APRIASARI SUWARDI
D1B120129
i
FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS SEDIAAN SALEP ANTIJERAWAT
EKSTRAK ETANOL DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) TERHADAP
Propionibacterium acnes
SKRIPSI
Oleh
Apriasari Suwardi
D1B120129
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Formulasi dan Uji Aktivitas Sediaan Salep Antijerawat Ekstrak Etanol Daun Beluntas
(Pluchea indica L.) Terhadap Propionibacterium acnes
Nim : D1B120129
Jurusan : S1 Farmasi
Telah disetujui untuk diajukan ke ujian skripsi dan diuji oleh tim penguji. Berikut
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
apt. Muhammad Asri SR, S.Farm., M.Farm apt. Wahyuddin Jumardin, S.Farm
NIDN : 0918049001 NIDN : 0927118502
Mengetahui,
Ketua Prodi S1Farmasi
Universitas Megarezky Makassar
iii
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi judul:
Formulasi dan Uji Aktivitas Sediaan Salep Antijerawat Ekstrak Etanol Daun Beluntas
(Pluchea indica L.) Terhadap Propionibacterium acnes
Oleh,
Apriasari Suwardi
NIM. D1B120129
Telah diperiksa dan dinyatakan sebagai Skripsi yang sah yang telah diperiksa
keasliannya.
TIM PENGUJI
Mengesahkan,
Dr. Jangga. S. Si., M.Kes., Apt. apt. Ahmad Irsyad Aliah, S. Farm., M.Si.
NIDN : 091 410 690 1 NIDN : 092 709 970 1
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul "Formulasi Dan Uji
Aktivitas Sediaan Salep Antijerawat Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica
implementasi dari ilmu-ilmu yang telah penulis peroleh selama mengikuti pendidikan
Ibunda Hj. Sumartina serta dua saudara saya Muh. Ikbal dan Muh. Altaf
kasih sayang serta do'a restu yang luar biasa selama ini, hingga penulis dapat
3. Ibu Hj. Suryani. S.H.,M.H.. Selaku Ketua Yayasan Pendidikan Islam Mega
Rezky Makassar.
Universitas Megarezky.
5. Bapak Dr. apt. Jangga, S.Si., M.Kes Selaku Dekan Rektor Universitas
Megarezky Makassar.
v
6. Bapak apt. Ahmad Irsyad Aliah, M.Si selaku Ketua Program Study S1 Farmasi.
7. Bapak apt. Muhammad Asri SR, S.Farm., M.Farm selaku pembimbing I yang
9. Bapak apt. Imran Firman, S.Farm., M.Si selaku Penguji yang selalu meluangkan
waktu dan sabar dalam menguji serta memberikan arahan kepada penulis.
10. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Universitas Megarezky Makassar yang telah
ini.
11. Sahabat terbaikku terkhusus Irma Susila Ningsih, Nurfaidah, Riska Safitri,
Dewi Ratna, dan Serti yang selalu direpotkan seta telah menemani dan member
kesempurnaan, untuk itu penulis mohon kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Semoga Skripsi ini dapat
Apriasari Suwardi
vi
vii
ABSTRAK
Beluntas (Pluchea indica L.) merupakan salah satu tanaman obat tradisional yang
cukup tersebar luas di Indonesia. Daun beluntas (Pluchea inidca L.) mengandung
alkaloid, flavonoid, tanin, dan minyak atsiri. Flavonoid dalam daun beluntas memiliki
aktivitas sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dapat diformulasikan menjadi sediaan salep
antijerawat yang stabil secara fisik dan kimia dan untuk mengetahui sediaan salep
antijerawat ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea indica L.) dapat menghambat
bakteri Propionibacterium acnes. Metode penelitian ini menggunakan ekspermintal
laboratorium dengan merancang formulasi sediaan salep antijerawat terhadap
Propionibacterium acnes dengan metode difusi agar menggunakan teknik sumuran
untuk menentukan diameter zona hambat dan analisis data menggunakan uji
ANOVA. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sediaan salep
antijerawat ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea indica L.) dapat diformulasikan
dalam bentuk sediaan salep antijerawat yang stabil secara fisik dan kimia dan uji
aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa sediaan salep antijerawat memiliki aktivitas
antibakteri terhadap Propionibacterium acnes.
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………...….v
ABSTAK ………………………..………………………………………………..vii
BAB I
A. Latar Belakang …..……………………………………..……………………1
B. Rumusan Masalah ………………………...…………………………………3
C. Tujuan Penelitian ……………………………………..……………………..3
D. Manfaat Penelitian …………………………………………………………..3
BAB II
viii
ix
I. Salep……………………………………………...………………………..31
J. Kerangka Konsep…………………………………...……………………..34
K. Variabel…………………………………..…………...…………………...35
L. Hipotesis………………………………………………………………..…35
BAB III
A. Jenis Peneltian ………………………………………………………….…...36
B. Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………….…....36
C. Populasi Sampel ……… ……………………………………………….……36
D. Alat dan Bahan ……………………………………………………….……..36
E. Cara Kerja …………………………………………………………….……..37
BAB IV
A. Hasil Penelitia……………………………………………………………....44
B. Pembahasan ……….………………………………………………………. 47
BAB V
A. Kesimpulan ………………………………………………………………...55
B. Saran ……………………………………………………………………….55
LAMPIRAN ……………………………………………………………………..59
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) …38
x
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jerawat adalah salah satu penyakit kulit yang disebabkan karena terjadinya
penyumbatan kelenjar minyak pada kulit dan disertai infeksi dan peradangan. Jerawat
umumnya muncul pada daerah wajah tetapi juga dapat muncul pada daerah kepala,
bakteri gram positif serta agen utama penyebab terjadinya inflamasi jerawat
dan merupakan flora normal kulit yang juga berperan dalam pembentukan jerawat.
