Anda di halaman 1dari 13

2 TINJUAN PUSTAKA

2.1 Kapal Rawai Tuna


Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang
digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi
penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkut ikan, pengolahan ikan,
pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksplorasi perikanan (UU No. Tahun
2009 Tentang Perikanan)
Kapal penangkapan ikan atau kapal ikan adalah sarana apung
penangkapan yang memiliki geladak utama dan bangunan atas atau rumah
geladak serta memiliki peralatan perikanan dan perlengkapan bantu
penangkapan yang dipergunakan untuk kegiatan penangkapan ikan, untuk
selanjutnya disebut kapal penangkapan ikan (Mulyanto dan Syahasta, 2004).
Berdasarkan ukuran kapal, rawai tuna dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu :
1. Rawai tuna dengan kapal kecil, dan
2. Rawai tuna dengan kapal besar.
Rawai tuna dengan kapal kecil pada umumnya dipakai di perikanan tuna
segar (fresh fish tuna fishery), contohnya berukuran kurang dari atau sama
dengan <100 GT, beroperasi tidak jauh dari pelabuhan pangkalannya, contohnya
terdapat di Benoa (Bali) dan Muara Baru (Jakarta).
Rawai tuna dengan kapal besar pada umumnya dipakai di perikanan
tuna beku (frozen tuna fishery), berukuran >100 GT, beroperasi di Samudera
(Syarif dan Mulyadi, 2004).
Metode olah gerak kapal rawai secara umum mengikuti alur main line,
dengan beberapa ketentuan berolah gerak yang berkaitan dengan kedudukan
(arah) main line terhadap haluan kapal. Haluan kapal harus dipertahankan
membentuk sudut antara 30º-45º terhadap main line yang muncul di permukaan
air dalam tiga dimensi dan hindarkan main line mengarah di bawah kapal atau
ke arah buritan kapal.
Kecepatan kapal diturunkan 3-4 knot pada saat setting tidak
mengakibatkan efek hidronomika yang mendorong branch line hingga merapat
ke main line. Sedangkan pada saat hauling (kecuali pada saat tertentu misalnya
kapal berolah gerak untuk membebaskan main line lebih kecil dari yang sudah
ditentukan. Pada kecepatan ini tidak menyebabkan ketegangan tali, sehingga
4

tali, akan terpelintir dan menyebabkan branch line terbelit pada main line
(Ardidja, 2004).

2.1.1 Hook rate


Laju pancing (hook rate) merupakan salah satu indikator penentu
daerah penangkapan tuna. Tersedianya data laju pancing sangat diperlukan oleh
para nahkoda dalam membuat rencana operasi penangkapan. Besarnya nilai laju
pancing merupakan indikasi tinggi rendahnya kelimpahan tuna yang ada
diperairan tersebut. Nilai laju pancing diartikan banyak tuna yang tertangkap tiap
100 mata pancing. Dengan pengumpulan data-data laju pancing secara kontinyu,
maka dapat dibuat peta area penangkapan dalam zona tertentu dan para
nahkoda dapat menentukan posisi pengoperasian rawai tuna di Samudera Hindia
(Bahtiar, 2013)

2.1.2 Perlengkapan Penangkapan


Perlengkapan penangkapan ikan (fishing equipment) adalah suatu alat
yang dipergunakan untuk menunjang keberhasilan dalam operasi penangkapan,
sehingga dengan mengenal fungsi alat bantu dengan baik, diharapkan dapat
menurunkan resiko ketidak berhasilan usaha penangkapan ikan dan
memperkecil nilai kegagalan. Kondisi yang produktif, untuk setiap perlengkapan
berbeda dengan satu dengan yang lainnya dan bersifat saling mendukung dalam
perolah hasil tangkapan (Direktorat Bina Produksi, 1999).
Perlengkapan kapal penangkapan kapal rawai tuna yaitu tali cabang,
bangku umpan dan ban berjalan, penarik tali, pengatur tali, dan pelempar tali
(Dirjen Perikanan Tangkap, 2005)
Perlengkapan digunakan pada saat setting maupun hauling akan
menentukan kualitas hasil tangkapan sehingga perlu diperhatikan gangguan dari
masing-masing perlengkapan tersebut.
Jenis dan fungsi dari perlengkapan penangkapan pada kapal rawai tuna :
1. Line hauler
Penarik tali utama (main line).
2. Line thrower
Mengatur tali utama secara otomatis.
3. Belt conveyor
Memindahkan hasil tangkapan dari geladak kerja ke geladak menyimpanan
atau sebaliknya.
5

4. Branch line ace


Penggulung dan penarik tali cabang yang telah dilepas dari tali utama.
5. Line arranger
Menarik tali utama untuk masuk dan ditata didalam box/drum tali utama.
6. Hoist
Mengangkat ikan keluar palkah dan menarik ikan-ikan besar yang
tertangkap.
7. Radio buoy
Menghindari gesekan antara tali utama dengan dinding kapal.
8. Side roller / line loller
Menghindari gesekan antara tali utama dengan dinding kapal.
9. Radio direction finder
Mendeteksi posisi radio buoy yang terpasang alat penangkapan.
10. Skiyama stretcher
Meluruskan wire laeder atau skiyama.
11. Lighy buoy
Pendeteksian rawai tuna pada saat cuaca buruk dan gelap.
12. Takal atau block
Membantu menaikkan ikan-ikan besar yang tertangkap.
13. Search light
Penerapan dalam mencari pelampung pada mala hari apabila ada tali
utama yang putus.
14. Ganco
Untuk mengangkat ikan dari suatu tempat ketempat lain.
Sumber : Direktorat Bina Produksi (1999).

2.2 Rawai Tuna


Definisi rawai tuna menurut statistik perikanan Indonesia “rawai tuna
terdiri dari sederetan tali-tali utama, dan pada tali utama pada jarak tertentu
terapat beberapa tali cabang yang pendek dan lebih kecil diameternya. Pada
ujung tali cabang ini dikaitkan pacing yang berumpan” (Sjarif dan Mulyadi, 2004).
6

Gambar 1. Rawai tuna (Beverly, 2003)


Sedangkan pengertian rawai dalam ensiklopedi perikanan, yaitu suatu
jenis alat penangkapan ikan dengan konstruksi tertentu dimana tali pancing yang
bermata pancing (branch line) dikaitkan pada pada tali pancing utama yang
panjang (main line) pada jarak tertentu. Rawai tuna dapat dioperasikan dekat
dasar perairan atau digantung pada kedalaman tertentu dengan bantuan
pelampung dipermukaan air. Panjang rawai ini mencapai 150 km dengan ribuan
mata pancing.

2.3 Pengoperasian Rawai Tuna


2.3.1 Jenis Umpan Rawai Tuna
Faktor umpan merupakan hal yang penting dalam usaha
pengembangan industri perikanan rawai tuna. Ikan umpan yang telah digunakan
umumnya ikan pelagis kecil. Ikan umpan tersebut antara lain adalah lemuru
(sardenilla longiceps), kembung (Ratelliger spp), layang (Decapterus spp), selar
bentong (Selar Crumenophthalmus), cumi-cumi (Loligo spp) dan bandeng
(Chanos Chanos) (Santoso, 1995).
Umpan, pada alat tangkap rawai tuna, jenis umpan yang digunakan
umumnya dapat dibagi dalam dua jenis. Umpan mati dan umpan hidup. ikan
seperti Lemuru, Layang dan cumi-cumi adalah umpan mati yang biasa digunakan
oleh nelayan rawai tuna, Sedangkan pada umpan hidup, umumnya hanya
terdapat jenis yaitu ikan bandeng. Jenis umpan yang digunakan pada suatu
kapal rawai biasanya ditentukan oleh tuna target tangkapan, kondisi bulan pada
saat penangkapan, posisi pancing dan pengalaman serta kesukaan masing-
masing kapten kapal. Umpan yang digunakan untuk rawai biasanya beku seperti
7

sarden,ekor kuning, atau layang. Cumi beku sering digunakan untuk pancing
rawai tetapi lebih sering sebagai umpan adalah ikan todak. Bandeng hidup juga
digunakan untuk pancing rawai, terutama oleh kapal Taiwan (Beverly,2003)

