Anda di halaman 1dari 4

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ISSN: 2085-787X

Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi


Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial,
Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim

Volume 10 No. 4 Tahun 2016


Strategi Pengelolaan
Mangrove Berbasis
Masyarakat
Mega Lugina, Indartik, Iis Alviya, Mirna Aulia Pribadi, Galih Kartika Sari

Ringkasan Ekosistem mangrove mempunyai peranan Sebagai pihak yang bersentuhan langsung
Eksekutif penting dalam pembangunan berkelanjutan dengam ekosistem mangrove, masyarakat
baik secara ekologis, ekonomis maupun sosial. sekitar perlu dilibatkan dalam pengelolaannya.
Pengelolaan ekosistem yang berkelanjutan Pemerintah perlu memberi kesempatan
dapat dicapai jika mempertimbangkan seluruh kepada masyarakat sekitar kawasan untuk
aspek, baik aspek fisik maupun non fisik. turut berpartisipasi dalam upaya pengelolaan
Banyaknya stakeholder yang berkepentingan mangrove dan pengawasannya, juga untuk
terhadap ekosistem mangrove berpotensi meminimalisasi konflik yang menjadi
sebagai sumber konflik yang menyebabkan
penghambat dalam pengelolaan mangrove.
strategi pengelolaan ekosistem mangrove
Maka dari itu, diperlukan strategi pengelolaan
yang berkelanjutan menjadi tidak efektif dan
mangrove berbasis masyarakat yang partisipatif
seringkali menemui kegagalan. Kegagalan
dan memperhatikan persepsi dan nilai magrove
pengelolaan mangrove diindikasikan dengan
minimnya pelibatan masyarakat dan kebijakan bagi masyarakat.
manajemen yang bersifat top down.
Pernyataan Mangrove merupakan sumber daya alam masyarakat lokal dengan menerapkan kearifan
Masalah yang sangat penting dalam mengelola kualitas lokal menjadi terganggu tatkala ada pihak-pihak
lingkungan muara sebagai habitat berbagai yang berkepentingan terhadap lahan mangrove
jenis biota laut. Sifat mangrove yang sangat seperti untuk pengembangan tambak/
rentan terhadap perubahan lingkungan, perikanan skala besar, pariwisata, pemukiman
mudah rusak dan kondisinya sulit untuk (khususnya pemukiman mewah), dan kegiatan
dipulihkan, menuntut kehati-hatian dalam pertambang an minyak . Terg ang g unya
pengelolaannya. Pengelolaan mangrove perlu ekosistem mangrove yang disebabkan oleh
mempertimbangkan aspek fisik dan non fisik proses ekstraksi hutan mangrove menyebabkan
mengingat ekosistem mangrove memberikan laju kerusakan mangrove menjadi jauh lebih
manfaat bagi kehidupan sosial ekonomi dan cepat dibandingkan dengan kemampuan
budaya masyarakat. mangrove untuk memulihkan dirinya sendiri.
Pengelolaan hutan mangrove tidak terlepas Pemerintah daerah memiliki peran penting
dari pelibatan masyarakat. Tidak dipungkiri dalam pengelolaan hutan mangrove. Pemerintah
terdapat masyarakat yang tergantung pada daerah berwenang dalam mengeluarkan ijin-
keberadaan mangrove untuk memenuhi ijin yang berada di wilayah mangrove seperti
kebutuhan hidupnya. Masyarakat yang hidup ijin pembangunan tambak, pengembangan
di sekitar mangrove memanfaatkan ikan, pariwisata, dan pengembangan pemukiman.
udang, kepiting, dan kayu bakar yang tersedia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun
Pemanfaatan mangrove secara tradisional oleh 1999 tentang Kehutanan bahwa mangrove

Pernyataan Masalah • 1
merupakan suatu ekosistem hutan, maka Masyarakat sekitar hutan mangrove tidak
pemerintah bertanggung jawab untuk mengelola menginginkan adanya perubahan yang
mangrove berdasarkan asas manfaat dan lestari, drastis sebagai akibat kegiatan pembangunan.
kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan Masyarakat menginginkan dampak kegiatan
dan keterpaduan. Kebijakan yang diambil oleh pembangunan tidak hanya dipertimbangkan
pemerintah daerah dalam pengelolaan mangrove untuk jangka pendek saja tetapi juga jangka
akan memengaruhi kelestarian dan keberadaan panjang. Sebagai pihak yang berbatasan
hutan mangrove. Oleh karena itu, penting langsung dengan hutan mangrove, masyarakat
untuk diketahui apakah di dalam pengambilan khawatir kebijakan pengelolaan mangrove
kebijakan pengelolaan telah memperhatikan oleh pemerintah daerah akan membatasi mata
Rencata Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan pencaharian, mengganggu kegiatan ibadah,
diterapkannya aspek ekologi, ekonomi dan serta mengganggu keseimbangan ekologis
sosial. Seringkali keputusan untuk mengkonversi ekosistem mangrove.
kawasan mangrove dihasilkan karena kegagalan
di dalam mengkuantifikasi manfaat intangible
dari mangrove.

