Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PRAKTIKUM 5

PENGENALAN FILUM ECHINODERMATA

NAMA : MUH. SYAFAR AL RAFI. E

NIM : L011221123

KELAS : ZOOLOGI LAUT C

KELOMPOK :8

ASISTEN : ALVA ALVI NH

LABORATORIUM BIOLOGI LAUT

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2023
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 2 jt km2 yang merupakan negara
kepulauan dengan hamparan pulau-pulau dan garis pantai yang sepanjang 81.000 km.
Dari data tersebut, Indonesia memiliki pesisir wilayah laut yang luas, tentu saja
memiliki sumber daya alam yang sangat kaya dan sangat beragam, selain itu
Indonesia memiliki sangat banyak keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi,
khususnya di daerah perairan pantai. Salah satu daerah pantai yang memiliki daerah
pantai yang memiliki keanekaragaman biota hewan (Surtikanti, 2009).
Kawasan ekosistem di setiap pantai memiliki kelimpahan dan keanekaragaman
biota laut yang beragam. Pada ekosistem laut sihuni oleh berbagai enis invertebrata
diantaranya seperti Coelenterata, Mollusca, Annelida, Cnidaria dan termasuk
Echinodermata. Semua jenis Echinodermata hidup di laut, mulai dari daerah litorial
maupun sampai di kedalaman 6000 meter, termasuk dalam filum Echinodermata
antara lain ialah bintang laut, bintang ular, sea biskuit, bulu babi, teripang dan lain-lain.
Umumnya ukurannya berukuran besar dan yang terkecil berdiameter 1 cm
(Brotowidjowo, 1994 dalam Hutauruk, 2009).
Filum Echinodermata merupakan salah satu keanekaragaman hayati yang
dapat ditemukan di perairan Indonesia. Asal kata Echinodermata yaitu Echinos adalah
duri dan Derma adalah kulit Echinodermata secara umum didefinisikan sebagai hewan
yang memiliki kulit berduri). Filum ini dibagi menjadi 5 kelas, salah satunya Ecinoidea
atau yang biasa dikenal dengan istilah bulu babi (Yusron, 2013). Echinoidea
mempunyai kemampuan memutuskan bagian tubuhnya dan menumbuhkannya
kembali bagian-bagain ‘tubuh yang hilang atau putus (Katili, 2011).
Penyebaran bulu babi di setiap perairan pada daerah terumbu karang, padang
lamun, dan substrat perairan campuran pecahan karang). Adapun sekitar 800 jenis
bulu babi yang terdapat di dunia, 84 jenis diantaranya hidup di wilayah lautan
Indonesia (Akenia, 2021).

B. Tujuan

Untuk mengetahui ciri morfologi dan memahami bentuk morfologi dari Filum
Echinodermata dari kelas Asteroid, kelas Ophiuroidea, kelas Echinodea, dan kelas
Holothuroidea serta mampu membedakan spesies dari kelas Asteroid, kelas
Ophiuroidea, kelas Echinodea, dan kelas Holothuroidea.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Echinodermata

Echinodermata adalah filum hewan terbesar yang tidak memiliki anggota yang
hidup di air tawar atau darat. Echinodermata (dalam bahasa yunani, echino yang
berarti landak, derma yang berarti kulit). Jadi, dapat diartikan echinodermata adalah
kelompok hewan tripoblastik yang memiliki ciri khas adanya rangka dalam
(endoskeleton) berduri yang menembus kulit. Hewan-hewan ini juga mudah dikenali
dari bentuk tubuhnya. Kebanyakan memiliki simetri radial, khususnya simetri radial
pentrameral (terbagi lima) (Arnone, Byrne & Martinez, 2015).
Echinodermata merupakan hewan invertebrata yang hanya dapat hidup di
perairan laut. Echinodermata memiliki peranan penting bagi ekosistem laut.
Echinodermata berperan sebagai hewan pemakan sampah organik baik itu berupa
sisa hewan ataupun tumbuhan sehingga keberadaannya berguna untuk membersihkan
lautan dari sampah organik. Kelompk Echinodermata dapat hidup menempati berbagai
macam habitat seperti zona rataan terumbu karang, daerah pertumbuhan alga padang
lamun, koloni karang hidup dan karang mati dan betina karang (Yusron, 2009 h.46).
Echinodermata mempunyai kulit yang keras , tersusun dari zat kapur dengan
lima lengan berbentuk seperti jari, dan organ-organ yang berjumlah/berkelipatan lima.
Pada umumnya hewan ini bertubuh kasar karena terdapat tonjolan kerangka dan duri
di tubuhnya mempunyai bentuk tubuh yang memiliki ciri khas yakni bersifat simetri
radial dengan penguat tubuh dari zat-zat kapur dengan tonjolan duri-duri dan simetri
radialnya berevolusi secara sekunder. Kulitnya mempunyai lempeng-lempeng zat
kapur dengan duri-duri kecil, hidupnya bebas hanya gerakannya yang lamban.
Echinodermata tidak mempunyai kepala, tubuhnya tersusun dalam sumbu oral-aboral
(Ubaghs, 2012).
Echinodermata merupakan kelompok invertebrata yang memiliki tingkat
keanekaragaman spesies yang tinggi dan berperan penting baik secara ekologis
maupun ekonomis, jenis-jenis Echinodermata dapat bersifat pemakan seston
(suspension feeder) atau pemakan detritus, sehingga perannya dalam suatu ekosistem
sangat penting untuk merombak sisa-sisa bahan organik yang tak terpakai oleh
spesies lain namun dapat dimanfaatkan oleh beragam jenis Echinodermata selain itu
karakteristik yang paing mencolok dari filum Echinodermata ini ialah memiliki kepingan
duri endoskeleton, sistem vaskular air, modifikasi duri, lapisan brancia atau lapisan
pernapasan, dan mempunyai bentuk tubuh simetri radial atau bilateral (Suryanti, 2019).
Kelimpahan dan keanekaragaman Echinodermata juga sangat dipengarruhi
oleh faktor biotik dan abiotik yang saling terkait satu dengan yang lain, serta interaksi
antara berbagai spesies yang membentuk sistem tersebut. Echinodermata mempunyai
cara dan kemampuan yang berbeda dalam menentukannya dengan lokasi yang cocok
untuk tempat hidupnya, sehingga perbandingan jenis dan kelimpahan Echinodermata
di lokasi dengan waktu yang berbeda perlu untuk dipelajari (Hadi, 2011).
Echinodermata pada umumnya banyak dijumpai di daerah perairan pantai. Di
Indonesia terdapat banyak berbagai jenis Echinodermata dari kelima kelas tersebut
(Nonjti, 2005). Echinodermata dapat hidup menempati berbagai macam habitat seperti
zona rataan terumbu, daerah pertumbuhan algae, padang lamun, koloni karang hidup
dan Ekosistem terumbu karang merupakan habitat dari berbagai jenis biota laut. Salah
satunya dari kelompok Echinodermata yang cukup menonjol (Clark, 1976;Birkeland,
1989) dalam (Yusron, 2010).
Pemanfaatan dan pengolahan yang dilakukan adalah tubuh dari bintang laut
diolah untuk menghasilkan senyawa glikosida yang berguna sebagai bahan antibiotik
(Grimzek, 1972 dalam Susantie, 1997). Pada beberapa negara di Asia Timur, telur dari
bintang laut dapat dimakan dan bagian tubuhnya dikeringkan kemudian dijadikan
tepung dan digunakan sebagai pupuk, karena banyak mengandung nitrogen
(Radiopoetro, 1987 dalam Susantie, 1997).
Bintang laut dikenal dengan sebutan starfish yang merupakan hewan
invertebrata yang termasuk dalam filum Echinodermata dan kelas Asteroidea,
berbentuk simteri radial dan pada umumnya memilki lima atau lebih lengan, serta tidak
memiliki rangka yang mampu membantu pergerakan. Bintang laut bergerak bebas
dengan menggunakan kaki-kaki tabungnya. Pergerakannya sangat lambat
dibandingkan dari kebanyakan hewan laut pada umumnya (Birkeland, 1988 dalam
Puspita, 2012).
Echinodermata merupakan salah satu hewan yang sangat penting dalam
ekosistem laut dan bemanfaat sebagai salah satu komponen dalam rantai makanan,
pemakan sampah organik dan hewan kecil lainnya. Echinodermata dapat bersifat
pemakan seston atau pemakan destritus, sehingga peranannya dalam suatu
ekosistem untuk merombak sisa-sisa bahan organik yang tidak terpakai olleh spesies
lain namun dapat dimanfaatkan oleh beberapa jenis Echinodermata. Beberapa spesies
dari kelompok Echinodermata.seperti bulu babi dan teripang biasanya dicari oleh
masyarakat karena memiliki nilai ekonomi dan protein yang tinggi. Teripang adalah
sumber penting bagi industri makanan dan obat-obatan di malaysia (Jontila, 2014).
Adapun sementara itu, bulu babi diperdagangkan untuk dimanfaatkan
gonadnya (Hammer, 2006). Echinodermata.juga berperan penting dalam ekosistem
padag lamun sebagai konsumen tingkat 1 yang dapat memperkecil kemungkinan
terjadi bloming. Secara ekologis penurunan ekosistem lamun berdampak biota dan
padang lamun memiliki peranan penting bagi habitat Echinodermata. Ekosistem lamun
sangat penting bagi kehidupan laut. Secara fisik, lamun bertindak sebagai stabilisator
sedimen serta melindungi pantai dari erosi (Uneputty, 2017).

Gambar 1. (a) Bintang laut; (b) Bintang ular laut; (c) Bulu babi; (d) Mentimun laut

