Anda di halaman 1dari 14

STRUKTUR KOMUNITAS KEPITING BIOLA (Uca spp) DI HUTAN

MANGROVE KELURAHAN MANGUNHARJO KECAMATAN MAYANGAN


KOTA PROBOLINGGO JAWA TIMUR

ARTIKEL SKRIPSI

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

Oleh:

SUHENDRO SITOMPUL

105080600111028

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014
STRUKTUR KOMUNITAS KEPITING BIOLA (Uca spp) DI HUTAN
MANGROVE KELURAHAN MANGUNHARJO KECAMATAN MAYANGAN
KOTA PROBOLINGGO JAWA TIMUR

ARTIKEL SKRIPSI

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan

di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Brawijaya

Oleh:

SUHENDRO SITOMPUL

NIM. 105080600111028

Menyetujui,
Ketua Jurusan Dosen Pembimbing I

(Dr. Ir. Daduk Setyohadi, M.P)


NIP.19630608 198703 1 003 (Dr. Ir. Guntur, M.S)
Tanggal : NIP. 19580605 198601 1 001
Tanggal :
Dosen Pembimbing II

(Oktiyas Muzaky Luthfi, S.T., M.Sc)


NIP. 19791031 200801 1 007
Tanggal :
STRUKTUR KOMUNITAS KEPITING BIOLA (Uca spp) DI HUTAN MANGROVE
KELURAHAN MANGUNHARJO KECAMATAN MAYANGAN
KOTA PROBOLINGGO JAWA TIMUR

COMMUNITY STRUCTURE OF VIOLINIS CRAB (Uca spp) in MANGROVE FOREST


MANGUNHARJO VILLAGE, MAYANGAN SUB-DISTRICT, PROBOLINGGO CITY
EAST JAVA

Suhendro Sitompul1), Dr. Ir. Guntur, M.A2), Oktiyas Muzaky Luthfi, S.T., M.Sc.2)

Abstrak
Hutan mangrove merupakan salah satu komponen penting di wilayah pesisir. Keberadaan hutan
mangrove dapat mencegah pengikisan pulau akibat arus gelombang laut yang kuat. Mangrove memiliki
potensi ekonomi dan ekologi. Detritus selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan akuatik yang mempunyai
tingkatan lebih tinggi seperti bivalvia, gastropoda, ikan dan kepiting. Kepiting pemakan detritus yang
menghancurkan serasah pada lingkungan hutan mangrove. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal Maret
– April 2014 . Metode pengambilan sampel dilakukan pengulangan 3 kali per stasiun pada parameter suhu,
selinitas, DO dan pH. Sedangkan untuk C-organik dan tekstur dilakukan pengambilan sampel per plot.
Pengambilan sampel dilakukan pada plot 10m X 10m untuk mangrove dan 1m X 1m untuk kepiting biola.
Hasil penelitian tersebut adalah Kerapatan jenis mangrove di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan
Mayangan, Kota Probolinggo berkisar antara 20 ind/300m2 sampai 50 ind/300m2. Ditemukan jenis pohon
mangrove Rhizphora mucronata dan Avicennia alba. Kepadatan kepiting biola pada ekosistem mangrove di
memiliki berkisar 18 ind/ 15m2 sampai dengan 55 ind/15m2. Dengan persentase Uca annulipes 45,18%, Uca
tetragonon 26,66%, dan Uca dussumieri 25,15%. Indeks Keanekaragaman berkisar antara 0-0,5, indeks
keseragaman berkisar antara 0,5-0,7, indeks dominansi berkisar antara 0-0,5. Pola sebaran jenis berkisar
antara 0,3-0,39. Hasil regresi korelasi antara kepadatan kepiting biola dengan kerapatan mangrove dapat
konstanta y = 0.0038x + 2.146, R=0.962 dan Rsquare=0.927 dangan pengertian korelasi antara kerapatan
mangrove dan kepadatan kepiting biola tinggi.

Kata Kunci: Parameter Fisika Kimia, Kerapatan Mangrove, Kepadatan Kepiting Biola, dan Regresi
Abstract
The mangrove forest is one of the important components in the coastal area. The existence of
mangrove forests can prevent annihilation Island due to the powefull waves of the ocean currents. The
mangrove have the potential of economy and ecology. Further exploited by animal detritus aquatic has the
higher levels such as the home, gastropod, fish and crabs. Crab eaters detritus that destroys litter of the
environmental forest mangrove. The research done on the march-april 2014. Method the sampel done
repetition 3 times a station on parameters temperature, selinitas, DO, and pH. While for C-Organik and
texture done the sample every plot. The sample performed on plot 10m X 10m to the mangrove and 1m
X 1m for crab violin. This research is the density is a kind of mangrove in Mangunharjo Village, Mayangan
Sub-District, Probolinggo City ranging from 20 ind/300m2 up to 50 ind/300m2. Mangrove tree species
found Rhizophora mucronata and Avicennia alba. Crab densities of mangrove ecosystems in the violin has a
range of 18 ind/ 15m2 up to 55 ind/15m2. With the percentage of Uca annulipes 45.18%, Uca tetragonon
26.66%, and Uca dussumieri 25.15%. Diversity indices ranged from 0-0.5, uniformity index ranged from 0.5-
0.7. Dominance index ranges from 0-0.5. The pattern of distribution of the type of range between 0.3-
0.38. The regression results for the correlation between the density of crabs violin with mangrove density
can be constant Y=0.0038x + 2.146, R=0.962 dan Rsquare=0.927 view and understanding of the
correlation between the density of the mangrove and crabs density high.

