Anda di halaman 1dari 167

UJI PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK

DAUN SAGA (Abrus precatorius L.) DENGAN RIMPANG JAHE

(Zingiber officinale Rosc.) PADA BAKTERI Staphylococcus aureus

SKRIPSI

Diajukan Dalam Rangka Penyusunan Tugas Akhir Skripsi

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Disusun Oleh :

RULLY CHAIRUL AZWAR


NIM.01019121

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS YAYASAN PENDIDIKAN IMAM BONJOL

CIREBON

2023
BIODATA PENELITI

Nama : RULLY CHAIRUL AZWAR

NIM : 01019121

Tahun Masuk : 2019

Tempat Lahir : KUNINGAN

Tanggal Lahir : 27 DESEMBER 2001

Alamat : DUSUN PAHING, RT. 08 RW. 03, DESA


LEBAKWANGI, KECAMATAN LEBAKWANGI,
KABUPATEN KUNINGAN, JAWA BARAT.

Telp : 087773204120

Status : Belum Menikah

Riwayat Pendididkan :

1. SMK BAKTI INDONESIA KUNINGAN LULUS TAHUN 2019

2. SMP NEGERI 1 LURAGUNG LULUS TAHUN 2016

3. SD NEGERI 1 LEBAKWANGI LULUS TAHUN 2013

4. TK ISYIS AL GHAZALI KUNINGAN LULUS TAHUN 2007

i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Usulan Judul Penelitian : Uji Perbandingan Aktivitas Antibakteri Ekstrak


Daun Saga (Abrus precatorius L.) Dengan Rimpang
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Pada Bakteri
Staphylococcus aureus.
Nama Mahasiswa : RULLY CHAIRUL AZWAR

NIM : 01019121

Program Studi : S-1 Farmasi

Tanggal : 24 Juni 2023

Telah disetujui dan disahkan


Pembimbing Utama Pembimbing Serta

apt. Subagja, M.Si Nina Pratiwi Susanti, M.Pd


NIDN : 0412116308 NIDN : 0408018502

Mengetahui

Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Yayasan Pendidikan Imam Bonjol

apt, H. Ahmad Azrul Zuniarto, M.Farm

NIDN : 0426066902

ii
ABSTRAK

Rully Chairul Azwar, 2023, 01019121. Uji Perbandingan Aktivitas Antibakteri


Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius
L.) Dengan Rimpang Jahe (Zingiber
officinale Rosc.) Pada Bakteri
Staphylococcus aureus.

Daun saga (Abrus precatorius L.) memiliki khasiat sebagai antibakteri karena
terdapat kandungan senyawa flavonoid, alkaloid, dan steroid. Rimpang jahe (Zingiber
officinale Rosc.) mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, dan tanin yang berpotensi
memiliki khasiat sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dan
rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan metode difusi
cakram secara in vitro sebanyak 5 kali replikasi, dengan pengukuran zona bening
dalam satuan milimeter (mm). Hasil penelitian ekstrak daun saga (Abrus precatorius
L.) menghasilkan aktivitas antibakteri dengan terbentuknya zona bening pada
konsentrasi 5% 9,7 mm, konsentrasi 10% 12,4 mm, dan konsentrasi 15% 15,3 mm.
Pada ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) diperoleh aktivitas antibakteri
dengan terbentuknya zona bening pada konsentrasi 5% 8,8 mm, konsentrasi 10% 9,3
mm, dan konsentrasi 15% 10,9 mm. Berdasarkan uji statistik Kruskal-Wallis
menunjukkan bahwa ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dan rimpang jahe
(Zingiber officinale Rosc.) memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri Staphylococcus
aureus dengan nilai Sig. 0,000 < 0,05 dan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa
ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dan rimpang jahe (Zingiber officinale
Rosc.) memiliki perbandingan aktivitas antibakteri pada bakteri Staphylococcus
aureus. Konsentrasi 15% pada daun saga (15,3 mm) dan rimpang jahe (10,9 mm)
memiliki aktivitas antibakteri yang paling baik.

Kata Kunci : Uji Antibakteri, Daun Saga (Abrus precatorius L.), Rimpang Jahe
(Zingiber officinale Rosc.), Staphylococcus aureus.

iii
ABSTRACT

Rully Chairul Azwar, 2023, 01019121. Comparative Test of Antibacterial Activity


of Saga Leaf Extract (Abrus précatorius
L.) With Ginger Rhizome (Zingiber
officinale Rosc.) on Bacteria
Staphylococcus aureus.
 
Saga leaf (Abrus précatorius L.) has antibacterial properties because it contains
flavonoids, alkaloids, and steroids. Ginger rhizome (Zingiber officinale Rosc.)
contains flavonoids, alkaloids, and tannins which have the potential to have
antibacterial properties. This study aims to compare the antibacterial activity of saga
leaf extract (Abrus précatorius L.) and ginger rhizome (Zingiber officinale Rosc.)
against bacteria Staphylococcus aureus. This study was an experimental study using
the in vitro disc diffusion method for 5 replications, with measurements of the clear
zone in millimeters (mm). The results of research on saga leaf extract (Abrus
précatorius L.) produced antibacterial activity with the formation of clear zones at a
concentration of 5% 9.7 mm, 10% concentration 12.4 mm, and 15% concentration
15.3 mm. In ginger rhizome extract (Zingiber officinale Rosc.) obtained antibacterial
activity with the formation of clear zones at a concentration of 5% 8.8 mm, 10%
concentration 9.3 mm, and 15% concentration 10.9 mm. Based on statistical
testsKruskal-Wallis showed that saga leaf extract (Abrus précatoriusL.) and ginger
rhizome (Zingiber officinale Rosc.) has antibacterial activity on bacteria
Staphylococcus aureus with Sig value. 0.000 < 0.05 and test Mann-Whitney showed
that saga leaf extract (Abrus précatorius L.) and ginger rhizome (Zingiber officinale
Rosc.) has a comparative antibacterial activity on bacteriaStaphylococcus aureus.
Concentration of 15% on saga leaves (15.3 mm) and ginger rhizome (10.9 mm) had
the best antibacterial activity.

Keywords : Antibacterial, Saga leaf (Abrus précatorius L.), ginger rhizome


(Zingiber officinale Rosc.), Staphylococcus aureus.

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T atas berkah rahmat serta hidayah Nya

sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Perbandingan

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.) dengan

Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) pada Bakteri Staphylococcus Aureus”.

Skripsi ini diajukan dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana

farmasi di Fakultas Farmasi Universitas YPIB Majalengka.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari

pihak-pihak terkait, maka dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Kedua orang tua yang telah banyak berkorban dan memberikan dukungan, baik

itu do’a, moral, maupun materi kepada penulis selama menjalani pendidikan

di Fakultas Farmasi Universitas YPIB Majalengka.

2. Bapak H. Satmaja, BA, selaku Ketua Pembina Yayasan Pendidikan Imam

Bonjol.

3. Bapak Jejen Nurbayan, S.Sos, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Imam Bonjol.

4. Bapak apt, H. Ahmad Azrul Zuniarto, M.Farm, selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Yayasan Pendidikan Imam Bonjol.

v
5. Bapak apt. Subagja, M.Si, selaku pembimbing utama yang telah membimbing

dan memberikan arahan yang sangat berarti kepada penulis dalam proses

penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Nina Pratiwi Susanti, M.Pd, selaku pembimbing serta yang telah

membimbing dan memberikan arahan yang sangat berarti kepada penulis

dalam proses penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Farmasi Universitas Yayasan

Pendidikan Imam Bonjol Majalengka.

8. Rekan-rekan seperjuangan penulis dari masa SMK yang telah memberikan

do’a, dukungan, masukan, dan motivasi.

9. Rekan-rekan seperjuangan penulis ketika magang yang selalu memberikan

do’a, dukungan, masukan, dan motivasi.

Peneliti menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,

karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan koreksi, kritik dan saran yang bersifat

membangun dari berbagai pihak. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua kalangan dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Cirebon, Juli 2023

Penulis

vi
DAFTAR ISI

BIODATA PENELITI....................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING................................................................ii

ABSTRAK...................................................................................................................iii

ABSTRACT.................................................................................................................iv

KATA PENGANTAR...................................................................................................v

DAFTAR ISI...............................................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................................xiii

DAFTAR TABEL......................................................................................................xiv

DAFTAR BAGAN....................................................................................................xvii

DAFTAR GRAFIK..................................................................................................xviii

BAB I.............................................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1. Latar Belakang.........................................................................................1

1.2. Pembatasan Masalah................................................................................4

1.3. Identifikasi Masalah.................................................................................4

1.4. Rumusan Masalah....................................................................................5

vii
1.5. Tujuan Penelitian......................................................................................5

1.6. Manfaat Penelitian....................................................................................6

1.7. Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................7

1.7.1 Tempat Penelitian.....................................................................................7

1.7.2 Waktu Penelitian......................................................................................7

1.8. Hipotesa....................................................................................................7

BAB II...........................................................................................................................8

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................8

2.1. Tanaman Saga (Abrus precatorius L.).....................................................8

2.1.1. Deskripsi Tanaman Saga (Abrus precatorius L.).....................................8

2.1.2. Klasifikasi Tanaman Saga (Abrus precatorius L.)...................................9

2.1.3. Morfologi Tanaman Saga (Abrus precatorius L.)....................................9

2.1.4. Kandungan Kimia Tanaman Saga (Abrus precatorius L.).....................10

2.1.5. Manfaat Tanaman Saga (Abrus precatorius L.).....................................11

2.2. Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.).............................................12

2.2.1. Deskripsi Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.).............................12

2.2.2. Klasifikasi Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.)...........................13

2.2.3. Morfologi Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.)............................14

viii
2.2.4. Kandungan Kimia Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.)...............15

2.2.5. Manfaat Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.)...............................15

2.3. Simplisia.................................................................................................16

2.3.1. Pengertian Simplisia...............................................................................16

2.3.2. Sumber Simplisia...................................................................................16

2.4. Ekstraksi.................................................................................................21

2.4.1. Pengertian Ekstraksi...............................................................................21

2.4.2. Metode ekstraksi....................................................................................21

2.5. Skrining Fitokimia..................................................................................24

2.5.1. Flavonoid................................................................................................25

2.5.2. Alkaloid..................................................................................................26

2.5.3. Saponin...................................................................................................27

2.5.4. Tanin.......................................................................................................28

2.5.5. Steroid....................................................................................................29

2.6. Bakteri....................................................................................................30

2.6.1. Bentuk Sel Bakteri.................................................................................30

2.6.2. Struktur Dinding Sel Bakteri..................................................................32

2.6.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri.....................33

ix
2.7. Bakteri Staphylococcus aureus..............................................................39

2.7.1. Klasifikasi Bakteri Staphylococcus aureus............................................39

2.7.2. Morfologi Bakteri Staphylococcus aureus.............................................40

2.7.3. Karakteristik Bakteri Staphylococcus aureus.........................................40

2.8. Antibakteri..............................................................................................42

2.8.1. Deskripsi Antibakteri.............................................................................42

2.8.2. Mekanisme Kerja Antibakteri................................................................42

2.8.3. Penggolongan Antibakteri......................................................................44

2.8.4. Metode Pengujian Antibakteri...............................................................45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................................50

3.1 Obyek Penelitian....................................................................................50

3.1.1 Populasi..................................................................................................50

3.1.2 Sampel dan Penarikan Sampel...............................................................50

3.1.3 Variabel dan Operasional Variabel........................................................51

3.2 Metode Penelitian...................................................................................55

3.3 Desain Penelitian....................................................................................55

3.4 Alat dan Bahan.......................................................................................58

3.4.1 Alat-Alat Penelitian................................................................................58

x
3.4.2 Bahan-Bahan Penelitian.........................................................................59

3.5 Langkah Kerja........................................................................................60

3.5.1 Determinasi Tanaman............................................................................60

3.5.2 Pengumpulan Bahan...............................................................................61

3.5.3 Pembuatan Simplisia..............................................................................61

3.5.4 Pembuatan Ekstrak.................................................................................62

3.5.5 Skrining Fitokimia..................................................................................64

3.5.6 Uji Aktivitas Antibakteri........................................................................66

3.6 Sumber Data dan Pengumpulan Data.....................................................74

3.6.1 Sumber Data...........................................................................................74

3.6.2 Pengumpulan Data.................................................................................75

3.7 Analisis Data..........................................................................................76

3.7.1 Analisis Uji Normalitas..........................................................................77

3.7.2 Analisis Uji Homogenitas......................................................................77

3.7.3 Analisis Kruskal-Wallis..........................................................................78

3.7.4 Uji Mann-Whitney..................................................................................79

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................80

4.1 Hasil Penelitian......................................................................................80

xi
4.1.1 Hasil Determinasi Tanaman...................................................................80

4.1.2 Hasil Pengumpulan Bahan.....................................................................80

4.1.3 Hasil Pembuatan Simplisia.....................................................................80

4.1.4 Hasil Pembuatan Ekstrak.......................................................................82

4.1.5 Hasil Skrining fitokimia.........................................................................83

4.1.6 Hasil Uji Perbandingan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga (Abrus

precatorius L.) Dengan Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber officinale

Rosc.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus..........................................84

4.2 Analisa Data.........................................................................................103

4.2.1 Uji Normalitas......................................................................................103

4.2.2 Uji Homogenitas..................................................................................105

4.2.3 Uji Kruskal-Wallis................................................................................106

4.2.4 Uji Mann-Whitney................................................................................107

4.3 Pembahasan..........................................................................................117

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................125

5.1 Kesimpulan...........................................................................................125

5.2 Saran.....................................................................................................125

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................126

LAMPIRAN..............................................................................................................134

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Tanaman Saga (Abrus precatorius L).......................................................8

Gambar 2. 2 Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.)..............................................12

Gambar 2.3 Bakteri Stapylococcus aureus..................................................................39

Gambar 2.4 Struktur Kimia Chloramphenicol............................................................48

Gambar 3.1 Desain Cawan Petri..................................................................................57

Gambar 3. 2 Pengukuran Diameter Zona Bening........................................................75

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Kimia Tanaman Saga (Abrus precatorius L.)..........................10

Tabel 2.2 Kandungan Kimia Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.)....................15

Tabel 3.1 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian.................................................58

Tabel 3.2 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian..........................................59

Tabel 3.3 Formulasi Media Agar.................................................................................68

Tabel 3.4 Tabel Standar Mc. Farland..........................................................................71

Tabel 4.1 Data Pengamatan Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Saga (Abrus

precatorius L.)..........................................................................................83

Tabel 4.2 Data Pengamatan Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber

officinale Rosc.)........................................................................................83

Tabel 4.3 Data Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius

L.) Pada Hari Ke-1....................................................................................84

Tabel 4.4 Data Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber

officinale Rosc.) Pada Hari Ke-1..............................................................88

Tabel 4.5 Data Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius

L.) Pada Hari Ke-2....................................................................................91

Tabel 4.6 Data Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber

officinale Rosc.) Pada Hari Ke-2..............................................................94

Tabel 4.7 Hasil Rekapitulasi Uji Perbandingan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun

Saga (Abrus precatorius L.) Dengan Rimpang Jahe (Zingiber officinale

xiv
Rosc.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus Hari Ke-1 dan Hari Ke-2....98

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga (Abrus

precatorius L.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus.............................103

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber

officinale Rosc.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus...........................104

Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga (Abrus

precatorius L.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus.............................105

Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Jahe

(Zingiber officinale Rosc.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus..........105

Tabel 4.12 Hasil Uji Kruskal-Wallis Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.) dan

Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Bakteri

Staphylococcus aureus............................................................................106

Tabel 4.13 Hasil Uji Mann-Whitney X1 dengan X2 Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus.....................................................................................................107

Tabel 4.14 Hasil Uji Mann-Whitney X1 dengan X3 Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus.....................................................................................................108

Tabel 4.15 Hasil Uji Mann-Whitney X2 dengan X3 Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus.....................................................................................................109

Tabel 4.16 Hasil Uji Mann-Whitney X1 dengan K+ Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus.....................................................................................................109

Tabel 4.17 Hasil Uji Mann-Whitney X2 dengan K+ Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus.....................................................................................................110

xv
Tabel 4.18 Hasil Uji Mann-Whitney X3 dengan K+ Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus.....................................................................................................111

Tabel 4.19 Hasil Uji Mann-Whitney Z1 dengan Z2 Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus.....................................................................................................111

Tabel 4.20 Hasil Uji Mann-Whitney Z1 dengan Z2 Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus.....................................................................................................112

Tabel 4.21 Hasil Uji Mann-Whitney Z2 dengan Z3 Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus.....................................................................................................113

Tabel 4.22 Hasil Uji Mann-Whitney Z1 dengan K+ Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus.....................................................................................................113

Tabel 4.23 Hasil Uji Mann-Whitney Z2 dengan K+ Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus.....................................................................................................114

Tabel 4.24 Hasil Uji Mann-Whitney Z2 dengan K+ Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus.....................................................................................................115

Tabel 4.25 Hasil Uji Mann-Whitney X1 dengan Z1 Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus.....................................................................................................115

Tabel 4.26 Hasil Uji Mann-Whitney X2 dengan Z2 Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus.....................................................................................................116

Tabel 4.27 Hasil Uji Mann-Whitney X3 dengan Z3 Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus.....................................................................................................117

DAFTAR BAGAN

xvi
Bagan 3. 1 Desain Operasional Variabel.....................................................................53

Bagan 3. 2 Desain Penelitian.......................................................................................56

DAFTAR GRAFIK

xvii
Grafik 4.1 Perbandingan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius

L.) Dengan Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Pada

Bakteri Staphylococcus aureus (Hari Ke-1).............................................99

Grafik 4.2 Perbandingan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius

L.) Dengan Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Pada

Bakteri Staphylococcus aureus (Hari Ke-2)...........................................100

Grafik 4.3 Perbandingan Hasil Rekapitulasi Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga

(Abrus precatorius L.) Dengan Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Pada Bakteri Staphylococcus aureus Hari Ke-1 dan Hari Ke-2.............101

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Waktu Penelitian....................................................................................135

xviii
Lampiran 2 Hasil Determinasi Daun Saga (Abrus precatorius L.)...........................135

Lampiran 3 Hasil Determinasi Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.)...............139

Lampiran 4 Proses Pembuatan Simplisia Daun Saga (Abrus precatorius L.) ..........142

Lampiran 5 Proses Pembuatan Simplisia Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

...................................................................................................................................143

Lampiran 6 Proses Pembuatan Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.) dan

Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.).................................................................144

Lampiran 7 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.) dan

Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.).................................................................145

Lampiran 8 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.) dan

Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.).................................................................146

xix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Radji (2010), salah satu penyebab terjadinya penyakit infeksi

yaitu bakteri. Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme prokariot (tidak

memiliki membran inti sel), akan tetapi mempunyai selubung inti sel. Struktur

dan susunan selubung inti sel bakteri tidak sama, berdasarkan perbedaan inilah

bakteri terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu gram positif dan gram negatif.

Salah satu mikroba penyebab infeksi adalah bakteri Staphylococcus aureus.

Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen

kuningan, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil,

umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok dengan diameter sekitar

0,7-0,9 mikron. Staphylococcus aureus tumbuh dengan baik pada berbagai media

bakteriologi di bawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Koloni akan tumbuh

dengan cepat pada temperatur 37˚C namun pembentukkan terbaik adalah pada

temperatur kamar 20˚C-35˚C (Jawetz et al., 2008).

Salah satu obat yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri yaitu

antibiotik. Antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk mengobati infeksi

yang disebabkan oleh bakteri. Tetapi penggunaan antibiotik secara tidak tepat

dapat menimbulkan berbagai hal negatif, salah satunya yaitu resistensi bakteri.
Berkembangnya bakteri yang resisten disebabkan karena tekanan seleksi

yang berhubungan dengan penggunaan antibiotik, dan penyebaran bakteri

resisten (Kemenkes, 2021). Penggunaan antibiotik berbahan dasar alami dapat

menjadi salah satu usaha untuk menurunkan angka resistensi antibiotik

(Isti’Azah, Nida dan Zuhrotun, 2020).

Sebagai warisan turun-temurun bangsa Indonesia, tanaman-tanaman herbal

berperan untuk kehidupan masyarakat dari sisi kesehatan maupun perekonomian.

Diperkirakan ada 30.000 jenis spesies tanaman yang hidup di Negara Indonesia.

Telah diketahui sekitar 9.600 spesies tanaman berkhasiat sebagai bahan obat dan

kurang lebih 300 spesies dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembuatan obat

tradisional oleh industri (Kebijakan Obat Tradisional Nasional, 2007).

Salah satu tanaman obat yang memiliki khasiat sebagai antibakteri yaitu

daun saga (Abrus precatorius L.). Tanaman merambat ini tumbuh secara liar di

hutan-hutan, lading, ataupun sengaja dipelihara di pekarangan rumah. Secara

tradisional tanaman saga (terutama bagian daunnya) sering dimanfaatkan

masyarakat untuk mengobati batuk dan sariawan. Daun saga mengandung

flavonoid, saponin, alkaloid dan steroid yang mempunyai khasiat sebagai

antibakteri. Kemampuan senyawa antibakteri seperti flavonoid dipengaruhi oleh

keaktifan biologi senyawa flavonoid untuk merusak dinding sel bakteri.

