OLEH:
ANNISA NUR KHASANAH (134190091)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Sebagaimana umumnya interaksi antara makhluk hidup, pada
tumbuhan juga terjadi interaksi yang saling menguntungkan dan ada pula
interaksi kompetisi, bahkan ada interaksi dimana salah satu tumbuhan
dirugikan atau dihambat pertumbuhannya.
Baik tumbuhan, hewan ataupun makhluk hidup yang lainnya
melakukan persaingan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Hal ini
dapat memperlihatkan adaptasi antar makhluk hidup dengan sesamanya,
makhluk hidup yang lainnya dan lingkungannya. Terdapat beberapa
tumbuhan yang menghasilkan senyawa kimia dalam melakukan
persaingan yang kemudian disebut Alelopati. Kemudian senyawa kimia
yang dihasilkannya dapat menghambat pertumbuhan jenis tumbuhan
lainnya disebut alelokimia
I. 2. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, yang menjadi permasalahan dalam makalah ini yaitu:
a. Apa yang dimaksud dengan Alelopati ?
b. Bagaimana sejarah ditemukannya istilah Alelopati ?
c. Bagimana mekanisme dan proses terjadinya Alelopati ?
I. 3. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini yaitu :
a. Untuk mengetahui pengertian Alelopati
b. Untuk mengetahui sejarah ditemukannya istilah Alelopati
c. Untuk mengetahui mekanisme dan proses terjadinya Alelopati
I. 4. Manfaat
Dengan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Makalah ini diharapkan menjadi salah satu bahan informasi bagi
masyarakat secara umum.
2. Dapat memberikan imformasi ilmiah bagi petani dan instansi terkait
tentang alelopati.
3. Sebagai bahan masukan untuk mata kuliah “Ilmu Gulma dan
Pengendaliannya” tentang alelopati.
4. Sebagai sumber informasi lanjutan bagi mahasiswa Fakultas Pertanian
untuk melakukan penelitian.
BAB II
PEMBAHASAN
III. 1. Kesimpulan
Alelopati merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk
interaksi antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya
melalui senyawa kimia, alelopati juga merupakan suatu peristiwa dimana
suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat
menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan
tumbuhan tersebut. Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan
tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu
yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan.
Pemanfaatan mekanisme alelopati terutama untuk mengendalikan
gulma dan/atau patogen. Tumbuhan yang bersifat sebagai alelopat
mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan
tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Namun
kuantitas dan kualitas senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh tumbuhan
dapat dipengaruhi oleh kerapatan tumbuhan alelopat, macam tumbuhan
alelopat, saat kemunculan saat kemunculan tumbuhan alelopat, lama
keberadaan tumbuhan alelopat, habitus tumbuhan alelopat, kecepatan
tumbuh tumbuhan alelopat, dan jalur fotosintesis tumbuhan alelopat (C3
atau C4).
III. 2. Saran
Penyusun berharap kepada pembaca untuk menyimak, mempelajari
dan menggunakan makalah ” Alelopati dan Penanggulangannya “ sebagai
motivasi dan menjadi referensi kepada pembaca dalam melakukan
kegiatan usaha disektor pertanian. Akhirnya penyusun sadari sepenuhnya
bahwa makalah yang kami susun jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 WERENG
Wereng coklat merupakan salah satu hama utama tanaman padi.
Hama ini telah populer di kalangan petani sejak tahun 1970-an. Wereng
coklat merupakan hama global karena bukan saja menyerang pertanaman
padi di Indonesia, tetapi juga menyerang pertanaman padi di Cina,
Thailand, Vietnam, India, Bangladesh, Malaysia, Filipina, Jepang, dan
Korea (Baehaki, 2010). Sejarah serangan wereng coklat terbesar di
Indonesia pada kurun waktu 1970-1980 mencapai 2.5 juta ha. Wereng
coklat kembali menjadi sorotan di era milenium ini, dengan adanya
serangan pada awal tahun 2010 dari mulai rusak ringan sampai puso.
Sampai bulan Juni 2010 serangan hama ini mencapai 23.187 ha, termasuk
yang puso tidak kurang dari 2.867 ha.
Wereng Coklat masih dianggap hama utama pada tanaman padi.
Kerusakan akibat serangan hama ini cukup luas dan hampir terjadi pada
setiap musim tanam. Secara langsung wereng coklat akan menghisap
cairan sel tanaman padi sehingga tanaman menjadi kering dan akhirnya
mati.