Kondisi Saat Ini Pengelolaan mangrove di Indonesia saat ini Selama ini sudah banyak program-program
masih belum mempertimbangkan kererlibatan yang dijalankan pemerintah sebagai upaya
masyarakat sekitar terutama masyarakat merehabilitasi kawasan hutan mangrove
pemanfaat mangrove untuk memenuhi yang merupakan salah satu sember daya alam
kebutuhan pokoknya. Perencanaan dan (SDA) yang memiliki nilai ekologis dan juga
ekonomis tinggi, namun sebagian besar usaha
pola pengelolaan yang selama ini digunakan
ini tidak berkelanjutan dan pada akhirnya
pemerintah cenderung bersifat dari atas ke
berujung pada suatu kegagalan. Untuk itu
bawah (top down). Selain itu, pengelolaan
harus segera di modifikasi atau diubah yaitu
daerah pesisir oleh pemerintah cenderung dengan pendekatan peningkatan partisipasi
lebih menggunakan pendekatan pembangunan masyarakat. Dengan kata lain memberi
fasilitas fisik, seperti bangunan pemecah ombak kesempatan kepada masyarakat sekitar kawasan
dibandingkan perhatian kepada kelestarian untuk turut berpartisipasi lebih aktif dalam
ekosistem mangrove. upaya pengelolaan dan pengawasan.

Metode Penelitian Tinjauan ini dibuat dengan menggunakan Wisata Alam Angke Kapuk dan kawasan
pendekatan deskriptif berdasarkan pengamatan mangrove sepanjang Tol Sedyatmo), Provinsi
lapangan dan wawancara terhadap stakeholder Jawa Tengah (Kapupaten Cilacap) dan Provinsi
yang terkait pemanfaatan dan pengelolaan Bali (Kota Denpasar dan Kabupaten Badung).
ekosistem mangrove di DKI Jakarta (Taman

Temuan dan Pengelolaan ekosistem mangrove di tersebut dinilai masih rendah. Pada pengelolaan
Bahasan DKI Jakarta dan Permasalahannya TWA Angke Kapuk, yang dikelola oleh pihak
ketiga (perusahaan swasta), juga ditemukan
Hutan mangrove di DKI Jakarta dikelola oleh
bahwa belum ada pelibatan masyarakat sekitar
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pengelola
dalam upaya pengelolaan mangrove.
Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk.
Pada praktek pengelolaan di lapangan, kebijakan Permasalahan dalam pengeolaan mangrove di
DKI Jakarta meliputi pesatnya pembangunan
yang diterapkan bernuansa top down dan belum
fisik yang memengaruhi keberadaan mangrove.
mempertimbangkan persepsi masyarakat
Pembangunan jalan tol dan bendungan
terhadap mangrove. Kegiatan pengelolaan
pada area reklamasi dikhawatirkan akan
yang dilakukan pemerintah provinsi lebih memengaruhi sirkulasi air laut dan tawar dan
pada upaya preservasi, penanaman, pengelolaan menyebabkan kebusukan. Dari sisi pengelolaan,
untuk wisata massal. Keterlibatan masyarakat rendahnya keterlibatan masyarakat dalam
dalam pengelolaan mangrove baru sebatas kegiatan pengelolaan berdampak pada
menjadi tenaga harian lepas dan mejadi rendahnya kepedulian masyarakat terhadap
pedagang di sekitar areal Hutan Ekowisata kelestarian mangrove. Masyarakat menganggap
Mangrove DKI Jakarta yang dijadikan area bahwa kelestarian mangrove merupakan
wisata alam, sehingga keterlibatan masyarakat tanggung jawab pihak pengelola.

2 • Strategi Pengelolaan Mangrove Berbasis Masyarakat


Pengelolaan ekosistem mangrove di “pemilik” kawasan dengan masyarakat. Dengan
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah dan PHBM, masyarakat mendapat manfaat positif,
Permasalahannya baik secara ekonomi maupun meningkatnya
kesadaran tentang pentingnya kelesatrian
Kawasan mangrove di Kabupaten Cilacap
ekosistem mangrove. Berbeda dengan di wiayah
dikelola oleh dua instansi yaitu PT Perhutani
KPS PT Perhutani, Pemerintah Kabupaten
dan Pemerintah Kabupaten Cilacap.
Cilacap melakukan pengelolaan mangrove di
Kawasan mangrove PT Perhutani merupakan
lahan reboisasi dengan kegiatan penanaman
Kawasan Perlindungan Setempat (KPS).
yang sifatnya masih keproyekan. Keterlibatan
Tidak seperti kawasan produktif, KPS hanya
masyarakat adalah menjadi target penyuluhan.
diperuntukkan bagi perlindungan ekosistem
dan dipertahankan kelestariannya. Namun Permasalahan pada pengelolaan mangrove
sebagai komitmen PT Perhutani untuk turut di Kabupaten Cilacap adalah pada sifat
berperan dalam peningkatan kesejahteraan pengelolaan oleh Pemerintah Kabupaten yang
masyarakat melalui Pengelolaan Hutan masih top down, belum ada pemanfaatan areal
Bersama Masyarakat (PHBM), maka pihak mangrove yang strategis dengan konsep-konsep
PT Perhutani memperbolehkan masyarakat kelestarian, serta belum jelasnya koordinasi
menggunakan areal KPS mangrove untuk antar instansi, baik internal maupun eksternal.
kegiatan budi daya yang ramah lingkungan. Dari hasil wawancara, masih belum jelas
Masyarakat diperbolehkan untuk membuat batasan pengelolaan mangrove oleh masing-
tambak ikan dan kepiting dengan teknik masing instansi. Akibatnya, terdapat tugas dan
silvofishery. Masyarakat pemanfaat areal KPS tanggungjawab yang belum jelas pemangku
mangrove diwajibkan menanam mangrove kewenangannya dan adanya kewenangan
yang bibitnya disediakan oleh PT Perhutani. yang tumpang tindih di beberapa instansi.
Bibit mangrove juga diperoleh masyarakat dari Mengingat banyaknya pihak yang terlibat dalam
permudaan alami yang kemudin ditanam di pengelolaan mangrove di Kabupaten Cilacap,
lokasi yang tutupannya jarang. Melalui sistem perlu memperkuat koordinasi antar instansi
PHBM ini dapat dilihat keharmonisan antara dan lembaga untuk sinkronisasi pengelolaan.

Pengelolaan ekosistem mangrove di Sebagai contoh, kelompok nelayan Wanasari


Provinsi Bali dan Permasalahannya yang memanfaatkan area tepi Tahura dalam
bentuk tambak silvofishery dan pengembangan
Hamparan hutan mangrove di Provinsi bali salah
ekowisata yang telah menghasilkan keuntungan
satunya adalah Taman Hutan Raya (Tahura)
bagi anggotanya dan desa adat. Kegiatan
Ngurah Rai. Secara kawasan, Tahura Ngurah
tersebut juga mampu menjaga kondisi tutupan
Rai merupakan tanah negara dengan status
vegetasi Tahura. Peningkatan kesadaran
kepemilikan oleh Kementerian Lingkungan
masyarakat melalui pendidikan konservasi
Hidup dan Kehutanan. Di Bali, keterlibatan
bagi anggotanya dan pengunjung. Karena
aktif masyarakat dalam pengelolaan mangrove
selama ini mereka masih dianggap sebagai
dilakukan antara lain oleh kelompok nelayan perambah dan menjalankan kegiatan yang ilegal
Wanasari di Desa Tuban Kabupaten Badung di kawasan Tahura. Kegiatan ini menjadikan
dan kelompok nelayan Batulumbang di Desa mangrove menjadi lebih berdaya dan mampu
Pemogan Kota Denpasar. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kelompok-kelompok nelayan tersebut Dari uraian tersebut, dapat dilihat bahwa
melakukan pemanfaatan mangrove dan kebijakan antara KLHK, Pemerintah daerah
pemeliharaan dan rehabilitasi hutan mangrove dalam hal ini UPT Tahura Ngurah Rai,
secara swadaya. Partisipasi aktif masyarakat masih bersifat top down dan cenderung
tersebut didasari oleh kesadaran terhadap preservasi dibandingkan konservasi. Preservasi
pentingnya kelestarian mangrove. Partisipasi merupakan upaya penjagaan yang lebih bersifat
tersebut merupakan inisiatif kelompok megatur dan melarang untuk tujuan keawetan
meskipun belum diakomodir oleh pihak Unit dan minimalisasi gangguan terhadap suatu
Pelaksana Teknis (UPT) Tahura Ngurah Rai. ekosistem. Sedangkan konservasi meliputi
Bagi masyarakat adat Bali mangrove bukan tiga kegiatan pokok, yaitu perlindungan,
hanya sebagai tutupan hutan, tapi lebih dari pengawetan dan pemanfaatan berkelanjutan
itu sebagai sarana ibadah dan sosialisasi. keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.

