Anda di halaman 1dari 17

Tugas M.

K Manajemen Pengendalian Gulma


Alelopati

Disusun oleh : Kelompok 3

Marsela Vianita Sabhatini Sela Olasya Depari Aisyah Nur Hasanah

150510100147 150510100191 150510100128

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2013

KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat RahmatNya akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Alelopati. Tujuan pembuatan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Pengendalian Gulma sehingga dapat lebih mengetahui tentang alelopati yang dapat digunaka tumbuhan dan tanaman tertentu untuk menghambat pertumbuhan tanaman di sekitarnya. Serta untuk mencapai tujuan itu kami uraikan materi-materi yang disertai dengan penjelasan. Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi penyusunan maupun penuturan bahasa. Kami mengharapkan kritik dan saran mengenai makalah ini untuk penyempurnaan makalah ini dikemudian hari.

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR. 1 DAFTAR ISI 2 BAB I PENDAHULUAN 3 1.1 LATAR BELAKANG 3 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN.. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4 BAB III PEMBAHASAN. 5 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN..... 15 DAFTAR PUSTAKA 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Gulma merupakan salah satu tumbuhan yang menimbulkan kerugian karena mengadakan persaingan atau kompetisi dengan tanaman pokok di dalam menyerap unsurunsur hara dan air dari dalam tanah, dan penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis. Menurut Rahayu (2003) dalam pertanian, mekanisme alelopati diterapkan terutama untuk mengendalikan gulma dengan mengisolasi alelokimia yang digunakan sebagai bahan aktif bioherbisida. Istilah allelopati dipopulerkan oleh Molisch pada tahun 1937 sebagai pengaruh negatif salah satu jenis tumbuhan terhadap perkecambahan, pertumbuhan dan pembuahan jenis tumbuhan lainnya yaitu dengan adanya pelepasan senyawa kimia. Terdapat dua jenis allelopati yaitu allelopati sebenarnya merupakan pelepasan senyawa beracun dari tumbuhan ke lingkungan di sekitarnya dalam bentuk senyawa asli yang dihasilkan dan allelopati fungsional merupakan pelepasan senyawa-senyawa kimia oleh tumbuhan ke lingkungan sekitarnya yang ke,udiam bersifat sebagai racun setelah mengalami perubahanm yang disebabkan oleh mikroba tanah (Sastroutomo, 1990). Efek dari allelopati dapat bervariasi dan dapat bersifat negatif (sebagai racun) serta positif (meningkatkan pertumbuhan). Allelopati mempunyai spektrum kerja yang luas. Menurut Rice (1984), ada empat hubungan yang saling mempengaruhi yaitu gulma terhadap tanaman budidaya, antar tanaman sejenis, antar tanaman tidak sejenis dan tanaman budidaya terhadap gulma. Sulit untuk membedakan antara efek dari kompetisi (misalnya untuk cahaya, air dan nutrisi/unsur hara) dan efek dari allelopati tersebut. Tanaman yang memiliki alleopati diantaranya adalah gandum, sorgum, padi, kubis-kubisan, dan lain-lain.