Gambar 2. Jenis-jenis umpan (Andamari 2002)


Cara pemasangan umpan pada pancing berbeda sesuai jenis pancing
yang digunakan, dalam bukunya, untuk pancing jenis circle hook, dan
mengunakan ikan beku, sebaiknya umpan dikeluarkan terlebih dahulu dari
penyimpanan agar tidak terlalu keras, pilih umpan dengan ukuran berkisar 20 cm
atau lebih. setelah itu kaitkan pancing pada umpan melalui bagian kelopak atau
insang, dan pancing ditusukkan hingga menembus sisi sebelahnya, atau di
arahkan ke bagian belakang, hingga tembus ke bagian punggung atas ikan.

2.3.2 Setting
Kegiatan setting diawali dengan mempersiapnkan umpan yang
jumlahnya kurang lebih sama dengan jumlah mata pancing yang dioperasikan,
umpan-umpan ditempatkan didalam kotak-kotak dengan jumlah tertentu.
Selanjutnya anak buah kapal menggambil posisi masing-masing sesuai dengan
tugasnya. Sementara kecepatan kapal dikurangi (3-4 knot), selanjutnya diikuti
penerunan pancing. Secara garis besar kegiatan penurunan pancing adalah
sebagai berikut : mula-mula pelampung dengan tiang bendera di turunkan
beserta tali pelampungnya, kemudian tali utama dan akhirnya tali cabang yang
diikuti mata pancing yang telah diberi umpan. Tali utama tersebut kemudian
dilepas dan begitu seterusnya sampai yang terakhir disambungkan dengan
satuan rawai berikutnya mengunakan tali penyambung.
8

Usemahu dan Tomasila (2003), menyatakan bahwa pekerjaan setting


biasanya dikerjakan oleh lima orang saja, mengenai pembagian tugas masing-
masing orang adalah sebagai berikut
1. Orang pertama memasang shackle (snap = penjepit) dari tali cabang dan
tali pelampung,
2. Orang kedua membuang umpan dan memasang shackle dari tali
pelampung ke pelampung gelas,
3. Orang ketiga memasang umpan ke mata pancing (hook),
4. Orang keempat menyusun tali cabang dan tali pelampungnpada meja
setting,
5. Orang kelima menyiapkan dan memasang radio buoy dan light buoy,
menyiapkan pelampung, menyimpan umpan dan melayani kebutuhan
keempat temannya.

2.3.3 Drifting
setelah selesai proses setting, awak kapal membersihkan dan
merapikan semua peralatan yang telah digunakan dalam kegiatan tersebut,
dilanjutkan dengan istrahat kecuali beberapa orang yang bertugas jaga untuk
mengawasi rawai tuna dengan menggunakan teropong untuk mengamati
pelampung tanda atau menggunakan radio direction finder (RDF) apabila rawai
menggunakan radio buoy.

2.3.4 Hauling
Hauling dilakukan 5-6 jam kemudian setelah setting pancing. Secara
garis besar kegiatan hauling rawai secara berturut-turut dimulai dari penaikan
tiang bendera, pelampung, tali pelampung, beserta pemberat diangkat keatas
geladak kapal, tali utama, berikut tali cabang beserta mata pancingnya dan
begitu seterusnya sampai keseluruhan satuan pancing terangkat ke atas geladak
kapal.
Bila pada mata pancing ada ikan yang tertangkap, pengambilan ikan ke
geladak kapal biasanya dilakukan oleh tiga orang, tergantung dari besar-kecilnya
ikan yang tertangkap, yaitu setelah ujung tali cabang dilepas dari tali utama
(Subani dan Barus, 1989).
Kecepatan kapal saat penarikan tali ke atas geladak kapal, kecepatan
kapal diatur di bawah kecepatan normal pada kecepatan 2-3 knot. Haluan kapal
di atas angin di bawah kondisi normal.
9