Keyword: fisics and chemical parameters, density mangrove, density crabs and regression

1) Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang


2) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang
1. PENDAHULUAN di Kecamatan Mayangan (Studi Wisata Kota
1.1 Latarbelakang Probolinggo, 2007).
Hutan mangrove merupakan salah satu Kelurahan Mangunharjo dipilih diantara
komponen penting di wilayah pesisir. kelurahan pantai yang terdapat mangrove yang
Keberadaan hutan mangrove dapat mencegah lumayan bagus di kecamatan Mayangan,
pengikisan pulau akibat arus gelombang laut Kotamadya Probolinggo, karena Kelurahan ini
yang kuat. Mangrove memiliki potensi ekonomi secara geografis dikelilingi oleh ekosistem hutan
dan ekologi. Ekosistem mangrove bervariasi dari bakau dan memiliki panjang garis pantai terbesar
lokasi satu dengan lokasi lainnya tergantung diantara kelurahan yang lain, sehingga memiliki
perbedaan topografi, fluktuasi pasang surut dan keterkaitan yang tinggi dengan ekosistem hutan
pola perpindahan sedimen (White et al., 1989). bakau.
Detritus selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan
akuatik yang mempunyai tingkatan lebih tinggi 1.2 Rumusan Masalah
seperti bivalvia, gastropoda, ikan dan kepiting Berdasarkan identifikasi masalah tersebut
(Gunarto, 2004). dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut
Kepiting pemakan detritus yang :
menghancurkan serasah pada lingkungan hutan 1. Bagaimana kerapatan hutan mangrove yang
mangrove adalah spesies khas dari genera terdapat di Kelurahan Mangunharjo,
Sesarma dan Cardisoma. Sedang kepiting dari Kecamatan Mayangan, Kotamadya
spesies Uca dan Ikan Tembakul (Macrophthalmus) Probolinggo?
biasanya mengekstraksi makanannya dari 2. Bagaimana struktur komunitas kepiting Biola
sedimen, dan Kepiting Bakau, Scylla serrata, (Uca spp) di hutan mangrove yang terdapat di
adalah “Scavenger” (Michelli et al., 1991). Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan
Fauna bentik sangat mendominasi komposisi Mayangan, Kotamadya Probolinggo?
fauna dalam ekosistem mangrove. Jenis-jenis 3. Bagaimana hubungan kerapatan mangrove
krustasea sebagai fauna bentik sangat umum mangrove terhadap kepadatan kepiting
ditemukan di wilayah ini dimana jenis dan Biola (Uca spp) di hutan mangrove yang
sebarannya sangat bervariasi. Kepiting adalah terdapat di Kelurahan Mangunharjo,
jenis krustasea yang telah banyak dikenal dan Kecamatan Mayangan, Kotamadya
dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain fungsi Probolinggo?
ekonomi, kepiting juga memiliki fungsi ekologi
salah satunya yaitu sebagai pemakan deposit. 1.3 Tujuan
Kota Probolinggo memiliki banyak hutan Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah
mangrove yang tersebar diseluruh kecamatan. sebagai berikut: Mengetahui
Salah satunya adalah Kecamatan Mayangan yang 1. Kerapatan mangrove Kelurahan
memiliki banyak kelurahan. Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Mayangan,
mangunharjo memiliki hutan mangrove terluas Kotamadya Probolinggo.
2. Struktur komunitas kepiting Biola (Uca spp) stasiun, transek garis ditarik mulai dari arah laut
di hutan mangrove di Kelurahan ke darat sepanjang 100 meter. Pada setiap
Mangunharjo Kecamatan Mayangan. transek dibuat plot berbentuk bujur sangkar
3. Hubungan kepadatan kepiting Biola (Uca dengan ukuran 10 x 10 m untuk pengamatan
spp) terhadap kerapatan mangrove di vegetasi mangrove. Setiap transek terdiri dari
Kelurahan Mangunharjo. tiga plot berukuran 10 x 10 m dengan jarak
antara satu plot dengan plot berikutnya adalah
1.4 Kegunaan 30 meter. Plot berukuran 1 x 1 m diletakkan
Kegunaan dari Penelitian ini adalah didalam plot 10 x 10 m sebanyak 5 (lima) buah
diharapkan data yang diperoleh dapat digunakan sub plot.
untuk melengkapi biota dan ekologi mangrove
sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan 2.3 Prosedur Penelitian
hutan mangrove di Kelurahan Mangunharjo, Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari
Kecamatan Mayangan. Data hasil penelitian ini penentuan Stasiun, pengambilan data di lapang,
diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi analisa data di laboratorium serta analisis data.
ataupun acuan untuk penelitian selanjutnya. Baik Tahapan pelaksanaan penelitian lebih jelasnya
mengenai karakteristik fisika kimia sedimen dapat dilihat pada Gambar 1.
hutan mangrove dan hubungannya dengan
Penentuan Lokasi
kepadatan kepiting Biola (Uca spp) di hutan
mangrove di wilayah yang sama atau berbeda.
Penentuan Stasiun yang berjarak 200
2. METODOLOGI meter setiap stasiun

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di pesisir pantai di Pengambilan Sampel Mangrove, Kepiting Biola,
dan Parameter Fisika Kimia
Kelurahan Mangunharjo pada Maret sampai
April 2014. Kelurahan ini dipilih diantara
kelurahan pantai yang terdapat mangrove yang
Penghitungan Kerapatan Mangrove,
lumayan bagus di Kecamatan Mayangan, Kepadatan Kepiting Biola dan
Kotamadya Probolinggo, karena kelurahan ini Pengujian Parameter Fisika Kimia
secara geografis dikelilingi oleh ekosistem
mangrove dan memiliki panjang garis pantai Analisia Data Menggunakan
terbesar diantara kelurahan yang lain. XL-Stat

2.2 Metode Pengambilan Sampel Hasil


Pengambilan sampel kepiting bakau dan
pengamatan mangrove dilakukan dengan Gambar 1. Prosedur Penelitian

menggunakan metode transek garis. Pada setiap


2.4 Analisis Data
2.4.1 Mangrove
Dimana : 𝐻′ = Indeks Keanekaragaman
Kerapatan jenis (Di) yaitu jumlah tegakan
𝑝𝑖 = jumlah individu spesies ke I
jenis i dalam suatu unit area (Bengen, 2004):
𝑁 = Jumlah total individu
𝑛𝑖
𝐷𝑖 ……………………………Rumus (1)
𝐴
S = Jumlah taksa
Dimana : 𝐷𝑖 = Kerapatan jenis ke-i
Menurut Brower dan Zar (1977), Hubungan
𝑛𝑖 = Jumlah total individu dari jenis i
𝐴 = Luas area total pengambilan antara Indeks Shannon (H’) dengan stabilitas

Menurut Bengen (2004), Kerapatan relatif komunitas biota dapat dinyatakan dalam tiga

(𝑅𝐷𝑖) yaitu perbandingan antara jumlah tegakan kisaran stabilitas yaitu:

jenis I dan total tegakan seluruh jenis


H’ < 3,32 : Kenaekaragaman rendah
𝑛𝑖
(∑n): 𝑅𝐷𝑖 ( ) 𝑥 10……………Rumus (2) 3,32 < H’< 9,97 : Keanekaragaman sedang
∑n

Dimana : 𝑅𝐷𝑖 = Kerapatan Relatif H’ > 9,97 : Keanekaragaman tinggi


𝑛𝑖 = jumlah individu jenis i
Indeks keseragaman dapat dikatakan
∑n = jumlah total seluruh individu
sebagai keseimbangan, yaitu komposisi individu
2.4.2 Kepiting Biola
Kepadatan adalah jumlah individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu

persatuan luas (Cox,1967). dengan formulasi komunitas (Brower dan Zar, 1977).

sebagai berikut: 𝐷=
𝑁𝑖
.…………Rumus (3) Rumus yang digunakan ialah:
𝐴
𝐻′
Dimana : 𝐷 = Kepadatan 𝐸= …………………….……Rumus (5)
𝐻 𝑚𝑎𝑥

𝑁𝑖 = Jumlah individu Dimana : E = Indeks Keseragaman

A = Luas petak pengambilan sampel H’ = Indeks Keanekaragaman

Indeks kenakeragaman spesies dapat H max = Log 2 Si =(3.3219 Log S)

