PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memenuhi Tugas
Mata kuliah Metodologi Penelitian
OLEH
ETELVINA NUNES (711 14 003)
MAGDALENA SURENI BUGIS (711 14 006)
STEVI FRANSISKA BESSISURA (711 14 11)
AGUSTINA PRINARTI GEMAS (711 14 015)
OLIVA PARU (711 14 022)
I
BAB I
PENDAHULUAN
2
karang yang cukup banyak ditemukan. Kelompok ini dapat hidup menempati berbagai
macam mikro habitat seperti zona rataan terumbu, daerah pertumbuhan alga, padang lamun,
koloni karang hidup dan karang mati dan juga beting karang (rubbles dan baulders) (Clark &
Rowe, 1971 dalam Hutauruk, 2009).
Echinodermata di ekosistem terumbu karang sangat banyak. Fauna Echinodermata
mempunyai peranan pada ekosistem terumbu karang sebagai komponen jaring makanan dan
juga sebagai omnivora ataupun sebagai pemakan detritus. Salah satu contoh adalah jenis
teripang dan bulu babi merupakan sumber pakan untuk berbegai jenis ikan karang dan
apabila terjadi peningkatan kelimpahan maka terjadi perubahan terhadap struktur komunitas
Echinodermata.
Echinodermata merupakan sumber daya hayati perairan yang cukup digemari,
Echinodermata diexploitasi masyarakat sebagai sumber pakan, sehingga populasi
Echinodermata berkurang. Kelangsungan hidup Echinodermata dipengaruhi oleh faktor fisik
kimia perairan seperti suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut dan lain-lain. Sejauh ini belum
diketahui jenis-jenis Echinodermata yang terdapat di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk
Mesak, Atapupu dan hubungan fisik kimia perairan dengan kelimpahan dan keanekaragaman
Echinodermata, oleh sebab itu dilakukan penelitian dengan judul “Kelimpahan dan
Keanekaragaman Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu”
1.4 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah
1) Untuk mengetahui kelimpahan Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk
Mesak, Atapupu.
2) Untuk mengetahui keanekaragaman Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu,
Kakuluk Mesak, Atapupu.
3
3) Untuk mengetahui faktor lingkungan yang mendukung kehidupan Echinodermata di
Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Echinodermata
Echinodermata berasal dari bahasa yunani yaitu echin yang berarti berduri dan derma
yang berarti kulit yang merupakan hewan laut yang bergerak lamban atau sesil. Epidermis
yang tipis melapisi endoskeleton lempengan kapur yang keras. Sebagian besar
Echinodermata berkulit tajam karena tonjolan rangka dan duri (Campbell, 2012 dalam
Hanifa, 2016). Echinodermata adalah salah satu filum yang hanya terdapat di laut.
Ciri umum dari filum ini yaitu tubuh simetri radial, dinding tubuhnya tersusun dari
theka kapur yang dapat membentuk endoskeleton dan duri-duri internal, semua anggotanya
hidup di laut. Selain ciri dari Echinodermata diantaranya tidak mempunyai kepala, sistem
pencernaan makanan biasanya lengkap, tidak mempunyai organ ekskresi dan daya
regenerasinya tinggi itu (Rusyana, 2011). Menyambung pernyataan di atas menurut (Jasin,
1992 dalam Katili, 2011) ciri dari Ecinodermata antara lain memiliki sistem sirkulasi yang
mengalami reduksi, sistem saraf dengan batang cincin yang bercabang-cabang kearah radial.
Filum Echinodermata terdiri atas dua sub filum yaitu sub filum Eleutherozoa dan sub
filum Pelmatozoa. Sub filum Eleutherozoa terdiri dari empat kelas yaitu kelas Asteroidea
(bintang laut), kelas Ophiuroidea (bintang ular), kelas Echinoidea (landak laut), dan kelas
Holothuroidea (teripang laut). Sedangkan sub filum Pelmatozoa terdiri dari satu kelas yaitu
kelas Crinoidea atau Lili laut (Rusyana, 2011).
5
c. Kelas Echinoidea (Landak laut)
Bentuk tubuh pada hewan ini kurang lebih terdiri atas lima bagian tubuh yang sama,
tanpa tangan dan berduri. Kaki ambulakral pendek dan terletak diantara duri-duri
yang panjang. Mulut dikelilingi oleh lima buah gigi yang berkumpul di dalam bibir
yang corong (Rusyana, 2011).
2) Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Sub Filum : Pelmatozoa
6
typicus dan Astropectens polychanthus dan dolar pasir (Laganum laganum). Jenis tersebut
beradaptasi dengan cara membenamkan diri ke dalam pasir yang merupakan salah satu upaya
menghindari kondisi kekeringan dan sengatan matahari
2.2 Kelimpahan
Untuk mengetahui kelimpahan suatu spesies di suatu lokasi tunggal maka idealnya
perlu diketahui fisik-kimia, tingkat sumber daya yang diperoleh, daur hidup makhluk hidup,
pemangsa dan parasit, selain ada atau tidak adanya suatu makhluk yang dihubungkan dalam
waktu dan ruang, dapat juga dikaitkan dengan umur, jenis kelamin, ukuran besarnya tubuh
dan dominansi.
Kelimpahan adalah jumlah individu suatu jenis dalam luas satuan tertentu. Walaupun di
alam sebagian besar spesies jumlah nisbinya rendah, tetapi sebenarnya beberapa diantaranya
di suatu tempat sangat berlimpah. Besarnya kelimpahan spesies mencerminkan ketersediaan
beberapa sumber daya yang menjadi kendala perluasan populasi yang lebih lanjut yang
dibatasi oleh laju kelahiran, bertambahnya laju kematian dan migrasi.
Dalam mempertimbangkan fluktuasi kepadatan populasi menurut waktu perlu ditelaah
beberapa faktor yang mempengaruhi ukurannya. Faktor tersebut terbagi dalam dua kelompok,
yaitu faktor yang tergantung kelimpahan dan faktor yang tak tergantung kelimpahan. Faktor
yang tergantung kelimpahan mengacu pada kejadian yang mengakibatkan perubahan
lingkungan secara mendadak yang mempengaruhi semua anggota populasi tersebut secara
merata tanpa menghiraukan kepadatan keterbukaan terhadap pukulan ombak, panjang massa
air berada diatas permukaan batas maksimum dan minimum suhu air dan udara, ada tidaknya
pesaing makanan, dan ada tidaknya pemangsa dan ketersediaan makanan.
2.3 Keanekaragaman
Keanekaragaman merupakan jumlah dan kelimpahan relatif dari spesies dalam sebuah
komunitas biologis (Campbell dan Reece, 2012 dalam Hanifa, 2016). Keanekaragaman jenis
adalah sebagai suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologisnya
(Soegianto dalam Katili, 2011). Keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk menyatakan
struktur komunitas. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi, jika
komunitas itu disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan tiap jenis yang sama atau hampir
sama. Sebaliknya, jika komunitas itu disusun oleh sangat sedikit dan hanya sedikit saja jenis
yang dominan, maka keanekaragaman jenisnya rendah (Irwanto, 2006).
Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki
kompleksitas tinggi, karena dalam komunitas terjadi interaksi jenis yang tinggi pula.
Sehingga dalam suatu komunitas mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi akan terjadi
interaksi jenis yang melibatkan transfer energi, predasi, kompetisi dan pembagian relung
secara teoritis lebih kompleks. Konsep keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk
mengukur kemampuan suatu komunias untuk menjaga dirinya tetap stabil (stabilitas
komunitas), walaupun ada gangguan terhadap komponen-komponennya.
7
2.4 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kehidupan Echinodermata
Kehadiran suatu kelompok organisme pada suatu habitat dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu kelompok
faktor biotik dan kelompok faktor abiotik.
1) Faktor Biotik
Faktor-faktor biotik yang mempengaruhi stabilitas ekosistem perairan adalah
interaksi antara berbagai kelompok organisme yang terdapat di perairan tersebut. Laut,
seperti halnya daratan, dihuni oleh biota yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan
mikroorganisme hidup. Jumlah dan keanekaragaman jenis biota yang hidup di laut
sangat berlimpah. Biota laut hampir menghuni semua bagian laut, mulai dari pantai,
permukaan laut sampai dasar laut. Di laut terdapat berbagai macam organisme mulai
dari yang berupa jasad-jasad hidup bersel satu yang sangat kecil sampai yang berupa
jasad-jasad hidup yang berukuran sangat besar seperti ikan paus. Sebagian besar
wilayah perairan terdapat banyak jenis biota laut yang saling berinteraksi, tetapi di
beberapa wilayah perairan yang lain hanya terdapat beberapa jenis biota laut yang
hidup dan berinteraksi karena kendala makanan dan kondisi lingkungan. Faktor biologi
lingkungan laut merupakan parameter dari mahluk hidup yang menjadi faktor penting
dalam komponen penyusun ekosistem laut. Parameter biologi dapat berupa
phytoplankton, zooplankton, benthos, nekton, bakteri, dan virus. Dari berbagai jenis
organisme tersebut ada yang berlaku sebagai produsen, konsumen, dan pengurai
(detritus).
