Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON

ACARA IV
STEK BATANG PURING

Disusun oleh:
Hanif Muslimah
1401070030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERO
2017
Senin, 08 Mei 2017

STEK BATANG PURING

A. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana pengaruh ZPT (Rotoom F) terhadap pertumbuhan
akar stek
2. Mengetahui mekanisme auksin dalam memacu pertumbuhan akar
3. Mengetahui mekanisme sitokinin dalam memac pertumbuhan tunas
B. Dasar Teori
Zat pengatur tumbuh kadang kala perlu diberikan untuk mendapatkan
produksi atau hasil suatu tanaman lebih baik. Misalnya saja pada
perkembangbiakan yang dilakukan secara vegetatif baik itu secara stek pucuk
maupun stek batang, zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan yaitu untuk
menstimulir atau merangsang pertumbuhan akar yaitu ZPT (Rootone-F) dengan
penambahan ZPT ini diharapkan kemampuan berakar akan meningkat serta
presentase hidupnya akan lebih baik ( Supriyanto dan Prakarsa, 2011). Rootone-F
merupakan zat pengatur tumbuh berupa bubuk berwarna putih yang langsung
dapat digunakan juga sebagai pasta yang langsung ditempelkan di bagian tanaman
dimana tanavan tersebut yang akan dirangsang pertumbuhan akarnya (Ardisela,
2010). Pada dasarnya, tujuan dari pemberian ZPT yaitu untuk mempercepat
pertumbuhan akar dimana diharapkan pertumbuhan tanaman menjadi seragam
dengan kualitas yang relatif sama. Dalam pemberian zat pengatur tumbuh dapat
disesuaikan dengan jenis dari tanaman itu sendiri, ada tanaman yang mudah
tumbuh walau hanya diberi ZPT sedikit saja. Namun, jika jenis tanaman yang
sukar atau sulit dalam pertumbuhannya maka dosis yang diberikan dapat
ditambah atau lebih tinggi (Ardisela, 2010).
Perbanyakan tanaman secara vegetatif dapat dilakukan dengan banyak
cara diantaranya stek, cangkok, sambung, menempel dan lain sebagainya. Stek
(Cutting atau stuk) adalah menumbuhkan bagian atau potongan dari suatu
tanaman sehingga menjadi tanaman baru, banyak tipe stek yaitu stek batang, stek
akar, stek daun dan lain sebagainya ( Nurwardani, 2008). Dalam perkembangan
tanaman untuk penyediaan bibit dilakukanb penambahan hormon seperti hormon
auksin yang bertindak sebagai pendorong awal proses inisiasi atau terjadinya
akar. Pada dasarnya tanaman menghasilkan hormon sendiri namun dengan
hormon yang dihasilkan masih kurang mampu dalam mendorong pembentukan
akar sehingga perlu tambahan hormon dari luat (Nurwardani, 2008).
Steger and Oosterhuis (1997 dalam Howard et al., 2009) efek yang terjadi
pada pemberian zat pengatur tumbuh ada yang langsung bisa merespon ada juga
yang lambat menerimanya. Setiap tanaman memiliki respon yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Respon setiap tanaman berbeda satu dengan yang lainnya
ada tanaman yang merespon dengan baik saat diberikan Zat Pengatur tumbuh ada
pula yang terhambat pertumbuhannya. Terhambatnya pertumbuhan tanaman
tersebut dapat disebabkan dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan (
Halmer, 2004 dalam Afzal, 2011).
Auksin merupakan salah satu hormon atau zat pengatur tumbuh yang
memiliki bperan dalam pemanjangan sel, pembelahan sel, serta pertumuhan dan
pembentukan akar (Heddy, 1996 dalam Gustini et al., 2012). Produk komersial
yang mengandung hormon auksin yaitu Rootone-F dimana zat pengatur tumbuh
ini mengandung auksin dan fungisida dan memiliki kandungan NAA,NAD,
thyram dan lain sebagainya (Gustini et al., 2012).
Menurut Wattimena (1988) fungsi auksin adalah mendorong perpanjangan
sel, pembelahan sel, differensiasi jaringan xilem dan floem, penghambatan mata
tunas samping, absisi (pengguguran daun), aktivitas kambium, dan pembentukan
akar. Selang konsentrasi auksin untuk pembesaran sel-sel pada batang menjadi
penghambat pada pembesaran sel-sel akar. Auksin mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan akar stek.
Banyak spesies tumbuhan berkayu telah membentuk primordial akar liar
pada batang, yang mengalami dormansi selama beberapa waktu dan hanya
tumbuh bila dipacu dengan auksin (Haissig, 1974). Bahkan batang tanpa
primordial akar yang telah terbentuk sebelumnya juga mampu menghasilkan akar
liar dari pembelahan lapisan floem bagian luar (Husin, 2017).
Beberapa fase dalam proses pembentukan akar adventif antara lain sebagai
berikut:
 Diferensiasi seluler yang diikuti oleh inisiasi yaitu permulaan pertumbuhan
dari sekelompok sel-sel merismatik, keadaan ini biasanya disebut dengan
inisiasi akar.
 Diferensiasi dari kelompok sel-sel tersebut menjadi promodia akar (bakal
akar) yang dapat dilihat.
 Pertumbuhan dan pemunculan akar-akar baru yang meliputi pelebaran dari
jaringan batang, dan pembentukan hubungan vaskular dengan jaringan
penghubung yang menghubungkan batang yang distek dengan jaringan
vaskular.
Pembentukan akar adventif dibatasi oleh faktor-faktor inherent (faktor
bawaan dari tanaman) yang tidak ditranslokasikan didalam jaringan tanaman.
Namun, pembentukan akar adventif dapat dikatakan bahwa interaksi antara
faktor-faktor yang tidak bergerak (immobile) yang terletak didalam sel yang
berupa enzim-enzim tertentu dan nutrien serta faktor-faktor endogen yang mudah
ditranslokasikan yang saling berinteraksi untuk menciptakan kondisi yang
favorable untuk perakaran.
Pembentukan akar liar pada stek batang merupakan praktek dasar yang
umum dilakukan dalam perbanyakan berbagai spesies secara seksual, terutama
tanaman yang kemurnian genetiknya perlu dipelihara. Pada tahun 1935, Went dan
Kenneth V Thimann menunjukkan bahwa IAA memacu pertumbuhan awal akar
pada stek batang, dan dari itulah berkembang pertama kali penggunaan auksin
dalam praktek perbanyakan tumbuhan menggunakan stek. Auksin sintetik IAA
biasanya lebih efektif dibanding dengan IAA. Namun IBA lebih sering digunakan
untuk memacu perakaran dengan NAA atau auksin lainnya (Husin, 2017).
Daerah pembentukan akar liar pada batang sebagian besar spesies terletak
pada bagian basal fisiologis yang menjauhi apeks batang (bagian distal). Pada
banyak spesies, akar liar terbentuk di daerah basal batang tumbuhan utuh, kadang
hanya berupa primordial. Tapi, primordial itu kadang muncul seperti munculnya
akar tunjang dari nodus pada batang jagung. Penambahan auksin sering
menyebabkan munculnya banyak akar liar di daerha ruas batang bagian bawah
seperti dijumpai pada tanaman tomat. Akar liar tidak hanya muncul dari dasar
(pangkal) batang, tapi dapat pula terbenetuk di permukaan bawah batang yang
diletakkan pada posisi mendatar asalkan dijaga kelembabannya. Kandungan
auksin meningkat di daerah munculnya akr, sebelum akar berkembang (Husin,
2017).
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dari auksin sintetik adalah :
1. Kesanggupan senyawa tersebut untuk dapat menembus kutikula/epidermis
yang berlilin
2. Sifat translokasi di dalam tanaman
3. Pengubahan auksin menjadi senyawa yang tidak aktif di dalam tanaman
(destruktif/pengikatan)
4. Berinteraksi dengan hormon tumbuh lainnya
5. Spesies tanaman
6. Fase pertumbuhan
7. Lingkungan (suhu, radiasi dan kelembaban).