B. Kelas Asteroidea

Bintang laut termasuk ke dalam kelas Asteroidea. Biota ini memiliki bentuk
dasar yang terdiri dari disc (cakram yang merupakan sentral semua sistem tubuhnya)
dan beberapa lengan, umumnya dengan lima lengan (Ville, 1993 ) dalam (Kurniawan,
2018). Tetapi ada juga yang memiliki lengan lebih dari lima (Pechenik, 1991) dalam
(Kurniawan, 2018). Pada perairan Indonesia untuk kedalaman 0 meter sampai dengan
20 meter terdapat sekitar 88 spesies bintang laut yang termasuk ke dalam 38 general
dan 17 famili. Di perairan Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 400 spesies bintang
laut atau sekitar 22% dari jumlah total bintang laut di dunia (Clark, 1971) dalam
(Kurniawan, 2018).
Menurut pakar zoologi, Asteroidea dimasukkan sebagai kelas Bintang laut yang
dikenal banyak orang. Mereka biasanya dapat dijumpai merayap pada batu di pantai
laut dengan mulutnya di sisi bawah tubuh. Permukaan atau sisi atasnya karena disebut
aboral atau abaktinal (Juwana, 2002) dalam (Katrin, 2015).
Asteroidea mempunyai lima lengan atau menjulur ke sekeliling arah dari
pusatnya atau cakramnya. Tergantung pada jenisnya, jumlah lengan ada yang empat
dan ada yang sampai 40 buah. Mulut yang berada di sisi bawah terletak di tengah-
tengah cakram dan anus di atas. Di dekat anus terdapat pintu saring ke sistem
pembuluh air yang dinamakan madreporit (madreporite). Dibagian bawah (sisi oral),
terdapat celah dalam dan memanjang mulai dari daerah mulut ke ujung masing-masing
lengan dalam dua atau empat baris yang dinamakan alur ambulakral (ambulakral
groove). Pada ujung lengan terdapat bintik mata ata ualat peka cahaya. Di sisi ini
terdapat kaki-tabung (tube feet) yang dapat dikeluar-masukkan dan mempunyai
penghisap pada ujungnya untuk memegang benda yang tersentuh. Daerah atas
mempunyai embelan, tergantung pada jenis, ada yang panjang disebut duri, ada yang
hanya membuat kulit kasar. Embelan ini bagian dari lempeng tulang dari kapur yang
membentuk endoskeleton (kerangka dalam). Oskula mempunyai bentuk dan ukuran
berbeda-beda, masing-masing mempunyai jenis pola khas sendiri. Oskula ini
dilekatkan bersama oleh benang-benang oto dan jaringan penghubung lainnya, yang
membuat hewan ini lentur (Juwana, 2002) dalam (Katrin, 2015).
Rongga tubuh bintang laut sebenarnya sangat besar dan dapat dipisahkan
menjadi beberapa bagian yang jelas. Bagian periviseral (periviceral) mengelilingi
saluran pencernaan dan melebar ke dalam lengan. Ia dilapisi peritoneum dan terisi air
laut yang mengandung sejumlah zat albumin. Oksigen diambil kedalam cairan rongga
tubuh dan CO2 dibuang melalui dorongan keluar dari dinding tubuh yang dikenal
sebagai papula atau insang kulit (dermal brachiae). Rongga tubuh juga mempunyai
fungsi eksresi karena sel-sel dari peritonium bersemi dan lepas (budded off) ke dalam
cairan rongga tubuh di mana mereka berkeliaran sebagai amebosit (amoebocyte) yang
mengumpulkan kotoran. Sel-sel ini menuju insang kulit dan melalui dinding insang ini
mereka lewat keluar dan terpecah (Juwana, 2002) dalam (Katrin, 2015).
Sistem pembuluh air merupakan sifat penting dari anak kelas ini. Singkatnya, ia
terdiri dari madreporit pada permukaan atas yang memasukkan air ke dalam saluran
batu (stone canal) menuju ke saluran cincin (ring canal). Dari sini air masuk ke saluran
meruji yang menuju ke masing-masing lengan di atas alur ambulakral. Air kemudian
lewat dari saluran meruji ke saluran lateral yang menuju ke kaki tabung. Jumlah
saluran lateral dan kaki tabung dapat mencapai ratusan (Juwana, 2002) dalam (Katrin,
2015).
Sistem pencernaannya sederhana, tetapi dalam beberapa hal luar biasa.
Sauran pencernaannya pendek dan sangat modifikasi. Mulut membuka ke suatu
esophagus yang menuju ke perut, yakni sebuah kantung berdinding tipis. Bersambung
dengan ini adalah kantong pylorus (pyloric sac). Dari kantung pilorik, sebuah tabung
lewat menuju ke dalam setiap lengan, kemudian membagi menjadi dua cabang,
masing-masing mempunyai sejumlah besar kantung lateral. Cabang-cabang ini disebut
sekum pilorus atau sekum hepar terdapat rektum yang ramping, yang dapat membuka
ke luar melalui anus. Dua kantung bercabang berwarna coklat timbul dari rektum dan
dinamakan sekum rektum (rectal/ceca) (Juwana, 2002) dalam (Katrin, 2015).
Makanan bintang laut berupa ikan, tiram, kerang, teripang, keong, dan cacing.
Crustacea dan lain-lain. Sejumlah bintang laut dapat menjulurkan sebagian perutnya
keluar mulut. Jika mereka mendapatkan kerang yang sebagian terbuka maka sebagian
perutnya dijulurkan keluar mulut kedalam kerang dan mencernakan isi kerang itu. Yang
lain meletakkan bagian perut ini pada kerang dan mencernakan hewan kerang
langsung dari rumahnya (Juwana, 2002) dalam (Katrin, 2015).
Cara perkembangbiakan beragam, kecuali beberapa hal, kelamin terpisah.
Umumnya telur dan sperma dilepas di air dan pembuahan eksternal. Melalui beberapa
tingkat larva, hewan yang menetas menjadi anak dan dewasa. Salah satu tingkat larva
bernama bipinaria yang simetri bilateral, beberapa jenis melindungi telurnya di area
mulut. Sebagian besar bintang laut dapat meregenerasi lengannya yang hilang tanpa
kesulitan (Juwana, 2002) dalam (Katrin, 2015).
Kelamin bintang laut dapat dibedakan. Alat perkembang-biakan berbentuk
dentritik, dua di dasar setiap lengan. Mereka melepas telur dan sperma ke luar,
kedalam air melalui pori-pori pada sisi aboral, pada permukaan antara dua lengan
yang berdekatan. Telur-telur dari banyak bintang laut dibuahi di dalam air. Mereka
holoblastik, mengalami pembelahan yang sama, dan membentuk satu blastulla dan
gastrula. Lubang (blastopora) dari gastrula menjadi anus, dan lubang baru muncul dan
menjadi mulut. Embelan-embelan berbulu getar berkembang di kedua sisi tubuh dan
menjadi sebuah larva yang dinamakan bipinaria ini berubah (metamorfosisi) menjadi
bintang laut (Juwana, 2002) dalam (Katrin, 2015).

Gambar 2.1 Kelas Asteroidea Gambar 2.2 Kelas Asteroidea


Sumber (Fitriana, 2010) Sumber (WoRMS Photogallery)
1. Protoreaster nodosus

Protoreaster nodosus atau bintang laut berduri termasuk ke dalam filum


Echinodermata, kelas Asteroida, ordo Valvatida dan family Oreasteridae (Worms,
2020:1). Protororeaster nodosus termasuk ke dalam bintang laut yang berukuran
besar. Spesies ini memiliki bivalve pedicellaria di sisi ventralnya yang berbentuk seperti
pinset diantara duri celah ambulacral. Selain itu, Protoreaster nodosus memiliki area
interradial yang lebar, duri tumbul pada bagian dorsal, dan memiliki bentuk massive.
Kelompok pada ordo Valvatida, termasuk Protoreaster nodosus memiliki lengan
dengan dua baris kaki tabung pada setiap lengannya, kaki tabungini berperan dalam
mobilitas dan menangkap mangsanya (Al Farizi 2019: 11.; Puspitasari. 2012: 5—6;
Yuanditra, 2015: 11).
Spesies ini memiliki persebaran geografis yang cukup luas dengan pola
distribusi acak. Protoreaster nodosus banyak ditemukan dalam jumlah yang besar di
perairan dangkal Indo-Pasifik, mulai dari Seychelles, Australia, Jepang, dan Tiongkok.
Habitat dari Protoreaster nodosus adalah pasir dangkal dan lamun. Umumnya habitat
bintang laut bergantung pada jenis makanan yang dikonsumsi . Protororeaster
nodosus memakan alga yang menempel pada daun lamun yang telah membusuk,
meiofauna, mikroorganisme dan makrofauna pasir (Puspitasari, 2012: 5-6).
Layaknya spesies bintang laut lainnya, proses fertilisasi pada Protoreaster
nodosus terjadi antara individu jantan dan individu betina (diosius). Protoreaster
nodosus memiliki sistem fertilisasi secara eksternal dan sel telur yang telah dibuahi
akan bebas dan berkembang di dalam air (Kambey, 2015:11). Tidak hanya itu saja
sebagai biota laut, Protoreaster nodosus memiliki peran penting dalam ekologi perairan
laut. Spesies ini merupakan biomarker stres lingkungan. Selain itu, juga berperan
sebagai spesies kunci. Meskipun secara kuantitas spesies ini terkadang tidak banyak
karena hidup soliter, namun keberadaannya dapat menjaga keseimbangan ekosistem
(Trono 2015: 120).
Protoreaster nodosus juga memiliki ciri khusus yang terdapat dalam tubuhnya
yang mempunyai warna tubuh yang berwarna orange dan mempunyai duri yang
berbentuk tumpul berwarna hijau yang terdapat di bagian lengan, pada bagian tengah
terdapat anus. Bintang laut ini memiliki ciri khusus yang menyerupai tanduk yang
berwarna hitam-coklat yang digunakan untuk menakut-nakuti (Radiopetra, 1997).
Protoreaster nodosus adalah spesies bintang laut yang termasuk ke dalam
family Acanthasteridae. Bintang laut ini memiliki cangkang bintang yang besar, dengan
bentuk bulat dan bintik-bintik merah muda atau ungu di seluruh permukaannya.
Protoreaster nodosus biasanyaditemukan di perairan dangkal di kawasan Pasifik
Barat, termasuk Indonnesia (Mah, 2020).
Protoreaster nodosus memiiki beberapa karakteristk unik, termasuk jari-jari
bintang laut yang cukup panjang, serta banyak tonjolan atau nodus di seluruh
permukaan cangkang yang memberikan penampilan yang menarik. Bintang laut ini
juga dapat mengubah warnanya dari waktu ke waktu untuk menyamarkan dirinya dan
melndungi dirinya dari predator pemangsa atau menarik perhatian saat mencari makan
untuk memenuhi keperluan makanannya (Chen, 2019).
Bintang laut Protoreaster nodosus atau disebut juga bintang laut bertanduk
adalah bintang laut yang hidup diperairan indo-pasifik Bintang laut jenis ini banyak
ditemui pada perairan yang dangkal. Habitat aslinya ialah padang lamun dengan
karakter berpasir dab berbatu. Zona hidup bintang Protoreaster nodosus adalah sekitar
padang lamun dan alga (Aziz, 2013).
Bintang laut jenis ini hidup pada kedalaman 0-38 meter (Lane, 2000). Bintang
laut Protoreaster nodosus diketahui mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid ,
steroid, saponin, flavonoid, dan tanin. Ekstrak etanol dari bintang laut Protoreaster
nodosus memiliki daya hambat terhadap bakter streptococcus sp dan jamur candida
albicans ATCC 10231 (Hafizah & Sulastrianah, 2015).

