NIM : L011221123
KELOMPOK :8
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 2 jt km2 yang merupakan negara
kepulauan dengan hamparan pulau-pulau dan garis pantai yang sepanjang 81.000 km.
Dari data tersebut, Indonesia memiliki pesisir wilayah laut yang luas, tentu saja
memiliki sumber daya alam yang sangat kaya dan sangat beragam, selain itu
Indonesia memiliki sangat banyak keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi,
khususnya di daerah perairan pantai. Salah satu daerah pantai yang memiliki daerah
pantai yang memiliki keanekaragaman biota hewan (Surtikanti, 2009).
Kawasan ekosistem di setiap pantai memiliki kelimpahan dan keanekaragaman
biota laut yang beragam. Pada ekosistem laut sihuni oleh berbagai enis invertebrata
diantaranya seperti Coelenterata, Mollusca, Annelida, Cnidaria dan termasuk
Echinodermata. Semua jenis Echinodermata hidup di laut, mulai dari daerah litorial
maupun sampai di kedalaman 6000 meter, termasuk dalam filum Echinodermata
antara lain ialah bintang laut, bintang ular, sea biskuit, bulu babi, teripang dan lain-lain.
Umumnya ukurannya berukuran besar dan yang terkecil berdiameter 1 cm
(Brotowidjowo, 1994 dalam Hutauruk, 2009).
Filum Echinodermata merupakan salah satu keanekaragaman hayati yang
dapat ditemukan di perairan Indonesia. Asal kata Echinodermata yaitu Echinos adalah
duri dan Derma adalah kulit Echinodermata secara umum didefinisikan sebagai hewan
yang memiliki kulit berduri). Filum ini dibagi menjadi 5 kelas, salah satunya Ecinoidea
atau yang biasa dikenal dengan istilah bulu babi (Yusron, 2013). Echinoidea
mempunyai kemampuan memutuskan bagian tubuhnya dan menumbuhkannya
kembali bagian-bagain ‘tubuh yang hilang atau putus (Katili, 2011).
Penyebaran bulu babi di setiap perairan pada daerah terumbu karang, padang
lamun, dan substrat perairan campuran pecahan karang). Adapun sekitar 800 jenis
bulu babi yang terdapat di dunia, 84 jenis diantaranya hidup di wilayah lautan
Indonesia (Akenia, 2021).
B. Tujuan
Untuk mengetahui ciri morfologi dan memahami bentuk morfologi dari Filum
Echinodermata dari kelas Asteroid, kelas Ophiuroidea, kelas Echinodea, dan kelas
Holothuroidea serta mampu membedakan spesies dari kelas Asteroid, kelas
Ophiuroidea, kelas Echinodea, dan kelas Holothuroidea.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Echinodermata
Echinodermata adalah filum hewan terbesar yang tidak memiliki anggota yang
hidup di air tawar atau darat. Echinodermata (dalam bahasa yunani, echino yang
berarti landak, derma yang berarti kulit). Jadi, dapat diartikan echinodermata adalah
kelompok hewan tripoblastik yang memiliki ciri khas adanya rangka dalam
(endoskeleton) berduri yang menembus kulit. Hewan-hewan ini juga mudah dikenali
dari bentuk tubuhnya. Kebanyakan memiliki simetri radial, khususnya simetri radial
pentrameral (terbagi lima) (Arnone, Byrne & Martinez, 2015).
Echinodermata merupakan hewan invertebrata yang hanya dapat hidup di
perairan laut. Echinodermata memiliki peranan penting bagi ekosistem laut.
Echinodermata berperan sebagai hewan pemakan sampah organik baik itu berupa
sisa hewan ataupun tumbuhan sehingga keberadaannya berguna untuk membersihkan
lautan dari sampah organik. Kelompk Echinodermata dapat hidup menempati berbagai
macam habitat seperti zona rataan terumbu karang, daerah pertumbuhan alga padang
lamun, koloni karang hidup dan karang mati dan betina karang (Yusron, 2009 h.46).
Echinodermata mempunyai kulit yang keras , tersusun dari zat kapur dengan
lima lengan berbentuk seperti jari, dan organ-organ yang berjumlah/berkelipatan lima.
Pada umumnya hewan ini bertubuh kasar karena terdapat tonjolan kerangka dan duri
di tubuhnya mempunyai bentuk tubuh yang memiliki ciri khas yakni bersifat simetri
radial dengan penguat tubuh dari zat-zat kapur dengan tonjolan duri-duri dan simetri
radialnya berevolusi secara sekunder. Kulitnya mempunyai lempeng-lempeng zat
kapur dengan duri-duri kecil, hidupnya bebas hanya gerakannya yang lamban.
Echinodermata tidak mempunyai kepala, tubuhnya tersusun dalam sumbu oral-aboral
(Ubaghs, 2012).
Echinodermata merupakan kelompok invertebrata yang memiliki tingkat
keanekaragaman spesies yang tinggi dan berperan penting baik secara ekologis
maupun ekonomis, jenis-jenis Echinodermata dapat bersifat pemakan seston
(suspension feeder) atau pemakan detritus, sehingga perannya dalam suatu ekosistem
sangat penting untuk merombak sisa-sisa bahan organik yang tak terpakai oleh
spesies lain namun dapat dimanfaatkan oleh beragam jenis Echinodermata selain itu
karakteristik yang paing mencolok dari filum Echinodermata ini ialah memiliki kepingan
duri endoskeleton, sistem vaskular air, modifikasi duri, lapisan brancia atau lapisan
pernapasan, dan mempunyai bentuk tubuh simetri radial atau bilateral (Suryanti, 2019).
Kelimpahan dan keanekaragaman Echinodermata juga sangat dipengarruhi
oleh faktor biotik dan abiotik yang saling terkait satu dengan yang lain, serta interaksi
antara berbagai spesies yang membentuk sistem tersebut. Echinodermata mempunyai
cara dan kemampuan yang berbeda dalam menentukannya dengan lokasi yang cocok
untuk tempat hidupnya, sehingga perbandingan jenis dan kelimpahan Echinodermata
di lokasi dengan waktu yang berbeda perlu untuk dipelajari (Hadi, 2011).
Echinodermata pada umumnya banyak dijumpai di daerah perairan pantai. Di
Indonesia terdapat banyak berbagai jenis Echinodermata dari kelima kelas tersebut
(Nonjti, 2005). Echinodermata dapat hidup menempati berbagai macam habitat seperti
zona rataan terumbu, daerah pertumbuhan algae, padang lamun, koloni karang hidup
dan Ekosistem terumbu karang merupakan habitat dari berbagai jenis biota laut. Salah
satunya dari kelompok Echinodermata yang cukup menonjol (Clark, 1976;Birkeland,
1989) dalam (Yusron, 2010).
Pemanfaatan dan pengolahan yang dilakukan adalah tubuh dari bintang laut
diolah untuk menghasilkan senyawa glikosida yang berguna sebagai bahan antibiotik
(Grimzek, 1972 dalam Susantie, 1997). Pada beberapa negara di Asia Timur, telur dari
bintang laut dapat dimakan dan bagian tubuhnya dikeringkan kemudian dijadikan
tepung dan digunakan sebagai pupuk, karena banyak mengandung nitrogen
(Radiopoetro, 1987 dalam Susantie, 1997).
Bintang laut dikenal dengan sebutan starfish yang merupakan hewan
invertebrata yang termasuk dalam filum Echinodermata dan kelas Asteroidea,
berbentuk simteri radial dan pada umumnya memilki lima atau lebih lengan, serta tidak
memiliki rangka yang mampu membantu pergerakan. Bintang laut bergerak bebas
dengan menggunakan kaki-kaki tabungnya. Pergerakannya sangat lambat
dibandingkan dari kebanyakan hewan laut pada umumnya (Birkeland, 1988 dalam
Puspita, 2012).
Echinodermata merupakan salah satu hewan yang sangat penting dalam
ekosistem laut dan bemanfaat sebagai salah satu komponen dalam rantai makanan,
pemakan sampah organik dan hewan kecil lainnya. Echinodermata dapat bersifat
pemakan seston atau pemakan destritus, sehingga peranannya dalam suatu
ekosistem untuk merombak sisa-sisa bahan organik yang tidak terpakai olleh spesies
lain namun dapat dimanfaatkan oleh beberapa jenis Echinodermata. Beberapa spesies
dari kelompok Echinodermata.seperti bulu babi dan teripang biasanya dicari oleh
masyarakat karena memiliki nilai ekonomi dan protein yang tinggi. Teripang adalah
sumber penting bagi industri makanan dan obat-obatan di malaysia (Jontila, 2014).
Adapun sementara itu, bulu babi diperdagangkan untuk dimanfaatkan
gonadnya (Hammer, 2006). Echinodermata.juga berperan penting dalam ekosistem
padag lamun sebagai konsumen tingkat 1 yang dapat memperkecil kemungkinan
terjadi bloming. Secara ekologis penurunan ekosistem lamun berdampak biota dan
padang lamun memiliki peranan penting bagi habitat Echinodermata. Ekosistem lamun
sangat penting bagi kehidupan laut. Secara fisik, lamun bertindak sebagai stabilisator
sedimen serta melindungi pantai dari erosi (Uneputty, 2017).
Gambar 1. (a) Bintang laut; (b) Bintang ular laut; (c) Bulu babi; (d) Mentimun laut
B. Kelas Asteroidea
Bintang laut termasuk ke dalam kelas Asteroidea. Biota ini memiliki bentuk
dasar yang terdiri dari disc (cakram yang merupakan sentral semua sistem tubuhnya)
dan beberapa lengan, umumnya dengan lima lengan (Ville, 1993 ) dalam (Kurniawan,
2018). Tetapi ada juga yang memiliki lengan lebih dari lima (Pechenik, 1991) dalam
(Kurniawan, 2018). Pada perairan Indonesia untuk kedalaman 0 meter sampai dengan
20 meter terdapat sekitar 88 spesies bintang laut yang termasuk ke dalam 38 general
dan 17 famili. Di perairan Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 400 spesies bintang
laut atau sekitar 22% dari jumlah total bintang laut di dunia (Clark, 1971) dalam
(Kurniawan, 2018).
Menurut pakar zoologi, Asteroidea dimasukkan sebagai kelas Bintang laut yang
dikenal banyak orang. Mereka biasanya dapat dijumpai merayap pada batu di pantai
laut dengan mulutnya di sisi bawah tubuh. Permukaan atau sisi atasnya karena disebut
aboral atau abaktinal (Juwana, 2002) dalam (Katrin, 2015).
Asteroidea mempunyai lima lengan atau menjulur ke sekeliling arah dari
pusatnya atau cakramnya. Tergantung pada jenisnya, jumlah lengan ada yang empat
dan ada yang sampai 40 buah. Mulut yang berada di sisi bawah terletak di tengah-
tengah cakram dan anus di atas. Di dekat anus terdapat pintu saring ke sistem
pembuluh air yang dinamakan madreporit (madreporite). Dibagian bawah (sisi oral),
terdapat celah dalam dan memanjang mulai dari daerah mulut ke ujung masing-masing
lengan dalam dua atau empat baris yang dinamakan alur ambulakral (ambulakral
groove). Pada ujung lengan terdapat bintik mata ata ualat peka cahaya. Di sisi ini
terdapat kaki-tabung (tube feet) yang dapat dikeluar-masukkan dan mempunyai
penghisap pada ujungnya untuk memegang benda yang tersentuh. Daerah atas
mempunyai embelan, tergantung pada jenis, ada yang panjang disebut duri, ada yang
hanya membuat kulit kasar. Embelan ini bagian dari lempeng tulang dari kapur yang
membentuk endoskeleton (kerangka dalam). Oskula mempunyai bentuk dan ukuran
berbeda-beda, masing-masing mempunyai jenis pola khas sendiri. Oskula ini
dilekatkan bersama oleh benang-benang oto dan jaringan penghubung lainnya, yang
membuat hewan ini lentur (Juwana, 2002) dalam (Katrin, 2015).