Penyusun dinding sel bakteri akan bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa

flavonoid sehingga dinding sel bakteri rusak akibat terjadinya kerusakan struktur

2
DNA bakteri yang pada akhirnya sel bakteri mengalami lisis dan bakteri akan

mati (Intan et al., 2017). Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan

oleh (Nisak et al., n.d.), ekstrak etanol daun saga terhadap bakteri Staphylococcus

aureus dengan konsentrasi 1%, 3%, 5%, 7%, dan 10% menghasilkan diameter

zona hambat masing-masing 7,08 mm, 11,1 mm, 9,04 mm, 10,14 mm, dan 11,16

mm.

Tanaman berikutnya yang memiliki khasiat sebagai antibakteri yaitu

rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.). Menurut Ibrahim et al. (2021), rimpang

jahe mengandung senyawa golongan fenol, flavonoid, terpenoid, dan minyak

atsiri yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan dijadikan sebagai

antibakteri. Sedangkan menurut Srikandi et al., (2020), jahe mengandung

senyawa aktif golongan flavonoid, alkaloid, dan tanin. Hal ini dibuktikan oleh

penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Azkiyah, 2020), ekstrak etanol

rimpang jahe terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan

konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, dan 80% menghasilkan diameter zona hambat

masing-masing 8,17 mm, 9,83 mm, 10,67 mm, 11,17 mm, dan 12,33 mm.

Berdasarkan latar belakang di atas dan beberapa pendekatan, penulis ingin

melakukan penelitian mengenai, “Uji Perbandingan Aktivitas Antibakteri

Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.) dengan Rimpang Jahe (Zingiber

officinale Rosc.) pada Bakteri Staphylococcus Aureus”.

3
1.2. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak menyimpang dari masalah, maka perlu adanya

batasan masalah:

1) Menguji aktvitas antibakteri ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dan

rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) terhadap bakteri Staphylococcus

aureus dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 15%.

2) Membandingkan aktvitas antibakteri ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.)

dengan rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) terhadap bakteri

Staphylococcus aureus.

3) Ekstraksi daun saga (Abrus precatorius L.) dan rimpang jahe (Zingiber

officinale Rosc.) dilakukan menggunakan metode maserasi dengan etanol

96%.

4) Uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi cakram dengan Nutrient

Agar sebagai media perkembangbiakan bakteri.

1.3. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah yang dapat di

identifikasi dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:

1) Menguji aktivitas antibakteri ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dan

rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) terhadap bakteri Staphylococcus

aureus.

4
2) Membandingkan aktivitas antibakteri ekstrak daun saga (Abrus precatorius

L.) dan rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) terhadap bakteri

Staphylococcus aureus.

3) Mengetahui konsentrasi manakah antara ekstrak daun saga (Abrus precatorius

L.) dan rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) yang lebih efektif terhadap

bakteri Staphylococcus aureus.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti mencoba

merumuskan masalah yang akan dibahas pada penelitian, yaitu sebagai berikut:

1) Apakah ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dan rimpang jahe (Zingiber

officinale Rosc.) memiliki aktvitas antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus aureus?

2) Apakah terdapat perbandingan aktivitas antibakteri antara ekstrak daun saga

(Abrus precatorius L.) dengan rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.)

terhadap bakteri Staphylococcus aureus?

3) Manakah konsentrasi ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dan rimpang

jahe (Zingiber officinale Rosc.) yang memiliki aktivitas antibakteri paling

efektif terhadap bakteri Staphylococcus aureus?

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian kali ini, yaitu sebagai berikut:

5
1) Untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun saga (Abrus precatorius

L.) dan rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) terhadap bakteri

Staphylococcus aureus.

2) Untuk mengetahui perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak daun saga

(Abrus precatorius L.) dan rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) terhadap

bakteri Staphylococcus aureus.

3) Untuk mengetahui konsentrasi manakah yang di antara ekstrak daun saga

(Abrus precatorius L.) dan rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) yang

lebih efektif terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai kalangan

diantaranya :

1.6.1. Bagi Peneliti

Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman terutama dalam hal

memanfaatkan bahan alam sebagai obat.

1.6.2. Institusi Pendidikan

Berkontribusi menambah literatur atau referensi mengenai

perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak daun saga (Abrus precatorius

L.) dengan ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.).

6
1.6.3. Masyarakat

Memberikan informasi dan menambah wawasan baru mengenai

tanaman obat yang dapat dijadikan sebagai obat untuk infeksi yang

disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.

1.7. Tempat dan Waktu Penelitian

1.7.1 Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi

Fakultas Farmasi Universitas YPIB Majalengka.

1.7.2 Waktu Penelitian

Adapun untuk waktu penelitian, dapat dilihat pada lampiran 1 halaman

135.

1.8. Hipotesa

Ho : Tidak terdapat perbedaan aktivitas antibakteri ekstrak daun saga (Abrus

precatorius L.) dengan ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.)

terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

H1 : Terdapat perbedaan aktivitas antibakteri ekstrak daun saga (Abrus

precatorius L.) dengan ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.)

terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Saga (Abrus precatorius L.)

2.1.1. Deskripsi Tanaman Saga (Abrus precatorius L.)

Gambar tanaman Saga (Abrus precatorius L.) dapat dilihat pada

gambar sebagai berikut :

Gambar 2. 1 Tanaman Saga (Abrus precatorius L)


(Arsono, 2018)

Saga (Abrus precatorius L.) merupakan tanaman yang termasuk ke

dalam family Fabaceae atau keluarga kacang-kacangan. Tanaman ini

berasal dari India dan saat ini penyebarannya semakin meluas hingga

dapat ditemukan hampir di semua daerah tropis ataupun subtropis. Saga

mampu tumbuh hingga ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut

(Das et al., 2016). Selain ditemukan pada daerah tropis dan subtropis,
tanaman ini biasanya tumbuh secara liar di hutan, ladang, atau sengaja

dipelihara di halaman rumah (Azkiyah, 2020).

2.1.2. Klasifikasi Tanaman Saga (Abrus precatorius L.)

Berdasarkan (Integrated Taxonomic Information System, n.d.)

klasifikasi tanaman saga adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Sub Divisi : Spermatophytina

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Family : Fabaceae

Genus : Abrus Adans

Spesies : Abrus precatorius L.

2.1.3. Morfologi Tanaman Saga (Abrus precatorius L.)

Saga merupakan tanaman perdu, merambat dan membelit, panjang

2-5 m. Daun berjenis majemuk, berselang-seling, menyirip ganjil,

berwarna hijau, anak daun 8-18 pasang, berbentuk bulat telur, bertepi

rata, panjang sekitar 6-25 mm, dan lebar 3-8 mm. Biji saga berbentuk

9
bulat telur, keras, mempunyai panjang 6-7 mm, tebal 4-5 mm, berwarna

merah dengan noda hitam. Buahnya berbentuk polong, panjang sekitar 2-

5 cm, berjumlah 3-6 buah, dan berwarna hijau. Bunga saga berbentuk

tandan, majemuk, bagian bawah berkelamin dua, bagian atas hanya terdiri

dari bunga jantan, kelopaknya bergerigi pendek, berbulu, kelopak

berwarna hijau, benang sari menyatu pada tabung, tangkai sari ±1 cm,

benang sari berwarna putih, kepala sari kuning, pangkal berlekatan pada

tabung sari dan berwarna ungu mda hingga kemerah-merahan. Batang

saga berkayu, bulat, percabangan simpodial, berwarna hijau ketika muda,

kemudian hijau kecokelatan ketika tua. Akarnya berjenis tunggang dan

berwarna cokelat (Litbangkes, 2000).

2.1.4. Kandungan Kimia Tanaman Saga (Abrus precatorius L.)

Kandungan kimia Saga dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2. 1 Kandungan Kimia Tanaman Saga (Abrus precatorius L.)

Sumber Pustaka Kandungan


(Litbangkes, 2000) 1) Saponin
2) Flavonoid
3) Polifenol
4) Tannin
5) Alkaloid
(Osmeli, 2019) 1) Isoflavanquinone
2) abruquinone B
3) abruquinone G

10
2.1.5. Manfaat Tanaman Saga (Abrus precatorius L.)

Daun saga dapat dimanfaatkan sebagai obat sariawan, obat batuk

dan juga obat radang tenggorokan (Litbangkes, 2000). Selain itu, secara

tradisional daun dan akar saga digunakan untuk pengobatan asma,

bronkhitis, dan peradangan. Tanaman saga juga memiliki aktivitas

farmakologi lainnya seperti antimikroba, antifertilitas, antitumor,

antidiare, dan immunopotensiasi atau immunomodulator. Isolasi dua

triterpenoid dan saponin dari saga menunjukkan aktivitas anti-inflamasi.

Ekstrak etanol saga melaporkan aktivitas farmakologi berbeda seperti

antialergi, penstabil sel mast, penurunan jumlah leukosit dan eosinophil

yang diinduksi susu, dan pengahambatan katalepsi yang diinduksi

clonidine pada tikus (Taur et al., 2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Boye et al., 2021),

ekstrak daun saga berfungsi sebagai antidiabetes, hal ini ditunjukkan

dengan peningkatan insulin dan GLP-1, penghambatan α-Amilase/α-

Glukosidase, dan membantu pemulihan sel β-Pankreas.

11
2.2. Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

2.2.1. Deskripsi Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Gambar 2. 2 Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.)


(Pixabay, 2021)

Jahe sudah sangat umum dikenal oleh masyarakat karena memiliki

banyak manfaat. Selain dimanfaatkan sebagai bumbu makanan dan

masakan di Indonesia, jahe juga dimanfaatkan sebagai bahan obat

tradisional untuk pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan.

Tanaman yang termasuk ke dalam marga Zingiber dari suku

Zingiberaceae ini tidak diketahui pasti asal usulnya, namun di daerah

Asia Tropis, sudah dikenali khasiatnya dan dibudidayakan sejak zaman

dahulu. Pada umumnya jahe dibudidayakan di daerah tropis denan

kelembaban tinggi. Jahe dapat tumbuh dengan baik pada tempat dengan

ketinggian 300-900 meter di atas permukaan laut, pada temperatur rata-

rata tahunan 25-30˚C dan curah hujan 2.500-4.000 mm/tahun (BPOM,

2016).

12
Menurut Evizal (2013), di Indonesia ada 3 varietas jahe yang

dikenal berdasarkan warna dan ukuran rimpangnya, yaitu:

1) Jahe merah. Varietas jahe merah mempunyai rimpang yang berwarna

merah sampai jingga muda, berukuran kecil. Berserat agak kasar,

beraroma tajam, dan rasa sangat pedas.

2) Jahe emprit. Varietas jahe emprit dikenal berukuran kecil, berwarna

putih sampai kuning muda, berkulit tebal, kandungan serat tinggi, dan

rasa pedas.

3) Jahe gajah. Varietas jahe gajah memiliki ukuran rimpang yang besar,

berwarna putih, sukulen, kandungan serat rendah, dan rasa kurang

pedas.

2.2.2. Klasifikasi Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Berdasarkan (BPOM, 2016) klasifikasi jahe yaitu sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Sub divisi : Spermatophytina

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Zingiberales

Family : Zingiberaceae

13
Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale Rosc.

2.2.3. Morfologi Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Terna berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila

dipotong berwarna kuning atau jingga. Daun sempit, panjang 15-23 mm,

lebar 8-15 mm, tangkai daun berambut, panjang 2-4 mm, bentuk lidah

daun memanjang, panjang 7,5 mm sampai 1 cm, tidak berambut, seludang

agak berambut. Perbungaan berupa malai tersembul di permukaan tanah,

berbentuk tongkat atau bulat telur yang sempit, 2,75-3 kali lebarnya,

sangat tajam, panjang malai 3,5-5 cm, lebar 1,5-1,75 cm, gagang bunga

hampir tidak berambut, panjang 25 cm, sisik pada gagang terdapat 5-7

buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak

berambut, panjang sisik 3-5 cm. Daun pelindung berbentuk bundar telur

terbalik, bulat pada ujungnya, tidak berambut, berwarna hijau cerah,

panjang 2,5 cm, lebar 1-1,75 cm, mahkota bunga berbentuk tabung,

panjang tabung 2-2,5 cm, helainya agak sempit, bentuk tajam, berwarna

kuning kehijauan, panjang 1,5- 2,5 mm, lebar 3-3,5 mm, bibir berwarna

ungu gelap, berbintik-bintik berwarna putih kekuningan, panjang 12-15

mm, lebar 13 mm, kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm, tangkai

putik 2 (BPOM, 2016).

14
2.2.4. Kandungan Kimia Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Kandungan kimia Jahe dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2. 2 Kandungan Kimia Tanaman Jahe (Zingiber officinale


Rosc.)

Sumber Pustaka Kandungan


(BPOM, 2016) 1) 6, 8, dan 10 gingerol
2) 6, 8, dan 10 shogaol
3) Metil gingerol
4) Gingerdiol
5) Dehidrigingerdion
6) 10-dehidrigingerdion
7) Gingerdion
8) Diterpenlakton
9) Galanolakton
(Deng et al., 2022) 1) Flavonoid
2) Asam organik
3) Sterida
4) Diarilheptanoid
5) Gingerol
6) Terpenoid

2.2.5. Manfaat Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Studi farmakologi modern menunjukkan aktivitas biologis yang

luas, seperti antimikroba, antioksidan, antiobesitas, larvasida, anti-

inflamasi, hipoglikemia, pelindung syaraf, pelindung kardiovaskular, dan

mempunyai efek antitumor. Menurut sejarah penggunaannya, tanaman

jahe telah digunakan untuk mengatasi muntah, batuk, pilek, dan sakit

kepala, meredakan nyeri sendi, kram pada saat menstruasi, mencegah

15
sakit maag, penyakit neurodegeneratif, radang mata, penyakit jantung,

diuretik, dan gangguan pernafasan (Deng et al., 2022).

2.3. Simplisia

2.3.1. Pengertian Simplisia

Simplisia dikenal masyarakat sebagai bahan baku pembuatan obat

yang relatif aman dan minim efek samping (Emelda, 2021). Simplisia

merupakan bahan alam yang telah dikeringkan kemudian digunakan

untuk tujuan pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Suhu

pengeringan simplisia kecuali dinyatakan lain tidak lebih dari 60˚C

(BPOM, 2014).

2.3.2. Sumber Simplisia

Menurut Emelda (2021), simplisia terdiri dari beberapa jenis, yaitu

meliputi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan.

1) Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,

bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanman adalah isi sel

yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati

lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan

belum berupa zat kimia murni. Bagian-bagian tanaman obat yang

16
biasa dimanfaatkan sebagai simplisia dapat berasal dari akar, bunga,

buah, kulit kayu, daun, bij, ataupun bagian-bagian lainnya..

2) Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia yang berasal dari hewan.

Simplisia hewani dapat berasal dari hewan dalam keadaan utuh,

bagian-bagian tubuh tertentu ataupun berupa zat-zat yang dihasilkan

dari hewan dan belum berupa zat kimia murni. Beberapa contoh

simplisia hewani adalah madu, minyak ikan cod, minyak ikan paus,

kelenjar tiroid sapi, cacing tanah, bis aular, empedu ayam atau ular,

kuning telur, undur-undur, minyak bulu domba, susu kambing,

hormon, enzim, serum, dan vaksin.

3) Simplisia pelikan

Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan

atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara

sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

2.3.3. Proses pembuatan simplisia

Proses pembuatan simplisia harus dilakukan secara benar, penuh

kehati-hatian dan terukur agar mampu mempertahankan kualitas dari

bahan baku yang digunakan. Berikut tahapan-tahapan dalam proses

pembuatan simplisia :

17
1) Pengumpulan bahan baku

Bahan baku pembuatan simplisia dapat berupa tanaman obat,

bagian-bagian tubuh hewan ataupun mineral-mineral tertentu. Pada

simplisia yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan terdapat beberapa hal

yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan bahan baku di

antaranya adalah umur tumbuhan, bagian tumbuhan yang akan

digunakan, waktu dilakukan proses panen, dan lingkungan/ habitat

tempat tumbuh tanaman. Tanaman obat yang digunakan dapat berupa

tanaman liar maupun tanaman hasil budidaya.

2) Sortasi basah

Sortasi basah bertujuna untuk membersihkan bahan simplisia,

baik berupa akar, daun, biji, bunga, umbi, dan lain sebagainya

(termasuk jika mungkin tumbuhan herba secara keseluruhan) dari

berbagai faktor lain seperti bebatuan kecil/kerikil yang menempel pada

bahan, potongan-potongan dari bagian tumbuhan yang tidak

diperlukan, tanah, tumbuh-tumbuhan lain yang menempel seperti

rumputan, dedaunan dan lain sebagainya yang tidak diinginkan (tidak

dibutuhkan) dalam proses perlakuan.

18
3) Pencucian

Proses pencucian merupakan tahapan lebih lanjut dari tahap

sortasi basah. Pencucian dilakukan untuk membersihkan berbagai

kotoran yang masih melekat pada bahan simplisia, misalnya tanah.

Kotoran-kotoran yang melekat pada simplisia juga cenderung

mengandung bakteri, sehingga prose pencucian harus dilakukan

dengan air yang bersih.

4) Perajangan

Proses perajangan bertujuan untuk mempermudah proses

pengeringan dan untuk mempermudah dilakukannya penghancuran

terhadap bahan baku dalam rangka mempermudah dilakukannya

proses ekstraksi, seringkali juga diperlukan untuk mempermudah

proses penggilingan maupun pengepakan bahan.

5) Pengeringan

Proses pengeringan merupakan suatu perlakuan yang

dikhususkan untuk mengurangi kadar air pada bahan baku simplisia.

Proses pengeringan bertujuan untuk meningkatkan ketahanan simplisia

sehingga tidak mudah membusuk selama proses penyimpanan. Proses

pengeringan pada bahan simplisia membutuhkan rentang waktu

19
tertentu, sesuai dengan jenis bahan simplisia yang sedang dikeringkan

dengan suhu rata-rata kurang dari 60°C.

6) Sortasi kering

Tahap sortasi kering merupakan tahap terakhir dalam proses

pembuatan simplisia sebagai persiapan lebih lanjut untuk melakukan

proses pengemasan. Tujuan dari sortasi basah ini yaitu sebagai

mekanisme pembersihan akhir dari benda-benda asing tidak diinginkan

yang masih tersisa pada bahan dan ditujukan untuk seleksi terkait

kelayakan bahan-bahan yang akan dikemas.

7) Pengepakan dan penyimpanan

Proses pengepakan dilakukan untuk mempertahankan mutu

simplisia dalam rentang waktu tertentu sebelum dilakukan proses

lanjutan termasuk dilakukannya perlakuan-perlakuan tertentu di dalam

pabrik.

8) Pemeriksaan mutu

Simplisia harus memenuhi persyaratan sebagaimana yang

telah ditetapkan baik di Farmakope Indonesia, Ekstrak Farmakope

Indonesia, maupun Materia Medika Indonesia edisi terbaru (Emelda,

2021).

20
2.4. Ekstraksi

2.4.1. Pengertian Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai (Depkes

RI, 1995).

Ekstraksi atau penyarian merupakan proses pemisahan senyawa dari

matriks atau simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Peran

ekstraksi dalam analisis fitokimia sangat penting karena sejak tahap awal

hingga akhir menggunakan proses ekstraksi, termasuk fraksinasi dan

pemurnian. Tujuan dari ekstraksi adalah menarik atau memisahkan

senyawa dari campurannya atau simplisia (Hanani, 2017).

2.4.2. Metode ekstraksi

Menurut Hanani (2017), metode ekstraksi yang digunakan

tergantung pada jenis, sifat fisik, dan sifat kimia kandungan senyawa

yang akan diekstraksi. Pemilihan metode dilakukan dengan

memperhatikan antara lain sifat senyawa, pelarut yang digunakan, dan

alat tersedia. Struktur untuk setiap senyawa, suhu dan tekanan

merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan ekstraksi.

Beberapa metode ekstraksi yang umum digunakan antara lain :

21
1) Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi simplisia dengan meredam

dalam pelarut pada suhu kamar sehingga kerusakan atau degradasi

metabolit dapat diminimalisasi. Pada maserasi, terjadi proses

keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel

sehingga diperlukan penggantian pelarut secara berulang. Kinetika

adalah cara ekstraksi, seperti maserasi yang dilakukan dengan

pengadukan, sedangkan digesti adalah cara maserasi yang

dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar yaitu 40-

60°C.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah cara ekstraksi simplisia menggunakan

pelarut yang selalu baru, dengan mengalirkan palerut melalui

simplisia hingga senyawa tersari sempurna. Cara ini memerlukan

waktu lebih lama dan pelarut yang lebih banyak. Untuk meyakinkan

perkolasi sudah sempurna, perkolat dapat diuji adanya metabolit

dengan pereaksi yang spesifik.

