Anda di halaman 1dari 47

ISSN 2302-187X Volume 6, Nomor 2, Maret 2018

Formulasi Gel Ekstrak Buah Tomat dan Benzofenon Serta Uji Nilai SPF 42 - 49
Lidia, Kiki Amalia, Fetty Vebriola

Sikap Tenaga Kefarmasian Dalam Pemberian Informasi Obat Diapet 50 - 55


Pada Swamedikasi Diaredi Apotek-Apotek Kecamatan Tampan
Kota Pekanbaru
Erniza Pratiwi, Intan Rahmayati Herlin Putri

Uji Cemaran Mikroba Pada Jamu Keliling yang Dijual Di Kelurahan 56 - 60


Simpang Baru Panam Pekanbaru Dengan Metode MPN
(Most Probable Number)
Emma Susanti, Riza Aprilliyani

Uji Cemaran Bakteri Escherichia coli dan Coliform Pada Susu Kedelai 61 - 65
yang Di Jual Di WarungKawasan Kelurahan Sukajadi
Kecamatan Sukajadi Pekanbaru
Melzi Octaviani , Izzatul Mey Thri Aria

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Kemukus 72 - 75


(Piper cubeba L.F) Terhadap Bakteri Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus
Emrizal, Siti Zuraida
Volume 6, Nomor 2, Maret 2018
Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia adalah publikasi ilmiah berkala yang terbit dua kali dalam satu
tahun dan menggunakan sistem peer-riview dalam seleksi makalah. Jurnal Penelitian Farmasi
Indonesia menerima naskah publikasi tentang hasil penelitian, survei dan telaah pustaka yang erat
kaitanya dengan bidang kefarmasian dan kesehatan. Naskah yang dimuat adalah hasil seleksi yang
telah disetujui dewan penyunting dan belum pernah dimuat di berkala ilmiah lainnya.

Pelindung
Ketua STIFAR Riau
Penanggung Jawab
Ketua LPPM STIFAR Riau
Ketua Dewan Editor
Haiyul Fadhli Sekretaris
Dewan Editor
Erniza Pratiwi

Dewan Editor
Meiriza Djohari
Rahayu Utami
Anita Lukman
Septi Muharni
Mustika Furi
Syilfia Hasti
Deni Anggraini
Sekretariat & Administrasi
Neni Frimayanti
Nofriyanti
Tiara Tri Agustini
Ihsan Ikhtiarudin
Ferdy Firmansyah
ISSN 2302-
187X
Alamat Redaksi

Lembaga Penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi


Jl. Kamboja Simpang Baru-Panam, Pekanbaru, Riau 28293
Telp. (0761) 588006, Fax. (0761) 588007 e-mail:
editor-jpfi@stifar-riau.ac.id
http:stifar-riau.ac.id
Uji Aktivitas - dkk 4

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BUAH


KEMUKUS (Piper cubeba L.F) TERHADAP BAKTERI Escherichia
coli DAN Staphylococcus aureus

Emrizal1*, Siti Zuraida2


Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau
Universitas Riau, Jl.Kamboja, Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28423 e-mail:
1*emrizal@stifar-riau.ac.id 2*sitizuraida009@gmail.com

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah kemukus (Piper cubeba L.F) yang bertujuan untuk mengetahui kandungan
metabolit sekunder dan aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah kemukus (Piper cubeba L.F) terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus. Metode yang digunakan adalah metode difusi agar pada konsentrasi 80, 40, 20, dan 10%. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak etanol
buah kemukus memiliki daerah diameter hambat berturut-turut 8,6; 8,1; 7,5 dan 7,3 bersifat antibakteri dalam kategori lemah terhadap Escherichia
coli, sedangkan terhadap Staphylococcus aureus memiliki diameter daerah hambat berturut-turut 8,9; 8,7; 7,6 dan 7,5 bersifat antibakteri dalam
kategori lemah.

Kata kunci: Piper cubeba L.F, Antibakteri, Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.

ABSTRACT
Experimental activity of antibacterial activity of ethanol extract of fruit of kemukus (Piper cubeba L.F) was done to find out the secondary metabolite
and antibacterial activity of ethanol extract of fruit (Piper cubeba L.F) against Escherichia coli and Staphylococcus aureus bacteria. The method used
was agar diffusion method at concentrations of 80, 40, 20, and 10%. The results showed that the ethanol extract of the steamed fruit had an inhibitory
diameter area of 8.6; 8.1; 7.5 and 7.3 are antibacterial in the weak category against Escherichia coli, whereas against Staphylococcus aureus has a
diameter of the inhibitory area of 8.9, respectively; 8.7; 7.6 and 7.5 are antibacterial in the weak category.
Keywords: Piper cubeba L.F, Antibacterial, Escherichia coli and Staphylococcus aureus.

dengan baik di daerah berhawa sejuk dengan


PENDAHULUAN ketinggian 100-1000 meter di atas permukaan
Kemukus merupakan salah satu komponen laut. Ksaran suhu yang baik untuk pertumbuhan
ramuan tradisional/jamu karena bersifat tanaman kemukus adalah 17°-27°C dengan
antiseptik, diuretik, karminatif, dan curah hujan berkisar antara 200 hari/tahun.
ekspektoran. Khasiat kemukus terutama untuk Selain itu dibutuhkan kondisi tanah yang cukup
penyakit kelamin (gonorhea), antidiare, asma, banyak mengandung humus serta agak miring
radang kantung kemih, disentri dan penyakit dan tempat yang rimbun atau tertutup pohon
perut lainnya seperti diare, keram perut dan sehingga tidak terkena sinar matahari secara
muntah-muntah (Gunawan dan Mulyani, 2004). langsung. Dengan persyaratan tersebut
tanaman kemukus dapat tumbuh baik dan
Saat ini kemukus dimanfaatkan sebagai bahan berproduksi sampai dengan umur 8-10
baku industri obat herbal untuk mengobati tahun.Musim panen buah kemukus
batuk dan asma karena memiliki aktivitas berlangsung setahun sekali yang dilakukan
trakeoplasmolitik. Selain dapat menstimulasi selama 2-3 bulan. Pemanenan dilakukan
lapisan mukosa bronkus untuk mengatasi terhadap buah yang telah tua yaitu buah yang
bronkitis dan batuk, bahan aktif kemukus juga telah berwarna hijau atau kuning kemerahan
bekerja sebagai diuretik (Kusumarini, 2016). (Ketaren, 2011).
Kandungan senyawa aktif pada tanaman
kemukus adalah glikosida, damar, hidrat arang,
tanin,garam alkali dan minyak atsiri (Cheppy
dan Hernani, 2001).

Di pulau Jawa tanaman kemukus diusahakan


sebagai tanaman sela diantara pohon-pohon
kopi dan coklat. Tanaman ini dapat tumbuh Gambar 1. Buah kemukus
5 Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 6(2), Maret 2018
ISSN 2302-187X

Antibakteri adalah obat atau senyawa yang penyebarannya, sehingga dibutuhkan biaya
dapat menghambat pertumbuhan atau penanggulangan yang relatif besar terutama
membasmi bakteri, khususnya bakteri yang untuk pengadaan obat-obatan. Penggunaan
bersifat merugikan manusia yang bersifat berbagai jenis tumbuhan di Indonesia sebagai
patogen. Senyawa yang hanya dapat tanaman obat tradisional telah lama dikenal
menghambat pertumbuhan bakteri tanpa oleh masyarakat jauh sebelum perkembangan
membunuhnya disebut dengan bakteriostatik, obat-obatan sintetik (Corwin, 2001).
sedangkan senyawa yang dapat membunuh
METODOLOGI PENELITIAN Alat
bakteri disebut dengan bakterisidal (Priyanto,
2008). Alat yang digunakan pada penelitian adalah
tabung reaksi dan raknya, aluminium foil,
Bakteri merupakan mikroba prokariotik timbangan analitik, autoklaf, inkubator, cawan
uniseluler, berkembang biak secara aseksual petri, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, lampu
dengan pembelahan sel. Semua bakteri spiritus, pipet mikro, jarum Ose, jangka sorong,
memiliki struktur sel yang relatif sederhana. benang, kain kasa, kertas cakram, beker gelas,
Berdasarkan morfologi sel bakteri, ada hot plate, spektrofotometer UV-Vis (UV-1800
beberapa bentuk dasar bakteri yaitu bulat shimadzu), pinset, batang pengaduk, spatel,
(coccus), batang atau silinder (bacilli) dan spiral perkamen dan lemari pendingin.
yaitu berbentuk batang melengkung atau
Bahan
melingkar-lingkar (Pratiwi, 2008).
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam
Bakteri Escherichia coli umumnya merupakan penelitian ini adalah ekstrak etanol buah
flora normal di saluran pencernaan manusia kemukus (Piper cubeba L.F), Nutrien Agar,
dan hewan. Kelebihan jumlah bakteri ini dapat Etanol, kertas cakram, bakteri uji Escherichia
menjadi penyebab penyakit diare. Escherichia coli (Gram-negatif), Staphylococcus aureus
coli termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. (Gram-positif) dan
Bakteri ini merupakan bakteri Gram negatif Ciprofloxacin5 µg/disc sebagai Kontrol positif.
berbentuk batang pendek dan mempunyai
flagel. Sedangakan bakteri Staphylococcus Pengambilan Sampel
aureus merupakan bakteri Gram positif, tidak Sampel yang digunakan adalah buah kemukus
membentuk spora, tak bergerak dan dapat (Piper cubeba L.F) yang diperoleh dari Pasar
tumbuh pada berbagai media pada suasana Pusat Jl. Sudirman Pekanbaru. Buah kemukus
aerob. Bakteri ini termasuk kedalam famili yang diambil merupakan buah yang sudah
micrococcaceae. Sel berbentuk kokus kering sebanyak 3 Kg.
ditemukan satu-satu, berpasangan, berantai Penyiapan Sampel
pendek, bergerombol menyerupai setangkai
anggur. Staphylococcus aureus menyebabkan Sampel yang disortasi kering dan dihaluskan
sebanyak 3 kg, dimasukkan ke dalam botol
infeksi kulit seperti furunkel, bisul dan
penanahan (Radji, 2011). berwarna gelap kemudian direndam dengan
pelarut etanol. Proses ekstraksi dilakukan
Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh berbagai ditempat yang terlindung dari cahaya matahari
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan dengan 3 kali pengulangan. Perendaman
virus. Indonesia dengan iklim tropis dan curah pertama dilakukan selama 5 hari dengan
hujan yang cukup tinggi merupakan tempat sesekali diaduk atau dikocok kemudian disaring
yang cocok bagi pertumbuhan dan sehingga diperoleh cairan berupa maserat.
perkembangbiakan mikroorganisme. Di Perendaman selanjutnya dilakukan selama 5
Indonesia penyakit infeksi sampai sekarang hari juga, kemudian maserat disaring. Maserat
masih menduduki urutan teratas dalam hal dari 3 kali perendaman dicampur dan
6 Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 6(2), Maret 2018
ISSN 2302-187X