Propionibacterium acnes mengubah asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh
yang mengakibatkan sebum menjadi padat, jika sebum bertambah maka bakteri ini
juga bertambah banyak yang keluar dari kelenjar sebasea (Hafsari dkk, 2015).
Oleh sebab itu untuk mencegah terjadinya resistensi bakteri terhadap antibakteri,
1
2
pengobatan jerawat dapat dilakukan dengan pemberian obat yang berasal dari alam
(Hafsari, 2015).
Bahan alam yang dapat digunakan untuk obat jerawat adalah daun beluntas
(Pluchea indica L.). Beluntas (Pluchea indica L.) merupakan salah satu tanaman obat
tradisional yang tersebar di Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis semak atau
setengah semak yang tumbuh tegak dan memiliki tinggi mencapai 2 meter (Hafsari
dkk, 2015). Daun beluntas (Pluchea Indica L.) mengandung alkaloid, flavonoid,
tanin, natrium, dan minyak atsiri. Flavonoid dalam daun beluntas memiliki aktivitas
Pada penelitian yang dilakukan Hafsari dkk (2015) diketahui bahwa ekstrak
pada konsentrasi 1% sebesar 9 mm, 2 % sebesar 7,67 mm, 3% sebesar 8,67 mm, 4%
sebesar 8,83 mm, dan pada konsentrasi 5% sebesar 9 mm. Selanjutnya penelitian
yang dilakukan Suru dkk (2019) diketahui ekstrak etanol daun beluntas pada sediaan
sebesar 6,16 mm, 10% sebesar 7,83 mm, dan pada konsentrasi 15% sebesar 10,16%.
formulasi dan uji aktivitas antibakteri sediaan salep ekstrak daun beluntas (Plucea
indica L.) terhadap bakteri Propionibacterium acnes. Bentuk sediaan salep dipilih
karena memiliki konsistensi yang cocok digunakan untup terapi penyakit kulit yang
disebabkan oleh bakteri, salep lebih banyak disukai karena lebih mudah diaplikasikan
3
dikulit, praktis, menimbulkan rasa dingin, melindungi daerah yang terluka dari daerah
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ekstrak daun beluntas (Pluceha indica L.) dapat diformulasikan dalam
2. Konsentrasi berapakah daun beluntas (Pluchea indica L.) yang memiliki aktivitas
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dapat
diformulasikan dalam bentuk sediaan salep yang stabil secara fisik dan kimia.
2. Untuk mengetahui Konsentrasi berapakah daun beluntas (Pluchea indica L.) yang
D. Manfaat Penelitian
1. Mahasiswa
2. Pembaca
yang berkaitan dengan kombinasi ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) dapat
4
antibakteri.
3. Masyarakat
yang memiliki khasiat atau kegunaan sebagai obat tradisional tetapi juga bisa
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Tanaman
tanaman ini mencapai 2 meter, tumbuh didaerah yang kering di tanah berbatu dan
keras. Batang beluntas berkayu, tegak, bulat, daun tunggal, daun berbentuk bulat
telur, daunnya bergerigi atau rata, ujung runcing, berbulu halus, panjang 3,8 – 6,4
cm, dan untuk lebar daun 2 – 4 cm, bertulang menyirip dengan warna hijau muda,
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Family : Asteraceae
Genus : Pluchea
5
6
(Maftuha, 2015).
a. Alkaloid
sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Selain
b. Tanin
Tanin mempunyai efek farmakologis dan fisiologis yang berasal dari senyawa
hidrofobik antara tanin dan protein. Tanin merupakan senyawa aktif yang
yang menempel pada sel inang) yang terdapat pada dinding sel. Tanin dalam
ikatan yang stabil dengan protein kuman dan pada saluran pencernaan,tanin
c. Minyak Atsiri
d. Flavonoid
rebusan air daun beluntas. Tanaman beluntas sering dijadikan sebagai tanaman
(Pramita, 2013).
B. Simplisia
1. Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang
Faktor yang paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen dan
b) Sortasi Basah
tanaman lain atau bagian-bagian lain dan tanaman yang tidak digunakan, dan
c) Pencucian
melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dan dalam tanah dan juga bahan-
menggunakan air mengalir yang berasal dari sumber mata air, sumur, PAM,
d) Perajangan
simplisia cukup kecil dan tipis, maka pada proses ini dapat diabaikan.
e) Pengeringan
aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif,
f) Sortasi kering
wadah-wadah yang berisi simplisia menggunakan wadah yang inert atau tidak
bahan simplisia dari pengaruhcahaya, oksigen, dan uap air (Melinda, 2014).