dikatakan sebagai keherogenan spesies dan S = Jumlah taksa

merupakan cirri khas struktur komunitas Indeks dominansi digunakan untuk


mengetahui ada tidaknya dominansi dari spesies
(Brower dan Zar, 1977). Rumus yang digunakan
tertentu digunakan Indeks Dominansi
ialah:
(Odum,1996 ) yaitu:
2
𝐷 = ∑𝑠𝑁(𝑝𝑖)2 = ∑𝑠𝑁(𝑛𝑖⁄𝑁) Rumus (6)
𝐻′ = − ∑𝑠𝑁 𝑝𝑖 LN 𝑆 𝑝𝑖 ……………Rumus (4)
Dimana : D = Indeks Dominansi sebagai variabel tidak bebas. Rumus yang
ni = Jumlah individu spesies ke i digunakan untuk menyatakan hubungan suatu
N = Jumlah total individu spesies variabel yaitu Y = f(X)
S = Jumlah taksa Regresi linier yaitu bentuk hubungan dari
variabel bebas (X) maupun variabel terikat (Y)
Menurut Brower dan Zar (1977), untuk
sebagai faktor berpangkat satu. Regersi linier
mengetahui pola sebaran jenis suatu organism terbagi menjadi dua, yaitu regresi linier

pada habitat digunakan metode pola sebaran sederhana dan regresi linier berganda. Kedua
fungsi tersebut akan membentuk garis lurus
Morisita, rumus yang digunakan ialah:
(linier sederhana) dan bidang datar (linier
berganda).
∑ 𝑋 2 −𝑁
𝐼𝑑 = 𝑛 ……………Rumus (12)
𝑁 (𝑁−1)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dimana : Id = Indeks sebaran jenis
3.1 Keadaan Umum
n = Jumlah petak pengambilan contoh
Kota probolinggo memiliki mangrove seluas
N = Jumlah total individu yang
74,68 Ha yang terdiri dari 6,13 Ha mangrove di
terdapat dalam plot
Kelurahan Ketapang; 19,34 Ha mangrove di
∑ 𝑋2 = Jumlah total individu yang
Kelurahan Mangunharjo; 12,30 Ha mangrove di
diperoleh
Kelurahan Manyangan; 20,09 Ha di Kelurahan
Hasil indeks Pola sebaran jenis yang
Pilang dan 16,82 Ha mangrove di Kelurahan
diperoleh dikelompokkan sebagai berikut :
Sukabumi. Hutan mangrove di Kota
Id < 1 = Pola sebaran individu jenis bersifat
Probolinggo telah mengalami degradasi yang
beragam
disebabkan oleh berbagai tekanan manusia
Id = 1 = Pola sebaran individu jenis bersifat
seperti dikonversi menjadi lahan tambak,
acak
perumahan, kawasan industri dan eksploitasi
Id > 1 = Pola sebaran individu jenis bersifat
berlebihan.
mengelompok.
Stasiun satu berada dekat dengan
pemukiman, stasiun dua berada dekat dengan
2.4.3 Regresi dan Korelasi
tambak dan jauh dari permukiman, stasiun tiga
Menurut Wijayanto (2009), regresi adalah suatu
berada dekat tambak, stasiun empat berada
pengukuran yang menghubungkan antara dua
dekat dengan tambak dan dekat dengan kandang
variabel atau lebih yang dinyatakan dalam suatu
kuda, stasiun lima dengan muara sungai.
hubungan atau fungsi. Hubungan yang dimiliki
oleh variabel yaitu saling mempengaruhi (sebab
3.2 Parameter Lingkungan
akibat), biasanya regresi memberikan symbol X
Pengukuran hasil parameter fisika dan kimia
dan Y. Simbol X biasanya dinyatakan sebagai
perairan diambil pada Kawasan Hutan
variabel bebas, sedangkan symbol Y dinyatakan
Mangrove Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan
Mayangan pada 5 stasiun pengamatan dan Mangunharjo, Probolinggo dilakukan pada saat
dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali pada surut dengan metode 3 kali pengambilan.
setiap dengan rentan perbedaan waktu 10 Sampel sedimen diambil dari masing-masing,
sampai 15 menit. Pengukuran dilakukan pada supaya cara pengambilan plot tersebut dianggap
saat keadaan pasang. Hasil dari rata-rata sebagai 3 kali pengulangan. C organik sedimen,
pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan analisis di Laboratorium Ilmu Fisika
yang terdiri dari suhu, salinitas, DO, dan pH dan Kimia Tanah, Fakultas Pertanian,
dapat dilihat pada Tabel 1. Selanjutnya Universitas Brawijaya. Hasil pengukuran
pengukuran C-Organik. Pengukuran C organik parameter kandungan C-Organik dapat dilihat
sedimen di Hutan Mangrove Kelurahan Gambar 2.