dipekatkan menggunakan rotary evaporator Vis, sehingga diperoleh suspensi dengan


sehingga diperoleh ekstrak kental etanol buah transmitan 25% pada panjang gelombang 580
kemukus. Setelah itu ekstrak etanol buah nm.
kemukus dilakukan uji Skrining Fitokimia uji
Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji
alkaloid, uji flavonoid, uji fenolik, uji saponin, uji
steroid dan terpenoid. Larutan induk dibuat dengan cara melarutkan
ekstrak kental etanol buah kemukus sebanyak
Sterilisasi Alat Dan Bahan 800 mg dengan menggunakan 1 ml pelarut
Alat yang terbuat dari gelas (Tabung reaksi, etanol sehingga diperoleh konsentrasi 80%
cawan Petri, pipet ukur) yang dibungkus dengan larutan induk. Selanjutnya dari larutan induk
kertas koran, disterilkan menggunakan oven tersebut dibuat pengenceran dengan
pada suhu 160°C selama 2 jam. Medium nutrien konsentrasi 40, 20 dan 10%.
agar dan aquades yang telah di tutup dengan Uji Aktivitas Antibakteri
kapas dan kain kasa, disterilkan menggunakan Sebanyak 0,3 ml suspensi bakteri uji
autoklaf pada suhu 121°C selama 15 dimasukkan ke dalam cawan Petri steril,
menit.Pinset, jarum Ose, dan spatel disterilkan kemudian dimasukkan 1015 ml media NA,
dengan cara pemijaran diatas nyala api lampu lalu dihomogenkan dan dibiarkan memadat.
spiritus. Cawan Petri diputar agar media dan
Pembuatan Medium Nutrien Agar (NA) suspensi bakteri tercampur merata, lalu
Sebanyak 5 g serbuk Nutrien Agar (NA), dibiarkan hingga memadat. Setelah media
dilarutkan dalam 250 ml aquades kemudian padat, kertas cakram steril yang telah
dipanaskan di atas hot plate hingga mendidih diteteskan larutan uji diletakkan dengan
sambil diaduk dengan batang pengaduk sampai masing-masing konsentrasi sebanyak 10 µl
homogen, lalu dibiarkan beberapa saat. ke dalam cawan Petri yang telah berisi
Kemudian dimasukkan kedalamErlenmeyer dan bakteri uji. Sebagai kontrol positif adalah
ditutup mulut Erlenmeyer dengan kain kasa. ciprofloxacin dan kontrol negatif kertas
Kemudian dimasukkan dalam autoklaf untuk cakram yang ditetesi dengan menggunakan
disterilkan pada suhu 121°C dan selama 15 pelarut etanol. Lalu diinkubasi selama 24
menit (Fathir, 2009). jam pada suhu 37°C dengan membalikkan
cawan Petri tersebut. Amati zona bening
Peremajaan Bakteri yang dihasilkan pada sekitar cakram yang
Media NA steril yang telah dipanaskan dibiarkan berisi larutan uji dan ukur diameter
beberapa menit hingga suhunya sekitar 40-50°C hambatnya menggunakan jangka sorong.
dimasukkan kedalam tabung reaksi dan
HASIL DAN PEMBAHASAN.
dimiringkan dibiarkan mengeras kemudian
ditambahkan satu atau dua Ose bakteri Tabel 1. Hasil uji metabolit sekunder ekstrak
menggunakan jarum Ose steril dari stok murni buah kemukus ( Piper cubeba L.F).
dan digoreskan. Selanjutnya diinkubasi dalam Metabolit Pereaksi Hasil (+ / -)
Skunder
inkubator pada suhu 37°C selama 24 jam.
Alkaloid Mayer Endapan putih (+)
Perlakuan yang sama dilakukan pada setiap
Flavonoid Logam Mg + Warna jingga-
jenis bakteri uji.
Asam klorida merah (+)
Pembuatan Suspensi Bakteri pekat
Fenolik FeCl3 Biru (-)
Bakteri uji yang telah diinkubasi ditambahkan
Terpenoid Asam sulfa pekat Biru-ungu (-)
larutan NaCl Fisiologis, dihomogenkan
dan asam asetat
menggunakan vortex dan diukur transmitannya anhidrat
dengan menggunakan spektrofotometer UV-
7 Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 6(2), Maret 2018
ISSN 2302-187X

Steroid Asam sulfa pekat Merah (-) kecepatan maksimum dan tersedia nutrisi
dan asam asetat
untuk bakteri sehingga bakteri dapat tumbuh
anhidrat
Saponin - Busa yang tidak
dengan baik (Pratiwi, 2008).
hilang (-)
Media yang digunakan pada pengujian aktivitas
antibakteri adalah media Nutrient Agar (NA),
karena merupakan media yang baik untuk
Skrining fitokimia yang dilakukan pada
pertumbuhan bakteri. Untuk suspensi bakteri
ekstrak buah kemukus (Piper cubeba L.F),
dicapai tingkat kekeruhannya pada transmitan
membuktikan adanya golongan senyawa
25% yang diukur pada panjang gelombang 580
alkaloid dan flavonoid. Menggunakan
nm. Kekeruhan suspensi bakteri tersebut harus
pereaksi Mayer terbentuknya endapan
terukur untuk memberikan keseragaman
putih untuk alkaloid dan pereaksi logam Mg
populasi bakteri dalam suspensi bakteri uji,
yang ditambahkan asam klorida pekat
sehingga pengujian yang dilakukan memberikan
terbentuknya warna ungu untuk flavonoid.
hasil yang akurat. Larutan NaCl Fisiologis
Buah kemukus kering yang didapat dijadikan media peremajaan bakteri karena
sebanyak 3000 gram, serta sampel ekstrak larutan ini merupakan larutan yang dapat
kental yang diperoleh sebanyak 180 gram menghasilkan lingkungan isotonik bagi
dan rendemen hasil pemekatan yang pertumbuhan mikroba uji (Cappuccino dan
didapat yaitu 6%. Sherman, 2013).

Metode yang digunakan untuk pengujian Kontrol positif yang digunakan pada pengujian
aktivitas antibakteri dalam penelitian ini ini ialah antibiotik ciprofloxacin, antibiotik itu
adalah metode difusi agar. Metode ini sendiri merupakan semua substansi yang
dipilih karena sederhana dalam pengerjaan diketahui memiliki kemampuan untuk
dan teknik dan juga dapat langsung menghalangi pertumbuhan mikroorganisme
(Pratiwi, 2008). Kontrol positif ini berfungsi
74 sebagai pembanding diameter hambat
Emrizal,
terhadap ekstrak etanol buah kemukus (Piper
cubeba L.F) terhadap bakteri Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus. Sedangkan kontrol
negatif yang digunakan adalah pelarut yang
mengetahui respon hambatan pertumbuhan melarutkannya. Penggunaan kontrol negatif ini
bakteri pada pengujian aktivitas antibakteri untuk memastikan bahwa respon daya hambat
dengan konsentrasi tertentu, dengan cara yang terjadi benar-benar disebabkan oleh
mengukur diameter zona bening di sekitar ekstrak atau senyawa sebagai komponen aktif
cakram (Jawetz et al, 2013). dan bukan dari pelarut yang digunakan. Kontrol
positif, ciprofloxacine yang digunakan baik pada
Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini
bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus
adalah bakteri Escherichia coli dan
aureus memberikan zona hambat yang besar
Staphylococcus aureus. Bakteri ini digunakan
yaitu sebesar 34 mm dan 29,3 mm.Besarnya
untuk mewakili jenis bakteri Gram positif
diameter zona hambat dari kontrol positif ini
(Staphylococcus aureus) dan Gram negatif
membuktikan bahwa ciprofloxacine memang
(Escherichia coli). Bakteri yang merupakan
bersifat antibakteri. Jika dibandingkan dengan
kultur biakan, diremajakan terlebih dahulu
ekstrak sampel uji, maka dapat disimpulkan
dengan tujuan, agar diperoleh mikroba uji yang
bahwa ekstrak etanol dari buah kemukus (Piper
berada pada fase eksponensial. Pada fase ini
cubeba L.F) berpotensi dalam mematikan
mikroorganisme tumbuh dan membelah pada
8 Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 6(2), Maret 2018
ISSN 2302-187X

bakteri penyebab infeksi saluran cerna dan juga 80, 40, 20 dan 10% berturut-turut memberikan
mematikan bakteri penyebab infeksi kulit. hasil zona hambatan sebesar 8,6; 7,8;7,5; dan
7,4 mm dan ini termasuk kategori lemah.
Aktivitas antibakteri dapat diketahui dengan
Sedangkan pada bakteri Staphylococcus aureus
melihat diameter daya hambat atau diameter
juga berturut-turut memberikan hasil zona
zona bening yang terjadi disekeliling cakram
hambatan sebesar 8,9;8,7; 7,6 dan 7,5 mm dan
pada pertumbuhan bakteri di media agar yang
diameter zona hambat ini termasuk kategori
sudah padat.
lemah. Menurut CLSI (2013), diameter zona
Semakin besar diameter hambatnya maka hambat yang beraktivitas lemah adalah 0-9 mm,
semakin besar aktivitas antibakteri yang diameter yang beraktivitas sedang 1014 mm
dihasilkan suatu sampel uji tersebut, begitu dan diameter yang kuat 15-20 mm.
pula sebaliknya. Ada banyak faktor yang dapat KESIMPULAN
mempengaruhi uji aktivitas antibakteri suatu
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
sampel uji yaitu kecepatan difusi dari sampel
dapat disimpulkan bahwa pada aktivitas
yang berbeda-beda dan perbedaan respon
antibakteri ekstrak etanol dari buah kemukus
bakteri terhadap sampel tersebut. Hal ini yang
(Piper cubeba L.F) terhadap bakteri Escherichia
menjadi penyebab diameter hambat yang
coli dan Staphylococcus aureus pada
dihasilkan suatu sampel uji berbeda-beda
konsentrasi 80, 40, 20, dan 10% memberikan
(Dwijoseputro, 2003).
diameter zona hambat yang dapat
Pada pengujian aktivitas antibakteri ekstrak dikategorikan beraktivitas lemah.
etanol buah kemukus (Piper cubeba L.F) dibuat
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk
sampel dengan konsentrasi 80, 40, 20, dan 10%.
dapat melakukan uji aktivitas terhadap bakteri
Cara pengujian dilakukan dengan
lainnya, dan uji aktivitas antijamur dari ekstrak
mengencerkan ekstrak etanol buah kemukus
etanol buah kemukus (Piper cubeba L.F).
(Piper cubeba L.F) dengan pelarut etanol
dengan berbagai konsentrasi dari masing-
masing pelarut, kemudian sampel diteteskan DAFTAR PUSTAKA
pada kertas cakram sebanyak 10 µl, lalu biarkan Cappuccino, J.G dan Sherman, N., 2013. Manual Laboratorium
Mikrobiologi, Edisi 8, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
hingga kering. Tujuan pengeringan tersebut
Cheppy, S dan Hernani, 2001, Budidaya Tanaman Obat Komersial, Edisi
agar pelarut menguap dan sampel uji akan Kesatu. Jakarta.
tinggal di kertas cakram. Kemudian cawan Petri CLSI., 2013. Performance Standars for Antimicrobial Susceptibility,
yang sudah berisi seluruh cakram uji Wayne: Clinical and Laboratory Standards Institute.

dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 37°C Corwin, J.E., 2001.Patofisiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
selama 24 jam dengan posisi cawan Petri di Dwidjosaputro, 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi, Jakarta: Penerbit
FKUI.
balikkan.
Fathir, 2009. Mikrobiologi Dasar, Jakarta: Erlangga.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya Gunawan, D dan Mulyani, S., 2004.Ilmu Obat Alam. Bogor: Penerbit
diameter zona hambat yang dihasilkan ekstrak Swadaya.

etanol buah kemukus (Piper cubeba L.F) dengan Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A., Brooks, G.F., Butel, J.S., dan
Carroll, K.C., 2013.Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25.
konsentrasi yang berbeda. Jika dilihat dari rata- Terjemahan Nugroho. A.W et al. Editor Adityaputri. Jakarta: EGC.
rata diameter zona hambat yang dihasilkan
Ketaren, S., 2011. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Jakarta: Penerbit
sampel uji terhadap bakteri Escherichia coli Balai Pustaka.
dikaitkan dengan klasifikasi respon hambat Kusumarini. N. 2016. Keanekaragaman Kemukus di Jawa -Jurnal
pertumbuhan bakteri maka diameter daerah Program Studi Biologi Tumbuhan.1(1):6-7.

hambat bakteri terhadapekstrak etanol buah Pratiwi, T.S., 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

kemukus (Piper cubeba L.F) pada konsentrasi Priyanto., 2008. Farmakologi Dasar, Edisi II, Jakarta: Penerbit Leskonfi.
9 Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 6(2), Maret 2018
ISSN 2302-187X

Radji, M, 2011.Buku Ajar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran.
10

Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia, Vol 6.No.1 Juni 2020


Avaiable online at www.jurnal-pharmaconmw.com/jmpi p-ISSN :
2442-6032 e-ISSN : 2598-9979

Pengukuran Parameter Spesifik Dan Non Spesifik Ekstrak Etanol Daun


Matoa (Pometia pinnata J.R & G.Forst)

Fadillah Maryam, Burhanuddin Taebe, Deby Putrianti Toding


Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar

ABSTRAK

Maryam dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 1-12


11

Tanaman matoa (Pometia pinnata J.R. & G.Forst) telah Kadar senyawa yang terlarut pada pelarut air sebesar
dikenal memiliki banyak efek farmakologis dan 32,21%, sedangkan kadar senyawa yang larut dalam
digunakan sebagai obat tradisional. Salah satu dari etanol sebesar 38,56%. Susut pengeringan sebesar
tanaman matoa yang dimanfaatkan adalah daunnya 7,03%. Bobot jenis ekstrak sebesar 0,9013%. Kadar abu
yang berfungsi sebagai antibakteri, diuretik, analgesik total sebesar 2,46%, sedangkan kadar abu tidak larut
dan lain-lain. Agar dapat dijadikan sebagai bahan baku asam sebesar 0,049%. Kadar air ekstrak sebesar 5%.
obat tradisional maka perlu dilakukan standardisasi. Total cemaran bakteri sebanyak 7,8x104 koloni/g dan
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh nilai- cemaran kapang sebesar 5,5x104 koloni/g. Berdasarkan
nilai standar parameter spesifik dan non spesifik. hasil penelitian dapat dilihat beberapa parameter
Ekstrak etanol daun matoa diperoleh dengan cara spesifik dan non spesifik memenuhi standar mutu yang
ekstraksi metode maserasi menggunakan etanol 70% telah ditetapkan.
menghasilkan rendamen sebesar 12,98%. Ekstrak yang
dihasilkan merupakan ekstrak kering, berwarna coklat Kata Kunci: Daun Matoa, Parameter Spesifik dan
memiliki rasa pahit dan berbau khas serta mengandung Non Spesifik
metabolit sekunder berupa alkaloid, flavonoid, steroid,
tanin dan saponin dengan pola kromatogram yang Penulis Korespondensi :
menunjukkan adanya beberapa noda dengan nilai Rf Fadillah Maryam
yang berbeda. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar
E-mail : dilla.guerjel@yahoo.co.id
Kulit pohon matoa juga dapat digunakan sebagai
tuba ikan (Sangat et al, 2000).
PENDAHULUAN
Pada penelitian sebelumnya Rahimah et al.
Indonesia merupakan salah satu negara
(2013) didapatkan senyawa golongan flavonoid
dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang
dengan mengidentifikasikan senyawa dari isolat
memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman
yang diperoleh dari daun matoa (Pometia
tingkat tinggi. Hingga saat ini, tercatat 7000
pinnata J.R. & G. Forst). Selain itu daun matoa
spesies tanaman telah diketahui khasiatnya
juga mengandung saponin dan tanin (Variany,
namun kurang dari 300 tanaman yang digunakan
1999). Di Malaysia, rebusan daun dan kulit kayu
sebagai bahan baku industri farmasi secara
dipakai mandi untuk mengatasi demam.
regular. Sekitar 1000 jenis tanaman telah
Masyarakat Fiji menggunakan ekstrak daun
diidentifikasi dari aspek botani sistematik
untuk menghitamkan rambut. Rendaman daun
tumbuhan dengan baik (Saifuddin, dkk.,2011).
diair panas baik untuk mengobati disentri.
Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan Sedangkan influenza dan nyeri tulang sendi
sebagai obat tradisional adalah matoa (Pometia diobati dengan cara minum air perasan dari kulit
pinnata J.R. & G. Forst). Matoa merupakan jenis kayu bagian dalam pohon matoa, (Suharno dan
tanaman suku Sapindaceae yang tersebar di Tanjung, 2011).
wilayah Asia Tenggara (Malaysia dan
Penelitian ini mengacu pada penelitian dan
Indonesia) (Sudarmono, pengembangan tanaman berkhasiat obat.
Standardisasi sangat penting dilakukan untuk
2000). Tanaman ini telah dimanfaatkan oleh
mengembangkan obat dari bahan alam yang
Bangsa Asia (Papua, Malaysia dan Indonesia)
tersebar luas di Indonesia untuk menjamin mutu
sebagai salah satu bahan obat tradisional yang
serta keamanan dari sediaan obat tersebut yang
diketahui mengandung golongan senyawa berupa
nantinya dapat dikembangkan menjadi
flavonoid, tanin dan saponin (Dalimartha, 2005).
fitofarmaka ataupun obat herbal terstandar.
Secara empiris tanaman matoa telah banyak
Berdasarkan Keputusan Menteri
digunakan dalam pengobatan di beberapa
daerah. Daun matoa dapat digunakan sebagai Kesehatan RI No :
obat demam, sakit kulit dan bengkak keseleo.

Maryam dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 1-12


12

55/Menkes/SK/1/2000, obat tradisional yang dikumpulkan kemudian dilakukan proses


beredar di Indonesia harus memenuhi persyaratan remaserasi selama 2 x 24 jam dengan cara yang
mutu, keamanan dan kemanfaatannya (Depkes RI, sama dan menggunakan pelarut yang baru.
2000). Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu Setelah itu maserat diuapkan dengan cara
penelitian pengukuran parameter spesifik ekstrak diangin-anginkan hingga diperoleh
(organoleptis, pola kromatogram, macam-macam
ekstrak kering
kandungan kimia, penetapan kadar sari larut air
dan larut etanol) dan non spesifik (susut Pengujian Parameter Spesifik Pemeriksaan
pengeringan, kadar abu total, kadar abu tidak larut Identitas
asam, kadar air, bobot jenis dan cemaran mikroba) Pendeskripsian tata nama yaitu nama
pada daun matoa untuk mengetahui secara ilmiah ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan
kandungan yang terdapat dalam daun matoa yang digunakan dan nama Indonesia tumbuhan
sebagai bahan baku tanaman obat serta (Depkes RI, 2000).
manfaatnya dan untuk menjamin mutu dan
keamanannya.
Pemeriksaan organoleptik
METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Yaitu dengan pengenalan secara fisik dengan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : menggunakan panca indera dalam
alat-alat gelas, autoklaf, cawan penguap, cawan mendeskripsikan bentuk, bau, warna, rasa, ukuran
petri, desikator, enkas, gegep, handscoon, hot
plate, inkubator, kamera, krus porselin, LAF, Lampu Pengujian Kandungan Kimia Identifikasi
UV, masker, oven, piknometer, tabung reaksi, alkaloid
tanur, termometer, timbangan analitik, dan toples Sejumlah ekstrak dimasukkan kedalam tabung
kaca. reaksi, ditetesi dengan HCl 2N, lalu dibagi dalam
beberapa tabung reaksi. Tiap tabung ditambahkan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
dengan masing-masing pereaksi. Pada
aquadest, asam asetat anhidrat, DMSO 10%, etanol
penambahan pereaksi mayer, positif sejumlah
95% dan 70%, eter, FeCl3, HCl pekat, HCl 2N, H2SO4
mengandung alkaloid jika membentuk endapan
10%, H2SO4 pekat, kertas saring, kloroform,
putih atau kuning. Pada penambahan pereaksi
lempeng silika GF 254, NaCl, n-Heksan, Nutrient
wagner, positif mengandung alkaloid jika terbentuk
agar (NA), pereaksi mayer, wagner dan
endapan coklat. Pada penambahan pereaksi
dragendroff, Potato Dextrose Agar (PDA), serbuk
dragendroff, positif mengandung alkaloid jika
Mg, daun matoa (Pometia pinnata J.R. & G. Forst)
terbentuk endapan jingga (Kusumawati, dkk. 2003).
dan toluen.
Identifikasi flavonoid
Pengolahan Sampel Sejumlah 0,5 gram ekstrak dimasukkan kedalam
Diambil daun matoa kemudian dicuci dengan tabung reaksi dilarutkan dalam 2 mL etanol 70%
air mengalir. Kemudian dirajang dan dikeringkan kemudian diaduk, ditambahkan serbuk magnesium
dengan cara dianginanginkan langkah 0,5 g dan 3 tetes HCl pekat. Apabila terbentuk
selanjutnya yaitu daun matoa disimpan dalam warna jingga sampai merah menunjukkan adanya
wadah kaca, tertutup rapat, terlindung dari sinar flavon, merah sampai jingga menunjukkan flavanol,
matahari serta pada suhu kamar. jingga sampai merah keunguan menunjukkan
Pembuatan Ekstrak flavanon (Mojab, dkk., 2003) (Kusumawati, dkk.,
2003).
Simplisia daun matoa diekstraksi dengan
metode maserasi menggunakan pelarut etanol Identifikasi saponin
70%. Sejumlah 400 gram daun matoa kering Sejumlah 0,5 gram ekstrak dimasukkan kedalam
dimasukkan ke dalam wadah maserasi kemudian tabung reaksi ditambahkan 10 mL air panas,
direndam dengan 4 liter pelarut etanol 70% dinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10
selama 3 x 24 jam dan dilakukan pengadukan detik. Positif mengandung saponin jika terbentuk
sesekali. Saring, maserat berupa ekstrak cair busa setinggi 1-10 cm selama tidak kurang dari 10
Maryam dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 1-12
13

menit dan pada penambahan 1 tetes HCL 2 N, busa yang telah ditara (W0) dengan cara didiamkan
tidak hilang (Depkes RI, 1995). sampai pelarutnya menguap dan tersisa residunya.
Residu dipanaskan pada suhu 1050C hingga bobot
Identifikasi tanin tetap (W2), hitung kadar dalam % sari larut etanol.
Sejumlah 0,5 gram ekstrak dimasukkan kedalam
tabung reaksi kemudian dikocok dengan air Pola Kromatogram (KLT)
panas hingga homogen setelah itu ditambahkan Ekstrak etanol daun matoa (Pometia pinnata J.R.
FeCl3, jika menghasilkan biru karakteristik biru- & G. Forst) ditotolkan pada lempeng silica,
hitam, berarti mengandung tanin pirogalol. selanjutnya dielusi dengan fase gerak yang cocok
Sedangkan untuk tanin katekol dianggap positif dengan perbandingan tertentu. Hasil penampakan
jika pada penambahan larutan FeCl3 maka akan noda dapat dilihat melalui lampu UV 254 nm, 366
berwarna hijau atau biru-hijau dan endapan nm dan juga dapat menggunakan pereaksi semprot
(Kusumawati, dkk., 2003). H2SO4 kemudian dihitung nilai Rf
Identifikasi Terpenoid dan Steroid (Depkes, 1989).
Ekstrak dimasukkan sedikit dalam tabung reaksi Pengujian Parameter Non Spesifik.
kecil, lalu dikocok dengan sedikit eter. Lapisan
eter diambil lalu diteteskan pada plat tetes, dan Penetapan Susut Pengeringan
dibiarkan sampai kering. Setelah kering, Ditimbang ekstrak sebanyak 1 g dan dimasukkan
ditambahkan dua tetes asam asetat anhidrat dan kedalam krus porselin tertutup yang sebelumnya
satu tetes asam sulfat pekat. Apabila terbentuk sudah dipanaskan pada suhu 1050 selama 30
warna orange, merah atau kuning berarti positif menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang,
terpenoid. Tetapi apabila terbentuk warna hijau ekstrak diratakan dalam krus porselin dengan
berarti positif steroid (Soetamo dan Soediro, menggoyangkan krus hingga membentuk lapisan
1997; Depkes RI, 2000). setebal 5 mm – 10 mm, masukkan kedalam oven,
buka tutupnya, keringkan pada suhu 1050 hingga
Kadar Senyawa Yang Larut dalam Air bobot tetap. Dinginkan dalam eksikator. Lakukan
Ekstrak sebanyak 2,5 g replikasi sebanyak 3 kali kemudian dihitung
persentasenya (Depkes RI, 2000).
(W1) ditimbang, disari selama 24 jam dengan
50 mL air kloroform LP menggunakan labu ukur. Penetapan Kadar Abu Total Sebanyak 1
g ekstrak ditimbang seksama (W1) dimasukkan
Kocok sesekali selama 6 jam pertama, diamkan dalam cawan porselin yang telah dipijarkan dan
selama 18 jam dan di saring. Filtrat yang diperoleh ditimbang sebelumnya. Pijarkan dalam tanur
secara perlahan (dengan suhu dinaikkan secara
diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal
bertahap hingga 600 ± 250C (Depkes RI, 1980
berdasar rata yang telah ditara (W0) dengan cara dalam Arifin, H.,Anggraini, Handayani & Rasyid,
didiamkan sampai pelarutnya menguap dan 2006) hingga arang habis. Setelah itu,
didinginkan dalam eksikator dan ditimbang
tersisa residunya. Residu dipanaskan pada suhu hingga bobot konstan (W2). Percobaan dilakukan
1050C hingga bobot tetap (W2), hitung kadar sebanyak 3 kali dan dihitung kadar abu.
dalam % sari larut air. Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut
Kadar Senyawa Yang Larut dalam Etanol Dalam Asam
Ekstrak sebanyak 2,5 g (W1) ditimbang,
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar
dimaserasi dengan 50 mL etanol 95% selama 24 jam
abu total dididihkan dengan 25 mL asam klorida
menggunakan labu bersumbat. Kocok sesekali
pekat selama 5 menit, kumpulkan bagian yang
selama 6 jam pertama, diamkan selama 18 jam dan
tidak larut asam dipisahkan dengan cara disaring
disaring dengan cepat untuk menghindari
menggunakan kertas saring bebas abu dan
penguapan etanol. Filtrat yang diperoleh diuapkan
residunya dibilas dengan air panas. Abu yang
hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata
tersaring dan kertas saringnya dimasukkan
Maryam dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 1-12
14