C. Ekstrak
1. Definisi Ekstraksi
metode yang sesuai dengan sifat dan tujuan ekstraksi. Proses ekstraksi digunakan
sampel dalam keadaan segar atau yang telah dikeringkan, tergantung pada sifat
2. Metode Ekstraksi
Metode ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi
dimaksud rusak karena pemanasan. Jenis ekstraksi dingin adalah maserasi dan
perkolasi.
a) Maserasi
dalam jumlah banyak, serta bisa terhindar dari perubahan kimia senyawa-
b) Perkolasi
melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu
dan biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan ataupun tidak
tahan pemanasan.
a) Reflux
sampai selesai. Prinsip dari metode reflux adalah pelarut volatile yang
dengan kondenson sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan
mengembun pada kondenson dan turun lagi kedalam wadah reaksi hingga
b) Digesti
temperatur yang lebih tinggi dari temperature ruangan yaitu secara umum
c) Sokletasi
D. Kulit
1. Definisi Kulit
2. Struktur Kulit
a) Epidermis
Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel
epitel, tidak mempunyai pembuluh darah maupun limfa. Oleh karena itu
14
semua nutrien danoksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis. Epitel
berlapis gepeng padaepidermis ini tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut
keratinosit. Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum
b) Dermis
antara kedua lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin. Terdapat 4
jenis sel dermis,yaitu sel-sel jaringan ikat seperti fibroblas, sel lemak,
c) Hipodermis
hypodermis berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus
3. Fungsi Kulit
a) Fungsi Proteksi
seperti zat-zatiritan, gangguan panas atau dingin, gangguan sinar radiasi atau
b) Fungsi Absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda
Kemampuan absorpsi kulit ini tergantung pada tebal tipisnya kulit, hidrasi,
e) Pengeluaran (Ekskresi)
menentukan warna kulit. Melanin dibuat dari sejenis protein, tirosin, dengan
16
bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan oksigen oleh sel melanosit di dalam
g) Fungsi Keratinasi
lebih poligonal, yaitu sel spinosum, terangkat ke atas menjadi lebih gepeng,
atas lebih gepeng dan granula serta intinya hilang menjadi sel spinosum dan
(Wasitaatmadja, 1997).
h) Sintesis Vitamin D
kolesterol dengan bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih lebih
4. Jenis-Jenis Kulit
a) Kulit kering
Kulit kering adalah kulit dengan kadar air yang kurang atau rendah.
Ciri-ciri fisik yang tampak pada kulit kering, yaitu kulit tampak kusam dan
b) Kulit berminyak
Kulit berminyak yaitu kulit yang memiliki kandungan air dan minyak
yangtinggi. Secara fisik, kulit jenis ini memiliki ciri-ciri adalah kulit
c) Kulit normal
Kulit normal adalah kulit yang memiliki kadar air tinggi dan kadar
minyak rendah sampai normal. Ciri-ciri fisik yang dimiliki oleh kulit normal
adalah penampilan kulit tampak segar dan cerah, bertekstur halus dan tegang,
pori-pori tampak, namun tidak terlalu besar, dan terkadang pada dahi, hidung,
d) Kulit campuran
dikenal juga dengan istilah daerah T (dahi, hidung, dan dagu) kadang
berminyak atau normal. Sementara bagian kulit lain, cenderung lebih normal
bahkan kering. Kulit jenis ini bisa dimiliki oleh semua umur. Akan tetapi,
E. Jerawat
1. Pengertian Jerawat
(sebaceous gland) yang menyebabkan penyumbatan saluran rambut dan pori pori
18
kulit. Daerah yang mudah terkena jerawat adalah di muka, dada, punggung, dan
berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan parut.
Komedo adalah lesi utama jerawat. Lesi komedo berupa papula datar atau sedikit
lebih tinggi dengan permukaan sentral melebar yang diisi dengan keratin yang
disebabkan oleh peradangan, sehingga terjadi eritema dan edema. Komedo ini
dapat membesar menjadi nodular dan menyatu menjadi plak yang fluktuatif,
biasanya mengeluh akibat erupsi kulit pada pada tempat-tempat predileksi, yakni
muka, bahu, leher, dada, punggung bagian atas dan lengan bagian atas oleh
faktor lain juga dianggap turut berperan dalam pemicu terjadinya acne vulgaris
seperti faktor intrinsik yaitu genetik, ras, hormonaldan faktor ekstrinsik yaitu
padaremaja dengan puncak insidens usia 15 – 18 tahun, 12% pada wanita usia >
25 tahundan 3% pada usia 35 – 44 tahun. Acne vulgaris yang berat terlihat pada
kosmetika Indonesia terdapat peningkatan dari 60% penderita. Acne vulgaris pada
tahun 2006 menjadi 80% pada tahun 2007. Insiden jerawat 80-100% pada usia
dewasa muda,yaitu 14-17 tahun pada wanita, dan 16-19 tahun pada pria (Sibero,
dkk, 2019).
2. Klasifikasi Jerawat
a) Tingkat I
Di mana lesi utama terdiri dari komedo dan tidak dijumpai peradangan.
b) Tingkat II
Lesi terdiri dari komedo dan pustula kecil dan adanya proses peradangan pada
lubang folikel.
c) Tingkat III
Lesi terdiri dari komedo, pustula kecil, dan ada kecenderungan yang lebih
dalam.
3. Penyebab Jerawat
hormon, khususnya hormon pria yang disebut androgen (wanita juga memiliki
20
hormon ini, tetapi lebih sedikit dari pria). Pada masa remaja, hormon
dalam menanggapi perubahan hormonal. Oleh karena itulah pada remaja (di
kelenjar minyak pun jadi lebih aktif. Tumpukan minyak inilah yang membuat
permukaan kulit. Mereka menjaga kulit dari terserang oleh bakteri berbahaya.
d) Peradangan
panas dan tidak nyaman. Peradangan pada kulit terjadi karena sistem
kekebalan tubuh bertindak untuk melepaskan diri dari zat asing. Dalam kasus
jerawat, zat asing ini adalah bakteri atau senyawa menjengkelkan yang
e) Stres
f) Hormon
g) Makanan
&Suriana, 2013).
aktif dan overdosis minyak. Jerawat terjadi ketika beberapa pori-pori (di mana
kulit) menjadi tersumbat sehingga minyak terjebak dalam pori-pori kulit. Pori-
22
pori yang tersumbat oleh sel-sel kulit yang telah ditumpahkan dari lapisan pori
4. Patogenesis Jerawat
Munculnya jearwat di wajah atau bagian tubuh lainnya bias menjadi beberapa
tahap:
a) Tahap 1
menjadi tanda awal akan timbul jerawat. Penanganan yang tepat pada fase ini
b) Tahap 2
c) Tahap 3
d) Tahap 4
Muncul papula pada jerawat. Papula adalah luka karena luka yang
diakibatkan jerawat. Jerawat pada fase ini masih disebut dengan jerawat
ringan dan bisa sembuh dengan sendirinya, dengan syarat jangan memencet
e) Tahap 5
dokter.
f) Tahap 6
g) Tahap 7
Peradangan pada jerawat makin hebat dan membuat jerawat tampak matang
dan siap pecah. Setelah jerawat pecah dengan sendirinya akan menimbulkan
5. Pencegahan Jerawat
jerawat (preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif).
Keduausaha tersebut harus dijalankan mengingat bahwa kelainan ini terjadi akibat
dengan cara:
rengik yang dapat memecah lipid sebum dengan cara yang baik dan
benar.
kondisi tubuh.
lamanya.
lainnya.
a. Pengobatan topical
klindamisin.
b. Pengobatan sistemik
F. Uraian Bakteri
1. Propionibacterium Acnes
Kingdom : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Class : Actinomycetales
Oreder : Propionibacteriae
Family : Propionibacteriaceae
Genus : Propionibacterium
Pada acne vulgaris, ketika terjadi akumulasi sebum pada unit pilosebasea,
trigliserida yang terdapat pada sebum akan diubah dengan bantuan enzim lipase
monogliserida, dan asam lemak bebas, kemudian ketiga zat tersebut diubah
batang dengan panjang bervariasi antara 1-1,5 μm, sel tunggal, berpasangan atau
spora, anaerob tetapi toleran terhadap O2, katalase positif, dan dapat
yang banyak.
spesies. Suhu pertumbuhan bakteri ini pada 30-37 0C dan beberapa spesies
Propionibacterim acnes.
biasanya bakteri ini terdapat pada folikel sebasea. Tidak hanya itu,
acnes, namun dapat juga diisolasi dari rongga mulut, saluran pernafasan bagian
atas, saluran telinga eksternal, konjungtiva, usus besar, uretra, dan vagina.
27
dan panjang 3-4 μm, bakteri ini berbentuk batang dengan ujung meruncing atau
kokoid (bulat).
G. Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau berasal dari senyawa non organic. Bakteriostatik yaitu
yaitu:
Bakteri mempunyai lapisan luar yang kaku yaitu dinding sel yang
mengelilingi secara lengkap sitoplasma membrane sel. Dinding sel berisi polimer
campuran rantai polipeptida yang tinggi, polosakarida ini berisi gula amino N-
sel bakteri dari perbedaan tekanan osmotic didalam dan diluar sel yang tinggi. Sel
menempatkan pada posisi yang tepat pada amplop sel. Antibakteri bereaksi
dengan satu atau banyak enzim yang dibutuhkan pada proses sintesis sehingga
28
kemudian mengontrol komposisi internal sel. Jika fungsi integritas dari membran
sitoplasma dirusak akan menyebabkan keluarnya makromolekul dan ion dari sel,
yang kemudian sel rusak atau terjadi kematian (Jawetz dkk, 2005). Sitoplasma
semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma yang berperan sebagai barrier
basa nitrogen sehingga membran bakteri pecah yang menyebkan kematian bakteri
(Talaro, 2008).
material genetik)
DNA, RNA dan protein memgang peranan sangat penting didalam proses
kehidupan normal sel. Hal ini menunjukkan bahwa ganguan apapun yang terjadi
kerusakan total pada sel (Pelczar dkk, 1986). Kebanyakan obat menghambat
kerjanya antara lain dengan menghalangi terikatnya RNA pada tempat spesifik
dan membutuhkan enzim dibeberapa proses. Pembentukan DNA dan RNA sangat
replikasi, atau menghentikan transkripsi. Obat berikatan sangat kuat pada enzim
bakteri. Resistensi pada obat-obat uni terjadi akibat perubahan pada RNA
Polymerase akibat mutasi kromsom yang sangat sering terjadi (Talaro, 2008;
Setiap enzim yang ada didalam sel merupakan sasaran potensial baik
1. Metode Difusi
aktifitas agen mikroba dengan cara meletakkan piringan yang berisi agen
yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan
b. Ditch-plate technique
Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan
pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri
pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji digoreskan kearah parit
c. Cup-plate technique
Metode ini seruoa dengan metode disc diffusion, dimana dibuat sumur
pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur
2. Metode dilusi
Cocentration atau kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukan adalah
dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang
ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar
terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ataupun
selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji
31
ataupun agern antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam/ media cair yang
antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji
(Narulita, 2017).