C. Alat dan Bahan


Alat:
1. Gunting
2. Pisau atau silet
3. Polybag atau cup
4. Cawan petri
5. Pengaduk
6. Tisu
7. Alat tulis

Bahan:
1. Stek bunga krisan 6 buah dengan diameter 2-3 cm, dan panjang 30 cm
2. Rootane F
3. Media tumbuh berupa tanah bercampur pasir (3:1)
4. Aquades

D. Cara Kerja
1. Menyiapkan polybag atau cup yang akan digunakan sebagai tempat media
tumbuh
2. Memasukkan media tumbuh berupa tanah bercampur pasir ke dalam polybag
atau cup.
3. Menyiapkan stek batang puring. Stek batang puring dilakukan dengan cara
memotong batang tanaman induk, selanjutnya batang tersebut ditanamn dalam
media.
4. Memotong batang menggunakan pisau tajam atau gunting (jangan
dipatahkkan dengan menggunakan tangan). Memotong batang sebaiknya
berukuran antara 20-30 cm dan memiliki setidaknya 3 atau lebih batal tunas
cabang.
5. Memotong ujung stek batang 1,5 cm secara meruncing.
6. Mengolesi batang yang sudah dipotong dengan menggunakan ZPT dibagaian
ujungnya.
7. Meletakkan stek batang dengan hati-hati pada polybag yang sudah di siapkan
dengan tanah dan menunggu sampai 3 minggu
8. Mengamati pada hari ke 7, 14 dan 21
9. Mencatat jumlah tunas dan panjang tunas.
10. Membongkar stek pada hari ke 21 dengan hati-hati, mengamati dan mencatat
jumlah akar dan panjang rata-rata akar.

E. Hasil Pengamatan
Kelompok 1
Dengan ZPT Tanpa ZPT
Stek Jumlah Panjang Jumlah Jumlah Panjang Jumlah
Tunas Tunas (cm) Akar Tunas Tunas (cm) Akar
Minggu ke 1
1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 - - -
5 - - -
6 - - -
Minggu ke 2
1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 2 a. 2 cm -
b. 0,5 cm
5 - - -
6 - - -
Minggu ke 3
1 - - -
2 - - -
3 - - 32
4 5 a. 4,5 cm 34
b. 2,5 cm
c. 0,3 cm
d. 0,7 cm
e. 0,8 cm
5 - - 23
6 - - -

Kelompok 2
Dengan ZPT Tanpa ZPT
Panjang
Stek Jumlah Panjang Jumlah Jumlah Jumlah
Tunas
Tunas Tunas (cm) Akar Tunas Akar
(cm)
Minggu ke 1
1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 - - -
5 - - -
6 - - -
Minggu ke 2
1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 - - -
5 - - -
6 - - -
Minggu ke 3
1 - - 38
2 - - 6
3 - - -
4 - - 10
5 - - 45
6 - - 55

Kelompok 3
Dengan ZPT Tanpa ZPT
Stek Jumlah Panjang Jumlah Jumlah Panjang Jumlah
Tunas Tunas Akar Tunas Tunas Akar
Minggu ke 1
1 - - -
2 - - -
3 3 a. 0,5 cm
b. 0,7 cm 2
c. 0,8 cm
4 - - -
5 - - 1
6 - - -
Minggu ke 2
1 - - -
2 - - -
3 3 a. 1 cm
b. 1,2 cm 6
c. 1,4 cm
4 - - -
5 - - 4
6 - - -
Minggu ke 3
1 - - -
2 - - -
3 3 a. 1,2 cm
b. 1,3 cm 6
c. 1,6 cm
4 - - -
5 - - 4
6 - - -