Rongga tubuh bintang laut sebenarnya sangat besar dan dapat dipisahkan
menjadi beberapa bagian yang jelas. Bagian periviseral (periviceral) mengelilingi
saluran pencernaan dan melebar ke dalam lengan. Ia dilapisi peritoneum dan terisi air
laut yang mengandung sejumlah zat albumin. Oksigen diambil kedalam cairan rongga
tubuh dan CO2 dibuang melalui dorongan keluar dari dinding tubuh yang dikenal
sebagai papula atau insang kulit (dermal brachiae). Rongga tubuh juga mempunyai
fungsi eksresi karena sel-sel dari peritonium bersemi dan lepas (budded off) ke dalam
cairan rongga tubuh di mana mereka berkeliaran sebagai amebosit (amoebocyte) yang
mengumpulkan kotoran. Sel-sel ini menuju insang kulit dan melalui dinding insang ini
mereka lewat keluar dan terpecah (Juwana, 2002) dalam (Katrin, 2015).
Sistem pembuluh air merupakan sifat penting dari anak kelas ini. Singkatnya, ia
terdiri dari madreporit pada permukaan atas yang memasukkan air ke dalam saluran
batu (stone canal) menuju ke saluran cincin (ring canal). Dari sini air masuk ke saluran
meruji yang menuju ke masing-masing lengan di atas alur ambulakral. Air kemudian
lewat dari saluran meruji ke saluran lateral yang menuju ke kaki tabung. Jumlah
saluran lateral dan kaki tabung dapat mencapai ratusan (Juwana, 2002) dalam (Katrin,
2015).
Sistem pencernaannya sederhana, tetapi dalam beberapa hal luar biasa.
Sauran pencernaannya pendek dan sangat modifikasi. Mulut membuka ke suatu
esophagus yang menuju ke perut, yakni sebuah kantung berdinding tipis. Bersambung
dengan ini adalah kantong pylorus (pyloric sac). Dari kantung pilorik, sebuah tabung
lewat menuju ke dalam setiap lengan, kemudian membagi menjadi dua cabang,
masing-masing mempunyai sejumlah besar kantung lateral. Cabang-cabang ini disebut
sekum pilorus atau sekum hepar terdapat rektum yang ramping, yang dapat membuka
ke luar melalui anus. Dua kantung bercabang berwarna coklat timbul dari rektum dan
dinamakan sekum rektum (rectal/ceca) (Juwana, 2002) dalam (Katrin, 2015).
Makanan bintang laut berupa ikan, tiram, kerang, teripang, keong, dan cacing.
Crustacea dan lain-lain. Sejumlah bintang laut dapat menjulurkan sebagian perutnya
keluar mulut. Jika mereka mendapatkan kerang yang sebagian terbuka maka sebagian
perutnya dijulurkan keluar mulut kedalam kerang dan mencernakan isi kerang itu. Yang
lain meletakkan bagian perut ini pada kerang dan mencernakan hewan kerang
langsung dari rumahnya (Juwana, 2002) dalam (Katrin, 2015).
Cara perkembangbiakan beragam, kecuali beberapa hal, kelamin terpisah.
Umumnya telur dan sperma dilepas di air dan pembuahan eksternal. Melalui beberapa
tingkat larva, hewan yang menetas menjadi anak dan dewasa. Salah satu tingkat larva
bernama bipinaria yang simetri bilateral, beberapa jenis melindungi telurnya di area
mulut. Sebagian besar bintang laut dapat meregenerasi lengannya yang hilang tanpa
kesulitan (Juwana, 2002) dalam (Katrin, 2015).
Kelamin bintang laut dapat dibedakan. Alat perkembang-biakan berbentuk
dentritik, dua di dasar setiap lengan. Mereka melepas telur dan sperma ke luar,
kedalam air melalui pori-pori pada sisi aboral, pada permukaan antara dua lengan
yang berdekatan. Telur-telur dari banyak bintang laut dibuahi di dalam air. Mereka
holoblastik, mengalami pembelahan yang sama, dan membentuk satu blastulla dan
gastrula. Lubang (blastopora) dari gastrula menjadi anus, dan lubang baru muncul dan
menjadi mulut. Embelan-embelan berbulu getar berkembang di kedua sisi tubuh dan
menjadi sebuah larva yang dinamakan bipinaria ini berubah (metamorfosisi) menjadi
bintang laut (Juwana, 2002) dalam (Katrin, 2015).
2. Linckia laeviagata
Linckia laevigata merupakan salah satu Asteroidea yang termasuk dalam famili
Ophidiariasteridae. Bintang laut ini memiliki lima buah lengan berbentuk silindris dan
tumpul pada ujungnya. Pada bagian aboral. Linckia laevigata memiliki madreporit
sedangkan bukaan ambulakral dan mulut terdapat di bagian oral. Bintang laut ini
memilki granul-granul kecil yang menutupi cakramnya. Pada umumnya Linckia
laevigata memiliki warna biru pada bagian aboral. Klasifikasi dari biota laut ini, yaitu :
Spesies Linckia laeviagata ini bergerak dan hidup menyendiri. Spesies ini juga
tergolong hewan nocturnal, aktif, pada malam hari, dan termasuk hewan fototaksis
negatif. Spesies ini sering ditemukan bersembunyi di karang selama siang hari. Hewan
ini memiliki mata majemuk yang buta warna dan memiliki resolusi spasial rendah
(Toha, 2016).
