Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KULTUR JARINGAN

KULTUR JARINGAN JAHE MERAH (Zingiber Officinale Rosc.)


PADA MEDIA SEDERHANA SEBAGAI UPAYA
KONSERVASI SECARA IN VITRO

OLEH :

NAMA : FINA AUDINA


NIM : 514 17 011 126
KELAS : KONVERSI E

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala

rahmat dan hidayah-Nya maka kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan

judul “KULTUR JARINGAN JAHE MERAH (Zingiber Officinale Rosc.)

PADA MEDIA SEDERHANA SEBAGAI UPAYA KONSERVASI SECARA

IN VITRO”. Penulisan Makalah ini merupakan tugas mahasiswa untuk memenuhi

salah satu penilaian dalam menyelesaikan mata kuliah Kultur Jaringan. Dalam

proses penulisan makalah ini penulis sedikit mengalami kesulitan. Namun berkat

adanya bantuan, bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak yang dengan penuh

kesabaran dan telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya sehingga kesulitan

tersebut dapat diatasi dan penulisan makalah ini dapat diselesaikan tepat pada

waktunya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini, masih terdapat

banyak kekurangan yang jauh dari kesempurnaan seperti yang di harapkan,

namun partisipasi dari pihak-pihak lain yang ingin memberikan masukan dan

saran-saran dalam penyempurnaan makalah ini sangat kami harapkan. Serta

ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan

makalah ini.

Makassar, 14 juli 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jahe merah (Zingiber Officinale Rosc) adalah salah satu jenis

tanaman jahe yang banyak dikonsumsi masyarakat sebagai bahan obat (Tim

Lentera, 2002). Jahe merah ini berbeda dari jahe biasa yang banyak

digunakan sebagai rempah-rempah maupun jahe gajah atau emprit karena

kandungan minyak atsiri dan oleoresin pada jahe merah lebih tinggi

dibandingkan dengan kandungannya pada jahe jenis lainnya (Tim Lentera,

2002). Ekstrak jahe telah banyak diproduksi untuk mempermudah

penggunaannya sebagai bahan obat tradisional. Jenis penyakit yang dapat

diatasi dengan jahe merah antara lain, sakit kepala (pusing), sinusitis,

bronkitis, rematik, asam urat, dan batu ginjal (Tim Lentera, 2002). Sinerginya

dengan bahan alami lainnya juga dapat mengobati beberapa penyakit. Selain

minyak atsiri dan oleoresin, jahe merah juga mengandung gingerol dan

shogaol (Sakamura & Suga, 1989). Jahe juga dilaporkan dapat digunakan

sebagai antiinflamasi dan berkhasiat sebagai bahan antitrombituk (Thomson

dkk., 2002).

Penyediaan bibit jahe merah belum banyak dilaporkan, namun untuk

tanaman jahe lainnya, penyediaan bibit telah dilakukan dengan beberapa cara

di antaranya dengan budidaya jahe penyakit di rumah kaca (Hepperly dkk,

2004) dan cara-cara konvensional melalui rimpangnya (Sakamura & Suga,

1989). Budi daya jahe di rumah kaca menghasilkan rizom yang lebih banyak
karena lingkungan tumbuhnya dapat lebih mudah dikontrol dibandingkan

dengan penanaman di lapangan. Adanya serangan hama dan penyakit juga

dapat ditekan juga oleh karena lingkungan yang lebih terkontrol. Secara

kultur jaringan, laporan khusus tentang budidaya jahe merah sangat terbatas.

Dengan menggunakan benih jahe beberapa varietas bukan jahe merah, telah

berhasil dilakukan perbanyakan secara in vitro dengan menggunakan tunas

pucuk (Sakamura & Suga, 1989; Pandey dkk, 1997; Khatun dkk 2003;

Martin, 2005), dari kalus (Babu dkk,1992).

Penelitian lainnya pada jahe adalah untuk induksi bibit tetraploid

(Adaniya, 2001; Adaniya & Shirai, 2001), pembentukan rimpang mikro

(Martin, 2005). Upaya pembentukan jahe tetraploid ini perlu dilakukan untuk

mendapatkan rizom yang mempunyai ukuran lebih besar dari ukuran rizom

tanaman diploid. Kandungan bahan kimia rimpang yang dihasilkan oleh

tanaman hasil budidaya kulturjaringan maupun secara konvensional tidak

berbeda (Ma & Gang, 2006). Konservasi secara in vitro pada jahe juga belum

pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media

kultur jaringan yang sederhana yaitu dengan menggunakan media cair,

menggantikan sukrosa dengan gula, mengurangi konsentrasi gula, dan

meniadakan penambahan zat pengatur tumbuh untuk konservasi jahe merah

secara in vitro.
B. Rumusan Masalah

Menurut uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian dari kultur jaringan?

2. Apa yang digunakan untuk mengembangkan media kultur jaringan pada

tanaman jahe merah?

3. Apa saja keuntungan dan kerugian dari kultur jaringan?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui definisi dari kultur jaringan

2. Untuk mengembangkan media kultur jaringan tanaman jahe merah yang

sederhana dengan menggunakan beberapa metode.

3. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari kultur jaringan

D. Manfaat

1. Memahami pengertian kultur jaringan

2. Memahami metode media kultur jaringan pada tanaman jahe merah

3. Memahami keuntungan dan kerugian dari kultur jaringan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kultur Jaringan

Kultur jaringan merupakan suatu cara memperbanyak tanaman

dengan teknik mengisolasi bagian tertentu dari tanaman seperti

protoplasma, sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya pada media

nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman di dalam kondisi

yang steril, sehingga bagian-bagian tersebut bisa memperbanyak diri dan

bergenerasi menjadi tanaman lengkap/sempurna. Prinsip utama dari

teknik kultur jaringan adalah perbanyak tanaman dengan menggunakan

begian vegetatif tanaman dengan menggunakan media buatan yang

dilakukan di tempat steril. Kultur jaringan atau biakan jaringan sering

disebut kultur in vitro yakni teknik pemeliharaan jaringan atau bagian dari

individu secara buatan yang dilakukan di luar individu yang

bersangkutan. In vitro berasal dari bahasa Latin yang artinya “di dalam

kaca”. Jadi kultur in vitro daapat diartikan sebagai bagian jaringan yang

dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan petri dari kaca atau

material tembus pandang lainnya.secara teoritis teknik kultur jaringan

dapat dilakukan untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan, hewan,

bahkan juga manusia, karena berdasarkan teori Totipotensi Sel (Total

Genetic Potential), bahwa setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot

yaitu mampu memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi tanaman

lengkap.
Menurut Mariska (2002), seleksi in vitro merupakan salah satu

metode dari keragaman somaklonal tetapi lebih efektif dan efisien karena

perubahan genetik lebih diarahkan pada sifat yang diiginkan. Teknik

kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan

jaringan tanaman yang sering disebut eksplan secara aseptik diletakkan

dan dipelihara dalam medium padat atau cair yang cocok dan dalam

keadaan steril. Dengan cara demikian sebagian sel pada permukaan irisan

tersebut akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus

yang terbentuk dipindahkan ke dalam medium diferensiasi yang cocok,

maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet.

Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu

jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dalam

jumlah yang besar.

Pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori

sel seperti yang dikemukakan oleh Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai

kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi.

Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, darimana saja sel tersebut

diambil, apabila diletakkan dilingkungan yang sesuai akan tumbuh

menjadi tanaman yang sempurna.

2. Jahe

Jahe (zingiber officinale) adalah tanaman yang banyak digunakan

sebagai rempah-rempah dan obat. Rasa pedas pada rimpang jahe

disebabkan oleh senyawa keton, yaitu zingeron (Anonim,2010).


Jahe memiliki khasiat antara lain menurunkan tekanan darah dan

membantu pencernaan. Gingerol pada jahe bersifat antikoagulan,

mencegah mual, dan membuat lambung menjadi nyaman. Jahe juga

mengandung antioksidan yang memanfaatkan menetralkan efek merusak

dari radikal bebas yang ada dalam tubuh (Koswara 2010).

Jenis- jenis tanaman jahe :

Berdasarkan ukuan, bentuk dan warna rimpangnya, jahe terbagi menjadi

3 variates, yaitu :

a. Jahe merah (Zingiber Officinale Roscoe) rimpangnya berwarna merah

dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil, dengan diameter 42 s/d

43mm, tinggi 52 s/d 104mm, panjang 123 s/d 126mm. Sama seperti

jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki

kandungan minyak atsiri 2,58 s/d 3,9%, sehingga cocok untuk

ramuan obat-obatan.

b. Jahe putih/kuning besar (Zingiber Officinale var. Officinarum) atau

disebut juga jahe gajah atau jahe badak. Rimpangnya lebih besar dan

gemuk dengan diameter 48 s//d 85mm, tinggi 62 s/d 113mm dan

panjang 158 s/d 327mm. Ruas rimpangnya lebih mengembang dari

kedua varietas lainnya.


