Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.2, No.

1, April 2021
e-ISSN: 2722-6026

Jenis dan Kelimpahan Bivalvia pada Ekosistem Mangrove di


Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang

Annisa Novita Rinaldi1), Adriman2), Muhammad Fauzi2)


1,2
Institusi/Afiliasi; alamat, telp/fax
1. Program Sarjana Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau
2. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan
Kelautan, Universitas Riau

e-mail: *annisanovitarinaldi@gmail.com

Abstrak
Ekosistem Mangrove di Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang
mengalami kerusakan akibat penebangan liar dan aktivitas manusia. Kondisi tersebut
dapat mempengaruhi penurunan fungsi ekologi hutan sebagai tempat pemijahan dan
pembesaran biota akuatik seperti bivalvia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
jenis dan kelimpahan bivalvia yang terdapat pada kawasan hutan mangrove yang ada di
Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Agustus 2020. Metode penelitian dilakukan menggunakan metode transek kuadran
dan transek garis. Setiap stasiun diletakkan 3 plot berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran 10 m x 10 m dan setiap plot diletakkan transek kuadran ukuran 1m x 1m sebanyak
tiga buah. Pengambilan bivalvia dilakukan secara manual setiap 2 minggu selama 1
bulan. Hasil penelitian ini ditemukan 7 jenis ekosistem mangrove yaitu Rhizophora api
culata, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Aegiceras corniculatum, Scyphiphora
hydrophyllacea, Sonneratia ovate and Lumnitzera littorea dengan nilai indeks penting
sebesar 18,622 – 433,333. Jenis bivalvia yang ditemukan pada ekosistem mangrove di
teluk buo berjumlah 6 spesies yaitu Mysia undata, Gafrarium tamidum, Lutraria lutraria,
Isognomon alatus, Myrtea spinifera, Barbati reevean dengan nilai kelimpahan berkisar
antara 15.000 – 32.222 ind/ha.
Kata kunci: Penebangan Liar, Stasiun, Plot, Mysia undata
Abstract
The mangrove ecosystem in the Teluk Buo, Bungus Teluk Kabung District, Padang has
been damaged duo to illegal logging and human activities. This condition may declines
the ecological function of the forests, and thus negatively affects the life of aquatic
organisms such as bivalves. A research aims to determine type and abundance of bivalves
in that area has been conducted in July - August 2020. There were 3 stations, in each
station there were 3 plots (10 m x 10 m) and there were 3 quadrants (1m x 1m) in each
plot. Bivalve collection was conducted by manually, every 2 weeks for 1 month period.
Results shown that there were 7 types of mangroves, namely Rhizophora api culata,
Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Aegiceras corniculatum, Scyphiphora
hydrophyllacea, Sonneratia ovate and Lumnitzera littorea. The mangrove Importance
Index ranged from 18,622 – 433,333. Bivalves found in the study areas consisted of 6
types, namely Mysia undata, Gafrarium tamidum, Lutraria lutraria, Isognomon alatus,
Myrtea spinifera, Barbati reevean. The bivalve abundance ranged from 15,000 –
32,222 organisms/ha.
Keywords: Illegal Logging, Stations, Plot, Mysia undata

215
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.2, No.1, April 2021
e-ISSN: 2722-6026

