PETAI CINA
(LEUCAENA LECOCEPHALA)
Nomor absen 23
oleh :
JURUSAN FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL
TA 2018/2019
DAFTAR ISI
Cover..................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
1
kadar gula di dalam darah adalah bijinya. Biasanya biji petai cina yang digunakan
sebanyak 1 sendok teh, dibuat dengan cara di seduh dengan dosis 3 kali sehari
(Widowati et al., 1997).
Petai cina mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, mimosin, leukanin,
protein, asam lemak dan serat (Skerman, 1977; Gupta dan Atreja, 1998;
Khamseekhiew, dkk., 2001). Kajian bioaktivitas ekstrak kulit batang tanaman petai
cina telah dilaporkan aktif terhadap bakteri Escherichia coli (Bussmann, dkk, 2010)
1. Golongan ataupun senyawa apakah yang terdapat didalam kandungan biji petai
cina sehingga dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit.?
2. Apa saja manfaat dan fungsi biji tumbuhan petai cina?
3. Apakah Petai cina dapat aman mengobati beberapa penyakit?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Petai cina berasal dari Amerika tropis, tersebardi daerah tropik dan ditemukan
pada ketinggian antara 1-1.500 m dpl. Petai cina akan berbuah lebih baik jika
terkena langsung dengan sinar matahari. Tanaman ini dapat tumbuh di segala
macam tanah, asalkan jangan di tanah lempung yang pekat dan tergenang air.
3
2. Daun majemuk terurai dalam tangkai, menyirip genap ganda dua sempurna,
anak daun kecil-kecil terdiri dari 5-20 pasang, bentuknya lanset, ujung
runcing, tepi rata, panjang 6-21 mm dan lebar 2-5 mm.
4. Buahnya mirip buah petai ( parkia speciosa ) tetapi ukurannya jauh lebih kecil
dan berpenampang lebih tipis, termasuk buah polong yang berisi biji – biji
kecil dengan jumlah cukup banyak, pipih, dan tipis bertangkai pendek,
panjang 10-18 cm, lebar 2 cm dan diantara biji ada sekat. Biji terdiri dari 15-
4
30 butir, letak melintang, bentuk bulat telur sungsang, panjang 8 mm, lebar 5
mm, berwarna coklat kehijauan atau coklat tua dan licin mengkilap.
Nama umum tumbuhan adalah petai Cina. tumbuhan ini dikenal masyarakat
Indonesia dengan nama daerah yaitu : pete cina , pete selong (Sumatera). pete
selong ( Sunda ). lamtoro, peutey, selamtara, pelending, kamalandingan, (Jawa).
5
kalandingan (Madura). Sinonim Leucaena glauca L. adalah Leucaena
leucocephala ( Lmk ) De Wit. Nama asing petai cina Yin he huan (C), dan nama
simplisia petai cina adalah semen leucaenae glaucae ( biji lamtoro ), (Yuniarti,
2008 ).
6
senyawa 1,2 diaril propana, sedangkan senyawa-senyawa neoflavonoida adalah 1,1
diaril propana.
Sekitar 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan (atau kira-
kira 1x109 ton/tahun) diubah menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan
dengannya. Sebagian besar tanin pun berasal dari flavonoida. Jadi flavonoida
merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Senyawa flavonoida
sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit,
tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan flavonoida ini berada di dalam
tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga flavonoida yng terdapat pada
hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan sekresi lebah. Dalam sayap
kupu – kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal dari tumbuh-tumbuhan
yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh
mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu
angiospermae, klorofita, fungi, briofita (Markham, 1988).
Ada tiga kelompok flavonoida yang amat menarik perhatian dalam fisiologi
tumbuhan, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin (dari bahasa Yunani
anthos, bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umunya terdapat
di bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai
bagian tumbuhan lain, misalnya buah tertentu, batang, daun, dan bahkan akar.