Kelompok 4
Dengan ZPT Tanpa ZPT
Panjang
Stek Jumlah Panjang Jumlah Jumlah Jumlah
Tunas
Akar Tunas (cm) Akar Tunas Akar
(cm)
Minggu ke 1
1 - - -
2 - - 3
3 - - -
4 - - 12
5 - - -
6 - - 4
Minggu ke 2
1 - - -
2 - - 3
3 - - 2
4 1 1 cm 17
5 1 0,5 cm 3
6 1 1,5 cm 4
Minggu ke 3
1 - - -
2 - - 4
3 - - 3
4 3 1,5 cm 20
5 1 1 cm 4
6 1 2 cm 5

Kelompok 5
Dengan ZPT Tanpa ZPT
Panjang
Stek Jumlah Panjang Jumlah Jumlah Jumlah
Tunas
Akar Tunas (cm) Akar Tunas Akar
(cm)
Minggu ke 1
1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 1 0,3 cm 3
5 - - -
6 2 a. 0,3 cm 9
b. 0,2 cm
Minggu ke 2
1 2 a. 0,3 cm -
b. 0,4 cm
2 - - -
3 - - -
4 1 0,5 cm 8
5 - - 1
6 4 a. 0,6 cm
b. 1,0 cm
10
c. 1,5 cm
d. 0,3 cm
Minggu ke 3
1 2 a. 0,3 cm -
b. 0,4 cm
2 - - -
3 - - -
4 - - 4
5 - - 1
6 4 a. 0,6 cm 13
b. 1,1 cm
c. 1,5 cm
d. 0,4 cm

