FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN 2024 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan Mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem di Kawasan Konservasi Mangrove Bekantan atau KKMB di tarakan. Hutan mangrove KKMB merupakan salah satu hutan dan lahan hujan yang tersisa di tengah kota Tarakan, yang mempunyai peranan penting bagi kota Tarakan secara langsung dan tidak langsung (Rahajeng dkk, 2019). Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga ekosistem tersebut selalu tergenang air dan berada diantara pasang tertinggi dan surut terendah (Senoaji dan Hidayat, 2016). Ekosistem mangrove mampu menunjang kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya melalui berbagai fungsi seperti fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial. Fungsi ekologi pohon mangrove adalah menjaga kestabilan pantai, menahan dan melarutkan polutan, menyerap karbon dioksida dan menyimpan karbon, menghasilkan oksigen dan sebagai habitat hewan air. Fungsi ekonomi pohon mangrove adalah sebagai bahan bangunan, olahan makanan, obat-obatan, dan sebagai daerah penangkapan ikan. Fungsi sosial pohon mangrove adalah sebagai perlindungan, bahan pendidikan atau penelitian, pariwisata dan identitas budaya masyarakat lokal (Tri Eminelson dan Tri Warningsih, 2023). Namun seiring berjalannya wakru pemanfaatan hutan mangrove tidak hanya diambil hasil hutannya, bahkan sekarang telah berkembang menjadi pemanfaatan lahan itu sendiri menjadi pemukiman penduduk dan kolam tambak. Karena menurunnya luasan hutan mangrove tersebut juga menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan dan berdampak pada pertumbuhan semai mangrove. Pada penelitian ini, jenis mangrove yang digunakan adalah Rhizophora mucronata fase semai. Hal ini karena R. mucronata merupakan jenis mangrove yang dapat ditemukan di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan karena buahnya mudah diperoleh, mudah ditanam, dan dapat tumbuh di daerah pasang tertinggi dan surut terendah. Namun, menurut Supriono, 2000 dalam Annisa dkk., 2022 menyatakan semai dari tumbuhan R. mucronata cukup sensitive terhadap perubahan lingkungan, sehingga pengaruh kualitas air terhadap lingkungan dapat dilihat dari pertumbuhan semai selama peelitian. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan agar dapat di ketahui kualitas lingkungan yang baik bagi pertumbuha semai R. mucronata. 1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa laju pertumbuhan semai Rhizopora Mucronata yang ada di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) 1.3. Manfaat Manfaat penelitian ini diharapkan agar dapatt memberi informasi bagaimana laju pertumbuhan semai Rhizopora Mucronata BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Pengertian Mangrove
Mangrove merupakan salah satu jenis vegetasi yang terdapat di wilayah pesisir teropis. Secara umum vegetasi mangrove tumbuh subur di pantai yang landai atau dekat muara sungai dan pantai yang terlindungi dari gelombang (Siahainenia dkk., 2014). Dengan demikian. Mangrove merupakan ekosistem antara daratan dan laut, dan dalam kondisi yang sesuai dapat membentuk hutan yang luas dan produktif. Hutan msngrove sering dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau atau hutan bakau. Menurut cabang ilmu linguistic yang memepelajari asal usul kata, yaitu etimologi dari kata “mangrove”, berasal dari Bahasa inggris “mangue” dan “at grove” dan mengacu pada komunitas tumbuhan pedesaan dan didomestikasikan (Rambey dkk., 2018). Istilah bakau sendiri dalam Bahasa Indonesia adalah nama dari Rhizophora sp., salah satu spesies penyusun hutan mangrove. Jika istilah “mangrove” diterapkan pada seluruh komunitas tumbuhan yang ada dipesisir, baik mangrove sejati maupun false mangrove sebagaimana didefinisikan di atas, maka istilah luas mangrove menjadi sangat luas. Sedangkan pengertian istilah “mangrove” hanya berlaku untuk bakau/mangrove sejati, atau lebih spesifik lagi yaitu Rhizophora sp. saja maka luasan hutan mangrove aka menjadi sangat kecil (Supriadi, 2012). Untuk menghindari bias anatara mangrove dan bakau dalam bidang keilmuan, maka ditetapkan hutan mangrove sebagai istilah baku untuk menyebut hutan mangrove yang dicirikan pesisir (Eka dkk., 2013) Fungsi fisik hutan mangrove adalah menjaga kestabilan garis pantai, melindung pantai (abrasi), meredam badai dan ombak, menahan sedimen, sedangkan fungsi biologi hutan mangrove sebagai tempat pemijahan atau habitat, tempat berlindung bagi krustasea, gastropoda, dan larva ikan. Hutan mangrove merupakan salah satu hutan yang potensial dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pemanfaatan mangrove anatara lain untuk kayu bakar, arang, daun sebagai atap rumah, dan tempat penangkapan ikan, udang, kepiting, dan kerang (Permadi dkk., 2016). Namun kini pemanfaatan lahan tersebut tidak hanya dilakukan karena hasil yang diperolehdari hutan saja, bahkan telah berkembang menjadi pemanfaatan lahan itu sendiri untuk komersial lainnya, seperti kawasan pemukiman dan tambak. Eksploitasi hutan mangrove yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan restorasi akan mengalami penurunan fungsi hutan mangrove dalam ekosistem. Untuk mendukung keberhasilan pengelolaan hutan mangrove maka perlu memperhatikan faktor-faktor yang memepengaruhi pertumbuhan mangrove (Marbabwa dkk., 2014) Karena tumbuh didaerah pasang surut dan selalu tergenang air menyebabkan mangrove mengalami osmoregulasi melalui sistem perakaran sehingga garam tidak dapat mencapai akar pohon bakau (Mustofa, 2018). 1.2. Rhizoppora Mucronata