OLEH:
NIM. 18620015
2021
INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN MANGROVE DI RESOR BAMA
TAMAN NASIONAL BALURAN SITUBONDO JAWA TIMUR
ABSTRAK
Mangrove merupakan karaktetistik dari bentuk tanaman pantai estuari atau muarasungai,
dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Hal ini yang kemudian
menjadikan mangrove sebagai ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan.
Serta, jika terletak pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang
ekstensif dan produktif. Karena habitatnya yang dekat dengan pantai, mangrove sering
juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, dan hutan bakau yang
berfungsi sebagai sumber kayu untuk bahan bakar juga bahan bagunan bagi manusia dan
sebagai salah satu sumber plasma nutfah. Kelestarian mangrove juga harus dijaga dan
dipastikan setiap periodenya, sehingga perlu adanya dilakukan inventarisasi magrove
untuk menjaga dan merawat magrove yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui inflikasi dan inventarisasi mangrove yang terdapat di pesisir Resor Bama
Taman Nasional Baluran. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan
mendeskripsikan dan menggambarkan situasi mengenai objek yang diteliti. Tekik
pengambilan sampel yang dilakukan dengan purposive sampling. Serta teknik analisis
data secara deskriptif disajikan dalam bentuk tabulasi data dan gambar dengan
menggunakan Indeks Keanekargaman Shannon-Wienner sebagai acuan.
PENDAHULUAN
Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara
yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Seringkali disebut sebagai hutan pantai,
hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Istilah bakau digunakan untuk jenis-
jenis tumbuhan tertentu saja yaitu dari marga Rhizopora, sedangkan istilah mangrove
digunakan untuk segala tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas ini (Nontji, 1993).
Mangrove berperan penting dalam melindungi pantai dari abrasi yaitu sebagai pemecah
ombak dan tegakan, mangrove dapat melindungi pemukiman dari angin kencang. Akar
mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat lumpur, hutan mangrove juga
mempunyai fungsi hayati sebagai sumber pakan, tempat pembiakan, perlindungan dan
pemeliharaan biota perairan, burung dan mamalia (Ezwardi, 2009). Mangrove
mempunyai peranan sebagai daerah pertumbuhan (nursery ground), daerah untuk bertelur
(spawning ground), dan daerah untuk mencari makan (feeding ground). Hal tersebut
sangat bermanfaat untuk menunjang biota yang hidup di sekitar ekosistem mangrove.
Berdasarkan vegetasi penyusunnya, hutan mangrove dapat dibedakan atas tiga
macam, yaitu hutan mangrove utama (major mangrove), adalah mangrove yang tersusun
atas satu jenis tumbuhan saja, hutan mangrove ikutan (minor mangrove), yaitu mangrove
yang terdiri atas jenis-jenis campuran dan tumbuhan asosiasi (associated plants), yaitu
berbagai jenis tumbuhan yang berada di sekitar hutan mangrove yang kehidupannya
sangat bergantung pada kadar garam, dan kelompok tumbuhan ini biasanya hidup di
daerah yang hanya digenangi air laut pada saat pasang maksimum saja (Tomlinson,
1986). Vegetasi penyusun hutan mangrove yang ada di Indonesia tergabung dalam 92
spesies tumbuhan, yang terdiri atas pohon (47 spesies), semak (5 spesies), herba (9
spesies), epifit (29 spesies), dan parasit (2 spesies) (Susilowati et al., 2002).
Taman Nasional Baluran secara geografis terletak pada 7°29′10” - 55” LS dan
114°39′10” BT dengan luas ± 25.000 Ha. Taman Nasional Baluran merupakan salah satu
taman nasional yang melindungi keberadaan ekosistem bahari berupa mangrove.
Ekosistem mangrove yang berada pada Taman Nasional Baluran mempunyai luas hutan
mangrove di Taman Nasional Baluran kurang lebih berdasarkan penelitian Sudarmadji
(2009: 16-17) adalah 416,093 Ha. Mangrove di kawasan Taman Nasional Baluran
merupakan salah satu objek konservasi utama yang mana hal ini merupakan salah satu
langkah untk optimalisasi potensi dan pengelolaan wilayah pesisir agar kelestariannya
tetap terjaga dengan baik. Selain itu, Mangrove di kawasan Taman Nasional Baluran
memiliki fungsi vital untuk menjaga berbagai ekositem di sekitarnya dari kerusakan
akibat abrasi atau sedimentasi yang dibawa oleh sungai menuju wilalyah perairan laut.
Namun, luasan hutan mangrove terus terdegradasi yang mana apabila tidak ditindak
lanjuti akan mempengaruhi kelangsungan hidup ekosistem hutan mangrove. Pasang-surut
air laut menyebabkan terjadinya perubahan beberapa faktor lingkungan yang besar,
terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu, hanya beberapa jenis tumbuhan yang
memiliki daya toleransi yang tinggi terhadap lingkungan tersebut. Sehingga, penting
adanya penelitian dengan judul Inventarisasi Keanekaragaman Mangrove di Resor Bama
Taman Nasional Baluran Situbondo Jawa Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja spesies mangrove di kawasan Resor Bama Taman Nasional Baluran
Situbondo Jawa Timur?
2. Bagaimana tingkat kenekaragaman jenis mangrove di kawasan Resor Bama
Taman Nasional Baluran Situbondo Jawa Timur?
1.3 Tujuan
Tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menegetahui spesies mangrove di kawasan Resor Bama Taman
Nasional Baluran Situbondo Jawa Timur.
2. Untuk mengetahui tingkat keanekaragaman jenis mangrove di kawasan Resor
Bama Taman Nasional Baluran Situbondo Jawa Timur.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai langkah awal usaha konservasi mangrove di wilayah Banyuwangi dan
Situbondo Jawa Timur.
2. Sebagai upaya pengumpulan data dan informasi mengenai jenis-jenis
mangrove yang terdapat di wilayah Situbondo dan Banyuwangi Jawa Timur.
3. Sebagai bahan masukan bagi badan pengelola Taman Nasional Baluran
sebagai sarana sosialisasi keanekaragaman flora dan fauna yang ada di sana.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan sampel dilakuka di wilayah Resor Bama Taman Nasional
Baluran Situbondo Jawa Timur.
2. Lokasi penelitian dibagi menjadi 3 stasiun jelajah dengan metode ....
3. Pengambilan sampel dilakukan pada siang hari dengan batasan waktu selama
5 jam.
4. Identifikasi dilakukan secara morfologi menggunakan buku panduan lapangan.
5. Faktor abiotik yang diamati meliputi suhu udara, suhu air, dan kelembapan
tanah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA