Anda di halaman 1dari 9

ALBACORE P-

ISSN2549-132X, E-ISSN 2655-559X


Volume X, No X, Bulan 202X
Diterima: XX Bulan 202X
Hal 000-000
Disetujui: XX Bulan 202X

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS BUBU APUNG DENGAN LAMA


PERENDAMAN YANG BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN

Increasing The Productivity Of Floating Trap With Different Immersion Time Towards Fish Catch

ABSTRAK
Hasil tangkapan dengan menggunakan bubu dasar masih tergolong rendah dan tidak ramah
lingkungan karena dapat merusak terumbu karang. Untuk itu dilakukan penelitian ini yang bertujuan
untuk meningkatkan produktivitas bubu apung serta mengetahui waktu dan lama perendaman bubu yang
terbaik. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental yang didesain dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengap (RAL). Hasil tangkapan paling banyak pada bubu apung dengan lama
perendaman 6 hari yaitu sebanyak 15 ekor, jenis ikan ikan baronang, ikan tanda, dan ikan jarang gigi.

Kata kunci: Bubu apung, hasil tangkapan, lama perendaman, produktifitas.

ABSTRACT
The catch using bottom traps is still low and not environmentally friendly because it can
damage coral reefs. For this reason, this research was carried out with the aim of increasing the
productivity of floating traps and find out the best time and duration of soaking the bubu. This research
was carried out using an experimental method which was designed using a completely randomized
design (CRD). Most of the catches were caught in floating traps with 6 days of soaking time, which was
15 fish,
Key words: Trap, fish catch, soaking time, productivity.

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki sumber daya hayati seperti ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove
dan biota laut lainnya (PERMEN KP nomor 26, 2021). Besarnya potensi sumber daya hayati tersebut
seharusnya mengahasilkan hasil tangkapan yang besar. Di sisi lain, tangkapan nasional masih dicirikan
oleh tangkapan skala kecil. (Aslan dan Nadia, 2010). ). Perikanan tangkap skala kecil adalah perikanan
yang menyediakan mata pencaharian dan ketahanan pangan bagi jutaan nelayan skala-kecil dan
masyarakat lokal di berbagai penjuru dunia. Perikanan skala-kecil menghasilkan ikan hanya untuk
dikonsumsi manusia. Bubu merupakan alat tangkap yang umum digunakan untuk menangkap jenis-jenis
ikan terumbu karang di perairan Teluk Tapanuli. Sesuai hasil penelitian Maximilia (2020), Selama periode
2016-2018, produktifitas bubu terus mengalami penurunan seiring semakin banyaknya alat tangkap yang
salah digunakan.

Von Brandt (2005) menyatakan bahwa bubu adalah jebakan yang biasa dikenal oleh nelayan dan
merupakan salah satu jenis alat tangkap pasif. Bubu biasanya dioperasikan di dasar perairan. Bubu dapat
beroperasi di daerah yang tidak dapat dioperasikan oleh jenis alat tangkap lainnya, seperti daerah berbatu,
celah-celah karang, lubang sela bebatuan, perairan yang sangat dalam, dan perairan dengan pantai
berbentuk tebing yang tinggi dan curam (Puspito, 2009). Bubu apung adalah perangkap yang tidak
bersentuhan langsung dengan dasar air dan tidak merusak karang. Karang merupakan biota laut yang
tersebar luas oleh masyarakat (Ladestam, 2020) dan tidak mempengaruhi karang. Setelah itu, dapat
dioperasikan oleh satu atau dua orang. Selain itu, alat tangkap bubu ini mudah dikendalikan karena
kedalamannya hanya 1-2 meter di bawah rakit. Ikan pelagis dapat ditangkap dengan alat tangkap pasif
Floating Trap (Jendra, 2019).

Banyak faktor yang mempengaruhi penangkapan dengan bubu apung, seperti waktu
perendaman, tingkat kejenuhan alat, habitat, desain bubu, dan penggunaan umpan (Isnawati, 2020).
Martsagunda (2008), semua jenis perangkap bekerja dengan cara yang hampir sama. Dengan kata lain,
2 ALBACORE Vol (ed), BulanTahun

selain daerah penangkapan ikan yang diperkirakan memiliki banyak ikan. Beberapa perangkap dipasang
secara individual (instalasi sistem tunggal) dan lainnya dipasang dalam rantai (instalasi sistem longline).
Waktu pemasangan (installation) dan pengangkatan (transportasi) adalah pagi, siang dan sore hari.
Menurut Justiar (2011), perendaman selama tiga hari, empat hari dan lima hari memiliki efek yang
berbeda pada tangkapan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi dampak yang bermanfaat secara akademik dan
praktis yaitu memberikan penyuluhan berupa seminar kepada nelayan, petani dan pelaku usaha
perikanan tentang kegiatan perikanan tangkap dengan harapan para nelayan dapat menggunakan bubu
apung menjadi alat tangkap alternatif untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal dan ramah
lingkungan, memberi sumbangsih terhadap perkembangan ilmu pengetahuan berupa publikasi jurnal
ilmiah terakreditas SINTA, kebaruan dari penelitian ini adalah pemanfaatan bubu apung dengan lama
perendaman yang berbeda di Teluk Tapian Nauli.

METODE PENELITIAN
Survei dilakukan di Teluk Tapian Nouli dari 11 Januari 2021 hingga 30 Oktober 2021.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode eksperimen, wawancara, dan studi kepustakaan. Penelitian
ini dilakukan pada pembuatan bubu apung dengan menggunakan atraktor yang berbeda, dan penelitian
selanjutnya memperlakukan bubu dengan tiga jenis waktu perendaman yang berbeda.
Data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah berbagai perlakuan perendaman bubu, yaitu
hasil tangkapan 2 hari, 4 hari, dan 6 hari. Bubu apung memiliki bentuk dan ukuran yang sama dan
ditempatkan pada lokasi yang sama untuk setiap perlakuan. Hal ini didukung oleh pernyataan Kesaulya
(2015) bahwa bubu memiliki banyak bentuk dan ukuran dalam perkembangannya. Jenis ikan sasarannya
berbeda-beda. Data awal yang sebelum penelitian meliputi kondisi substrat air, kedalaman dan
kecerahan perairan. Daerah yang digunakan alat tangkap merupakan daerah yang subur, dan kesuburan
air dapat mempengaruhi kelimpahan makanan (Munirma, 2020). Daerah yang subur memiliki kriteria
tingginya produktivitas primer, misalnya fitoplankton.
Data yang dibutuhkan selama penelitian dari tiga perlakuan dan tiga daerah penangkapan ikan
(DPI) adalah hasil tangkapan berupa parameter bobot dan panjang ikan, yang diperoleh dengan
menggunakan metode Experimental fishing, selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan
metode Analisis of Varian (ANOVA) dengan menggunakan model Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Ditampilkan dalam bentuk ANOVA dan Histogram sebagai berikut (Sudjana, 2018).
Yij = µ + τi + βj + εij (1)

Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke lama perendaman dan kelompok
ke DPI “Daerah Penangkapan Ikan “
µ = Nilai tengah perlakuan
τi = Pengaruh lama perendaman bubu apung
βj = Pengaruh daerah penangkapan ikan (DPI)
€ ij = Pengaruh galat percobaan lama perendaman dan daerah penangkapan

ikan (human error)


i = Jumlah lama perendaman bubu apung (2 Hari, 4 Hari, 6 Hari)
j = Kelompok daerah penangkapan ikan dari setiap perlakuan (1,2,3)

Gambar 1 Alat Tangkap Bubu Apung


Ladestam et al. – Peningkatan Produktivitas Bubu Apung Dengan Lama Perendaman
Yang Berbeda Terhadap Hasil Tangkapan... 3

Bubu apung yang digunakan dalam penelitian ini ada sebanyak 3 untuk setiap daerah
penangkapan yang berarti dalam penelitian ini membutuhkan 9 bubu apung. Parameter yang diukur
adalah panjang dan bobot ikan.