Bintang laut Linckia laeviagata tergolong spesies yang memiliki tingkat
rekruitmen yang sangat rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, spesies
Estrella de mar azu (Nama umum Spanyol untuk Linckia laeviagata) ini hanya memiliki
10 anak dalam kurun waktu satu tahun. Meskipun demikan, Linckia laeviagata
tergolong spesies bintang laut yang tidak tercantum dalam program konservasi
manapun. Dalam IUCN red list, Linckia laeviagata tidak di evaluasi, sedangkan dalam
CITES tidak memiliki status khusus atau tidak termasuk dalam apendiks (Mah, 2015).
Linckia laeviagata Memilki sistem pertahanan diri yang unik. Spesies ini dapat
menghasilkan senyawa saponin yang berfungsi untuk melindungi diri dari predator.
Predator Linckia laeviagata yang umum dikenal adalah ikan buntal, kerang triton,
udang, dan anemon laut (Mah, 2015).
C. Kelas Ophiuroidea
Bintang mengular memiliki cakram pusat yang jelas serta lengan-lengan yang
panjang dan fleksibel. Mereka terutama bergerak dengan mencambukkan lengan-
lengannya dengan gerakan yang mirip ular, dasar kaki tubuh dari bintang mengular
tidak memiliki cakram pipih seperti yang ditemukan pada bintang laut namun
menyekresikan zat-zat kimia yang adhesif. Oleh karena itu, sperti bintang laut dan
Echinodermata yang lain, bintang mengular dapat menggunakan kaki tabungnya untuk
mencengkram substrat. Beberapa spesies merupakan pemakan suspensi sedangkan
yang lain merupakan predator atau pemakan bangkai (Campbell, 2012).
1. Ophiotrix sp
D. Kelas Echinoidea
Kelas Echinoidea (Bulu babi) umumnya memiliki tubuh berbentuk bola, padat
dan tertutup test endoskeletal atau cangkang yang terbuat dari lempeng sempurna
tetutup. Memiliki cangkang yang keras berkapur dan dipenuhi dengan duri-duri. Tetapi
ada pula yang berbentuk pipih. Duri-durinya terletak berderet dalam garis garis
(Suryanti, 2014).
1. Diadema setosum
Berbeda dengan bintang laut dan bintang ular, bulu babi (Echinoidea) tidak
memiliki lengan. Tubuh bulu babi berbentuk bola berbentuk agak bulat seperti bola
dengan cangkang yang keras berkapur dan di penuhi oleh duri-duri. Duri-duri terletak
berderet dalam garis-garis membujur dan dapat digerakkan. Mulut terletak di bawah
menghadap ke bawah dan anus terletak diatas menghadap atas ke atas di puncak
cangkang membulat ( Alwi, 2014).
2. Echinotrix calamaris
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidea
Ordo : Diadematoida
Famili : Diadematidae
Genus : Echinotriix
Spesies : Echinotrix calamaris
Echinotrix calamaris memiliki tubuh berwarna putih polos dan coklat belang-
belang, memiliki duri yang tebal yang berfungsi sebagai alat gerak dan
perlindungan dari predator. Echinotrix calamaris termasuk dalam famili Diadematidae.
Namun, jenis memiliki duri yang ganda (double spined urchin). Ciri-cri tubuh
hewan ini memiliki rangka yang keras. Echinothrix calamarismemiliki warna yang
bervariasi yaitu: warna coklat dengan berbentuk bintang, warnaputih dan belang
pada durinya. Habitatnya di terumbu karang dan rubble (pecahan karang) (Arhas,
2015 dalam Alwi, 2020).
3. Tripneustes gratilla
Tripneustes gratilla merupakan kelompok bulu babi regularia atau bulu babi
beraturan. Kelompok ini memiliki bentuk hemisfer, membulat di bagian atas dan merata
di bagian bawah. (Menurut De Ridder 1986) dalam (Tuwo, 1995) bulu babi Tripneustes
gratilla mempunyai warna cangkang yang sanga bervariasi, namun umumnya merah
keunguan sampai ungu keputihan. Durinya dapat berwarna putih, cokelat muda,
orange, abu-abu kemerahan, atau kadang-kadang hitam. (Yusron, 2013).
Mengenai bentuk tubuh bulu babi secara umum, tubuh bulu babi bebentuk bulat
atau pipih bundar, tidak bertangan, mempunyai duri-duri panjang yang dapat
digerakkan. Semua organ pada bulu babi terletak dalam tempurung test skeleton yang
terdiri atas 10 keping pelat ganda, biasanya bersambung dengan erat, yaitu pelat
ambulakral, disamping itu terdapat pelat ambulakral yang berlubang-lubang tempat
keluarnya kaki tabung. Pada permukaan tempurung terdapat tonjolan-tonjolan pendek
yang membulat, tempat menempelnya duri. Di antara duri-duri tersebar pedicellaria
dengan tiga gigi. Bulu babi terletak di sisi oral, dilengkapi dengan tiga gigi. Bulu babi
mempunyai dua macam duri, duri panjang atau primer dan duri pendek atau sekunder.