2) Faktor Abiotik
a. Suhu
Suhu merupakan faktor penting dalam distribusi organisme karena efeknya terhadap
proses-poses biologis. Sel-sel mungkin pecah jika air yang dikandung membeku
(pada suhu di bawah 0°C), dan protein-protein kebanyakan organisme terdenaturasi
pada suhu di atas 45°C (Campbell, 2010 dalam Hanifa, 2016). Suhu air di perairan
nusantara berkisar 28 - 32°C. Suhu air di dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi
daripada suhu di lepas pantai. Suhu air permukaan termasuk ke dalam kategori
lapisan hangat karena mendapat radiasi dari matahari.
b. pH
pH tanah dan air dapat membatasi distribusi organisme secara langsung, melalui
kondisi asam atau basa ekstrem (Campbell, 2010 dalam Hanifa, 2016). pH yang
mendukung keberlangsungan hidup suatu organisme laut berkisar antara 6-8.
Kondisi perairan yang bersifat terlalu asam maupun terlalu basa akan menyebabkan
gangguan metabolisme dan sistem respirasi pada organisme laut tersebut, dan dapat
membahayakan kehidupan organisme laut (Asikin, 1982 dalam Handayani, 2006).
c. Cahaya
Ganggang yang hidup pada terumbu karang (zooxanthella), memerlukan cahaya
yang cukup untuk dapat melakukan fotosintesis. Umumnya Echinodermata hidup
pada pantai berpasir, berlumpur dan melekat pada terumbu karang. Echinodermata
8
hidup pada karang merupakan hewan yang bersimbiosis dengan zooxanthella.
Dasar dari rantai makanan pada komunitas terumbu adalah proses fotosintesis oleh
alga yang hidup bersama dalam jaringan biota-biota lain. Makanan Echinodermata
berupa ikan, tiram, kerang, teritip, keong, cacing, crustasea, polip karang, ganggang
dan lain-lain. Beberapa jenis merupakan pemakan bangkai, sedangkan Achantaster
merupakan hama pada terumbu karang yang memakan polip Coelenterata.
d. Penetrasi Cahaya
Kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan
mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air yang ada di
perairan. Pengaruh utama dari kekeruhan adalah penurunan pentrasi cahaya secara
mencolok. Sehingga menurunkan aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga,
akibatnya akan menurunkan produktivitas perairan.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.2 Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan pada 29 - 30 Desember 2016.
10
3.2.2 Bahan
a. Alkohol 70 %, untuk mengawetkan sampel yang ditemukan
b. Tali raffia, untuk pembuatan plot dan garis transek
c. Kayu patok, untuk menentukan titik awal penelitian
11
3.5 Analisis Data
Untuk analisis data, peneliti menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengelompokkan takson Echinodermata menurut jenis, marga dan suku.
2) Menghitung kelimpahan dan jenis proposional
Indeks-indeks yang didasari pada kelimpahan jenis proposional menyediakan suatu
pendekatan alternatif untuk pengukuran keanekaragaman. (Peet, 1974 dalam
Banilodu, 2003) menamakan indeks ini sebagai indeks heterogenitas, karena indeks
ini mempertimbangkan kekayaan jenis dan kemerataan jenis. Ukuran
keanekaragaman tipe ini digunakan secara luas bersamaan popularitas dengan
popularitas keanekaragaman hayati belakangan ini, diantaranya adalah:
a. Kelimpahan relatif tiap jenis Echinodermata dapat dihitung berdasarkan
banyaknya individu yang ada di lokasi penelitian.
Rumus:
n
Pi i
N
Dimana:
Pi : Proporsi kelimpahan spesies
ni : Nilai kepentingan untuk spesies atau jumlah individu spesies ke-i
N : Nilai kepentingan total atau total jumlah individu
H'
E
ln S
Di mana :
E : Kerataan Shannon
Nilai E berkisar antara 0-1
H’: Keanekaragaman Shannon
S : Total Jumlah Jenis
12
Hmaks = H’ x E
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari table data di atas terlihat bahwa kelimpahan Echinodermata di sepanjang pesisir
Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu adalah 1. Spesies yang mendominasi di
Pantai Abat Desa Jenilu adalah Echinothrix calamaris hijau dengan corak hijau lumut dengan
nilai kelimpahannya 0.240 dan spesies yang mempunyai nilai kelimpahan terendah adalah
Holothuria fuscocinerea dengan nilai kelimpahannya 0,013.