Spesifikasi ukuran alat tangkap bubu apung yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada
tabel 1:

Tabel 1. Dimensi Bubu Apung Yang Digunakan Selama Penelitian

No Uraian Keterangan

1. Bahan selimut bubu Jaring bahan monofilament


2. Mesh size jaring 1 inc
3. Bentuk bubu Persegi panjang
4. Ukuran bubu P = 100 cm, L = 70, T = 60
5. Jumlah bubu 3 Unit, P1 = 2 Hari, P2 = 4 Hari, P3= 6 Hari.
6. Rangka Bubu Kayu ukuran 5×7
7. Diameter mulut bagian luar 70 Cm
8. Diameter mulut bagian dalam 30 Cm
9. Panjang mulut bubu 50 Cm
10. Pelampung tanda Bambu
11. Tali Nylon Ukuran 5
12. Pemberat Batu dengan berat 10 kg
Alat dan Bahan Penelitian yang digunakan dapat dilihat ada table 2:

Tabel 2. Alat dan Bahan

No. Nama Alat Fungsi


1. Bubu Apung Sebagai alat Perlakuan
2. Sterofoam Sebagai tempat hasil tangkapan
3. GPS Alat penentu titik koordinat
4. Pulpen & Buku Untuk mencatat hasil data peneltian
5. Tali Nylon Sebagai pemikat bubu dan pelampung
6. Camera Sebagai alat dokumentasi
7. Batu Sebagai pemberat
8. Ikan Rucah ( Ikan Layang) Sebagai pemikat perhatian ikan
Letak Daerah Labuhan Angin

Daerah Labuhan Angin merupakan salah satu daerah yang berada di sekitar wilayah
Pelabuhan Pendaran Ikan (PPI), secara administrasi daerah ini merupakan daerah perairan milik
Kabupaten Tapanuli Tengah sedangkan secara geografis terletak pada wilayah pengembangan pantai barat
Sumatera Utara serta memiliki topografi, kontur dan iklim yang relatif datar di bagian selatan dan
berbukit di bagian utara. Pada wilayah kawasan labuhan angin substratnya berlumbur hanya sebagian
wilayah yang memang substratnya berkarang, selain itu keadaan perairannya tenang yang memiliki
kedalaman perairan 5-8 meter.

Gambar 2. Daerah Labuhan Angin


4 ALBACORE Vol (ed), BulanTahun

Daerah Pengoperasian Bubu Apung

Nelayan bubu di pantai Barat Sumatera memiliki daerah pengoperasian bubu yang cukup
luas. Labuhan Angin merupakan daerah perairan terletak pada N 01.76615 0 dan E 098. 704650 dengan
topografi substrat lumpur dan berkarang dengan kedalaman 5 sampai 8 meter. Bubu apung selama
penelitian dioperasikan di perairan Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah, dimana dasar
perairannya berlumpur dengan kedalaman perairan 4,5 meter, dimana alat tangkap dioperasikan dengan
kedalaman 2 meter dari permukaan perairan, serta jarak antara bubu dengan bubu yang lain 15 meter
dengan panjang tali pelampung 2,5 meter. Lokasi/daerah pengoperasian alat tangkap dapat dilihat pada

gambar 3.

P3 = 6
Hari P2 = 4
Hari

P1 = 2
Hari

Gambar 3. Lokasi Pengoperasian Bubu Apung

HASIL DAN PEMBAHASAN


Teknik Pengoperasian Bubu Apung

Pengoperasian alat tangkap bubu apung saat penelitian dibagi menjadi beberapa tahap antara lain :

1. Tahap persiapan sebelum penurunan bubu (pra setting)


2. Tahap penurunan bubu (setting)
3. Tahap perendaman (soaking)
4. Tahap Pengangkatan atau penarikan bubu (hauling)

Penurunan Bubu (setting)


Jadwal penurunan bubu (setting) dan penarikan bubu (hauling) dapat dilihat pada tabel
jadwal Kegiatan Penelitian.
Tabel 3. Jadwal Penurunan Bubu

Daerah Penangkapan Ikan (DPI)


Perlakuan DP 1 DP 2 DP 3

P1 (2 hari) kamis, 04 April 2021 Rabu, 05 Mei 2021 Senin, 07 Juni


2021

P2 (4 hari) Kamis, 04 April 2021 Rabu, 05 Mei 2021 Senin, 07 Juni 2021

P3 (6 hari) kamis, 04 April 2021 Rabu, 05 Mei 2021 Senin, 07 Juni 2021
Ladestam et al. – Peningkatan Produktivitas Bubu Apung Dengan Lama Perendaman
Yang Berbeda Terhadap Hasil Tangkapan... 5

Penarikan Bubu (Hauling)