3
kembali dalam krus silikat yang sama. Setelah itu dan 10-4 (Volk & Wheeler, 2013 ; Depkes RI,
ekstrak dipijarkan dengan menggunakan tanur 2000 ;
secara perlahan-lahan (dengan suhu dinaikkan
Saifuddin, dkk.,2011).
secara bertahap hingga 600 ± 250C
(Depkes RI, 1980 dalam Arifin, Angka Lempeng Total (ALT)
Dipipet 1 mL dari tiap pengenceran kedalam
H.,Anggraini, Handayani & Rasyid, 2006) hingga
cawan petri yang steril (duplo), dengan
arang habis. Kemudian ditimbang hingga bobot
menggunakan pipet yang berbeda dan steril
tetap (W3).
untuk tiap pengenceran. Ke dalam tiap cawan
Bobot Jenis petri dituangkan 5 mL media Nutrient Agar yang
Bobot jenis ekstrak ditentukan terhadap hasil telah dicairkan bersuhu kurang lebih 450C. Cawan
pengenceran ekstrak 5% dalam pelarut etanol petri digoyangkan dengan hati-hati (putar dan
dengan alat piknometer. Digunakan piknometer goyangkan ke depan dan ke belakang serta ke
kering, bersih dan telah dikalibrasi dengan kanan dan ke kiri) hingga sampel bercampur rata
menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang dengan pembenihan. Kemudian dibiarkan hingga
baru dididihkan pada suhu 250C kemudian campuran dalam cawan petri membeku. Cawan
ditimbang (W1). Ekstrak cair diatur suhunya kurang petri dengan posisi terbalik dimasukkan kedalam
lebih lemari inkubator suhu 350C selama 24 jam. Catat
pertumbuhan koloni pada masing-masing cawan
200C lalu dimasukkan ke dalam piknometer kosong, yang mengandung 30-300 koloni setelah 24 jam.
buang kelebihan ekstrak, atur suhu piknometer Hitung ALT dalam koloni/g sampel dengan
yang telah diisi hingga suhu 250C kemudian mengalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan
ditimbang (W2). dengan faktor pengenceran yang sesuai (Depkes
Kadar Air RI, 2000 ; Saifuddin, dkk., 2011).
Penetapan kadar air dengan cara destilasi Kapang dan Khamir
toluen. Toluen yang digunakan dijenuhkan dengan Kedalam cawan petri yang steril (duplo)
air terlebih dahulu, setelah dikocok didiamkan, tuangkan 5 mL media Potato Dextros Agar yang
kedua lapisan air dan toluen akan memisah, lapisan telah dicairkan bersuhu 450C, biarkan membeku
air dibuang. Kemudian ditimbang ekstrak sebanyak pada cawan. Pipet 0,5 mL dari tiap pengenceran
10 g dan dimasukkan kedalam labu alas bulat dan kedalam cawan petri yang steril (metode semai),
ditambahkan toluen yang telah dijenuhkan dengan dengan menggunakan pipet yang berbeda dan
air. Labu dipanaskan hati-hati selama 100 menit, steril untuk tiap pengenceran. Cawan petri
setelah toluen mulai mendidih, penyulingan diatur digoyangkan dengan hati-hati hingga sampel
2 tetes/detik, lalu 4 tetes/detik. Setelah semua tersemai secara merata pada media. Kemudian
toluen mendidih dilanjutkan pemanasan selama 5 diinkubasikan pada suhu kamar atau 250C selama 7
menit. Biarkan tabung menerima dingin hingga hari. Dicatat hasil sebagai jumlah kapang dan
suhu kamar. Volume air dibaca sesudah toluen dan khamir/g sampel (Saifuddin, dkk., 2011).
air memisah sempurna. Lakukan replikasi sebanyak
3 kali kemudian dihitung persentasenya (Saifuddin, HASIL DAN PEMBAHASAN
dkk., 2011). Pada penelitian ini digunakan sampel daun
matoa (Pometia pinnata J.R. &
Cemaran Mikroba
Pada penyiapan sampel sebanyak 1 g ekstrak G.Forst) yang didapatkan dari
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dilarutkan kota Jayapura. Berdasarkan beberapa penelitian
dalam 10 mL DMSO 10% dikocok hingga daun matoa memiliki potensi sebagai obat
homogen didapatkan pengenceran 10 . -1 tradisional sehingga perlu dilakukan standardisasi
Disiapkan 3 tabung, lalu masukkan 9 mL bahan baku ekstrak daun matoa. Adapun tujuan dari
-1
pengencer 10 kedalam tabung pertama, kocok standardisasi yaitu untuk menjamin mutu dan
hingga homogen didapatkan pengenceran 10 , -2 keamanan ekstrak tanaman obat. Penetapan
selanjutnya dilanjutkan dengan pengenceran 10- standard mutu suatu ekstrak meliputi penetapan
Maryam dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 1-12
15

organoleptik, kadar senyawa terlarut pada pelarut nama secara spesifik (Depkes RI, 2000). Hasil
tertentu, kandungan kimia, pola kromatogram, pemeriksaan identitas dapat dilihat pada tabel 1.
susut penegering, kadar air, kadar abu total, kadar
abu tidak larut asam, bobot jenis dan cemaran Uji kandungan kimia bertujuan untuk memberikan
mikroba. gambaran awal komposisi kandungan kimia
(Depkes RI, 2000). Hasil yang diperoleh dari uji
Penelitian ini diawali dengan proses kandungan kimia menunjukkan bahwa ekstrak
ekstraksi daun matoa yang telah dikeringkan etanol daun matoa mengandung senyawa alkaloid,
dengan metode maserasi. Maserasi merupakan flavonoid, steroid, tanin dan saponin.
cara ekstraksi yang paling mudah dilakukan dan
dalam prosesnya tidak dilakukan pemanasan
Tabel 2. Identifikasi Kandungan Kimia
sehingga menghindari kerusakan dari zat aktif
Golongan
yang terkandung dalam simplisia. Proses Literatur Hasil Ket
Senyawa
maserasi dilakukan menggunakan cairan penyari
Alkaloid Endapan putih
etanol 70%. Penggunaan etanol 70% sebagai Endapan
P.Mayer
larutan penyari karena etanol memiliki Endapan coklat coklat
kemampuan menyari senyawa pada rentang Endapan
P.Wagner
polaritas yang lebar mulai dari senyawa polar Endapan jingga coklat +
Endapan
hingga nonpolar, tidak toksis dibanding dengan P.Dragendor jingga
pelarut organik yang lain, lebih mudah diuapkan f
dengan air, tidak mudah ditumbuhi mikroba dan Larutan merah,
relatif murah (Saifuddin dkk, 2011). Flavonoid kuning atau jingga Larutan merah +

Simplisia daun matoa sebanyak 400 gram Terbentuk busa 1- Terbentuk


Saponin +
dimaserasi dengan cairan penyari etanol 70% 10 cm busa
sebanyak 4 liter dan dilakukan remaserasi Larutan hijau/
dengan jumlah pelarut yang sama. Ekstrak kering Steroid/ Larutan Larutan hijau +
yang diperoleh sebanyak 51,9431 gram dengan Terpenoid merahkekuningan
persen rendamen sebesar 12,98%. Rendamen
Larutan hijau, biru Larutan hijau
ekstrak dihitung dengan membandingkan berat Tanin atau hijau-hitam kehitaman +
ekstrak kering yang diperoleh terhadap jumlah
serbuk simplisia yang digunakan pada proses Ket : (-) = tidak mengandung senyawa,
ekstraksi. Rendemen menggunakan satuan
(+) = mengandung senyawa
persen (%), semakin tinggi nilai rendemen yang
dihasilkan menandakan nilai ekstrak yang Tabel 3. Hasil Pola Kromatogram
dihasilkan semakin banyak. Ekstrak yang
didapatkan kemudian dilakukan pengukuran Nilai Rf
parameter spesifik dan non spesifik. Sampel Eluen UV 365 UV 254
nm nm
Tabel 1. Pemeriksaan Identitas
R1 = 0,94 R1 = 0,60
Deskripsi Hasil Kloroform : etil
R2 = 0,54 R2 = 0,47
Nama Ekstrak Kering Pometia pinnata Daun Matoa asetat
R3 = 0,45 R3 = 0,30
Extractum (1:9)
R4 = 0,34
Nama Latin Tanaman Pometia pinnata
Tujuan dari pengujian KLT yaitu untuk
memberikan gambaran awal komposisi
Bagian Tanaman Pometia Folium
kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram
Nama Indonesia Matoa
(Depkes RI, 2000). Analisis dengan menggunakan
Tanaman
KLT merupakan pemisahan komponen kimia
berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi yang
Pemeriksaan identitas simplisia dan ekstrak ditentukan oleh fase diam
bertujuan untuk memberikan identitas obyektif
Maryam dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 1-12
16

(adsorben) dan fase gerak (eluen). Uji ini campuran keduanya merupakan cairan pelarut
dilakukan dengan melakukan orientasi eluen yang diperbolehkan dan memenuhi syarat
terlebih dahulu dengan tingkat kepolaran yang kefarmasian. Hasil yang diperoleh yaitu sebesar
berbeda untuk mendapatkan pelarut yang 32,21% untuk kadar senyawa larut air.
mampu memberikan pemisahan yang baik serta Sedangkan untuk kadar senyawa larut etanol
noda zat warna yang bagus. Eluen yang baik sebesar 38,56%. Penjumlahan hasil kadar sari
adalah eluen yang bisa memisahkan senyawa larut air dan etanol juga memenuhi syarat yaitu
dalam jumlah yang banyak ditandai dengan tidak melebihi 100%. Penjumlahan kadar sari
munculnya noda. Noda yang terbentuk tidak larut air dan kadar sari larut etanol suatu ekstrak
berekor dan jarak antara noda yang satu dan seharusnya tidak akan lebih dari 100% (Saifudin,
yang lainnya jelas (Harborne, 1987). Dari hasil dkk.,2011). Dapat dilihat juga ekstrak lebih
orientasi didapatkan eluen kloroform : etil asetat banyak terlarut dalam etanol dibandingkan air
(1:9). menunjukkan senyawa aktif dalam ekstrak lebih
cenderung mudah tersari dalam etanol dibanding
Adanya beberapa noda pada ekstrak dengan nilai
air karena pelarut etanol merupakan pelarut
Rf yang berbeda secara kualitatif menunjukkan
universal sehingga mampu menarik senyawa
adanya beberapa senyawa yang terkandung dalam
polar dan non polar sedangkan air hanya mampu
ekstrak tersebut. Nilai Rf yang baik berkisar antara
menarik senyawa yang bersifat polar.
0,2-0,8. Senyawa yang mempunyai nilai Rf besar
berarti memiliki kepolaran yang rendah begitupun
sebaliknya dikarenakan sifat fase diam yang polar.
Senyawa yang lebih polar akan tertinggal pada fase
diam sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.
Jika Rf terlalu tinggi yang harus dilakukan adalah
Tabel 5. Hasil Pengukuran Susut Pengering
mengurangi kepolaran eluen ataupun sebaliknya
Kadar (%) Rerata
(Ewing, 1985). Pengamatan dilakukan pada sinar Pengujian
UV dengan panjang gelombang 254 nm warna pada I II III (%) Syarat
noda terlihat hijau dikarenakan plat yang Susut ≤10
7,82 6,99 6,28 7,03
digunakan adalah silika gel GF 254 yang akan Pengeringan %
berfluoresensi pada panjang gelombang pendek Parameter susut pengeringan merupakan
yakni 254 nm (Rohman, 2009). Pada penyemprotan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
dengan menggunakan H2SO4 bertujuan untuk temperatur 1050C selama 30 menit atau sampai
memperjelas noda yang tampak pada lampu UV berat konstan yang dinyatakan sebagai nilai persen.
254 dan 365. Dengan mengetahui susut pengeringan dapat
memberikan batasan maksimal tentang besarnya
senyawa yang hilang pada proses pengeringan
Tabel 4. Hasil Pengukuran Kadar (Depkes RI, 2000). Nilai susut pengeringan yang
Senyawa Dalam Pelarut Tertentu diperoleh dari ekstrak daun matoa adalah sebesar
Parameter Kadar (%) Rerata 7,03%. Hal ini menunjukkan besarnya kadar air dan
(%) Syarat
I II III senyawa-senyawa yang hilang selama proses
Sari larut air ≥12% pengeringan adalah 7,03%. Persyaratan yang baik
26,24 34,48 35,92 32,21 untuk susut pengeringan adalah kurang dari 10%,
karena susut pengeringan juga mewakili
Sari larut ≥6,7
42,6 31,2 41,9 38,56 kandungan air yang yang menguap.
etanol %
Tabel 6. Hasil Pengukuran Kadar Air
Parameter senyawa terlarut dalam air dan
Kadar (%) Rerata
etanol bertujuan untuk mengetahui jumlah
Pengujian Syarat
senyawa yang terlarut dalam air (bersifat polar) I II III (%)
maupun etanol (bersifat semi polar-non polar) Kadar Air 5 5 5 5 <10%
(Saifudin, dkk.,2011). Kedua pelarut ini dan