1. PENDAHULUAN
Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut yang memiliki
ekosistem yang unik dan khas dibandingkan ekosistem lainnya. Salah satu
ekosistem wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove
merupakan tipe hutan daerah tropis yang khas tumbuh disepanjang pantai atau
muara sungai yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Bila
dibandingkan dengan ekosistem hutan yang lain, ekosistem mangrove memiliki
flora dan fauna yang spesifik serta memiliki keanekaragaman yang tinggi mulai
dari berbagai jenis ikan, bivalvia, gastropoda, udang dan kepiting serta berbagai
jenis burung yang bersarang di dahan mangrove.
Menurut Laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Padang (2004), luas
hutan mangrove di Teluk Buo dulunya sekitar 120 ha dan saat ini hanya tersisa ±
10 ha. Sehingga ekosistem mangrove di Teluk Buo saat ini telah mengalami
degradasi (Simamora et al., 2017). Berdasarkan hasil Penelitian
Mahmuddin et al., (2017) tentang Identifikasi dan Analisis Perubahan Hutan
Mangrove dengan Pemanfaatan Data Penginderaan Jarak Jauh di Kecamatan
Bungus Teluk Kabung Kota Padang, menunjukan terdapat 13 titik lokasi hutan
mangrove di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang yang mengalami
penurunan luas (degradasi) sejak tahun 1989 ke tahun 2007 sebesar 31,94 ha,
kemudian dari tahun 2007 ke tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 13,82 ha,
secara keseluruhan di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang mengalami
penurunan sebesar 45,76 ha
Berkurangnya mangrove di pesisir pantai Kecamatan Bungus Teluk Kabung
Kota Padang diindikasikan oleh aktifitas manusia seperti konversi lahan pada
beberapa daerah dari hutan mangrove menjadi daerah pertanian dan permukiman
penduduk. Hal ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi organisme di
dalamnya, seperti bivalvia.
Secara ekologis bivalvia penghuni kawasan mangrove memiliki peranan
yang besar terhadap rantai makanan di kawasan hutan mangrove. Bivalvia
merupakan organisme pemakan detritus dan memiliki peran dalam proses
dekomposisi serasah mangrove (Sari, Pratomo dan Yandri, 2013). Kelimpahan
bivalvia pada ekosistem mangrove dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
ketersediaan makan (Hartoni dan Agussalim, 2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan kelimpahan bivalvia
yang terdapat pada kawasan hutan mangrove yang ada di Teluk Buo Kecamatan
Bungus Teluk Kabung Kota Padang.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2020 pada ekosistem


mangrove di Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang.
Pengamatan dan identifikasi bivalvia dilakukan di Laboratorium Ekologi dan
Manajemen Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Riau. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survey untuk
memperoleh data primer dan data sekunder.Stasiun pengamatan ditentukan

216
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.2, No.1, April 2021
e-ISSN: 2722-6026

dengan metode purposive sampling yaitu penentuan stasiun pengamatan dengan


memperhatikan berbagai pertimbangan kondisi di lokasi penelitian. Sampel yang
akan diambil dari stasiun yang telah ditentukan berdasarkan aktivitas dan
karakteristik yang ada, sehingga diharapkan dapat mewakili dalam menentukan
jenis dan kelimpahan bivalvia pada ekosistem mangrove di Teluk Buo
Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang. Maka lokasi pengambilan
sampel dibagi atas tiga stasiun, dengan karakteristik sebagai berikut : Stasiun I :
Kondisi kerapatan mangrove yang rapat belum ada kerusakan. Stasiun ini dekat
dengan muara sungai. Letak Geografis antara LS 1°04'37.4" dan BT 100°23'21.1".
Stasiun II : Kondisi kerapatan mangrove yang telah mengalami kerusakan akibat
penebangan. Stasiun ini dekat dengan aktivitas budidaya ikan dalam keramba.
Letak geografis stasiun 2 antara LS 1°04'22.9" dan BT 100°23' 33.1". Stasiun III :
Kondisi kerapatan mangrove yang alami dan jauh dari aktivitas manusia. Letak
geografis stasiun 3 antara LS 1°04'33.1" dan BT 100°23'17.7".
Pengambilan sampel dilakukan dengan jarak interval waktu 2 minggu sekali
dengan 2 kali pengulangan. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode
line transek (Bengen, 2000) yang dilakukan dengan cara:
1.iMenetapkan satu transek garis pada setiap stasiun dari arah laut ke arah darat
(tegak lurus garis pantai sepanjang zona hutan mangrove) dimulai dari batas
surut terendah.
2.iPada setiap transek garis tersebut diletakkan plot berbentuk bujur sangkar
dengan ukuran 10m x 10m sebanyak tiga buah pada formasi tepi laut, tengah
dan tepi darat.
3. Pada setiap plot diletakkan transek kuadran ukuran 1m x 1m sebanyak tiga
buah yang dilakukan secara acak untuk pengambilan sampel organisme
bivalvia.
4.iMengumpulkan organisme bivalvia pada substrat dengan menggali sedalam ±
20 cm, bila ada bivalvia yang berasosiasi dengan mangrove, maka diambil lalu
dibersihkan dan diberi formalin 6 % dan dibawa ke laboratorium.
5. Sampel organisme bivalvia yang ditemukan diidentifikasi dengan buku acuan
menurut Einsberg (1981) dan Abbot (1974). Identifikasi dilakukan di
Laboratorium Ekologi dan Manajemen Lingkungan Perairan Fakultas
Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.
6. Pengukuran parameter lingkungan (kualitas air) dilakukan bersamaan dengan
pangambilan sampel bivalvia yaitu pengukuran suhu, salinitas, pH, dan DO.
Kelimpahan bivalvia memberikan gambaran tentang jumlah individu dalam
luas plot. Kelimpahan bivalvia dihitung berdasarakn rumus menurut (Barus, 2001)
yaitu :

K=

Keterangan :
K : Kelimpahan Bivalvia (ind/ha )
P : Jumlah individu spesies ke-i

217
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.2, No.1, April 2021
e-ISSN: 2722-6026

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Keadaan Umum Daerah Penelitian
Secara fisik Teluk Buo adalah lautan yang menjorok kedaratan dengan
panjang teluk sekitar 1 kilometer. Teluk Buo memiliki batas administrasi sebagai
berikut :
 Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Sirih
 Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Kaluang
 Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Pisang
Sebagian garis pantai di Teluk Buo ditumbuhi oleh ekosistem mangrove
yang memiliki satu lapisan tajuk hutan yang seragam tingginya. Banyaknya
aktivitas (seperti pemukiman, penebangan secara liar dan penambatan kapal) yang
terdapat disekitar kawasan hutan mangrove yang menyebabkan luas hutan
mangrove semakin berkurang. Pada saat ini Teluk Buo memiliki kawasan hutan
mangrove yang luasnya lebih kurang 10 ha. Aktivitas tersebut dapat
menimbulkan dampak negatif baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap lingkungan dan biota perairan yang berhubungan dengan hutang
mangrove.
Jenis dan Kelimpahan Bivalvia
Berdasarkan hasil pene;itian di Teluk Buo Kecamatan Teluk Kabung Kota
Padang, jenis bivalvia yang ditemukan adalah 6 jenis, yang terdiri dari Barbati sp,
Gafrarium tamidum, Isognomon alatus, Lutraria lutraria, Myrtea spinifera, Mysia
undata. Spesies-spesie tersebut termasuk kedalam 5 famili diantaranya Veneridae,
Mactridae, Arcidae, Isognomonidae dan Lucinida.

(a) (b) (c)

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

1 cm

(d) (e) (f)

Gambar 2. Spesies-spesies Bivalvia yang ditemukan di ekosistem mangrove Teluk


Buo; (a) Barbati sp, (b) Gafrarium tamidum, (c) Isognomon alatus, (d) Lutraria
lutraria, (e) Myrtea spinifera dan (f) Mysia undata

218
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.2, No.1, April 2021
e-ISSN: 2722-6026

Berdasarkan hasil Kelimpahan bivalvia di kawasan mangrove Teluk Buo


pada setiap stasiun yaitu berkisar antara 15.000- 32.222 ind/ha. Nilai rata-rata
kelimpahan bivalvia di kawasan mangrove Teluk Buo disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis dan Kelimpahan Bivalvia di Kawasan Mangrove Teluk Buo