1.2 Maksud dan Tujuan Makalah dibuat bertujuan untuk memenuhi nilai mata kuliah manajemen pengendalian gulma serta agar mahasiswa yang mengambil mata kuliah ini mengerti akan allelopati yang mana berkaitan dengan weed manajemen.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi mencakup semua tipe interaksi kimia antar tumbuhan, mikroorganisme, atau antara tumbuhan dan mikroorganisme (Einhellig, 1995). Interaksi tersebut meliputi penghambatan dan pemacuan secara langsung ataupun tidak langsung suatu senyawa yang dibentuk oleh suatu organisme terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme lain (Rice, 1984). Menurut Sastroutomo (1991) bahwa mekanisme alelopati antara lain menghambat aktivitas enzim, bahkan menurut Fitter dan Hay (1991) bahwa alelopati dapat menyebabkan terjadinya degradasi enzim dari dinding sel, sehingga aktivitas enzim menjadi terhambat atau mungkin menjadi tidak berfungsi. Selain itu, alelopati juga menyebabkan penurunan permiabilitas membran sel, menghambat pembelahan, pemanjangan dan pembesaran sel, menurunkan kemampuan penyerapan air dan unsur hara terlarut (Sastrautomo, 1991). Mekanisme alelopati dalam pertanian diterapkan terutama untuk mengendalikan gulma melalui penggunaan jenis tanaman alelopati. Penelitian yang dilakukan oleh Fujii (2001) menyatakan bahwa tanaman legum yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan alelokimia adalah Vigna radiata L, Vigna angiculata dan Mucuna pruriens dengan tingkat penekanan gulma 53 87 %, sedangkan pada musim semi Mucuna pruriens dapat menekan pertumbuhan gumla sebesar 48 %, Vigna radiata L 5 % dan Vigna angularis 41 %. Penelitian yang dilakukan oleh Suyadi (1992) menyatakan bahwa tanaman kacang hijau kultivar betet yang tumbuh bersamaan dengan gulma sampai umur 30 hari setelah tanam menghasilkan bobot kering biji 1,4 ton/ha tidak berbeda nyata dengan keadaan bebas gulma sampai umur 60 hari setelah tanam. Hal ini menunjukkan bahwa kacang hijau mempunyai daya kompetisi yang tinggi walaupun tumbuh bersama-sama dengan tanaman lain maupun dengan gulma karena kacang hijau memiliki kemampuan yang cepat untuk menangkap hara dengan cepat yang jumlahnya minimum dengan memperpanjang akar tanaman dan mengeluarkan alelokimia (Pabinru, 1979) Kemampuan suatu tanaman untuk menghasilkan alelokimia selain dipengaruhi oleh faktor abiotik seperti temperatur, penyinaran, kelembaban tanah, ketersediaan unsur hara juga umur dan kultivar dari tanaman penghasil alelokimia. Semua faktor tersebut diatas akan menentukan kuantitas dan kualitas dari alelokimia yang dihasilkannya (Burgos et al., 1999).

BAB III PEMBAHASAN

Tumbuh-tumbuhan mampu menghasilkan berbagai jenis metabolit yang tidak diketahui kegunaannya dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Diduga bahwa tumbuh-tumbuhan dapat menghasilkan senyawa kimia yang beracun baik untuk dirinya sendiri maupun jenis-jenis tumbuhan yang lainnya (Sastroutomo, 1990). Gulma dan tanaman budidaya yang tumbuh berdekatan akan saling mengadakan persaingan, salah satunya dengan mengeluarkan senyawa kimia (alelopat) dan peristiwanya disebut alelopati (Moenandir, 1990). Fenomena alelopati merupakan salah satu bentuk interaksi tumbuhan satu dengan yang lain melalui senyawa kimia. Zat alelopat dapat berupa gas atau cairan yang dikeluarkan melalui akar, batang maupun daun. Istilah alelopati pertama digunakan oleh Molisch pada tahun 1937 yang diartikan sebagai interaksi biokimiawi secara timbal balik yang bersifat penghambatan maupun perangsangan antara semua jenis tumbuhan (termasuk mikroorganisme) (Rice, 1984). Beberapa definisi alelopati menurut para ahli lain adalah sebagai berikut. a. Singh et al. (2001) menambahkan bahwa alelopati menunjukkan efek langsung atau tidak langsung tanaman ke tanaman lain melalui pelepasan zat kimia ke lingkungannya dan memegang peran penting dalam agroekosistem. b. Odum (1971) menyatakan bahwa alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan menghasilkan senyawa kimia yang dapat menghambat jenis tumbuhan lain yang bersaing dengan tumbuhan tersebut. Mekanisme pengaruh alelokimia terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman lain di sekitarnya cukup kompleks. Proses tersebut diawali dengan adanya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase yang berpengaruh terhadap penyerapan ion dan air dan mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis serta pertumbuhan akar tanaman. Selain itu ada pula hambatan yang terjadi pada sintesis protein, pigmen, dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman sasaran (Einhellig, 1995). Patrick (1971) dalam Tetelay (2003) menyatakan bahwa hambatan alelopati dapat berbentuk pengurangan dan kelambatan perkecambahan biji, penghambatan pertumbuhan tanaman, gangguan sistem perakaran, klorosis, layu, bahkan kematian tanaman.