F. Pembahasan
Pada praktikum yang dilakukan kali ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh ZPT terhadap pertumbuhan akar stek. Batang yang digunakan untuk
stek berasal dari 2 jenis tanaman yang berbeda. Kelompok 1, 2, dan 3
menggunakan batang tanaman bunga krisan, sementara kelompok 4 dan 5
menggunakan batang tanaman bunga pukul 8. Stek dilakukan menggunakan 6
batang pada masing-masing kelompok, dengan 2 batang sebagai control dan 4
batang lainnya menggunakan perlakuan pemberian ZPT. Pada batang control, stek
langsung ditanam pada media, sementara pada batang perlakuan diolesi
menggunakan ZPT (Rooton F) terlebih dahulu baru ditanam. Praktikum stek
batang ini dilakukan selama 3 minggu.
Berdasarkan hasil pengamatan, pada kelompok 1 minggu pertama belum
terlihat adanya pertumbuhan baik akar maupun tunas, kemudian pada minggu
kedua mulai muncul tunas pada stek ke-4 yang diberi perlakuan rooton F. Tunas
yang muncul sebanyak 2 dengan masing-masing panjangnya 2 cm dan 0,5 cm.
Dan pada minggu ketiga jumlah tunas yang tumbuh pada stek ke-4 bertambah
menjadi 5 tunas dengan panjang masing-masing 4,5cm ; 2,5cm ; 0,3cm ; 0,7cm ;
dan 0,8cm, serta tumbuh akar pada stek ke-3 sebanyak 32, pada stek ke-4
sebanyak 34, dan pada stek ke-5 sebanyak 23. Pada batang control dari minggu
pertama sampai minggu ketiga tidak terlihat adanya pertumbuhan akar maupun
tunas.
Pada kelompok 2 minggu pertama dan minggu kedua tidak terlihat adanya
pertumbuhan tunas maupun akar. Baru terlihat adanya pertumbuhan akar pada
minggu ketiga yaitu pada stek 1 sebanyak 38, pada stek 2 sebanyak 6, pada stek 4
sebanyak 10, pada stek 5 sebanyak 45 dan pada stek 6 sebanyak 55. Pada batang
control dari minggu pertama sampai minggu ketiga tidak terlihat adanya
pertumbuhan akar maupun tunas.
Pada kelompok 3 minggu pertama sudah terlihat adanya pertumbuhan
tunas yaitu pada stek 3 dengan pemberian ZPT. Tunas yang tumbuh sebanyak 3
dengan panjang masing-masing 0,5cm ; 0,7cm; dan 0,8cm. Kemudian
pertumbuhan akar terlihat pada stek 3 dan stek 5 dengan pemberian ZPT. Jumlah
akar yang tumbuh masing-masing sebanyak 2 akar dan 1 akar. Pada minggu
kedua, panjang tunas pada stek 3 menjadi 1cm ; 1,2cm ; dan 1,4 cm serta jumlah
akar pada stek 3 menjadi 6 dan pada stek 5 menjadi 4. Kemudian pada minggu
ketiga panjang tunas pada stek 3 menjadi 1,2cm ; 1,3cm; dan 1,6cm, sementara
jumlah akar pada stek 3 dan stek 5 tetap. Pada batang control dari minggu
pertama sampai minggu ketiga tidak terlihat adanya pertumbuhan akar maupun
tunas.
Pada kelompok 4 minggu pertama baik batang control maupun batang
dengan pemberian ZPT keduanya terlihat adanya pertumbuhan akar. Pada control
yaitu stek 2 jumlah akar yang tumbuh sebanyak 3. Pada batang yang diberi ZPT
yaitu stek 4 jumlah akar yang tumbuh sebanyak 12 dan pada stek 6 jumlah akar
yang tumbuh sebanyak 4. Pada minggu kedua, jumlah akar pada batang control
tidak bertambah. Sementara pada batang yang diberi ZPT stek yang tumbuh akar
menjadi bertambah, yaitu stek 3 dengan jumlah akar 2, stek 4 dengan jumlah akar
17, stek 5 dengan jumlah akar 3, dan stek 6 dengan jumlah akar 4. Pada stek 4, 5
dan 6 juga terlihat adanya pertumbuhan tunas. Pada stek 4 panjang tunas adalah
1cm, stek 5 panjang tunas adalah 0,5cm dan stek 6 panjang tunas adalah 1,5cm.
Pada minggu ketiga jumlah akar pada batang control bertambah menjadi 4.
Sementara pada batang yang diberi ZPT jumlah akar yang tumbuh juga
bertambah, yaitu stek 3 dengan jumlah akar 4, stek 4 dengan jumlah akar 20, stek
5 dengan jumlah akar 4, dan stek 6 dengan jumlah akar 5. Pada stek 4, 5 dan 6
juga terlihat adanya pertambahan panjang tunas. Pada stek 4 panjang tunas
menjadi 1,5cm, stek 5 panjang tunas menjadi 1cm dan stek 6 panjang tunas
menjadi 2cm.
Pada kelompok 5 minggu pertama sudah terlihat adanya pertumbuhan
akar dan tunas. Pertumbuhan akar dan tunas terjadi pada stek 4 dan 6 yaitu, pada
batang yang diberi ZPT. Pada stek 3 jumlah akar yang tumbuh sebanyak 3 dan
panjang tunasnya adalah 0,3 cm. Pada stek 6 jumlah akar yang tumbuh sebanyak
9 dengan panjang tunas adalah 0,3 cm dan 0,2 cm. Pada minggu kedua
pertumbuhan tunas juga terlihat pada stek 1 yaitu batang control dengan jumlah
tunas sebanyak 2 yang masing- masing panjangnya adalah 0,3cm dan 0,4cm.
Kemudian pada stek 4 jumlah akar yang tumbuh bertambah menjadi 8 dan
panjang tunasnya 0,5cm. Pada stek 5 pertumbuhan akar juga mulai terlihat dengan
jumlah akar sebanyak 1 serta pada stek 6 jumlah akarnya bertambah menjadi 10
dan jumlah tunasnya menjadi 4 dengan panjang masing-masing 0,6cm ; 1cm
;1,5cm ;dan 0,3cm. Pada minggu ke-3 panjang tunas pada stek 1 menjadi 0,3 dan
0,4cm. Pada stek 4 jumlah akar bertambah menjadi 4,stek 5 jumlah akar tetap,dan
jumlah akar pada stek 6 menjadi 13 serta panjang tunasnya menjadi 0,6cm ;1,1cm
;1,5cm dan 0,4cm.
Beradasarkan hasil pengamatan di atas, membuktikan bahwa pemberian
Rooton F berpengaruh terhadap pertumbuhan akar pada stek batang. Karena
Rooton F merupakan hormone eksogen dengan bahan aktif yang dikandung di
dalamnya adalah Naphtalene acetamide (NAD) sebanyak 0,067%, Methy-1-
Naphteleneacetic acid (MNAA) sebanyak 0,033%, Methyle-1-
Naptheleneacetamide (MNDA) sebanyak 0,013%, Indole-3-butyric acid (IBA)
sebanyak 0,057%. Bahan aktif tersebut akan mempengaruhi perubahan sel. Setiap
hormon memiliki sifat yang berbeda dalam pembelahan sel, namun secara
keseluruhan mengandung auksin yang berfungsi merangsang pertumbuhan akar.
Dengan kata lain Rotoon F merupakan produk komersial yang mengandung
hormon auksin yang dapat memacu pertumbuhan akar.
Peran auksin dalam proses perkembangan akar melibatkan dua tahap.
Tahap pertama yaitu stadia inisiasi akar, dimana meristem dibentuk termasuk
dediferensiasi, inisial akar, dan pembentukan primordia akar. Stadia inisiasi akar
ada 2 jenis yaitu stadia aktif auksin (sekurang-kurangnya selama 4 hari, dimana
auksin harus disuplai terus-menerus untuk pembentukan akar) dan stadia auksin
in aktif (penambahan auksin pada stadia ini tidak begitu mempengaruhi
pembentukan akar). Tahap kedua adalah stadia pemanjangan primordia akar.
Ujung akar tumbuh keluar melalui korteks kemudian muncul dari epidermis
batang, pada stadia ini tidak ada respon terhadap aplikasi auksin (Wattimena,
1991). Menurut Weaver (1972) zat pengatur tumbuh dapat menstimulasi