22
2) Cara panas

a. Refluks

Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik

didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Agar hasil penyarian

lebih baik atau sempurna, refluks umumnya dilakukan berulang-

ulang (3-6 kali) terhadap residu pertama. Cara ini memungkinkan

terjadinya penguraian senyawa yang tidak tahan panas.

b. Soxhletasi

Soxhletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut organik

pada suhu didih dengan alat soxhlet. Pada soxhletasi, simplisia dan

ekstrak berada pada suhu berbeda. Pemanasan mengakibatkan

pelarut menguap dan uap masuk dalam labu pendingin. Hasil

kondensasi jatuh bagian simplisia sehingga ekstraksi berlangsung

terus-menerus dengan jumlah pelarut relatif konstan. Ekstraksi ini

dikenal sebagai ekstraksi sinambung.

c. Infusa

Infusa adalah cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut air,

pada suhu 96-98°C selama 15-20 menti (dihitung setelah suhu 96°C

23
tercapai). Bejana infusa tercelup dalam tangas air. Cara ini sesuai

untuk simplisia yang bersifat lunak, seperti bunga dan daun.

d. Dekok

Dekok adalah cara ekstraksi yang mirip dengan infusa, hanya

saja waktu ekstraksinya lebih lama yaitu 30 menit dan suhunya

mencapai titik didih air.

e. Destilasi

Destilasi merupakan cara ekstraksi untuk menarik atau

menyari senyawa yang ikut menguap dengan air sebagai pelarut.

Pada proses pendinginan, senyawa dan uap air akan terkondensasi

dan terpisah menjadi destilat air dan senyawa yang diekstraksi. Cara

ini umum digunakan untuk menyari minyak atsiri dari tumbuhan.

2.5. Skrining Fitokimia

Uji fitokimia merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi senyawa

bioaktif yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat

memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan senyawa kimia

tertentu dengan bahan alam yang tidak memiliki kandungan senyawa kimia

tertentu. Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu

penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang

golonga senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti.

24
Pemilihan pelarut dan metode ekstraksi merupakan hal yang berperan penting

dalam proses skrining fitokimia (Saragih & Arsita, 2019).

Pemilihan pelarut dan metode ekstraksi dapat mempengaruhi hasil

kandungan senyawa kimia yang dapat terekstraksi. Oleh karena itu, pemilihan

pelarut untuk ekstraksi biasanya menggunakan prinsip like dissolves likes, di

mana senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa non

polar akan larut dalam pelarut non polar (Dewi et al., 2013).

2.5.1. Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan metabolit sekunder yang disintesis

dari asam piruvat melalui metabolisme asam amino. Terdapat sekitar 10

jenis flavonoid yaitu, antosianin, auron, biflavonil, flavanon, flavon,

flavonol, glikoflavon, isoflavon, khalkon, dan proantosianidin (J.B.,

1998).

Menurut Theodora et al., (2019), ada beberapa cara untuk

mengidentifikasi senyawa flavonoid dalam suatu tumbuhan, di antaranya

yaitu:

1) Uji pereaksi Wilstatter

Sejumlah ekstrak sampel ditambahkan beberapa tetes HCl pekat

dan sedikit serbuk magnesium. Perubahan warna menjadi kuning

menunjukkan sampel positif mengandung flavonoid.

25
2) Uji pereaksi Bate Smite-Metcalfe

Sejumlah ekstrak sampel ditambahkan H 2 SO4 pekat, kemudian

dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit. Apabila terdapat

kandungan senyawa flavonoid, sampel akan berubah warna menjadi

merah.

3) Uji pereaksi NaOH 10%

Sejumlah ekstrak sampel ditambahkan beberapa tetes pereaksi

NaOH 10%. Setelah itu, sampel ditotolkan pada plat tetes. Sampel

positif mengandung flavonoid apabila terjadi perubahan warna orange

atau jingga pada plat tetes.

2.5.2. Alkaloid

Alkaloid merupakan kelompok metabolit sekunder yang bersifat

basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen (biasanya dalam cincin

heterosiklik) dan mengandung satu inti kerangka piridin, quinolon, dan

isoquinolin atau tropan yan bertanggung jawab terhadap aktivitas

fisiologis pada manusia atau hewan lainnya. Alkaloid memiliki kelarutan

yang khas dalam pelarut organik. Golongan senyawa ini mudah larut

dalam alkohol dan sedikit larut dalam air (Julianto, 2019).

Menurut Izzah et al., (2015), identifikasi alkaloid dapat dilakukan

dengan menggunakan beberapa pereaksi alakloid, yaitu:

26
1) Pereaksi Mayer

Sampel akan membentuk endapan putih atau putih kekuningan

apabila mengandung senyawa alkaloid.

2) Pereaksi Dragendorff

Sampel akan membentuk endapan berwarna merah jingga apabila

mengandung senyawa alkaloid.

3) Pereaksi Bouchardat

Sampel akan membentuk endapan berwarna cokelat apabila

mengandung senyawa alkaloid.

2.5.3. Saponin

Saponin merupakan suatu glikosida, yaitu campuran antara

karbohidrat sederhana dengan aglikon yang terdapat pada bermacam-

macam tanaman. Berdasarkan hasil hidrolisisnya, saponin dibedakan

menjadi karbohidrat dan sapogenin. Sapogenin terdiri dari 2 gologan,

yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid. Saponin mudah larut

dalam air dan tidak larut dalam eter, memiliki rasa pahit menusuk, dan

dapat menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lendir. Selain itu,

saponin memiliki karakteristik berupa buih (Rachman et al., 2008).

Menurut Suharto (2012), terdapat 2 uji pendahuluan untuk

mengetahui sebuah sampel mengandung saponin, yaitu:

27
1) Uji busa

Sejumlah simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang

berisikan aquadest 10 mL, dikocok dan ditambahkan 1 tetes larutan

asam klorida 2 N. Sampel dinyatakan positif mengandung saponin

apabila terbentuk busa stabil dengan ketinggian 1-3 cmm selama 30

detik.

2) Uji warna

Sejumlah simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang

berisikan kloroform 10 mL, dipanaskan dengan penangas air selama 5

menit sambil dikocok. Kemudian ditambahkan beberapa tetes pereaksi

Liebermann Burchard. Sampel dinyatakan positif mengandung

saponin triterpenoid apabila terbentuk cincin cokelat atau violet,

sedangkan warna hijau atau biru menunjukkan adanya saponin steroid.

2.5.4. Tanin

Tanin merupakan suatu senyawa fenolik yang memberikan rasa

pahit dan sepat, dapat bereaksi dan menggumpalkan protein atau senyawa

organik lainnya yang mengandung asam amino dan alkaloid (Julianto,

2019).

Secara kimia, terdapat dua jenis tanin yang tersebar merata dalam

dunia tumbuhan. Tanin terkondensasi terdapat pada tanaman

gymnospermae, angiospermae, terutama pada jenis tanaman berkayu.

28
Sedangkan tanin terhidrolisis penebarannya terbatas pada tanaman

berkeping dua (Lully Hanni Endarini, M.Farm, 2016).

Menurut (suci) uji analisa tanin dapat dilakukan dengan cara

masukkan sejumlah sampel ke dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan

beberapa tetes larutan FeCl3 1%, lalu sampel akan dinyatakan positif

mengandung tanin apabila terbentuk larutan berwarna biru tua atau hitam

kehijauan.

2.5.5. Steroid

Steroid merupakan senyawa bahan alam yang kebanyakan

strukturnya terdiri dari 17 atom dengan membentuk struktur 1,2-

siklopentenoperhidrofenantren. Steroid terdiri atas beberapa kelompok

senyawa yang pengelompokannya didasarkan pada efek fisiologis yang

dapat ditimbulkan. Kelompok-kelompok tersebut yaitu sterol, aglikon

kardiak atau kardenolida, dan sapogenin.

Secara biogenetik, steroid yang terdapat di alam berasal dari

triterpen. Steroid yang terdapat pada jaringan hewan berasal dari

lanosterol, sedangkan yang terdapat pada jaringan tumbuhan berasal dari

sikloartenol (Lully Hanni Endarini, M.Farm, 2016).

Uji steroid dilakukan dengan pengujian menggunakan pereaksi

Liebermann Burchard. Apabila sampel terbentuk warna hijau

menunjukkan sampel mengandung steroid, sedangkan apabila terbentuk

29
warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Sulistyarini et

al., 2019).

2.6. Bakteri

Bakteri adalah organisme yang relatif sederhana. Sel bakteri disebut sel

prokariot karena materi genetiknya tidak diselimuti oleh selaput membran inti.

Secara umum, sel bakteri terdiri dari beberapa bentuk, yaitu bentuk

basil/batang, bulat, dan spiral. Kompleks karbohidrat dan protein yang

terkandung dalam sel bakteri disebut peptidoglikan. Pembelahan biner

merupakan cara bakteri bereproduksi dengan membelah diri menjadi dua sel

yang berukuran sama. Bahan kimia organik yang dapat diperoleh secara alami

dari organisme hidup atau organisme yang sudah mati, merupakan sumber

nutrisi untuk bakteri. Meskipun demikian, ada beberapa bakteri yang dapat

memperoleh nutrisi sendiri dengan proses biosintesis (Radji, 2010).

2.6.1. Bentuk Sel Bakteri

Bakteri mempunyai bentuk dan ukuran yang sangat beragam.

Sebagian besar sel bakteri memiliki diameter 0,2-2 mikron dan panjang 2

- 8 mikron. Menurut Radji (2010), berdasarkan bentuknya bakteri

digolongkan menjadi tiga golongan utama, yaitu bentuk kokus (bulat),

bentuk basil (batang), dan bentuk spiral.

30
1) Bakteri kokus biasanya berbentuk bulat atau lonjong, hidup sendiri-

sendiri, berpasangan, membentuk rantai panjang atau kubus

tergantung cara bakteri itu membelah diri dan kemudian melekat satu

sama lain setelah pembelahan. Staphylococcus merupakan jenis kokus

yang membelah membentuk gugusan atau berkelompok seperti buah

anggur. Bentuk morfologi kokus yang berbeda-beda ini sering kali

digunakan untuk mengidentifikasi jenis bakteri golongan kokus.

2) Bakteri basil adalah golongan bakteri yang memiliki bentuk seperti

batang atau silinder. Bakteri ini mempunyai ukuran yang sangat

beragam. Basil umumnya terlihat sebagai batang tunggal. Beberapa

bakteri basil berpasangan setelah pembelahan sel. Bentuk basil terdiri

atas diplobasilus {diplobacillus), streptobasilus {streptobacillus), dan

kokobasilus {coccobacillus).

3) Bakteri spiral adalah bakteri yang mempunyai bentuk yang tidak lurus

seperti basil, tetapi mempunyai satu atau beberapa lekukan. Bakteri

spiral dibagi menjadi vibrio, yaitu bakteri berbentuk batang yang

melengkung menyerupai bentuk koma. Spirilum, yaitu bakteri yang

berbentuk spiral atau pilinan dengan selnya yang kokoh. Spiroketa,

yaitu bakteri yang berbentuk spiral dan tubuhnya sangat lentur

sehingga dapat bergerak bebas. Kemampuan bergerak ini

dimungkinkan karena adanya kontraksi yang lentur dari sumbu

filamen atau flagel yang terdapat di permukaan dinding sel bakteri.

31
2.6.2. Struktur Dinding Sel Bakteri

Dinding sel bakteri mempunyai struktur yang sangat kompleks yang

terdiri atas komponen yang kaku dan kuat serta berfungsi untuk

mempertahankan bentuk dan keutuhan sel. Dinding sel bakteri harus

mampu mempertahankan sel ketika tekanan osmotik di dalam sel lebih

tinggi daripada di luar sel. Hampir semua sel prokariot mempunyai

dinding sel. Dinding sel relatif kuat dan lentur sehingga dapat menahan

tekanan osmotik yang tinggi di dalam sel bakteri (berkisar antara 5-20

atmosfer). Semua dinding sel bakteri mengandung makromolekul yang

disebut peptidoglikan atau murein. Komponen ini memberikan kekuatan

yang diperlukan untuk mempertahankan keutuhan sel (Radji, 2010).

Menurut Radji (2010), berdasarkan struktur dinding selnya, bakteri

digolongkan menjadi dua golongan, yaitu sebagai berikut:

1) Bakteri gram positif

Dinding sel kebanyakan bakteri gram positif terdiri atas beberapa

lapisan peptidoglikan yang tebal dan kaku (20-80 nm). Selain itu,

beberapa dinding sel bakteri gram positif mengandung substansi

dinding sel yang disebut asam teikoat (teichoic acid). Asam teikoat ada

dua jenis, yaitu asam teikoat ribitol dan asam teikoat gliserol. Fungsi

asam teikoat belum sepenuhnya diketahui, tetapi diperkirakan berperan

dalam pertumbuhan dan pembelahan sel.

32
2) Bakteri gram negatif

Dinding sel bakteri gram negatif terdiri atas satu atau lebih lapisan

peptidoglikan dan membran di bagian luar lapisan peptidoglikan.

Dinding sel bakteri gram negatif tidak mengandung asam teikoat.

Karena hanya mengandung sedikit lapisan peptidoglikan, dinding sel

bakteri gram negatif umumnya lebih rentan terhadap guncangan fisik

Struktur dinding sel bakteri gram negatif lebih rumit dibandingkan

dengan dinding sel bakteri gram positif. Membran luar sel bakteri

gram negatif terdiri atas lipoprotein, fosfolipida, dan lipopolisakarida.

Komponen lipopolisakarida dinding sel bakteri Gram negatif sangat

penting karena menunjukkan toksisitas pada hewan. Karena bersifat

toksik dan tidak terpisahkan dari sel bakteri, komponen ini disebut

endotoksin.

2.6.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri

Menurut Radji (2010), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan bakteri, yaitu:

1) Suhu

Sebagian besar bakteri tumbuh optimal pada suhu tubub manusia.

Akan tetapi, beberapa bakteri dapat tumbuh dalam lingkungan ekstrim

yang berada di luar batas pertahanan organisme. Berdasarkan

33
perbedaan suhu tumbuh, bakteri digolongkan menjadi tiga bagian

besar.

a. Bakteri psikrofil

Bakteri ini tumbuh pada suhu 0˚C dengan suhu optimum 15˚C

dan tidak tumbuh pada suhu kamar (25˚C). Bakteri ini sering

ditemukan di laut dan kutub, serta sering menimbulkan masalah

pada pengawetan makanan.

b. Bakteri psikrotrof

Bakteri ini tumbuh pada suhu 0˚C dengan suhu optimum 20-

30˚C dan tidak tumbuh pada suhu lebih dari 40˚C. Bakteri ini sering

terdapat dalam makanan yang disimpan pada suhu rendah, karena

dapat tumbuh pada suhu lemari es.

c. Bakteri mesofil

Bakteri mesofil adalah bakteri yang tumbuh optimal pada suhu

25-40^C dan merupakan bakteri yang paling banyak ditemukan.

Bakteri ini dapat beradaptasi untuk hidup dan tumbuh pada suhu

optimum di sekitar suhu inangnya. Suhu optimum bakteri patogen

umumnya sekitar 37˚C dan suhu incubator untuk mengiknkubasi

biakan bakteri ini diatur sekitar 37˚C. Bakteri mesofil termasuk

sebagian bakteri yang menyebabkan kerusakan dan penyakit.

34
d. Bakteri termofil

Sebagian besar dari bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 50-60˚C

dan tidak dapat tumbuh pada suhu di bawah 45˚C. Oleh karena itu,

bakteri ini biasanya tahan terhadap pemanasan dan dapat bertahan

di dalam makanan kaleng.

2) pH

Kebanyakan bakteri tumbuh subur pada pH 6,5-7,5. Sangat sedikit

bakteri yang dapat tumbuh pada pH asam (di bawah pH 4). Hal inilah

yang menyebabkan makanan tertentu dapat diawetkan dengan

penambahan suasana asam atau secara fermentasi. Beberapa bakteri

disebut dengan asidofil karena dapat menoleransi keasaman. Salah satu

tipe bakteri kemoautotrof yang ditemukan di dalam drainase air di

tambang tembaga dan pabrik oksidasi sulfur dari asam sulfat dapat

bertahan pada pH 1.

Ketika dibiakkan di laboratorium, bakteri sering memproduksi asam

yang biasanya berpengaruh pada pertumbuhan bakteri itu sendiri.

Untuk menetralkan asam dan mempertahankan pH, dapar kimia dapat

ditambahkan ke dalam media. Pepton dan asam amino bekerja sebagai

dapar dalam beberapa media perbenihan. Banyak media yang juga

mengandung garam fosfat sebagai dapar. Garam fosfat tidak

memengaruhi bakteri bahkan mengandung fosfor sebagai nutrisi.

35
3) Tekanan osmotik

Bakteri memperoleh semua nutrisi dari cairan di sekitarnya. Bakteri

membutuhkan air untuk pertumbuhan. Tekanan osmotik yang tinggi

dapat menyebabkan air keluar dari dalam sel. Penambahan garam

dalam larutan yang akan meningkatkan tekanan osmotik dapat

digunakan untuk pengawetan makanan. Ikan asin, madu, dan susu

kondensasi manis diawetkan dengan menggunakan mekanisme ini.

Konsentrasi garam atau gula yang tinggi menyebabkan air keluar dari

sel bakteri sehingga menghambat pertumbuhan atau menyebabkan

plasmolysis.

Sebagian besar bakteri harus tumbuh dalam media yang berair.

Sebagai contoh, konsentrasi agar yang digunakan untuk memadatkan

media pertumbuhan bakteri adalah 1,5% (agar merupakan kompleks

polisakarida yang diisolasi dari ganggang laut). Jika konsentrasi agar

lebih tinggi, tekanan osmotik akan meningkat sehingga dapat

menghambat pertumbuhan beberapa bakteri. Jika tekanan osmotik di

sekitar sel lebih rendah (misalnya dalam air suling), air akan masuk ke

dalam sel bakteri melalui dinding sel bakteri.

4) Faktor kimia

Selain air, unsur penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

mikroorganisme adalah unsur kimia, antara lain karbon, nitrogen,

sulfur, fosfor, dan unsur kelumit (misalnya, Cu, Zn, dan Fe).

36
Karbon merupakan unsur penting dalam setiap mahluk hidup.

Setengah berat kering suatu bakteri adalah karbon. Kemoheterotrof

mendapatkan sebagian besar karbon dari sumber energi yang

diperoleh, seperti protein, karbohidrat, dan lemak, sedangkan

kemoautotrof dan fotoautotrof mendapatkan unsur karbon dari CO 2.

Beberapa unsur lain juga diperlukan oleh bakteri untuk sintesis

materi seluler, yaitu nitrogen dan sulfur untuk sintesis protein; nitrogen

dan fosfor untuk sintesis DNA, RNA, dan ATP. Molekul ATP sangat

penting untuk penyimpanan dan transfer energi kimia di dalam sel.

Kandungan nitrogen kurang lebih 14% berat kering suatu sel bakteri,

sedangkan sulfur dan fosfor sekitar 4%.

Bakteri juga membutuhkan sejumlah kecil unsur mineral (misalnya

K, Mg, Ca, Fe, Cu, Zn, dan Mo) sebagai kofaktor, yang merupakan

unsur penting untuk memfungsikan beberapa jenis enzim. Unsur-unsur

ini terdapat dalam air dan komponen media lain secara alamiah.

5) Oksigen

Mikroorganisme yang menggunakan oksigen menghasilkan lebih

banyak energi dari nutrien yang diperoleh daripada mikroba yang tidak

menggunakan oksigen (anaerob). Bakteri yang membutuhkan oksigen

untuk hidup disebut bakteri aerob obligat. Bakteri aerob obligat

memiliki kelemahan, yaitu oksigen sangat sedikit terlarut di dalam

37
media dan air di lingkungan bakteri tersebut. Oleh sebab itu,

kebanyakan bakteri aerob telah berkembang sehingga mempunyai

kemampuan untuk bertumbuh tanpa ada oksigen. Mikroorganisme

seperti ini disebut anaerob fakultatif. Dengan kata lain, bakteri anaerob

fakultatif dapat menggunakan oksigen bila ada oksigen, tetapi dapat

terus bertumbuh dengan menggunakan proses fermentasi atau respirasi

anaerob apabila oksigen tidak cukup tersedia. Walaupun demikian,

efisiensi produksi energi berkurang ketika tidak ada oksigen.

Anaerob aerotoleran tidak menggunakan oksigen untuk

pertumbuhan, tetapi dapat mengatasi kondisi beroksigen dengan cukup

baik. Pada umumnya, bakteri aerotoleran dapat memfermentasi

karbohidrat menjadi asam laktat. Asam laktat yang terakumulasi akan

menghambat pertumbuhan kompetitor aerobik lain dan menciptakan

lingkungan yang cocok dan diperlukan oleh bakteri penghasil asam

laktat.