BAB III

PEMBAHASAN

Kultur jaringan adalah membudidayakan suatu jaringan dari tanaman

menjadi tanaman kecil yang sifatnya akan sama seperti induknya. Kultur jaringan

dalam bahasa inggris juga disebut tissue culture. Atau pengertian kultur jaringan

menurut bahasa adalah kultur yang berarti budidaya, sedangkan jaringan adalah

sekelompok sel yang memiliki bentuk dan juga fungsi yang sama. Dapat juga

diartikan memelihara dan menumbuhkan organ tanamanseperti tunas, embrio,

bunga serta jaringan tanaman seperti sel dan protoplaspada kondisi yang aseptik.

Tujuan utama kultur jaringan tanaman yaitu untuk perbanyakan bagian

tanaman. Perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terbentuknya

tunas pucuk tanaman secara adeventif, baik secara langsung maupun kelus

terlebih dahulu. Bagian-bagian tanaman dapat tumbuh secara optimal apabila

menggunakan media tepat yang digunakan untuk pemenuhan nutrisi tanaman.

Media perlu ditambahkan agar untuk mendapatkan media semi padat yang

fungsinya untuk meletakkan atau membenamkan jaringan tanaman (Wetherell,

1967).

Inisiasi kultur tunas jahe merah dari mata tunas yang ditumbuhkan pada

media MS padat tanpa zat pengatur tumbuh dapat membentuk tunas tunggal

setelah 1 minggu penanaman. Apabila tunas yang terbentuk dibiarkan tumbuh

pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh ini secara terus-menerus maka tunas

akan membentuk akar. Komposisi media dengan kombinasi zat pengatur tumbuh
ini telah dicobakan pada jahe merah, namun hasilnya tidak berbeda nyata dengan

pembentukan tunas majemuk pada media dengan penambahan 1 mg/l BAP.

Dengan demikian media yang lebih hemat dipergunakan untuk perbanyakan tunas

jahe merah. Media MS dengan penambahan 0,5–2,0 mg/l BAP juga meningkatkan

pertumbuhan tunas majemuk pada jahe cv Sanshu (Jepang) (Adaniya & Shirai,

2001).

Pemberian sukrosa mendorong terbentuknya tunas majemuk hingga 9

tunas/ planlet, namun dibandingkan dengan pemberian gula 20 maupun 10g/l

menghasilkan rataan jumlah tunas per eksplan yang tidak terlalu berbeda. Dengan

demikian diharapkan masih terjadi pembentukan tunas samping sehingga

menambah jumlah tunas majemuk. Penggantian sukrosa dengan gula juga dapat

menghemat biaya, sehingga menguntungkan untuk konservasi maupun

perbanyakan in vitro. Pengurangan bahkan penghilangan gula sebagai sumber

energi dapat dilakukan dengan kompensasi bahwa sumber energi untuk

pertumbuhan kultur tetap terjaga normal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara

meningkatkan intensitas cahaya atau meningkatkan jumlah CO2 yang masuk ke

dalam tabung melalui ventilasi berupa filter. Metode ini telah berhasil diterapkan

pada beberapa jenis tanaman termasuk pada tanaman tahunan (Nguyen & Kozai,

2004).

Namun demikian penghilangan gula dengan kompensasi penggunaan

filter baik pada tabung magenta maupun botol kaca tidak berhasil mendukung

pertumbuhan jahe merah.kemungkinan diperlukan pula dukungan faktor

lingkungan lain seperti peningkatan intensitas cahaya agar planlet jahe merah
dapat tumbuh pada media tanpa gula. Penggunaan tabung magenta dibandingkan

botol kacatidak memberikan pengaruh nyata terhadap perkembangan tunas

majemuk. Pada kedua tabung kultur yang berbeda juga tidak dijumpai adanya

pertumbuhan tunas yang tidak normal. Di dalam tabung magenta, pada awalnya

tunas mengalami pembengkakan, namun selanjutnya tunas berkembang secara

normal. Untuk selanjutnya sebaiknya dipergunakan botol gelas karena harga

bobol gelas lebih murah dibandingkan dengan harga tabung magenta. Pada tabung

magenta, gula juga sangat diperlukan untuk pembentukan tunas majemuk.