Gambar 2,3 Protoreaster nodosus


Sumber (Linnaeus, 1758)
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Ordo : Valvatida
Family : Oreasteridae
Genus : Protoreaster
Spesies : Protoreaster nodosus

2. Linckia laeviagata

Linckia laevigata merupakan salah satu Asteroidea yang termasuk dalam famili
Ophidiariasteridae. Bintang laut ini memiliki lima buah lengan berbentuk silindris dan
tumpul pada ujungnya. Pada bagian aboral. Linckia laevigata memiliki madreporit
sedangkan bukaan ambulakral dan mulut terdapat di bagian oral. Bintang laut ini
memilki granul-granul kecil yang menutupi cakramnya. Pada umumnya Linckia
laevigata memiliki warna biru pada bagian aboral. Klasifikasi dari biota laut ini, yaitu :

Gambar 2.4 Linckia laeviagata


Sumber (WoRMS Photoagallery)
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Ordo : Valvatida
Famili : Ophidiasteridae
Genus : Linckia
Spesies : L.laevigata (Lee dan Shin 2014).
Linckia laeviagata adalah bintang laut yang memiliki lengan silindris dengan
warna biru tengah atau warna tubuh biru terang dan kaki tabung kuning. Spesies ini
memiliki ”polimorfisme” dalam hal “bentuk warna” seperti biru murni, biru gelap, atau
biru muda. Kadang ditemukan warna jenis lain seperti ungu dan lain-lain. Warna
Linckia laeviagata berasal dari pigmen biru (disebut linckiacyanin) dan beberapa
karotenoid kuning. Variasi warna tergantung pada rasio pasti dan kombinasi pigmen
pada setiap individu yaitu hewan yang memiliki suhu tubuh yang befluktuasi sesuai
lingkungan terdekat dan tidak memiliki mekanisme atau mekanisme kurang
berkembang untuk mengatur suhu tubuh internal (Garm, 2014).
Linckia laeviagata memiliki peran ekologis yaitu sebagai pemakan bangkai
(scavenger) dan pengurai jaringan hewan yang mati. Spesies ini juga menjadi inang
bagi parasit gastropoda. Beberapa parasit lain yang memanfaatkan Linckia laeviagata
sebagai inang Astroxynus culcitae, Stellicola flexilis, S. illgi, S. novaecaledoniae, S.
pollex, S. semperi, S. Caeruleus. Semua parasit ini tergolong ektoparasit. Linckia
laeviagata juga digunakan oleh manusia sebagai hewan hias dan merupakan hewan
umum pada industri hayati perairan. Linckia laeviagata juga diuji sebagai sumber
potensi anti-tumor dan agen antibakteri murah (Seidel, 2009) dalam (Toha, 2015)
Linckia laeviagata sama seperti spesies bintang laut lainnya yaitu dapat
melakukan reproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual merupakan
bentuk dominan reproduksi di penangkaran. Selama reproduksi aseksual, bintang laut
ini membagi dirinya melalui disc mereka, menghasilkan berbagai klon yang secara
genetik identik. Spesies yang dinamai Blaue Seestern oleh orang jerman ini tergolong
hewan dimorfis seksual, gonokoristik, jantan dan betina merupakan individu terpisah.
Ketika matang secara seksual, betina melepaskan sel telur dan jantan melepaskan sel
sperma di dalam kolom air. Lalu terjadi pembuahan eksternal (Toha, 2015)
Bintang laut ini dapat tumbuh dengan diameter hingga 30-40 cm. Telur Linckia
laeviagata yang telah dibuahi berubah menjadi larva setelah beberapa hari. Larva
menghabiskan sekitar 28-30 hari di media air sebelum menetap ke permukaan keras di
karang dan mengalami metamorfosis menjadi versi kecil dari bintang dewasa.
Tranformasi dari remaja ke dewasa diperkirakan berlangsung sekitar 2 tahun, pada titik
ini, mereka dianggap “dewasa mini” dan terus tumbuh hingga mencapai panjang
sekitar 30 cm. Waktu hidup spesies Linckia laeviagata dapat mencapai 10 tahun baik
hidup di lingkungan alami maupun di habitat buatan (Toha, 2015).
Bintang laut ini pemakan bangkai dan predator opportunistik, tergolong
omnivora. Spesies memakan hewan mati, invertebrata kecil dan detritus. Jenis
tanaman yang di konsumsi adalah ganggang sementara jenis hewan yang di konsumsi
adalah cacing air dan invertebrata kecil (Toha, 2015).
Linckia laeviagata umumnya ditemukan di perairan tropis. Spesies ini mendiami
perairan dangkal dan dapat juga ditemukan di perairan dengan kedalaman hingga 50
m. Spesies ini ditemukan di Perairan Indo-Pasifik seperti Aldabra, Madagascar, Kenya,
Mozambik, Tanzania, (Lautan Hindia), Philipina, Jepang, Australia, PNG, dan
Indonesia. Di Indonesia, selain perairan Raja Ampat, spesies ini juga ditemukan di
Sorong, Manokwari, Selat Lembeh, Bau-bau dan lain-lain. Habitat spesies ini di
terumbu karang dan padang lamun dengan suhu perairan antara 22-26 derajat
Celsius. Umumnya Linckia laeviagata ditemukan di dasar perairan berpasir atau
substrat keras seperti karang Linckia laeviagata sangat sensitif terhadap perubahan
suhu, tingkat oksigen, dan pH (Toha, 2015).

Spesies Linckia laeviagata ini bergerak dan hidup menyendiri. Spesies ini juga
tergolong hewan nocturnal, aktif, pada malam hari, dan termasuk hewan fototaksis
negatif. Spesies ini sering ditemukan bersembunyi di karang selama siang hari. Hewan
ini memiliki mata majemuk yang buta warna dan memiliki resolusi spasial rendah
(Toha, 2016).
Bintang laut Linckia laeviagata tergolong spesies yang memiliki tingkat
rekruitmen yang sangat rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, spesies
Estrella de mar azu (Nama umum Spanyol untuk Linckia laeviagata) ini hanya memiliki
10 anak dalam kurun waktu satu tahun. Meskipun demikan, Linckia laeviagata
tergolong spesies bintang laut yang tidak tercantum dalam program konservasi
manapun. Dalam IUCN red list, Linckia laeviagata tidak di evaluasi, sedangkan dalam
CITES tidak memiliki status khusus atau tidak termasuk dalam apendiks (Mah, 2015).
Linckia laeviagata Memilki sistem pertahanan diri yang unik. Spesies ini dapat
menghasilkan senyawa saponin yang berfungsi untuk melindungi diri dari predator.
Predator Linckia laeviagata yang umum dikenal adalah ikan buntal, kerang triton,
udang, dan anemon laut (Mah, 2015).

C. Kelas Ophiuroidea

Ophiuroidea terdiri dari 2.000 spesies, contohnya adalah bintang ular


(Ophiutrix), Ophiuroidea (dalam bahasa yunani, ophio = ular) berbentuk seperti
Asteroidea, namun lengannya lebih langsung dan fleksibel. Cankram pusatnya kecil
dan pipih dengan permukaan aboral (dorsal) yang halus atau berduri tumpul
Ophiuroidea tida memiliki pediselaria. Cakram pusat berbatasan dengan lengan-
lengannya. Bintang mengular merupakan Echinodermata yang paling aktif dan paling
cepat gerakannya. Jenis kelamin terpisah, fertilisasi eksternal, mengalami tahap larva
disebut pluteus. Hewan inipun juga dapat beregenerasi. Beberapa spesies
Ophiuroidea merupakan hewan pemakan suspensi dan yang lain adalah predator atau
pemakan bangkai (Kastawi, 2013).

Bintang mengular memiliki cakram pusat yang jelas serta lengan-lengan yang
panjang dan fleksibel. Mereka terutama bergerak dengan mencambukkan lengan-
lengannya dengan gerakan yang mirip ular, dasar kaki tubuh dari bintang mengular
tidak memiliki cakram pipih seperti yang ditemukan pada bintang laut namun
menyekresikan zat-zat kimia yang adhesif. Oleh karena itu, sperti bintang laut dan
Echinodermata yang lain, bintang mengular dapat menggunakan kaki tabungnya untuk
mencengkram substrat. Beberapa spesies merupakan pemakan suspensi sedangkan
yang lain merupakan predator atau pemakan bangkai (Campbell, 2012).

Gambar 2.5 Kelas Ophiuroidea Gambar 2.6 Kelas Ophiuroidea


(Sumber :http://anatomi-tubuh-bintang-ular) (Sumber : http://Ophiuroidea)

Bintang mengular atau Ophiuroidea merupakan kelompok biota laut yang


termasuk ke dalam filum Echinodermata. Hewan ini merupakan salah satu biota bentik
(hidup di dasar) dan mempunyai kebiasaan bersembunyi (dwelling habbit). Bintang
mengular mempunyai kemiripan dengan bintang laut, karena mempunyai bentuk
tubuh yang bersimetri pentaradial. Tubuh berbentuk cakram, yang dilindungi oleh
cangkang kapur berbentuk keping (ossicle) dan dilapisi dengan granula dan duri-duri.
Di dalam tubuh (disk) terdapat berbagai organ seperti gorsad, saluran pencernaan dan
sistem pembuluh air. Dari tubuh yang berbentuk cakram ini secara radial tumbuh 5
atau lebih tangan-tangan yang memanjang berbentuk silindris dan sangat fleksibel.
(Suryanti, 2014).
Gerakan tangan-tangan ini kadang-kadang mirip gerakan ular, oleh sebab itu
biota ini dikenal dengan nama umum bintang mengular (brittle star) (Aziz, 2013). Kelas
Ophiuroidea (bintang mengular), hidup di laut yang dangkal hingga laut yang dalam.
Menurut penelitian Yusron (2014), kelas Ophiuroidea (bintang mengular) ialah
kelompok yang banyak ditemukan disamping kehadirannya bulu babi. Hampir seluruh
jenis dari echinodermata ditemukan di lokasi penelitian. Adanya karakteristik pantai
yang landai dan berpasir mempengaruhi keanekaragaman jenis biota yang hidup di
dalamnya termasuk hewan echinodermata (Katili, 2013).
Makanan Ophiuroidea berupa udang-udangan, moluska, sampah dan sisa
organisme lain, tubuh Ophiuroidea berbentuk bola cakram kecil dengan lima lengan
bulat panjang. Dibagian lateral berduri, sedangkan di bagian dorsal dan ventral tidak
berduri. Lengan terdiri atas ruas-rruas yang sama, masing-masing terdapat oskula
silindris. Lengannya panjang dan fleksibel karena adanya empa otot diantara osikula
silindris. Pembuluh darah, sistem saraf, cabang-cabang sistem vaskular air dan kaki
abulakral kecil terdapat pada lengan tersebut. Hewan ini memiliki rongga tubuh yang
kecil dan di permukaan mulutnya terdapat madreporit. Kaki ambulakral disebut tentakel
yang dilengkapi alat hisap (ampula) dan alat-alat sensoris yang berfungsi untuk
memasukkan makanan ke mulut dan sebagai alat bantu. Contoh spesies dari
Ophiuroidea antara lain ialah Ophiotrix sp, Ophiodherma brevispinum, Amphiodiaurtica
sp.,Ophiopinna elegans (Suryanti, 2014).
Bintang mengular (Ophiuroidea) merupakan Echinodermata yang banyak
tersebar di seluruh belahan dunia. Kelompok bintang mengular termasuk ke dalam
filum Echinodermata, kelas Ophiuroidea, terdiri atas 3 bangs (ordo), 16 suku (family),
dan 276 marga (genus). Pada saat ini diperkirakan terdapat sekitar 1600 jenis
(spesies) bintang mengular. Bintang mengular ini ditemui pada semua laut dan lautan
dengan batas kedalaman antara 0 meter sampai 6720 meter. Pada umumnya biota ini
hidup mengelompok (agregasi) pada dasar laut, terutama pada dasar perairan yang
terdiri dari lumpur atau campuran lumpur dan pasir (Ruswahyuni, 2015).
Bintang mengular memiliki peranan terhadap ekologi suatu perairan. Masing-
masing dari kelas tersebut memiliki peranan tersendiri terhadap ekologi laut.
Asteriodea (Bintang laut) dan Ophiuroidea (Bintang mengular) memiliki peranan
sebagai pelindung karang dari pertumbuhan alga yang berbelebihan. Filum
Ophiuroidea yang hidup di daerah lepas pantai terutama berupa kelompok fauna yang
beradaptasi dengan substrat lumpur, lumpur pasir, dan pasir. Bintang mengular,
terutama diwakili oleh suku Amphiuridae dan Ophiocomidae. Bintang mengular dapat
menempati ekosistem terumbu karang, atau hidup bebas di dasar perairann lepas
pantai. Di daerah ekosistem terumbu karang biota ini menempati berbagai habitat
seperti karang hidup, karang mati, pecahan karang dan daerah lamun. Biota ini
mempunyai sifat fototaksis negatif dan cenderung hidup bersembunyi di daerah
penyebarannya. Bintang mengular pada umumnya bersifat kriptik atau hidup
bersembunyi. Hidup kriptik merupakan upaya untuk menghindari intensitas cahaya
yang kuat. Hidup kriptik berarti juga merupakan upaya perlindungan dari serangan
biota predator (Toha, 2016).

