Anda di halaman 1dari 2

KULTUR EMBRIO

Kultur embrio (embryo culture) yaitu penanaman embrio dewasa pada media buatan secara aseptis.
Aplikasi kultur embrio ini antara lain perbanyakan tanaman, pematahan dormansi untuk mempercepat program
pemuliaan serta perbanyakan tanaman yang sulit berkecambah secara alami (Sholikah, 2013).
Teknik Embryo Culture pada dasarnya melibakan 3 tahapan, yaitu:
a. Sterilisasi Eksplan
Embrio pada prinsipnya berada dalam keadaan steril. Hal ini disebabkan karena embrio
berada di dalam buah (di dalam biji) terlindung oleh jaringan-jaringan buah dan biji
yang berada di luar embrio, antara lain oleh kulit buah, daging buah dan kulit biji.
Keadaan ini menyebabkan sterilisasi embrio tidak perlu dilakukan.Sterilisasi
permukaan perlu dilakuakn pada buah ataupun biji untuk mensterilkan permukaan
buah/biji sehingga pada waktu isolasi embrio tidak terdapat sumber kontaminan.
b. Isolasi dan Penanaman Embrio
Isolasi harus dilakukan secara aseptis dan hati-hati agar embrio tidak rusak. Embrio
yang telah diisolasi selanjutnya ditanam pada media yang telah dipersiapkan. Pada
prinsipnya media diperlukan untuk menggantikan peranan endosperm dalam
mendukung perkecambahan embrio dan perkembangan bibit muda mengingat embrio
yang ditanam umurnya telah memiliki radicula dan plumula.
c. Aklimatisasi
Aklimatisasi dilakukan setelah embrio berkecambah dan diperoleh plantlet yang siap
untuk dipindahkan ke lapangan. Teknik aklimatisasi untuk plantlet hasil regenerasi
kultur embrio pada prinsipnya sama dengan aklimatisasi plantlet hasil regenerasi dari
teknik kultur jaringan lainnya. (Sugito, 2004)
Berdasarkan tujuan dan jenis embrio yang dikulurkan, kultur embrio digolongkan menjadi 3,
yaitu:
1) Kultur embrio muda (immature embrio culture).
Tujuan mengkulturkan embrio muda ini adalah menanam embrio yang terdapat pada
buah muda sebelum buah tersebut gugur (mencegah kerusakan embrio akibat buah
gugur) sehingga teknik ini disebut sebagai Embrio Rescue (Penyelamatan Embrio)
2) Kultur embrio dewasa (mature embrio culture).
Kultur embrio dewasa dilakukan dengan membudidayakan embrio yang telah dewasa.
Terdapat kelebihan kultur embrio dewasa dibandingkan kultur embrio muda, karena
embrio yang ditanam adalah embrio yang telah berkembang sempurna sehingga media
tanaman yang digunakan juga sangat sederhana.
3) Kultur embrio non zigotik.
Embrio non zigotik dihasilkan dari kultur organ yang melalui fase pertumbuhan kalus
(Zulkarnain, 2009).
Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Kultur Embrio
a. Genotipe Tanaman
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi adalah genotipe tanaman asal. Pengaryh
genotip pada umumnya berhubungan erat dengan faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan biji seperti kebutuhan nutrisi, ZPT dan lingkungan
b. Media Kultur
Perbedaan komposisi media, komposisi ZPT dan jenis media yang digunakan akan
sangat mempengaruhi pertumbuhan dan regenerasi biji yang dikulturkan

c. Komposisi Media
Perbedaan komposisi media biasanya sagat mempengaruhi arah pertumbuhan dan
regenerasi biji
d. Komposisi Hormon Tumbuhan
Komposisi dan konsentrasi hormon ditambahkan ke dalam media kultur tergantung
jenis dan tujuan perlakuan
e. Keadaan Fisik Media
Media umum yang digunakan adalah padat, semi padat dan cair. Keadaan fisik media
mempengaruhi pertumbuhan kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasi
(anonymousc, 2012).

Anonymousc. 2012. Faktor-faktor penentu keberhasilan. http:


//kulturjaringan.blogspot.com/2009/08/.
Solikhah, A. 2013. Kultur Embrio.
https://www.scribd.com/doc/127056107/PENDAHULUAN-KULTUR-EMBRIO-AMINA-
docx
Sugito, H dan A. Nugroho. 2004. Teknik Kultur Jaringan. Penebar Swadaya: Yogyakarta.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai