Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Flores Timur sebagai salah satu kabupaten perikanan terbesar di Nusa Tenggara

Timur memiliki potensi sumberdaya perikanan ekonomis yang menjanjikan disepanjang perairan

Kabupaten Flores Timur. Pada tahun 2015 hasil produksi perikanan tangkap di Flores Timur

mencapai 14 276 Ton (BPS, 2016) dan menjadi salah satu Kabupaten yang memiliki produksi

hasil perikanan terbesar di NTT.

Masyarakat Nelayan di Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur pada umumnya

merupakan nelayan penangkapan dengan jumlah rumah tangga nelayan perikanan tangkap paling

banyak dengan jumlah 513 (BPS, 2016). Menurut Fargomeli (2014) masyarakat nelayan

merupakan salah satu bagian masyarakat Indonesia yang hidup dengan mengelola potensi

sumberdaya perikanan. Masyarakat yang bekerja sebagai nelayan biasanya berasal dari wilayah

pesisir (Hartono, 2016). Nelayan di Kecamatan Larantuka pada umumnya menggunakan

transportasi seperti perahu atau kapal ikan dan mengoperasikan alat tangkap skala kecil hingga

besar dalam upaya penangkapan ikan. Upaya penangkapan ikan adalah seluruh kemampuan yang

dikerahkan oleh berbagai jenis unit penangkapan ikan yang tergabung sebagai suatu armada

penangkapan ikan untuk memperoleh hasil tangkapan (Nelwan.,dkk, 2010). Pendapatan nelayan

pada dasarnya sangat bergantung pada hasil tangkapan melaut (Widodo 2009).

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kecamatan Larantuka terdiri dari Pole and

Line, Purse Seine, Hand Line, Gillnet, dan Bagan Perahu. Umumnya alat tangkap yang
digunakan oleh nelayan Larantuka masih bersifat manual dalam pengoperasiannya. Menurut

Minggo et al. (2017) pekerjaan yang dilakukan secara manual akan sangat menguras tenaga dan

pikiran, sedangkan menurut Karlos et al. (2014) dalam melakukan aktivitas yang memerlukan

tenaga dan pikiran akan sangat mempengaruhi tingkat kelelahan sehingga akan berdampak pada

kecelakaan kerja. Salah satu contoh alat tangkap yang dioperasikan secata manual adalah alat

tangkap bagan perahu. Alat tangkap bagan perahu merupakan alat tangkap yang dioperasikan

pada malam hari dengan menggunakan cahaya lampu sebagai alat bantu untuk teknologi

penangkapan ikan (Nelwan,.dkk 2015). Dilihat dari kontuksi dan teknik pengoperasiannya, alat

tangkap bagan apung merupakan salah satu alat tangkap yang memiliki peluang kecelakaan kerja

di atas kapal yang cukup tinggi. Alat tangkap tersebut memiliki kontruksi menggunakan bambu

sebagai tempat pengoperasian alat tangkap disisi kiri dan kanan perahu. Jarak antara setiap

bambu mencapai 1 meter sehingga berpeluang pada kecelakaan kerja pada saat melakukan

aktivitas di atas kapal. Sedangkan dari cara pengoperasiannya, menggunakan roller yang

berfungsi untuk mengangkat dan menurunkan jaring secara manual sehingga akan berpengaruh

pada tingkat kelelahan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian terhadap

tingkat keselamatan kerja nelayan pada aktivitas perikanan bagan perahu di Kecamatan

Larantuka. Kabupaten Flores Timur

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung intensitas kerja nelayan dalam

pengoperasian bagan perahu yang berpotensi untuk menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja di

laut.
1.4 Manfaat

Adapun kegunaan dari penelitian ini yaitu

1. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang keselamatan kerja nelayan.

2. Memberikan informasi kepada semua pihak terkait tentang keselamatan kerja di

Kabupaten Kabupaten Flores Timur

3. Sebagai dasar bagi penelitian lanjutan di bidang keselamatan kerja.


BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi Bagan Perahu

Bagan perahu (Boat Lift Nets) adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan yang

termasuk dalam klasifikasi jaring angkat (Lift net) dari jenis bagan yang digunakan nelayan

untuk menangkap ikan pelagis kecil (Subani dan barus 1989). Bagan perahu mempunyai bentuk

yang lebih ringan dan sederhana dan dapat dirakit menggunakan satu atau dua perahu. Namun

Bagan perahu yang sering digunakan hanya menggunakan rakitan satu perahu.