perakaran spesies tanaman yang mudah berakar tetapi mungkin juga tidak dapat
menginduksi spesies tanaman yang sulit berakar. Jika stek dapat dengan mudah
berakar tanpa perlakuan zat pengatur tumbuh maka tidak dibutuhkan perlakuan
tambahan.
Sementara itu, pertumbuhan tunas dapat terjadi karena adanya sitokinin.
Dimana sitokinin merupakan hormone yang dapat memacu pertumbuhan tunas.
Pada setiap stek yang tumbuh tunas, dimungkinkan karena konsentrasi sitokinin
dalam tumbuhan tersebut tinggi. Sehingga meskipun tidak diberi sitokinin
tambahan, tumbuhan tersebut tetap mampu menghasilkan tunas. Dimana sitokinin
bekerja berlawanan dengan auksin pada proses fisiologis tumbuhan. Variasi
konsentrasi sitokinin dan auksin akan menyebabkan perbedaan pada
pertumbuhan. Pada stek yang hanya tumbuh tunas saja disebabkan karena
konsentrasi sitokinin dalam tumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan
konsentrasi auksinnya, meskipun sudah diberikan tambahan auksin dari luar
dengan pemberian Rotoon F. Hal tersebut dapat terjadi karena tumbuhan tidak
mnyerap dengan baik hormone tambahan yang diberikan. Kemudian pada stek
yang hanya tumbuh akar saja disebabkan karena konsentrasi auksin dalam
tumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi sitokininnya.
Hal tersebut dapat terjadi karena tumbuhan menyerap dengan baik hormone
tambahan yang diberikan. Sementara pada stek yang tumbuh akar dan tunas
disebabkan karena konsentrasi sitokinin dan auksin dalam tumbuhan tersebut
relative sama sehingga pertumbuhan akar dan tunasnya pun seimbang.
Sitokinin dalam memacu pertumbuhan tunas dengan cara mendorong
pembelahan sel dalam biakan jaringan dengan cara meningkatkan peralihan dari
G2 (fase istirahat) ke mitosis. Hal tersebut terjadi karena sitokinin menaikkan laju
sintesis protein yang dibutuhkan untuk mitosis. Sintesis protein dapat
ditingkatkan dengan cara memacu pembentukan RNA kurir (RNA yang
mengkode sintesis protein tertentu). Beberapa protein itu berupa protein
pembangun atau enzim yang dibutuhkan untuk mitosis. Diduga protein tersebut
memacu pembelahan sel secara langsung dengan cara mengendalikan sintesis
DNA.
G. Kesimpulan
1. Pemberian Rooton F berpengaruh terhadap pertumbuhan akar pada stek
batang.
2. Rotoon F merupakan produk komersial yang mengandung hormon auksin
yang dapat memacu pertumbuhan akar.
3. Auksin dalam proses perkembangan akar melibatkan dua tahap. Tahap
pertama yaitu stadia inisiasi akar dan tahap kedua yaitu pemanjangan
primordia akar.
4. Sitokinin dalam memacu pertumbuhan tunas dengan cara mendorong
pembelahan sel dalam biakan jaringan dengan cara meningkatkan peralihan
dari G2 (fase istirahat) ke mitosis.
5. Stek yang hanya tumbuh tunas saja disebabkan karena konsentrasi sitokinin
dalam tumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi
auksinnya.
6. Stek yang hanya tumbuh akar saja disebabkan karena konsentrasi auksin
dalam tumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi
sitokininnya.
7. Stek yang tumbuh akar dan tunas disebabkan karena konsentrasi sitokinin dan
auksin dalam tumbuhan tersebut relative sama sehingga pertumbuhan akar
dan tunasnya pun seimbang.
DAFTAR PUSTAKA