Beberapa bakteri dapat tumbuh hanya jika kadar oksigen di

lingkungannya lebih rendah daripada kadar oksigen di udara. Di dalam

tabung reaksi berisi media nutrisi padat, bakteri ini akan tumbuh di

bagian media yang lebih dalam dari permukaan, di area oksigen telah

berdifusi ke dalam media, tidak pada permukaan yang kaya akan

oksigen, atau di bawah zona yang cukup oksigen. Toleransi yang

terbatas ini kemungkinan disebabkan oleh kepekaan terhadap radikal

38
bebas superoksida dan peroksida yang dihasilkan dalam konsentrasi

mematikan pada kondisi kaya akan oksigen.

2.7. Bakteri Staphylococcus aureus

Gambar 2.3 Bakteri Stapylococcus aureus


(Ratna, 2021)

2.7.1. Klasifikasi Bakteri Staphylococcus aureus

Berdasarkan (Integrated Taxonomic Information System, n.d.)

klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria.

Divisi : Firmicutes.

Kelas : Bacilli.

Ordo : Bacillales.

Family : Staphylococcaceae.

Genus : Staphylococcus Rosenbach.

39
Spesies : Staphylococcus aureus Rosenbach.

2.7.2. Morfologi Bakteri Staphylococcus aureus

Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri berbentuk bulat

dengan diameter 0,8-1,0 mikron. Bakteri ini apabila menggerombol

dalam susunan tidak teratur mungkin sisinya agak rata karena tertekan.

Susunan gerombolan yang tidak teratur biasanya ditemukan pada sediaan

yang dibuat dari perbenihan padat, sedangkan perbenihan kaldu biasanya

ditemukan tersendiri atau tersusun sebagai rantai pendek. Staphylococcus

aureus tidak bergerak, tidak berspora, dan merupakan bakteri gram

positif.

Pertumbuhan terbaik adalah pada suasana aerob, tetapi bakteri ini

juga bersifat anaerob fakultatif dan dapat tumbuh dalam udara yang hanya

mengandung hydrogen dan pH. Pada lempeng agar, koloninya berbentuk

bulat, diameter 1-2 mm, cembung, buram, mengkilat, dan konsistensinya

lunak. Pada lempeng agar darah, umumnya koloni lebih besar dan pada

varietas tertentukoloninya dikelilingi oleh zona hemolysis

(Syahrurachman, 2010).

2.7.3. Karakteristik Bakteri Staphylococcus aureus

Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif

berbentuk bulat, tidak bergerak, tidak berspora, berdiameter 0,8-1,0

40
mikron, dan bersifat patogen pada manusia. Staphylococcus aureus

bersifat anaerob fakultatif dan dapat tumbuh karena melakukan respirasi

aerob atau fermentasi dengan hasil utama asam laktat. Mayoritas bakteri

ini menghasilkan enzim koagulase. Staphylococcus aureus dapat tumbuh

dengan baik dalam kaldu pada suhu 37˚C. Kisaran suhu pertumbuhan

yaitu pada 15-40˚C dan suhu optimum adalah 35˚C (Radji, 2010).

Di antara semua bakteri yang tidak membentuk spora,

Staphylococus aureus memiliki daya tahan paling kuat. Pada agar miring,

dapat hidup berbulan-bulan, baik dalam lemari es ataupun suhu kamar.

Dalam keadaan kering, baik itu pada kertas, kain, dan dalam nanah,

bakteri dapat bertahan hidup selama 6-14 minggu (Radji, 2010).

Staphylococcus aureus menghasilkan enzim koagulase yang kemudian

bekerja sama dengan faktor-faktor serum untuk menggupalkan plasma.

Koagulase ikut berperan dalam pembentukan dinding fibrin di sekitar lesi

Staphylococcus yang membantunya menetap dalam jaringan. Koagulase

juga menyebabkan terbentuknya deposit fibrin pada permukaan

Staphylococcus tertentu, yang dapat membantu melindungi bakteri ini

dari fagositosis atau destruksi dalam sel-sel fagositik (Jawetz et al., 2008).

Menurut Paju et al. (2013), infeksi yang disebabkan bakteri

Staphylococcus aureus pada hewan uji kelinci ditandai dengan kerusakan

jaringan di sekitar lesi dan menimbulkan abases berupa nanah, terjadinya

41
nekrosis pada jaringan luka, kemudian terjadi koagulasi fibrin di sekitar

lesi dan pembuluh getah bening, sehingga terbentuk dinding yang

membatasi proses nekrosis.

2.8. Antibakteri

2.8.1. Deskripsi Antibakteri

Antibakteri adalah bahan atau senyawa yang dapat membasmi

bakteri terutama bakteri pathogen. Senyawa antibakteri harus mempunyai

sifat toksisitas 26 selektif, yaitu berbahaya bagi parasite tetapi tidak

berbahaya bagi inangnya. Antibakteri ada yang mempunyai spektrum

luas, artinya antibakteri yang efektif digunakan bagi banyak spesies

bakteri, baik coccus, basil maupun spiril. Ada juga yang mempunyai

spektrum sempit, artinya hanya efektif digunakan pada spesies tertentu

saja (Waluyo, 2004).

2.8.2. Mekanisme Kerja Antibakteri

Menurut Waluyo (2004), mekanisme kerja antibakteri dapat

dilakukan dengan empat cara yaitu :

1) Penghambatan Sintesis Dinding Sel

Sel bakteri dikelilingi oleh suatu struktur kaku yang disebut

dinding sel, yang melindungi protoplasma dibawahnya. Setiap zat

yang mampu merusak dinding sela tau mencegah sintesisnya

42
menyebabkan terbentuknya sel-sel yang peka terhadap tekanan

osmosis.

2) Penghambat Sintesis Protein

Sintesis protein merupakan hasil akhir dari dua proses utama,

yaitu transkripsi (sintesis asam ribonukleat) dan translasi (sintesis

asam protein yang ARN dependent). Antibakteri dapat menghambat

salah satu dari proses tersebut dapat menghambat sintesis protein.

Salah satu mekanisme penghambatan sintesis protein dilakukan

adalah dengan menghambat perlekatan tRNA dan mRNA ke

ribosom.

3) Pengubahan Fungsi Membran Plasma

Membran sel mempunyai peranan yang penting dalam sel,

yaitu sebagai penghalang dengan permeabilitas selektif, melakukan

pengangkutan aktif, dan mengendalikan susunan dalam sel. Membran

sel mempengaruhi konsentrasi metabolit dan bahan gizi didalam sel

dan merupakan tempat berlangsungnya pernapasan dan aktivitas

biosintetik tertentu. Beberapa zat antibakteri dapat merusak atau

melemahkan salah satu atau lebih dari fungsi-fungsi tersebut,

akibatnya pertumbuhan sel akan terhambat.

4) Penghambatan Sintesis Asam Nukleat DNA, RNA, dan Protein

Asam nukleat DNA, RNA, dan protein memegang peranan

sangat penting di dalam proses kehidupan normal sel. Hal ini berarti

43
bahawa gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau pada

fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel.

Bahan antibakteri dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan

ikatan yang sangat kuat pada enzim DNA dependent dan RNA

polymerase bakteri sehingga menghambat sintesis RNA bakteri.

2.8.3. Penggolongan Antibakteri

Menurut Waluyo (2004), antibakteri dapat digolongkan

menjadi dua berdasarkan cara kerjanya, yaitu :

1) Bakterisidal

Efek ini membunuh sel bakteri tetapi tidak menyebabkan sel

lisis atau pecah. Hal ini ditunjukan dengan ditambahkannya

antimikrobia pada kultur mikrobia yang masih berada pada fase

logaritmik, didapatkan bahwa jumlah sel total tetap, namun jumlah

sel hidup berkurang.

2) Bakteriostatik

Efek ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri namun tidak

membunuhnya, efek ini menghambat sintesis protein atau mengikat

ribosom. Hal ini ditunjukan dengan ditambahkannya antimikrobia

pada kultur mikrobia yang masih berada pada fase logaritmik,

didapatkan bahwa jumlah sel total maupun jumlah sel hidup masih

tetap.

44
2.8.4. Metode Pengujian Antibakteri

Menurut Pratiwi. T (2008), aktivitas antibakteri dapat ditentukan

dengan dua cara yaitu metode difusi dan dilusi. Pada metode difusi di

dalamnya terdapat metode disc diffusion (Tes Kirby & Bauer), E-test,

Ditch-plate technique, Cup-plate technique, Gradien-plate technique.

Sedangkan metode dilusi terdapat metode dilusi cair/broth dilution test

dan dilusi padat/solid dilution test.

1) Metode Difusi

a. Metode Disc Diffusion (Tes Kirby & Bauer)

Metode ini disebut juga metode kertas cakram yang

digunakan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Pada

cara ini digunakan suatu cakram kertas saring (paper disk) yang

berfungsi sebagai tempat menampung zat antimikroba. Kertas

saring tersebut kemudian diletakan pada lempeng agar yang telah

diinokulasi mikroba uji, kemudian diinkubasi pada waktu tertentu

dan suhu tertentu, sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba

uji. Pada umumnya, hasil yang dapat diamati setelah inkubasi

selama 18-24 jam dengan suhu 37˚C. hasil pengamatan yang

diperoleh berupa ada atau tidak daerah bening yang terbentuk di

sekeliling kertas cakram yang menunjukkan zona hambat pada

pertumbuhan bakteri.

45
b. E-Test

Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum

inhibitory concentration) atau KHM (kadar hambat minimum),

yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat

menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini

digunakan strip plastic yang mengandung agen antimikroba dari

kadar terendah hingga tertinggi dan diletakan pada permukaan

media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan

dilakukan pada area jernioh disekitar strip tersebut.

c. Ditch-plate technique

Pada metode ini berupa sampel uji yang diletakan pada parit

yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri

pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji (maksimum

6 macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba.

d. Cup-plate technique

Metode ini sama dengan metode disc diffusion, di mana

dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan

mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba

yang akan diuji.

e. Gradient- plate technique

Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media

agar secara teoritis dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan

46
dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke

dalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring. Nutrisi

kedua selanjutnya dituang diatasnya.

Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen

antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba

uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai dari

konsentrasi tinggi hingga ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai

panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang

mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil

goresan.

2) Metode Dilusi

a. Metode Dilusi Cair (Broth dilution test)

Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration)

atau KHM (kadar hambat minimum) dan MBC (minimum

bactericidal concentration atau kadar bunuh minimum) KBM.

Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran

agen mikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan

mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil

yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji

ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM

tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa

penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan

47
diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih

setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM.

b. Metode Dilusi Padat (Solid Dilution Test)

Metode ini serupa dengan metod dilusi cair namun

menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah

satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan

untuk menguji beberapa mikroba uji.

3) Kontrol Positif

Kloramfenikol merupakan antibakteri yang berspektrum luas,

sehingga mampu membunuh bakteri gram positif maupun gram

negatif. Bakteri dikatakan resisten terhadap kloramfenikol apabila

diameter zona hambat yang dihasilkan <20 mm dan sensitif apabila

hasil diameter zona hambat ≥20 mm (Utomo et al., 2018).

Gambar 2.4 Struktur Kimia Chloramphenicol


(Depkes RI, 2020)

Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng

memanjang; putih hingga putih kelabu atau

putih kekuningan; larutan praktis netral

48
terhadap lakmus P; stabil dalam larutan netral

atau larutan agak asam. (Depkes RI, 2020).

Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam

etanol, dalam propilen glikol, dalam aseton

dan dalam etil asetat. (Depkes RI, 2020).

Mekanisme kerja : Menghambat sintesis protein bakteri pada

ribosom subunit 50S dan menghambat enzim

peptidil transferase sehingga ikatan peptida

tidak terbentuk pada proses sintesis protein

bakteri (Samputri et al., 2020).

4) Kontrol Negatif

Kontrol negatif bertujuan sebagai pembanding bahwa pelarut

yang akan digunakan sebagai pengencer tidak mempengaruhi hasil

uji antibakteri dari sampel atau senyawa yang akan diuji (Utomo et

al., 2018).

DMSO merupakan zat atau pelarut yang dapat melarutkan

hamper semua senyawa polar maupun non polar. DMSO juga tidak

bersifat bakterisidal, sehingga dapat dipastikan bahwa aktivitas

antibakteri tanpa dipengaruhi pelarutnya (Huda et al., 2019).

49
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian

3.1.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian yang terdiri dari

manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes,

atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakterisitik

tertentu (Yudi Marihot, Sapta Sari, 2022).

Populasi dalam penelitian ini adalah tanaman Saga (Abrus

precatorius L.), tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.), dan bakteri

Gram Positif.

3.1.2 Sampel dan Penarikan Sampel

1) Sampel

Sampel adalah sebagian dari anggota populasi yang diambil

dengan menggunakan teknik pengambilan sampling (Yudi Marihot,

Sapta Sari, 2022).

Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah daun

saga (Abrus precatorius L.), rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.),

dan bakteri Staphylococcus aureus.


2) Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel yang digunakan pada penelitian ini

yaitu dengan cara “Purposive sampling”. Purposive sampling adalah

teknik penarikan sampel yang dilakukan sesuai dengan karakteristik,

ciri, kriteria, atau sifat tertentu yang telah ditentukan (Fauzy, 2019).

Pengambilan bahan daun saga (Abrus precatorius L.) dilakukan

dengan memilih daun yang masih segar atau berwarna hijau,

sedangkan rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) ketika tanaman

sudah memasuki usia panen, yaitu kurang lebih 10 bulan setelah

penanaman.

3.1.3 Variabel dan Operasional Variabel

1) Variabel

Variabel adalah suatu atribut dan sifat atau nilai orang, faktor,

perlakuan terhadap objek atau kegiatan yang mempunyai variasi

tertentu yang ditetepakan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya (Sandu Siyoto & Sodik, 2015).

51
Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel Bebas atau Independen

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel

lain atau variabel yang menyebabkan perubahan pada variabel lain

(Syafrida Hafni Sahir, 2022).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak daun saga

dan ekstrak rimpang jahe dengan konsentrasi masing-masing 5%,

10%, dan 15%.

b. Variabel Terikat atau Dependen

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh

variabel bebas, variabel terikat merupakan akibat dari variabel

bebas (Syafrida Hafni Sahir, 2022).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perbandingan

aktivitas antibakteri ekstrak daun saga dengan ekstrak rimpang

jahe terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan zona bening

dalam satuan milimeter (mm).

c. Variabel Kontrol

Variabel kontrol adalah variabel yang dibatasi pengaruhnya

yaitu dampak dari pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat. Variabel kontrol penting dalam penelitian untuk

52
mengendalikan kerumitan dari permasalahan dalam penelitian.

(Syafrida Hafni Sahir, 2022)

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah antibiotik

chloramphenicol sebagai kontrol positif dan DMSO (Dimetil

Sulfoksida) sebagai kontrol negatif.

2) Operasional Variabel

K+

X1 Z1

X2 Y Z2

X3 Z3

K-

Bagan 3. 1 Desain Operasional Variabel

Keterangan:

a. Variabel Bebas

X1 : Ekstrak daun saga (Abrus

precatorius L.) konsentrasi 5%.

53
X2 : Ekstrak daun saga (Abrus

precatorius L.) konsentrasi 10%.

X3 : Ekstrak daun saga (Abrus

precatorius L.) konsentrasi 15%.

Z1 : Ekstrak rimpang jahe

(Zingiber officinale Rosc.) konsentrasi 5%.

Z2 : Ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) konsentrasi

10%.

Z3 : Ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) konsentrasi

15%.

b. Variabel Kontrol

K+ : Kontrol positif

(Chloramphenicol).

K- : Kontrol negatif (DMSO atau

Dimetil Sulfoksida).

c. Variabel Terikat

Y : Aktivitas antibakteri ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.)

dan ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) terhadap

54
bakteri Staphylococcus aureus yang diukur dari zona bening

yang dihasilkan.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

eksperimen atau percobaan (experimental research) adalah penelitian dengan

adanya perlakuan atau intervensi yang bertujuan untuk mengetahui akibat yang

ditimbulkan setelah dilakukan intervensi kepada satu atau lebih kelompok.

Setelah itu, hasil intervensi tersebut dibandingkan dengan kelompok yang tidak

diberikan intervensi (kontrol) (Masturoh & Anggita T, 2018).

Metode eksperimen ini yang akan memeriksa perbandingan aktivitas

antibakteri ekstrak daun Saga (Abrus precatorius L) dengan rimpang Jahe

(Zingiber officinale Rosc.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus

aureus menggunakan metode difusi cakram.

3.3 Desain Penelitian

Desain penelitian dapat dilihat pada bagan 3.2 berikut:

55
Determinasi daun Saga (Abrus precatorius L.) dan
rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.).

Pengumpulan bahan.
Sterilisasi alat
dan bahan

Pembuatan simplisia daun Saga (Abrus


precatorius L.) dan rimpang Jahe (Zingiber
Pewarnaan
officinale Rosc.).
gram bakteri

Pembuatan ekstrak daun Saga (Abrus precatorius


Peremajaan
L.) dan rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.)
bakteri

Skrining fitokimia.
Pembuatan
suspensi bakteri
Uji aktivitas dan perbandingan antibakteri ekstrak
daun saga (Abrus precatorius L.) dengan rimpang
jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Data pengamatan.
56
Pengolahan dan analisa data.

Kesimpulan.

Bagan 3. 2 Desain Penelitian

Desain cawan petri dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut:

X1 Z1 X2 Z2

K+ K- K+ K-

X3 Z3

K+ K-

Gambar 3.1 Desain Cawan Petri

57
Terdapat 4 kertas cakram pada masing-masing cawan petri, dengan
keterangan sebagai berikut:

X1 : Ekstrak daun saga (Abrus

precatorius L.) konsentrasi 5%.

X2 : Ekstrak daun saga (Abrus

precatorius L.) konsentrasi 10%.

X3 : Ekstrak daun saga (Abrus

precatorius L.) konsentrasi 15%.

Z1 : Ekstrak rimpang jahe

(Zingiber officinale Rosc.) konsentrasi 5%.

Z2 : Ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) konsentrasi

10%.

Z3 : Ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) konsentrasi

15%.

K+ : Kontrol positif

(Chloramphenicol).

K- : Kontrol negatif (DMSO atau

Dimetil Sulfoksida).

3.4 Alat dan Bahan

58
3.4.1 Alat-Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada tabel

3.1 berikut:

Tabel 3.1 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian

No Nama Alat Keterangan


.
1 a. Timbangan analitik Alat untuk membuat serbuk
b. Blender simplisia daun saga (Abrus
precatorius L.) dan rimpang jahe
(Zingiber officinale Rosc.)
2 a. Timbangan analitik Alat untuk membuat ekstrak daun
b. Beaker glass saga (Abrus precatorius L.) dan
c. Corong rimpang jahe (Zingiber officinale
d. Batang pengaduk Rosc.) melalui proses maserasi.
e. Maserator
f. Lakban hitam
g. Kain flannel
h. Cawan penguap
i. Water bath
3 a. Autoklaf Alat untuk proses sterilisasi.
b. Kassa + kaki tiga
c. Bunsen
4 a. Batang pengaduk Alat yang digunakan untuk
b. Cawan petri pembiakan dan penananam bakteri
c. Bunsen Staphylococus aureus.
d. Kassa + kaki tiga
e. Korek api
f. Tabung reaksi
g. Wadah tabung reaksi
h. Jarum ose
i. Spuit 1 cc
Erlenmeyer
5 a. Inkubator Alat untuk menginkubasi bakteri.
6 a. Jangka sorong Alat untuk mengukur zona hambat.
Penggaris

3.4.2 Bahan-Bahan Penelitian

59
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada
tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian

No Bahan Keterangan
1 a. Simplisia daun saga (Abrus Bahan yang akan digunakan untuk
precatorius L.)
membuat ekstrak.
b. Simplisia rimpang jahe
(Zingiber officinale Rosc.)
2 a. Ekstrak daun saga (Abrus Bahan yang akan digunakan untuk
precatorius L.)
pengujian aktivitas antibakteri.
b. Ekstrak rimpang jahe
(Zingiber officinale Rosc.)
3 Etanol 96% Pelarut untuk ekstraksi.
4 a. Ekstrak daun saga (Abrus Bahan untuk uji skrining fitokimia.
precatorius L.)
b. Ekstrak rimpang jahe
(Zingiber officinale Rosc.)
c. Serbuk magnesium
d. HCl pekat
e. Pereaksi mayer
f. Air hangat
g. H 2 SO4
5 a. Nutrient agar Bahan untuk pembuatan media nutrient
b. Aqua dest
agar.
6 Kertas cakram Untuk uji aktivitas antibakteri.
7 Staphylococcus aureus Bakteri uji.
8 a. Staphylococcus aureus Bahan untuk pembuatan suspensi
b. Larutan NaCl 0,9%
bakteri.
9 a. Etanol 96% Bahan untuk pewarnaan gram.
b. Kristal violet
c. Safranin
d. Larutan lugol
Aquadest
10 BaC L2 Bahan untuk pembuatan standar
H 2 SO 4 kekeruhan larutan Mc. Farland.