Maryam dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 1-12


17

Penetapan kadar air dilakukan untuk menetapkan Bobot jenis Daun matoa
residu air setelah proses pengentalan atau 0,903 0,8949 0,906 0,9013
pengeringan. Hasil penetapan kadar air ekstrak Bobot jenis diartikan sebagai perbandingan
daun matoa sebesar 5%. Range kadar air kerapatan suatu zat terhadap kerapatan air dengan
tergantung jenis ekstrak, untuk ekstrak kering nilai masa persatuan volume. Penentuan bobot
kadar air <10% (Voight, 1995). Kadar air jenis bertujuan untuk memberi batasan tentang
menentukan stabilitas suatu ekstrak, biasanya besarnya massa persatuan volume yang
kadar air yang berisiko adalah lebih dari 10% merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai
(Saifudin, dkk.,2011). menjadi ekstrak kental yang masih dapat dituang,
Tabel 7.Hasil Pengukuran Kadar Abu bobot jenis juga terkait dengan kemurnian ekstrak
PengujianKadar (%) Rerata Syara dari kontaminasi (Depkes RI, 2000). Ekstrak yang
(%) t digunakan adalah ekstrak kental yang diencerkan
I II III
5% terlebih dahulu dengan etanol 70% sebagai
Kadar abu ≤10,2% pelarut. Hasil dari pengukuran bobot jenis ekstrak
total 2,39 2,09 2,91 2,46
etanol daun matoa yaitu 0,9013 g/mL.
Kadar abu ≤2% Tabel 9. Hasil Pengukuran Cemaran
tidak larut 0,077 0,040 0,030 0,049
Mikroba
asam
Syarat
Hasil
Parameter (koloni/g)
(koloni/g)
Penentuan kadar abu dilakukan untuk Dirjen POM
memberikan gambaran kandungan mineral Cemaran bakteri 8,2 x 104 1 x 106
internal dan eksternal yang berasal dari proses
Cemaran kapang 1,7 x 103 1 x 104
awal sampai terbentuknya ekstrak. Pada tahap
ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah
dan turunannya terdestruksi dan menguap mikroorganisme yang diperoleh dan untuk
sampai tinggal unsur mineral dan anorganik saja menunjukkan ada tidaknya bakteri tertentu dalam
sedangkan untuk penetapan kadar abu yang ekstrak. Pada ekstrak daun matoa terdapat
tidak larut asam dimaksudkan untuk cemaran bakteri sebesar 8,2 x 104 koloni/g dan
mengevaluasi ekstrak terhadap kontaminasi cemaran kapang/khamir sebesar 1,7 x 103 koloni/g.
bahanbahan yang mengandung silika seperti Menurut SK Dirjen POM No : 03726/B/SK/VIII/89,
tanah dan pasir. ini berada dibawah batas maksimum yaitu 106
Kadar abu total yang diperoleh dari ekstrak koloni/g un tuk bakteri dan 104 koloni/g untuk
daun matoa sebesar 2,46% sedangkan untuk kapang. Rendahnya pertumbuhan bakteri ini juga
kadar abu tidak larut asam sebesar 0,049% juga bisa disebabkan karena ekstrak yang digunakan
memenuhi syarat WHO yaitu tidak boleh lebih adalah ekstrak etanol yang dapat menghambat
dari 2%. pertumbuhan bakteri atau mikroba dalam ekstrak.
Pada kontrol media juga tidak ditumbuhi bakteri
Kadar abu hendaknya mempunyai nilai kecil dan jamur yang berarti bahwa tidak ada
karena parameter ini menunjukkan adanya kontaminan dari media yang digunakan.
cemaran logam berat yang tahan pada suhu
tinggi KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik
(Isnawati dan Arifin, 2006). kesimpulan sebagai berikut

:
Tabel 8. Hasil Pengukuran Bobot Jenis
Pada pengujian parameter spesifik ekstrak etanol
Replikasi sampel
daun matoa didapatkan identitas ekstrak dengan
Rerata
Parameter Sampel pengamatan organoleptik ekstrak kering
I II III (g/mL)
berwarna coklat, berbau khas dan memiliki rasa
Maryam dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 1-12
18

yang pahit. Ekstrak etanol daun matoa Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, Makanan, P.77, 185
saponin dan steoid. Kandungan senyawa dalam Ditjen POM, 1995, Materia Medika
ekstrak yang larut di dalam air 32,21% sebesar Indonesia, Departemen Kesehatan Republik
dan senyawa larut dalam etanol sebesar 38,56% Indonesia : Jakarta
hasil ini memenuhi persyaratan.
1 Pada pengujian non spesifik ekstrak etanol Harborne, J.B, 1987, Metode Fitokimia:
daun matoa didapatkan hasil susut
Penuntun Cara Modern
pengeringan sebesar 7,03%. Bobot jenis
Menganalisa Tumbuhan, Penerbit
sebesar 0,9013 g/mL. Kadar abu total sebesar
ITB : Bandung
2,46% dan kadar abu tidak larut asam sebesar
0,049%. Kadar air sebesar 5%. Cemaran
bakteri sebesar 8,2 x 104 koloni/g dan
cemaran kapang sebesar 1,7 x 103 koloni/g.
Hasil pengujian parameter nonspesifik telah
memenuhi persyaratan ekstrak yang telah
ditetapkan oleh Depkes RI dan WHO.

SARAN
Perlu dilakukan penelitian
parameter spesifik dan non spesifik yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI, 2011, Taksonomi Koleksi Tanaman Obat
Kebun Tanaman Obat Citeureup, Volume
Ketiga, Direktorat Obat Asli Indonesia :
Jakarta. P.84
BPOM RI, 2011, Acuan Sediaan Herbal.

Badan Pengawas Obat Dan

Makanan : Jakarta, P.107

Dalimartha S, Adrian F., 2005, Makanan dan


Herbal Untuk Penderita
Diabetes Melitus, Jakarta: Penabur Swadaya

Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter


Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat, cetakan pertama, Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
P.10-12 :
Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 1989, Materia Medika


Indonesia, Jilid V, Departemen
Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1980,


Materia Medika Indonesia, Jilid IV,

Maryam dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 1-12


19

Isnawati, A.,dan Arifin K.M. 2006. Karakterisasi Voight, R. 199,. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi.
Daun Kembang Sungsang (Gloria Gadjah Mada University
superba L) dari aspek Fitokimia. Media
Litbang Kesehatan, 16(4), 8-14 Press : Jogjakarta .

Kusumawati, I., Djatmiko, W., dan

Rahman, A. Studiawan, H., Ekasari, Maryam


Volk & Wheeler, 2013, Mikrobiologi Dasar Jilid 1
W. 2003. Eksplorasi Edisi Kelima. Erlangga : Jakarta.
Keanekaragaman dan Kandungan Kimia
Tanaman Obat di Hujan Tropis Gunung
Arjuno. Jurnal
Bahan Alam Indonesia, 2(3): 100-
104

Mojab F, Kamalinejad M, Naysaneh G. & Hamid


RV, 2003, Phytochemical Screening of Some
Species of Iranian Plants, Iranian Journal
of
Pharmaceutical Research. 2003, 77-
82

Rahimah., Endah, S., dan Afghani Jayuska, 2013,


Karakterisasi Senyawa Flavonoid Hasil
Isolat Dari Fraksi Etil Asetat Daun
Matoa (Pometia pinnaata J.R.Forst &
G.Forst). Fakultas MIPA. Universitas
Tanjungpura.

Saifuddin, A., Rahayu, V., dan Teruna, H., Y, 2011,


Standarisasi Bahan Obat Alam. Graha Ilmu :
Yogyakarta
Sangat HM et al, 2000, Kamus Penyakit dan
Tumbuhan Obat Indonesia
(Etnofitomedika), Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Sudarmono, 2000, Matoa (Pometia pinnata).
Keragaman Jenis dan Potensi. Proseding
Seminar Sehari Menggali Potensi dan
Meningkatkan Prospek Tanaman
Hortikultura Menuju Ketahanan Pangan.
Kebun Raya Bogor, LIPI.

Variany G, 1999, Isolasi dan Identifikasi


Flavonoid dari Daun (Pometia pinnata)
[skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Farmasi,
Universitas Gajah Mada.

dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 1-12


Uji Parameter Standar….

Jurnal Ilmiah Farmasi Farmasyifa Volume 2 No 1 Kata kunci: Daun steril Kelakai (Stenochlaena
halaman 40 – 51 40 palustris), uji parameter standard, uji fitokimia,
ekstraksi bertingkat

ABSTRACT
Phytochemical screening test have been carried
UJI PARAMETER STANDAR DAN out from sterile leaves of Kelakai (Stenochlaena
PENAPISAN FITOKIMIA PADA palustris), collected from Palangka Raya, Central
DAUN Borneo. In this study, the extract was collected by
multilevel extraction with maceration method,
STERIL KELAKAI (Stenochlaena using n-hexane, ethyl acetate and methanol
palustris (Burm.f.) Bedd.) solvent. The result of the determination of
MENGGUNAKAN EKSTRAKSI parametric standard show that the simplicia are
BERTINGKAT Brown, odorless, tasteless chelate (bitter), the
content of water soluble extract is 3,34 %, ethanol
Halida Suryadini soluble extract is 1,80%, water content 4,71%,
Program Studi Farmasi, Fakultas total ash content 6%, acid insoluble ash content
MIPA, Universitas Islam 1%, drying shrinkage simplicia 6% dan molecul
Bandung, Jawa Barat, Indonesia weight (w/w): n-hexan extract 0,94 g/g; ethyl
email :
halidasuryadini89@gmail.com acetate extract 1,41 g/g; methanol extract 2,05
g/g. Phytochemical tests result on simplicia and
ABSTRAK methanol extract of Kelakai sterile leaves show
Kajian fitokimia dan uji parameter standard telah contain of Flavonoid, Tannin and Phenolic
dilakukan pada daun steril Kelakai (Stenochlaena compounds so in ethyl acetate extract show of
palustris) yang diperoleh dari daerah Flavonoid and Tannin compounds, and in N-hexan
Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Pada extract secondary metabolite negatif shown.
penelitian ini ekstrak diperoleh dengan ekstraksi
Keyword: Kelakai (Stenochlaena palustris) sterile
bertingkat menggunakan metode maserasi N-
leaves, phytochemical tests, multilevel extraction,
heksan, etil asetat dan metanol yang digunakan
Determination of Parametric standard
sebagai pelarut. Hasil penetapan parameter
standard simplisia daun steril Kelakai diketahui
bahwa simplisia berwarna coklat, tidak berbau, 1. PENDAHULUAN Senyawa kimia yang
berasa kelat, kadar sari larut air 3,34%, kadar sari diketahui terkandung
larut etanol 1,80%, kadar air 4,71%, kadar abu
total 6%, kadar abu tidak larut asam 1%, kadar Kelakai (Gambar 1.) merupakan paku
susut pengeringan 6% dan bobot jenis (g/g):
dalam Stenochlaena palustris (Darnaedi dan
ekstrak n-heksan 0,94, ekstrak etil asetat 1,41,
ekstrak metanol 2,05. Hasil uji fitokimia pada rawa yang tumbuh ke atas, dengan daun fertil
simplisia dan ekstrak daun steril kelakai diduga
mengandung senyawa Flavonoid, Tannin dan Praptosuwiryo, 2003) meliputi 5-O-acylated
Fenolik, serta senyawa Flavonoid dan Tannin pada
yang jumlahnya terbatas, berbentuk menyirip.
ekstrak etil asetat. Hasil pada aestrak n-heksan
negatif terdeteksi. flavonol glikosida (stenopalustrosides A-E),

Glikosida (stenopaluside) (4S`,5R`)-4-[(9Z)-2,

20
Uji Parameter Standar….

13-di-(O-β-D-glucopyranosyl) -5, 9, 10trimethyl-8- positif (Bacillus cereus, Micrococcus luteus,


oxo-9-tetradecene-5-y]}-3 3, 5trimethylcyclo Staphylococcus aureus dan S. epidermidis) yang
hexanone, Cerebroside 1-O-β- signifikan. Konsentrasi hambat minimum dari
stenoplaustroside A sebesar 2 µg/ml, konsentrasi
D-glucopyranosyl-(2S`,3R`,4E,8Z)-2-N- [(2R)-
tersebut lebih rendah dari kloramfenicol (4
hidroxytetracosanoyl] octadecasphinga4, 8-
µg/ml).Penelitian untuk kandungan alkaloid dari
dienine, Kampferols 3-O-(3”-O-E-pcoumaroyl)-(6”-
daun S. palustris dari daerah Papua Nugini didapat
O-E-feruloyl)-β-Dglucopyranoside, 3-O-(3”,6”-di-
alkaloid-negatif (Darnaedi dan Praptosuwiryo,
O-E-pcoumaroyl)- β-D-glucopyranoside, 3-O-(3”-
2003).
OE-p-coumaroyl)- β-D-glucopyranoside, 3-O(6”-O-
E-p-coumaroyl)-β-D-glucopyranoside Di Asia Tenggara, daun steril muda yang
menggulung dan daun merah yang muda dari S.
(tiliroside), 3-O-β-D-glucopyranoside, 3-oxo4,5-
palustris dinikmati sebagai sayuran. Kelakai
dihydro-α-ionyl β-D-glucopyranoside dan β-
mempunyai rasa yang enak, mirip dengan
sitosterol-3-O-β-D-glucopyranoside, 3formyl
Amaranthus, karena itulah dapat ditemukan dalam
indole, lutein.
menu pada restoran lokal (setempat) dan di
Malaysia dikonsumsi seperti bayam. Di Sumatra,
sayuran ini dimakan sebagai laksatif. Di Malaysia,
tunas muda digunakan untuk mengobati diare dan
air rebusan atau jus dari S. palustris digunakan
untuk demam. Pada penggunaan luar seduhan S.
palustris digunakan sebagai pendingin, diletakkan
pada kepala orang yang sedang demam. Di Laos S.
palustris juga digunakan untuk melawan demam.
Di Thailand jus S. palustris digunakan untuk
mengobati penyakit kulit dan di Sabah ini
Gambar 1. Stenochlaena palustris (Burm.f.)
digunakan sebagai obat bengkak. Di kepulauan
Bedd. (Darnaedi dan Praptosuwiryo, 2003).
Nicobar seluruh bagian dari S. palustris digunakan
Stenopalustrosides A-D menunjukkan sebagai penggugur kandungan dan untuk
aktifitas antibakteri terhadap strain-strain Gram kontrasepsi (Darnaedi dan Praptosuwiryo, 2003).

21
Uji Parameter Standar….

Belum adanya penelitian tentang kajian serbuk magnesium, eter, pereaksi Lieberman-
fitokimia untuk S. palustris yang berasal dari Burchard, toluen, tumbuhan Kelakai.
daerah kalimantan tengah membuat penulis
2.2 Metode
melakukan kajian fitokimia dan penetapan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan
parameter standard. Hal ini dilakukan untuk penelitian ini adalah daun steril Kelakai. Bahan
melihat apakah ada perbedaan kualitas S. palustris penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari
dari setiap daerah. Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah.

2. METODE PENELITIAN Determinasi dilakukan di Herbarium


Bandungense, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati,
2.1 Alat dan Bahan
Alat penggiling (Blender), alat ukur panjang Institut Teknologi Bandung.

(cm), alat pemotong, batang pengaduk, batu didih, 2.2.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik

botol dan penutup botol, cawan penguap, Pengamatan dilakukan terhadap Kelakai
chamber, corong Buchner, corong pisah, eksikator, segar meliputi karakteristik fisik yakni ukuran
gelas Erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, hot dan bentuk fisik bahan, hasil pengamatan
plate, kaca objek, kaca penutup, kaca arloji, kertas kemudian dibandingkan dengan pustaka
saring, kondensor, krus silikat, kuvet, labu (WHO, 2011).
bersumbat, labu destilasi, labu evaporator,
Pengamatan organoleptik dilakukan dengan
maserator, mikroskop, mikrokapiler, mortar, oven,
menggunakan panca indera lima orang
pipet tetes, penangas air (Memmert), rak tabung
responden, untuk mendeskripsikan warna,
reaksi, vacum rotary evaporator (Stuart), spatel,
bau dan rasa dari tumbuhan segar dan
tabung destilasi, tabung reaksi, termometer,
simplisia (Depkes, 2000).
timbangan analitik.
2.2.2 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air
Akuades, amil alkohol, ammonia,
ammonium nitrat, asam klorida (HCl) P, asam Bahan yang telah dikeringkan di udara,

sulfat encer dan pekat, besi (III) klorida, CHCl3, dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL air-

etanol, eter, etil asetat, FeCl3, gelatin 1%, HCl 2N, kloroform dibiarkan hingga 18 jam, disaring,

kloralhidrat, kloroform, metanol, NaOH 5%, n- 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam

heksan, NH3, reagen Mayer, reagen Dragendorff, cawan penguap yang telah ditara, residu
dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot

22
Uji Parameter Standar….

tetap. Kadar dalam persen senyawa yang 2011):


larut dalam air, dihitung dengan rumus
susut pengeringan
(WHO, 2011).

Kadar Sari Larut Air (g/g) = x100% .......(3)

2.2.5 Penetapan Bobot jenis


x 100 % ……..(1) Ekstrak cair dimasukkan ke dalam piknometer.
2.2.3 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol Dikurangkan bobot piknometer kosong dari bobot

Bahan dimaserasi selama 24 jam dengan 100 piknometer yang telah diisi. Bobot jenis ekstrak

mL etanol (95%) menggunakan labu cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi

bersumbat sambil sekali-kali dikocok pada 6 bobot ekstrak dengan bobot air, dalam

jam pertama dan kemudian dibiarkan selama piknometer pada suhu 25oC (Depkes, 2000). Bobot

18 jam. Kemudian disaring cepat untuk jenis ekstrak didapat dari perhitungan

menghindari penguapan etanol (95%), menggunakan rumus:

kemudian 20 ml filtrat diuapkan hingga


Bobot jenis =
kering dalam cawan dangkal berdasar rata
yang telah ditara, residu dipanaskan pada 2.2.6 Penetapan Kadar abu

suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar dalam 1) Penetapan Kadar Abu Total
Bahan dipijarkan perlahan-perlahan
persen senyawa terlarut dalam etanol (95%)
o
pada suhu 500-600 C hingga berubah
dihitung terhadap ekstrak awal dengan
menjadi abu yang berwarna putih. Kadar abu
rumus IV.6. (WHO, 2011).
total dihitung dalam g per g terhadap bahan
Kadar Sari Etanol (g/g) =
yang telah dikeringkan di udara (WHO, 2011).
x 100%........(2)
2) Penetapan Kadar Abu Tidak Larut
2.2.4 Penetapan Kadar Susut Pengeringan
Dalam Asam
o
Bahan dipanaskan pada suhu 105 C selama 30
Abu yang diperoleh pada penetapan
menit. Dihitung berat kadar susut pengeringan
kadar abu total, ditambahkan HCl 10% hingga
dalam g per g terhadap bahan yang telah
25 ml, ditutup dan didihkan selama 5 menit.
dikeringkan di udara menggunakan rumus berikut
Dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam
(WHO,

23
Uji Parameter Standar….

asam menggunakan kertas saring bebas abu bertingkat meliputi Alkaloid, Flavonoid, Kuinon,
dan dibilas menggunakan air panas. Kertas Saponin, Tanin, Terpenoid, steroid, fenolik,
saring yang mengandung bahan tidak larut Monoterpen dan Seskuiterpen dilakukan dengan
asam dipindahkan ke dalam krus silikat, menggunakan metode yang telah dikembangkan
kemudian dimasukkan ke dalam tanur hingga oleh fransworth
bobot tetap. Kadar abu tidak larut asam
2.3 Pembuatan Ekstrak
dihitung dengan rumus (WHO,
Bahan simplisia ditempatkan dalam
2011): maserator kemudian ditambahkan pelarut n-
heksan dengan perbandingan 3:1
Kadar Abu Tidak Larut Asam (g/g) =
(pelarut simplisia). Dimaserasi selama 3 x 24
x 100 %...(5)
jam sambil sesekali diaduk dan dilakukan
2.2.7 Penetapan Kadar air penggantian pelarut setiap 1 x 24 jam. Hasil
Penetapan kadar air dilakukan menggunakan
filtrat ditampung pada wadah penampung
metode destilasi azeotrof. Toluen terlebih dahulu (A). Ampas kemudian ditambahkan dengan
dijenuhkan dengan metode yang terdapat pada pelarut etil asetat dengan perbandingan 3:1
Farmakope Indonesia. Sejumlah bahan dan toluen (pelarut simplisia), dilakukan prosedur
dimasukkan ke dalam labu destilasi kemudian maserasi seperti pada ekstraksi dengan n-
dipanaskan. heksan. Hasil filtrat ditampung pada wadah

Penyulingan dilakukan dengan kecepatan kurang penampung (B). Ampas ekstraksi dengan etil

lebih 2 tetes per detik, hingga sebagian air asetat di maserasi dengan metanol dan filtrat

tersuling. Volume air dibaca pada skala yang ditampung pada wadah penampung (C).

tertera pada alat destilasi. Ketiga ekstrak (ekstrak n-heksan, etil asetat,
dan metanol) yang telah ditampung
Kadar air dihitung dengan rumus:
selanjutnya dipekatkan dengan rotary
Kadar air = vacuum evaporator tekanan rendah pada
suhu tidak lebih dari 70oC (Depkes, 2000:10).
x100%...(6)
Rendemen dihitung menggunakan
2.2.8 Penapisan fitokimia Penetapan kandungan rumus :
metabolit sekunder didalam simplisia dan ekstrak

24
Uji Parameter Standar….

Rendemen ekstrak (g/g) = Gambar.3 Mikroskopik serbuk simplisia daun


steril Kelakai: fragmen stomata.
x 100%............(7)
3.2 Penetapan Parameter Mutu
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak
3.1 Pengamatan Mikroskopik Pada penelitian ini metode ekstraksi yang
digunakan adalah maserasi bertingkat
Pengamatan Mikroskopik serbuk simplisia
menggunakan tiga jenis pelarut yang memiliki
daun steril Kelakai menunjukkan adanya fragmen
tingkat kepolaran yang berbeda. Pelarut yang
berkas pembuluh (trakeid), dan stomata tipe
digunakan adalah n-heksan yang mewakili jenis
diastitik yang dapat dilihat pada Gambar: 2, 3.
pelarut yang nonpolar, etil asetat mewakili pelarut
Hasil pengamatan sesuai dengan pustaka
yang bersifat semi polar dan metanol untuk jenis
(Bracegirdle dan Miles, 1971; Hidayat, 1995).
pelarut yang bersifat polar. Masing-masing

Gambar.2 Mikroskopik serbuk simplisia daun pelarut digunakan dalam jumlah 10 liter.

steril Kelakai : Fragmen trakeid. Penggunaan maserasi sebagai metode ekstraksi


dipilih karena maserasi adalah proses ekstraksi
tanpa menggunakan panas. Tidak digunakannya
suhu dalam penelitian ini untuk melihat kinerja
pelarut secara maksimal tanpa adanya faktor lain.
Diperoleh 3 ekstrak yakni ekstrak n-heksan,
ekstrak etil asetat, dan ekstrak metanol yang
kemudian ketiganya dipekatkan menggunakan

25
Uji Parameter Standar….

vacuum rotary evaporator sehingga diperoleh dalam sari simplisia. Parameter kadar sari dalam
ekstrak pekat. Hasil perolehan rendemen ekstrak pelarut tertentu ditetapkan sebagai parameter uji
N-heksan sebanyak 0,91 % (g/g), Etil asetat 1,23 % bahan baku obat tradisional karena jumlah
(g/g), dan metanol 10,72 % (g/g). Hasil ekstraksi kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia
menunjukkan bahwa ekstrak metanol memiliki akan berkaitan erat dengan reproduksibilitasnya

Tabel 1. Perhitungan penetapan kadar sari larut air.