2.2 Konstruksi Alat Tangkap Bagan Perahu

Konstruksi bagan perahu di bentuk dari bambu, jaring bagan serta perahu bermotor yang

sekaligus sebagai alat transportasi di laut. Bagan perahu memiliki beberapa bagian diantaranya

bagan yang terbuat dari bambu berbentuk empat persegi panjang yang menyatu dengan perahu

yang di tempatkan diatas secara melintang, perahu sebagai bagian utama dalam meletakkan

bagan, jaring bagan yang terletak dibawah perahu berukuran persegi sama sisi. Ukuran alat

tangkap bagan beragam mulai dari 13 x 2,5 x 1,2 m hingga 29 x 29 x 17 m (Subani dan barus

1989).

Ukuran mata jaring pada jaring bagan umumya memiliki diameter sekitar 0,5 cm. Ukuran

mata jaring ini sangat menentukan hasil dari tangkapan ikan target. (Sudirman, 2003) diacu

dalam Takril 2005).

Alat tangkap bagan perahu merupakan alat tangkap yang berbentuk persegi empat yang

memiliki panjang dan lebar yang sama. Konstruksi alat tangkap bagan perahu ini terdiri dari

jaring, bambu, pipa besi, tali temali, lampu dan kapal bermesin. Bagian jaring dari bagan ini
terbuat dari bahan waring yang dibentuk menjadi kantong. Bagian kantong terdiri dari lembaran-

lembaran waring yang dirangkai atau dijahit sedemikian rupa sehingga dapat membentuk

kantong berbentung bujur sangkar yang dikarenakan adanya kerangka yang dibentuk oleh bambu

dan pipa besi (Sudirman & Mallawa, 2004).

2.3 Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan

2.3.1 Kapal

Perahu yang digunakan adalah perahu bermotor yang berfungsi untuk menopang bagan dan

rumah bagan sekaligus berfungsi sebagai alat transportasi nelayan dalam mengoprasikan bagan

perahu. Perahu yang digunakan terbuat dari kayu yang mempunyai ukuran beragam tergantung

dari ukuran bagan.

2.3.2 Nelayan

Jumlah nelayan yang mengoperasikan bagan perahu hanyut sekitar 4 – 6 orag yang mempunyai

tugas berbeda-beda. Ada yang bertugas sebagai pengangkat jaring, nahkoda dan teknisi ( Takril,

2005).

2.3.3 Alat Bantu

Alat bantu yang sering digunakan dalam pengoprasian bagan perahu adalah atraktor cahaya (ligh

fishing), berfungsi untuk merangsang atau menarik perhatian ikan untuk berkumpul dibawah

cahaya lampu. Roller yang berfungsi untuk pengangkatan jaring bagan (Ayodyoa 1981). Selain

itu alat bantu lain yang digunakan adalah serok, basket, dan lampu,. Serok digunakan untuk

mengambil ihasil tangkapan, basket digunakan untuk mengangkut atau memasukkan ikan

kedalam palkah, Lampu merupakan sumber cahaya yang digunakan untuk memikat ikan – ikan

agar berkumpul disekitar bagan perahu. (Takril 2005).

2.4. Metode Pengoperasian Alat Tangkap


Pengoperasian alat tangkap bagan perahu pada umumnya di operasikan pada waktu petang

ketika matahari tenggelam. Secara garis besar Langkah-langkah dalam pengoperasian bagan

perahu hanyut adalah penurunan jaring bagan kedalam perairan, Pemasangan lampu, dan

penarikan jaring bagan keatas kapal. Hasil tangkapan di angkat dengan bantuan serok (Subani

dan barus 1989). Pengoperasian tersebut menggunakan atraktor cahaya sehingga alat ini tidaklah

efisien apabila digunakan pada saat bulan purnama.

2.5 Tahapan-tahapan Dalam Pengoprasian Bagan perahu

2.5.1 Persiapan menuju fishing ground

Persiapan menuju fishing ground biasanya terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan

persiapan terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pengoprasian bagan. Pemeriksaan dan

perbaikan terutama dilakukan terhadap lampu dan mesin kapal. Persiapan lainya adalah

kebutuhan perbekalan oprasi penangkapan seperti air tawar, solar, minyak tanah, garam, dan

bahan makanan (Takril 2005).