60
11 Chloramphenicol Tetes mata Kontrol positif.
0,5%
12 DMSO (Dimetil Sulfoksida) Kontrol negatif.

3.5 Langkah Kerja

3.5.1 Determinasi Tanaman

Tahapan pertama penelitian adalah melakukan determinasi tanaman

saga (Abrus precatorius L.) dan tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.).

Determinasi tanaman bertujuan untuk menetapkan kebenaran yang

berkaitan dengan ciri-ciri morfologi dan mikroskopis saga (Abrus

precatorius L.) dan jahe (Zingiber officinale Rosc.) di antaranya bentuk,

ukuran, jumlah bagian-bagiannya, bentuk bahan, dan lain-lain terhadap

kepustakaan. Determinasi tanaman yang akan digunakan dilakukan di

Laboratorium Botani Fakultas Farmasi Universitas YPIB Majalengka.

3.5.2 Pengumpulan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun saga

(Abrus precatorius L.) sebanyak 2 kg dan rimpang jahe (Zingiber officinale

Rosc.) sebanyak 2 kg yang didapatkan dari Kuningan Jawa Barat.

Pengambilan bahan daun saga (Abrus precatorius L.) dilakukan

dengan memilih daun yang masih segar atau berwarna hijau, sedangkan

61
rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) ketika tanaman sudah memasuki

usia panen, yaitu kurang lebih 10 bulan setelah penanaman.

3.5.3 Pembuatan Simplisia

1) Menyiapkan daun saga (Abrus precatorius L.) yang masih segar dan

rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) yang sudah siap panen masing-

masing sebanyak 2 kg.

2) Dilakukan sortasi basah dengan cara dicuci bersih dengan air yang

mengalir untuk memisahkan bagian yang tidak diperlukan atau bahan

pengotor lainnya.

3) Masing-masing bahan dirajang atau dipotong kecil-kecil untuk

memudahkan dalam proses pengeringan.

4) Simplisia dikeringkan dibawah sinar matahari ataupun menggunakan

oven dengan suhu 60˚C.

5) Simplisia yang telah dikering disortasi kering yang bertujuan untuk

menghilangkan benda-benda asing yang masih tersisa pada bahan.

6) Kemudian simplisia dibuat serbuk dengan cara diblender atau diayak.

7) Serbuk simplisia disimpan dalam wadah yang bersih dan tertutup baik.

3.5.4 Pembuatan Ekstrak

1) Ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.)

a. Siapkan alat dan bahan.

62
b. Serbuk simplisia daun saga (Abrus precatorius L.) ditimbang sebanyak

200 gram, lalu masukkan ke dalam maserator.

c. Kemudian masukkan pelarut etanol 96% sebanyak 2.000 mL ke dalam

masing-masing maserator.

d. Diamkan simplisia terendam oleh etanol 96% selama 7 hari, sambil

sesekali diaduk.

e. Setelah 7 hari, lakukan penyaringan menggunakan kain flannel.

f. Filtrat yang diperoleh, kemudian dipekatkan dengan menggunakan alat

water bath.

g. Hitung persen rendemen ekstrak berdasarkan persentase bobot/bobot

(b/b) antara rendemen yang didapatkan dengan bobot serbuk simplisia

yang digunakan.

Rendemen ekstrak dihitung dengan rumus:

Berat ekstrak k ental


Rendemen ( % )= ×100 %
Berat simplisia

2) Ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.)

a. Siapkan alat dan bahan.

b. Serbuk simplisia rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) ditimbang

sebanyak 200 gram, lalu masukkan ke dalam maserator.

c. Kemudian masukkan pelarut etanol 96% sebanyak 2.000 mL ke dalam

masing-masing maserator.

63
d. Diamkan simplisia terendam oleh etanol 96% selama 7 hari, sambil

sesekali diaduk.

e. Setelah 7 hari, lakukan penyaringan menggunakan kain flannel.

f. Filtrat yang diperoleh, kemudian dipekatkan dengan menggunakan alat

water bath.

g. Hitung persen rendemen ekstrak berdasarkan persentase bobot/bobot

(b/b) antara rendemen yang didapatkan dengan bobot serbuk simplisia

yang digunakan.

Rendemen ekstrak dihitung dengan rumus:

Berat ekstrak kental


Rendemen ( % )= ×100 %
Berat simplisia

3.5.5 Skrining Fitokimia

1) Daun saga (Abrus precatorius L.)

a. Uji flavonoid

a) Ekstrak sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

b) Menambahkan serbuk Magnesium 2 mg.

c) Menambahkan HCl pekat sebanyak 2 mL.

d) Kocok sampel dan amati hingga terbentuk perubahan.

64
e) Warna merah, kuning, hingga jingga menunjukkan sampel positif

mengandung flavonoid (Wahidah et al., 2021).

b. Uji Saponin

a) Ekstrak sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

b) Menambahkan 10 mL air hangat atau panas, lalu dikocok selama 10

detik.

c) Dilihat busanya dan diukur berapa centimeter (cm) busa yang

terbentuk.

d) Dibiarkan selama 10 menit dan apabila busa tidak hilang setelah

ditambahkan HCl 2 N, maka sampel positif mengandung saponin

(Yanuarti et al., 2021).

c. Uji alkaloid

a) Ekstrak sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

b) Tambahkan 1 mL HCl 2 N dan 9 mL aquadest.

c) Panaskan selama 2 menit, lalu lakukan penyaringan.

d) Filtrat yang diperoleh ditetesi 1-2 tetes pereaksi wagner.

e) Apabila terbentuknya endapan cokelat kemerahan sampai kuning,

maka sampel dinyatakan positif mengandung alkaloid. (Oktariani)

d. Uji steroid

a) Ekstrak sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

b) Tambahkan pereaksi Liebermann-Burchard.

65
c) Apabila terbentuk warna hijau atau biru, sampel positif

mengandung steroid (Indrayati et al., 2016).

2) Rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.)

a. Uji flavonoid

a) Ekstrak sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

b) Menambahkan serbuk Magnesium sebanyak 2 mg.

c) Menambahkan HCl pekat sebanyak 3 tetes.

d) Warna merah, kuning, hingga jingga menunjukkan sampel positif

mengandung flavonoid (Wahidah et al., 2021).

b. Uji tanin

a) Ekstrak sebanyak 1 mL g dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

b) Tambahkan 3 tetes FeCl3.

c) Warna hijau kehitaman menunjukan tanin katekol, biru kehitaman

menunjukan tanin pirogalol (Wahidah et al., 2021).

c. Uji alkaloid

a) Ekstrak sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

b) Tambahkan 1 mL HCl 2 N dan 9 mL aquadest.

c) Panaskan di atas penangas air selama 2 menit., kemudian dinginkan

dan saring.

d) Filtrat yang diperoleh ditetesi pereaksi mayer.

e) Apabila terbentuknya endapan berwarna jingga, maka sampel

dinyatakan positif mengandung alkaloid (Imas)

66
3.5.6 Uji Aktivitas Antibakteri

1) Sterilisasi Alat dan Bahan

Sterilisasi alat dan bahan dilakukan dengan cara berikut:

a. Siapkan alat-alat yang akan disterilkan.

b. Alat-alat yang akan disterilkan harus dalam keadaan bersih dan kering.

c. Tabung reaksi, gelas ukur, erlenmeyer, cawan petri, batang pengaduk,

dan spatel dibungkus dengan kertas cokelat bebas air.

d. Autoklaf diisi dengan aquadest sampai batas volume.

e. Masukkan alat-alat yang akan disterilkan ke dalam autoklaf.

f. Tutup autoklaf rapat-rapat, kencangkan kunci penutupnya

g. Salah satu klep pengaman dibuka dan bairkan sampai ada air yang

menetes dari klep.

h. Setelah air menetes, tutup klep dan biarkan pemanasan berlangsung.

i. Suhu dan tekanan akan perlahan-lahan naik hingga mencapai angka

121˚C.

j. Apabila suhu telah mencapai 121˚C, klep akan berbunyi dan biarkan

selama 15 menit.

k. Setelah selesai sterilisasi, listrik dimatikan dan biarkan jarum penunjuk

suhu kembali ke titik nol dengan sendirinya.

l. Setelah itu, tutup autoklaf dibuka dan keluarkan alat-alat yang telah

disterilisasi.

m. Autoklaf dikeringkan.

67
n. Pinset dan jarum ose disterilkan dengan cara dipijarkan pada nyala

Bunsen.

o. Untuk alat-alat yang tidak tahan panas disterilkan dengan alkohol 96%.

2) Pembuatan Media Agar Miring

Pembuatan media agar miring dilakukan dengan cara berikut:

a. Siapkan alat dan bahan.

b. Menimbang dan memasukkan bubuk Nutrient Agar (NA) sebanyak 2 g

ke dalam beaker glass.

c. Menambahkan aquadest sebanyak 34 mL.

d. Didihkan di atas penangas air, aduk sampai melarut sempurna.

e. Masukkan ke dalam erlenmeyer, tutup mulut erlenmeyer menggunakan

kapas atau kassa steril.

f. Kemudian sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 ˚C selama

15 menit.

g. Dinginkan hingga mencapai suhu ruangan (20-25˚C).

h. Masukkan ke dalam 3 tabung reaksi, masing-masing sebanyak 5 mL.

i. Kemudian letakan pada posisi miring sekitar 30˚ dan biarkan sampai

memadat.

3) Pembuatan Media Agar Cawan Petri

Formulasi agar untuk biakan bakteri dapat dilihat pada tabel 3.3 di

bawah ini:

68
Tabel 3.3 Formulasi Media Agar

No Bahan Satuan Jumlah cawan


1 cawan 15 cawan
1 NA (Nutrient gram 1 15
Agar)
2 Aquadest mL 17 255

Pembuatan media agar pada cawan petri dilakukan dengan cara

berikut:

a. Siapkan alat dan bahan.

b. Menimbang Nutrient Agar sebanyak 15 gram.

c. Memasukkan Nutrient Agar dan sukrosa ke dalam beaker glass.

d. Tambahkan aquadest sampai 255 mL.

e. Didihkan di atas penangas air, aduk sampai larut sempurna.

f. Masukkan ke dalam erlenmeyer, tutup mulut erlenmeyer menggunakan

kapas atau kassa steril.

g. Sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121˚C selama 15 menit.

h. Larutan media Nutrient Agar yang sudah steril didinginkan hingga

mencapai suhu 45-50˚C.

i. Masukkan ke dalam 15 cawan petri, masing-masing 17 mL.

4) Uji Pewarnaan Gram Bakteri Staphylococcus aureus

Uji pewarnaan gram bakteri Staphylococcus aureus dilakukan

dengan cara berikut:

69
a. Memanaskan objek glass dan jarum ose diatas api.

b. Menaruh 1 lup penuh suspensi bakteri Staphylococcus aureus pada

objek glass yang sebelumnya telah diberi tanda lingkaran di bawahnya.

c. Menyebarkan bakteri Staphylococcus aureus hingga rata seluas daerah

lingkaran yang sudah ditandai, kemudian dibiarkan sampai mongering.

d. Menuangkan kristal violet pada sediaan, dan biarkan selama 3 menit.

e. Membilas dengan air menggunakan botol semprot yang dilalui ke

objek glass

f. Meneteskan larutan lugol dan biarkan selama 60 detik.

g. Memasukan kaya obyek ke dalam alcohol 96% dalam beaker glass,

dan menggoyang-goyangkan selama 1 menit.

h. Menuangkan larutan safranin, dan biarkan selama 3 menit

i. Membilas dengan air menggunakan botol semprot yang dilalui ke

objek glass dan dikeringkan dengan kertas isap.

j. Mengamati sediaan dibawah mikroskop dengan menggunakan lensa

objektif 100x.

5) Peremajaan Biakan Murni Bakteri Staphylococcus aureus

Peremajaan biakan murni bakteri Staphylococcus aureus dilakukan

dengan cara berikut:

a. Biakan murni bakteri Staphylococcus aureus digoreskan dengan jarum

ose, yang terlebih dahulu diflambir sampai jarum berwarna jingga

kemerahan .

70
b. Tanamkan biakan bakteri Staphylococcus aureus media agar miring

dengan cara memasukan inokulasi yang sudah mengandung bakteri

Staphylococcus aureus kemudian oleskan di atas permukaan agar

miring secara zig-zag di mulai dari dasar tabung.

c. Kemudian tutup kembali tabung dengan kapas yang dilapisi kassa

steril lalu diikat dengan benang kasur.

d. Semua kegiatan dilakukan secara aseptis.

e. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 33-37˚C selama 18-24 jam.

6) Pembuatan Suspensi Biakan Bakteri Staphylococcus aureus

Pembuatan suspensi bakteri Staphylococcus aureus dilakukan

dengan cara berikut:

a. Ambil 1 ose hasil peremajaan biakan murni bakteri Staphylococcus

aureus pada media agar miring.

b. Melarutkan kedalam NaCl 0,9 % fisiologis sebanyak 10 ml dan semua

kegiatan ini dilakukan secara aseptis .

c. Setelah didapatkan kekeruhan yang disesuaikan kemudian bandingkan

kekeruhan dengan standar Mc. Farland 0,5.

7) Pembuatan Standar Kekeruhan Larutan Mc. Farland

Larutan baku Mc. Farland terdiri atas 2 komponen, yaitu larutan

BaC L2 1% dan H2 SO4 1% dibuat dengan cara sebagai berikut:

71
a. Mencampurkan larutan BaCl2 1% sebanyak 0,05 ml dengan larutan

H2SO4 1% sebanyak 9,95 ml dalam erlenmyer.

b. Kocok sampai terbentuk larutan yang keruh.

c. Kekeruhan ini dipakai sebagai standar kekeruhan suspensi bakteri uji.

Tabel 3.4 Tabel Standar Mc. Farland

Standar 1% BaCl2 1% H2SO4 (ml) CFU (108/ml)

Mc.Farland (ml)

0,5 0,05 9,95 150

1,0 0.10 9,90 300

2,0 0.2 9,80 600

3,0 0,3 9,7 900

4,0 0,4 9,6 1200

5,0 0,5 9,5 1500

6,0 0,6 9,4 1800

7,0 0,7 9,3 2100

8,0 0,8 9,2 2400

9,0 0,9 9,1 2700

10,0 1,0 9,0 3000

8) Uji Aktivitas Antibakteri

a. Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.)

72
Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak daun saga (Abrus

precatorius L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus yaitu sebagai

berikut:

a. Menyiapkan alat dan bahan.

b. Menandai bagian bawah cawan petri.

c. Tuangkan larutan media agar ke dalam masing-masing cawan

petri sebanyak 17 ml dan masukan suspensi bakteri sebanyak

0,5 ml, biarkan sampai memadat.

d. Kertas cakram direndam pada masing-masing konsentrasi X1,

X2, X3, K+ dan K- , kemudian diamkan selama 30 menit

e. Selanjutnya kertas cakram yang telah terendam diambil dan

diletakan pada media agar yang berisi bakteri uji.

f. Selanjutnya inkubasi selama 2x24 jam pada suhu 37˚ pada

inkubator.

g. Pengukuran zona bening dilakukan setelah inkubasi selama

1x24 jam dan 2x24 jam dengan menggunakan jangka sorong.

b. Uji aktivitas antibakteri ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale

Rosc.)

Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak rimpang jahe (Zingiber

officinale Rosc.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus yaitu sebagai

berikut:

h. Menyiapkan alat dan bahan.

73
i. Menandai bagian bawah cawan petri.

j. Tuangkan larutan media agar ke dalam masing-masing cawan

petri sebanyak 17 ml dan masukan suspensi bakteri sebanyak

0,5 ml, biarkan sampai memadat.

k. Kertas cakram direndam pada masing-masing konsentrasi Z1,

Z2, Z3, K+ dan K- , kemudian diamkan selama 30 menit

l. Selanjutnya kertas cakram yang telah terendam diambil dan

diletakan pada media agar yang berisi bakteri uji.

m. Selanjutnya inkubasi selama 2x24 jam pada suhu 37˚ pada

inkubator.

n. Pengukuran zona bening dilakukan setelah inkubasi selama

1x24 jam dan 2x24 jam dengan menggunakan jangka sorong.

3.6 Sumber Data dan Pengumpulan Data

3.6.1 Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dari penelitian ini terbagi kedalam 2

bagian yaitu, sebagai berikut:

1) Data primer

Data primer merupakan data yang dipilih langsung dari objek yang

diteliti. Dalam penelitian ini data primer yang diperoleh dari hasil

penelitian berupa uji perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak daun saga

(Abrus precatorius L.) dengan rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.)

74
terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Dengan melihat area bening di

sekitar kertas cakram yang diukur dengan satuan (mm).

2) Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dalam bentuk data

yang sudah jadi, seperti data dalam dokumen dan publikasi. Adapun

sumber data yang diperoleh dari penelitian yaitu data yang didapatkan

dari berbagai sumber pustaka hingga jurnal penelitian ilmiah yang

berhubungan dengan uji perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak daun

saga (Abrus precatorius L.) dan rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.)

terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

3.6.2 Pengumpulan Data

Data yang didapat dari hasil penelitian dengan melihat zona bening

dalam cawan petri, kemudian dikumpulkan dalam bentuk tabel. Dari tabel

hasil penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam menganalisis

data, pembahasan dan kesimpulan.

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas

diameter zona hambat yang dihasilkan oleh senyawa antibakteri. Zona

hambat ditunjukan dengan adanya area bening di sekitar kertas cakram

pada lempeng media agar yang telah diinokulasi bakteri Staphylococcus

aureus. Teknik pengukuran diameter (d) yaitu:

V (Vertikal)

75
D (Diagonal)

H (Horizontal)

Gambar 3. 2 Pengukuran Diameter Zona Bening

Alat yang digunakan untuk mengukur diameter zona bening adalah

jangka sorong dengan mengukur sisi vertical (V), diagonal (D) dan

horizontal (H) dalam satuan millimeter (mm). Setelah didapatkan data

pengukuran, maka jumlah dari perhitungan vertikal, diagonal, dan

horizontal dijumlahkan agar mendapat hasil rata-rata dari nilai daya

hambat atau zona bening.

Rumus :

V + D+ H
d= 3
Keterangan :

d : aktivitas antibakteri (zona bening)

V : Vertikal

H : Horizontal

D : Diagonal

76
3.7 Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan pengumpulan data yang diperoleh

pada waktu penelitian dengan cara mengolah data hasil penelitian secara uji

normalitas, uji homogenitas, analisis varian untuk membandingkan perbedaan

mean lebih dari dua kelompok dan uji t untuk mengetahui mana yang lebih

efektif dari semua kelompok.

Kemudian data yang didapat dari hasil peneliti dikumpulkan dalam

bentuk tabel berdasarkan penelitian yang sudah dibuat oleh peneliti.

3.7.1 Analisis Uji Normalitas

Uji normalitas adalah suatu prosedur yang digunakan untuk

mengetahui apakah data berasal dari populasi yang terdistribusi normal

atau berada dalam sebaran normal (Nuryadi et al., 2017). Uji normalitas

statistik dengan software penganalisis data dapat dilakukan dengan metode

kolmogrov-Smirnov. Jika data yang diperoleh menjadi tidak normal maka

peneliti harus melakukan transformasi data statistik, kemudian dapat

dilanjutkan kembali dengan uji software penganalisis data non parametrik.

Adapun cara mengambil keputusan yaitu:

a. Jika P > 0,05 atau >5% maka data normal.

b. Jika P < 0,05 atau < 5% maka data tidak normal.

77
3.7.2 Analisis Uji Homogenitas

Uji homogenitas adalah suatu prosedur uji statistik yang

dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data

sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama (Nuryadi et

al., 2017). Dalam statistik uji homogenitas digunakan untuk mengetahui

varian dari beberapa populasi sama atau tidak (Asep Saepul Hamdi, 2014).

Langkah-langkah menghitung uji homogenitas adalah sebagai berikut:

1) Mencari varian atau standar deviasi variabel X dan Y, dengan rumus:

Sx =2

√ ∑ x 2−(∑ x)2
n (n−1)


2
∑ r −(∑ r)2
Sy2 =
n(n−1)

2) Data yang dibandingkan harus bersifat homogenitas maka diperlukan

uji homogenitas:

Varians Besar
F=
Varians Kecil

Taraf signifikasi α = 0,05 atau α = 0,01

Keputusan dalam uji homogenitas adalah:

a. Jika nilai sig < 0,05 maka dikatakan bahwa varian dari dua atau

lebih kelompok populasi data adalah tidak sama.

78
b. Jika nilai sig > 0,05 maka dikatakan bahwa varian dari dua atau

lebih kelompok populasi data adalah sama.

3.7.3 Analisis Kruskal-Wallis

Analisis Kruskal-Wallis merupakan uji non parametric yang

menjadi alternatif dari uji analisis variasi (Analysis of valance/Anova)

ketika tidak terpenuhi uji asumsi atau prasyarat.

Ketentuan dalam uji Kruskal-Wallis yaitu sebagai berikut:

1) Jika nilai Asymp. Sig < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima.
2) Jika nilai Asymp. Sig > 0,05 maka Ho diterima dan H1 ditolak.