Gambar 1. Mekanisme alelopati. Senyawa alelopati dapat ditemukan di semua jaringan tumbuhan, antara lain pada daun, batang, akar, rizome, bunga, buah dan biji serta dapat dihasilkan oleh tumbuhtumbuhan yang masih hidup atau telah mati (Sastroutomo, 1990). Senyawa tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori menurut struktur dan sifat yang berbeda dari senyawa tersebut diantaranya: (1) asam organik yang larut dalam air, alkohol rantai lurus, aldehid alifatik, dan keton, (2) lakton sederhana yang tak jenuh, (3) rantai panjang asam lemak (fatty acid) dan polyacetylenes, (4) Naphthouinones, anthroquinones dan quinines kompleks, (5) fenol sederhana, asam benzoat dan turunannya, (6) asam sinamat dan turunannya, (7) kumarin, (8) flavonoid, (9) tanin, (10) steroid dan terpenoid (lakton sesquiterpene, diterpenes, dan triterpenoid), (11) asam amino dan polipetida, (alkaloid dan dyanohydrins), (12) sulfida dan glukosida, (15) purin dan nukleotida (Rice, 1984; Wang et al., 2006). Tumbuhan memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan senyawa alelokimia. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain : a. Faktor abiotik Faktor abiotik yang dapat mempengaruhi suatu tanaman untuk menghasilkan senyawa alelokimia adalah kualitas, kuantitas dan lamanya penyinaran, pH tanah, kelembaban, kandungan bahan organik atau kesuburan serta temperatur (Blum, 1996). b. Faktor biotik Aktivitas di dalam tanah (mikroba, mikoriza, nodulasi, parasit tanaman, bakteri) dapat mempengaruhi alelokimia, yaitu alelokimia yang dihasilkan tumbuhan akan terurai oleh mikroorganisme tanah sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang lainnya. Selain itu, alelokimia dapat menghambat aktivitas mikroba dan mengjambat perkembangan bakteri nitrifikasi dan nodulasi pada legume (Radosevich et al., 1997).

c. Tempat aktivitas alelokimia Proses fisiologi yang dipengaruhi oleh alelokimia adalah pembagian sel, produksi hormon dan keseimbangannya, stabilitas dan permeabilitas membran, pengambilan unsur hara, pergerakan stomata, sintesis pigmen, fiksasi nitrogen, susunan jaringan, aktivitas enzim, sintesis asam amino, fotosintesis, dan respirasi (Wink, et al. 1998). Diantara jenis tumbuhan yang satu dengan yang lainnya juga terdapat perbedaan kemampuan dalam menghasilkan alelokimia diantara sesama jenis, perbedaan dapat terjadi dalam konsentrasi alelokimia yang dihasilkan sebagai akibat adanya perbedaan genotipe. Sebagai contoh, beberapa varietas gandum liar dapat menghasilkan skopoletin dan turunannya dalam konsentrasi yang berbeda-beda. Beberapa jenis mentimun dapat menghambat perkecambahan biji-biji gulma tetapi tidak dengan jenis yang lain bahkan ada yang memberikan stimulasi (Putnam, 1984). Senyawa alelopati dapat mempengaruhi penyerapan hara, pembelahan sel, penghambat pertumbuhan, fotosintesis, respirasi, sintesis protein dan aktivitas enzim (Sastroutomo, 1990; Ferguson dan Rathinasabapathi, 2009). Penyimpanan alelokimia dalam tumbuhan ditentukan oleh snyawa lipophilik yaitu suatu gugus yang dekat hubungannya dengan lipid. Senyawa kimia yang mempunyai potensi sebagai alelopati dapat ditemukan pada seluruh jaringan seperti daun, batang, akar, rhizoma, bunga, buah dan biji. 1. Buah dan biji Alelokimia seperti HCN yang diproduksi oleh benih apel saat berkecambah dipercaya dapat melindungi dari serangan patogen. 2. Daun dan sampah Tanaman yang termasuk family Labiatae, Lauraceae, dan Malvaceae memiliki minyak esensial dan phytotoksin pada kelenjar uniseluler daun-daunnya. Abutilon theophrasti, Malvaceae mengeksudat phytotoksin dari grandular trikoma di daun. Mereka mengup atau tercuci hujan. Phytotoksin keluar dari jaringan sampah daun yang mengalami gangguan dekomposisi. 3. Batang dan kulit kayu Kulit kayu dan sampah spesies Eucalyptus dapat menghambat

pertumbuhan benih tanaman lain. Senyawa alelopati pada tumbuhan dapat dilepaskan dalam berbagai cara, antara lain melalui penguapan, eksudat akar, pencucian dan dekomposisi residu dan proses lainnya baik di alam maupun sistem pertanian (Ferguson dan Rathinasabapathi, 2009).
7