1. Ophiotrix sp

Ophiutrix merupakan salah satu Echinodermata yang penting pada ekosistem


laut dan bermanfaat bagi salah satu komponen dalam rantai makanan, yaitu sebagai
pemakan sampah organik dan hewan kecil lainnya. Ophiotrix dapat merombak sisa-isa
bahan organik yang tidak terpakai oleh organisme lain, namun dapat dimanfaatkan
oleh dirinya, sehingga Ophiotrix dapat sebagai organisme pembersih pantai, selain itu
juga bisa dijadikan hiasan atau bernilai ekonomis, Ophiotrix juga hidup di pantai,
biasanya bersembunyi di celah-celah batu karang atau lubang-lubang dan hanya akan
menampakkan lengan-lengannya (Amone, 2015).
Ophiotrix mempunyai jenis kelamin yang terpisah dan fertilisasi terjadi secara
eksternal. Hasil fertilisasi akan menghasilkan larva mikroskopis yang disebut pluteus.
Mempunyai daya regenerasi tinggi, apabila lengannya terputus akan tumbuh kembali.
Umumnya Ophiotrix hidup berkumpul dan menggerakkan tubuhnya dengan
menyentakkan lengan-lengannya. Ophiotrix tabung meluas dan kemudian menangkap
partikel yang mengambang. Setelah itu membawa makanan ke mulut melalui lengan
(Fish, 2013).
Ophiotrix mempunyai ciri-ciri khusus pada tubuhnya yaitu tubuhnya seperti bola
cakral kecil dengan 5 buah lengan bulat panjang. Setiap lengan terdiri dari ruas-ruas
yang sama. Tubuh bagian lateral terdapat duri, sedangkan pada bagian dorsal dan
ventral tidak terdapat duri. Memiliki kaki tabung tanpa penghisap dan tidak berfungsi
sebagai alat gerak, tetapi berfungsi sebagai alat sensori dan membantu sistem
respirasi (Rusyana, 2013).
Ophiotrix mempunyai cakram tengah yang jelas terlihat dari lengannya yang
panjang sehingga memudahkan untuk bergerak. Mulut terletak di pusat tubuh yang di
kelilingi lima kelompok lempeng kapur dan tidak memiliki anus, terdapat madreporit
yang terletak di permukaan dekat mulut (Brotowijowo, 2013).

Gambar 2.7 Ophiuroidea


Sumber (Wikipedia)
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Sub filum : Eleuthorozoa
Kelas : Ophiuroidea
Orde : Ophiurida
Family : Ophiotrichidae
Genus : Ophiotrix sp

D. Kelas Echinoidea

Kelas Echinoidea (Bulu babi) umumnya memiliki tubuh berbentuk bola, padat
dan tertutup test endoskeletal atau cangkang yang terbuat dari lempeng sempurna
tetutup. Memiliki cangkang yang keras berkapur dan dipenuhi dengan duri-duri. Tetapi
ada pula yang berbentuk pipih. Duri-durinya terletak berderet dalam garis garis
(Suryanti, 2014).

Keankearagaman spesies landak laut (Echinodea) di perairan Dofa 96


membujur dan dapat digerak-gerakkan, panjang dan lancip dan ada pula yang berduri
pendek dan tumpul, contohnya yaitu Arabia Strongylocentrotus (berbentuk pola),
spatangus (berbentuk oval), Echinarachinus (berbentuk kepingan) (moore, 2012)
dalam (Umangap, 2013).
Kelimpahan Echinodermata terutama echinoidea (bulu babi) di daerah pesisir
kepulauan karimunjawa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kemampuan
penyebaran, lingkungan abiotik yaitu substrat dasar, suhu, arus, dan lainnya maupun
faktor biotik yaitu manusia dan predator (pemangsa) dari bulu babi tersebut. Salah satu
biota yang berasosiasi di ekosistem terumbu karang adalah bulu babi. Bulu babi
adalah salah satu biota yang termasuk ke dalam filum echinodermata yang tersebar
dari daerah interdal dangkal hingga ke laut dalam (Supriharuono, 2018).
Bulu babi merupakan salah satu spesies kunci (keystone species) bagi
komunitas terumbu karang. Hal ini disebabkan bulu babi adalah salah satu pengendali
populasi mikroalga. Mikroalga adallah pesaing bagi hewan karang dalam
memperebutkan sumberdaya ruang (sinar matahari). Salah satu jenis bulu babi yang
biasanya terdapat di ekosistem terumbu karang adalah dari genus Diadema. Bulu babi
di padang lamun bisa hidup soliter atau hidup mengelompok, tergantung kepada jenis
dan habitatnya. Misalnya jenis Diadema setosum, D. antillarum, Tripneutes gratilla, T.
ventricosus, Lytechinus variegatus, Temnopleurus toreumaticus, dan
Stronglylocentrotus spp. Cenderung hidup berkelompok, sedangkan jenis Mespilia
globulus, Toxopneustes pileolus, Pseudoboletia maculata, dan Echinothric diadema
cenderung hidup soliter (Suryanti, 2014).
Echinoidea memiliki peranan cukup besar pada ekosistem terumbu karang dan
lamun, terutama peranannya dalam jaringan makanan yang memiliki berbagai
kedudukan, meliputi herbivora, karnoivora, ataupun sebagai pemakan detritus.
Keberadaan bulu babi terutama jenis Diadema setosum pada eksistem terumbu
karang memberikan pengaruh terhadap ekosistem keseimbangan ekologi dan
kelimpahannya dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi fisika, kimia, walaupun tidak
berpengaruh secara langsung (Suryanti dan Ruswahyuni, 2014).
Padang lamun sebagai salah satu habitat bagi bulu babi memiliki peran
ekologis yang penting tidak hanya bagi bulu babi semata tetapi juga berbagai
organisme lain yang ada di dalamnya serta bagi lingkungan di sekitarnya.
Echinodermata merupakan salah satu biota yang berasosiasi kuat dengan ekosistem
padang lamun dan berperan dalam siklus rantai makanan di ekosistem tersebut.
Tingginya tutupan vegetasi lamun di perairan memungkinkan kehadiran berbagai biota
yang berasosiasi dengan ekosistem padang lamun termasuk bulu babi untuk mencari
makan, tempat hidup, memijah dan tempat berlindung untuk menghindari predator
(Suryanti, 2014).
Kehadiran populasi jenis ini penting bagi ekosistem terumbu karang sebagai
penyeimbang. Kesetimbangan populasi Diadema antillarum akan menjaga
kesetimbangan populasi alga dan karang. Sedangkan kematian massal Diadema
antillarum berdampak pada penurunan drastis tutupan karang, menurunnya kehadiran
invertebrata yang biasanya menetap di wilayah ini. Selain itu, terumbu karang dapat
didominasi alga. Tahun 1995 ternyata ditemukan bahwa populasi Diadema antillarum
yang sangat sedikit (Ruswahyuni, 2014).
Kelas Echinodea (bulu babi) umumnya memiliki tubuh berbentuk bola, padat
dan tertutup test endoskeletal atau cangkang yang terbuat dari lempeng sempurna
tertutup. Memiliki cangkang yang keras berkapur dan dipenuhi dengan duri-duri. Tetapi
ada pula yang berbentuk pipih. Duri-durinya terletak berderet dalam garisgaris.
Berbeda dengan bintang laut dan bintang ular, bulu babi tidak memiliki lengan.
Tubuh bulu babi berbentuk bulat seperti bola dengan cangkang yang keras
berkapur dan dipenuhi duri-duri. Duri-duri terletak berderet dalam garis-garis
membujur dan dapat digerakkan. Mulut terletak di bawah menghadap ke bawah
dan anus terletak di atas bagian ke atas di puncak cangkang yang membulat (Alwi, et
al., 2020).
Kelas Echinoidea adalah salah satu kelas dalam filum Echinodermata, yang
mencakupi organisme laut seperti bulu babi, landak laut, dan teripang laut. Organisme
dalam kelas ini memiliki tubuh bulat atau bulat telur dengan duri-duri yang berbentuk
kerucut yang menonjol dari permukaan tubuh. Mereka juga memiliki sistem
pernapasan, sistem peredaran darah, dan sistem saraf yang relatif sederhana.
Beberapa jenis Echinoidea memiliki kemampuan regenerasi yang luar biasa, sehingga
mereka dapat meregenerasi anggota tubuh yang hilang, memiliki duri-duri yang sangat
panjang dan kuat, serta makanan utamanya adalah alga dan tumbuhan laut, pemakan
detritus (Johnson, 2019).

1. Diadema setosum

Gambar 2.8 Diadema sitosum


(Sumber : Radjab. 2014)
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidea
Ordo : Diadematoida
Famili : Diadematidae
Genus : Diadema
Spesies : Diadema setosum

Diadema setosum merupakan salah satu Echinoidea yang termasuk dalam


famiili Diadematidae.Bulu babi ini memiliki dua sisi, yaitu aboral dan oral. Pada bagian
aboral terdapat terdapat anal ring berwarna jingga dan terdapat warna biru atau hijau
pada bagian genital, sedangkan pada bagian oral terdapat mulut. Diadema setosum
ini memiliki warna hitam di seluruh tubuhnya dengan duri-duri primer yang panjang
dan meruncing (Radjab, 2014).
Diadema setosum masuk ke dalam ordo Cidaroidea dan berasal dari famili
Diadematidae. Diadema setosummemiliki ciri-ciri berwarna hitam dengan dari-duri
berwarna hitam yang memanjang keatas untuk pertahanan diri sedangkan bagian
bawah sebagai alat pergerakan.Memiliki 5 titik putih pada bagian atas dan terletak di
antara segmen setiap 1 titik putih. Menurut Musfirah (2018) Diadema setosum
memilik ciri khas berupa memiliki duri-duri yang panjang, tajam dan rapuh disekujur
tubuhnya, memiliki tubuh bulat, warna berwarna hitam pekat, memiliki Gonopore
sebabnyak 5 buah serta sangat jelas seperti mengkilap atau menyala. Habitat di
karang, alga, pasir dan lamun, dimana mereka dapat melekatkan kaki
ambulakral mereka. Habitatnya di daerah karang pada perairan yang dangkal
(Alwi, 2020).