Sering flavonoida terikat di sel epidermis. Warna sebagian besar buah dan banyak
bunga adalah akibat dari antosianin, walaupun beberapa warna tumbuhan lainnya,
seperti buah tomat dan beberapa bunga kuning, karena karotenoid. Warna cerah
daun musim gugur disebabkan terutama oleh timbunan antosianin pada hari cerah
dan dingin, walaupun karotenoid kuning atau jingga merupakan pigmen terbesar di
daun musim gugur pada beberapa spesies.
7
Antosianin umumnya tidak terdapat di lumut hati, ganggang, dan tumbuhan
tingkat rendah lainnya, walaupun beberapa antosianin dan flavonoida ada di lumut
tertentu. Antosianin jarang ditemui di gimnospermae, walaupun gimnospermae
mengandung jenis lain dari flavonoida. Beberapa macam antosianin terdapat di
tumbuhan tingkat tinggi, dan sering lebih dari satu macam terdapat di bunga tertentu
atau organ lain. Mereka dijumpai dalam bentuk glikosida, biasanya mengandung
satu atau dua unit glukosa atau galaktosa yang tertempel pada gugus hidroksil di
cincin tengah, atau pada gugus hidroksil di posisi 5 cincin A. Bila gula dihilangkan,
maka bagian sisa molekul, yang masih berwarna, dinamakan antosianidin
(Salisbury, 1995).
8
1. Flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih) terikat
pada satu gula (lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh
glikosilasi menyebabkan flavonoida menjadi kurang reaktif dan lebih mudah
larut dalam air. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula
lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, xilosa, dan
arabinosa. Gula lain yang kadang-kadang ditemukan adalah alosa, manosa,
fruktosa, apiosa, dan asam glukoronat serta galakturonat.
2. Flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam
hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan
karbon-karbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-
glikosida. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis
gula pada O-glukosa, biasanya dari jenis glukosa yang paling umum, dan juga
galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa.
3. Flavonoida sulfat, senyawa ini mengandung satu ion sulfat, atau lebih, yang
terikata pada hidroksil fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena
terdapat sebagai garam, yaitu flavon-O-SO3K. Banyak yang berupa glikosida
bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang
masih bebas atau pada gula.
9
flavonoida ini adalah flavanon, dihidroflavonol, katekin, rotenoid, dan lain-
lain (Markham, 1988).
2.3 Pengujian, Isolasi dan Ekstraksi senyawa antibakteri dari daun petai cina.
Bahan yang digunakan yaitu: daun tanaman petai cina (L. leucocephala),
washbenzene (tehnis), washbenzene (p.a), metanol (tehnis), metanol (p.a), etilasetat
(tehnis), etil asetat (p.a), kloroform (p.a), n-heksan (p.a) (E. Merck), silika gel 60
GF254, plat KLT (E.Merck), aquades, media Nutrient Agar (NA), biakan bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922, kertas
Wathman no. 1, kertas saring, serium sulfat. Spektrofotometer UV-Vis (MILTON
ROY SPECTRONIC 3000 ARRAY), spektrofotometer IR (PERKIN ELMER
FTIR 100), 1H-NMR (DELTA2 dengan frekuensi 500 MHz), GC-MS
(GCMSQP2010S SHIMADZU), peralatan gelas, alat Soxhlet, inkubator, autoklaf,
rotary evaporator, cawan petri, cawan porselin, ose, autoklaf, lampu ultraviolet
panjang gelombang 336 nm dan 254 nm, pipa kapiler, mikropipet, oven,
seperangkat alat Vacum Liquid Chromatography, dan bejana pengembang KLT
preparatif.