2.5.2 Pengumpulan ikan

Ketika tiba dilokasi fishing ground dan hari mulai menjelang malam, maka lampu segera

dinyalakan hingga tiba saatnya ikan tersebut terlihat berkumpul dilokasi bagan (Takril 2005)

2.5.3 Setting

Setelah menunggu beberapa jam dan ikan mulai terlihat berkumpul dilokasi

penangkapan, maka jaring tersebut diturunkan ke perairan. Jaring biasanya diturunkan secara

perlahan-lahan dengan memutar roller. Penurunan jaring beserta tali penggantung dilakukan

hingga jaring mencapai kedalaman yang diinginkan dan proses setting tidak membutuhkan

waktu begitu lama (Takril 2005).


2.5.4 Perendaman jaring

Selama jaring berada dalam air, nelayan melakukan pengamatan terhadap keberadaan

ikan di sekitar kapal untuk memperkirakan jaring akan diangkat (Takril 2005).

2.4.5 Pengangkatan jaring

Pengangkatan jaring dilakukan setelah kawanan ikan terlihat berkumpul dilokasi

penangkapan. Kegiatan ini diawali dengan pemadaman lampu secara bertahap, hal ini

dimaksudkan agar ikan tersebut tidak terkejut dan tetap terkonsentrasi pada bagian perahu di

sekitar lampu yang masih menyala. Ketika ikan sudah berkumpul di tengah-tengah jaring, jaring

tersebut mulai ditarik ke permukaan, hingga akhirnya ikan tersebut akan tertangkap oleh jaring

(Takril 2005).

2.5.6 Brailing

Setelah jaring naik ke atas permukaan air, maka tali penggantung pada ujung dan bagian

tengah rangka dilepas dan dibawa ke satu sisi kepal, tali kemudian dilewatkan pada bagian

bawah beserta jaringanya. Tali pemberat ditarik ke atas agar mempermudah penarikan jaring dan

lampu dihidupkan lagi. Jaring kemudian ditarik sedikit demi sedikti dari salah satu sisi kapal ke

atas kapal hasil tangkaan yang telah terkumpul diangkat ke atas dek kapal dengan menggunakan

serok (Takril 2005).

2.5.7 Penyortiran ikan

Setelah ikan diangkat di atas dek kapal, dilakukan penyortiran ikan. Penyortiran ini

biasanya dilakuakan berdasarkan jenis ikan tangkapan, berdasarkan ukuran, dan lain-lain. Ikan

yang telah disortir, langsung dimasukkan ke dalam wadah atau peti, untuk memudahkan

pengangkutan (Takril 2005).

2.6 Daerah Pengoprasian


Bagan perahu hanyut dioperasikan di daerah perairan dalam, dioprasikan di daerah

pelagis (dasar perairan). Alat tangkap ini dioprasikan sampai kedalaman dasar . Bagan perahu

sudah tidak asing lagi di tempat-tempat penangkapan ikan seperti di Polewali, Teluk Semaka

Kotaagung Lampung, Teluk Lampasing Lampung, Karawang, Banten dan lain-lian (Takril

2005).

2.7 Hasil Tangkapan

Jenis-jenis hasil tangkapan bagan perahu adalah ikan-ikan jenis predator seperti layur

(Trichulus savala), tenggiri (Scomberomerus commersoni). Jenis ikan yang dominan tertangkap

oleh bagan perahu adalah ikan teri (Stolephorus spp), tambang (Sardinella fimriata), pepetek

(Leiognathus sp), selar (Selaroides sp), kembung (Rastrelliger spp), cumi-cumi (Loligo spp),

layang (Decapterus spp), balida (Notopterus spp), Cakalang (Katsuonus pelamis) dan lain-lain

(Takril 2005).

2.8 Pengertian Intensitas

Intensitas merupakan tingkat semangat seseorang dalam melakukan suatu kegiatan tertentu yang

di dasarkan rasa senang terhadap kegiatan yang dilakukan (Yuniar & Nurwidawati, 2013).

2.9 Nelayan

Nelayan adalah mereka yang mempunyai mata pecaharian hidup dengan memanfaatkan

sumber daya laut seperti ikan dan biota laut lainnya yang mengandung nilai ekonomis yang dapat

dikonsumsi dan dipasarkan baik secara terus menerus maupun secara musiman, dengan

menggunakan sarana seperti perahu dan alat-alat tangkap lainnya (Lampe 1989 : 1). Menurut

Sastrawidjaya, 2002 Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut.

DiIndonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut.
Komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bermata pencaharian hasillaut dan tinggal di

desa-desa atau pesisir. Ciri komunitasnelayan dapat dilihat dari berbagai segi, sebagai berikut:

a. Segi mata pencaharian, nelayan adalah mereka yang segala aktivitasnyaberkaitan

dengan lingkungan laut dan pesisir, atau mereka yang menjadikanperikanan sebagai

mata pencaharian mereka.

b. Segi cara hidup, komunitas nelayan adalah komunitas gotong royong.Kebutuhan

gotong royong dan tolong menolong terasa sangat penting pada saat untuk mengatasi

keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan pengerahan tenaga yang banyak,

seperti saat berlayar, membangun rumah atau tanggul penahan gelombang di sekitar

desa.

c. Segi ketrampilan, meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat namun pada

umumnya mereka hanya memiliki ketrampilan sederhana. Kebanyakan mereka bekerja

sebagai nelayan profesi yang diturunkan oleh orang tua, bukan yang dipelajari secara

professional.

2.10 Keselamatan Kerja Nelayan

Salah satu upaya dalam melindungi dan menjamin keselamatan kerja nelayan di laut yang

harus diperhatikan adalah faktor keselamatan operasional kapal perikanan di laut, terutama

ketersediaan fasilitas keselamatan dan kesehatan di atas kapal. Menurut Thimotius (2015)

dengan terciptanya keselamatan dan kesehatan kerja yang baik akan memberikan ketenangan

serta semangat kerja bgai nelayan untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan selama satu bulan. Lokasi penelitian di Kelurahan Pantai Besar,

Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur

3.2 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada rencana penelitian ini adalah Kuesioner dimana kuesioner

merupakan panduan untuk melakukan wewancara dengan nelayan bagan perahu, sedangkan alat

yang digunakan terdiri dari, alat dokumentasi, Alat ukur dan Alat tulis.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasi dan deskriptif kuantitatif. Metode

observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan pengamatan secara

langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004).

Sedangkan metode deskriptif kuantitatif adalah data yang diperoleh dari sampel populasi

penelitian dianalisis sesuai dengan metode statistik yang digunakan kemudian diinterprestasikan

(Sugiyono, 2003)

Metode observasi dilakukan secara langsung dengan mengikuti kegiatan pengoperasian

alat tangkap bagan perahu yang dilakukan oleh nelayan Kelurahan Pantai Besar, Kabupaten

Flores Timur mulai dari tahap persiapan hingga pembongkaran hasil tangkapan, sedangkan

metode deskriptif kuantitatif yang digunakan pada rencana penelitian ini bertujuan untuk

menggambarkan situasi dalam melakukan aktivitas nelayan pada pengoperasian alat tangkap

Bagan Perahu yang berguna untuk menentukan nilai dari setiap tahapan dalam aktivitas tersebut.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan dilakukan dengan cara pengambilan data primer dan sekunder.
Menurut Minggo (2017) data primer ialah data yang diperoleh dari kegiatan yang dilakuakn oleh

nelayan pada saat melakukan aktifitas, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh atau

dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada.

Pengumpulan data primer pada penelitian ini dilakukan melalui pengamatan dan

wawancara langsung dengan semua pihak yang melakukan kegiatan pengoperasian alat tangkap

bagan perahu di atas kapal bagan perahu. Pengambilan data sekunder dengan cara melakukan

pendekatan secara langsung dengan pihak instansi atau stakeholder yang berkaitan dengan

bidang perikanan dan kelautan di Kabupaten Flores Timur.

3.5 Prosedur Penelitian

Berkaitan dengan rencana penelitian yang akan dilakukan, aktivitas yang akan

diidentifikasi adalah aktivitas keseluruhan baik dari tahap persiapan hingga pembongkaran hasil

tangkapan sedangkan intensitas kerja (work intensity) diteliti melalui studi kuantitatif dengan

menggunakan instrument survei sehingga dapat dipahami sebagai serangkaian pengukuran

kecepatan kerja (pace of work) dan kebutuhan untuk memenuhi target dalam pencapaian waktu

kerja. Intensitas kerja yang dimaksud adalah intensitas kerja primer dan sekunder dimana kedua

intensitas kerja tersebut akan dihitung untuk mendapatkan nilai total, Handayani et al. (2014).

Agar dapat dipahami berikut dilampirkan rumus perhitungan kedua intensitas yang akan

digunakan dalam penelitian ini.

n n
IKP = ∑ ( IKPi )+ …+ IKPn¿ … ( 2 ) IKT =∑ IKP+ IKS … … … … .(4 )¿
i=1 i=1

n
₁ Pi
IKS=∑ ( IKSi ) + …+ IKSn¿ … ( 3 ) Indeks IKP tahap ke−i=¿ … … …(5)
i=1 ₁P

IKP = Intensitas Kerja Primer i = Tahap Ke - 1, 2, ……, n


IKT = Total Intensitas Kerja n = Jumlah Tahap Aktivitas

IKS = Intensitas Kerja Sekunder

Berdasarkan perhitungan intensitas kerja diatas dapat dijelaskan bahwa nilai intansitas

kerja primer (IKP) masing-masing tahapan aktivitas diurutkan dari nilai IKP terbesar hingga

terkecil untuk menentukan nilai rengking setiap aktivitas sedangkan untuk menentukan

intensitas kerja total (IKT) diperoleh dari perhitungan total IKP (2) dan IKS (3).