14
Table 2. Keanekaragaman Echinodermata yang ditemukan
Dari table data di atas terlihat bahwa keanekaragaman Echinodermata di Pantai Abat
Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu adalah 1,860. Spesies yang memiliki nilai
keanekaragaman tertinggi adalah Echinothrix calamaris hijau dengan corak hijau lumut
dengan nilai keanekaragaman 0,343 sedangkan spesies yang mempunyai keanekaragaman
rendah adalah Holothuria fuscocinerea dengan nilai keanekaragaman 0,056. Kemerataan dari
8 spesies yang ditemukan tidak tersebar merata dan kisarannya mendekati 0.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kelimpahan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak,
Atapupu, kelimpahan spesies tertinggi terdapat pada Echinothrix calamaris dimana spesies
ini memiliki 3 corak yang berbeda sehingga peneliti menganalisis data kelimpahannya
masing-masing kemudian didapat kelimpahan tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah
Echinothrix calamaris hijau dengan corak hijau lumut (0.173), Echinothrix calamaris hitam
dengan corak hijau (0.240) dan Echinothrix calamaris hijau toska (0.167). Sedangkan
15
kelimpahan terendah pada spesies Holothuria fuscocinerea yaitu 0.013. Hasil penelitian lain
menyatakan bahwa suatu spesies dinyatakan melimpah apabila ditemukan individunya dalam
jumlah yang sangat banyak dibandingkan dengan individu dari spesies yang lainnya (Katili,
2011).
Pada lokasi penelitian keempat stasiun tersebut memiliki substrat yang berbeda-beda
dimana pada stasiunt II dengan jenis substrat pasir halus berlumpur dengan sedikit sampah
ditemukan lebih banyak spesies. Jumlah paling sedikit terdapat pada stasiun IV dengan
substrat bebatuan. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Romimahtarto
dkk (2007:95) dalam Katili (2011) dimana menyatakan bahwa Echinodermata merupakan
hewan yang sering di jumpai merayap pada batu di wilayah pesisir laut yang dapat
dimanfaatkan sebagai tempat persembunyiannya.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kelimpahan Echinodermata baik kondisi fisik
maupun kimia berupa suhu, dimana untuk perairan pantai daerah tropika biasanya
mempunyai kisaran suhu antara 27 - 29°C tetapi dapat tinggi apabila berkurangnya
kedalaman air (Desmukh, 1992: 42 dalam Katili, 2011).
Untuk faktor lingkungan berupa pH yang diukur pada keempat stasiun adalah 6
derajat pH yang termasuk kisaran optimal. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa pH yang baik mendukung kehidupan organisme perairan berkisar antara
5,0-8,0 (Romimohtarto dkk, 2007:90 dalam Katili, 2011). Berdasarkan uraian tersebut dapat
katakan bahwa kisaran faktor lingkungan baik substrat, suhu dan pH masih menunjukkan
kisaran toleransi yang dapat mendukung kehidupan Echinodermata, meskipun di sisi lain
terdapat tekanan secara ekologis terhadap kehidupan Echinodermata yang ada di lokasi
tersebut.
4.2.2 Keanekaragaman
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak,
Atapupu, diperoleh nilai keanekaragaman Echinodermata yang tergolong sedang (1,0 < H <
3,322) produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang
dengan capaian nilai 1.860. Hasil ini dianalisis menggunakan formula Shannon-Wiener
didasarkan pada kriteria nilai tolak ukur indeks keanekaragaman (Rahma dan Fitriana,
2006:68 dalam Katili, 2011)
Spesies yang memiliki keanekaragaman tertinggi terdapat pada Echinothrix calamaris
dimana spesies ini memiliki 3 corak yang berbeda sehingga peneliti menganalisis data
keanekaragamannya masing-masing kemudian didapat keanekaragaman tertinggi sampai
terendah berturut-turut adalah Echinothrix calamaris hijau dengan corak hijau lumut (0.343),
Echinothrix calamaris hitam dengan corak hijau (0.304) dan Echinothrix calamaris hijau
toska (0.299). Sedangkan keanekaragaman terendah pada spesies Holothuria fuscocinerea
yaitu 0.056, sehingga suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi,
jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan tiap jenis yang sama atau
hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh sangat sedikit jenis dan hanya
sedikit saja jenis yang dominan, maka keanekaragaman jenisnya rendah (Irwanto, 2006).
Nilai keanekaragaman dikatakan sedang walaupun kondisi lingkungan yang menjadi
lokasi penelitian hal ini karena persebaran Echinodelrmata tidak secara merata pada keempat
stasiun. Faktor lain yang dapat menyebakan sedangnya keanekaragaman Echinodermata di
16
Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu adalah suhu. Dari hasil pengukuran suhu
berkisar antara 27 - 29°C dimana stasiun ke IV memiliki suhu terendah yaitu 27°C dengan
jenis substrat bebatuan serta memiliki jumlah spesies terendah pula. Walaupun hasil
pengukuran masih termasuk dalam kisaran optimal, tetapi ada pendapat lain yang
mengatakan bahwa tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan
oleh berbagai faktor yang ditemukan dalam jumlah yang lebih melimpah dari pada jenis
lainnya.
Keanekaragaman jenis tidak hanya berarti kekayaan jenis atau banyaknya jenis, akan
tetapi terdapat juga kemerataan dari kelimpahan setiap individu. Pada suatu komunitas,
kemerataan jenis dibatasi dengan 0-1 dimana 1 menunjukkan kondisi semua jenis sama-sama
melimpah (merata), sebaliknya jika angka mendekati 0, maka jenis yang terdapat pada
komunitas tersebut semakin tidak merata atau adanya jenis yang jumlahnya mendominasi.
Pada tabel indeks kemerataan jenis pada keempat stasiun, menunjukkan bahwa kemerataan
spesies pada komunitas tersebut semakin tidak merata dan adanya jenis yang jumlahnya
mendominasi pada stasiun II.
17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1) Kelimpahan Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu
memperoleh nilai kelimpahan tertinggi pada spesies Echinothrix calamaris hijau
dengan corak hijau lumut dengan nilai kelimpahan 0.173 dan nilai kelimpahan
terendah pada spesies Holothuria fuscocinerea dengan nilai kelimpahan 0.013.
Nilai kelimpahan ini tergolong kurang dikarenakan jumlah individu yang didapat
hanya sedikit, substrat pada masing-masing stasiun juga berbeda sehingga pada
stasiun IV hanya sedikit spesies yang ditemukan.
2) Keanekaragaman Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak,
Atapupu memiliki nilai keanekaragaman 1.860 yang tergolong sedang dengan nilai
keanekaragaman tertinggi pada spesies Echinothrix calamaris hijau dengan corak
hijau lumut yaitu 0.343 dan nilai keanekaragaman terendah pada spesies Holothuria
fuscocinerea dengan nilai keanekaragaman 0.056. Nilai dari keanekaragaman
Echinodermata tergolong sedang dikarenakan penyebaran dari Echinodermata di
Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu tidak merata dimana
berdasarkan indeks kemerataan di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak,
Atapupu yang mendekati 0.
3) Faktor lingkungan yang mendukung kehidupan Echinodermata berupa suhu, pH
dan substrat. Dengan hasil pengukuran suhu berkisar antara 27 - 29°C, pH 6 derajat
pH dan substrat dari keempat stasiun tersebut yaitu pasir kasar, pasir halus
berlumpur dengan sedikit sampah, banyak sampah dan bebatuan.
5.2 Saran
1) Sebagai bahan informasi awal dan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.
2) Perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah atau instansi terkait dalam hal ini
Dinas Perikanan dan Kelautan serta Dinas Parawisata kabupaten Belu dalam
menjaga panorama, kebersihan dan keindahan Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk
Mesak, Atapupu dan sekitarnya, agar senantiasa bersih dan terawat dengan baik.
Selain itu, perlu ada penegasan untuk menjauhkan aktivitas masyarakat terutama
berdagang di pesisir pantai, karena di lokasi tersebut terdapat gedung yang baru
dibangun yang nantinya akan dijadikan sebagai tempat berdagang oleh
masyarakat setempat. Hal ini dapat menimbulkan pencemaran laut akibat
tumpukan sampah
3) Perlu adanya kesadaran dari masyarakat akan kebersihan pantai terutama Pantai
Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu ini yang hampir ditutupi oleh sampah
organik dan anorganik.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
Foto Spesimen
20
Tripneuster gratilla
Tripneuster ventricosus
Diadena cetosun
21
Halothuria fuscocinerea
Pearsonothuria grafei.
22
Lampiran Dokumentasi Penelitian
23
24