Mulutnya terletak di sisi oral dilengkapi dengan lima gigi tajam dan kuat untuk
mengunyah (Suryanti, 2014)
Sand dollar merupakan salah satu kelas Echinodermata yang hingga saat ini
belum banyak dilaporkan nilai penting dan ekonomisnya. Hewan ini memiliki peran
ekologi penting di dasar perairan. Penelitian di Indonesia mengenai hewan tersebut
masih sangat kurang dan masyarakat daerah sekitar pun masih banyak yang belum
mengetahui tentang sand dollar khususnya di perairan pantai Pulau Cemara kecil.
Sehingga perlu diadakannya Penelitian mengenai kelimpahan dan sebaran sand dollar
pada jarak yang berbeda dari pantai di Pulau Cemara kecil Karimunjawa jepara
(Suryanti, 2016).
Laganum laganum atau biasa dikenal dengan sebutan sand dollar merupakan
salah satu spesies yang termasuk ke dalam famili Laganidae. Echinoidea ini berbeda
dengan yang lainnya karena memiliki tubuh yang pipih, duri yang pendek dan termasuk
bulu babi irregularia. Pada sisi aboral, bulu babi ini memiliki struktur tubuh yang
menyerupai asteroidea. Pada sisi oral terdapat mulut yang terletak pada bagian
tengah. Laganum laganum memiliki warna tubuh hujau kecoklatan (Shin, 2014).
Klasifikasi dari biota ini yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidea
Ordo : Clypeasteroidea
Famili : Laganidae
Genus : Laganum
Spesies : Laganum laganum
E. Kelas Holothuroidea
F. Kelas Crinoidea
Crinoidea memiliki bentuk indah sepperti bunga leli. Tangan seperti bulu
unggas dan berwarna ungu (biasanya ditemukan di perairan dalam), ada pula yang
tidak bertangkai (feather star) hidupnya di perairan dangkal. Mempunyai tangkai
beruas-ruas berhubungan dengan aboral calyx 1 m. Tubuh terdiri dari: calyx (mangkok
kecil) tersusun dari plat kapur dan bagian tangan lentur. Pada crinoid, tangan tersebu
bercabang-cabang (lebih) pada pangkalnya (tampak 10 tangan). Jenis lili laut
beranekaragam kurang lebih 91 jenis. Tiap tangan dan cabangnya terdapat apendik
beruas-ruas (pinnule). Deretan kaki tabung pada lekuk ambulakral tersusun 3 buah
kaki tabung yang menyatu dipangkal (Suryanti, 2016).
Hewan yang paling umum dipelajari adalah dari jenis Antedon tenella,
Kelompok hewan ini juga sering disebut binatang bulu. hewan ini memiliki lengan
contoh yang lain adalah Antedon rosacea bercabang serta anus dan mulut berada di
permukaan oral, kaki tabungnya tidak mempunyai saluran penghisap dan alur
ambulakralnya terbuka, tidak memiliki madreporit, duri ataupun pedicillirae. Sistem
reproduksi yang dimiliki kelas ini yaitu memiliki jenis kelamin terpisah. Gonad biasanya
terdapat pinnula. Beberapa kelas Crinoidea, melepaskan telur dalam air, tapi beberapa
menahan tetap pada pinnula sampai menetas. Larvanya disebut doliolaria
(Supriharyono, 2018).
Larva yang masih muda sekali masih mendapat makanan dari kuning telur, tapi
belum mempunyai mulut. Setelah beberapa hari dapat hidup bebas dan menempel
dengan akhir bagian anterior dan kemudian berbentuk cangkir, lalu tumbuhlah
lengannya. Beberapa Crinoidea menyimpan telurnya dalam tubuh. Sistem pencernaan
makanan kelas Crinoidea yaitu makanan dari hewan ini berupa plankton atau
mikroorganisme lainnya yang ditangkap dengan menggunakan tentakelnya, makanan
tersebut dibawa oleh silia untuk masuk ke dalam mulut. Sistem sarafnya terdiri
atas:cincin saraf dan saraf radial. Organ sensorisnya masih sangat primitive (Suryanti,
2015).
Crinoidea (lili laut) merupakan kelas dari Echinodermata. Habitat
Echinodermata dapat ditemui hampir semua ekosistem laut. Namun ekosistem yang
paling tinggi terdapat pada terumbu karang di zona intertidal. Hl ini dipengaruhi oleh
faktor fisik dan kimia pada masing-masing daerah. Kelompok fauna Echinodermata
(Holothuroidea, Echinodermata, Asteroidea, dan Ophiuroidea), sedangkan kelas
Crinoidea tidak ditemukan pada stasiun penelitian. Hal ini disebabkan karena
Crinoidea biasanya hidup di daerah tubir sehingga sulit untuk dikoleksi dan karena
pada tiga lokasi penelitian tidak adanya ubir (Katili, 2013).
Crinoidea atau kelompok lili laut pada umumnya merupakan pemakan plankton
dan materi tersuspensi . Selain tidak tahan terhadap kekeringan, dan hidupnya
tergantung kepada kehadiran populasi plankton, mengakibatkan lili laut lebih sering
didapatkan berada di zona paling luar dari ekosistem terumbu karang (tubir dan lereng
terumbu). Struktur Tubuh Lili laut hidup melekat ke substrat dengan tangkainya, lengan
digunakan untuk memakan suspensi. Crinoidea memiliki lengan yang mengelilingi
mulut serta menghadap ke atas,menjauhi subsrat (Campbell,2013).
Lili laut mempunyai bentuk tubuh yang indah seperti bunga. Lili laut berpegang
pada batu atau tumbuhan yang disebut dengan cirri dan memiliki lengan yang banyak
(Nontji, 1987, h. 209). Tubuhnya ditutupi oleh kulit kasar yang disebut tegmen terdiri
dari lempengan kapur. Epidermisnya tidak berkembang dengan biak. Kelima
lengannysa fleksibel untuk membentuk lebih banyak cabang yang memiliki pinnules
seperti duri pada bulu. Gabungan calyx dan lengan dinamakan crown. Bentuknya tidak
berubah dan stalk atau tangkai melekat pada sisi aboral tubuh (Siddiqi, 2015).