Tabel 1. Pengukuran Parameter Fisika Kimia

Suhu Standart Salinitas Standart DO Standart Standart


Stasiun (mg/L) deviasi pH deviasi
(⁰C) deviasi (‰) deviasi

1 30.5 0.5 29.67 0.57 6.7 0.36 7.53 0.15

2 29.3 0.4 31.33 0.57 6.7 0.15 7.8 0.1

3 29.5 0.4 30.67 0.57 6.2 0.25 7.67 0.2

4 28.9 0.8 31.5 0.5 6 0.2 8.03 0.15

5 30.2 0.25 28.5 0.57 6.8 0.2 8 0.1

150
Tekstur Sedimen

100 13 10 3 1
18 19 23 10 6 9 11 15 11 6 7
22 43 18 33
32 45 39 Liat
69 46 40 45 49
50 71 64 64 Debu
55 45 68 73 66
51 43 45 44 55 44
28 Pasir
0 11 17 13
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Grafik 2. Hasil Pengukuran C-Organik Sedim Gambar 3. Hasil Pengukuran Tekstur Sedimen
Selanjutnya pengukuran tekstur sedimen tersebut dianggap sebagai 3 kali pengulangan.
Pengukuran tekstur sedimen di Hutan Mangrove tekstur sedimen, dilakukan analisis di
Kelurahan Mangunharjo, Probolinggo dilakukan Laboratorium Ilmu Fisika dan Kimia Tanah,
pada saat surut dengan metode 3 kali Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya,
pengambilan. Sampel sedimen diambil dari .Malang.Hasil pengukuran dapat pada Gambar
masing-masing, supaya cara pengambilan plot 3.
3.2.1 Suhu 4.2.3 DO
Hasil pengukuran suhu di hutan mangrove Menurut Kordi (2007), kandungan oksigen
Kelurahan Mangunharjo, Kota Probolinggo terlarut (DO) untuk pertumbuhan terbaik
berkisar antara 28 – 31 0C. Pengukuran suhu kepiting bakau adalah 4 mg/L – 7 mg/L, tetapi
rata-rata tertinggi terletak di stasiun 1. Hal ini kepiting bakau masih dapat mentolerir kadar
dikarekan pada saat pengukuran suhu dilakukan oksigen terlarut mulai dari 3 mg/L – 8 mg/L.
pada pagi hari dimana intensitas cahaya matahari Kandungan DO di hutan mangrove Kelurahan
sudah optimal. Selain itu, pada stasiun 1 Mangunharjo berkisar antara 6,0 – 7,0 mg/L
kerapatan mangrovenya memiliki sehingga dengan nilai DO rata-rata yaitu 4,76 mg/L.
intensitas cahaya matahari yang masuk lebih Terlihat perbedaan nilai DO yang signifikan di
banyak. Suhu terendah terletak pada stasiun 4. ke 5 stasiun. DO rata-rata tertinggi terletak di
Hutan mangrove pada stasiun 4 sudah tergolong stasiun 5 dan DO terendah pada stasiun 4.
rapat.Pengukuran suhu dari stasiun 1 sampai Tingginya kandungan DO pada stasiun 3
stasiun 5 masih tergolong normal menurut dikarenakan pada stasiun ini tingkat kerapatan
keputusan Menteri Lingkungan Hidup No mangrovenya padat sehingga oksigen yang
51/2004 suhu yang cocok untuk mangrove dan dihasilkan juga cenderung tinggi.
biota laut antara 28-320C. DO rata-rata tertinggi terletak di stasiun 5
dan DO terendah pada stasiun 4. Tingginya
3.2.2 Salinitas
Pada stasiun 5 salinitasnya lebih rendah dari kandungan DO pada stasiun 3 dikarenakan pada
pada stasiun 1,2,3 dan 4. Hal ini dikarenakan stasiun ini tingkat kerapatan mangrovenya padat
pengambilan sampel dilakukan di dekat dengan sehingga oksigen yang dihasilkan juga cenderung
muara sungai dan jauh dari lepas pantai sehingga tinggi. Selain itu diduga karena lokasi
diduga adanya masukan massa air tawar lebih pengambilan sampel yang berada di dekat muara
besar dari pada massa air laut. Menurut Sanusi sungai, hal ini memicu adanya pergantian
dan Putranto (2009), tingginya dan rendahnya oksigen yang terus menerus di kolom air
salinitas dipengaruhi oleh mixing antara massa air sehingga DOnya tinggi.
tawar dan laut. Jika massa air laut lebih tinggi
dibandingkan massa air tawar, maka salinitasnya 3.2.4 pH
tinggi dan sebaliknya. Hasil pengukuran salinitas Hasil pengukuran pH di hutan mangrove
pada setiap stasiun di lokasi penelitian masih Mangunharjo, Probolinggo berkisar antara 7,0 –
cukup baik untuk kepiting bakau karena masih 8,5. Pengukuran pH rata-rata di lokasi penelitian
berada dalam standart baku mutu yang memiliki kisaran yang tidak jauh berbeda pada
ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup No setiap stasiun. Pada stasiun 1 rata-rata
51/2004 yaitu untuk daerah hutan mangrove salinitasnya sebesar 7.53, stasiun 2 rata-rata
