Anda di halaman 1dari 6

PANEN DAN PASCA PANEN

TANAMAN HIAS SEDAP MALAM

1. Tanaman Sedap Malam


Tanaman sedap malam berasal dari Mexico dengan daerah penyebaran
mencakup Eropa, Afrika, Asia, dan sebagian Cina sampai ke Pulau Jawa
(Backer, 1968). Sedap malam bukan tanaman asli Indonesia, tetapi tanaman ini
telah cukup lama dikenal di Indonesia dan tersebar di berbagai daerah. Menurut
Zuhra et al. (2010), Tanaman sedap malam (Polianthes tuberose L.)
kebutuhannya semakin meningkat setiap tahun sebagai bunga potong, bunga
tebar maupun minyak atsiri. Tanaman sedap malam dapat tumbuh di daerah
ketinggian 0-500 m dpl, tetapi optimum pada daerah 20 m dpl dan membutuhkan
iklim panas karena memerlukan sinar matahari penuh.
Daun sedap malam mempunyai bentuk panjang dan pipih (tipis), berwarna
hijau mengkilat di bagian atas dan hijau muda pada permukaan bawah daun.
Menurut Sosromidjaja (1992) daun sedap malam memiliki panjang 30-45 cm dan
lebar 1,30 cm. Menurut Rukmana (1995) tanaman sedap malam mempunyai
sistem perakaran menyebar ke segala arah dengan radius kedalaman 40-60 cm,
akar serabut keluar dari batang utama. Umbi sedap malam merupakan batang
semu yang berubah dan fungsinya sebagai cadangan makanan. Tiap rumpun
terdiri dari satu atau beberapa umbi dan juga sekumpulan anak umbi. Umbi induk
biasanya digunakan sebagai bahan perbanyakan vegetatif, berukuran besar,
bulbus atau lapisan umbi yang tidak begitu jelas dan warna daging umbi putih
bersih. Bunga sedap malam berbentuk corong dan berbau wangi, panjang bunga
25 cm, bunga tunggal atau ganda ditunjang oleh bulir (Yadav dan Bose, 1989).
Berdasarkan susunan bunga, sedap malam dibedakan menjadi bunga
bersusun petal selapis (tunggal), petal berlapis (ganda), dan bunga semiganda.
Bunga jenis tunggal banyak ditanam di daerah Pasuruan (Jawa timur), sedangkan
bunga ganda banyak ditanam di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Ditinjau
dari jumlah daun, jumlah tangkai per tanaman, panjang tangkai bunga, jumlah
hari yang dibutuhkan untuk berbunga dan jumlah umbi yang dihasilkan per
tanaman, jenis bunga tunggal secara komersial paling banyak disukai diikuti
dengan kultivar ganda dan varigata (Bankar dan Mukho- padhyay, 1980).
a. Teknik Panen dan Pascapanen Bunga Sedap Malam
Sedap malam mulai berbunga pada umur 115-284 hari setelah ditanam
(Sharga, 1982) dan bunga mulai dapat dipanen setelah 1-2 kuntum bunga
mekar. Mutu bunga dianggap baik apabila sepertiga bagian kuntum bunga
dalam setiap malainya mekar. Namun, bunga dengan tingkat kemekaran
tersebut tidak tahan selama dalam pengangkutan, karena bunga yang telah
mekar, sepalnya rapuh. Untuk pengangkutan jarak jauh, panen bunga yang
tepat adalah apabila 1-2 kuntum bunga dalam setiap malainya telah mekar.
Bunga yang masih kuncup l saat dipanen akan mekar selama dalam keragaan.
Pemanenan dilakukan dengan mencabut atau memotong tangkai bunga.
Bunga yang telah dipanen dikumpulkan kemudian dibawa ke bangsal
pengemasan untuk disortasi dan dipilah-pilah berdasarkan ukuran malainya.
 Sortasi dan Grading
Bunga sedap malam adalah bunga majemuk dengan jumlah bunga
berkisar 30-60 kuntum pada setiap malainya. Panjang tangkai bunga dan
ketegaran tangkai merupakan salah satu kriteria mutu bunga sedap malam.
Mutu bunga sedap malam dalam perdagangan sangat dipengaruhi oleh
panjang tangkai serta persyaratan lain yang menyangkut penampilan dan
kondisi fisik lainnya. Bunga yang telah dipanen kemudian disortasi dan
dipisah-pisahkan sesuai dengan panjang pendeknya tangkai bunga.
Terdapat lima kategori kelas mutu bunga sedap malam, yaitu kelas super,
panjang, medium, pendek, dan mini.