Stasiun (ind/ha)
Jenis yang ditemukan
1 2 3
Barbatia reevean 0 1.111 0
Gafrarium tamidum 0 3.889 7.778
Isognomon alatus 13.389 4.444 15.556
Lutraria lutraria 2.778 0 0
Myrtea spinifera 1.667 0 2.222
Mysia undata 3.889 5.556 6.667
Total 22.222 15.000 32.222

Kelimpahan bivalvia terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 15.000 ind/ha,


sedangkan kelimpahan bivalvia tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 32.222
ind/ha. Rendahnya kelimpahan bivalvia yang ditemukan pada stasiun 2 diduga
karena luas tutupan mangrove yang jarang dan kerapatan ekosistem mangrove
yang rendah, sehingga menyebabkan sinar matahari langsung masuk ke
permukaan substrat dan mengakibatkan rendahnya kelimpahan bivalvia.
Sementara tingginya kelimpahan bivalvia pada stasiun 3 disebabkan
karena tingginya kerapatan mangrove dan bahan organik pada kawasan tersebut.
Keberadaan mangrove mempengaruhi keberadaan bivalvia yang hidup berasosiasi
pada ekosistem, hal ini jelas memiliki hubungan dengan tingkat kerapatan
mangrove. Menurut (Haya, 2015) mangrove yang memiliki kerapatan tinggi
menyediakan tempat berlindung yang baik dan mendukung tersedianya asupan
nutrien yang cukup dari serasah daun mangrove yang berjatuhan di substrat yang
dijadikan sebagai sumber makanan bagi bivalvia.

Vegetasi Mangrove

Jenis mangrove yang ditemukan dikawasan Teluk Buo sebanyak 7 jenis


yaitu Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Aegiceras
corniculatum, Scyphiphora hydrophyllacea, Sonneratia ovate, Lumnitzera
littorea. Distribusi jenis mangrove dapat dilihat pada Tabel 2.
Lokasi penelitian dibagi kedalam tiga bagian kawasan yaitu stasiun 1,
stasiun 2 dan stasiun 3. Pada stasiun 1 terletak dekat dengan muara sungai
sehingga kawasan mangrove ini sangat rentan terkena dampak langsung dari
aktivitas manusia. Jenis-jenis mangrove yang ditemukan di kawasan penelitian
mangrove pada stasiun 1 sebanyak 4 jenis mangrove yaitu Rhizophora apiculata,
Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal dan Scyphiphora hydrophyllacea. Stasiun
2 terletak dekat dengan aktivitas budidaya keramba, memiliki kondisi substrat
yang pasir berlumpur. Jenis-jenis mangrove yang ditemukan pada kawasan

219
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.2, No.1, April 2021
e-ISSN: 2722-6026

mangrove pada stasiun 2 ini sebanyak 3 jenis mangrove yaitu Rhizophora


apiculata, Ceriops tagal dan Lumnitzera littorea. Hal ini dikarenakan pada
Stasiun 2 ini banyak warga yang mengeksploitasi mangrove sehingga
mengakibatkan pengurangan luas kawasan mangrove. (Kusmana, 2007)
menambahkan bahwa struktur, fungsi, komposisi, distribusi spesies dan pola
pertumbuhan mangrove bergantung pada faktor lingkungan. Stasiun 3 merupakan
ekosistem mangrove yang masih alami, jauh dari aktivitas manusia jenis
mangrove yang ditemukan pada Stasiun in sebanyak 5 jenis mangrovei yaitu
Rhizophora apiculata, Ceriops tagal, Aegiceras corniculatum, Scyphiphora
hydrophyllacea, dan Sonneratia ovate.

Tabel 2. Distribusi Jenis Ekosistem Mangrove di Teluk Buo


Stasiun
No. Jenis Mangrove
I II III
1 Rhizophora apiculata + + +
2 Bruguiera gymnorrhiza + - -
3 Ceriops tagal + + +
4 Aegiceras corniculatum - - +
5 Scyphiphora hydrophyllacea + - +
6 Sonneratia ovate - - +
7 Lumnitzera littorea - + -
Jumlah Jenis 4 3 5
Ket: + (ditemukan) – (tidak ditemukan)

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove


adalah pasang surut air laut. Pasang surut menyuplai masuknya air laut kedalam
vegetasi mangrove yang dibutuhkan dalam proses penyebaran bakal semai.
Substrat perairan sangat mempengaruhi pertumbuhan semai sebagai media
hidupnya. Pada kawasan mangrove yang berada Stasiun 1 dan Stasiun 3 habitat
mangrove yang paling banyak ditemukan dengan kerapatan tertinggi adalah jenis
mangrove Rhizophora apiculata. (Abubakar, 2006) menyatakan bahwa kerapatan
jenis tertinggi disebabkan oleh habitat yang cocok, kurangnya eksploitasi dan
kemampuan mangrove beradaptasi dengan lingkungan, sedangkan mangrove
dengan kerapatan rendah diakibat faktor lingkungan yang kurang mendukung, dan
adanya aktifitas manusia yang memanfaatkan untuk kebutuhan tertentu, berbeda
dengan Stasiun 2, hanya terdapat 3 jenis mangrove, dengan kerapatan tertinggi
pada jenis mangrove R. apiculata . Menurut (Kusmana, 2011) menyatakan bahwa
kondisi lingkungan mempengaruhi mangrove adalah struktur fisiografi wilayah,
daya erosi dari laut atau sungai, pengaruh pasang surut, kondisi tanah, serta
kondisi- kondisi tertentu yang disebabkan oleh eksploitasi. Faktor lingkungan
terpenting yang mempengaruhi mangrove adalah tipe tanah atau substrat, salinitas,
suhu.

220
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.2, No.1, April 2021
e-ISSN: 2722-6026

250 200,000
200
150,000
150 Pohon Pohon
100,000
100 Pancang Pancang
Semai 50,000 Semai
50

0 0,000
Ra Bg Ct Sh Ra Ll Ct

(a) (b)

200,000

150,000
Pohon
100,000
Pancang
50,000 Semai

0,000
Ra Ct Sh Ac So

(c)

Keterangan : (a) INP Mangrove di Stasiun 1, ( b ) INPMangrove di Stasiun 2


( c ) INP Mangrove di Stasiun 3

Indeks Nilai Penting (INP) merupakan salah suatu indeks yang dihitung
berdasarkan jumlah yang didapatkan untuk menentukan tingkat dominasi jenis
dalam suatu komunitas tumbuhan. Untuk mengetahui Indeks Nilai Penting pada
pohon vegetasi mangrove dapat diperoleh dari penjumlahan frekuensi relatif,
kerapatan relatif dan penutupan relatif suatu vegetasi yang dinyatakan dalam
persen (%) (Indriyanto, 2006). Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan pada
ketiga stasiun pengamatan menunjukan bahwa secara ekologi jenis mangrove
Rhizophora apiculata memiliki peranan dalam struktur komunitas mangrove di
Teluk Buo, INP untuk jenis ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan jenis-jenis
lain. Jenis mangrove ini menyebar dan ditemukan hampir diseluruh petak contoh
pengamatan sehingga ini menandakan adanya jenis mangrove yang apabila
mengalami kerusakan maka ekosistem mangrove juga mengalami kerusakan dan
mempengaruhi keberadaan hewan asosiasi salah satunya adalah bivalvia.
Indeks Nilai Penting (INP) menunjukkan kisaran Indeks yang
menggambarkan struktur komunitas dan pola penyebaran mangrove
(Supriharyono, 2007). Perbedaan indeks nilai penting vegetasi mangrove ini
dikarenakan adanya kompetisi pada setiap jenis untuk mendapatkan unsur hara
dan sinar cahaya matahari pada lokasi penelitian. Selain dari unsur hara dan
matahari, faktor lain yang menyebabkan perbedaan kerapatan vegetasi mangrove
ini adalah jenis substrat dan pasang surut air laut.