Pemberian ventilasi dengan dua filter tidak mempenngaruhi pertumbuhan tunas

majemuk tanpa ditambahkan gula ke dalam media kultur.

Tabung magenta merupakan tabung yang terbuat dengan polikarbonat

yang dinding maupun tutupnya dapat diberi lubang untuk menempelkan ventilasi

filter berukuran 0,22 mikron. Keuntungan dari penggunaan tabung ini adalah

bahwa tunas atau plalet dapat tumbuh dengan lebih tegar karena adanya

pertukaran udara dari dalam dan keluar tabung dengan lebih meningkat sehingga

meningkatkan laju fotosintesis planlet. Pada beberapa tanaman penggunaan sistem

ini berhasil dengan baik dalam meningkatkan ketegaran planlet, meningkatkan

laju fotosintesis sehingga keberhasilan tumbuh tanaman di lapangan juga

meningkat (Zobayet, 2004). Pada jahe merah, penggunaan tabung magenta tidak

menghasilkan jumlah tunas majemuk yang tinggi, dengan demikian tabung ini

dapat digantikan dengan botol kaca, dengan demikian biaya lebih murah. Hal ini

menguntungkan karena untuk konservasi atau perbanyakan in vitro biaya yang

tinggi perlu ditekan.


Keuntugan kultur jaringan yaitu menjadikan pengadaan bibit tidak

tergantung musim, bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu

yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun

dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit), bibit yang dihasilkan seragam,

bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu), biaya

pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah, dalam proses pembibitan

bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan lainnya dan

metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman

dewasa. Adapun kerugian dari kultur jaringan yaitu membutuhkan modal investasi

awal yang tinggi untuk bangunan peralatandan perlengkapan, produk kultur

jaringan pada akarnya kurang kokoh dan diperlukan persiapan SDM yang handal

untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil

yang memuaskan.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Kultur jaringan adalah membudidayakan suatu jaringan dari tanaman

menjadi tanaman kecil yang sifatnya akan sama seperti induknya

2. Media MS dengan penambahan 0,5–2,0 mg/l BAP dapat meningkatkan

pertumbuhan tunas majemuk pada jahe merah, pemberian sukrosa dapat

mendorong terbentuknya tunas majemuk hingga 9 tunas/ planlet, namun

dibandingkan dengan pemberian gula 20 maupun 10g/l menghasilkan

rataan jumlah tunas per eksplan, penggantian sukrosa dengan gula juga

dapat menghemat biaya, sehingga menguntungkan untuk konservasi

maupun perbanyakan in vitro.

3. Keuntugan kultur jaringan yaitu menjadikan pengadaan bibit tidak

tergantung musim, bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan

waktu yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon

dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit).


DAFTAR PUSTAKA

Adaniya S & Shiria D. 2001. In vitro Introduction of Tetraploid Ginger (Zingiber

Officinale Roscoe) and is pollen fertility and germinability. Scientia

Horticulturae. 88:277-287

Babu KN, Samsudeen K, & Ratnambal MJ, 1992. In Vitro Plant Regeneration

From Leaf-derived Callus in Ginger (Zingiber officinale Rosc).

Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 29: 71-74

Hopperly P, Zee F, Kai R,Arakawa C, Meisner M, Kratky B, Hamamoto K &Sato

D,2004. Producting Bacterial Wilt-Free Gingerin Greenhouse

Culture. Soil and Crop Management. June 2004. SCM-8. 1-6

Sakamura F & Suga T. 1989. Zingiber Officinale Roscoe (Ginger): in vitro

propagation and the production of volatile constituents in : Bajaj

TPS. (Ed). Biotechnology in Agriculture and Forestry. Vol.7

Medicinal And Aromatic Plants II.Pp: 524-536

Thomson M, Al-Qattam KK, Al-Sawan SM, Alnaqeeb MA, Khan I &Ali M,

2002. The use of ginger (Zingiber officinale Rosc.) as a potential

anti inflammayory and antithrombotic agent. Prostaglandin,

Leukotrienes and Essential Fatty Acids, 67 (6) : 475-478.

Tim Lentera, 2002. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah si Rimpang Ajaib. Agro

Media Pustaka. Jakarta. 88 hal.

Anda mungkin juga menyukai