a. Penguapan Putnam (1984) melaporkan mengenai adanya senyawa alelopati yang dilepaskan melalui penguapan dan diindentifikasi sebagai senyawa yang termasuk ke dalam golongan terpenoid. yaitu Artemisia, Eucalyptus dan Salvia. Senyawa ini dapat diserap dalam bentuk uap, embun, dan dapat pula masuk ke dalam tanah yang akan diserap akar. b. Eksudat Akar Pada percobaan penampungan eksudat akar tanaman Hemarthia altissima diperoleh senyawa berasal dari asam-asam benzoat, sinamat dan fenolat. c. Pencucian Hasil cucian daun tumbukan Chrysantemun sangat beracun sehingga tidk ada jenis tumbuhan lain yang dapat hidup di bawah naungan tumbuhan ini. d. Dekomposisi residu Setelah tumbuhan mati, senyawa-senyawa kimia yang terkandung di dalam bagian-bagian organnya yang mati, yang mudah larut akan tercuci dengan cepat. Beberapa jenis mulsa dapat meracuni jenis tanaman budidaya atau jenisjenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya. Senyawa alelopati dapat ditemukan pada tanaman budidaya dan gulma. Adanya senyawa alelopati pada tanaman budidaya dinyatakan oleh Theophrastus (300 SM) bahwa terjadi penekaan gulma oleh tanaman buncis (Cicer arietinum). Selain itu ada pula kasus menghilangnya beberapa tanmaan pada suatu lahan seperi Cicer arietinum, Hordeum vulgare, Trigonella foenum-graecum, dan Vicia ervillia. Pengaruh alelopati pada tanaman budidaya dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Alelopati yang dihasilkan tanaman budidaya dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan, produkstivitas, dan hasil dari tananam budidaya lain. 2. Adanya kemungkinan dapat mempengaruhi tanaman budidaya lain yang sama jenisnya dan tumbuh pada sistem tanam monokultur atau ditanam berturut-turut. 3. Lahan menjadi sakit dan terjadi ketidakseimbangan nutrisi dan populasi mikroorganisme tanah. 4. Tanaman budidaya yang mengandung alelopati dapat dimanfaatkan sebagai pengendali gulma melalui berbagai manipulasi. Tanaman budidaya memiliki aktivitas alelopati yang lebih sedikit dibandingkan dengan famili mereka yang liar dan gulma karena memiliki fisiologi khusus untuk

mempertinggi hasil daripada mengembangkan bahan kimia sebagai pertahanan. Dalam proses gen, alelopati yang awalnya berjumlah besar berangsur-angsur hilang. Beberapa tanaman budidaya penghasil alelopati dilaporkan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya lain yang berada di sekitarnya. Dalam keadaan untuk meningkatkan produktivitas tanaman budidaya di dalam agroekosistem, maka pengaruh alelopati dari tanaman budidaya dapat diperkecil dengan cara sebagai berikut. 1. Penggunaan kembali praktek pertanian tradisional seperti rotasi tanaman, 2. Mengatur residu hasil panen tanaman supaya memperkecil pengaruhnya pada tanaman lain. 3. Melindungi tnaaman budidaya dari kondisi-kondisi tekanan sehingga jumlah dan tingkat dampak dari alelokimia dikurangi. 4. Membuat usaha untuk memahami mekanisme aksi alelokimia pada tanaman lain dan nasib alelokimia di tanah. Beberapa gulma yang telah terbukti bersifat alelopati adalah Agropyron repens L., teki (Cyperus rotundus L., Cyperus esculentus L., dan Cynodon dactylon L.), dan alang-alang (Imperata cylindrica L.). Gulma-gulma tersebut diketahui sangat kompetitif dengan tanaman dan menyebabkan penurunan produksi tumbuhan lain (Patterson dalam Setyowati, 2001). Penelitian oleh Nugroho et al. (1988) menunjukkan bahwa alelopati yang dihasilkan oleh Cyperus rotundus dapat mereduksi berat kering bagian atas dan bagian bawah tanaman, panjang tanaman, dan jumlah daun tanaman pada kacang tanah. Pengaruh rimpang dan akar teki (Cyperus rotundus L.) terhadap pertumbuhan jagung dan kedelai juga telah dipelajari dengan metode secara tidak langsung, ekstrak umbi dari rumput teki (Cyperus rotundus L.) menunjukkan penghambatan pertumbuhan akar jagung (Khuzayaroh, 2003). Sastroutomo (1990) menambahkan bahwa kandungan tanin yang terdapat pada akar (Cyperus rotundus L.) dapat menghambat perkecambahan, pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini disebabkan tanin merupakan senyawa polar dan termasuk senyawa yang mudah terhidrolisis dan padat seperti gula. Menurut Lasmini (1997) D. adscendens dan C. kyllingia terbukti memiliki potensi alelopati yang dapat menurunkan hasil pada tanaman bawang merah. Hasil penelitian Marisa et al. (2004) menunjukkan bahwa Porphyllum ruderale mengandung zat alelopati dan dapat menghambat perkecambahan benih jagung. Menurut Batish et al. (2009) A. conyzoides dapat mempengaruhi pertumbuhan awal tanaman padi dengan melepaskan senyawa kimia berupa asam penolik ke lingkungan tanah.