Tabel 4. Jadwal Penarikan Bubu

Daerah Penangkapan Ikan (DPI)

Perlakuan DP 1 DP 2
DP 3
P1 (2 hari) Selasa, 06 April 2021 Jumat, 07 Mei 2021 Rabu, 09 Juni 2021

P2 (4 hari) Kamis, 08 April 2021 Minggu, 09 Mei 2021 Jumat, 11 Juni 2021

P3 (6 hari) Sabtu, 10 April 2021 Selasa, 11 Mei 2021 Minggu, 13 Juni 2021

Hasil Tangkapan Bubu Apung


Penelitian ini dilakukan selama ± 3 bulan diperairan Labuhan Angin Tapanuli Tengah dalam
pengoperasian bubu apung dengan lama perendaman yang berbeda, dari hasil tangkapan terdapat
beberapa jumlah ikan pada masing-masing unit percobaan. Jenis ikan yang tertangkap pada alat tangkap
bubu ini merupakan ikan pelagis dan demersal (Hefrafis, 2020), antara lain ikan tanda ( Lutjanus
mahogoni), ikan baronang (Siganus sp), ikan jarang gigi/jambian (Lutjanus argentimaculatus).

Tabel 5. Jenis-jenis dan Bobot Ikan Yang Tertangkap Pada Bubu Apung

Nama Daerah Nama Indonesia Nama Latin Bobot

Ikan Tando-tando Ikan Tanda Lutjanus Mahogoni 1500


gram

Cabe-cabe Baronang Siganus Sp 600 gram

Jarang gigi Jambian/Jarang gigi Lutjanus argentimaculatus 120


gram
Jumlah hasil tangkapan bubu yang diperoleh dalam tiga perlakuan dan tiga daerah penangkapan
yang berbeda berjumlah 37 ekor dengan 3 jenis ikan antara lain ikan tanda, ikan baronang, ikan jarang
gigi. Dimana bubu apung dengan lama perendaman 2 hari dari tiga daerah penangkapan ikan
memperoleh hasil tangkapan dengan jumlah 10 ekor, bubu apung dengan lama perendaman 4 hari dari
tiga daerah penangkapan ikan memperoleh hasil tangkapan dengan jumlah 12 ekor dan bubu apung
dengan lama perendaman 6 hari dari tiga daerah penangkapan ikan memperoleh hasil tangkapan dengan
jumlah 15 ekor.

Jumlah individu ikan dari hasil tangkapan bubu apung yang didapatkan selama melakukan
penelitian tertuang pada tabel 6. Hal ini bertentangan dengan pendapat Setiyono (2016) yang menyatakan
bahwa lama perendaman 5 hari memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak dengan lama
perendaman 3 hari, 6 hari maupun 7 hari.

Tabel 6 menunjukkan jumlah individu ikan dari hasil tangkapan bubu yang diperoleh selama
penelitian. Hal ini berbeda dengan pendapat Setiyono (2016) bahwa lama perendaman 5 hari lebih
produktif dari pada perendaman 3 hari, 6 hari, dan 7 hari.
6 ALBACORE Vol (ed), BulanTahun

Tabel 6. Komposisi dan Bobot Hasil Tangkapan Bubu Apung

Komposisi Jenis dan Bobot Hasil Tangkapan


Perlakuan /Jenis ikan Jumlah
DP 1(bobot) DP 2(bobot) DP
3(bobot)
2 hari Tanda-tanda 2 ekor (135 gram ) 2 ekor (150 gram) 3 ekor(190 gram)

Baronang 2 ekor (95 gram ) 1 ekor (60 gram) 0 ekor(0 gram) 10 ekor

Jarang gigi 0 ekor (0 gram ) 0 ekor (0 gram) 0 ekor(0 gram)

4 hari Tanda-tanda 2 ekor (90 gram ) 3 ekor (160 gram) 2 ekor(140 gram)

Baronang 2 ekor (130 gram ) 2 ekor (120 gram) 1 ekor(80 gram) 13 ekor

Jarang gigi 0 ekor (0 gram ) 0 ekor (0 gram) 1 ekor(70 gram)

6 hari Tanda-tanda 3 ekor (150 gram ) 4 ekor (380 gram) 4 ekor(355 gram)