1.2.1 Cara Pengendalian Hama Wereng Coklat
1. Tanam padi Serempak
Pola tanam serempak dalam areal yang luas dan tidak dibatasi
oleh admisistrasi dapat mengantisipasi penyebaran serangan wereng
coklat karena jika serempak, hama dapat berpindah-pindah ke lahan
padi yang belum panen. Wereng coklat terbang bermigrasi tidak dapat
dihalangi oleh sungai atay lautan.
2. Perangkap Lampu
Perangkap lampu merupakan perangkap yang paling umum
untuk pemantauan migrasi dan pendugaan populasi serangga yang
tertarik pada cahaya, khususnya wereng coklat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan perangkap
lampu antara lain, kekontrasan lampu yang digunakan pada perangkap
lampu yang terdapat di sekitarnya. Semakin kontras cahaya lampu yang
digunakan maka akan luas jangkauan tangkapannya. Kemampuan
serangga untuk menghindari lampu perangkap yang dipasang.
Perangkap lampu dipasang pada pematang (tempat) yang bebas
dari naungan dengan ketinggian sekitar 1,5 meter diatas permukaan
tanah. Lampu yang digunakan adalah lampu pijar 40 watt dengan
voltase 220 volt. Lampu dinyalakan pada jam 18.00 sampai dengan
06.00 pagi. Agar serangga yang tertangkap tidak terbang lagi, maka
pada penampungan serangga yang berisi air ditambahkan sedikit
deterjen.
Keputusan yang diambil setelah ada wereng pada perangkap
lampu, yaitu wereng-wereng yang tertangkap dikubur, atau keringkan
pertanaman padi sampai retak, dan segera setelah dikeringkan
kendalikan wereng pada tanaman padi dengan insektisida yang
direkomendasikan.
3. Tuntaskan pengendalian pada generasi 1
Menurut Baihaki (2011), perkembangan wereng coklat pada
pertanaman padi dapat terbagi menjadi 4 (empat) generasi yaitu :
Generasi 0 (G0) = umur padi 0-20 HST (hari Sesudah Tanam).
Generasi 1 (G1) = Umur padi 20-30 HST, wereng coklat akan menjadi
imago wereng coklat generasi ke-1.
Generasi 2 (G2) = Umur padi 30-60 HST, wereng coklat akan menjadi
imago wereng coklat generasi ke-2.
Generasi 3 (G3) = umur padi diatas 60 HST.
Pengendalian wereng yang baik yaitu :
Pada saat generasi nol (G0) dan generasi 1 (G1).
Gunakan insektisida berbahan aktif buprofezin, BPMC, fipronil dan
imidakloprid.
Pengendalian wereng harus selesai pada generasi ke-1 (G1) atau
paling lampat pada generasi ke -2 (G2).
Pengendalian saat generasi ke-3 (G3) atau puso tidak akan berhasil
4. Penggunaan Insektisida
Keringkan pertanaman padi sebelum aplikasi insektisida
baik yang disemprot atau butiran. Aplikasi insektisida dilakukan saat
air embun tidak ada, yaitu antara pukul 08.00 pagi sampai pukul
11.00, dilanjutkan sore hari. Insektisida harus sampai pada batang
padi. Tepat dosis dan jenis yaitu berbahan aktif buprofezin, BPMC,
fipronil dan imidakloprid. Tepat air pelarut 400-500 liter air per
hektar.
1.2.2 Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian Hama Terpadu adalah tehnik pengendalian hama
dengan cara menggabungkan beberapa cara pengendalian yang
kompatibel. Demikian juga untuk mengendalikan hama wereng coklat
pada tanaman padi kita juga harus menggunakan tehnik-tehnik dalam
PHT. Adapun cara tepat mengendalikan hama wereng coklat pada
tanaman padi adalah:
Gunakanlah tanaman padi dengan varietas unggul tahan wereng
(VUTW) sebagai contoh adalah IR 64, IR 72, IR 74, ciherang, cimelati dll
Pergiliran varietas tanaman padi antar musim. Yang dimaksud
pergiliran varietas antar musim adalah menanam varietas tahan saat musim
hujan dan menanam varietas kurang tahan saat musim kemarau. Pergiliran
variatas tanaman padi satu musim tanam. Cara ini dilakukan dengan
menanam padi yang tahan wereng saat awal musim hujan dan menanam
varietas yang kurang tahan (rentan) saat akhir musim hujan. Menggunakan
jamur musuh alami hama wereng coklat sebagai contoh yang sudah biasa
dipraktekkan adalah menggunakan jamur Metharizium anisopleae dan
jamur Beuveria basiana. Pengendalian menggunakan musuh alami/
predator (paedorus fuscifes, laba-laba, cooccinella sp, Ophionea
nigrofasciata dll). Untuk memanfaatkan predator ini kita harus melakukan
pengamatan minimal 1 minggu 1 kali dan gunakan insektisida yang
selektif untuk menghindari terbunuhnya musuh alami tersebut.
