalam keadaan mesin mati dengan
alat “Pikat” yang dicelupkan di permukaan air, satu lagi perahu dengan mesin
menyala untuk menjaring ikan di sekitar perahu yang terdapat alat “Pikat”
(Suryadhi. 2017).

Menurut Stevens (1981) kisaran frekuensi ikan rata-rata di bawah 100 Hz.
Namun tidak menutup kemungkinan ada beberapa spesies ikan yang mampu
merespon frekuensi sampai dengan 5 KHz. Menurut Tujaya (1999), kisaran
frekuensi respon dari sistem gurat sisi berada pada kisaran yang lebih rendah dari
tekanan gelombang suara dan spektrum. Output nilai rangsangan dari organ
neuromast berkisar antara 100 – 200 Hz, tergantung spesiesnya.

Informasi yang dibawa dari sinyal-sinyal suara menjelaskan mengenai


keadaan bahaya yang mengancam, keadaan agresif untuk menakuti musuh, atau
panggilan peminangan (Pratt, 1975). Suara juga dihasilkan dari dampak tingkah
laku lainnya seperti saat makan, bergerak, menghindari musuh, dan reproduksi
(seksualitas dan fase pembesaran) (Popper dan Plat, 1993). Ikan dapat merespon
secara sensitif suara-suara yang bersifat infrasonic, sonic, maupun ultrasonic
(Nikolsky, 1963). Setiap species ikan memiliki perbedaan dalam hal frekuensi
suara, amplitude, durasi, banyak pulsa tiap sinyal, dan jumlah rataan ulangan
pulsa yang dipancarkan (Popper dan Plat, 1993). Rata-rata frekuensi pendengaran
ikan pada fekuensi 100 s/d 1000 Hz.

Dari hasil penelitian Rosana N dan Suryadi, 2017 alat pemanggil ikan yang
berbasis gelomang bunyi ini dapat di pasangkan pada jaring insang atau alat
tangkap lainnya yang berbasis jaring (net).
9

2.3 Atraktor Lampu

Alat pemanggil ikan yang biasa nelayan setempat gunakan yaitu lampu
jenis lampu hemat energi menyerupai lampu pijar yang sebenarnya pada dasarnya
adalah lampu tabung tabung flourescent yang digabungkan menjadi satu
rangkaian. Lampu tabung flouresen terdiri dari gelas kaca dimana dinding bagian
dalam dilapisi dengan serbuk phosphor yang pada dasarnya merupakan material
semikonduktor dengan tambahan zat pengaktif lain untuk mengubah radiasi
ultraviolet menjadi cahaya tampak (Andrizal, 2001). Salah satu contoh lampu
CFL dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Contoh Lampu Flourescent


(Sumber: http://servicelampujogja.blogspot.co.id/2012/10/penawaran-service-
lampu-hemat-energi.html?m=1)
Jenis lampu ini yang selama ini digunakan oleh nelayan bagan tancap di
perairan delegan. Lampu disini berfungsi sebagai atraktor pengumpul ikan di
bagian jaring, agar ketika ikan sudah berkumpul jaring ditarik secara vertikal.

Anda mungkin juga menyukai