Baronang 1 ekor (60 gram ) 1 ekor (70 gram) 0 ekor(0 gram) 14 ekor

Jarang gigi 1 ekor (50 gram ) 0 ekor (0 gram) 0 ekor(0 gram)

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa pengoperasian bubu apung dengan 6 hari lama
perendaman menunjukkan bobot hasil tangkapan paling tinggi dengan bobot 1070 gram sedangkan pada
lama perendaman 4 hari memperoleh bobot hasil tangkapan 790 gram dan pada lama perendaman 2 hari
memperoleh bobot hasil tangkapan 630 gram. Penyebaran hasil tangkapan bubu ini diperoleh dari 3
daerah penangkapan ikan untuk masing-masing perlakuan. Hal ini senada dengan penelitian Isnawati
(2020) yang menyatakan bahwa pengaruh lama perendaman terhadap jumlah dan berat ikan yang
tertangkap berpengaruh sangat nyata dengan nilai signifikansi 0,007.

Berdasarkan hasil tangkapan ikan pada perlakuan dan ulangan, maka jumlah rata-rata ikan hasil
tangkapan bubu apung setiap perlakuan dapat kita lihat pada histogram berikut :

Gambar 4. Histogram jumlah rata-rata hasil tangkapan bubu setiap perlakuan

Berdasarkan histogram dari gambar 6 diatas, dapat terlihat jelas jumlah rata-rata hasil tangkapan
bubu apung tiap perlakuan, dimana perlakuan pertama menggunakan bubu apung dengan lama
perendaman 2 hari dengan jumlah rata – rata hasil tangkapan 3 ekor dari tiga kali ulangan, dan perlakuan
kedua dengan lama perendaman 4 hari dengan jumlah rata-rata hasil tangkapan 4 ekor dari tiga kali
ulangan, sedangkan perlakuan ke tiga dengan lama perendaman 6 hari dengan jumlah rata-rata hari
tangkapan 5 ekor dari tiga kali ulangan.
Ladestam et al. – Peningkatan Produktivitas Bubu Apung Dengan Lama Perendaman
Yang Berbeda Terhadap Hasil Tangkapan... 7

Indikator Hasil Tangkapan Utama Dan Hasil Tangkapan Sampingan

Berdasarkan dari hasil penelitian, maka hasil tangkapan bubu dikelaskan ke dalam dua kelompok
yaitu, hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan seperti pada tabel 6.

Tabel 7. Pengelompokan Ikan Berdasarkan Kategori

Hasil Tangkapan
Hasil Tangkapan Utama Hasil Tangkapan Sampingan
Ikan Baronang Ikan Jarang gigi

Ikan Tanda-tanada

Indikator Panjang Hasil Tangkapan Bubu Apung

Hasil tangkapan bubu apung yang didapat dari tiap unit percobaan dilakukan pengukuran untuk
mengetahui panjang dari hasil tangkapan bubu apung yang telah dioperasikan diperairan labuhan angin
yang tertera pada tabel 7.

Tabel 8. Indikator Panjang Hasil Tangkapan Ikan Tanda-Tanda.


Panjang Ikan (cm)
Perlakuan
DP 1 DP 2 DP
3

2 hari 18 16 21

4 hari 17 35 34

6 hari 35 35 40
Rata-rata 23,33 28,66
31,66

Berdasarkan data penelitian diatas menunjukan bahwa ada keragaman panjang hasil tangkapan
dari setiap perlakuan dan daerah penangkapan ikan. Sebaran data panjang hasil tangkapan dituangkan
dalam histogram dibawah ini:

Gambar 5. Histogram panjang hasil tangkapan bubu apung

Dari histogram diatas dapat diketahui bahwa pada perlakuan perendaman selama 6 hari
menunjukan total panjang ikan lebih besar disebabkan jumlah hasil tangkapan pada lama perendaman 6
hari yang lebih banyak dari perlakuan lainnya.
8 ALBACORE Vol (ed), BulanTahun