Penggunaan insektisida yang selektif, jangan sekali-kali menggunakan
insektisida dari golongan piretroid sintetik (fastac, matador, decis,
sidametrin, dll) karena justru akan meledakkan populasi. Kalau saya boleh
merekomendasikan sikahkan gunakan yang mempunyai cara kerja sitemik
sebagai contoh fipronil (regent) dan imidakloprit (imidagold, winder dan
lain-lain). Bisa juga gunakan yang cara kerjanya unik yaitu menghambat
proses ganti kulit sebagai contoh adalah aplaud. Jangan lupa dalam
pengaplikasiannya semprotkan pada pangkal batang tanaman padi dengan
dosis dan konsentrasi yang tepat.
1.2.4 Mengendalikan Wereng Coklat
1). Dengan teknik budidaya
a. Tanam varietas tahan seperti Memberamo, Mekongga, Ciherang,
IR74, Inpari 2, Inpari 3, dan Inpari 6;
b. Pelihara persemaian dan tanaman muda agar tidak terserang
wereng coklat;
c. Tanam padi secara serempak dalam suatu wilayah;
d. Gunakan pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman, dapat
menggunakan BWD (bagan warna daun) sebagai indikator
kebutuhan pupuk;
e. Pada saat terjadi serangan, keringkan petakan sawah untuk
memudahkan teknis pengendalian
2). Dengan kimiawi
Menggunakan insektisida dengan bahan aktif fipronil,
bupofresin, amidaklrorid, karbofuran, atau teametoksan.
3). Hayati
Menggunakan ekstrak nimba (Azadirachta indica).
4). Mekanis
Deteksi dini dengan menggunakan lampu perangkap, sehingga
dengan segera para petani mengetahui kehadiran wereng coklat di
pertanaman. Demikian juga untuk mengendalikan hama wereng coklat
pada tanaman padi kita juga harus menggunakan tehnik-tehnik dalam
PHT. Adapun cara tepat mengendalikan hama wereng coklat pada
tanaman padi adalah:
Gunakanlah tanaman padi dengan varietas unggul tahan wereng
(VUTW) sebagai contoh adalah IR 64, IR 72, IR 74, ciherang,
cimelati dll
Pergiliran varietas tanaman padi antar musim. Yang dimaksud
pergiliran varietas antar musim adalah menanam varietas tahan saat
musim hujan dan menanam varietas kurang tahan saat musim
kemarau.
Pergiliran variatas tanaman padi satu musim tanam. Cara ini dilakukan
dengan menanam padi yang tahan wereng saat awal musim hujan dan
menanam varietas yang kurang tahan (rentan) saat akhir musim hujan
Menggunakan jamur musuh alami hama wereng coklat sebagai contoh
yang sudah biasa dipraktekkan adalah menggunakan jamur
Metharizium anisopleae dan jamur Beuveria basiana
Pengendalian menggunakan musuh alami/ predator (paedorus fuscifes,
laba-laba, cooccinella sp, Ophionea nigrofasciata dll). Untuk
memanfaatkan predator ini kita harus melakukan pengamatan minimal
1 minggu 1 kali dan gunakan insektisida yang selektif untuk
menghindari terbunuhnya musuh alami tersebut.
Penggunaan insektisida yang selektif, jangan sekali-kali menggunakan
insektisida dari golongan piretroid sintetik (fastac, matador, decis,
sidametrin, dll) karena justru akan meledakkan populasi. Kalau saya
boleh merekomendasikan sikahkan gunakan yang mempunyai cara
kerja sitemik sebagai contoh fipronil (regent) dan imidakloprit
(imidagold, winder dan lain-lain). Bisa juga gunakan yang cara
kerjanya unik yaitu menghambat proses ganti kulit sebagai contoh
adalah aplaud. Jangan lupa dalam pengaplikasiannya semprotkan pada
pangkal batang tanaman padi dengan dosis dan konsentrasi yang tepat.