Menurut Usemahu dan Tomasila (2003), bahwa untuk pembagian tugas


untuk masing-masing orang pada saat hauling diatur sebagai berikut :
1. Satu orang menjaga main line di meja berjalan untuk dikirim ke bak
penampungan dan mengawasi bila ada tali yang putus atau kusut. Biasanya
orang ini tugasnya menjaga tali utama untuk selama lima basket atau sekitar
30 menit.
2. Satu orang melayani line hauler
3. Tiga orang menggulung tali cabang dan melepaskan shackle dari tali utama,
4. Satu orang mengambil pelampung, membantu menggulung tali cabang bila
ada kusutan, menaruh dan mengirim pelampung, tali cabang lewat ban
berjalan ke tempat penyimpanan, membantu dalam penanganan hasil,
5. Empat orang membantu menyelesaikan adanya kusutan pada tali utama
atau tali cabang; membantu dalam penanganan hasil, melayani kebutuhan
group-group lainnya

2.4 Daerah Penangkapan


Daerah penangkapan di perairan Indonesia untuk perikanan tuna ialah
laut banda, laut Maluku, perairan sebelah selatan pulau jawa terus menyusur ke
timur, demikian pula perairan sebelah selatan sumatera, sekitar Andaman dan
Nikobar, perairan sebelah utara irian jaya , perairan sebelah selatan pulau timor
dan sebagainya (Ayodhyoa, 1981).
Special pelagis yang berada pada lapisan dibawah termokline pada
siang hari, berimigrasi ke lapisan termokline selama matahari terbenam,
menyebar antara lapisan termokline dan dasar perairan pada malam hari, turun
ke lapisan yang paling dalam saat matahari terbit
Tabel 1. Parameter daerah penangkapan yang sesuai spesies target tangkapan
Spesies Kedalaman (meter) Suhu (ºc)
Tuna mata besar 50-600, termokline 10-17
(T.obesus)
Madidhang (T.albacares) 50-250, lapisan atas dan lapisan 18-28
tengah
Albakora (T. Alalunga) 50-600, termokline 10-17
Setuhuk (Macaira 50-150, lapisan atas dan lapisan 18-22
nigricans) tengah
Sumber : Secretariat of the Samudera Pasifik Community 2003
10

Usemahu dan Tomasila (2003), menyebutkan bahwa suatu perairan


dinamakan daerah penagkapan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Di daerah tersebut terdapat ikan yang melimpah sepanjang tahun;
2. Rawai tuna dapat dioperasikan dengan mudah dan sempurna;
3. Lokasinya tidak jauh dari pelabuhan sehingga dapat dijangkau kapal ikan;
4. Daerahnya aman yaitu tidak ada pelayaran dan pengaruh angin yang
menbahayakan.
Musim penangkapan beberapa jenis tuna di perairan samudera hindia
secara umum diduga berlangsung selama enam bulan.
Tabel 2. Musim penangkapan tuna perairan Samudera Hindia
No Jenis Musim (bulan) Kisaran puncak
1 Sirip biru Januari-April Januari
2 Madidhang November-Januari Desember
3 Tuna mata besar Februari-juni Juni
4 Albakor Juni-Agustus Juni
5 Pelagis besar selain tuna Juli-Desember Oktober
Sumber : Sedana Metra 2004

2.5 Swimming Layer


Beberapa hasil penelitian sebelumnya juga menunjukan perbedaan
kedalaman lapisan renang dari setiap jenis tuna yang diperoleh di perairan
Samudra HIndia. Tuna mata besar dapat ditemukan pada kedalaman 186-285 m,
madidihang 149-185 m, dan albakora pada kedalaman 161-220 m (Santoso,
1999). Tuna mata besar tertangkap pada kedalaman 300-399,9 m, madidihang
250-299,9 m dan albakora 150-199,9 m (Nugraha dan Triharyuni, 2009).