Berat (gram) Berat (gram)
Kadar Sari
No 60 120 180 240 Cawan Berat sari larut (g/g) ratarata(g/g)
Menit Menit Menit Menit kosong air
1 64,62 64,62 64,60 64,60 64,45 0,15 15%
13,5 %
2 120,30 120,30 120,29 120,28 120,16 0,112 12%
nilai rendemen tertingggi yakni sebesar 10,72 %. dalam aktivitas farmakodinamik simplisia tersebut
Rendemen metanol tertinggi karena S. Palustris (Depkes RI, 1995). Parameter kadar sari dalam
banyak mengandung senyawa polar seperti pelarut tertentu dilakukan dengan menggunakan
glukosida. Fungsi dari penetapan parameter pelarut air dan etanol.
standard untuk menjamin kualitas dari simplisia
Hasil penetapan kadar sari larut air
atau ekstrak.. Senyawa larut air lebih banyak larut
menunjukkan kadar sari larut air simplisia daun
dibanding senyawa larut etanol karena S. palustris
steril Kalakai sebesar 3,34 %. Kadar sari larut air
banyak mengandung senyawa polar seperti
memberikan gambaran awal jumlah senyawa
glikosida atau karbohidrat.
kandungan dalam simplisia yang dapat larut oleh
3.2.1 Kadar Sari air atau oleh pelarut yang bersifat polar (Depkes
Parameter kadar sari digunakan untuk RI, 2000).
mengetahui jumlah kandungan senyawa kimia
Nilai kadar sari larut etanol yang diperoleh penetapan kadar sari larut air dan pelarut etanol
dari hasil penetapan kadar sari larut etanol mengindikasikan bahwa senyawa yang bersifat
simplisia daun steril Kalakai adalah sebesar 1,80 polar lebih banyak terkandung dalam simplisia
%. Nilai ini memberikan gambaran awal jumlah daun steril Kalakai dibandingkan senyawa yang
senyawa kandungan dari simplisia daun steril bersifat kurang polar.
Kalakai yang dapat polar dibanding air. Hasil
larut dalam etanol atau pelarut yang kurang

26
Uji Parameter Standar….

Tabel 2. Perhitungan Penetapan kadar sari larut etanol.


Berat (gram) Berat (gram) Kadar
Sari rata-rata
No 60 120 180 240 Cawan Berat sari larut (g/g) (g/g)
Menit Menit Menit Menit kosong etanol
1 61,83 61,82 61,82 61,82 61,74 0,08 8%
2 65,52 65,52 65,51 65,51 65,44 0,07 7% 7,5 %

3.2.2 Susut Pengeringan, Bobot Jenis, besarnya senyawa yang hilang pada proses Kadar Abu dan
Kadar Air pengeringan (Depkes RI, 2000:13). Hasil

Penetapan kadar susut pengeringan penetapan kadar susut pengeringan daun steril bertujuan

untuk memberikan batasan maksimal Kelakai diperoleh nilai sebesar 6 % (g/g).

Tabel 3. Perhitungan kadar susut pengeringan.


Berat (gram) Susut
Pengeringan Rata-rata
No. Cawan Cawan setelah ( g/g ) (g/g )
Simplisia kosong pengeringan
1 2,00 36,12 37,98 7%
6%
2 2,00 36,63 38,53 5%

Penetapan kadar bobot jenis bertujuan memberikan gambaran kandungan kimia terlarut
untuk memberikan batasan tentang besarnya (Depkes, 2000 : 14), maka dari hasil penetapan
masa per satuan volume yang merupakan bobot jenis diketahui bahwa kandungan terbesar
parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak kimia terlarut terdapat pada ekstrak metanol.
pekat (kental) yang masih dapat dituang (Depkes Bobot jenis ekstrak merupakan hasil perhitungan
RI, 2000: 13), dan diperoleh hasil bobot jenis antara berat ekstrak dan berat 1 mL air.
ekstrak n-heksan sebesar 0,94 g/g, bobot jenis

etil asetat 1,41 g/g dan metanol 2,05 g/g. Nilai


Tabel 4. Perhitungan bobot jenis ekstrak.
Bobot Penimbangan (g)
Bobot
Ekstrak Kosong Berisi aquadest Berisi ekstrak
Jenis
(W1) (W2) (W3)
N-heksan 10,68 0,94 27
etil asetat 9,56 10,71 11,17 1,41
Metanol 11,92 2,05
Uji Parameter Standar….

air simplisia (daun), yakni kurang dari 5% (


Agoes, 2009).
Nilai dari penetapan kadar abu berguna
sebagai parameter rentang kandungan mineral Tabel 7. Penetapan kadar air
internal dan eksternal yang diperbolehkan ada, Berat kadar air
simplisia Volume ( g/mL)
hal ini terkait dengan kemurnian dan no.
(gram) air (ml)
kontaminasi (Depkes RI, 2000: 18). Penetapan
1 17,5 0,79 4,51
kadar abu yang dilakukan yakni kadar abu total 2 17,3 0,85 4,91
dan kadar abu tidak larut asam. Kadar abu total
simplisia daun steril Kelakai dalam penelitian ini
adalah 6,095 % (Tabel 5). Nilai Kadar abu total
menunjukkan kandungan senyawa anorganik
yang didapat dari tumbuhan Kelakai atau
diperoleh dari luar tumbuhan.

Tabel 5. Perhitungan penetapan kadar abu total.


Berat (gram) Kadar
abu Rata-
No. Krus Krus berisi total rata
Simplisia
kosong abu (g/g) (g/g)

1 2,00 37,70 37,82 6%


6%
2 2,00 36,73 36,85 6%
Abu yang didapat dari penetapan kadar abu klorida 10 %. Hasil penetapan kadar abu total selanjutnya
digunakan untuk penetapan tidak tidak larut asam simplisia Kalakai kadar abu tidak larut asam. Asam
yang adalah 1,61%. Tabel 6. Perhitungan digunakan untuk melarutkan abu adalah asam penetapan kadar
abu tidak larut asam.
Berat (gram) Kadar abu tidak
No. larut asam (g/g) rata-rata (
krus krus + abu tidak g/g)
Simplisia
kosong larut asam
1 2,00 37,70 37,71 0,5 %
1%
2 2,00 36,73 36,76 1,5 %

Penetapan kadar air berfungsi sebagai


batasan minimal kandungan air pada simplisia
(Depkes RI, 2000). Nilai kadar air simplisia daun
steril Kalakai pada penelitian ini adalah 4,51 %,
hasil ini dianggap memenuhi persyaratan kadar

Fakultas Teknik-UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 28


Uji Parameter Standar….

3.2.3 Penapisan Fitokimia senyawa Flavonoid, Tannin dan Fenolik pada


Penapisan fitokimia dalam penelitian ini ekstrak metanol serta senyawa Flavonoid dan
dilakukan terhadap simplisia dan ekstrak Kalakai. Tannin pada Ekstrak Etil Asetat. Hasil pada
Hasil penapisan fitokimia dapat dilihat pada ekstrak n-heksan negatif terdeteksi. Hasil
Tabel 9. Hasil penapisan fitokimia simplisia daun penetapan parameter standard adalah Hasil uji
steril Kalakai mengindikasikan bahwa simplisia parameter standard pada simplisia yakni uji
mengandung senyawa flavonoid, polifenol, tannin organoleptik berwarna coklat tua, tidak berbau
dan tidak terdeteksi adanya kandungan senyawa dan rasa kelat, kadar sari larut air 3,34 %, kadar
alkaloid, hal ini sesuai dengan pustaka (Darnaedi, sari larut etanol 1,80 %, kadar air 4,71 %, kadar
2003: 187). Hasil penapisan ekstrak diduga pada abu total 6 %, kadar abu tidak larut asam 1 %,
ekstrak etil asetat terdeteksi adanya kandungan kadar susut pengeringan 6 %, bobot jenis ekstrak
senyawa flavonoid dan tannin, pada ekstrak n-heksan 0,94 (g/g), etil asetat 1,41 (g/g) dan
metanol terkandung senyawa flavonoid, metanol 2,05 (g/g).
polifenolat, Keterangan:
4.2 Saran
+ = terdeteksi Disarankan melakukan
tanin dan pada ekstrak n-heksan tidak penapisan fitokimia.
terkandung senyawa yang diujikan pada
Tabel 8. Hasil penapisan fitokimia simplisia dan ekstrak daun steril Kalakai.
Hasil penapisan
Golongan senyawa Ekstrak N- Ekstrak Ekstrak Metanol
Simplisia
heksan etilasetat
Alkaloid - - - -
Flavonoid + - + +
Kuinon - - - -
Saponin - - - -
Tanin + - + +
Fenolik + - - +
Terpenoid - - - -
Steroid - - - -
Monoterpen dan
- - - -
Seskuiterpen
- = tidak terdeteksi penelitian lanjutan Kalakai untuk menentukan
kinerja terbaik pelarut antara etil asetat dan
methanol dengan penentuan kadar flavonoid total
4. KESIMPULAN DAN SARAN
dalam setiap ekstrak untuk melengkapi data ilmiah
4.1 Kesimpulan
Hasil uji fitokimia pada simplisia dan mengenai Kalakai sebagai tumbuhan obat.

ekstrak daun steril kelakai diduga mengandung

Fakultas Teknik-UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 29


Uji Parameter Standar….