Sistem Reproduksi pada kelas Crinoidea, melepaskan telur dalam air, tapi
beberapa menahan tetap pada pinnulae sampai menetas. Larva yang masih muda
sekali masih mendapat makanan dari kuning telur, tapi belum mempunyai mulut.
Setelah beberapa hari dapat hidup bebas dan menempel dengan akhir bagian anterior
dan kemudian berbentuk cangkir, lalu tumbuhlah lengannya. Beberapa Crinoidea
menyimpan telurnya dalam tubuh (Setiawan, 2017).
III. METODE PRAKTIKUM
a. Alat
ALAT KEGUNAAN
Alat Tulis (Pulpen, Digunakan pada saat ketika mengisi lembar kerja
Pensil, Penghapus,
Pewarna)
Loop (Kaca Pembesar) Digunakan untuk memperbesar objek kecil yang ingin
dilihat
C. Prosedur Kerja
1. Kelas Echinoidea
Pada praktikum ini, terdapat beberapa prosedur kerja yang harus dilakukan.
Pertama, ambil salah satu sampel bulu babi yang telah disediakan dan amati dengan
seksama bentuk morfologinya. Selanjutnya, tentukan bagian oral dan aboralnya serta
tuliskan dasar penentuan tersebut pada kolom deskripsi. Kemudian, berdasarkan
pengamatan, berikan alasan mengapa Tripneustes gratilia, Diadema setosum,
Echinotrix calamaris, Echinometra mathaei dikelompokkan ke dalam phylum
Echinodermata, Classis Echinodea dan tuliskan alasannya. Selanjutnya, amati kembali
bentuk morfologi sampel dan tentukan letak madreporit, anus, serta kaki tabung,
pedicellaria, mulut, tubercle dan duri beserta fungsinya. Pada sampel Tripneustes
gratilia, gambarkan Lentera Aristotels dan jelaskan apakah gigi radula, Epiphysis dapat
dilihat serta berikan penunjukkan pada gambar. Setelah itu, bandingkan jenis pada
bulu babi yang lain dengan mengulang prosedur 1-4 dan jika sudah mengetahui
perbedaan jenis-jenis bulu babi, jelaskan kenapa demikian. Selain itu, ada juga
prosedur kerja untuk sampel Heart urchin atau Sea biscuit, yaitu amati dengan
seksama bentuk morfologi sampel dan tentukan letak mulut, madreporit, petaloid,
anus, dan lunula jika terlihat. Kemudian, gambar sampel tersebut dan lengkapi bagian-
bagiannya serta masukkan ke dalam kolom deskripsi apakah letak anus dan mulut
berada pada sisi yang sama atau berbeda. Terakhir, jelaskan mengapa Heart urchin
dan Sea biscuit masuk dalam Filum Echinodermata, Classis Echinodea.
2. Kelas Holothuroidea
3. Kelas Asteroidea
4. Kelas Ophiuroidea
A. Diadema setosum
Gambar Keterangan
a. Anus
b. Duri
a
c. Tubuh
b
c
B. Echinotrix calamaris
Gambar Keterangan
a a. Duri
b. Tubuh
b
c. Anus
c
C. Tripneutes gratilla
Gambar Keterangan
a. Anus
a b. Duri
c. Tubuh
b
D. Dolar Pasir
Gambar Keterangan
a. Madreporit
E. Archaster sp.
Gambar Keterangan
a. Anus
b. Tentakel
Gambar 5. Archaster sp
Sumber (Umboh, 2016)
F. Culcita sp.
Gambar Keterangan
a. Mulut
b. Kaki Tabung
b
Gambar 6. Culcita sp.
Sumber (Purnomo, 2020)
G. Protoreaster nodosus
Gambar Keterangan
a. Mulut
b. Kaki Tabung
H. Linckia laevigata
Gambar Keterangan
a. Lengan
a
b. Madreporit
I. Teripang
Gambar Keterangan
a. Dorsal
b. Kaki tabung
Gambar 9. Teripang
Sumber (Mongabay, 2018)
J. Ophiotrix sp.
Gambar Keterengan
a. Lengan bagian atas
b. Lengan bagian pusat
a c. Lengan bagian bawah
b
c
` `
V. PEMBAHASAN
1. Diadema setosum
Dari pengamatan pada spsies diketahui bahwa spsies ini memiliki tubuh bulat
tapi tidak sempurna berwarna hitam dan di tutupi oleh duri yang panjang dan dari hal
ini diketahui bahwa spesies berasal dari kelas echinoidea. Dalam salah salah satu
penelitian menjelas bahwa Diadema setosum memiliki bentuk tubuh bundar
pentagonal dan pipih, berwarna hitam, duri berukuran lebih panjang dari tubuhnya,
permukaan tajam, ujung runcing dan rapuh, sedangkan duri sekunder pendek sebagai
alat pergerakan. Memiliki 5 titik putih pada bagian atas dan terletak di setiap segmen,
bentuk Tuberkel yaitu crenulate. Ukuran spesies ini biasanya mencapai 70 mm, namun
yang ditemukan pada saat penelitian berkisar antara 20-40 mm, dengan berat 4,91-6,3
gram, panjang duri primer berkisar antara 18-22 mm. Jenis ini biasanya hidup secara
mengelompok, namun saat penelitian bulu babi ini ditemukan berukuran relatif kecil
dan hidup menyendiri di celah-celah karang dalam jumlah yang sangat sedikit. Menurut
Suryanti dan Ruswahyuni, (2014) Bulu babi (Echinoidea) yang hidup di zona rataan
pasir, daerah pertumbuhan alga dan rataan karang biasanya hidup secara
mengelompok dalam kelompok besar sedangkan di daerah tubir karang bulu babi
(Echinoidea) ini hidup dalam kelompok kecil atau hidup menyendiri dalam lubang
karang mati dan pecahan karang (Suryanti, et al., 2020).