3.7.4 Uji Mann-Whitney

Uji Mann-Whitney merupakan uji non parametrik yang digunakan

untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan dari data

yang dibandingkan.

Kriteria untuk uji Mann-Whitney yaitu sebagai berikut:

1) Apabila nilai Asymp. Sig. > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan yang
signifikan.
2) Apabila nilai Asymp. Sig. < 0,05 maka terdapat perbedaan yang
signifikan.

79
80
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman yang dilakukan di fakultas Farmasi

Universitas YPIB Majalengka, menyatakan bahwa, tanaman yang

digunakan untuk penelitian merupakan daun Saga (Abrus precatorius L.)

dan rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.). Hasil determinasi tanaman

dapat dilihat pada lampiran 1.

4.1.2 Hasil Pengumpulan Bahan

Daun Saga (Abrus precatorius L.) dan rimpang Jahe (Zingiber


officinale Rosc.) diperoleh dari Kecamatan Lebakwangi, Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat. Daun Saga (Abrus precatorius L.) diambil dalam
kondisi masih segar dan berwarna hijau, sedangkan rimpang Jahe (Zingiber
officinale Rosc.) diambil pada kondisi siap panen atau usia tanaman 10-12
bulan. Setiap tanaman diambil sebanyak 2 kg.

4.1.3 Hasil Pembuatan Simplisia

1) Simplisia daun Saga (Abrus precatorius L.) yang masih segar diperoleh
sebanyak 2 kg, menghasilkan simplisia kering daun Saga (Abrus
precatorius L.) sebanyak 996 gram, setelah dihaluskan diperoleh serbuk
simplisia sebanyak 220 gram.
Maka susut pengeringan dari simplisia daun Saga (Abrus
precatorius L.), yaitu:
Bobot simplisiabasah−Bobot simplisia kering
×100 %
Bobot simplisiabasah

(2000 gr−996 gr )
Susut pengeringan simplisia daun Saga = ×100 %
2000 gr

1004 gr
= × 100%
2000 gr

= 50,2%

2) Simplisia rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) diperoleh sebanyak 2


kg, menghasilkan simplisia kering timpang Jahe (Zingiber officinale
Rosc.) sebanyak 1.082 kg, setelah dihaluskan diperoleh serbuk simplisia
sebanyak 370 gram.
Maka susut pengeringan dari simplisia rimpang Jahe (Zingiber
officinale Rosc.), yaitu:
Bobot simplisiabasah−Bobot simplisia kering
×100 %
Bobot simplisiabasah

(2000 gr−1082 gr )
Susut pengeringan simplisia daun Saga = × 100 %
2000 gr

918 gr
=
2000 gr
× 100%

82
= 45,9%

4.1.4 Hasil Pembuatan Ekstrak

1) Serbuk simplisia daun Saga (Abrus precatorius L.) ditimbang sebanyak


200 gram, diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96% sebanyak 2000 mL. Ekstrak cair yang diperoleh diuapkan
menggunakan water bath hingga ekstrak menjadi kental. Ekstrak kental
yang didapatkan sebanyak 45 gram. Berwarna hitam kehijauan, berbau
khas, dan bertekstur kental.
Perhitungan rendemen ekstrak daun Saga (Abrus precatorius L.) menurut
Siswanto Syamsul et al., (2020), yaitu sebagai berikut:

Berat ekstrak kental


Rendemen daun saga = × 100 %
Berat simplisia

45 gr
= × 100%
200 gr

= 22,5%

2) Serbuk simplisia rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) ditimbang


sebanyak 200 gram, diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan
pelarut etanol 96% sebanyak 2000 mL. Ekstrak cair yang diperoleh
diuapkan menggunakan water bath hingga ekstrak menjadi kental.
Ekstrak kental yang didapatkan sebanyak 45 gram. Berwarna cokelat
kehitaman, berbau khas, dan bertekstur kental.
Perhitungan rendemen ekstrak rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.)
menurut Siswanto Syamsul et al., (2020), yaitu sebagai berikut:

Berat ekstrak kental


Rendemen daun saga = × 100 %
Berat simplisia

83
47 gr
=
200 gr
× 100%

= 23,5%

4.1.5 Hasil Skrining fitokimia

Skrining fitokimia pada ekstrak kental daun Saga (Abrus


precatorius L.) dan rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) dilakukan di
Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas YPIB Majalengka.

Kandungan fitokimia daun Saga (Abrus precatorius L.) dapat


dilihat dalam tabel 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Pengamatan Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Daun


Saga (Abrus precatorius L.)

No Kandungan Pereaksi Hasil


. Fitokimia
1 Flavonoid Serbuk magnesium + (Positif) Berwarna
HCl pekat jingga.
2 Saponin Air panas (Negatif) Tidak
terbentuk busa.
3 Alkaloid Pereaksi wagner (Positif) Terbentuk
endapan berwarna
cokelat.
4 Steroid Liebermann- (Positif) Terbentuk
Burchard endapan berwarna
hijau.

Tabel 4.2 Data Pengamatan Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Rimpang


Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

No Kandungan Pereaksi Hasil


. Fitokimia
1 Flavonoid Serbuk magnesium + (Positif) Berwarna
HCl pekat jingga.
2 Tanin FeCl3 (Positif) Berwarna
biru kehitaman.

84
3 Alkaloid Pereaksi dragendorf (Positif) Terbentuk
endapan berwarna
jingga..

4.1.6 Hasil Uji Perbandingan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga

(Abrus precatorius L.) Dengan Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber

officinale Rosc.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus

Berikut ini hasil aktivitas antibakteri ekstrak daun Saga (Abrus


precatorius L.) dan ekstrak rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) pada
bakteri Staphylococcus aureus dengan parameter pengukuran diameter
zona bening.

Tabel 4.3 Data Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga (Abrus
precatorius L.) Pada Hari Ke-1

Hasil Zona Bening Ekstrak

Konsentrasi Nomor Daun Saga (Abrus precatorius Rata-Rata

Ekstrak Cawan L.) (mm) (mm)

V H D

1 10,5 10,6 9,7 10,3

2 8,7 8,8 8,7 8,7


X1 (5%)
3 9,3 8,7 8,9 9

4 9,4 9,5 9,8 9,5

5 9,1 9,5 9,3 9,3

Rata-rata 9,4 9,4 9,2 9,3

85
1 12,7 11,6 11,8 12

2 13,1 11,3 11,9 12,1

3 12,3 12,6 12,5 12,4


X2 (10%)
4 12,2 11,3 12,5 12

5 11,9 11,8 11,5 11,7

Rata-rata 12,4 11,7 12 12

1 14,6 14,7 14,9 15,8

2 15,7 15,3 15,2 15,4

3 14,4 14,7 14,6 14,5


X3 (15%)
4 14,2 14,3 15,1 14,5

5 14,1 14,5 14,7 14,4

Rata-rata 14,6 14,7 14,9 14,7

K+ 1 29,7 29 29,2 30,5

(Cawan 2 26,4 26,3 26,2 26,3


5%)
3 28 28 27,2 27,9

4 29,9 28,8 29 29,2

5 23,5 29,7 26,4 26,5

Rata-rata 27,5 28,4 27,6 27,8

K+ 1 27,6 26,4 27,9 27,3

(Cawan 2 24,9 25,5 25 25,1

10%) 3 27 27 26,9 26,9

86
4 23,7 23,3 22,6 23,2

5 25,5 25,8 27,4 26,2

Rata-rata 25,7 25,6 25,9 25,7

K+ 1 25,2 24,5 23,9 24,5

(Cawan 2 25,5 25,5 25,8 25,6


15%)
3 24,3 23,7 23,7 23,9

4 25,2 24,2 24,5 24,6

5 24,3 24,5 24,7 24,5

Rata-rata 24,9 24,5 24,5 24,6

K- 1 - - - -

(Cawan 2 - - - -

5%) 3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

Rata-rata - - - -

K- 1 - - - -

(Cawan 2 - - - -
10%)
3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

Rata-rata - - - -

87
K- 1 - - - -

(Cawan 2 - - - -

15%) 3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

Rata-rata - - - -

Keterangan:

X1: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 5%.

X2: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 10%.

X3: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 15%.

K+: Kontrol positif tetes mata Chloramphenicol 0,5%.

K-: Kontrol negatif Dimetil Sulfoksida 2%.

88
Tabel 4.4 Data Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Jahe
(Zingiber officinale Rosc.) Pada Hari Ke-1

Hasil Zona Bening Ekstrak

Konsentrasi Nomor Rimpang Jahe (Zingiber Rata-Rata

Ekstrak Cawan officinale Rosc.) (mm) (mm)

V H D

1 8,6 8,6 8,9 8,7

2 9,1 8,8 8,4 8,7

3 8,3 7,3 7,4 7,6


Z1 (5%)
4 8,1 8,2 8 8,1

5 8,2 8,5 8,3 8,3

Rata-rata 8,6 8,3 8,2 8,4

1 9,3 9,6 9,4 9,4

2 8,8 8,6 8,9 8,7

3 9 8,8 8,3 8,7


Z2 (10%)
4 8,6 8,7 8,7 8,6

5 9 8,6 8,4 8,6

Rata-rata 8,9 8,9 8,7 8,8

Z3 (15%) 1 11,6 11,8 11,3 1,5

2 10,5 10,4 9,2 10

3 10,6 10 11,6 10,7

4 10,8 10,4 10,7 10,3

89
5 9,9 9,4 9,5 9,6

Rata-rata 10,7 10,4 10,5 10,5

K+ 1 29,7 29 29,2 30,5

(Cawan 2 26,4 26,3 26,2 26,3


5%)
3 28 28 27,2 27,9

4 29,9 28,8 29 29,2

5 23,5 29,7 26,4 26,5

Rata-rata 27,5 28,4 27,6 27,8

K+ 1 27,6 26,4 27,9 27,3

(Cawan 2 24,9 25,5 25 25,1

10%) 3 27 27 26,9 26,9

4 23,7 23,3 22,6 23,2

5 25,5 25,8 27,4 26,2

Rata-rata 25,7 25,6 25,9 25,7

K+ 1 25,2 24,5 23,9 24,5

(Cawan 2 25,5 25,5 25,8 25,6


15%)
3 24,3 23,7 23,7 23,9

4 25,2 24,2 24,5 24,6

5 24,3 24,5 24,7 24,5

Rata-rata 24,9 24,5 24,5 24,6

90
K- 1 - - - -

(Cawan 2 - - - -

5%) 3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

Rata-rata - - - -

K- 1 - - - -

( Cawan 2 - - - -
10%)
3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

Rata-rata - - - -

K- 1 - - - -

(Cawan 2 - - - -

15%) 3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

Rata-rata - - - -

91
Keterangan:

Z1: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 5%.

Z2: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 10%.

Z3: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 15%.

K+: Kontrol positif tetes mata Chloramphenicol 0,5%.

K-: Kontrol negatif Dimetil Sulfoksida 2%.

Tabel 4.5 Data Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga (Abrus
precatorius L.) Pada Hari Ke-2

Hasil Zona Bening Ekstrak

Konsentrasi Nomor Daun Saga (Abrus precatorius Rata-Rata

Ekstrak Cawan L.) (mm) (mm)

V H D

1 10,7 11,2 9,9 10,6

2 9,9 9,6 9,8 9,7

3 10,1 9,4 9,8 9,7


X1 (5%)
4 10,9 10,7 10,7 10,7

5 9,6 10,2 9,8 9,8

Rata-rata 10,2 10,2 10 10,1

X2 (10%) 1 13,6 12,5 12,8 12,9

2 14,3 12,6 12,9 13,3

92
3 12,7 13 12,8 13,2

4 12,4 12,7 12,5 12,5

5 13,7 12,2 12,7 12,9

Rata-rata 13,3 12,6 12,7 12,9

1 15,8 15,8 16,3 15,9

2 16,5 15,9 16 16,1

3 15,6 15,8 15,8 15,7


X3 (15%)
4 17,7 15,2 16,5 16,5

5 15,5 15,8 15,9 15,7

Rata-rata 16,2 15,7 16,1 16

K+ 1 30,5 29,8 30,1 30,1

(Cawan 2 27,2 27,6 27,6 27,4


5%)
3 28,2 28 28,1 28,1

4 30,9 30,9 29,8 30,5

5 25,5 29,9 28,6 28

Rata-rata 28,5 29,2 28,8 28,8

K+ 1 28,2 26,9 28,6 27,9

2 26,4 26,2 26,2 26,3

3 28,7 28,4 27,6 28,2

4 24,8 25,7 24,5 25

93
(Cawan 5 25,6 26,8 28,3 26,9

10%) Rata-rata 26,7 26,8 27 26,8

K+ 1 26,4 25,6 26,7 26,2

(Cawan 2 26,6 26,1 27,2 26,6

15%) 3 24,6 24,7 24,2 24,5

4 25,3 24,6 25,8 25,2

5 24,6 26,1 25,7 25,4

Rata-rata 25,5 25,4 25,9 25,6

K- 1 - - - -

(Cawan 2 - - - -

5%) 3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

Rata-rata - - - -

K- 1 - - - -

(Cawan 2 - - - -
10%)
3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

Rata-rata - - - -

K- 1 - - - -

94
(Cawan 2 - - - -

15%) 3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

Rata-rata - - - -

Keterangan:

X1: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 5%.

X2: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 10%.

X3: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 15%.

K+: Kontrol positif tetes mata Chloramphenicol 0,5%.

K-: Kontrol negatif Dimetil Sulfoksida 2%.

Tabel 4.6 Data Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Jahe
(Zingiber officinale Rosc.) Pada Hari Ke-2

Hasil Zona Bening Ekstrak

Konsentrasi Nomor Rimpang Jahe (Zingiber Rata-Rata

Ekstrak Cawan officinale Rosc.) (mm) (mm)

V H D

Z1 (5%) 1 9,5 9,1 9,8 9,4

95
2 9,1 8,9 8,5 8,8

3 9,3 8,5 8,8 8,8

4 9,4 9,7 9,8 9,6

5 9,2 9,2 9,1 9,1

Rata-rata 9,3 9 9,2 9,2

1 9,9 10,5 9,8 10

2 9,9 9,7 9,8 9,7

3 9,7 9,6 9,2 9,5


Z2 (10%)
4 9,8 9,6 9,9 9,7

5 9,9 10,5 10,5 10,3

Rata-rata 9,8 9,9 9,8 9,8

1 12 12,5 12,4 12,3

2 10,9 12,9 9,8 11,2

3 12,1 10 11,7 11,2


Z3 (15%)
4 11,4 11,5 11,9 11,6

5 10,9 10,8 10,6 10,7

Rata-rata 11,5 11,5 11,3 11,4

K+ 1 30,5 29,8 30,1 30,1

2 27,2 27,6 27,6 27,4

3 28,2 28 28,1 28,1

4 30,9 30,9 29,8 30,5

96
(Cawan 5 25,5 29,9 28,6 28
5%)
Rata-rata 28,5 29,2 28,8 28,8

K+ 1 28,2 26,9 28,6 27,9

(Cawan 2 26,4 26,2 26,2 26,3

10%) 3 28,7 28,4 27,6 28,2

4 24,8 25,7 24,5 25

5 25,6 26,8 28,3 26,9

Rata-rata 26,7 26,8 27 26,8

K+ 1 26,4 25,6 26,7 26,2

(Cawan 2 26,6 26,1 27,2 26,6

15%) 3 24,6 24,7 24,2 24,5

4 25,3 24,6 25,8 25,2

5 24,6 26,1 25,7 25,4

Rata-rata 25,5 25,4 25,9 25,6

K- 1 - - - -

(Cawan 2 - - - -

5%) 3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

Rata-rata - - - -

K- 1 - - - -

97
(Cawan 2 - - - -
10%)
3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

Rata-rata - - - -

K- 1 - - - -

(Cawan 2 - - - -

15%) 3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

Rata-rata - - - -

Keterangan:

Z1: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 5%.

Z2: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 10%.

Z3: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 15%.

K+: Kontrol positif tetes mata Chloramphenicol 0,5%.

K-: Kontrol negatif Dimetil Sulfoksida 2%.

98
Tabel 4.7 Hasil Rekapitulasi Uji Perbandingan Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Daun Saga (Abrus precatorius L.) Dengan Rimpang Jahe (Zingiber
officinale Rosc.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus Hari Ke-1 dan
Hari Ke-2

Diameter Zona Bening (mm)


Ekstrak Rata-Rata (mm)
Hari Ke-1 Hari ke-2

X1 (5%) 9,3 10,1 9,7

X2 (10%) 12 12,9 12,4

X3 (15%) 14,7 16 15,3

Z1 (5%) 8,4 9,2 8,8

Z2 (10%) 8,8 9,8 9,3

Z3 (15%) 10,5 11,4 10,9

K+ 26 27,1 26,5

K- - - -

Keterangan:

X1: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 5%.

X2: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 10%.

X3: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 15%.

Z1: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 5%.

Z2: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 10%.

99
Z3: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 15%.

K+: Kontrol positif tetes mata Chloramphenicol 0,5%.

K-: Kontrol negatif Dimetil Sulfoksida 2%.

30

25

20
X
15 Z
K+
10 K-

0
X1-Z1 X2-Z2 X3-Z3 K+ K-

Grafik 4.1 Perbandingan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga (Abrus


precatorius L.) Dengan Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber
officinale Rosc.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus (Hari Ke-
1)
Keterangan:

X1: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 5%.

X2: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 10%.

X3: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 15%.

100
Z1: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 5%.

Z2: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 10%.

Z3: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 15%.

K+: Kontrol positif tetes mata Chloramphenicol 0,5%.

K-: Kontrol negatif Dimetil Sulfoksida 2%.

30

25

20
X
15 Z
K+
10 K-

0
X1-Z1 X2-Z2 X3-Z3 K+ K-

Grafik 4.2 Perbandingan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga (Abrus


precatorius L.) Dengan Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber
officinale Rosc.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus (Hari Ke-2)
Keterangan:

X1: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 5%.

X2: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 10%.

X3: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 15%.

101
Z1: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 5%.

Z2: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 10%.

Z3: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 15%.

K+: Kontrol positif tetes mata Chloramphenicol 0,5%.

K-: Kontrol negatif Dimetil Sulfoksida 2%.

30

25

20
X
15 Z
K+
10 K-

0
X1-Z1 X2-Z2 X3-Z3 K+ K-

Grafik 4.3 Perbandingan Hasil Rekapitulasi Aktivitas Antibakteri Ekstrak


Daun Saga (Abrus precatorius L.) Dengan Rimpang Jahe (Zingiber
officinale Rosc.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus Hari Ke-1
dan Hari Ke-2
Keterangan:

X1: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 5%.

X2: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 10%.

102
X3: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 15%.

Z1: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 5%.

Z2: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 10%.

Z3: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 15%.

K+: Kontrol positif tetes mata Chloramphenicol 0,5%.

K-: Kontrol negatif Dimetil Sulfoksida 2%.

103
4.2 Analisa Data

4.2.1 Uji Normalitas

Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 4.8 dan 4.9 di bawah
ini:

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga
(Abrus precatorius L.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
X1 .130 30 .200 *
.956 30 .238
X2 .120 30 .200 *
.959 30 .284
X3 .126 30 .200 *
.948 30 .148
K+ .152 30 .075 .933 30 .058
K- . 30 . . 30 .
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Keterangan:

X1: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 5%.

X2: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 10%.

X3: Ekstrak daun Saga dengan konsentrasi 15%.

K+: Kontrol positif tetes mata Chloramphenicol 0,5%.

K-: Kontrol negatif Dimetil Sulfoksida 2%.

Berdasarkan hasil uji normalitas di atas, nilai (Sig) > 0,05. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal.

104
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Jahe
(Zingiber officinale Rosc.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Z1 .109 30 .200 *
.970 30 .533
Z2 .143 30 .123 .941 30 .095
Z3 .095 30 .200 *
.980 30 .825
K+ .152 30 .075 .933 30 .058
K- . 30 . . 30 .
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Keterangan:

Z1: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 5%.

Z2: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 10%.

Z3: Ekstrak rimpang Jahe dengan konsentrasi 15%.

K+: Kontrol positif tetes mata Chloramphenicol 0,5%.

K-: Kontrol negatif Dimetil Sulfoksida 2%.

Berdasarkan hasil uji normalitas di atas, nilai (Sig) > 0,05. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal.

105
4.2.2 Uji Homogenitas

Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada tabel 4.10 dan 4.11 di
bawah ini:

Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga
(Abrus precatorius L.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus

Test of Homogeneity of Variance


Levene df1 df2 Sig.
Statistic
Zona Based on Mean 41.230 4 175 .000
Bening Based on Median 36.804 4 175 .000
Based on Median and 36.804 4 72.97 .000
with adjusted df 1
Based on trimmed 40.856 4 175 .000
mean

Berdasarkan hasil uji homogenitas diperoleh nilai (sig) 0,000 <


0,05. Dapat disimpulkan bahwa data tidak homogen, dengan demikian
analisa data dilanjutkan menggunakan uji non parametrik Kruskal-Wallis
dan Mann-Whitney.

Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang


Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Pada Bakteri Staphylococcus
aureus

Test of Homogeneity of Variance


Levene df1 df2 Sig.
Statistic
Zona Based on Mean 43.110 4 175 .000

106
Bening Based on Median 37.536 4 175 .000
Based on Median and 37.536 4 70.07 .000
with adjusted df 6
Based on trimmed 42.649 4 175 .000
mean
Berdasarkan hasil uji homogenitas diperoleh nilai (sig) 0,000 <
0,05. Dapat disimpulkan bahwa data tidak homogen, dengan demikian
analisa data dilanjutkan menggunakan uji non parametrik Kruskal-Wallis
dan Mann-Whitney.

4.2.3 Uji Kruskal-Wallis

Kriteria untuk uji Kruskal-Wallis yaitu sebagai berikut:

3) Jika nilai Asymp. Sig < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima.
4) Jika nilai Asymp. Sig > 0,05 maka Ho diterima dan H1 ditolak.

Tabel 4.12 Hasil Uji Kruskal-Wallis Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius
L.) dan Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.)
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus.

Ranks
Konsentrasi N Mean Rank
Zona Daun Saga 5% (X1) 30 111.27
Bening Daun Saga 10% (X2) 30 177.43
Daun Saga 15% (X3) 30 210.42
Rimpang Jahe 5% (Z1) 30 72.57
Rimpang Jahe 10% (Z2) 30 95.70
Rimpang Jahe 15% (Z3) 30 145.62
Kontrol Positif (K+) 45 248.00
Kontrol Negatif (K-) 45 23.00
Total 270

Test Statisticsa,b

107
Zona Bening
Kruskal-Wallis H 254.969
Df 7
Asymp. Sig. .000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Konsentrasi

Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis di atas, diperoleh nilai Aysmp.


Sig. < 0,05. Hal ini menyebabkan Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti
terdapat aktivitas antibakteri ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.)
dengan Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus.

4.2.4 Uji Mann-Whitney

Berikut ini merupakan hasil dari uji Mann-Whitney ekstrak Daun


Saga (Abrus precatorius L.) dan Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.)
terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

Kriteria untuk uji Mann-Whitney yaitu sebagai berikut:

3) Apabila nilai Asymp. Sig. > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan yang
signifikan.
4) Apabila nilai Asymp. Sig. < 0,05 maka terdapat perbedaan yang
signifikan.

Tabel 4.13 Hasil Uji Mann-Whitney X1 dengan X2 Terhadap Bakteri


Staphylococcus aureus

Ranks
Konsentrasi N Mean Sum of
Rank Ranks
Zona Daun Saga 5% (X1) 30 15.50 465.00
Bening Daun Saga 10% (X2) 30 45.50 1365.00
Total 60

108
Test Statisticsa
Zona Bening
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 465.000
Z -6.658
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Konsentrasi
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney antara ekstrak daun saga
(Abrus precatorius L.) dengan konsentrasi 5% (X1) dan 10% (X2),
diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) (0,000 < 0,05). Dapat disimpulkan
bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya terdapat perbedaan
signifikan antar 2 data yang diuji tersebut.

Tabel 4.14 Hasil Uji Mann-Whitney X1 dengan X3 Terhadap Bakteri


Staphylococcus aureus

Ranks
Konsentrasi N Mean Sum of
Rank Ranks
Zona Daun Saga 5% (X1) 30 15.50 465.00
Bening Daun Saga 15% (X3) 30 45.50 1365.00
Total 60

Test Statisticsa
Zona Bening
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 465.000
Z -6.658
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Konsentrasi
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney antara ekstrak daun saga
(Abrus precatorius L.) dengan konsentrasi 5% (X1) dan 15% (X3),
diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) (0,000 < 0,05). Dapat disimpulkan

109
bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya terdapat perbedaan
signifikan antar 2 data yang diuji tersebut.

Tabel 4.15 Hasil Uji Mann-Whitney X2 dengan X3 Terhadap Bakteri


Staphylococcus aureus

Ranks
Konsentrasi N Mean Sum of
Rank Ranks
Zona Daun Saga 10% (X2) 30 15.58 467.50
Bening Daun Saga 15% (X3) 30 45.42 1362.50
Total 60

Test Statisticsa
Zona Bening
Mann-Whitney U 2.500
Wilcoxon W 467.500
Z -6.621
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Konsentrasi
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney antara ekstrak daun saga
(Abrus precatorius L.) dengan konsentrasi 10% (X2) dan 15% (X3),
diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) (0,000 < 0,05). Dapat disimpulkan
bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya terdapat perbedaan
signifikan antar 2 data yang diuji tersebut.

Tabel 4.16 Hasil Uji Mann-Whitney X1 dengan K+ Terhadap Bakteri


Staphylococcus aureus

Ranks
Konsentrasi N Mean Sum of
Rank Ranks
Zona Daun Saga 5% (X1) 30 15.50 465.00
Bening Kontrol Positif (K+) 45 53.00 2385.00
Total 75

110
Test Statisticsa
Zona Bening
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 465.000
Z -7.303
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Konsentrasi
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney antara ekstrak daun saga
(Abrus precatorius L.) dengan konsenrasi 5% (X1) dan kontrol positif
(K+), diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) (0,000 < 0,05). Dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya terdapat
perbedaan signifikan antar 2 data yang diuji tersebut.

Tabel 4.17 Hasil Uji Mann-Whitney X2 dengan K+ Terhadap Bakteri


Staphylococcus aureus

Ranks
Konsentrasi N Mean Sum of
Rank Ranks
Zona Daun Saga 10% (X2) 30 15.50 465.00
Bening Kontrol Positif (K+) 45 53.00 2385.00
Total 75

Test Statisticsa
Zona Bening
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 465.000
Z -7.303
Asymp. Sig. (2- .000
tailed)
a. Grouping Variable: Konsentrasi
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney antara ekstrak daun saga
(Abrus precatorius L.) dengan konsentrasi 10% (X2) dan kontrol positif
(K+), diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) (0,000 < 0,05). Dapat

111
disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya terdapat
perbedaan signifikan antar 2 data yang diuji tersebut.

Tabel 4.18 Hasil Uji Mann-Whitney X3 dengan K+ Terhadap Bakteri


Staphylococcus aureus

Ranks
Konsentrasi N Mean Sum of
Rank Ranks
Zona Daun Saga 15% (X3) 30 15.50 465.00
Bening Kontrol Positif (K+) 45 53.00 2385.00
Total 75

Test Statisticsa
Zona Bening
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 465.000
Z -7.303
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Konsentrasi

Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney antara ekstrak daun saga


(Abrus precatorius L.) dengan konsentrasi 15% (X3) dan kontrol positif
(K+), diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) (0,000 < 0,05). Dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya terdapat
perbedaan signifikan antar 2 data yang diuji tersebut.

Tabel 4.19 Hasil Uji Mann-Whitney Z1 dengan Z2 Terhadap Bakteri


Staphylococcus aureus

Ranks
Konsentrasi N Mean Sum of
Rank Ranks
Zona Rimpang Jahe 5% (Z1) 30 23.10 693.00

112
Bening Rimpang Jahe 10% (Z2) 30 37.90 1137.00
Total 60

Test Statisticsa
Zona Bening
Mann-Whitney U 228.000
Wilcoxon W 693.000
Z -3.287
Asymp. Sig. (2-tailed) .001
a. Grouping Variable: Konsentrasi
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney antara ekstrak rimpang jahe
(Zingiber officinale Rosc.) dengan konsentrasi 5% (Z1) dan 10% (Z2),
diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) (0,000 < 0,05). Dapat disimpulkan
bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya terdapat perbedaan
signifikan antar 2 data yang diuji tersebut.

Tabel 4.20 Hasil Uji Mann-Whitney Z1 dengan Z2 Terhadap Bakteri


Staphylococcus aureus

Ranks
Konsentrasi N Mean Sum of
Rank Ranks
Zona Rimpang Jahe 5% (Z1) 30 16.03 481.00
Bening Rimpang Jahe 15% (Z3) 30 44.97 1349.00
Total 60

Test Statisticsa
Zona Bening
Mann-Whitney U 16.000
Wilcoxon W 481.000
Z -6.420
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Konsentrasi

113
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney antara ekstrak rimpang jahe
(Zingiber officinale Rosc.) dengan konsentrasi 5% (Z1) dan 15% (Z3),
diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) (0,000 < 0,05). Dapat disimpulkan
bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya terdapat perbedaan
signifikan antar 2 data yang diuji tersebut.

Tabel 4.21 Hasil Uji Mann-Whitney Z2 dengan Z3 Terhadap Bakteri


Staphylococcus aureus

Ranks
Konsentrasi N Mean Sum of
Rank Ranks
Zona Rimpang Jahe 10% (Z2) 30 18.00 540.00
Bening Rimpang Jahe 15% (Z3) 30 43.00 1290.00
Total 60

Test Statisticsa
Zona Bening
Mann-Whitney U 75.000
Wilcoxon W 540.000
Z -5.549
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Konsentrasi
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney antara ekstrak rimpang jahe
(Zingiber officinale Rosc.) dengan konsentrasi 10% (Z2) dan 15% (Z3),
diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) (0,000 < 0,05). Dapat disimpulkan
bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya terdapat perbedaan
signifikan antar 2 data yang diuji tersebut.

Tabel 4.22 Hasil Uji Mann-Whitney Z1 dengan K+ Terhadap Bakteri


Staphylococcus aureus

Ranks
Konsentrasi N Mean Sum of
Rank Ranks

114
Zona Rimpang Jahe 5% (Z1) 30 15.50 465.00
Bening Kontrol Positif (K+) 45 53.00 2385.00
Total 75

Test Statisticsa
Zona Bening
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 465.000
Z -7.303
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Konsentrasi
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney antara ekstrak rimpang jahe
(Zingiber officinale Rosc.) dengan konsentrasi 5% (Z1) dan kontrol positif
(K+), diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) (0,000 < 0,05). Dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya terdapat
perbedaan signifikan antar 2 data yang diuji tersebut.

Tabel 4.23 Hasil Uji Mann-Whitney Z2 dengan K+ Terhadap Bakteri


Staphylococcus aureus

Ranks
Konsentrasi N Mean Sum of
Rank Ranks
Zona Rimpang Jahe 10% (Z2) 30 15.50 465.00
Bening Kontrol Positif (K+) 45 53.00 2385.00
Total 75

Test Statisticsa
Zona Bening
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 465.000
Z -7.303
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Konsentrasi

115
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney antara ekstrak rimpang jahe
(Zingiber officinale Rosc.) dengan konsentrasi 10% (Z2) dan kontrol
positif (K+), diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) (0,000 < 0,05). Dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya terdapat
perbedaan signifikan antar 2 data yang diuji tersebut.

Tabel 4.24 Hasil Uji Mann-Whitney Z2 dengan K+ Terhadap Bakteri


Staphylococcus aureus

Ranks
Konsentrasi N Mean Sum of
Rank Ranks
Zona Rimpang Jahe 15% (Z3) 30 15.50 465.00
Bening Kontrol Positif (K+) 45 53.00 2385.00
Total 75

Test Statisticsa
Zona Bening
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 465.000
Z -7.302
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Konsentrasi
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney antara ekstrak rimpang jahe
(Zingiber officinale Rosc.) dengan konsentrasi 15% (Z3) dan kontrol
positif (K+), diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) (0,000 < 0,05). Dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya terdapat
perbedaan signifikan antar 2 data yang diuji tersebut.

Tabel 4.25 Hasil Uji Mann-Whitney X1 dengan Z1 Terhadap Bakteri


Staphylococcus aureus

Ranks
Konsentrasi N Mean Sum of
Rank Ranks

116
Zona Daun Saga 5% (X1) 30 41.57 1247.00
Bening Rimpang Jahe 5% (Z1) 30 19.43 583.00
Total 60

Test Statisticsa
Zona Bening
Mann-Whitney U 118.000
Wilcoxon W 583.000
Z -4.915
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Konsentrasi
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney antara ekstrak daun saga
(Abrus precatorius L.) konsentrasi 5% dan ekstrak rimpang jahe (Zingiber
officinale Rosc.) konsentrasi 5%, diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed)
(0,000 < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang
artinya terdapat perbedaan signifikan antar 2 data yang diuji tersebut.

Tabel 4.26 Hasil Uji Mann-Whitney X2 dengan Z2 Terhadap Bakteri


Staphylococcus aureus

Ranks
Konsentrasi N Mean Sum of
Rank Ranks
Zona Daun Saga 10% (X2) 30 45.50 1365.00
Bening Rimpang Jahe 10% 30 15.50 465.00
(Z2)
Total 60

Test Statisticsa
Zona Bening
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 465.000
Z -6.658
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Konsentrasi

117
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney antara ekstrak daun saga
(Abrus precatorius L.) konsentrasi 10% dan ekstrak rimpang jahe (Zingiber
officinale Rosc.) konsentrasi 10%, diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed)
(0,000 < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang
artinya terdapat perbedaan signifikan antar 2 data yang diuji tersebut.

Tabel 4.27 Hasil Uji Mann-Whitney X3 dengan Z3 Terhadap Bakteri


Staphylococcus aureus

Ranks
Konsentrasi N Mean Sum of
Rank Ranks
Zona Daun Saga 15% (X3) 30 45.50 1365.00
Bening Rimpang Jahe 15% (Z3) 30 15.50 465.00
Total 60

Test Statisticsa
Zona Bening
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 465.000
Z -6.656
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Konsentrasi
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney antara ekstrak daun saga
(Abrus precatorius L.) konsentrasi 15% dan ekstrak rimpang jahe (Zingiber
officinale Rosc.) konsentrasi 15%, diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed)
(0,000 < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang
artinya terdapat perbedaan signifikan antar 2 data yang diuji tersebut.

4.3 Pembahasan

Penelitian dengan judul, “Uji Perbandingan Aktivitas Antibakteri

Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.) Dengan Rimpang Jahe (Zingiber

118
officinale Rosc.) Pada Bakteri Staphylococcus aureus”, bertujuan untuk

mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun Saga (Abrus precatorius L.)

dan rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) pada bakteri Staphylococcus

aureus, kemudian dilakukan uji perbandingan sehingga dapat diketahui

konsentrasi manakah yang mempunyai aktivitas lebih baik terhadap bakteri

Staphylococcus aureus.

Determinasi tanaman bertujuan untuk memastikan kebenaran dari

tanaman yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu daun Saga (Abrus

precatorius L.) dan rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.). Hasil

determinasi menyatakan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar

daun Saga (Abrus precatorius L.) dan rimpang jahe (Zingiber officinale

Rosc.).

Pengumpulan bahan daun Saga (Abrus precatorius L.) dan rimpang

jahe (Zingiber officinale Rosc.) masing-masing sebanyak 2000 gram,

diperoleh dari Kelurahan Lebakwangi, Kecamatan Lebakwangi, Kabupaten

Kuningan, Jawa Barat. Setelah bahan terkumpul, kemudian dibuat

simplisia yang bertujuan agar tanaman tidak mudah mengalami kerusakan

dan memudahkan dalam proses ekstraksi.

Metode ekstraksi pada penelitian ini menggunakan salah satu

metode ekstraksi cara dingin, yaitu maserasi. Pemilihan metode maserasi

119
disebabkan terdapat beberapa senyawa aktif yang tidak tahan terhadap

pemanasan, yaitu flavonoid dan alkaloid (Puspitasari et al., 2018). Maserasi

dilakukan untuk mencari kandungan zat aktif yang terdapat pada daun Saga

(Abrus precatorius L.) dan rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.). Proses

penyarian dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Pemilihan

etanol 96% karena tidak toksik, absorbsinya baik, dan kemampuan

penyariannya yang tinggi sehingga dapat menyari senyawa yang bersifat

polar, non polar, ataupun semi polar. Selain itu, etanol 96% lebih mudah

berpenetrasi ke dalam dinding sel sampel dibanding pelarut etanol dengan

konsentrasi lebih rendah, sehingga menghasilkan ekstrak yang pekat

(Wendersteyt et al., 2021).

Hasil ekstraksi yang diperoleh diuapkan menggunakan waterbath

dengan tujuan untuk mendapatkan ekstrak kental. Hasil rendemen yang

diperoleh dari ekstrak daun Saga (Abrus precatorius L.) yaitu 22,5%, yang

mana hasil tersebut telah memenuhi syarat yaitu tidak kurang dari 10,3%

(Yousefa et al., 2022). Sedangkan untuk ekstrak rimpang jahe (Zingiber

officinale Rosc.) yang diperoleh yaitu sebanyak 23,5%, dikatakan telah

memenuhi syarat karena tidak kurang dari 5,9%. (Kemenkes, 2017).

Uji skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui kandungan

senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam masing-masing ekstrak

tanaman. Ekstrak daun saga Saga (Abrus precatorius L.) teridentifikasi

120
mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, dan steroid. Ekstrak rimpang

jahe (Zingiber officinale Rosc.) teridentifikasi mengandung senyawa

flavonoid, alkaloid, dan tanin.

Identifikasi senyawa flavonoid ekstrak daun saga (Abrus

precatorius L.) menunjukkan bahwa sampel positif mengandung senyawa

flavonoid karena menghasilkan warna jingga pada saat pengujian.

Identifikasi senyawa alkaloid ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.)

menunjukkan bahwa sampel positif mengandung alkaloid yang dapat

dilihat dari terbentuknya endapan berwarna putih. Ekstrak daun saga

(Abrus precatorius L.) juga menunjukkan hasil positif mengandung steroid

pada saat pengidentifikasian senyawa steroid, karena endapan berwarna

hijau yang terbentuk. Pada identifikasi senyawa saponin, ekstrak daun saga

(Abrus precatorius L.) menunjukkan hasil negatif, hal ini karena tidak

terbentuk busa yang stabil selama 10 menit dengan tinggi 1-10 cm.

Pada identifikasi senyawa flavonoid ekstrak rimpang jahe (Zingiber

officinale Rosc.) menunjukkan bahwa sampel positif mengandung

flavonoid dengan warna jingga yang dihasilkan. Identifikasi senyawa

alkaloid pada ekstrak ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.)

menunjukkan bahwa sampel positif mengandung alkaloid karena

terbentuknya endapan berwarna berwarna cokelat. Identifikasi senyawa

tanin pada ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) menghasilkan

121
warna biru kehitaman pada sampel, yang menunjukkan sampel positif

mengandung tanin pirogalol.

Hasil uji pewarnaan gram bakteri Staphylococcus aureus

menunjukkan bahwa benar bakteri tersebut adalah bakteri gram positif

dengan menghasilkan warna ungu pada saat pewarnaan gram. Warna ungu

disebabkan karena bakteri mempertahankan warna pertama, yaitu kristal

violet (Nur Hayati et al., 2019).

Uji perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak ekstrak daun saga

(Abrus precatorius L.) dengan ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale

Rosc.) pada bakteri Staphylococcus aureus dilakukan dengan

menggunakan metode difusi cakram. Masing-masing ekstrak

menggunakan konsentrasi yang sama, yaitu 5%, 10%, dan 15%. Kontrol

positif yang digunakan yaitu antibiotik chloramphenicol dalam bentuk tetes

mata, sedangkan kontrol negatif yang digunakan yaitu DMSO (Dimetil

Sulfoksida) dengan konsentrasi 2%.

Hasil uji aktivitas antibakteri dapat dilihat dari terbentuknya zona

bening di sekitar kertas cakram. Klasifikasi diameter zona bening menurut

Surjowardojo et al., (2015) menyatakan, apabila diameter zona bening ≤5

mm memiliki aktivitas antibakteri lemah, diameter zona bening 6-10 mm

memiliki aktivitas antibakteri sedang, diameter zona bening 11-20

122
memiliki aktivitas antibakteri kuat, dan diameter zona bening ≥21 mm

memiliki aktivitas antibakteri sangat kuat.

Pada ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dan ekstrak rimpang

jahe (Zingiber officinale Rosc.) aktivitas antibakteri dapat terlihat pada

semua konsentrasi yang digunakan, baik itu 5%, 10%, ataupun 15%.

Aktivitas antibakteri ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) terbaik yaitu

pada konsentrasi 15% dengan zona bening 16 mm. Aktivitas antibakteri

ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) terbesar yaitu pada

konsentrasi 15% dengan zona bening 11,4 mm. Hal ini menunjukkan

bahwa penambahan konsentrasi ekstrak dapat menghambat pertumbuhan

bakteri Staphhylococcus aureus lebih baik lagi.

Aktivitas antibakteri yang dihasilkan oleh ekstrak daun saga (Abrus

precatorius L.) dan ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.)

disebabkan oleh adanya kandungan metabolit sekunder seperti flavonoid,

alkaloid, steroid, dan tanin yang mana dapat menghambat pertumbuhan

bakteri.

Gugus alkohol pada senyawa flavonoid akan bereaksi dengan

penysuun dinding sel bakteri sehingga dinding sel bakteri rusak akibat

terjadinya kerusakan struktur DNA bakteri yang pada akhirnya sel bakteri

mengalami lisis dan bakteri akan mati (Intan et al., 2017). Mekanisme kerja

123
alkaloid sebagai antibakteri, yaitu dengan mengganggu komponen

penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak

terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel bakteri tersebut

(Nurhasanah & Sulistyarini Gultom, 2020). Steroid dapat berinteraksi

dengan membran fosfolipid sel yang bersifat permeable terhadap senyawa-

senyawa lipofilik sehingga menyebabkan integritas membran menurun

serta morfologi membran sel berubah menyebabkan sel rapuh dan lisis

(Anggraini et al., 2019). Kemampuan antibakteri dari senyawa tanin karena

dapat menyebabkan dinding sel mengkerut sehingga mengganggu

permeabilitas sel itu sendiri dan menyebabkan kerusakan dinding sel

bakteri (Amalia et al., 2017).

Data yang diperoleh dianalisa secara statistik, yang diawali dengan

uji normalitas. Hasil uji normalitas ekstrak daun saga (Abrus precatorius

L.) dan ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) masing-masing

menunjukkan bahwa terdistribusi normal. Pada hasil uji homogenitas

ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dan ekstrak rimpang jahe

(Zingiber officinale Rosc.) masing-masing menunjukkan bahwa data tidak

homogen. Dari hasil uji normalitas dan homogenitas, analisa selanjutnya

menggunakan analisa non parametric, karena data yang diperolah tidak

homogen. Uji Kruskal-Wallis merupakan uji non parametric yang

digunakan sebagai alternatif dari uji One Way ANOVA. Hasil uji Kruskal-

124
Wallis diperoleh nilai Asymp. Sig. 0,000 < 0,005. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya memiliki

aktivitas antibakteri ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dan ekstrak

rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.).

Hasil dari uji Mann-Whitney diketahui bahwa ekstrak daun saga

Abrus precatorius L.) memiliki perbedaan secara signifikan dengan kontrol

positif. Ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) memiliki

perbedaan secara signifikan dengan kontrol positif. ekstrak daun saga

(Abrus precatorius L.) memiliki perbedaan secara signifikan dengan

ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.).

Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil analisa di atas, ekstrak

daun saga (Abrus precatorius L.) memiliki aktivitas antibakteri yang lebih

baik dibandingkan dengan ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.).

125
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian uji perbandingan uji perbandingan

aktivitas antibakteri ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dengan rimpang

jahe (Zingiber officinale Rosc.) pada bakteri Staphylococcus aureus diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1) Ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dan ekstrak rimpang jahe (Zingiber

officinale Rosc.) memiliki aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

2) Ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dengan ekstrak rimpang jahe

(Zingiber officinale Rosc.) memiliki perbedaan aktivitas terhadap bakteri

Staphylococcus aureus.

3) Ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.) dengan konsentrasi 15% memiliki

aktivitas antibakteri paling baik terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

5.2 Saran

1) Melakukan penelitian dengan menggunakan spesies bakteri atau spesies jamur

yang lain.

2) Menggunakan jenis pelarut yang berbeda, seperti etanol 70%.

3) Melakukan penelitian dengan bentuk yang berbeda, seperti gel.


DAFTAR PUSTAKA

Amalia, A., Sari, I., & Nursanty, R. (2017). AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK
ETIL ASETAT DAUN SEMBUNG (Blumea balsamifera (L.) DC.) TERHADAP
PERTUMBUHAN BAKTERI Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
(MRSA). 387–391.

Ananda, R., & Fadhli, M. (2018). Skatistik Pendidikan.

Anggraini, W., Nisa, S. C., Da, R. R., & Ma, B. (2019). Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanol 96 % Buah Blewah ( Cucumis melo L . var . Antibacterial Activity of 96
% Ethanol Extract Cantaloupe Fruit ( Cucumis melo L . var . cantalupensis )
Against Escherichia coli bacteria. 5(1), 61–66.

Arsono, A. (2018). 15 Khasiat Daun Saga untuk Kesehatan dan Kecantikan.


Atmago.Com. https://www.atmago.com/berita-warga/15-khasiat-daun-saga-
untuk-kesehatan-dan-kecantikan_2cf35b3d-c428-4666-a81a-ba5f51236c9a

Asep Saepul Hamdi, E. B. (2014). METODE PENELITIAN KUANTITATIF


APLIKASI DALAM PENDIDIKAN (Azwar Anas (ed.)). DEEPUBLISH.

Azkiyah, S. Z. (2020). Pengaruh Uji Antibakteri Ekstrak Rimpang Jahe Terhadap


Pertumbuhan Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli Secara In Vitro.
Jurnal Farmasi Tinctura, 1(2), 71–80.
https://doi.org/10.35316/tinctura.v1i2.1003

Boye, A., Yao, V., Barku, A., Acheampong, D. O., & Ofori, E. G. (2021). Abrus
precatorius Leaf Extract Reverses Alloxan / Nicotinamide- Induced Diabetes
Mellitus in Rats through Hormonal ( Insulin , GLP-1 , and Glucagon ) and
Enzymatic ( α -Amylase / α - Glucosidase ) Modulation. 2021.
BPOM. (2014). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional.
Badan Pengawas Obat Dan Makanan, 1–25.

BPOM. (2016). Jahe jahe jahe. Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Das, A., Jain, V., & Mishra, A. (2016). Review Article A brief review on a traditional
herb : abrus precatorius ( L .). 1(3), 1–10.

Deng, M., Yun, X., Ren, S., Qing, Z., & Luo, F. (2022). Plants of the Genus
Zingiber : A Review of Their.

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. In Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Kebijakan Obat Tradisional Nasional, Pub. L. No. 381/Menkes/SK/III/2007 (2007).

Depkes RI. (2020). Faramkope Indonesia Edisi VI. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Dewi, Astuti, K. W., & Warditiani, N. K. (2013). IDENTIFIKASI KANDUNGAN


KIMIA EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L .).
Jurnal Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Udayana.

Emelda. (2021). FARMAKOGNOSI (N. N. P. Wijaya (ed.)). Pustaka Baru Press.

Evizal, R. (2013). Tanaman Rempah dan FITOFARMAKA. LEMBAGA


PENELITIAN UNIVERSITAS LAMPUNG.
https://www.ptonline.com/articles/how-to-get-better-mfi-results

Fauzy, A. (2019). Metode Sampling. In Molecules (Vol. 9, Issue 1).


http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/download/
83/65%0Ahttp://www.embase.com/search/results?

128
subaction=viewrecord&from=export&id=L603546864%5Cnhttp://dx.doi.org/
10.1155/2015/420723%0Ahttp://link.springer.com/10.1007/978-3-319-76

Hanani, E. (2017). Analisis Fitokimia (T. V. D. Hadinata & A. Hanif (eds.)). Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Huda, C., Putri, A. E., & Sari, D. W. (2019). Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Dari
Maserat. Jurnal SainHealth, 3(1), 9–12.

Ibrahim, A. H., Hasan, H., Pakaya, M. S., Olahraga, F., & Gorontalo, U. N. (2021).
Skrining Fitokimia dan Uji Daya Hambat Ektrak Daun Jahe Merah ( Zingiber
officinale var rubrum ) Terhadap Bakteri Staphylococcus Epidermidis dan
Escherichia Coli. 1(2), 107–118. https://doi.org/10.37311/ijpe.v1i2.10547

Indrayati, F., Wibowo, M. A., & Idiawati, N. (2016). Aktivitas Antijamur Ekstrak
Daun Saga Pohon ( Adenanthera Pavonina L .) Terhadap Jamur Candida
albicans. Jkk, 5(2), 20–26.

Intan, C., Puteri, A., & Yulvizar, C. (2017). ACTIVITY TE TEST OF Abrus
precatorius L . LEA EAF EXTRACT AGAIN INST CLINICAL Streptococcus
pneu neumonia GROWTH *. 17(1), 11–12.

Integrated Taxonomic Information System. (n.d.-a). No TitleAbrus precatorius L.


Taxonomic Serial No.: 26416. Integrated Taxonomic Information System.
Retrieved October 30, 2022, from
https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?
search_topic=TSN&search_value=26416#null

Integrated Taxonomic Information System. (n.d.-b). Staphylococcus aureus


Rosenbach, 1884. Integrated Taxonomic Information System.
https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?
search_topic=TSN&search_value=369#null

129
Isti’Azah, Nida dan Zuhrotun, A. (2020). Potensi Theobroma Cacao L. Sebagai
Antibiotik Alami. Farmaka, 17(1), 1–9.

Izzah, N., Kadang, Y., Permatasari, A., Studi, P., Sandi, D. F., & Makassar, K.
(2015). No Title. 5, 52–56.

J.B., H. (1998). Phytochemical Methods (Third). Chapman & Hall.

Jawetz, Melinick, & Aldeberg. (2008). Mikrobiologi Iftdokteran. Mikrobiologi


Kedokteran, 23(1), 251–257.

Julianto, T. S. (2019). FITOKIMIA Tujuan Metabolit Sekunder dan Skrining


Fitokimia. Universitas Islam Indonesia.

Kemenkes, R. (2017). Formularies. In FARMAKOPE HERBAL INDONESIA EDISI


II. https://doi.org/10.1201/b12934-13

Kemenkes, R. (2021). Pedoman Penggunaan Antibiotik. Pedoman Penggunaan


Antibiotik, 1–97.

Litbangkes, B. (2000). inventaris-tanaman-obat-indonesia-i-jilid-1_compress.pdf.

Lully Hanni Endarini, M.Farm, A. (2016). Farmakognisi dan Fitokimia. Pusdik SDM
Kesehatan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan.

Masturoh, I., & Anggita T, N. (2018). METODOLOGI PENELITIAN KESEHATAN.


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Nisak, S. K., Pambudi, D. B., Waznah, U., Studi, P., Farmasi, S., Pekajangan, U. M.,
& Pekalongan, K. (n.d.). Tanaman saga salah satu tanaman herbal asli
Indonesia yang mempunyai banyak manfaat . Salah satu potensi tanaman saga
sebagai antibakteri . Tanaman saga memiliki kandungan senyawa diantaranya
adalah alkaloid , flavonoid , fenol , tanin dan saponin yang me.

130
Nur Hayati, L., Tyasningsih, W., Novita Praja, R., Chusniati, S., Nurwartanti Yunita,
M., & Ayu Wibawati, P. (2019). Isolasi dan Identifikasi Staphylococcus aureus
pada Susu Kambing Peranakan Etawah Penderita Mastitis Subklinis di. 2(2),
76–82. https://doi.org/10.20473/jmv.vol2.iss2.2019.76-82

Nurhasanah, & Sulistyarini Gultom, E. (2020). JBIO : JURNAL BIOSAINS ( The


Journal of Biosciences ). 6(2), 45–52.

Nuryadi, Astuti, T. D., Utami, E. S., & Budiantara, M. (2017). Buku ajar dasar-dasar
statistik penelitian.

Osmeli, D. (2019). KANDUNGAN SENYAWA KIMIA , UJI TOKSISITAS ( Brine


Shrimp Lethality Test ) DAN ANTIOKSIDAN ( 1 , 1-diphenyl-2-pikrilhydrazyl )
DARI EKSTRAK DAUN SAGA ( Abrus precatorius L .) KANDUNGAN
SENYAWA KIMIA , UJI TOKSISITAS ( Brine Shrimp Lethality Test ) DAN
ANTIO. October 2010. https://doi.org/10.7454/mss.v13i1.378

Paju, N., Yamlean, P. V. Y., & Kojong, N. (2013). Uji efektivitas salep ekstrak daun
binahong ( Anredera cordifolia ( Ten .) Steenis ) pada kelinci ( Oryctolagus
cuniculus ) yang terinfeksi bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah
Farmasi - UNSRAT, 2(01), 51–61.

Pixabay. (2021). Agar Tanaman Jahe Tumbuh Subur, Begini Cara Mengolah Lahan
yang Benar. https://www.pertanianku.com/agar-tanaman-jahe-tumbuh-subur-
begini-cara-mengolah-lahan-yang-benar/

Pratiwi .T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. PENERBIT ERLANGGA.

Puspitasari, D., Asahan, U., Sumatera, K., & Utara, U. S. (2018). PENGARUH
METODE PEREBUSAN TERHADAP UJI FITOKIMIA DAUN MANGROVE
Excoecaria agallocha. 3(2), 423–428.

Rachman, A., Wardatun, S., Weandarlina, I. Y., Farmasi, P. S., & Pakuan, U. (2008).

131
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA SAPONIN EKSTRAK METANOL
DAUN. 3–8.

Radji, M. (2010). Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan


Kedokteran. In Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ratna, S. (2021). Bakteri Staphylococcus Aureus. Handaldok.Com.


https://handaldok.com/bakteri-staphylococcus-aureus/

Samputri, R. D., Toemon, A. N., & Widayati, R. (2020). UJI AKTIVITAS


ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BIJI KAMANDRAH (Croton tilgium
L.) Terhadap Pertumbuhan Salmonella typhi Dengan Metode Difusi Cakram
(Kirby-Bauer). Herb-Medicine Journal, 3(3), 19.
https://doi.org/10.30595/hmj.v3i3.6393

Sandu Siyoto, & Sodik, M. A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian Dr. Sandu Siyoto,
SKM, M.Kes M. Ali Sodik, M.A. 1. Dasar Metodologi Penelitian, 1–109.

Saragih, D. E., & Arsita, E. V. (2019). Kandungan fitokimia Zanthoxylum


acanthopodium dan potensinya sebagai tanaman obat di wilayah Toba Samosir
dan Tapanuli Utara , Sumatera Utara The phytochemical content of
Zanthoxylum acanthopodium and its potential as a medicinal plant in the
regions of T. 5, 71–76. https://doi.org/10.13057/psnmbi/m050114

Siswanto Syamsul, E., Anugerah, O., & Supriningrum, R. (2020). PENETAPAN


RENDEMEN EKSTRAK DAUN JAMBU MAWAR DETERMINATION OF
MAWAR JAMBU LEAF EXTRACT ( Syzygium. 2(3).

Srikandi, S., Humaeroh, M., & Sutamihardja, R. (2020). Kandungan Gingerol Dan
Shogaol Dari Ekstrak Jahe Merah (Zingiber Officinale Roscoe) Dengan Metode
Maserasi Bertingkat. Al-Kimiya, 7(2), 75–81.
https://doi.org/10.15575/ak.v7i2.6545

132
Suharto, M. A. P. (2012). ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA SAPONIN DARI
EKSTRAK METANOL BATANG PISANG AMBON(Musa paradisiaca var.
sapientum L.). https://doi.org/https://doi.org/10.35799/pha.1.2012.914

Sulistyarini, I., Sari, D., & Wicaksono, T. (2019). Skrining Fitokimia Senyawa
Metabolit Sekunder Batang Buah Naga... (Sulistyarini, dkk). 56–62.

Surjowardojo, P., Susilorini, E., & Ruth Batsyeba Sirait, G. (n.d.). DAYA HAMBAT
DEKOK KULIT APEL MANALAGI (Malus sylvestrs Mill.) TERHADAP
PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus dan Pseudomonas sp. PENYEBAB
MASTITIS PADA SAPI PERAH. 16(2), 40–48.

Syafrida Hafni Sahir. (2022). Buku ini di tulis oleh Dosen Universitas Medan Area
Hak Cipta di Lindungi oleh Undang-Undang Telah di Deposit ke Repository
UMA pada tanggal 27 Januari 2022.

Syahrurachman, A. (2010). Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran (Edisi Revi).


Binarupa Aksara.

Taur, D. J., Patil, R. N., & Patil, R. Y. (2017). Journal of Traditional and
Complementary Medicine Antiasthmatic related properties of Abrus precatorius
leaves on various models. Journal of Traditional Chinese Medical Sciences,
7(4), 428–432. https://doi.org/10.1016/j.jtcme.2016.12.007

Theodora, C. T., Gunawan, G., & Swantara, D. (2019). Isolasi dan identifikasi
golongan flavonoid pada ekstrak etil asetat daun gedi (. 131–138.

Utomo, S. B., Fujiyanti, M., Lestari, W. P., & Mulyani, S. (2018). Antibacterial
Activity Test of the C-4-methoxyphenylcalix[4]resorcinarene Compound
Modified by Hexadecyltrimethylammonium-Bromide against Staphylococcus
aureus and Escherichia coli Bacteria. JKPK (Jurnal Kimia Dan Pendidikan
Kimia), 3(3), 201. https://doi.org/10.20961/jkpk.v3i3.22742

133
Wahidah, S. W., Fadhilah, K. N., Nahhar, H., Afifah, S. N., & Gunarti, N. S. (2021).
Uji Skrining Fitokimia Dari Amilum Familia Zingiberaceae. Jurnal Buana
Farma, 1(2), 5–8.

Waluyo, L. (2004). Mikrobiologi Umum. UMM Press.

Wendersteyt, N. V., Wewengkang, D. S., Abdullah, S. S., & Stout, D. (2021).


ANTIMICROBIAL ACTIVITY TEST OF EXSTRACTS AND FRACTIONS OF
ASCIDIAN Herdmania momus FROM BANGKA ISLAND WATERS LIKUPANG
AGAINST THE GROWTH OF Staphylococcus aureus , Salmonella
typhimurium , AND Candida albicans UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA DARI
EKSTRAK DAN FRAKSI ASCIDIAN Herdmania momus DARI PERAIRAN
PULAU BANGKA LIKUPANG TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA
Staphylococcus aureus , Salmonella typhimurium DAN Candida albicans. 10.

Yanuarti, O., Fajriyah, N. N., & Faradisi, F. (2021). Prosiding Seminar Nasional
Kesehatan 2021 Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan Literature. Literature Riview :
Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Kadar Gula
Darah Pada Pasien Diabetes Melitus, 921–927.

Yousefa, V., Nurdianti, L., & Nurviana, V. (2022). Formulasi Patch Hidrogel Film
Ekstrak Etanol Daun Saga ( Abrus precatorius Linn .) sebagai Antisariawan
terhadap Bakteri Staphylococcus aureus. 2, 134–143.

Yudi Marihot, Sapta Sari, dan A. E. (2022). Buku Metode Penelitian Kualitatif &
Kuantitatif. In Jurnal Multidisiplin Madani (MUDIMA): Vol. Vol. 1 (Issue
March).

134
LAMPIRAN

135
Lampiran 1

Waktu Penelitian

Waktu
Rancangan
Jul Agt Sep-Des Jan Feb- Apr- Juli
Mar Juni

Pengajuan judul

Sidang komprehensif

Penyusunan proposal

Seminar proposal

Penelitian

Penyusunan skripsi

Sidang skripsi

136
Lampiran 2

Hasil Determinasi Tanaman Saga

137
138
139
Lampiran 3
Hasil Determinasi Tanaman Jahe

140
141
142
Lampiran 4
Proses Pembuatan Simplisia Daun Saga (Abrus precatorius L.)

Pengumpulan Sampel Sortasi Basah Pencucian

Pengeringan Sortasi Kering Penimbangan Sampel


Setelah Kering

Penghalusan Daun Saga Serbuk Simplisia Daun Saga

143
Lampiran 5
Proses Pembuatan Simplisia Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Pengumpulan Sampel Sortasi Basah Pencucian

Pengeringan Sortasi Kering Penimbangan Sampel


Setelah Kering

Penimbangan Sampel Penghalusan Rimpang Serbuk Simplisia


Ketika Basah Jahe Rimpang Jahe

Lampiran 6

144
Proses Pembuatan Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.) dan Rimpang Jahe
(Zingiber officinale Rosc.)

Proses Pembuatan Proses Pembuatan Ekstrak Menambahkan Pelarut


Ekstrak Daun Saga Rimpang Jahe Etanol 96%

Menambahkan Pelarut Ekstrak Daun Saga Ekstrak Rimpang Jahe


Etanol 96%

Penyaringan Ekstrak Penyaringan Ekstrak Proses Penguapan


Daun Saga Rimpang Jahe Ekstrak Daun Saga

Proses Penguapan Ekstrak Kental Daun Saga Ekstrak Kental Rimpang


Ekstrak Rimpang Jahe Jahe

Lampiran 7

145
Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.) dan
Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Uji Flavonoid Ekstrak Uji Saponin Ekstrak Daun Uji Alkaloid Ekstrak
Daun Saga Saga Daun Saga

Uji Steroid Ekstrak Daun Uji Flavonoid Ekstrak Uji Tanin Ekstrak
Saga Rimpang Jahe Rimpang Jahe

Uji Alkaloid Ekstrak


Rimpang Jahe

Lampiran 8

146
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.) dan
Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Sterilisasi Dengan Pembuatan Nutrien Agar Pembuatan DMSO 2%


Autoklaf

Perendaman Cakram Inkubasi Dalam Inkubator Kesetaraan Mc. Farland


0,5

Hasil Uji Antibakteri Hasil Uji Antibakteri Hari Pewarnaan Gram


Hari Ke-1 Ke-2

147

Anda mungkin juga menyukai