2.6 Hasil Tangkapan


ikan hasil tangkapan rawai tuna merupakan jenis ikan pelagis dimana
menurut ensiklopedi perikanan berarti jenis ikan yang menghabiskan sebagian
besar hidupnya dikolam perairan. Ketergantungan dan interaksi jenis ikan ini
dengan dasar perairan sangat kecil. Biasanya mengacu pada spesies yang
berada pada tahap dewasa. Hasil tangkapan rawai tuna dapat dibagi ke dalam
tiga kelompok berdasarkan tujuan penangkapan, yaitu :Spesies target; target
utama dari pengoperasian rawai tuna adalah jenis-jenis tuna dan ikan
bermoncong (billfish), antara lain : Madidhang (T. albacares), tuna sirip biru (T.
Thynnus maccoyii), albakor (T. alalunga), ikan pedang (Xiphias gladius), dan
11

Setuhuk (Macaira nigricans). Ikan produk ; ikan tertangkap secara tidak


disengaja (bukan target) selama pengoperasian rawai tuna, yang dapat dijual
karena memiliki nilai komersial, contohnya ikan layaran (Istiophorus orientalis),
barracuda dan cakalang (Katsuwonis pelamis). Hasil sampingan; ikan yang tidak
diinginkan yang tertangkap dengan tidak disengaja selama pengoperasian rawai
dan dibuang karena tidak memiliki nilai komersial, misalnya ikan pari (Gymnura
micrura), kura-kura dan burung laut (Chodrijah, 2013).

2.6.1 Albakora
Berlemak tinggi, kaya akan lemak tak jenuh omega 3, albakora memiliki
warna daging tercerah dan sebut sebagai tunah putih. Dengan rasa yang lembut
dan daging putih menyebabkan albakora menjadi produk tuna kaleng dengan
harga komersial paling mahal. Banyak ditemukan di perairan terbuka di seluruh
perairan tropis dan lautan panas dan laut mediterania. Sirip dada albakora
sangat panjang, mencapai 30% dari total panjang tubuhnya. Duri ekornya
berjumlah 11-14, dan sirip punggungnya sangat baik menghadap ke depan.
Panjangnya dapat mencapai 140 cm dan berat mencapai 60,3 kg. Hasil
tangkapan di Indonesia beratnya antara 20-25 kg (IOTC, 2013)

Gambar 3. Albacora (IOTC, 2013)


Badan bersisik kecil, sedangkan pada korselet terdapat sisik agak besar
tetapi tidak nyata. Albakora termasuk ikan buas, panjang badan mencapai 137
cm dan umunya sekitar 40-100 cm. Warna pada bagian atas adalah hitam
kebiruan dan berkilat, sedangkan bagian bawah berwarna putih perak
(Djatikusumo 1975 dalam santoso 1995).
Habitat dan Biologi: Sebuah epi dan mesopelagis, kelautan, berlimpah di
perairan permukaan 15,6 ° sampai 19,4 ° C; Kolam yang lebih dalam, albacore
besar ditemukan di perairan 13,5 ° hingga 25,2 ° C; Suhu serendah 9,5 ° C dapat
12

ditoleransi untuk jangka pendek. Di Atlantik, kelas ukuran yang lebih besar (80
sampai 125 cm) dikaitkan dengan badan air yang lebih dingin, sementara
individu yang lebih kecil cenderung terjadi pada strata yang lebih hangat (FAO
1983)