Temuan dan Bahasan • 3


Kesimpulan Mangrove memiliki peran penting dalam aspek 2. Kebijakan pengelolaan mangrove saat
ekologi, ekonomi dan sosial budaya masyarakat. ini masih bersifat mandatori yang top
1. Pelibatan masyaraat dalam pengelolaan down dan belum mempertimbangkan
mangrove masih sangat kurang. persepsi, nilai dan tingkat ketergantungan
masyarakat.
Rekomendasi Pengelolaan mangrove saat ini dirasa 2. Terkait status hukum penggunaan kawasan
Kebijakan kurang melibatkan masyarakat sekitar yang Tahura oleh kelompok masyarakat
penghidupannya tergantung pada keberadaan (kelompok nelayan) yang hingga saat ini
hutan mangrove. Oleh karenanya perlu belum memiliki payung hukum, diperlukan
dikembangkan model-model pengelolaan pengembangan skema pengelolaan yang
mangrove yang melibatkan masyarakat yang mengakomodir bentuk pengelolaan
legal. tersebut dengan tidak bertentangan
1. Beberapa bentuk pengelolaan mangrove dengan peraturan yang berlaku.
oleh masyarakat yang telah ada seperti 3. Perlu perumusan yang jelas mengenai
pengelolaan mangrove oleh kelompok batasan-batasan, tugas dan fungsi masing-
nelayan Batulumbang dan Wanasari masing instansi yang berkaitan dalam
di Provinsi Bali dapat dijadikan bahan pengelolaan mangrove.
rujukan dalam perancangan model. Ketiga 4. Kebijakan dan strategi pengelolaan
bentuk pengelolaan tersebut menerapkan mang rove dirumuskan deng an
kearifan lokal yang berlaku di masyarakat memp er timbang kan p ersepsi dan
dan dapat memberikan pendapatan bagi ketergantungan masyarakat terhadap
masyarakat dengan tetap menerapkan azas ekosistem mangrove.
kelestarian.
Implikasi Pengelolaan mangrove dengan pelibatan Strategi pengelolaan mangrove yang berbasis
Kebijakan masyarakat akan memberi kontribusi terhadap masyarakat akan meminimalisasi konflik
peningkatan perekonomian masyarakat ditingkat tapak.
dan kesadaran masyarakat untuk menjaga
kelestariannya.
Rujukan/Kontak 1. Mega Lugina (mega_lugina@yahoo.com) 4. Mirna Aulia Pribadi (auliamirna@gmail.
Person 2. Indartik (indartik32@yahoo.co.id) com)
3. Iis Alviya (iis_alviya@yahoo.com) 5. Galih Kartika Sari (galihkartika@gmail.com)

Referensi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 532/KPTS-II/97 Luas 98,2 Hektar. (Tidak
51 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Dipublikasikan). Jakarta: PT Murindra
Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung , Karya Lestari.
Gianyar dan Tabanan. PT Murindra Karya Lestari. (2016). Rencana
Perum Perhutani KPH Banyumas Barat. (2015). karya tahunan tahap II PT Murindra Karya
Profil KPH tahun 2014 (sebagai bahan Lestari di Blok Pemanfaatan Taman Wisata
penilaian kinerja). (Tidak Dipublikasikan). Alam Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta,
Purwokerto: KPH Banyumas Barat. Jangka Waktu: Tahun 2016, SK. Menhut No.
PT Murindra Karya Lestari. (2014). Rencana 532/KPTS-II/97 Luas 98,2 Hektar. (Tidak
karya lima tahun tahap IV PT Murindra Dipublikasikan). Jakarta: PT Murindra
Karya Lestari di Blok Pemanfaatan Taman Karya Lestari.
Wisata Alam Angke Kapuk Provinsi DKI Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Jakarta, Jangka Waktu: Tahun 2014 s/d Kehutanan
2018, SK. Menhut No. 532/KPTS-II/97 UPT Taman Hutan Raya Ngurah Rai. (2011).
Luas 98,2 Hektar. (Tidak Dipublikasikan). Wisata Alam Taman Hutan Raya Denpasar,
Jakarta: PT Murindra Karya Lestari. Bali. Denpasar: UPT Taman Hutan Raya
PT Murindra Karya Lestari. (2015). Rencana Ngurah Rai.
karya tahunan tahap II PT Murindra Karya UPT Tahura Ngurah Rai. (2015). Penataan Blok
Lestari di Blok Pemanfaatan Taman Wisata Pengelolaan Tahura Ngurah Rai. (Tidak
Alam Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta, Dipublikasikan). Denpasar: UPT Taman
Jangka Waktu: Tahun 2015, SK. Menhut No. Hutan Raya Ngurah Rai.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial,
Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor
Telp.: 0251 8633944; Fax: 0251 8634924;
Email: publikasipuspijak@yahoo.co.id;
Website: www.puspijak.org

4 • Strategi Pengelolaan Mangrove Berbasis Masyarakat

Anda mungkin juga menyukai