2. Echinotrix calamaris
Berdasarkan pengamatan pada spsies diketahui bahwa duri dari spesies bulu
babi ini lebih pendek dari spesies Diadema setosum. Berdasarkan salah satu
penelitian Genus Echinotrix memiliki bentuk duri yang lebih pendek, permukaan duri
lebih keras dan warna ujung duri lebih terang dibandingkan dengan genus Diadema.
Panjang duri primer pada genus Echinotrix berkisar antara 4,1 – 4,9 cm sedangkan
duri sekunder terletak tidak beraturan diantara duri primer dengan panjang 2,2 – 3,6
cm. Bentuk tubuh bulat memipih berdiameter berkisar antara 6,2 – 7,2 cm. Hal ini
sesuai dengan penelitian Umagap (2013), yang menyatakan bahwa genus Echinotrix
memiliki cangkang yang kaku dan berbentuk bulat memipih. Bentuk tubuh yang kaku
dan keras tersebut dimanfaatkan oleh bulu babi untuk berlindung dari pergerakan
pasang surut air laut di substrat berbatu (Moningkey, 2010 dalam Ritanto, et al., 2017).
3. Tripneutes gratilla
Dari pengamatan pada spsies diketahui bahwa spsies ini memiliki ciri khas
seperti bentuk bulat denan duri-duri yang pendek. Dalam salah satu penelitian
menjelaskan bahwa Bulu babi Tripneustes gratilla memiliki tinggi badan tubuh 4,3-5.4
cm dan bentuk tubuh bulat pipih. Dengan diameter tubuh 4-7 cm, memiliki warna tubuh
hijau tua dengan selingan hitam kemerahan pada bagian ambulakralnya dan
dilengkapi dengan duri diseluruh permukaan tubuhnya. Tripneustes gratilla merupakan
kelas Echinoidea yang tergolong dalam famili Toxopneustidae. Duri-duri sekunder
jarang terdapat pada cangkangnya, sedangakan duri primer panjang dengan ukuran
yang relatif sama diseluruh bagian cangkang. Duri Tripneustes gratilla memiliki warna
yang beragarn, tetapi secara umun berwarna putih dan orange muda (Sese dkk., 2018;
dan Susilo. 2017). Umumnya semua jenis bulu babi menyukai substart yang kerang
seperti batu karang, padang lamun dimana terdapat campuran pasir dan pecahan
karang, dan hidup kebanyakan hidup berasosiasi dengan dengan terumbu karang
(Tuang-tuang ,2019 dalam Sapianus, 2022).
4. Dolar Pasir
Pada pengamtan yang dilakukan pada spesies ini didapatkan bentuk dari
spesies ini berbentuk bundar dan pipih, spesies yang di amati memiliki warna tubuh
coklat muda. Dolar Pasir berasal dari dari filum Echinodermata yang masuk ke dalam
kelas Echinoidea. Spesies ini memiliki bentuk tubuh pipih dorsoventral yang
menyerupai uang dolar, sehingga biasa disebut sebagai dolar pasir. Tubuhnya ditutupi
dengan duri pendek, bergerak, dan terdistribusi padat yang membantubergerak melalui
pasir saat makan. Permukaan aboral memiliki lima struktur mirip kelopak bunga yang
mencolok, yang disebut petalloids. Ini sebenarnya adalah alur ambulacral. Setiap
petalliod memiliki ukuran yang sama dan terdiri dari dua baris pori berpasangan yang
digunakan dalam respirasi (Rusyana, 2011). Sand dollar banyak ditemukan di daerah
berpasir dan kadang terdampar di pantai pesisir. Orang sering menemukan Sand dollar
terdampar di pantai dengan kerangka hewan mati, tidak ada duri pada kerangkanya
dan sudah berwarna putih, hewan ini hidup dengan membenamkan diri dalam lumour
atau pasir halus atau secara pasif mengumpulkan jasad-jasad renik dan sisa organik
yang tertangkap oleh duri-durinya terutama pada sisi aboral, atau memperoleh
makanan dengan menelan pasir yang ada pada medium sekitarnya (Suryanti, 2019).
5. Archaster sp.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui Bintang laut ini memiliki
lima buah lengan dengan tubuh yang pipih, lengan berbentuk runcing dan memiliki
belang cokelat sepanjang lengan terdapat duri-duri dengan warna putih, berbentuk
tumpul dan pipih. Sisi aboral berwarna kecokelatan sampai putih keabu-abuan, sisi oral
berwarna putih dan terdapat mulut pada bagian tengah, tubuhnya akan berubah warna
menjadi orange apabila diberi alkohol, ukuran yang didapatkan 7,5 – 10,2 cm.
Habitatnya hidup membenamkan diri di dalam substrat berpasir dan cenderung sedikit
dijumpai pada area yang memiliki penutupan lamun. Menurut Triana et al. (2015),
Archaster typicus memiliki sisi aboral yang terdiri atas madreporit sebagai sistem
sirkulasi air dan anus. Pada bagian oral dapat ditemukan mulut, bukaan ambulakral
dan kaki tabung berbentuk silinder. Warna tubuhnya abuabu dan cokelat bintik-bintik.
Tubuh A.typicus ditutupi oleh duri-duri pada bagian inferolateral. Bintang laut ini
biasanya memiliki lima buah lengan dengan tubuh yang pipih. Lengan A.typicus
berbentuk runcing dan umumnya terdapat belang cokelat yang melintang. Spesies ini
memiliki warna duri putih, berbentuk tumpul dan pipih (Afiah et al., 2017).