Berbeda dengan bintang laut dan bintang ular, bulu babi (Echinoidea) tidak
memiliki lengan. Tubuh bulu babi berbentuk bola berbentuk agak bulat seperti bola
dengan cangkang yang keras berkapur dan di penuhi oleh duri-duri. Duri-duri terletak
berderet dalam garis-garis membujur dan dapat digerakkan. Mulut terletak di bawah
menghadap ke bawah dan anus terletak diatas menghadap atas ke atas di puncak
cangkang membulat ( Alwi, 2014).

2. Echinotrix calamaris

Gambar 2.9 Echinotrix calamaris


Sumber (Wikipedia)

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidea
Ordo : Diadematoida
Famili : Diadematidae
Genus : Echinotriix
Spesies : Echinotrix calamaris

Echinotrix calamaris memiliki tubuh berwarna putih polos dan coklat belang-
belang, memiliki duri yang tebal yang berfungsi sebagai alat gerak dan
perlindungan dari predator. Echinotrix calamaris termasuk dalam famili Diadematidae.
Namun, jenis memiliki duri yang ganda (double spined urchin). Ciri-cri tubuh
hewan ini memiliki rangka yang keras. Echinothrix calamarismemiliki warna yang
bervariasi yaitu: warna coklat dengan berbentuk bintang, warnaputih dan belang
pada durinya. Habitatnya di terumbu karang dan rubble (pecahan karang) (Arhas,
2015 dalam Alwi, 2020).

3. Tripneustes gratilla

Gambar 3.0 Tripneustes gratilla


Sumber (Wikipedia)
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidea
Ordo : Echinaceae
Familii : Toxopneustidae
Genus : Tripneustes
Spesies :Tripneustes gratilla

Tripneustes gratilla merupakan kelompok bulu babi regularia atau bulu babi
beraturan. Kelompok ini memiliki bentuk hemisfer, membulat di bagian atas dan merata
di bagian bawah. (Menurut De Ridder 1986) dalam (Tuwo, 1995) bulu babi Tripneustes
gratilla mempunyai warna cangkang yang sanga bervariasi, namun umumnya merah
keunguan sampai ungu keputihan. Durinya dapat berwarna putih, cokelat muda,
orange, abu-abu kemerahan, atau kadang-kadang hitam. (Yusron, 2013).
Mengenai bentuk tubuh bulu babi secara umum, tubuh bulu babi bebentuk bulat
atau pipih bundar, tidak bertangan, mempunyai duri-duri panjang yang dapat
digerakkan. Semua organ pada bulu babi terletak dalam tempurung test skeleton yang
terdiri atas 10 keping pelat ganda, biasanya bersambung dengan erat, yaitu pelat
ambulakral, disamping itu terdapat pelat ambulakral yang berlubang-lubang tempat
keluarnya kaki tabung. Pada permukaan tempurung terdapat tonjolan-tonjolan pendek
yang membulat, tempat menempelnya duri. Di antara duri-duri tersebar pedicellaria
dengan tiga gigi. Bulu babi terletak di sisi oral, dilengkapi dengan tiga gigi. Bulu babi
mempunyai dua macam duri, duri panjang atau primer dan duri pendek atau sekunder.
Mulutnya terletak di sisi oral dilengkapi dengan lima gigi tajam dan kuat untuk
mengunyah (Suryanti, 2014)

4. Sea Biskuit (Sand Dollar)

Sand dollar merupakan salah satu kelas Echinodermata yang hingga saat ini
belum banyak dilaporkan nilai penting dan ekonomisnya. Hewan ini memiliki peran
ekologi penting di dasar perairan. Penelitian di Indonesia mengenai hewan tersebut
masih sangat kurang dan masyarakat daerah sekitar pun masih banyak yang belum
mengetahui tentang sand dollar khususnya di perairan pantai Pulau Cemara kecil.
Sehingga perlu diadakannya Penelitian mengenai kelimpahan dan sebaran sand dollar
pada jarak yang berbeda dari pantai di Pulau Cemara kecil Karimunjawa jepara
(Suryanti, 2016).

Gambar 3.1 Sea Biskuit (Sand Dollar)


Sumber (WoRMS Photogallery)

Laganum laganum atau biasa dikenal dengan sebutan sand dollar merupakan
salah satu spesies yang termasuk ke dalam famili Laganidae. Echinoidea ini berbeda
dengan yang lainnya karena memiliki tubuh yang pipih, duri yang pendek dan termasuk
bulu babi irregularia. Pada sisi aboral, bulu babi ini memiliki struktur tubuh yang
menyerupai asteroidea. Pada sisi oral terdapat mulut yang terletak pada bagian
tengah. Laganum laganum memiliki warna tubuh hujau kecoklatan (Shin, 2014).
Klasifikasi dari biota ini yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidea
Ordo : Clypeasteroidea
Famili : Laganidae
Genus : Laganum
Spesies : Laganum laganum

E. Kelas Holothuroidea

Holothuroidea atau teripang adalah istilah yang diberikan untuk hewan


inertebrata timun laut yang dapat dimakan dan tersebar luas mulai dari zona pasang
surut sampai laut dalam di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik Barat. Teripang
merupakan salah satu dari 900 kelas dari filum Echinodermata dan sering disebut juga
ketimun laut karena bentuknya menyerupai ketimun laut (Suryanti, 2015).
Teripang merupakan hewan inverterata dari filum Echinodermata kelas
Holothuroidea, berbentuk radial simetris dan mempunyai kaki-kaki tabung yang
digunakan untuk memakan dan bergerak. Teripang tersebar luas di perairan laut mulai
dari zona pasang surut terendah sampai laut dalam (deep sea). Secara morfologi
bentuk teripang bervariasi mulai dari yang bulat sampai panjang silindirs seperti
cacing, dengan garis oral dan aboral sebagai sumbu yang menghubungkan antara
anterior (mulut) denganposterior (anus) yang terletak pada kedua ujungnya sehngga
bentuknya menyerupai ketimun laut. Pada bagian anterior terdapat mulut (oral)
bertentakel yang berfungsi untuk mengambil, menghisap partikel/makanan/larutan,
sedangkan diposterior terdapat kloaka (aboral) untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan
maupun air (Ruswahyuni, 2015).
Bentuk tubuh timun laut ujungnya memanjang, bergerak dengan cara merayap.
Kaki-kaki tabungnya berada di sepanjang sisi tubuh baian bawah. Jika dilihat dari
penampang tubuhnya akan tampak bulat, setengah lingkaran, persegi, dan trapesium
dan tidak memiliki tulang belakang . sekitar 80-90 % berat tubuh timun laut diisi oleh
air yang akan mengalir keluar tak lama setelah timun laut diangkat dari air. Pada salah
satu bagian dari tubuhnya akan terlihat struktur seperti rumbai-rumbai (tentakel) yang
mengelilingi lubang mulutnya. Pada ujung yang lain terdapat lubang pembuangan yang
membuka dan menutup secara teratur (Suryanti, 2015).
Menurut Martoyo (2006), menyatakan bahwa teripang termasuk hewan
dioecious atau alat berkelamin dua, sehingga alat kelamin jantan dan betina terletak
pada individu yang berlainan. Namun untuk membedakannya secara morfologis sulit
dilakukan. Jenis kelamin ini dapat diketahui bila dilakukan pembedahan. Gonad jantan
biasanya berwarna putih seperti cairan susu sedangkan gonad betina bulat berwarna
kuning dengan ukuran 140-160 mikron. Perbedaan ini akan tampak jelas bila dilihat di
mikroskop dengan menyayat bagian organ kelamin jantan dan betina. Perkawinan
teripang biasanya berlangsung secara eksternal atau di luar tubuh. Proses terjadinya
perkawinan tersebut ialah dengan cara Sel sperma dan Sel telur masing-masing
dhasilkan oleh individu betina dan jantan dengan cara disemprotkan (Setiawan, 2017).

Gambar 3.2 Kelas Holothuroidea (Teripang)


Sumber (Biologigonz.blogspot.com)
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Aspidochirotae
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuridea

F. Kelas Crinoidea

Crinoidea memiliki bentuk indah sepperti bunga leli. Tangan seperti bulu
unggas dan berwarna ungu (biasanya ditemukan di perairan dalam), ada pula yang
tidak bertangkai (feather star) hidupnya di perairan dangkal. Mempunyai tangkai
beruas-ruas berhubungan dengan aboral calyx 1 m. Tubuh terdiri dari: calyx (mangkok
kecil) tersusun dari plat kapur dan bagian tangan lentur. Pada crinoid, tangan tersebu
bercabang-cabang (lebih) pada pangkalnya (tampak 10 tangan). Jenis lili laut
beranekaragam kurang lebih 91 jenis. Tiap tangan dan cabangnya terdapat apendik
beruas-ruas (pinnule). Deretan kaki tabung pada lekuk ambulakral tersusun 3 buah
kaki tabung yang menyatu dipangkal (Suryanti, 2016).

Hewan yang paling umum dipelajari adalah dari jenis Antedon tenella,
Kelompok hewan ini juga sering disebut binatang bulu. hewan ini memiliki lengan
contoh yang lain adalah Antedon rosacea bercabang serta anus dan mulut berada di
permukaan oral, kaki tabungnya tidak mempunyai saluran penghisap dan alur
ambulakralnya terbuka, tidak memiliki madreporit, duri ataupun pedicillirae. Sistem
reproduksi yang dimiliki kelas ini yaitu memiliki jenis kelamin terpisah. Gonad biasanya
terdapat pinnula. Beberapa kelas Crinoidea, melepaskan telur dalam air, tapi beberapa
menahan tetap pada pinnula sampai menetas. Larvanya disebut doliolaria
(Supriharyono, 2018).