b. Teknik Pewarnaan Bunga


Bunga sedap malam hanya mempunyai warna tunggal yaitu putih. Agar
tampilan rangkaian bunga tampak semarak, bunga yang berwarna putih dapat
diberi warna. Pewarnaan bunga sedap malam dapat dilakukan dengan
mencelupkan tangkai bunga ke dalam larutan pewarna. Pewarna yang
digunakan adalah pewarna makanan dengan konsentrasi 4-8 g untuk jenis
pewarna bubuk dan 40 cc untuk pewarna cair untuk setiap liter larutan. Tidak
semua jenis pewarna makanan yang dijual di pasaran dapat memberikan
respons yang positif, agar respons tanaman terhadap pewarnaan dapat berjalan
lebih cepat, ke dalam larutan pewarna perlu ditambahkan gula dan asam sitrat.
Setiap 1 liter larutan pewarna dapat ditambahkan gula 6% dan asam sitrat
teknik 1 g (pH 3,50). Lama pencelupan tergantung kondisi bunga dan jenis
pewarna yang digunakan.
Warna bunga yang dihasilkan dipengaruhi oleh jenis pewarna,
konsentrasi, dan lama perendaman. Konsumen umumnya menyukai bunga
sedap malam yang diberi warna. Jenis pewarna kuning lebih disukai
dibandingkan jenis pewarna lainnya, karena warna bunga tampak lebih merata
dan lebih kompak. Semakin lama waktu perendaman dan semakin tinggi
konsentrasi pewarna yang digunakan, warna bunga yang dihasilkan menjadi
semakin gelap (tua). Jumlah larutan pewarna yang diserap oleh tangkai bunga
berkisar 3-4 cc.
c. Teknik Memperpanjang Kesegaran Bunga
Bunga sedap malam yang telah dipotong tetap menjalankan aktivitas
hidupnya, agar kualitas bunga tetap prima sampai ke tangan konsumen, bunga
perlu diberi nutrisi dan bahan pengawet, baik ke dalam larutan perendam
maupun larutan peraga. Nutrisi sangat diperlukan oleh bunga untuk
melakukan aktivitas hidupnya, mempertahankan warna bunga, menghambat
kelayuan, meningkatkan ukuran bunga mekar, dan menambah kemekaran
bunga.
Nutrisi yang ditambahkan dapat berupa sukrosa sebagai sumber
karbohidrat dan dikombinasikan dengan germisida, zat pengatur tumbuh,
mineral dan zat penghambat etelen (Nowak dan Rudnicki, 1990). Penyusunan
formula nutrisi dan pengawet dibedakan berdasarkan tujuan penggunaan,
yaitu:
1. Larutan peraga (holding), yaitu larutan nutrisi dan pengawet yang
digunakan selama peragaan di dalam vas.
2. Larutan perendam (pulsing) digunakan untuk merendam tangkai bunga
segera setelah panen, sebelum dikemas. Pulsing dilakukan untuk
pengangkutan jarak jauh atau penyimpanan.
Nutrisi yang ditambahkan ke dalam larutan perendam dan larutan peraga
berbeda. Pemberian nutrisi pada pengangkutan jarak jauh dilakukan sebelum
pengemasan agar bunga tetap prima sampai ke tangan konsumen. Pemberian
nutrisi dilakukan dengan mencelup tangkai bunga 4-12 jam sebelum
pengangkutan. Konsentrasi nutrisi yang diberikan lebih tinggi dibandingkan
dengan larutan peraga karena waktu perendaman yang singkat. Konsentrasi
sukrosa yang digunakan untuk larutan perendam adalah 15% dan 6% untuk
larutan peraga. Sukrosa dengan konsentrasi rendah merupakan sumber
mikroba. Untuk menekan pertumbuhan mikroba, perlu ditambahkan pengawet
agar pertumbuhan mikroba dapat ditekan. Pertumbuhan mikroba dalam
larutan peraga maupun perendam sangat tidak diharapkan karena mikroba
akan menutupi permukaan tangkai bunga dan xilem, sehingga menghambat
laju penyerapan air. Padahal, air sangat dibutuhkan oleh tangkai bunga untuk
menggantikan air yang menguap akibat transpirasi.
d. Pengemasan dan pengiriman
Pengemasan dilakukan dengan cara tangkai bunga yang seragam diikat
dengan tali. Ikatan-ikatan bunga ini kemudian dibungkus dengan kertas untuk
melindungi bunga dari kerusakan fisik selama proses pengangkutan.
Kemudian pangkal tangkai bunga dipotong dan diratakan. Bunga kemudian
dapat dikirimkan ke konsumen dengan alat pengangkutan bersuhu udara 7-8
derajat Celcius dan kelembaban 60-65 %. (irm).
DAFTAR PUSTAKA

Backer. 1968. Flora of Java. Groningen, Netherland. 118.


Bankar and G.J. Mukhopadhyay. 1980. Varietal Trial on Tuberose. South Indian
Horti- cultural Research. Bangalore, India.
Nowak, J. and R.M. Rudnicki. 1990. Post- harvest Handling and Storage of Cut
Flower, Florist Greens and Potted Plant. Timber Press, Portland Oregon. 210.
Rukmana, R. 1995. Sedap Malam. Kanisius. Yogyakarta. 59.
Sharga, A.N. 1982. Effect of bulb size on vegetatif growth and floral characters
tuberose (Polianthes tuberose L.). Prog. Hort. 14(4): 258-260.
Sosromidjaja, H. 1992. Sedap Malam Semerbak Harum Dan Tahan Lama. PIPO
Trubus. Jakarta.
Yadav, L. P. and T. K. Bose. 1989. Commercial Flower. p. 525-543. Naya Prokash.
India.
Zuhra A, Nurul A, Tatik W. Respon Morphologi Tanaman Sedap Malam (Polianthes
Tuberose L. Cv. Roro Anteng) Terhadap Pemberian Colchicine. J Buana
Sains 10 (2) : 153-158.

Anda mungkin juga menyukai