6. Culcita sp.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, spesies ini merupakan jenis bintang
laut yang memiliki lengan, berbentuk segi lima, tubuhnya tebal seperti roti. Warna
tubuh dari bintang laut ini adalah kuning kecoklatan. Warna spesies ini sangat
bervariasi dan mempunyai bintik yang lebih gelap dan lebih terang dari coklat, orange,
kunng, dan hijau. Pada saat penelitian spesies ini ditemukan menempati daerah yang
tergenang air (Binabuni, 2019). Menurut salah salah penelitian menyatakan bahwa
Bentuk dari C. novaeguineae merupakan segilima atau pentagonal. Kunci
identifikasinya ialah terdapat granule (butiran-butiran) yang menutupi tubuh dari
spesies ini (Clark dan Rowe, 1971). Warna umum C. novaeguineae adalah kuning,
jingga, dan hijau gelap. Di lapangan C. novaeguineae banyak ditemukan di Titik 3
yakni, area peralihan padang lamun dan karang terutama di Stasiun Timur, dan
ditemukan pula beberapa spesimen di Titik 4. Spesimen ini ditemukan memiliki dimensi
tubuh berkisar antara 3/2,9-7/6 cm di lapangan (Anwar, et al., 2018).
7. Protoreaster nodosus
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui Bintang laut ini memiliki
lima buah lengan, memiliki warna tubuh coklat dan terdapat tonjolan-tonjolan pada
bagian atas tubuhnya atau pada bagian yang disebut aboral. Seluruh tubuhnya tertutup
duri kecuali pada lekuk sisi oral yang disebut celah ambulakral. Alat gerak berupa
tabung telapak, biasanya 4 buah, terletak dalam celah ambulakral. Dinding selom
menonjol sebagai kantong yang disebut branki atau papulae. Branki muncul di antara
papan-papan kapur, dan berfungsi sebagai alat pernapasan dan eksresi. Pada
permukaan tubuhnya terdapat pediselariae, sebagai alat-alat tambahan dan berbentuk
seperti angkup (forsep) yang berguna untuk menghilangkan benda-benda asing pada
permukaan tubuhnya (Brotowidjoyo, 1989 dalam Astuti, 2018).
8. Linckia laevigata
A. Kesimpulan
B. Saran
a. Saran untuk lab
DAFTAR PUSTAKA
Al Farizi, A.H. 2019. Diversitas Asteroidea (Bintang laut) di Pulau Mandangin Sampang
Madura. Sripsi-S1 Departemen Departemen Biologi FMIPA UIN Sunan Ampel
Surabaya. Surabaya: xvi + 48.
Alwi, D., Muhammad, S. H., & Tae, I. 2020. Morphological Characteristics and
Ecological Index Sea Urchins (Echinoidea) in Wawama Village Water Morotai
Island District. Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, 4(1),
Aziz,z. 1996. Makanan dan Cara Makan Berbagai Jenis Bintang Laut.Oseana
21(3):13-22.
Clark, A. M., and Rowe, F. W. E. 1971. Monograph of shallow water Indo West Pacific
Echinoderms. Natural History, 1(7), 1-31.
Garm A, Nilsson D-E. 2014. Visual navigation in starfish: first evidence for the use of
vision and eyes in starfish. Proc. R. Soc. B 281: 20133011.
http://dx.doi.org/10.1098/rspb.2013.3011
Hadi, Abdul dkk. 2012. Fauna Echinodermata di Indonoor Wreck, Pulau Kemujan,
Kepulauan Karimunjawa. Jurnal Imu Kelautan No. 4: Hal 236-242, 2012
Hafizah. I, Sulastrianah. 2015. Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Bintang Laut
Bertanduk (Protoreaster nodosus) terhadap Bakteri Streptococcus sp. dan
Candida albicans. Medula. 3 (1). 192-200
Johnson, R. F.,& Johnson, J.E. (2019). Echinoidea. In: Animal Diversity Web.
AccessedApril30,2023.https://animaldiversity.org/accounts/Echinoidea/idea
Jontila JBS., R.A.T. Balisco., J.A. Matillano. 2014. The Sea cucumbers (Holothuroidea)
of Palawan, Philippines. AACL Bioflux. 7(3):194-206.
Juwana, sri dkk., 2002. Biologi laut, lmu pengetahuan tentang biota laut. Penerbit:
djambatan, jakarta
Pechenik, J. A. 1991. Biology of the Invertebrate. New York: Wm. Brown Publisher.
Puspito, R. S. Suryanti dan C. Ain. 2017. Pemetaan Pola Sebaran Sand Dollar
dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat di Pulau Menjangan Besar,
Taman Nasional Karimunjawa. Prosiding Semnas HHPPI ke VI FPIK. Undip
Suryanti dan C. Ain. 2013. Kelimpahan Bulu Babi (Sea Urchin) pada Substrat yang
Berbeda di Legon Boyo, Karimunjawa, Jepara. Prosiding Seminar Tahunan
ke III Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Vol.4, November 2013 :
165-172.
Toha, AHA, Sutiman B. Sumitro, Nashi Widodo, Luchman Hakim (2015) Bintang Laut
Linckia Laevigata Raja Ampat. KBR4 4 (5): 4-6.
Villee, C. A., Walker Jr., W. T., and Barnes. 2018. General Zoology. Forth Edition. W.
B. Philadelphia: Saunders Company.
Yusron, E. 2013. Biodiversitas Fauna Echinodermata (Holothuroidea,
Echinoidea,Asteroideadan Ophiuroidea) di Perairan Pulau Lombok, Nusa
Tenggara Barat. Zoo Indonesia. 22(1): 1-10 s