Larva yang masih muda sekali masih mendapat makanan dari kuning telur, tapi
belum mempunyai mulut. Setelah beberapa hari dapat hidup bebas dan menempel
dengan akhir bagian anterior dan kemudian berbentuk cangkir, lalu tumbuhlah
lengannya. Beberapa Crinoidea menyimpan telurnya dalam tubuh. Sistem pencernaan
makanan kelas Crinoidea yaitu makanan dari hewan ini berupa plankton atau
mikroorganisme lainnya yang ditangkap dengan menggunakan tentakelnya, makanan
tersebut dibawa oleh silia untuk masuk ke dalam mulut. Sistem sarafnya terdiri
atas:cincin saraf dan saraf radial. Organ sensorisnya masih sangat primitive (Suryanti,
2015).
Crinoidea (lili laut) merupakan kelas dari Echinodermata. Habitat
Echinodermata dapat ditemui hampir semua ekosistem laut. Namun ekosistem yang
paling tinggi terdapat pada terumbu karang di zona intertidal. Hl ini dipengaruhi oleh
faktor fisik dan kimia pada masing-masing daerah. Kelompok fauna Echinodermata
(Holothuroidea, Echinodermata, Asteroidea, dan Ophiuroidea), sedangkan kelas
Crinoidea tidak ditemukan pada stasiun penelitian. Hal ini disebabkan karena
Crinoidea biasanya hidup di daerah tubir sehingga sulit untuk dikoleksi dan karena
pada tiga lokasi penelitian tidak adanya ubir (Katili, 2013).
Crinoidea atau kelompok lili laut pada umumnya merupakan pemakan plankton
dan materi tersuspensi . Selain tidak tahan terhadap kekeringan, dan hidupnya
tergantung kepada kehadiran populasi plankton, mengakibatkan lili laut lebih sering
didapatkan berada di zona paling luar dari ekosistem terumbu karang (tubir dan lereng
terumbu). Struktur Tubuh Lili laut hidup melekat ke substrat dengan tangkainya, lengan
digunakan untuk memakan suspensi. Crinoidea memiliki lengan yang mengelilingi
mulut serta menghadap ke atas,menjauhi subsrat (Campbell,2013).
Lili laut mempunyai bentuk tubuh yang indah seperti bunga. Lili laut berpegang
pada batu atau tumbuhan yang disebut dengan cirri dan memiliki lengan yang banyak
(Nontji, 1987, h. 209). Tubuhnya ditutupi oleh kulit kasar yang disebut tegmen terdiri
dari lempengan kapur. Epidermisnya tidak berkembang dengan biak. Kelima
lengannysa fleksibel untuk membentuk lebih banyak cabang yang memiliki pinnules
seperti duri pada bulu. Gabungan calyx dan lengan dinamakan crown. Bentuknya tidak
berubah dan stalk atau tangkai melekat pada sisi aboral tubuh (Siddiqi, 2015).
Sistem Reproduksi pada kelas Crinoidea, melepaskan telur dalam air, tapi
beberapa menahan tetap pada pinnulae sampai menetas. Larva yang masih muda
sekali masih mendapat makanan dari kuning telur, tapi belum mempunyai mulut.
Setelah beberapa hari dapat hidup bebas dan menempel dengan akhir bagian anterior
dan kemudian berbentuk cangkir, lalu tumbuhlah lengannya. Beberapa Crinoidea
menyimpan telurnya dalam tubuh (Setiawan, 2017).
III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum Pengenalan Filum Echinodermata dilaksanakan pada hari Kamis, 13


April 2023, pada pukul 13.00 – 15.00 WITA di Laboratorium Biologi Laut, Fakultas Ilmu
kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

B. Alat dan Bahan

a. Alat
ALAT KEGUNAAN

Alat Tulis (Pulpen, Digunakan pada saat ketika mengisi lembar kerja
Pensil, Penghapus,
Pewarna)

Pisau Bedah Digunakan untuk memotong sampel

Pinset Digunakan untuk membuka kulit sampel

Loop (Kaca Pembesar) Digunakan untuk memperbesar objek kecil yang ingin
dilihat

Nampan Digunakan sebagai wadah untuk sampel

Gunting Bedah Digunakan untuk memotong sampel

Lembar Kerja Digunakan untuk mencantumkan informasi tentang


sampel
b. Bahan
ALAT KEGUNAAN

Tissue Roll Digunakan untuk membersihkan alat

Sunlight Digunakan sebagai bahan pembersih alat-alat yang telah


digunakan

Kelas Echinoidea Kelas Kelas Kelas


Holothuroidera Asteroidea Ophiuroidea
Diadema setosum Actinopyga sp. Archaster sp. Ophiotrix sp.
Tripneustes Achanthaster
gratilla plancii
Echinometra Linckia laevigata
mathaei
Echinotrix Protoreaster
calamaris nodosus
Sea biskuit
Heart urchin

C. Prosedur Kerja

1. Kelas Echinoidea

Sampel Diadema setosum, Echinotrix calamaris, Tripneustes gratilia,


Echinometra mathaei.

Pada praktikum ini, terdapat beberapa prosedur kerja yang harus dilakukan.
Pertama, ambil salah satu sampel bulu babi yang telah disediakan dan amati dengan
seksama bentuk morfologinya. Selanjutnya, tentukan bagian oral dan aboralnya serta
tuliskan dasar penentuan tersebut pada kolom deskripsi. Kemudian, berdasarkan
pengamatan, berikan alasan mengapa Tripneustes gratilia, Diadema setosum,
Echinotrix calamaris, Echinometra mathaei dikelompokkan ke dalam phylum
Echinodermata, Classis Echinodea dan tuliskan alasannya. Selanjutnya, amati kembali
bentuk morfologi sampel dan tentukan letak madreporit, anus, serta kaki tabung,
pedicellaria, mulut, tubercle dan duri beserta fungsinya. Pada sampel Tripneustes
gratilia, gambarkan Lentera Aristotels dan jelaskan apakah gigi radula, Epiphysis dapat
dilihat serta berikan penunjukkan pada gambar. Setelah itu, bandingkan jenis pada
bulu babi yang lain dengan mengulang prosedur 1-4 dan jika sudah mengetahui
perbedaan jenis-jenis bulu babi, jelaskan kenapa demikian. Selain itu, ada juga
prosedur kerja untuk sampel Heart urchin atau Sea biscuit, yaitu amati dengan
seksama bentuk morfologi sampel dan tentukan letak mulut, madreporit, petaloid,
anus, dan lunula jika terlihat. Kemudian, gambar sampel tersebut dan lengkapi bagian-
bagiannya serta masukkan ke dalam kolom deskripsi apakah letak anus dan mulut
berada pada sisi yang sama atau berbeda. Terakhir, jelaskan mengapa Heart urchin
dan Sea biscuit masuk dalam Filum Echinodermata, Classis Echinodea.

2. Kelas Holothuroidea

Sampel Achynopyga lecanora jeager

Untuk memulai pengamatan Achynopyga sp, ambillah sampel tersebut dan


letakkan di atas nampan yang telah disediakan. Selanjutnya, amati dengan seksama
sampel tersebut dan dapatkan informasi mengenai letak posterior dan anterior. Anda
juga perlu menentukan dasar penentuan tersebut. Selain itu, perhatikan pula letak
ventral dan dorsal serta dasar penentuannya. Setelah melakukan pengamatan, coba
jelaskan mengapa Achynopyga sp termasuk dalam filum Echinodermata dan kelas
Holothuroidae. Dengan begitu, Anda akan memperoleh pemahaman yang lebih luas
mengenai spesies ini.

3. Kelas Asteroidea

Sampel Archaster sp, Acanthaster plancii, Linckia laevigata, Protoreaster


nodosus.

.Untuk melakukan pengamatan sampel dari kelas Asteroidea, langkah pertama


adalah mengamati penampakan morfologi sampel dari kelas Asteroidea. Selanjutnya,
gambar sampel dan tentukan bagian mana yang menjadi oral dan aboral serta dasar
dari penentuan bagian tersebut. Lalu, perhatikan bagian aboral dari sampel, apakah
terlihat madreporit dan anus, serta adakah bagian lain yang terlihat pada bagian aboral
selain keduanya Selanjutnya, perhatikan bagian oral, tentukan yang mana mulut, celah
ambulakral, dan kaki tabung serta adakah bagian lain yang terlihat Setelah itu,
tentukan jumlah lengan dari sampel yang diamati dan berdasarkan pada letak
madreporitnya, tentukanlah yang mana merupakan lengan 1, lengan 2, dst. Kemudian,
amati kelenturan dari lengan-lengan sampel dan cek apakah lengan tersebut menyatu
dengan central disc hingga tidak terlihat adanya sambungan atau terlihat adanya
sambungan antara lengan dengan central disc. Terakhir, tentukan ciri/karakteristik
khusus dari masing-masing sampel yang diamati dan catat hasil pengamatan pada
kolom deskripsi di lembar kerja beserta dengan fungsi masing-masing bagian morfologi
dari sampel yang diamati.

4. Kelas Ophiuroidea

Sampel Ophiotrix sp.

Untuk pengamatan morfologi sampel dari kelas Ophiuroidea, pertama-tama


amati penampakan morfologi sampel tersebut. Gambarkan sampel dan tentukan
bagian yang menjadi oral dan aboral. Selanjutnya, perhatikan bagian aboral dan cari
tahu apakah terdapat madreporit dan anus pada sampel. Kemudian, fokuskan
perhatian pada bagian oral dan cari tahu letak mulut, serta apakah terlihat celah
ambulakral dan kaki tabung. Hasil pengamatan tersebut perlu dicatat pada kolom
deskripsi di lembar kerja. Selain itu, amati kelenturan dari lengan-lengan sampel dan
perhatikan apakah batas antara lengan dengan central disc terlihat jelas. Bandingkan
hal yang sama dengan lengan pada kelas Asteroidea dan catat hasil pengamatan pada
kolom deskripsi. Jangan lupa untuk sertakan fungsi masing-masing bagian morfologi
dari sampel yang diamati.
IV. HASIL

A. Diadema setosum
Gambar Keterangan
a. Anus
b. Duri
a
c. Tubuh
b
c

Gambar 1. Diadema setosum


Sumber (Andrew green, 2019)

B. Echinotrix calamaris
Gambar Keterangan
a a. Duri
b. Tubuh
b
c. Anus
c

Gambar 2. Echinotrix calamaris


Sumber (Suryanti, 2019)

C. Tripneutes gratilla
Gambar Keterangan
a. Anus
a b. Duri
c. Tubuh
b

Gambar 3. Tripneutes gratilla


Sumber (Andrew Green, 2019)

D. Dolar Pasir
Gambar Keterangan
a. Madreporit

Gambar 4. Dolar Pasir


Sumber (Suryanti, 2019)

E. Archaster sp.
Gambar Keterangan
a. Anus
b. Tentakel

Gambar 5. Archaster sp
Sumber (Umboh, 2016)

F. Culcita sp.
Gambar Keterangan
a. Mulut
b. Kaki Tabung

b
Gambar 6. Culcita sp.
Sumber (Purnomo, 2020)

G. Protoreaster nodosus
Gambar Keterangan
a. Mulut
b. Kaki Tabung

Gambar 7. Protoreaster nodosus


Sumber (Marie, 2018)

H. Linckia laevigata
Gambar Keterangan
a. Lengan
a
b. Madreporit

Gambar 8. Linckia laevigata


Sumber (Umboh, 2018)

I. Teripang
Gambar Keterangan
a. Dorsal
b. Kaki tabung

Gambar 9. Teripang
Sumber (Mongabay, 2018)

J. Ophiotrix sp.
Gambar Keterengan
a. Lengan bagian atas
b. Lengan bagian pusat
a c. Lengan bagian bawah

b
c

Gambar 10. Ophiotrix sp


Sumber (Kwajelin, 2018)

` `
V. PEMBAHASAN

1. Diadema setosum
Dari pengamatan pada spsies diketahui bahwa spsies ini memiliki tubuh bulat
tapi tidak sempurna berwarna hitam dan di tutupi oleh duri yang panjang dan dari hal
ini diketahui bahwa spesies berasal dari kelas echinoidea. Dalam salah salah satu
penelitian menjelas bahwa Diadema setosum memiliki bentuk tubuh bundar
pentagonal dan pipih, berwarna hitam, duri berukuran lebih panjang dari tubuhnya,
permukaan tajam, ujung runcing dan rapuh, sedangkan duri sekunder pendek sebagai
alat pergerakan. Memiliki 5 titik putih pada bagian atas dan terletak di setiap segmen,
bentuk Tuberkel yaitu crenulate. Ukuran spesies ini biasanya mencapai 70 mm, namun
yang ditemukan pada saat penelitian berkisar antara 20-40 mm, dengan berat 4,91-6,3
gram, panjang duri primer berkisar antara 18-22 mm. Jenis ini biasanya hidup secara
mengelompok, namun saat penelitian bulu babi ini ditemukan berukuran relatif kecil
dan hidup menyendiri di celah-celah karang dalam jumlah yang sangat sedikit. Menurut
Suryanti dan Ruswahyuni, (2014) Bulu babi (Echinoidea) yang hidup di zona rataan
pasir, daerah pertumbuhan alga dan rataan karang biasanya hidup secara
mengelompok dalam kelompok besar sedangkan di daerah tubir karang bulu babi
(Echinoidea) ini hidup dalam kelompok kecil atau hidup menyendiri dalam lubang
karang mati dan pecahan karang (Suryanti, et al., 2020).