221
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.2, No.1, April 2021
e-ISSN: 2722-6026

Tabel 3. Parameter Kualitas Air yang Diukur Selama Penelitian


Stasiun
No Parameter Baku Mutu
I II III
Fisika
1 Suhu Air 30 32 31 ≤ 32
2 Substrat (%)
Lumspur Kerikil Lumpur
F. Sedimen Berpasir Berlumpur Berpasir

B. Oraganik Total 32.66 % 24.84% 33.34%


Kimia
3 pH Air 6 8 8 ≤ 8,5
4 pH Tanah 6,5 7 7,5
5 Salinitas 25 35 33 ≤ 34
6 DO 5.43 4.52 7.57 >5

Kondisi lingkungan di ekosistem mangrove Teluk Buo yaitu, suhu berkisar


30-320C; substrat lumpur berpasir dan pasir berlumpur dengan bahan organik
berkisar 24.84-33.34%; pH air berkisar 6-8; pH tanah berkisar 6,5-7,5 dan
salinitas berkisar 25-350/00. Untuk lebih jelas hasil pengukuran parameter
lingkungan di kawasan mangrove Teluk Buo dapat dilihat pada Tabel 2.

4. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Jenis bivalvia yang ditemukan pada kawasan ekosistem mangrove di
Teluk Buo berjumlah 6 jenis dengan kelimpahan bivalvia pada setiap stasiun di
lokasi penelitian berkisar antara 15.000 – 32.222 ind/ha.

Saran
Diharapkan bahwa perlu adanya kebijakan dari pihak yang berwenang
yang mengatur tentang pemanfaatan mangrove yang baik agar dapat menjaga
kelestarian ekosistem mangrove serta biota yang hidup di dalamnya.

UCAPAN ERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Rinaldi dan ibu Nurmita
yang terus memberi dukungan moril dan finansial. Kemudian penulis juga
mengucapkan terikasih kepada pembimbing yaitu Dr. Ir. Adriman, M.Si dan
Dr. M. Fauzi, S.Pi., M.Si yang telah memberi arahan dan bimbingan selama
menyelesaikan penelitian. Ucapan terimakasih kepada semua dosen yang
mengajar di jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Riau. Tak pula lupa saya ucapkan terimakasih kepada
teman-teman seperjuangan dan kepada orang-orang baik yang saya temui selama
ini.

222
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.2, No.1, April 2021
e-ISSN: 2722-6026

DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D. G. 2000. Pedoman Teknis: Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove (2 ed.). Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan
(PKSPL), Institut Pertanian Bogor (IPB).
English, S., Wilkinson, C., & Baker, V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resource. Townsville: Australia Institute Of Manrine Science.
Hartoni, & Agussalim, A. 2013. Komposisi dan Kelimpahan Moluska
(Gastropoda dan Bivalvia) di Ekosistem Mangrove Muara Sungai Musi
Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal, 5(1),
6-15.
Haya, N. 2015. Keanekaragaman Makrozoobenthos pada Ekosistem Mangrove di
Pulau Damar Maluku Utara. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor . Bogor: (tidak diterbitkan).
Mahmuddin, Kamal, E., & Bulanin, U. 2017. Analisis Perubahan Hutan
Mangrove dengan Pemanfaatan Data Penginderaan Jarak Jauh di
Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang. Jurnal Program
Pascasarjana, 11(1).
Sari, S., Pratomo, A., & Yandri, F. 2013. Hubungan Kerapatan Mangrove
Terhadap Kelimpahan Pelecypoda Di Pesisir Kota Rebah Kota Tanjung
Pinang. Akuatiklestari, 4(2).

Simamora, E. N., Adriman., M. Fauzi. 2017. Produksi Serasah Mangrove di Teluk


Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang Provinsi Sumatera
Barat. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau, 4(2), 1-8.

223

Anda mungkin juga menyukai