2. PENYAKIT PADA TANAMAN PADI
2.1 Penyakit Tungro
Tungro adalah penyakit yang menyerang tanaman padi yang
disebabkan oleh virus, merupakan salah satu penyakit penting pada padi
karena sangat merusak dan tersebar luas. Di Indonesia, semula semula
penyakit ini hanya terbatas di Sulawesi Selatan, tetapi sejak awal tahun
1980-an menyebar ke Bali, Jawa Timur, dan sekarang sudah menyebar ke
hampir seluruh wilayah Indonesia.
Bergantung pada saat tanaman terinveksi, penyakit tungro dapat
menyebabkan kehilangan hasil 5 – 70 %, makin awal tanaman terinveksi
makin besar kehilangan hasil yang ditimbulkannya.
Tanaman padi yang terinfeksi biasanya hidup hingga fase
pemasakan. Pembungaan yang terlambat bisa menyebabkan tertundanya
panen. Malai seringkali kecil, steril dan keberadaanya tidak sempurna.
Tanaman tua yang terinfeksi bisa tidak menimbulkan gejala serangan
sebelum panen tetapi gejala akan terlihat saat singgang yang tumbuh
setelah panen.
Semakin muda umur tanaman yang terserag dan semakin rentang
varietas padi maka semakin berat infeksi penyakit virus tungro ini. Tungro
adalah penyakit virus padi yang paling penting di Asia Tropika.
Serangannya dapat merusak pertanaman yang sangat luas dalam waktu
yang singkat.
2.2.1 Penyebab Penyakit dan Penularannya
Tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu virus
bentuk batang Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan virus bentuk
bulat Rice Tungro Spherical Virus (RTSV). Kedua jenis virus tersebut
tidak memiliki kekerabatan serologi dan dapat menginfeksi tanaman
secara bersama-sama. Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau
(sebagai vektor) tidak terjadi multiplikasi dalam tubuh wereng dan tidak
terbawa pada keturunananya. Sejumlah species wereng hijau dapat
menularkan virus tungro, namun Nephotettix virescen smerupakan wereng
hijau yang paling efisien sehingga perlu diwaspadai keberadaannya.
Penularan virus tungro dapat terjadi apabila vektor memperoleh virus
setelah mengisap tanaman yang terinfeksi virus kemudian berpindah dan
mengisap tanaman sehat tanpa melalui periode laten dalam tubuh vektor.
2.2.2 Gejala Serangan
Secara morfologis tanaman padi yang tertular virus tungro menjadi
kerdil, daun berwarna kuning sampai kuning jingga disertai bercak-bercak
berwarna coklat. Perubahan warna daun di mulai dari ujung, meluas ke
bagian pangkal. Jumlah anakan sedikit dan sebagian besar gabah hampa.
Infeksi virus tungro juga menurunkan jumlah malai per rumpun, malai
pendek sehingga jumlah gabah per malai rendah. Serangan yang terjadi
pada tanaman yang telah mengeluarkan malai umumnya tidak
menimbulkan kerusakan fatal.
Tinggi rendahnya intensitas serangan tungro ditentukan oleh
beberapa faktor diantaranya: ketersediaan sumber inokulum (tanaman
terserang), adanya vektor (penular), adanya varietas peka dan kondisi
lingkungan yang memungkinkan, namun keberadaan vektor yang
mengandung virus adalah faktor terpenting. Intensitas penyakit tungro
juga dipengaruhi oleh tingkat ketahanan varietas dan stadia tanaman.
Tanaman stadia muda, sumber inokulum tersedia dan populasi vektor
tinggi akan menyebabkan tingginya intensitas serangan tungro. Ledakan
tungro biasanya terjadi dari sumber infeksi yang berkembang pada
pertanaman yang tidak serempak.
2.2.3 Pengendalian penyakit
Pada prinsipnya penyakit tungro tidak dapat dikendalikan secara
langsung artinya, tanaman yang telah terserang tidak dapat disembuhkan.
Pengendalian bertujuan untuk mencegah dan meluasnya serangan serta
menekan populasi wereng hijau yang menularkan penyakit. Mengingat
banyaknya faktor yang berpengaruh pada terjadinya serangan dan
intensitas serangan, serta untuk mencapai efektivitas dan efisiensi, upaya
pengedalian harus dilakukan secara terpadu yang meliputi :
1. Waktu tanam tepat
Waktu tanam harus disesuaikan dengan pola fluktuasi populasi
wereng hijau yang sering terjadi pada bulan-bulan tertentu. Waktu
tanam diupayakan agar pada saat terjadinya puncak populasi, tanaman
sudah memasuki fase generatif (berumur 55 hari atau lebih). Karena
serangan yang terjadi setelah masuk fase tersebut tidak menimbulkan
kerusakan yang berarti.