2.3.1 Ekstraksi
Serbuk kering daun petai cina (300 gram) disari secara bertingkat menggunakan
2 pelarut yang berbeda polaritasnya, dimulai washbenzene dan kemudian dengan
metanol. Serbuk disokhlet dengan 1 L washbenzene selama 24 jam, filtrat
ditampung dan ampasnya diangin-anginkan sampai terbebas dari bau
washbenzene dan disokhlet lagi dengan metanol sebanyak 1 L. Sokhletasi
dihentikan setelah pelarutnya tampak jernih. filtrat diuapkan dengan evaporator
sampai diperoleh ekstrak (Tabel I). Kedua ekstrak yang menggunakan metode
difusi agar
10
2.3.2 Fraksinasi
Sebanyak 2 gram ekstrak aktif tersebut dikeringkan dengan silika gel 60
PF254 Merck sampai menjadi serbuk kering. Bagian bawah sinterglass
dimasukkan kertas saring, kemudian diisi dengan serbuk fase diam silika gel 60
PF254 Merck sampai mencapai ketinggian ± ½ dari tinggi sinterglass sambil
divakum, serbuk sampel ditaburkan diatasnya dan permukaan serbuk ditutup lagi
dengan kertas saring. Elusi dilakukan dengan fase gerak washbenzen : etilasetat
(washbenzen 100 %; 19:1; 19:1; 15,7:1; 13,3:1; 11,5:3; 9:1; 8:1; 8:2; 5:5) v/v
sambil divakum (Tabel II). Hasil fraksinasi tersebut ditampung dan dikeringkan,
selanjutnya dilihat profil KLTnya. Hasil fraksinasi yang menunjukkan pola bercak
yang sama disatukan menjadi satu fraksi.
2.3.3 Isolasi
Isolasi Fraksi yang menunjukkan aktivita antibakteri yang paling besar
ditotolkan membentuk pita memanjang diatas plat KLTP. Selanjutnya plat
tersebut diangin-anginkan sampai semua pelarutnya menguap. Plat tersebut
dimasukkan dalam bejana yang berisi larutan pengembang washbenzen : etil
asetat (8 : 1 v/v). Setelah pengembangan selesai, plat dikelurkan dari dalam bejana
pengembang lalu dianginanginkan lagi selama ± 30 menit. Untuk mengetahui
bercak pita yang akan dikerok, plat tersebut diamati di bawah sinar UV atau
dengan pereaksi semprot lalu ditandai pita-pita yang terbentuk. Pita-pita yang
terbentuk hasil preparatif dikerok dan dikumpulkan serta dilarutkan dengan
pelarut metanol:kloroform (1:1 v/v). Selanjutnya disaring dengan menggunakan
penyaring vakum, lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan
11
1 v/v). sehingga diperoleh senyawa tunggal dan diuji aktifitas antibakterinya
terhadap S. aureus
12
Tabel II. Hasil fraksinasi ekstrak WB daun petai cina
No. WB (mL) EtOAc (mL) PerbandinganWB : Fraksi
EtOAc
1. 100 0 100% WB I
2. 95 5 19:1 II
3. 95 5 19:1 III
4. 94 6 15,7:1 IV
5. 93 7 13,3:1 V
6. 92 8 11,5:3
7. 90 10 9:1 VI
8. 88,88 11,12 8:1
9. 80 20 8:2 VII
10. 50 50 5:5
Gambar 5. Profil KLT hasil KCV F III dengan menggunakan fase gerak
kloroform-etilasetat (8:1 v/v), fase diam silika gel 60 F254, yang dideteksi dengan
pereaksi Serium Sulfat.
13
Gambar 6. Profil KLT pita 2 setelah di KLTP menggunakan fase diam silika gel
60 F254 dengan eluen kloroform : etilasetat (15 : 1 v/v) dengan pereaksi Serium
Sulfat.
Gambar 7. Aktivitas antibakteri p1a, p2a, p3a loading 1000 µg daun petai
cina pada bakteri S. aureus ATCC 25923, C adalah kloroform sebagai kontrol
negatif dengan diameter paper disk 6 mm.