sebesar 0 ‰ – 34 ‰, namun masih sebesar 7.8, stasiun 3 rata-rata sebesar 7.67,
diperbolehkan mengalami perubahan <5 ‰. stasiun 4 rata-rata sebesar 8.03, stasiun 5 rata-
rata sebesar 8 .Setiap stasiun tidak mengalami
perbedaan pH yang begitu drastis. Menurut dekat dengan permukiman akan tetapi masih
Kordi (2007), pH optimal untuk pertumbuhan terpengaruh dengan aktivitas tambak yang
kepiting yaitu berkisar antara 7,0 – 8,5. Tetapi, memberikan kontribusi debu yang besar dari
kepiting masih dapat mentolerir pH antara 6,5 - permukiman dan limbah dari tambak. Pada
9,0. stasiun 3 tersusun oleh jenis debu, liat dan pasir
3.2.5 C-Organik Sedimen yang didominasi oleh pasir sehingga teksturnya
Kandungan C-organik dalam sedimen pada setiap plot semua lempung berpasir dekat
terendah pada stasiun 3 dengan pengukuran dengan permukiman akan tetapi masih
kandungan C-organik pada setiap plot. Plot 1 C terpengaruh dengan aktivitas tambak. Pada
organiknya yaitu 1,01 dan bahan organiknya stasiun 4 tersusun oleh jenis debu, liat dan pasir
yaitu 1,75. Plot 2 C organiknya yaitu 1,16 dan yang didominasi oleh debu akan tetapi tidak
bahan organiknya yaitu 2,01. Plot 3 C- begitu berbeda jauh dengan debu dan liat dan
organiknya yaitu 0,07 dan bahan organiknya sehingga teksturnya pada setiap plot lempung,
yaitu 0,12 dikarenakan dekat dengan daerah lempung dan lempung berpasir. Pada stasiun 5
tambak. Kualitas tanah adalah kapasitas suatu yang tersusun oleh jenis debu, liat dan
tanah untuk berfungsi dalam batasan didominansi oleh pasir dan pasir sehingga
ekosistemnya dan berinteraksi positif dengan teksturnya pada setiap plot lempung, lempung
lingkungan eksternal dari ekosistem tersebut berpasir, dan lempung berpasir dikarenakan
(Larson and Pierce, 1991). Bahan organik tanah lokasi stasiun 5 dekat dengan muara sungai yang
merupakan indikator dari kualitas tanah, karena memberikan kontribusi pasir dari daratan.
merupakan sumber dari unsur hara esensial dan
memegang peranan penting untuk kestabilan 3.3 Keadaan Ekosistem Mangrove
Kelurahan Mangunharjo
agregat, kapasitas memegang air dan strutur
Kota Probolinggo memiliki mangrove seluas
tanah.
74,68 Ha yang terdiri dari 6,13 Ha mangrove di
Kelurahan Ketapang; 19,34 Ha mangrove di
3.2.6 Tekstur Sedimen
Kelurahan Mangunharjo; 12,30 Ha mangrove di
Pada stasiun 1 jenis sedimennya tersusun
Kelurahan Mayangan; 20,09 Ha mangrove di
oleh debu, pasir dan liat yang didominasi oleh
Kelurahan Pilang; dan 16,82 Ha mangrove di
pasir sehingga tipe teksturnya pada setiap plot
Kelurahan Sukabumi. (Studi Wisata Mangrove
lempung berpasir, lempung berdebu, dan
Kota Probolinggo, 2007). Setelah dilakukan
lempung dikarenakan lokasi stasiun 1 dekat
pengamatan pada tiap plot ukuran 10 m x 10 m
dengan permukiman akibat aktivitas tambak dan
untuk pohon dan tiap stasiunnya. Pada stasiun 1
pelabuhan yang memberikan kontribusi pasir
hanya ditemukan satu spesies mangrove yaitu
yang besar. Pada stasiun 2 tersusun oleh jenis
Rhizophora mucronata dengan kerapatan 21
debu, liat dan pasir yang didominasi oleh debu
ind/300m2.
sehingga teksturnya pada setiap plot semua
lempung berdebu dikarenakan lokasi stasiun 2
Pada stasiun 2 hanya ditemukan dua spesies stasiun 3 ditemukan 83 ind/15 m2. Pada Stasiun
mangrove yaitu Rhizophora mucronata dan 4 ditemukan 54 ind/15 m2 pada spesies Uca
Avicennia alba. Pada Rhizophora mucronata dengan annulipes, dan 31 ind/15 m2 pada spesies Uca
kerapatan 23 ind/300m2, pada Avicennia alba tetragonon dan 37 ind/15 m2 pada spesies Uca
dengan kerapatan 13 ind/300m2. Pada stasiun 3 dussumieri. Jadi total keseluruhan stasiun 4
hanya ditemukan dua spesies mangrove yaitu ditemukan 122 ind/15 m2. Pada Stasiun 5
Rhizophora mucronata dan Avicennia alba. Pada ditemukan 30 ind/15 m2 pada spesies Uca
Rhizophora mucronata dengan kerapatan 23 annulipes, dan 18 ind/15 m2 pada spesies Uca
ind/300m2, pada Avicennia alba dengan tetragonon dan 18 ind/15 m2 pada spesies Uca
kerapatan 9 ind/300m2. dussumieri. Jadi total keseluruhan stasiun 5