3.6 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hierarchical Task Analysis

(HTA). HTA merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi bahaya

(identification of hazards) yang timbul pada setiap aktivitas yang dilakukan secara rinci dan

bertahap. Lane et al. (2008) menyebutkan bahwa menganalisis proses pada tingkat kerja mampu

membantu mengurangi error. Menurut Purwangka (2013) HTA juga dikenal sebagai plan yang

berfungsi untuk menjelaskan mengenai urutan dan kondisi suatu aktivitas yang dilakukan oleh

manusia. Langkah pertama pada analisis HTA adalah mengidentifikasi aktivitas-aktivitas pada

pengoperasian alat tangkap purse seine dengan menentukan jenis aktivitas yang dilakukan,

selanjutnya menghitung jumlah aktivitas berdasarkan jenis aktivitas. Perhitungan jumlah

aktivitas menurut Handayani et al. (2014) yaitu jenis aktivitas dibagi menjadi dua aktivitas yang

terdiri dari aktivitas primer dan aktivitas sekunder, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut.

Total aktivitas kerja= f (aktivitas perimer, aktivitas sekunder) sehingga dapat dijabarkan men-

jadi Total aktivitas kerja =


∑ ˄ Primer ί + ∑ ˄ Sekunder ί ……………………………………………………………….(1)
ί=1 n ί=1 n

Dimana

i = Tahap ke – 1, 2……, n

n = Jumlah tahap aktivita

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistika. 2016. Jumlah Rumah Tangga Perikanan Tangkap Menurut

Kecamatan dan Subsektor di Kabupaten Flores Timur, 2014 dan 2015. [Di unduh 2018

Agustus 12]. Tersedia Pada: https://florestimurkab.bps.go.id/subject/56/perikanan.html#

subjekViewTab3

BPS] Badan Pusat Statistika. 2016. Produksi Perikanan Tangkap Menurut Kecamatan dan

Subsektor di Kabupaten Flores Timur (ton), 2014 dan 2015 .[Di unduh 2018 Agustus

12] Tersedia Pada: https://florestimurkab.bps.go.id/subject/56/perikanan.html#subjek

ViewTab3

Hartono S. Gagasan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan melalui Pendekatan Sistem.

Lomba Essay Perikanan MINA Indonesia. [Di unduh 2018 Agustus 12]. Tersedia Pada:

https://www.researchgate.net/publication/304934295_Gagasan_Upaya_Peningkatan_Ke

sejahteraan_Nelayan_melalui_Pendekatan_Sistem.

Widodo S. 2009. Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan dalam Menghadapi Kemiskinan.

Kelautan. 2(2): 150-157.


Nelwan AFP, Sondita MFA, Monintja DR, Simbolon D. 2010. Analisis Upaya Penangkapan

Ikan Pelagis Kecil Di Selat Makassar, Perairan Pantai Barat Sulawesi Selatan.

MARITEK. Vol 10(1): 1-14.

Fargomeli F. 2014. Interaksi Kelompok Nelayan Dalam Meningkatkan Taraf Hidup Di Desa

Tewil Kecamatan Sangaji Kabupaten Maba Halmahera Timur. Journal Acta Diurna. Vol

III(3): 1-17.

Nelwan AFP, Indar MYN, Ihsan MN. 2015. Analisis Produktivitas Penangkapan Bagan Perahu

Di Perairan Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal IPTEKS PSP. Vol 2(4): 345-356.

Minggo YDBR, Iskandar BH, Purwangka F. 2017. Intensitas Kerja Pada Aktivitas Nelayan

Purse Seine Di Kabupaten Sikka. Albacore Vol (I)2: 185-197.

Karlos C, Josephus J, Kawatu P. 2014. Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Kelelahan

Kerja pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (Tkbm) di Pelabuhan Manado.1-6 hlm.

[internet]. [diunduh 2016 September 19]: Tersedia pada: http://fkm.unsrat.ac.id/wp-

content/uploads/2014/08/.pdf.

Anda mungkin juga menyukai