I. Salep
1. Definisi Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam
2. Persyaratan Salep
b. Kadar, kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras
c. Dasar salep, kecuali dinyatakan lain , sebagai bahan dasar salep (basis salep)
yang berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila
efek emolien. Dasar salep tersebut bertahan pada kulit untuk waktu yang lama
dan tidak memungkinkan larinya lembab ke udara dan sukar dicuci. Kerjanya
sebagai bahan penutup saja.Tidak mengering atau tidak ada perubahan dengan
anhidrida).
dan cold cream). Dasar salep ini berguna sebagai emolien walaupun tidak
berlemak. Seperti dasar berlemak, dasar salep dasar salep absorpsi tidak
minyak dalam air yang dapat dicuci dari kulit dan pakaian dengan air. Atas
dasar ini bahan tersebut sering dikatakan sebagai bahan dasar salep “tercuci
air”. Dasar salep ini nampaknya seperti krim dapat diencerkan dengan air atau
Tidak seperti dasar salep yang tidak larut dalam air, yang mengandung
kedua-duanya, kimponen yang larut maupun yang tidak larut dalam air , dasar
yang larut dalam air hanya mengandung kimponen yang arut dalam air.
Tetapi, seperti dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air basis yang larut
dalam air dapat dicuci dengan air. Basis yang larut dalam air biasanya disebut
salep ini sangat mudah melunak dengan penambahan air (Ansel, 1989).
34
J. Kerangka Konsep
K. Variabel
1. Variabel Bebas
2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kestabilan fisik sediaan dan
L. Hipotesis
homogenitas, uji daya sebar, viskositas, uji cycling test dan mampu menghambat
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
beluntas (Pluchea indica L.) dan uji aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium
acnes dengan metode difusi agar menggunakan sumuran untuk menentukan diameter
zona hambat.
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2022 di
dimana sampel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah daun beluntas yang
1. Alat
Adapun alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah alat pengukur
pH, batang pengaduk, blender, cawan porselin, cawan petri, gelas ukur, kaca
36
37
2. Bahan
daun beluntas (Pluchea Indica L.), etanol 96%, medium NA, Aquadest, bakteri
Propionibacterium acnes, PEG 400, PEG 4000, Nipagin, dan Oleum Citri.
E. Cara Kerja
1. Pengambilan sampel
pagi hari pukul 09.00-11.00 WITA, karena pada pagi hari hingga siang hari
Kabupaten Soppeng.
pelarut etanol 96% sebanyak 500 g serbuk simplisia. Serbuk daun beluntas dan
pelarut yang telah tercampur kemudian ditutup rapat dan terlindungi dari sinar
ekstraksi. Filtrat dan residu dipisahkan dengan menggunakan corong yang telah
dialasi dengan kain dan kertas saring. Setelah diperoleh filtrat kemudian di
3. Formula Salep
Ekstrak
daun Zat aktif - 5% 10% 15%
beluntas
Oleum Pengaroma qs qs qs qs
Citri
Jumlah ad 20 g
Keterangan :
Polietilen glikol (PEG) dikenal juga dengan nama lain macrogol, carbowax,
39
digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam sediaan farmasi dan kosmetik,
khususnya untuk zat-zat yang tidak stabil atau tidak larut dalam air (Loden,
2009).
dimana harga n antara 8,2 dan 9,1. Pemerian: cairan kental jernih, tidak
berwarna atau praktik tidak berwarna, bau khas lemah, agak higroskopik.
Kelarutan: larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam aseton, dalam glikol
laindan dalam hidrokarbon aromatik, praktis tidak larut dalam eter dan dalam
PEG 4000 berupa serbuk licin putih atau putih kuning seperti gading;
praktis tidak berbau; tidak berasa. Mudah larut dalam air,dalam etanol (95%)
P dan dalam kloroform P; praktis tidak larut dalam eter P (Depkes RI, 1979).
banyak keuntungan antara lain sifat PEG yang tidak merangsang, tidak
menghambat pertukaran gas dan keringat, serta mudah dicuci dengan air
sehingga dapat dapat dioleskan pada permukaan kulit (Depkes RI, 1979).
Tujuan dari kombinasi PEG 400 dengan PEG 4000 adalah untuk
kombinasi 40% polietilen glikol 4000 (padat) dan 60% polietilen glikol 400
(cair)(Ansel, 2005).
b. Nipagin
Metilparaben berupa serbuk hablur kecil, tidak berwarna, atau putih; tidak
berbau atau berbau khas lemah. Kelarutan larut dalam 500 bagian air, dalam
benzena dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan eter
c. Oleum Citri
salep, karena selain tidak mengiritasi kulit oleum citri juga berkhasiat untuk
jerawat.
meleburkan PEG-4000 dan campuran PEG-400 dan nipagin diatas tangas air dan
diaduk sampai dingin. Tambahkan ekstrak daun beluntas kedalam campuran basis
dan aduk sampai homogen. Setelah campuran homogen tambahkan oleum citri
Penetapan fisik sediaan salep diantaranya meliputi uji organoleptis, uji pH,
a. Uji organoleptis
b. Uji pH
c. Uji homogenitas
Sebanyak 0,1 gram salep dioeskan diatas kaca objek atau sekeping
Sebnayak 0,5 gram sampel diletakkan diatas palt kaca, biarkan 1 menit
dan ukur diamtere sebar salep, kemudian di tambah dengan beban tambahan
200 gram dan didiamkan selama 1 menit, lalu ukur diameter sebarnya
e. Uji viskositas
f. Cycling Test
metode cycing test ini dilakukan dengan 6 siklus. Sediaan disimpan pada suhu
4̊ C selama 12 jam lalu dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu 40̊ C. Proses
a. Sterilisasi Alat-alat
autoklaf pada suhu 121̊ C selama 15 menit (Cahyanta & Ardiyanti, 2018).