Pada stasiun 4 hanya ditemukan dua spesies ditemukan 66 ind/15 m2.
mangrove yaitu Rhizophora mucronata dan Indeks keanekaragaman (H’) pada stasiun 1
Avicennia alba. Pada Rhizophora mucronata dengan sebesar 0,9202 yaitu kategori keanekaragaman
kerapatan 25 ind/300m2, Pada Avicennia alba rendah, indeks keanekaragaman (H’) pada
dengan kerapatan 21 ind/300m2. Pada stasiun 5 stasiun 2 sebesar 0,9034 kategori
hanya ditemukan satu spesies mangrove yaitu keanekaragaman rendah, indeks
Avicennia alba dengan kerapatan 18 ind/300m2. keanekaragaman (H’) pada stasiun 3 sebesar
1,07093 kategori keanekaragaman sedang, indeks
4.4 Kepadatan Kepiting Biola Kelurahan keanekaragaman (H’) pada stasiun 4 sebesar
Mangunharjo 1,07072 kategori keanekaragaman sedang, indeks
Pada lokasi penelitian di hutan mangrove keanekaragaman (H’) pada stasiun 5 sebesar
Mangunharjo, hanya ditemukan 3 jenis kepiting 1,067089 kategori keanekaragaman sedang.
biola yaitu, Uca annulipes, Uca tetragonon dan Uca Indeks Keseragaman (E) pada stasiun 1 sebesar
dussumieri. Pada Stasiun 1 ditemukan 33 ind/15 0,5379 yaitu kategori Keseragaman sedang,
m2 pada spesies Uca annulipes, 26 ind/15 m2 pada indeks Keseragaman (E) pada stasiun 2 sebesar
spesies Uca tetragonon dan 18 ind/15 m2 pada 0,5700078 kategori Keseragaman sedang, indeks
spesies Uca dussumieri. Jadi total keseluruhan Keseragaman (E) pada stasiun 3 sebesar
stasiun 1 ditemukan 77 ind/15 m2.. Pada Stasiun 0,675688 kategori Keseragaman tinggi, indeks
2 ditemukan 55 ind/15 m2 pada spesies Uca Keseragaman (E) pada stasiun 4 sebesar 0,67555
annulipes, 27 ind/15 m2 pada spesies Uca kategori Keseragaman tinggi, indeks
tetragonon dan 23 ind/15 m2 pada spesies Uca Keseragaman (E) pada stasiun 5 sebesar 0,67324
dussumieri. Jadi total keseluruhan stasiun 2 kategori Keseragaman tinggi.
ditemukan 105 ind/15 m2. Indeks Dominansi (D) pada stasiun 1
Pada Stasiun 3 ditemukan 34 ind/15 m2 sebesar 0,352 yaitu kategori Tidak ada jenis yang
pada spesies Uca annulipes, 30 ind/15 m2 pada mendominansi, indeks dominansi (D) pada
spesies Uca tetragonon dan 19 ind/15 m2 pada stasiun 2 sebesar 0,388 Tidak ada jenis yang
spesies Uca dussumieri. Jadi total keseluruhan mendominansi, indeks dominansi (D) pada
stasiun 3 sebesar 0,350 kategori Tidak ada jenis yaitu kepadatan kepiting biola serta kerapatan
yang mendominansi, indeks dominansi (D) pada mangrove. Hasil regresi korelasi antara
stasiun 4 sebesar 0,352 kategori Tidak ada jenis kepadatan kepiting biola dengan kerapatan
yang mendominansi, indeks dominansi (D) pada mangrove. Dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil
stasiun 5 sebesar 0,355 kategori Tidak ada jenis dari regresi berganda antara kepadatan kepiting
yang mendominansi. Pola sebaran jenis pada biola dengan kerapatan mangrove yaitu
spesies Uca annulipes sebesar 0,218 dengan didapatkan persamaan konstanta y = 0.1272x +
kategori mengelompok, pola sebaran jenis pada 2.1449, R=0.962 dan Rsquare=0.927 dimana X
spesies Uca tetragonon sebesar 0,340 dengan sebagai kerapatan mangrove Dari persamaan
kategori mengelompok, Pola sebaran jenis pada tersebut didapatkan nilai R2 yaitu 0.9267 atau
spesies Uca dussumieri sebesar 0,391 dengan sebesar 92% yang artinya terdapat pengaruh
kategori mengelompok. yang sangat erat antara kepadatan kepiting biola
dengan kerapatan mangrove. Nilai R berarti nilai
3.4 Hubungan Kerapatan Mangrove dan koefisien korelasinya sebesar 0.9268 yang
Kepiting Biola menggambarkan adanya hubungan korelasi yang
Hubungan kepadatan kepiting biola (Uca tinggi sedangkan niali Rsquare adalah nilai yang
spp.) dengan kerapatan mangrove dilakukan 0.9267 atau sebesar 92% yang artinya terdapat
dengan menggunakan XL-Stat. Analisis data pengaruh yang sangat erat antara kepadatan
yang digunakan dengan XL-Stat yaitu regresi kepiting biola dengan kerapatan mangrove.
linear sederhana dimana data yang dimasukkan
menjelaskan kekuatan model regresi antara
kepadatan kepiting biola dengan kerapatan
mangrove.

Kepadatan (ind/m2)
10
Kepadatan Kepiting Biola

8 y = 0.1272x + 2.1449
6 R² = 0.9268
Kepadatan
4
(ind/m2)
2
0 Linear (Kepadatan
0 20 40 60 (ind/m2))

Kerapatan Mangrove

Gambar 4. Hasil Regresi antara Kerapatan Mangrove dan Kepadatan Kepiting Biola
4. KESIMPULAN DAN SARAN 3. Hasil regresi korelasi antara kepadatan

4.1 Kesimpulan kepiting biola dengan kerapatan mangrove

Kesimpulan yang didapat berdasarkan hasil dapat konstanta y = 0.1272x + 2.1449,

penelitian dihutan mangrove Kelurahan R=0.962 dan Rsquare=0.927 dangan

Mangunharjo adalah: pengertian korelasi antara kerapatan

1. Kerapatan jenis mangrove di Kelurahan mangrove dan kepadatan kepiting biola

Mangunharjo, Kecamatan Mayangan, Kota tinggi. Dengan pengertian semakin rapat

Probolinggo berkisar antara 20 ind/300m2 hutan mangrove jumlah individu kepiting

sampai 50 ind/300m2. Ditemukan jenis semakin banyak.

pohon mangrove Rhizphora mucronata dan 4.2 Saran

Avicennia alba. Beberapa parameter Fisika Saran kepada yang penelitian selanjutnya
mengenai kepiting biola dan mangrove adalah:
kimia suhu rata-rata antara 28-31⁰C, Salinitas

rata-rata antara 29-32‰, DO rata-rata antara 1. Penelitian lebih lanjut sebaiknya waktunya

6-7 mg/L, pH rata-rata antara 7-9, C-organik diperpanjang sehingga data-data yang

berkisar antara 0-2% dan tekstur ditemukan didapatkan lebih lengkap dan terperinci.

jenis lempung, lempung berdebu, lempung 2. Menambahkan data kepiting biola, seperti

berpasir. menghitung berat, ukuran, serta pola

2. Kepadatan kepiting biola pada ekosistem persebarannya.

mangrove di Kelurahan Mangunharjo,

Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo DAFTAR PUSTAKA

memiliki berkisar 18 ind/ 15m2 sampai Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota
Probolinggo. 2007. Laporan Studi
dengan 55 ind/15m2. Persentase Uca
Potensi Wisata Hutan Mangrove Kota
annulipes 45,18%, Uca tetragonon 26,66%, dan Probolinggo 2007.
Uca dussumieri 25,15%. Indeks Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 51 Tahun 2004 Lampiran 3
Keanekaragaman berkisar antara 0-0,5,
Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk
indeks keseragaman berkisar antara 0,5-0,7, Biota Laut.
indeks dominansi berkisar antara 0-0,5. Pola Kochl, V. & M. Wolff. 2002. Energy budget and
ecological role of mangrove epibenthos in the
sebaran jenis berkisar antara 0,3-0,39.
Caete estuary, North Brazil. Mar Ecol Pro
Ser. 228(1): 119-130.
Kordi, M.Ghufran.H. 2007. Budidaya Kepiitng
Bakau. CV. Aneka Ilmu. Semarang.
Michelli, F., F. Gherardi dan M. Vannini 1991.
Feeding and burrowing ecology of two
East.African mangrove crabs. Mar. Biol.
111: 247-254.
Murniati, D. C., 2008. Uca lactea (De Haan,
1835) (Decapoda; Crustacea): Kepiting
Biola dari Mangrove. Fauna Indonesia,
8(1): 14-17.
White, A.T., P. Martosubroto and M.S.M.

Sadorra, editors. 1989. The coastal

environmental profile of Segara Anakan-

Cilacap, South Java, Indonesia. ICLARM

Technical Reports 25, 82 p (31-32). In-

ternational Center for Living Aquatic

Resources Management, Manila,

Philippines.

Anda mungkin juga menyukai