2. Echinotrix calamaris
Berdasarkan pengamatan pada spsies diketahui bahwa duri dari spesies bulu
babi ini lebih pendek dari spesies Diadema setosum. Berdasarkan salah satu
penelitian Genus Echinotrix memiliki bentuk duri yang lebih pendek, permukaan duri
lebih keras dan warna ujung duri lebih terang dibandingkan dengan genus Diadema.
Panjang duri primer pada genus Echinotrix berkisar antara 4,1 – 4,9 cm sedangkan
duri sekunder terletak tidak beraturan diantara duri primer dengan panjang 2,2 – 3,6
cm. Bentuk tubuh bulat memipih berdiameter berkisar antara 6,2 – 7,2 cm. Hal ini
sesuai dengan penelitian Umagap (2013), yang menyatakan bahwa genus Echinotrix
memiliki cangkang yang kaku dan berbentuk bulat memipih. Bentuk tubuh yang kaku
dan keras tersebut dimanfaatkan oleh bulu babi untuk berlindung dari pergerakan
pasang surut air laut di substrat berbatu (Moningkey, 2010 dalam Ritanto, et al., 2017).

3. Tripneutes gratilla

Dari pengamatan pada spsies diketahui bahwa spsies ini memiliki ciri khas
seperti bentuk bulat denan duri-duri yang pendek. Dalam salah satu penelitian
menjelaskan bahwa Bulu babi Tripneustes gratilla memiliki tinggi badan tubuh 4,3-5.4
cm dan bentuk tubuh bulat pipih. Dengan diameter tubuh 4-7 cm, memiliki warna tubuh
hijau tua dengan selingan hitam kemerahan pada bagian ambulakralnya dan
dilengkapi dengan duri diseluruh permukaan tubuhnya. Tripneustes gratilla merupakan
kelas Echinoidea yang tergolong dalam famili Toxopneustidae. Duri-duri sekunder
jarang terdapat pada cangkangnya, sedangakan duri primer panjang dengan ukuran
yang relatif sama diseluruh bagian cangkang. Duri Tripneustes gratilla memiliki warna
yang beragarn, tetapi secara umun berwarna putih dan orange muda (Sese dkk., 2018;
dan Susilo. 2017). Umumnya semua jenis bulu babi menyukai substart yang kerang
seperti batu karang, padang lamun dimana terdapat campuran pasir dan pecahan
karang, dan hidup kebanyakan hidup berasosiasi dengan dengan terumbu karang
(Tuang-tuang ,2019 dalam Sapianus, 2022).

4. Dolar Pasir

Pada pengamtan yang dilakukan pada spesies ini didapatkan bentuk dari
spesies ini berbentuk bundar dan pipih, spesies yang di amati memiliki warna tubuh
coklat muda. Dolar Pasir berasal dari dari filum Echinodermata yang masuk ke dalam
kelas Echinoidea. Spesies ini memiliki bentuk tubuh pipih dorsoventral yang
menyerupai uang dolar, sehingga biasa disebut sebagai dolar pasir. Tubuhnya ditutupi
dengan duri pendek, bergerak, dan terdistribusi padat yang membantubergerak melalui
pasir saat makan. Permukaan aboral memiliki lima struktur mirip kelopak bunga yang
mencolok, yang disebut petalloids. Ini sebenarnya adalah alur ambulacral. Setiap
petalliod memiliki ukuran yang sama dan terdiri dari dua baris pori berpasangan yang
digunakan dalam respirasi (Rusyana, 2011). Sand dollar banyak ditemukan di daerah
berpasir dan kadang terdampar di pantai pesisir. Orang sering menemukan Sand dollar
terdampar di pantai dengan kerangka hewan mati, tidak ada duri pada kerangkanya
dan sudah berwarna putih, hewan ini hidup dengan membenamkan diri dalam lumour
atau pasir halus atau secara pasif mengumpulkan jasad-jasad renik dan sisa organik
yang tertangkap oleh duri-durinya terutama pada sisi aboral, atau memperoleh
makanan dengan menelan pasir yang ada pada medium sekitarnya (Suryanti, 2019).

5. Archaster sp.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui Bintang laut ini memiliki
lima buah lengan dengan tubuh yang pipih, lengan berbentuk runcing dan memiliki
belang cokelat sepanjang lengan terdapat duri-duri dengan warna putih, berbentuk
tumpul dan pipih. Sisi aboral berwarna kecokelatan sampai putih keabu-abuan, sisi oral
berwarna putih dan terdapat mulut pada bagian tengah, tubuhnya akan berubah warna
menjadi orange apabila diberi alkohol, ukuran yang didapatkan 7,5 – 10,2 cm.
Habitatnya hidup membenamkan diri di dalam substrat berpasir dan cenderung sedikit
dijumpai pada area yang memiliki penutupan lamun. Menurut Triana et al. (2015),
Archaster typicus memiliki sisi aboral yang terdiri atas madreporit sebagai sistem
sirkulasi air dan anus. Pada bagian oral dapat ditemukan mulut, bukaan ambulakral
dan kaki tabung berbentuk silinder. Warna tubuhnya abuabu dan cokelat bintik-bintik.
Tubuh A.typicus ditutupi oleh duri-duri pada bagian inferolateral. Bintang laut ini
biasanya memiliki lima buah lengan dengan tubuh yang pipih. Lengan A.typicus
berbentuk runcing dan umumnya terdapat belang cokelat yang melintang. Spesies ini
memiliki warna duri putih, berbentuk tumpul dan pipih (Afiah et al., 2017).

6. Culcita sp.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, spesies ini merupakan jenis bintang
laut yang memiliki lengan, berbentuk segi lima, tubuhnya tebal seperti roti. Warna
tubuh dari bintang laut ini adalah kuning kecoklatan. Warna spesies ini sangat
bervariasi dan mempunyai bintik yang lebih gelap dan lebih terang dari coklat, orange,
kunng, dan hijau. Pada saat penelitian spesies ini ditemukan menempati daerah yang
tergenang air (Binabuni, 2019). Menurut salah salah penelitian menyatakan bahwa
Bentuk dari C. novaeguineae merupakan segilima atau pentagonal. Kunci
identifikasinya ialah terdapat granule (butiran-butiran) yang menutupi tubuh dari
spesies ini (Clark dan Rowe, 1971). Warna umum C. novaeguineae adalah kuning,
jingga, dan hijau gelap. Di lapangan C. novaeguineae banyak ditemukan di Titik 3
yakni, area peralihan padang lamun dan karang terutama di Stasiun Timur, dan
ditemukan pula beberapa spesimen di Titik 4. Spesimen ini ditemukan memiliki dimensi
tubuh berkisar antara 3/2,9-7/6 cm di lapangan (Anwar, et al., 2018).

7. Protoreaster nodosus
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui Bintang laut ini memiliki
lima buah lengan, memiliki warna tubuh coklat dan terdapat tonjolan-tonjolan pada
bagian atas tubuhnya atau pada bagian yang disebut aboral. Seluruh tubuhnya tertutup
duri kecuali pada lekuk sisi oral yang disebut celah ambulakral. Alat gerak berupa
tabung telapak, biasanya 4 buah, terletak dalam celah ambulakral. Dinding selom
menonjol sebagai kantong yang disebut branki atau papulae. Branki muncul di antara
papan-papan kapur, dan berfungsi sebagai alat pernapasan dan eksresi. Pada
permukaan tubuhnya terdapat pediselariae, sebagai alat-alat tambahan dan berbentuk
seperti angkup (forsep) yang berguna untuk menghilangkan benda-benda asing pada
permukaan tubuhnya (Brotowidjoyo, 1989 dalam Astuti, 2018).

8. Linckia laevigata

Dari pengamatan pada spesies diketahui bahwa spsies diketahui bahwa


spesies ini memiliki warna tubuh yaitu biru, hal ini sejalan dengan salah satu yang
menjelaskan bahwa Ciri pada spesimen Linckia laevigata adalah memiliki warna
biru cerah dan tidak memiliki warna campuran dan terdapat duri-duri (spikula)
yang halus pada bagian dorsal, kaki tabung (tube feet) berwana putih, anus
terdapat pada bagian dorsal. Terdapat 1 madreporitpada bagian dorsal. Memiliki
lima jumlah lengan, lingkar kanal puast. Spesies ini ditemukan pada habitat
substratpasir dan terumbu karang. Linckia laevigataberbentuk bintang yang memiliki
lima lengan dan warna yangsangat mencolok dan kontras dengan lingkungan, tiap
lengan berbentuk memanjang dan langsing sekitar 15 cm atau lebih.Pada jenis
Linckia laevigataterdapat 1 madreporitdengan rataan diameter 3,8 mm pada bagian
dorsal. Memiliki lima jumlah lengan dengan rata rata panjangnya 11,42, lingkar
kanal pusat dengan rataan 0,6 mm. spikulaberbentuk duri-duri halus pada bagian
dorsal (Khalid, 2022).
9.Teripang
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa spesies ini memiliki
bentuk tubuh bulat silindris dan kulit kasar karena tonjolan-tojolan yang menyerupai
duri. Tubuh teripang umumnya bulat panjang atau silindris sekitar 10–30 cm, dengan
mulut pada salah satu ujungnya dan anus pada ujung lainnya. Karena bentuk
umumnya seperti mentimun, maka dalam bahasa Inggris hewan ini disebut sea
cucumber yang berarti mentimun laut. Tubuh teripang memanjang membentuk sumbu
oralaboral atau anteroposterior. Ujung bagian oral merupakan mulut yang dikelilingi
oleh struktur tentakel yang berlendir. Struktur mukosa ini digunakan untuk
mengumpukan makanan dan merupakan modifikasi dari kaki tabung dan biasanya
dapat ditarik kembali ke dalam tubuh. Teripang mempunyai dinding tubuh yang kasar
dan mengandung endoskeleton mikroskopis (Suryanti, 2019).