Fraksi yang memberikan profil KLT yang sama atau mirip digabung, yakni
fraksi III.3, III.4, III.5, III.6, III.7 dan III.8. Kemudian gabungan fraksi tersebut
dilakukan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP), yang dimaksudkan untuk
memeriksa jumlah pita yang terbentuk. Dimana dari hasil KLT preparatif
diperoleh sebanyak 5 pita. Pita 1 dan 2 menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap
bakteri S. aureus dengan diameter hambatan rata-rata sebesar 11,4 mm dan 12,8
mm. Pita 2 yang menunjukkan aktifitas paling besar dicek kemurniaanya dengan
plat kromatografi lapis tipis silika gel 60 F254 menggunakan fase gerak kloroform
14
: etilasetat (15 : 1 v/v). Berdasarkan profil KLT masih ada yang tersisa ditempat
penotolan (Gambar 6),oleh karena itu perlu dimurnikan lagi dengan menggunakan
KLTP. Dari hasil KLTP pita 2 di peroleh 3 pita. Pita-pita yang terbentuk kemudian
dikerok, dilarutkan dengan kloroform dan dipisahkan dengan cara disaring
menggunakan vakum lalu hasilnya diuapkan sampai pelarutnya menguap semua.
Isolat-isolat tersebut kemudian diuji kembali aktivitas antibakterinya terhadap S.
Aureus. Hasil uji aktivitas bakteri ditampilkan pada Gambar 7. Dari gambar di
atas terlihat bahwa isolat p2a yang paling aktif dengan diameter hambatan sebesar
25,2 mm.
Berdasarkan analisis data spektra UV, IR , GC-MC dan 1H-NMR, isolat yang
diperoleh mengarah pada senyawa lupeol (Gambar 8). Gambar 6. Profil KLT pita
2 setelah di KLTP menggunakan fase diam silika gel 60 F254 dengan eluen
kloroform : etilasetat (15 : 1 v/v) dengan pereaksi Serium Sulfat. Gambar 7.
Aktivitas antibakteri p1a, p2a, p3a loading 1000 µg daun petai cina pada bakteri
S. aureus ATCC 25923, C adalah kloroform sebagai kontrol negatif dengan
diameter paper disk 6 mm.
15
menunjukan ikatan C-O dan serapan yang lemah (weak) pada 1285,3 cm-1.
Vibrasi C-H luar bidang tak jenuh ditunjukkan pada 904 cm-1, sedangkan serapan
pada 1575 cm-1 merupakan vibrasi ikatan rangkap C=C tak terkonjugasi. Vibrasi
stretching dan bending dari metil (CH3) ditunjukkan pada 2928,2 dan serapan
pada 2854,3 cm-1 menunjukkan adanya –CH bending yang merupakan
hidrokarbon alifatik siklik (lingkar) dan dipertegas adanya serapan pada daerah
1416,4cm-1 untuk metilen dan 1385,0 cm-1 untuk metil (Silverstein dkk., 1991).
Data ini memperkuat struktur senyawa lupeol.
Gambar 8. Lupeol.
16
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 KESIMPULAN
Dari Penelitian diatas penulis memberikan kesimpulan ;
Ekstrak washbenzen daun petai cina aktif terhadap bakteri S. aureus. Senyawa yang
terkandung pada isolat aktif antibakteri dari daun petai cina diperkirakan adalah
lupeol.
3.2 SARAN
Dari penelitian ini,sekiranya masyarakat dapat mengetahui betapa pentingnya
kesehatan tubuh,dan memanfaatkan apa-apa saja yang ada disekitar kita. Penulis
menyapaikan kepada pembaca agar tidak perlu kahwatir mengkomsumsi petai cina.
Karena dari penelitan di atas menyampaikan bahwasanya petai cina memiliki
kandungan protein yang tinggi dan dapat mencegah dan menyembuhkan beberapa
penyakit.
17
DAFTAR PUSTAKA
Radji, M., 2005, Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam Pengembangan Obat
Herbal, Majalah Ilmu Kefarmasian, 3 : 113-126.
Wahyuni, 2006, Efek Antiinflamasi Infusa Daun Petai Cina pada Tikus Jantan Galur
Wistar, Skripsi, Fakutas Farmasi UMS, Surakarta
Dalimartha, Setiawan. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 2. Jakarta: Trubus Agriwidya