streak plate (gores) dan diinkubasi selama 24 jam. Suspensi bakteri dibuat
pada tabung reaksi ditandai dengan cairan berubah menjadi keruh sesuai
5%,10%,15%, kontrol negatif dan kontrol positif pada lubang sumuran yang
dibuat. Kemudian diinkubasi selama 1x24 jam pada syhu 37̊C kemudian
Pada peneltian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara melihat hasil
penelitian tentang formulasi dan uji aktivitas antbakteri salep antijerawat ekstrak
daun beluntas (Pluchea Indica L.) terhadap bakteri Propionibacterium acnes yang
metode ANOVA.
BAB IV
A. Hasil Penelitian
Berat ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) yang diperoleh dengan ekstraksi
a. Uji Organoleptis
44
45
b. Uji pH
Tabel 4.3.Hasil Pengamatan pH
Pengamatan pH
Formula
Sebelum Setelah
Salep Range
Cycling test Cycling test
K (-) 5.6 5.8
FI 5.5 5.7
pH 4,5 - 6,5
FII 5.3 5.4
FIII 5.1 5.3
Keterangan:
K (-) : Kontrol negatif (formula salep tanpa ekstrak)
FI : Salep antijerawat dengan konsentrasi ekstrak sebanyak 5 %
FII : Salep antijerawat dengan konsentrasi ekstrak sebanyak 10 %
FIII : Salep antijerawat dengan konsentrasi ekstrak sebanyak 15 %
c. Uji Homogenitas
FI Homogen Homogen
e. Uji Viskositas
Tabel 4.6.Hasil Pengamatan Viskositas
Pengamatan viskositas
Formula
Sebelum Sesudah
Salep Range
Cycling test Cycling test
K (-) 2320 Cp 2110 Cp
FI 2510 Cp 2380 Cp
2000-4000 Cp
FII 2629 Cp 2520 Cp
FIII 3800 Cp 3559 Cp
Keterangan :
K (-) : Kontrol negatif (formula salep tanpa ekstrak)
FI : Salep antijerawat dengan konsentrasi ekstrak sebanyak 5 %
FII : Salep antijerawat dengan konsentrasi ekstrak sebanyak 10 %
FIII : Salep antijerawat dengan konsentrasi ekstrak sebanyak 15 %
47
Keterangan :
K (-) : Kontrol negatif (formula salep tanpa ekstrak)
FI : Salep antijerawat dengan konsentrasi ekstrak sebanyak 5 %
FII : Salep antijerawat dengan konsentrasi ekstrak sebanyak 10 %
FIII : Salep antijerawat dengan konsentrasi ekstrak sebanyak 15 %
K (+) : Kontrol positif (Salep Herbal Pusaka)
< 5 mm = Lemah
5-10 mm = Sedang
10-20 mm = Kuat
B. Pembahasan
ringan sampai infeksi berat bahkan kematian. Oleh karena itu, pengendalian
kerugian.
tingkat aktivitas antibakteri pada formula salep ekstrak etanol daun beluntas
(Pluchea indica L.). Pada tahap awal dilakukan yaitu pengolahan sampel daun
karena pengerjaan yang praktis dan alat yang digunakan sederhana dan mudah
L.) terutama senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri yang terdapat dalam
tersebut didapatkan ekstrak kental yaitu 27,38 gram dengan hasil rendamen
5,47%.
karena dengan pemilihan pelarut yang benar dapat mengikat zat-zat katif yang
49
lainnya. Dipilih etanol karena etanol tidak beracun dan berbahaya, selain itu
Etanol terbukti memiliki aktivitas yang tinggi dalam menarik flavonoid dan
proses penguapan.