Selain itu penelitian lain juga dilakukan oleh Niamah (2005) tentang alelopati tumbuhan Ageratum conyzoides L, Imperata cylindrica L, dan Portulaca oleracea L terhadap perkecambahan biji kedelai (Glycine max L.) dengan hasil terdapat pengaruh jenis ekstrak gulma terhadap perkecambahan. Ekstrak alang-alang memberikan pengaruh yang paling besar berupa penghambatan perkecambahan dan ekstrak bandotan memberikan pengaruh yang paling kecil terhadap perkecambahan. Penelitian oleh Aini (2008) tentang alelopati tumbuhan Imperata cylindrica L, Ageratum conyzoides L, dan Cyperus rotundus terhadap perkecambahan beberapa varietas kedelai (Glycine max L.) dengan hasil perkecambahan biji kedelai paling terhambat dengan adanya alelopati dari jenis alang-alang jika dibandingkan dengan jenis gulma krokot dan bandotan. Untuk mendapatkan senyawa alelopati yang terdapat pada beberapa gulma dilakukan metode khusus berupa pengekstrakan. Senyawa alelopati hasil ekstrak dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman lain atau tanaman budidaya. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menggali potensi senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan (alelokimia) yang dapat dimanfaatkan sebagai bioherbisida dan merupakan salah satu alternatif yang digunakan untuk menekan kerugian yang diakibatkan oleh gulma. Produksi alelopati yang terdapat pada beberapa jenis gulma antara lain : a. Produksi Alelopati Pada Alang-alang (Imperata cylindrical L.)

Gambar 2. Alang-alang Menurut Zahroh (2002), bahwa banyak tanaman yang mengeluarkan beberapa senyawa alelopati tergantung pada lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh. Semua tumbuhan baik besar maupun kecil, saling bersaing untuk mendapatkan cahaya, mineral, atau ruang. Pengaruh alelopati dapat menyebabkan pertumbuhan yang terhambat, alelopati merupakan salah satu faktor dalam suksesi tumbuhan. Menurut Sastroutomo (1990), alang-alang (Imperata cylindrica L.) yang masih hidup mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ dibawah tanah, jika

10

sudah mati baik organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah sama-sama dapat melepaskan senyawa alelopati. Alang-alang (Imperata cylindrica L.) menyaingi tanaman lain dengan mengeluarkan senyawa beracun dari akarnya dan dari pembusukan bagian vegetatifnya. Senyawa yang dikeluarkan dari bagian tersebut adalah golongan fenol. Dengan senyawa tersebut alang-alang mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Metabolit yang telah ditemukan pada rimpang alang-alang terdiri dari saponin, tannin, arundoin, stigmasterol, femenol, isoarborinol, silindrin, simiarenol, skopolin, kampesterol, -sitisterol,

skopoletin,

phidroksibenzaladehida, katekol, asam klorogenat, asam oksalat, asam d-malat, asam sitrat, potassium (0,75% dari berat kering), sejumlah besar kalsium dan 5hidroksitriptamin. Sedangkan pada daunya mengandung polifenol (Wijaya, 2001). b. Produksi Alelopati Pada Bandotan (Ageratum conyzoides L.)