Afzal, Irfan et al. 2011. The Effect of Seed Soaking With Plant Growth Regulators
on Seedling Vigor of Wheat Under Salinity Stress. Journal of Stress Physiology
& Biochemistry. 1(1): 6-14.
Ardisela, Dawud. 2010. Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Pertumbuhan
Crown Tanaman Nenas (Ananas comosus). Agribisnis dan Pengembangan
Wilayah. 1(2): 48-62.
Gustini, Dessi et al. 2012. Pengaruh Rootone F dan Pupuk Bayfolan terhadap
Pembentukan Akar dan Pertumbuhan Anakan Salak Pondoh (Salacca
eduils Reinw.). Biospecies. 5(1): 8-13.
Howard, D.D. et al. 2009. Soils Fertilizer Additive Rate and Plant Growth Regulator
Effect on Cotton. The Journal of Cotton Science. 5: 42-52.
Husin, Arief. 2017. Penuntun Praktikum Fitohormon. Purwokerto: Universitas
Muhammadiyah Purwokerto

Nurwardani, Paristiyanti. 2008. Teknik Pembibitan Tanaman dan Produksi Benih


Jilid 1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah menengah Kejuruan,
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional.
Supriyanto dan Prakarsa, K.E. 2011. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F
Terhadap Pertumbuhan Stek Duabangsa mollucana. Blume. Silvikultur
Tropika. 3(1): 59-65.
Wattimena. G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas dan
Lembaga Informasi IPB. Bogor. 145hal.
Wattimena. G. A. 1991. Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi IPB. Bogor. 455hal.
Weaver. J. R. 1972. Plant Growth Substance in Agriculture. University of California.
Davis. W. H. Freeman and Co.. San Fransisco. 594p

Anda mungkin juga menyukai