salep antijerawat dengan penambahan ekstrak daun beluntas 10%, dan FIII
Formulasi sediaan salep antijerawat terdiri dari bahan aktif dan bahan
tambahan. Bahan aktif berupa ekstrak etanol daun beluntas yang berkhasiat
sebagai antiacne. Basis salep yang digunakan adalah PEG-400 dan PEG-4000,
basis tersebut termasuk basis larut air. Penggunaan basis salep PEG sebagai
zat tambahan, mempunyai banyak keuntungan antara lain sifat PEG yang
mudah dicuci dengan air sehingga dapat dapat dioleskan pada permukaan
50
kulit. Basis PEG ini juga dapat melepaskan zat aktif dengan baik
dibandingkan basis yang larut minyak, selain itu juga basis ini cocok untuk
Tahap selanjutnya adalah pengujian stabilitas fisik pada dua suhu yaitu
suhu rendah 4ºC dan suhu tinggi 40ºC, perbedaan suhu ini dilakukan dengan
tujuan untuk membandingkan kestabilan fisik dari sediaan pada kondisi yang
kulkas dengan suhu 4ºC selama 12 hari atau 6 siklus. Pengujian stabilitas
dengan mengamati ada tidaknya perubahan terhadap bentuk, warna dan bau
dari sediaan yang terjadi selama penyimpanan (Putri dkk. 2019). Hasil
sediaan salep ekstrak daun beluntas didapatkan hasil seperti tabel 4.2. Hasil
kontrol (-) bentuk setengah padat salep, dengan warna putih dan bau khas
basis. Pada formula I bentuk setengah padat salep, dengan warna hijau dan
bau khas oleum citri. Pada formula II bentuk setengah padat salep, warna
hijau tua dan bau khas oleum citri. Pada formula III bentuk setengah padat
salep, warna hijau kehitaman dan bau khas oleum citri . Sedangkan setelah
51
cycling test tidak terjadi perubahan bentuk, warna maupun bau dari keempat
formula tersebut. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan tetap
kulit yaitu antara 4,5-6,5 atau sesuai dengan nilai pH kulit manusia agar tidak
iritasi pada kulit sedangkan jika pH terlalu basa dapat menyebabkan kulit
sediaan adalah 5,6 namun setelah cycling test menungkat menjadi 5,8. FI pH
sedian adalah 5,5 dan setelah cycling test meningkat menjadi 5,7. FII pH
sediaan adalah 5,3 dan setelah cycling test meningkat mnejdai 5,4. Pada FIII
suhu, atau faktor lingkungan saat pembuatan dan penyimpanan (Putri dkk.,
sediaan salep memberikan hasil yang baik yaitu homogen dan stabil sebelum
dilakukan cycling test dan setelah cycling test. Dari hasil pengujian
52
bertujuan untuk mengetahui luas sebaran sediaan salep yang dibuat, semakin
besar daya sebar semakin bagus sediaannya. Suatu sediaan salep diharapkan
tekanan yang berarti. Semakin mudah dioleskan maka luas permukaan kontak
obat dengan kulit semakin besar, sehingga absorbsi obat ditempat pemberian
besar (diameter), diameter penyebaran salep yang baik antara 5-7 cm (Sawiji,
2021). Berdasarkan tabel 4.5 hasil pengamatan daya sebar sediaan salep pada
keempat formula didapatkan hasil kontrol (-) sebelum cycling test adalah 6
dan setelah cycling test menjadi 6,5. Pada FI sebelum cycling test didapatkan
5,7 dan setelah cycling test menjadi 6,5. Pada FII sebelum cycling test 5,4 dan
setelah cycling test menjadi 6,4. Pada FIII didapatkan 5,4 dan setelah cycling
dan setelah cycling test. Hal ini dapat disebabkan karena peningkatan daya
sebar berbanding lurus dengan nilai viskositas yang ditunjukkan pada setiap
formula didapatkan hasil pada kontrol (-) sebelum cycling test 2320 Cp dan
setelah cycling test menjadi 2110 Cp. Pada FI didapatkan 2510 Cp dan setelah
cycling test menjadi 2380 Cp. Pada FII didapatkan hasil 2629 dan setelah
cycling test menjadi 2520 Cp.Ppada FIII sebelum cycling test 3800 Cp dan
setelah cycling test menjadi 3559 Cp. Mengalami penurunan setelah cycling
test dikarenakan dipengaruhi adanya perubahan suhu dari 4oC ke 40oC selama
besar viskositas maka daya menyebarnya menjadi semakin kecil. Salep yang
Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas sediaan salep ekstrak etanol daun
dialkukan dengan perlakuan pada 6 cawan petri dengan 3 replikasi, media yang sudah
54
diberikan suspensi bakteri ditambahkan ekstrak daun beluntas dengan 5%, 10%, dan
15%.
memiliki zona hambat 13,6 mm dengan kategori kuat. Formula III memiliki
zona hambat 16, 2 mm dengan kategori kuat, pada kontrol negatif tidak
memiliki zona hambat, dan pada kontrol positif memiliki zona hambat 17,3
sediaan salep antijerawat ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea indica L.)
adalah formula ke III pada konsentrasi 15% dengan zona hambat 16,2 mm.
Kontrol (+) yang digunakan pada penelitian ini adalah Salep Pusaka
A. Kesimpulan
1. Ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea indica L.) dapat diformulasikan menjadi
2. Konsentrasi sediaan salep ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea indica L.) yang
konsentrasi yaitu pada formula I, II, dan III dan termasuk kategori kuat.
B. Saran
Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk
55
56
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 2006. Ilmu Meracik obat Teori & Praktik. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Ansel, H. C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Sarida
Ibrahim, Asmanizar, Aisyah, Edisi keempat. Jakarta, UI Press
Fauzi, A., R. & Nurmalina, R. 2012.Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta : Kelompok
Gramedia. Halaman 13, dan 81
Hafsari, A.R., Cahyanto. T., Suwarjo, T., Lestari. R. I. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea Indica L.) Terhadap Propionibacterium
Acnes Penyebab Jerawat. Teknologi Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung
Jati. Bandung
Jawetz, E., Melnick, J., L., & Adelberg E, A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran.
Terjemahan dari Medical Mikrobiology oleh Mudihardi, Mertaniasih,
Kuntaman, Alimsardjono. Salemba Medika. Surabaya
Maftuha, A. 2015. Pengaruh Infusa Daun Beluntas (Pluche Indica L.) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Epidermidis. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pendidikan Alam. Universitas Negeri Semarang
Muliyawan, D., & Suriyana N. 2013.A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta : PT. Elex Media
Kumputindo
Naibaho, D. H., Yamkan, V.Y., Weni, Wiyono. 2013. Pengaruh Basis Salep Ekstrak
Daun Kemangi (Ocinum sanchum L.) pada Kulit Punggung Kelinci yang
dibuat Infeksi Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi. UNSTRAT
57
Putri, R., Hardiansah, R., & Supriyanta J. 2020.Formulasi dan Evaluasi Fisik Salep
Antijerawat ekstrak Etanol 96% Daun Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap
Bakteri Propionibacterium acnes
Pramita, P., E. 2013. Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea
Indica L.) dan Daun Kemangi (oeinum basilium L.) Terhadap staphylococcus
Epidermidis ATCC 12228
Rohana, Stevani, Dewi R. 2019. Formulasi Sediaan Hand Sanitizer dari Ekstrak Biji
Pangi (Pangium edule Reinw). Media Farmasi, 15 (2), 199-200
Suru, E., Yamlean, P.V., & Astuty, W. 2019.Formulasi dan Uji Efektivitas Krim
Antbakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea Indica L.) Terhadap
Bakteri Propionibacterium Acnes. FMIPA UNSRAT. Manado
Wahyuni, D. K., Ekasar, W., Witono, J.R., & Purnobasuki. 2015. Toga Indonesia
(1rd ed). Surabaya. Airlangga Universitas Press
Yanhendri, S., W., Y. 2012. Berbagai Bentuk Sediaan Topikal dalam Dermatologi.
Cermin Dunia Kedokteran. 194 (36) : 423-30
Yulistia, B. S., Tri, A., Nur, R. 2016. Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Etanol Daun
Alpukat Sebagai antiacne. Jurnal. Akademi Farmasi Indonesia
Lampiran 1
Skema Penelitian
Ket:
1. Pengolahan Sampel
Dilakukan perajangan
Diserbukkan
61
Disaring
Ekstrak kental
62
Lampiran 2. Perhitungan
bobot ekstrak
Rendemen = x 100%
bobot serbuk
27,38 g
= x 100%
500 g
= 5,47%
a. Kontrol (-) salep tanpa ekstrak daun beluntas dengan bobot salep 20 g
0.05
1. Nipagin : 0.05 % ¿ x 20 g = 0.01 g
100
: 20 g - 0.01 g = 19.99 g
60
2. PEG 400 : 60% ¿ x 19.99 = 11.99 g
100
40
3. PEG 4000 : 40% ¿ x 19.99 = 8 g
100
5
1. Ekstrak daun beluntas : 5 % ¿ x 20 g = 1 g
100
0.05
2. Nipagin : 0.05 % ¿ x 20 g = 0.01 g
100
: 20 g – 1.01 g = 18.99 g
60
3. PEG 400 : 60% ¿ x 18.99 = 11.39 g
100
40
4. PEG 4000 : 40% ¿ x 18.99 = 7.59 g
100
10
1. Ekstrak daun beluntas : 10 % ¿ x 20 g =2g
100
0.05
2. Nipagin : 0.05 % ¿ x 20 g = 0.01 g
100
: 20 g – 2.01 g = 17.99 g
60
3. PEG 400 : 60% ¿ x 17.99 = 10.79 g
100
40
4. PEG 4000 : 40% ¿ x 17.99 = 7.19 g
100
15
1. Ekstrak daun beluntas : 15 % ¿ x 20 g = 3 g
100
0.05
2. Nipagin : 0.05 % ¿ x 20 g = 0.01 g
100
: 20 g – 3.01 g = 16.99g
65
60
3. PEG 400 : 60% ¿ x 16.99 = 10.19 g
100
40
4. PEG 4000 : 40% ¿ x 16.99 = 6.79 g
100
Rumus perhitungan :
g x vol
g =
1000 ml
Dimana :
aquadest
Jadi :
20 x 100
Medium NA (Nutrient Agar) =
1000 ml
=2g
Gambar.
Gambar.Pengeringan
Penghalusansampel
sampel
daundaun
beluntas (Pluchea indica
beluntas (Pluchea indica
L.) L.)
67
Gambar 2. Hasil Uji Orientasi Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.)
69
Gambar.
Gambar.Penyaringan
Peleburanekstrak
PEG 4000
diatas hot plate
Gambar.
Gambar.Pencampuran
Pembuatan bahan
sediaan
kedalam
salep lumpang
ekstrak daun beluntas
72
1. Uji organoleptis
2. Uji pH
3. Uji Homogenitas
6. Uji Viskositas
.
.
Gambar. Sterilisasi NA
Gambar. Penuangan campuran didalam autoclave
media dan suspensi bakteri
kedalam cawan petri
Gambar.
Gambar. Replikasi
Replikasi3 sediaan salep
1 sediaan Gambar. Replikasi 2 sediaan
konsentrasi 5%, 10%,15%
salep konsentrasi 5%, 10%,15% salep konsentrasi 5%, 10%,15%
87
1. UJI PH
Normalitas
Paired T-Test
2. DAYA SEBAR
89
Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Paired T-Test
Lower Upper )
Sebelum
Cycling -
Pair 1 -.80000 .21602 .10801 -1.14374 -.45626 -7.407 3 .005
Sesudah
Cycling
3. DATA VISKOSITAS
Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Paired T-tes
Lower Upper
Sebelum
Cycling -
Pair 1 172.50000 63.07932 31.53966 72.12673 272.87327 5.469 3 .012
Sesudah
Cycling
Normalitas
Tests of Normalitya
a. Zona Hambat is constant when Formula = Formula Kontrol Positif. It has been omitted.
91
Homogenitas
3.425 4 10 .052
Anova
ANOVA
Zona Hambat
Post Hoc
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Zona Hambat
Tukey HSD
(I) Formula (J) Formula Mean Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Difference (I-
Lower Bound Upper Bound
J)