KESIMPULAN DAN SARAN


Penggunaan bubu apung sangat ramah lingkungan. Bubu apung tidak akan merusak terumbu karang
sebagai habitat ikan karena bubu tidak menemel pada terumbu karang. Hasil tangkapan yang diperoleh
berjumlah 37 ekor dengan hasil tangkapan terbesar pada perlakuan ke 3 dengan lama perendaman 6 hari
sebanyak 15 ekor. Jenis hasil tangkapan adalah ikan tanda (Lutjanus Mahogoni) , ikan baronang (Siganus
sp), dan ikan jarang gigi (Lutjanus argentimaculatus). Untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal
dibutuhkan atraktor sebagai daya pikat ikan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan Dirjen dikti. Riset dan Teknologi, dukungan berupa dana penelitian untuk menyelesaikan
penelitian ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Sekolah Tinggi Perikanan Sibolga
beserta LPPM di dalamnya sebagai instansi dan lembaga yang menfasilitasi penelitian kami hingga selesai

DAFTAR PUSTAKA

Aslan, LM dan Nadia L.O.A.R., 2010. Potret Masyarakat Pesisir Sulawesi Tenggara. Unhalu Press. 213 hal.

Daeli, Maximilia, Juni SB,. 2020. Analisis Kebijakan Perikanan Tangkap Terhadap Hasil Tangkapan
Nelayan Tradisional Kota Sibolga. Jurnal Penelitian Terapan Perikanan dan Kelautan, 2 (2): 96-
103.
Hefraris. 2020. Komposisi Hasil Tangkapan Bubu Kawat Nelayan Desa Ujung Tanjung Kecamatan Tanah
Putih Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. [Skripsi]. Universitas Riau. Pekanbaru. 58 Hlm.

Isnawati, La Anadi, Abdullah. 2020. Pengaruh Lama Perendaman Bubu Terhadap Hasil Tangkapan Ikan
Di Perairan Tondonggeu Kecamatan Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Jurnal Manajemen
Sumber Daya Perairan, 6(1): 83-90.

Kesaulya, T., Delly D.P., Matrutty, M. 2015. Arah Penempatan Mulut Bubu Terhadap Hasil Tangkapan
Ikan Di Perairan Dusun Mamua Kecamatan Leihitu Maluku Tengah. Jurnal Amanisal PSP Unpatti
FPIK Unpatti –Ambon. Vol.4. (1): 24-31.ISSN.2085-5109

Martasuganda, S. 2008. Bubu (Traps). Cetakan ketiga. Serial Teknologi Penangkapan Ikan Berwawasan
Lingkungan . Institut Pertanian Bogor. IPB Press. Bogor

Munirma, M. Kasim, N.Irawati, Halili, Salwiyah, LOAR Nadia.2020. Studi Produktivitas Primer
Fitoplankton di Perairan Danau Motonuno Desa Lakarinta Kecamatan Lohia Kabupaten Muna.
Jurnal manajemen Sumberdaya Perairan, 5(1):8-16.
Nasrudin, T. 2016. Strategi Bertahan Hidup Nelayan Angin-angin Kecamatan Wedung Kabupaten
Demak. [Skripsi]. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta. 38 Hlm.

Noer, j. 2011. Perikanan Bubu Dasar di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
(tesis). Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (PERMEN KP) nomor 26. 2021. Tentang
Pencegahan Pencemaran. Pencegahan Kerusakan, Rehabilitasi, dan Peningkatan Sumber Daya
Ikan dan Lingkungannya

Puspito G. 2009. Perangkap Non Ikan. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Setiyono, E. 2016. Perbandingan Lama Perendaman Bubu Dasar Menggunakan Tutupan Daun Kelapa
Terhadap Hasil Tangkapan Ikan di Teluk Kelabat Desa Pusuk. Fakultas Pertanian, Perikanan dan
Biologi, Universitas Bangka Belitung.10 (2):1-5
Ladestam et al. – Peningkatan Produktivitas Bubu Apung Dengan Lama Perendaman
Yang Berbeda Terhadap Hasil Tangkapan... 9

Sitinjak L, Henry Sinaga. 2021. Pengembangan Budidaya Ikan Hias Air Laut Dengan Penggunaan Biofilter
Pada Sistem Resirkulasi. Albacore : Jurnal Penelitian Perikanan Laut, 4(2): 133-139.

Sudjana. 2018. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi II. Tarsito. Bandung

Von Brandt, A.2005. Classification of Fishing Gear. In Kristjonsson (Ed), Modern Fishing Gear of the
World. Fishing News (Books) Ltd.London

Anda mungkin juga menyukai