Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wilayah kedaulatan Indonesia membentang luas di daerah khatulistiwa
dari 94˚ sampai 141˚ BT dan 6˚ LU sampai 11˚ LS. Indonesia merupakan negara
kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil serta memiliki garis
pantai 81.000 km yang merupakan garis pantai terpanjang ke dua di dunia.
Wilayah laut Indonesia mencakup 12 mil dari garis pantai, selain itu Indonesia
memiliki wilayah yuridiksi nasional yang meliputi Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) sejauh 200 mil dan landas kontinen sampai 350 mil dari garis pantai
(Dahuri, 2001).
Tidak bisa dipungkiri dalam kehidupan sehari-hari, nelayan tradisional
lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri. Dalam arti hasil tangkapan
yang dijual lebih banyak dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-
hari, khususnya pangan, dan bukan diinvestasikan kembali untuk pengembangan
skala besar. Alat tangkap bagan merupakan salah satu alat tangkap yang banyak
digunakan oleh nelayan di perairan delegan sebagai salah satu sumber mata
pencariannya.
Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang digunakan nelayan di
tanah air untuk menangkap ikan pelagis kecil, Pertama kali diperkenalkan oleh
nelayan Bugis-Makassar sekitar tahun 1950-an. Selanjutnya dalam waktu relatif
singkat alat tangkap tersebut sudah dikenal di seluruh Indonesia. Bagan dalam
perkembangannya telah banyak mengalami perubahan baik bentuk maupun
ukuran yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan daerah
penangkapannya. Berdasarkan cara pengoperasiannya, bagan dikelompokkan
dalam jaring angkat (liftnet), namun karena menggunakan cahaya lampu untuk
mengumpulkan ikan maka disebut juga light fishing (Subani dan Barus, 1989).
Bagan tancap merupakan bagan yang dipasang secara menetap di perairan,
terdiri dari rangkaian bambu yang dipasang secara membujur dan melintang.
Bambu merupakan komponen utama dari bangunan bagan tancap. Bahan tersebut
mudah diperoleh nelayan dan harganya pun tergolong murah. Jumlah bambu yang
digunakan semakin banyak karena bambu tersebut harus disambung. Secara
2

umum jumlah bambu bervariasi antara 135-200 batang. Bambu tersebut


merupakan komponen utama dalam menopang berdirinya alat tangkap bagan
tancap di perairan (Sudirman dan Natsir, 2011).
Hasil tangkapan dari bagan tancap sasaran utamanya adalah ikan pelagis
kecil dan ikan-ikan yang mempunyai sifat fototaksis positif yaitu ikan teri
(Stolephorus sp), dan avertebrata yaitu cumi-cumi (Loligo sp). Namun tidak
jarang bagan tancap juga sering menangkap hasil sampingan seperti layur
(Trichulus savala), tambang (Sardinella fimbriata), pepetek (Leiognathus sp),
kembung (Rastrelliger sp), layang (Decapterus sp), dan lain-lain (Subani dan
Barus, 1989).
Nelayan bagan di perairan Delegan memakai tubular lamp jenis compact
flourescent lamp (CFL) dengan sumber listrik berasal dari generator berbahan
bakar bensin. Lampu yang digunakan beragam ukurannya mulai dari 24 watt
sampai 85 watt (Syafrie, 2012). Penggunaan lampu CFL tergolong mahal karena
ukuran watt yang dipakai terlalu tinggi. Lampu dengan daya yang tinggi tentunya
memerlukan energi yang besar sehingga biaya operasional akan meningkat.
Jumlah yang digunakan cukup banyak berkisar antara 4-8 lampu setiap satu kali
operasi penangkapan sehingga menambah daya yang dibutuhkan untuk
menyalakan lampu tersebut. Selain itu, karakteristik lampu ini mudah rusak jika
sering dihidupkan dan dinyalakan (Diela, 2013). Oleh karena itu, peneliti dalam
hal ini ingin membandingkan dengan alat bantu pemanggil ikan lain yang berbasis
gelombang bunyi untuk menarik ikan kemudian menganalisa komposisi hasil
tangkapan diantara keduanya yaitu pemakaian lampu dan gelombang bunyi.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Mengetahui komposisi hasil tangkapan bagan tancap dengan menggunakan
alat pemanggil ikan berbasis gelombang bunyi pada malam hari.
2. Mengetahui komposisi hasil tangkapan bagan tancap yang menggunakan
lampu CFL pada malam hari.
3. Membandingkan jumlah hasil tangkapan bagan tancap yang menggunakan
lampu CFL dan menggunakan alat pemanggil ikan berbasis gelombang pada
malam hari.
3

Adapun manfaat dari penelititan ini adalah sebagai bahan informasi bagi
masyarakat khususnya nelayan agar mereka dapat mengetahui alat bantu
pemanggil ikan bagan tancap yang lebih efektif untuk memperoleh hasil
tangkapan dalam pengoperasian bagan tancap.

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana komposisi hasil tangkapan bagan tancap dengan menggunakan alat
pemanggil ikan berbasis gelombang bunyi pada malam hari.
2. Bagaimana komposisi hasil tangkapan bagan tancap yang menggunakan
lampu CFL pada malam hari.
3. Bagaimana perbandingan hasil tangkapan bagan tancap menggunakan alat
pemanggil ikan berbasis gelombang bunyi dengan lampu CFL pada malam
hari.

1.4 Hipotesa
H0 = Tidak ada perbedaan jumlah hasil tangkapan menggunakan alat pemanggil
ikan berbasis gelombang bunyi dan lampu CFL pada malam hari.
H1 = Ada perbedaan jumlah hasil tangkapan menggunakan alat pemanggil ikan
berbasis gelombang bunyi dan lampu CFL pada malam hari.

1.5 Batasan Masalah

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini dan juga
pendalaman tentang materi penelitian yang banyak untuk bisa dijadikan sebagai
objek penelitian pada alat tangkap bagan tancap, maka peneliti membatasi
permasalahan tersebut. Peneliti menetapkan perlakuan alat pemanggil ikan yang
digunakan yaitu lampu jenis CFL dan alat pemanggil ikan berbasis gelombang
bunyi dengan batas frekuensi antara 500Hz sampai 1000Hz yang digunakan pada
bagan tancap yang sama, kemudian dibandingkan komposisi hasil tangkapannya
sebagai objek utama penelitian.

Anda mungkin juga menyukai