2. Tanam serempak
Upaya menanam tepat waktu tidak efektif apabila tidak
dilakukan secara serempak. Penanaman tidak serempak menjamin
ketersediaan inang dalam rentang waktu yang panjang bagi
perkembangan virus tungro, sedangkan bertanam serempak akan
memutus siklus hidup wereng hijau dan keberadaan sumber inokulum.
Penularan tungro tidak akan terjadi apabila tidak tersedia sumber
inokulum walaupun ditemukan wereng hijau, sebaliknya walaupun
populasi wereng hijau rendah akan terjadi penularan apabila tersedia
sumber inokulum.
3. Menanam varietas tahan
Menanam varietas tahan merupakan komponen penting dalam
pengendalian penyakit tungro.Varietas tahan artinya mampu
mempertahankan diri dari infeksi virus dan atau penularan virus oleh
wereng hijau. Walaupun terserang, varietas tahan tidak menunjukkan
kerusakan fatal, sehingga dapat menghasilkan secara normal. Sejumlah
varietas tahan yang dianjurkan untuk daerah NTB antara lain: Tukad
Patanu, Tukad Unda, Bondoyudo dan Kalimas. IR-66, IR-72 dan IR-74.
Sejumlah varietas Inpari yang baru dilepas juga dinyatakan tahan
tungro. Hasil penelitian di daerah endemis membuktikan Tukad Unda
cukup tahan dengan intensitas serangan 0,0%-9,14% sedangkan varietas
peka IR-64 berkisar 16,0%-79,1%. Penelitian di Lanrang Sulawesi
Selatan juga menunjukkan daya tahan Tukad Patanu terhadap tungro
dengan intensitas serangan 18,20% sedangkan varietas peka Ciliwung
mencapai 75,7%.
4. Memusnahkan (eradikasi) tanaman terserang
Memusnahkan tanaman terserang merupakan tindakan yang
harus dilakukan untuk menghilangkan sumber inokulum sehingga tidak
tersedia sumber penularan. Eradikasi harus dilakukan sesegera mungkin
setelah ada gejala serangan dengan cara mencabut seluruh tanaman
sakit kemudian dibenamkan dalam tanah atau dibakar. Pada umumnya
petani tidak bersedia melakukan eradikasi karena mengira penyakit bisa
disembuhkan dan kurang memahami proses penularan penyakit. Untuk
efektifitas upaya pengendlian, eradikasi mesti dilakukan diseluruh areal
dengan tanaman terinfeksi, eradikasi yang tidak menyeluruh berarti
menyisakan sumber inokulum.
5. Pemupukan N yang tepat
Pemupukan N berlebihan menyebab-kan tanaman menjadi
lemah, mudah terserang wereng hijau sehingga memudahkan terjadi
inveksi tungro, karena itu penggunaan pupuk N harus berdasarkan
pengamatan dengan Bagan Warna Daun (BWD) untuk mengetahui
waktu pemupukan yang paling tepat. Dengan BWD, pemberian pupuk
N secara berangsur-angsur sesuai kebutuhan tanaman sehingga tanaman
tidak akan menyerap N secara berlebihan.
6. Penggunaan pestisida
Penggunaan pestisida dalam mengendalikan tungro bertujuan
untuk eradikasi wereng hijau pada pertanaman yang telah tertular
tungro agar tidak menyebar ke pertanaman lain dan mencegah
terjadinya infeksi virus pada tanaman sehat. Penggunaan insektisida
sistemik butiran (carbofuran) lebih efektif mencegah penularan tungro.
Mengingat infeksi virus dapat terjadi sejak di pesemaian, sebaiknya
pencegahan dilakukan dengan antara lain tidak membuat pesemaian di
sekitar lampu untuk menghindari berkumpulnya wereng hijau di
pesemaian dan menggunakan insektisida confidor ternyata cukup
efektif. Insesektisida hanya efektif menekan populasi wereng hijau pada
pertanaman padi yang menerapkan pola tanam serempak. Karena itu
pengendalian penyakit tungro yang sangat berbahaya akan berhasil
apabila dilakukan secara bersama-sama dalam hamparan relatif luas,
utamakan pencegahan melalui pengelolaan tanaman yang tepat (PTT)
untuk memperoleh tanaman yang sehat sehinga mampu bertahan dari
ancaman hama dan penyakit. (Lalu Wira Jaswadi)
BAB III
KESIMPULAN