2.6.2 Madidhang
Madidihang ini biasanya lebih besar dari pada albakora mencapai berat
lebih dari 150 kg. Dagingnya merah muda pucat dengan cita rasa yang sedikit
lebih kuat dari pada albakora. Merupakan tipe tuna yang dikonsumsi oleh
manusia sebagai makanan, tuna ini ditemukan di perairan terbuka lautan tropis
dan subtropis di seluruh dunia, tidak terkecuali di laut mediterania. Panjangnya
dilaporkan dapat mencapai sekitar 2,4 m. Kedua sirip punggung dan sirip ekor
berwarna kuning cerah, sebagian badannya berwarna biru metalik gelap
(kehitaman) berubah hingga silver/ keperakan di bagian perut, yang juga memiliki
sekitar 20 garis vertical (IOTC, 2013)

Gambar 4. Madidihang (IOTC, 2013)


Badan bersisik kecil, korselet bersisik agak besar tetapi tidak nyata.
madidihang termasuk ikan buas. Panjang dapat mencapai 196 cm, umunya
berkisar 60-150 cm. bagian atas berwarna gelap keabuan, sedangkan bagian
bawah berwarna kuning perak. Ujung-ujung sirip punggung, sirip perut dan sirip
tambahan berwarna cerah dengan punggiran berwarna gelap. Pada perut
terdapat kurang lebih 20 garis putus-putus dengan warna putih melintang agak
miring. Sebagian besar dagingnya berwana merah kecoklatan dan agak padat
(Djatikusumo 1975 dalam santoso 1995).
Habitat dan Biologi: Epipelagik, samudera, di atas dan di bawah
termoklin.Batas termal dari kejadian kira-kira 18 ° dan 31 ° C. Distribusi vertical
13

nampaknya dipengaruhi oleh struktur termal kolom air, seperti yang ditunjukkan
oleh korelasi erat antara kerentanan ikan terhadap tangkapan seine, kedalaman
lapisan campuran, dan kekuatan gradien suhu di dalam termoklin.
Madidihang pada dasarnya terbatas pada 100 m dari kolom air di
daerah dengan oksiklin yang ditandai, karena konsentrasi oksigen kurang dari 2
ml / l yang dijumpai di bawah termoklin dan gradien termoklin kuat cenderung
menyingkirkan keberadaannya di perairan di bawah lapisan diskontinuitas.
Distribusi larva di perairan khatulistiwa bersifat transoceanic sepanjang tahun,
namun terjadi perubahan musiman pada kerapatan larva di perairan subtropis.
Dipercaya bahwa larva terjadi secara eksklusif di daerah air hangat, yaitu di atas
termoklin (FOA 1983).
Menurut Sivasubramaniam 1965 dalam sumadhiharga 2001,
madidihang tersebar luas di seluruh Samudra Hindia antara lintang 10º-30º S.
pengelompokan terdapat di jalur Khatulistiwa antara lintang 03º U - 08º S. dan
mulai pantai afrika hingga pulau sumatera sebaran luas jenis ini menimbulkan
beberapa pendapat mengenai stock.
Madidihang memijah pada musim semi dan musim panas dibelahan
bumi utara. Ikan ini dapat memijah sepanjang tahun di daerah khatulistiwa
dengan posisi lintang 10º - 15º U dan bujur 120º - 180º T di Samudera Pasifik.
Puncak memijah terjadi dalam bulan Juli dan November (Cole 1980 dalam
Sumadhiharga 2001).

2.6.3 Mata Besar


Terdapat di perairan terdalam di antara spesies yang lainnya.
Konsentrasi terbesar terdapat pada tingkat kedalaman sampai 250 meter. karena
rasa yang lembut dengan mengandung lemak yang diinginkan, jenis ikan tuna ini
sering digunakan untu produk ikan kaleng. Ikan ini adalah ikan konsumsi penting,
ditemukan di perairan terbuka dan di semua perairan tropic dan hangat, tetapi
tidak di laut Mediterania. Pajangnya antara 60-250 cm. Tubuh tuna ini sangat
besar dan memanjang dengan kepala dan mata yang besar. Sirip dadanya
sangat panjang menghadap ke belakang mencapai sirip ekor yang kedua. Duri
ekor berjumlah 13-14. Warna tubuhnya biru gelap metal dengan punggungnya
abu-abu putih pada perut dan diselubungi warna biru pada sisinya. Sirip
punggung dan sirip ekornya berwarna kuning (IOTC, 2013).
14

Gambar 5. Mata Besar (IOTC, 2013)


membesar badan tertutup sisik yang membesar, terutama pada bagian
korselet. Bigeye tuna termasuk ikan buas, dapat mencapai panjang 200 cm dan
umumnya berkisar antara 50-150 cm. warna bagian atas hitam keabuan,
sedangkan bagian bawah kuning perak. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip
tambahan berwarna keabu-abuan dengan warna kuning pada ujungnya.
Sebagian besar dagingnya berwarna merah kecoklatan dan agak lembek
(Djatikusumo 1975 dalam Santoso 1995).
Habitat dan Biologi: Epipelagic dan mesopelagic di perairan samudra,
terjadi dari permukaan hingga kedalaman sekitar 250 m. Kedalaman suhu dan
termoklin nampaknya merupakan faktor lingkungan utama yang mengatur
distribusi ikan tuna bigeye vertikal dan horizontal. Suhu air di mana spesies ini
telah ditemukan berkisar dari 13º sampai 29 ° C, namun kisaran optimumnya
terletak antara 17 ° dan 22 ° C. Hal ini sesuai dengan rentang suhu termoklin
permanen (FAO 1983).
Menurut Sivasubramaniam 1965 dalam sumadhiharga 2001,
menyatakan pemijahan ikan tuna ini terjadi dibagian timur dan bagian barat
Samudera Hindia. Ikan tuna di setiap tempat itu dianggap sebagai subpopulasi.
Subpopulasi timur ini mempunyai sifat-sifat yang banyak persamaan dengan tuna
mata besar Pasifik.
Sebaran jenis tuna ini bersinambungan dari Samudera Pasifik melalui
perairan diantara pulau-pulau Indonesia, Filipina, dan Australia ke Samudera
Hindia. Konsentrasi tuna mata besar Pasifik barat terdapat disepanjang lintang
10º U. Di samping ini, Konsentrasi musiman terjadi kearah selatan dan utara
lintang 35º S dan 35º U. selama musim rontok dimasing-masing belahan bumi
15

konsentrasi padat di Samudera Hindiaterdapat di utara LIntang 13º S dan di


Sepanjang jalur lintang 30º S (Suda, 1971 dalam sumadhiharga 2001).

2.6.4 Sirip Biru


Merupakan tuna dengan ukuran terbesar, dengan berat yang mencapai
500 kg. Ikan muda memiliki daging yang cerah dan sedikit rasa yang kuat tetapi
pada saat mereka tumbuh sampai masa dewasa, daging mereka berubah merah
kehitaman. Tuna sirip biru digunakan untuk sushi dan sashimi dan bukan untuk
dikalengkan (IOTC, 2013).

Gambar 6. Sirip Biru (IOTC, 2013)


Bluefin tuna termasuk ikan buas, dapat mencapai panjang 250 cm
dengan berat 260 kg. warna tubuhnya hitam kebiruan pada punggungya dan
putih keperakan pada bagian sisi dan bawah tubuh, dengan warna kuning terang
pada sirip ekor spesimen dewasa (Djatikusumo 1975 dalam Santoso 1995).
Habitat dan Biologi: Epipelagic, samudera di daerah beriklim sedang;
Air, terbatas pada suhu antara 5º dan 20ºC untuk sebagian besar masa
hidupnya; Namun, pemijahan ikan dan larva ditemui di perairan dengan tuna
dewasa. Pada musim panas tuna dewasa diamati antara air hangat di bagian
barat dan barat laut Australia (hasil tangkapan maksimum dicatat pada suhu
antara 23 ° dan 26 ° C) dan tempat pemberian air dingin di Tasmania Dan
Selandia Baru (pada suhu 13º sampai 15 ° C) (FAO 1983).

Anda mungkin juga menyukai