Gambar 3. Bandotan Tanaman bandotan seringkali populasinya lebih dominan dibandingkan tanaman liar lainya dalam suatu lahan. Tumbuhan ini diduga kuat mempunyai alelopati, suatu keadaan dimana tanaman mengeluarkan eksudat kimia yang dapat menekan pertumbuhan tanaman lainya. Kemampuan daun bandotan menghasilkan alelopati diidentifikasikan karena adanya 3 Phenolic acid yaitu Gallic acid, coumalic acid dan protocatechuic acid, yang dapat menghambat pertumbuhan beberapa gulma pada tanaman pasi. Herba bandotan juga mengandung asam amino, organacid, pectic sub-stance, minyak asiri kumarin, friedelin, siatosterol, stigmasterol, tannin sulfur dan potassium klorida, pada bagian akar bandotan mengandung minyak asiri, alkholoid dan kumarin (Sukamto, 2007). Bandotan diketahui mempunyai senyawa alelopati yang bisa menghambat pertumbuhan tanaman lain tetapi tumbuhan ini juga dalam bidang pertanian dapat meningkatkan

11

kandungan nitrogen dalam tanah yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan tanaman sehingga bisa dijadikan pupuk (Aini, 2008). c. Produksi Alelopati Pada Teki (Cyperus rotundus L.)

Gambar 4. Teki Rumput teki (Cyperus rotundus L.) yang masih hidup dan yang sudah mati dapat mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Rumput teki mengganggu tanaman lain dengan mengeluarkan senyawa beracun dari umbi akarnya dan dari pembusukan bagian vegetatif (Sastroutomo, 1990).Alelokimia pada rumput teki menurut Rahayu (2003) dibentuk di berbagai organ, di akar, batang, daun, bunga dan atau biji. Alelokimia pada rumput teki (Cyperus rotundus L.) dilepaskan ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui eksudasi akar. Umbi teki (Cyperus rotundus) mengandung cyperene, flavonoid, sitosterol dan ascorbic acid yang mampu memacu proses penyembuhan luka dan sudah dipakai pada pengobatan tradisional (Nuryana, 2007). Akar teki mengandung alkaloid, glikosida jantung, flavonoid dan minyak sebanyak 0,3-1% yang isinya bervariasi, tergantung daerah asal tumbuhnya. Akar yang berasal dari jepang berisi cyperol, cyperene I & II, alfa-cyperone, cyperotundone dan cyperolone, sedangkan yang berasal dari China berisi patchoulenone dan cyperence (Swari, 2007).

12

d. Produksi Alelopati Pada Krokot (Portulaca oleracea L.)

Gambar 5. Krokot Menurut Moenandir (1988). Daun tumbuhan Krokot (Portulaca oleracea L.) merupakan tempat tersebar bagi substansi beracun yang dapat menganggu tumbuhan tetangganya. Substansi itu pada umumnya tercuci oleh air hujan atau embun yang terbawa ke bawah. Jenis suptansi beracun itu, meliputi gugusan asam organic, gula, asam amino, pektat, asam gibberelat, terpenoid, alkaloid, dan fenolat. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa tumbuhan ini mengandung lysine, omega 3, fenol, saponin, alkholoid, betasitosterol, tannin, Ca-oksalat, linolenic acid, digalactosyldiacylglycerol. Dengan kandungan tersebut maka krokot berfungsi sebagai antitoksik, antiradang, penghilang nyeri dan anti fungal. Krokot merupakan gulma yang diketahui mempunyai aktivitas alelopati di dalam ekosistem pertanian (Sastroutomo, 1990). Penelitian dari Ni,amah (2005) menyebutkan bahwa ekstrak dari daun krokot mempunyai pengaruh alelopati kedua setelah alang-alang karena secara morfologi krokot berdaging dan banyak mengandung air sehingga zat-zat kimia yang terbentuk tidak sepekat alang-alang.

13

e. Produksi Alelopati Pada Bayam duri (Amarathus spinosus L.)

Gambar 6. Bayam duri. Banyak tanaman yang mengeluarkan beberapa senyawa alelopati tergantung pada lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh. Semua tumbuhan baik besar maupun kecil, saling bersaing untuk mendapatkan cahaya, mineral, atau ruang. Pengaruh alelopati dapat menyebabkan pertumbuhan yang terhambat, alelopati merupakan salah satu faktor dalam suksesi tumbuhan (Zahroh, 2002). Menurut Rukmana (1999), bayam duri (Amaranthus spinosus L.) merupakan tumbuhan pengganggu yang banyak ditemukan pada areal pertanaman jagung (Zea mays L.). selain dipengaruhi oleh ketinggian tempat dari permukaan laut, juga ditentukan oleh sifat dan cara hidup tanaman budidaya. Perbedaan komposisi tinggi tanaman, berbentuk tajuk, ukuran dan kerimbunan daun, serta penerapan jarak tanam, menentukan jenis gulma yang mampu bertahan hidup pada suatu habitat. Terdapat suatu urutan spesies gulma yang karena residu maupun ekstraknya dapat menimbulkan peristiwa alelopati. Adapun bayam duri (Amaranthus spinosus L.) merupakan golongan gulma yang termasuk di dalamnya yang diduga mempunyai residu yang sangat menghambat pertumbuhan jagung. Sebaliknya dengan sendirinya ada juga tanaman yang dapat mengeluarkan alelopati yang dapat menekan pertumbuhan gulma (Moenandir, 1988). Kandungan yang terdapat pada daun bayam duri yaitu Amaratin, rutin, spinastorol, hentrikontanol, vitamin, tanin, kalium nitrat, kalsium oksalat, garam fosfat, zat besi, serta vitamin.

14

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan Gulma dan tanaman budidaya yang tumbuh berdekatan akan saling mengadakan persaingan, salah satunya dengan mengeluarkan senyawa kimia (alelopat) dan peristiwanya disebut alelopati (Moenandir, 1990). Alelopati adalah interaksi biokimiawi secara timbal balik yang bersifat penghambatan maupun perangsangan antara semua jenis tumbuhan (termasuk mikroorganisme). Mekanisme pengaruh alelokimia terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman lain di sekitarnya cukup kompleks yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman sasaran. Senyawa alelopati dapat ditemukan di semua jaringan tumbuhan, antara lain pada daun, batang, akar, rizome, bunga, buah dan biji serta dapat dihasilkan oleh tumbuhtumbuhan yang masih hidup atau telah mati (Sastroutomo, 1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan tumbuhan menghasilkan alelokimia adalah faktor biotik, abiotik, dan tempat menghasilkan alelokimia. Senyawa kimia yang mempunyai potensi sebagai alelopati dapat ditemukan pada seluruh jaringan seperti daun, batang, akar, rhizoma, bunga, buah dan biji. Senyawa alelopati pada tumbuhan dapat dilepaskan dalam berbagai cara, antara lain melalui penguapan, eksudat akar, pencucian dan dekomposisi residu dan proses lainnya baik di alam maupun sistem pertanian (Ferguson dan Rathinasabapathi, 2009). Senyawa alelopati dapat ditemukan pada tanaman budidaya dan gulma, namun tanaman budidaya memiliki aktivitas alelopati yang lebih sedikit dibandingkan dengan famili mereka yang liar dan gulma karena memiliki fisiologi khusus untuk mempertinggi hasil daripada mengembangkan bahan kimia sebagai pertahanan.

4.2 Saran Alelopati dapat dipandang sebagai hal yang merugikan namun di sisi lain juga dapat dimanfaatkan apabila manusia lebih dalam lagi mengkajinya. Beberapa penelitian sudah membuktikan beberapa jenis gulma bahkan dapat digunakan sebagai bioherbisida, namun belum dalam jumlah banyak dan rata-rata masih hanya dapat digunakan untuk mengendalikan gulma secara khusus saja. Sarannya supaya alelopati lebih banyak dikaji lagi lebih dalam supaya dapat dimanfaatkan secara optimal.

15

DAFTAR PUSTAKA Barkosky, R. R. and F. A. Einhellig, 2003, Allelopathic interference of plant-water relationships by parahydroxybenzoic acid, Botanical Bulletin of Academia Sinica, 44: 53-58.\ Hera, Novita. 2011. Pengaruh Allelopati beberapa genotip padi (Oryza sativa L.) Lokal Sumatera Barat Terhadap Perkecambahab dan Pertumbuhan Awal Gulma Echinochloa cruss-galli (L.) Beauv.Universitas Andalas Padang Izah, Lailatul. 2009, Pengaruh Ekstrak Beberapa Jenis Gulma Terhadap perkecmbahan Biji Jagung (Zea mays L.) UIN Maulana Malik Malang. Moenandir, J. 1993a. Pengantar ilmu dan pengendalian gulma (Ilmu gulma-buku I) Rice, E. L. 1974. Allelopathy. Academi press. Inc London. 355 pp. Sastroutomo, S. S. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 141 hal. Umiyati, Uum. 2010. Alelopati : Potensi Dalam Manajemen Pengendalian Gulma. Bandung : Unpad Press. Universitas Brawijaya. Rajawali Pers. Jakarta. 86 hal.

16

Anda mungkin juga menyukai