10. Ophiotrix sp.


Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa Bintang mengular mempunyai
kemiripan dengan bintang laut, karena mempunyai bentuk tubuh yang bersimetri
pentaradial. Tubuh berbentuk cakram, yang dilindungi oleh cangkang kapur berbentuk
keping (ossicle) dan dilapisi dengan granula dan duri-duri. Di dalam tubuh (disk)
terdapat berbagai organ seperti gonad, saluran pencernaan dan sistem pembuluh air.
Dari tubuh yang berbentuk cakram ini secara radial tumbuh 5 atau lebih tangan-tangan
yang memanjang berbentuk silindris dan sangat fleksibel. Bintang mengular
mempunyai kelamin terpisah. Hewan jantan dan hewan betina masing-masing
melepaskan telur dan sperma ke massa air di sekitarnya pada musim memijah.
Fertilisasi terjadi di air laut. Telur yang telah dibuahi akan tumbuh jadi zygote,
kemudian tumbuh menjadi larva yang disebut ophiopluteus. Larva ophiopluteus ini
hidup bebas sebagai plankton, dan kelak akan mengalami metamorfose dan akan
menjelma menjadi "juvenile" (biota muda) yang bersifat bentonik. Lamanya masa larva,
tergantung kepada jenis. letak geografis, dan kondisi lingkungannya (Indrawan, 2019)
VI. PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan praktikum tentang filum Echinodermata, mahasiswa


telah mengenali ciri-ciri morfologi dan anatomi kelas Asteroidea, Holothuroidea,
Echinoidea, Crinoidea, dan Ophiuroidea.

B. Saran
a. Saran untuk lab

Untuk laboratorium diharapkan kedepannya dapat melengkapi alat labnya,


seperti misalnya membeli pisau bedah, pinset, dan alat lab yang belum lengkap
lainnya, dan di harapkan agar kiranya ruangan lab di lengkapi dengan alat pendingin
ruang seperti AC atau kipas angin agar kiranya jika melaksanakan praktikum kita tidak
terganggu karena panasnya suhu ruangan.

b. Saran untuk asistem umum


Untuk asisten (umum) saran dari saya itu ketika memberi bahan tugas
pendahuluan dan bahan yang akan di print diharapkan jangan terlalu larut malam,
karena semuanya orang lelah ketika malam hari telah tiba.

c. Saran untuk Asisten Kelompok


Untuk Asisten kelompok sudah sangat baik dalam merevisi laporan
praktikannya, dan sudah sangat baik dalam melakukan dan membimbing kami selama
praktikum hingga selesai.

DAFTAR PUSTAKA

Al Farizi, A.H. 2019. Diversitas Asteroidea (Bintang laut) di Pulau Mandangin Sampang
Madura. Sripsi-S1 Departemen Departemen Biologi FMIPA UIN Sunan Ampel
Surabaya. Surabaya: xvi + 48.

Alwi, D., Muhammad, S. H., & Tae, I. 2020. Morphological Characteristics and
Ecological Index Sea Urchins (Echinoidea) in Wawama Village Water Morotai
Island District. Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, 4(1),

Arnone, M. I., Byrne, M., & Martinez, P. 2015. Echinodermata. In Evolutionary


Developmental Biology of Invertebrates 6: Deuterostomia (pp. 1–58).
https://doi.org/10.1007/978-3- 7091-1856-6_1

Aziz,z. 1996. Makanan dan Cara Makan Berbagai Jenis Bintang Laut.Oseana
21(3):13-22.

Chen,C.P.(2019).Molecular identification amd phylogenetic analysis of Protoreaster


nodosus (Echinodermata Asteroidea) in Taiwan. Zoological Studies,58,e12.

Clark, A. M., and Rowe, F. W. E. 1971. Monograph of shallow water Indo West Pacific
Echinoderms. Natural History, 1(7), 1-31.

Garm A, Nilsson D-E. 2014. Visual navigation in starfish: first evidence for the use of
vision and eyes in starfish. Proc. R. Soc. B 281: 20133011.
http://dx.doi.org/10.1098/rspb.2013.3011

Hadi, Abdul dkk. 2012. Fauna Echinodermata di Indonoor Wreck, Pulau Kemujan,
Kepulauan Karimunjawa. Jurnal Imu Kelautan No. 4: Hal 236-242, 2012
Hafizah. I, Sulastrianah. 2015. Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Bintang Laut
Bertanduk (Protoreaster nodosus) terhadap Bakteri Streptococcus sp. dan
Candida albicans. Medula. 3 (1). 192-200

Hutauruk, E.L. (2009). Studi Keanekaragaman Echinodermata di Kawasan Perairan


rubiah Nanggroe Aceh Darussalam. Skripsi pada Universitas Sumatera Utara
Medan: Tidak diterbitkan.

Johnson, R. F.,& Johnson, J.E. (2019). Echinoidea. In: Animal Diversity Web.
AccessedApril30,2023.https://animaldiversity.org/accounts/Echinoidea/idea
Jontila JBS., R.A.T. Balisco., J.A. Matillano. 2014. The Sea cucumbers (Holothuroidea)
of Palawan, Philippines. AACL Bioflux. 7(3):194-206.

Juwana, sri dkk., 2002. Biologi laut, lmu pengetahuan tentang biota laut. Penerbit:
djambatan, jakarta

Kambey,A.G.,U.N.W.J. Rembet, & A.S. Wantasen. 2015. Komunitas Echinodermata di


daerah intertidal perairan Pantai Mokupa Kecamatan Tombariri Kabupaten
Minahasa. Jurnal Ilmiah Platax 3(1): 10—15.

Katili, A.(2013). Struktur Komunitas Echinodermata Pada Zona Intertidal di Gorontalo.


Jurnal Penelitian dan Pendidikan, 8 (1): 51-61.

Kochzius, M., C. Seidel, J. Hauschild, S. Kirchhoff, P. Mester, I. Meyer-Wachsmuth, A.


Nuryanto, J. Timm. 2009. Genetic population structures of the blue starfish
Linckia laevigata and its gastropod ectoparasite Thyca crystallina. Marine
Ecology Progress Series, 396: 211-219.

Kurniawan, (2018). Jenis-jenis Bintang Laut (Echinodermata:Asteroidea) di perairan


Pulau Busak Kabupaten Buol Sulawesi tengah.

Mah, C.L.(2020). The World Asteroidea Database Protoreaster nodosus Gray,1840.

Nontji, A. 2014. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.

Nugroho, P. E. R., P. W. Purnomo dan Suryanti. 2017. Biodiversitas Echinodermata


Berdasarkan Tipe Habitatnya di Pantai Indrayanti, Gunung Kidul, Yogyakarta

Pechenik, J. A. 1991. Biology of the Invertebrate. New York: Wm. Brown Publisher.

Puspitasari, Suryanti, dan Ruswahyuni. 2013. Studi taksonomi bintang laut


(Asteroidea, Echinodermata) dari Kepulauan Karimunjawa, Jepara. Journal of
management of aquatic resource 1(1): 1—7.

Puspito, R. S. Suryanti dan C. Ain. 2017. Pemetaan Pola Sebaran Sand Dollar
dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat di Pulau Menjangan Besar,
Taman Nasional Karimunjawa. Prosiding Semnas HHPPI ke VI FPIK. Undip

Radiopoetro. 2013. Zoologi. Erlangga, Jakarta

Radjab, A. W. 2014. Keragaman dan Kepadatan Ekinodermata di Perairan Teluk


Weda, Maluku Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No. 1.
Setiawan, B. P., Suryanti dan B. Sulardiono. 2017. Preferensi Habitat dan Kebiasaan
Makan Teripang (Holothuroidea) di Perairan Pulau Menjangan Kecil,
Kepulauan Karimunjawa. Journal of Maquares. 6(2): 401-408

Siddiqi, B, Sulardiono dan Suryanti. Struktur Komunitas Teripang (Holothuroidea) di


Perairan Pulau Karimunjawa Taman Nasional Karimunjawa, Jepara.
Prosiding SEMNAS HHPI. FPIK, Universitas Diponegoro

Surtikanti, H.(2014). Biologi Lingkungan. Bandung: Prisma Press.

Suryanti ., M. R. Muskananfola dan K. E. Simanjuntak. 2016. Sand Dollars


Distribution Pattern and Abundance The Coastal Cemara Kecil Island,
Karimunjawa, Jepara, Indonesia. Jurnal Teknologi

Suryanti dan Ruswahyuni. 2014. Differences in the Abundance of Sea Urchin


(Echinoidea) On Coral and Seagrass Ecosystems In Pancuran Belakang,
Karimunjawa Jepara. Bahasa Indonesia [Perbedaan Kelimpahan Bulu Babi
(Echinoidea) Pada Ekosistem Karang Dan Lamun Di Pancuran Belakang,
Karimunj. Saintek Perikanan, 10(1), 62–67. https://doi.org/e-ISSN: 2549-0885

Suryanti dan C. Ain. 2013. Kelimpahan Bulu Babi (Sea Urchin) pada Substrat yang
Berbeda di Legon Boyo, Karimunjawa, Jepara. Prosiding Seminar Tahunan
ke III Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Vol.4, November 2013 :
165-172.

Suryanti, C. Ain dan N. Latifah. 2018. Relathionships between of Sea Urchins


Abundance, Macroalgae and Coral on Cemara Kecil Island. Journal of
Physics

Suryanti, M,PI. 2019. Buku ajar Bioekologi Phylum Echinofermata.

Susantie, D. 2016. Beberapa Aspek Reproduksi Bintang Laut Protoreaster nodosus


(Linneaus,1758). Makalah. FPIK- UNSRAT. Manado. 26 Hal.

Toha, AHA, Sutiman B. Sumitro, Nashi Widodo, Luchman Hakim (2015) Bintang Laut
Linckia Laevigata Raja Ampat. KBR4 4 (5): 4-6.

Trono, D.J.V., R. Dacar, L. Quinones, S.R.M. Tabugo. 2015. Fluctuating asymmetry


and developmental instability in Protoreaster nodosus (Chocolate Chip Sea
Star) as a biomarker for environmental stress. Computational Ecology and
Software 5(2): 119—129.

Ubaghs, G. 2012. General Characteristics of the Echinoderms. In Chemical Zoology


(pp. 3–45).

Uneputty P.A., M.A Tuapattinaja, JA Pattikawa. 2017. Density and diversity of


echinoderms in seagrass bed, Baguala Bay, Maluku, Eastern Indonesia.
International Journal of Fisheries and Aquatic Studies. 5(2): 311-315

Villee, C. A., Walker Jr., W. T., and Barnes. 2018. General Zoology. Forth Edition. W.
B. Philadelphia: Saunders Company.
Yusron, E. 2013. Biodiversitas Fauna Echinodermata (Holothuroidea,
Echinoidea,Asteroideadan Ophiuroidea) di Perairan Pulau Lombok, Nusa
Tenggara Barat. Zoo Indonesia. 22(1): 1-10 s

Yusron, E. 2015. Keanekaragaman Jenis Echinodermata di perairan Teluk Kuta, Nusa


Tenggara Barat. Bidang Penelitian Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian
Oseanografi-LIPI, Jakarta.

Yusron, E.(2016). Keanekaragaman Jenis Ekhinodermata Di Perairan Teluk Kuta,


Nusa Tenggara Barat. Makara, Sains, 13 (1): 45-78.

Anda mungkin juga menyukai