DAFTAR PUSTAKA Farnsworth NR., 1966. Biological and


Agoes G., 2009. Teknologi Bahan Alam serial Phytochemical Screening of Plants, Journal
farmasi industri-2 edisi revisi, Penerbit of Pharmaceutical Science
ITB, Bandung. 55(3) : 225-269.
Azis, S., 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Harborne JB., 1987. Metode Fitokimia, Penuntun
Teori, Konsep, dan Teknik Pemurnian
Cara Modern Menganalisis
edisi 1, Cetakan
Tumbuhan., terbitan kedua, Terjemahan
1,Deepublish, Yogyakarta.
Padmawinata, K., Penerbit ITB,
Bracegirdle, B., dan Miles, PH., 1971. An Atlas of
Bandung.
Plant Structure. Volume 1. Butler &
Tanner Ltd, London. Heinrich M., Barnes J., Gibbons S., dan Williamson
EM., 2009. Farmakognosi dan Fitoterapi,
Chai TT., Panirchellvum E., Ong H., dan Wong F.,
terjemahan Winny, R.S., Penerbit EGC,
2012. Phenolic Contents and Antioxidant
Jakarta.
Properties of Stenochlaena palustris, an
edible Medicinal Fern. Botanical Studies, Hidayat EB., 1995. Anatomi Tumbuhan
53: 439-446.
Berbiji; Penerbit ITB, Bandung.
Darnaedi D., dan Praptosuwiryo, TN.,2003.
Stenochlaena palustris (Burm.f.) Bedd. In: Lenny S., 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas
de Winter, W.P dan Amoroso. V.B Kandungan Kimia Utama Puding Merah
dengan Metode Uji Brine
(Editors): Plant Resources Of SouthEast Shrimp, USU repository©.
Asia 15 (2), Cryptogams: Fren and fern
Markham KR., 1988. Cara mengidentifikasi
allies. Prosea Foundation, Bogor,
flavonoid. Terjemahan Padmawinata, K.,
Indonesia. pp 186-188.
Penerbit ITB, Bandung.
Depkes, 1977. Materia Medika Indonesia, jilid I, Robinson T.,1995. Kandungan Organik Tumbuhan
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Tinggi. Terjemahan . Padmawinata, K.,
Makanan, Jakarta. Penerbit ITB, Bandung
Depkes, 1989. Materia Medika Indonesia, jilid V, The Plant list, a working list of all plant species,
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Stenochlaena palustris (Burm. F.) Bedd,
Makanan, Jakarta. 2010. original publication detail: Ferns Brit.
India (Suppl.): 26, t. 201 26 1876.,
Depkes, 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV,
http://www.theplantlist.org
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan, Jakarta. Tropicos®., 2014. Stenochlaena palustris (Burm.f.)
Bedd., Tropicos.org. Missouri Botanical
Depkes, 2000. Parameter Standard Umum Garden, Missouri.
Ekstrak Tumbuhan Obat, cetakan WHO (World Health Organization), 2011. Quality
pertama, Direktorat Jendral Pengawasan control methods for herbal materials. Malta,
Obat dan Makanan, Jakarta. Switzerland
de Winter WP dan Amoroso VB (Editors):
Inovasi Teknik Kimia, Vol. 3, No. 1, April 2018, Hal. 67-
Introduction Plant Resources Of SouthEast
71 ISSN 2527-6140, e-ISSN 2541-5890
Asia 15 (2), Cryptogams: Fern and fern
allies. Prosea Foundation, Bogor,
Indonesia. pp 13-46

Fakultas Teknik-UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 30


Uji Parameter Standar….

STANDARISASI PARAMETER NON extract. While the result of ethanol extract


of pegagan leaf from Kediri is moisture
SPESIFIK EKSTRAK ETANOL DAUN content 6,197% ± 2,489%, total ash
PEGAGAN content 4,42% ± 2,10%, ash acid
(Centella asiatica L.) DI DUA TEMPAT unsaturated level 0,97% ± 0,98%, weight
TUMBUH of type 1,630 g / ML ± 1,275 g / mL,
shrinkage rate 3,51% ± 1,873% and heavy
metal contamination Pb 0,30 ± 0,547 mg /
Aulia Rahmaniati M*, Maria Ulfah, Dewi
kg extract, As ˂0,005 μg / mL, Hg 0,001
Andini Kunti Mulangsari
mg / kg extract. Based on these results
Fakultas Farmasi, Universitas Wahid Hasyim both extracts have met the standard of
Jl. Menoreh Tengah X/ 22 Sampangan Semarang non-specific parameters but the parameter
*E-mail : auliarahmaniati69@gmail.com content of acid soluble ash content of
ethanol extract of pegagan leaf from both
Abstrak Tawangmangu and Kediri and drying
Pegagan leaf (Centella asiatica L.) dried from Tawangmangu does not meet
is one of the potential medicinal plants the standard requirements of non-specific
that are often used for the treatment of parameters.
analgesics, anti-inflammatory and
hepatoprotector. Because of the many Keywords: ethanol extract of gotu kola
benefits of leaf pegagan it is necessary to leaf, non specific parameter,
standardize the extracts to ensure the Standardization.
quality associated with the substance of
identity, and the composition of the
chemical content whose specifications are
contained in the monograph as the quality
requirements listed in Materia Medika
Indonesia.
This research is an experimental
research. Samples in this study were
obtained from Tawangmangu and Kediri
then extract using maceration method with
96% ethanol solvent. Standardization of
non-specific parameters of ethanol extract
of bay leaf includes determination of
moisture content, total ash content, acid
unsaturated ash content, drying
shrinkage, specific gravity and heavy
metal contamination (Pb, As and Hg). The
data of the research results are compared
with the standard that has been set in the
book of Indonesian Herbal
Pharmacopoeia and the Book of
Standardization of Natural Medicinal
Material. The result of non-specific test of
extract ethanol extract of gotu kola leaf
from Tawangmangu obtained by water
content 4,689% ± 2,165%, total ash
content 3,12% ± 1,76%, acid soluble ash
content 0,97% ± 0,87%, weight Type of
1.631 g / mL ± 1.277 g / mL, shrinkage
dried 11.26% ± 3.355% and heavy metal
contaminants 0.27 ± 0.519 mg / kg extract,
As ˂0.005 μg / mL, Hg <0.001 mg / kg

Fakultas Teknik-UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 31


Uji Parameter Standar….

Ekstrak Etanol Tanaman Katumpang air


(Peperomia pellucida L. Kunth) dari Tiga Tempat
PENDAHULUAN Tumbuh yang Berbeda yaitu Tangerang selatan,
Pengembangan obat tradisional juga Bogor, Yogyakarta. Menunjukkan hasil yang
didukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan memenuhi persyaratan mutu yang tertera pada
Republik Indonesia No. 88 Tahun 2013 tentang monografi simplisia (Irsyad., 2013).
Fitofarmaka, yang berarti diperlukan adanya
Dari uraian di atas, maka perlu dilakukan
pengendalian mutu simplisia yang akan
standarisasi pada daun pegagan (Centella
digunakan untuk bahan baku obat atau sediaan
asiatica L.) sehingga dapat menetapkan
galenik. Salah satu cara untuk mengendalikan
keamanan mutu dan kualitas bahan-bahan baku
mutu simplisia yaitu dengan melakukan
ekstrak yang digunakan dalam menunjang
standarisasi simplisia. Standarisasi diperlukan
kesehatan. Pengujian standarisasi dilakukan
agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam
pada daun pegagan dengan menggunakan
yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi
metode maserasi menggunakan pelarut etanol
tanaman tersebut dan untuk menjamin
96%. Etanol memiliki kemampuan untuk
keamanan dan stabilitas ekstrak (Depkes RI.,
menyari dengan polaritas yang tinggi mulai dari
2006).
senyawa non polar sampai polar (Saifudin dkk.,
Pegagan (Centella asiatica L.) telah lama 2011).
dimanfaatkan sebagai obat tradisional baik
Hasil penelitian diharapkan dapat
dalam bentuk bahan segar, kering maupun
memberi informasi beberapa nilai parameter
dalam bentuk ramuan. Tanaman ini telah
mutu simplisia dari ekstrak etanol daun Pegagan
terbukti memiliki efek farmakologi yang telah
(Centella asiatica L.) sehingga dapat digunakan
terbukti dari beberapa penelitian, di Australia
sebagai acuan dalam penelitian berikutnya
pegagan telah banyak dimanfaatkan sebagai
maupun penggunaan dalam pengobatan.
obat untuk penyembuh luka, radang, reumatik,
asma, wasir, tuberculosis, lepra, disentri,
demam dan penambah selera makan (Besung, METODOLOGI PENELITIAN Alat
2009), analgesik, anti inflamasi dan Penelitian dan Bahan Penelitian
hepatoprotektor (Bermawie dkk., 2008). Peralatan yang digunakan pada
Standarisasi ekstrak etanol daun pegagan penelitian ini adalah blender, oven, timbangan
mencangkup parameter spesifik dan non analitik, alat maserasi, rotary evaporator,
spesifik (Depkes RI, 2000). Penentuan glassware, piknometer, Atomic Absorbtion
parameter non spesifik ekstrak yaitu penentuan Spectrofotometry (AAS), gravimetry,
aspek kimia, mikrobiologi dan fisik yang akan kertassaring, kertas saring bebas abu, krus
mempengaruhi keamanan konsumen dan silikat, tanur, destilat dan heating mantel.
stabilitas (Saifudin dkk, 2011). Penelitian ini Bahan-bahan yang digunakan pada
hanya dilakukan pada parameter non spesifik penelitian ini adalah daun pegagan dari
karena peneliti ingin melihat perbedaan mutu Kabupaten Kediri dan Kabupaten
daun pegagan berdasarkan variasi tempat Tawangmangu, etanol 96%, aquadest, asam
tumbuh. perklorat (HCLO4), asam nitrat (HNO3) pekat,
Standarisasi Parameter… (Aulia Rahmaniati., dkk)

Penelitian standarisasi pada tanaman toluene P, asam sulfat (H2SO4) encer dan air
pernah dilakukan seperti pada Standarisasi panas.
Fakultas Teknik-UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 32
Uji Parameter Standar….

evaporasi untuk mendapatkan ekstrak kental


Prosedur Penelitian etanol 70%. Ekstrak kental yang didapatakan
DeterminasiTanaman digunakan untuk dilakukan uji parameter non
Daun Pegagan dideterminasi di spesifik.
Laboratorium Ekologi dan Biosistematik Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Penentuan Parameter Non Spesifik
Pengetahuan Alam, Universitas Diponegoro.
Kadar air
Determinasi dilakukan dengan menggunakan
Penentuan kadar air menggunakan cara
kunci determinasi yang terdapat pada buku
destilasi toluen. Toluen dijenuhkan dengan air
Flora of Java.
terlebih dahulu, setelah dikocok di diamkan
selama 24 jam. Kedua lapisan air dan toluene
Pembuatan Serbuk Simplisia Daun Pegagan akan memisah, lapisan air dibuang. Kemudian
yang diperoleh dari Kabupaten Tawangmangu ekstrak sebanyak 2,5 gram, ditimbang seksama
dan Kabupaten Kediri dipisahkan berdasarkan dan dimasukkan ke dalam labu. Lalu dimasukkan
lokasi pengambilan agar masing-masing lebih kurang 100 ml toluen P ke dalam labu dan
simplisia tidak tercampur. Daun pegagan dicuci alat dihubungkan. Setelah lapisan air dan
dengan aquadest mengalir ,untuk toluene memisah sempurna, volume air dibaca
menghilangkan tanah dan pengotor lainnya dan dihitung kadar air dalam persen (Depkes RI,
yang masih menempel pada bahan yang sudah 2000). Replikasi sebanyak 3
disortasi basah. Kemudian dikeringkan dengan
oven pada suhu 50°C sampai kering. Simplisia
kering dihaluskan dengan menggunakan
%KadarAir=
blender hingga menjadi serbuk dengan ukuran
kali untuk masing-masing ekstrak.
derajat kehalusan yang sesuai, lalu diukur kadar
airnya dengan alat moisture balance. Setelah itu
disimpan dalam wadah kering tertutup rapat Kadar Abu Total
dalam ruangan terlindung dari cahaya matahari. Satu gram ekstrak ditimbang seksama
lalu dimasukkan dalam krus silikat yang
sebelumnya telah dipijarkan dan ditimbang.
Pembuatan ekstrak
Kemudian abu dipijar menggunakan tanur
Serbuk daun Pegagan di ekstraksi dengan
secara perlahan-lahan (dengan cara suhu
menggunakan metode maserasi dengan pelarut
dinaikkan secara bertahap hingga 600 ±
etanol 96% selama 7 hari. Filtrat kemudian di

68

Inovasi Teknik Kimia, Vol. 3, No. 1, April 2018, Hal. 67-71 ISSN 2527-6140, e-ISSN 2541-5890

25˚Cselama 5 jam hingga arang habis (Depkes masing-masing ekstrak. Dihitung menggunakan
RI, 2000). Replikasi sebanyak 3 kali untuk rumus dibawah ini.

Keterangan :
%Kadar Abu Total=
x bj air

Fakultas Teknik-UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 33


Uji Parameter Standar….

W0 : bobotcawankosong (g) kemudian ditimbang (Depkes RI, 2000). Replikasi


sebanyak 3 kali untuk masing-masing ekstrak.
W1 :bobotekstrakawal (g)
Hitung bobot jenis dengan menggunakan rumus
W2 : bobotcawan + ekstraksetelahdiabukan
sebagai berikut :
(g)

Kadar Abu TidakLarut Asam Abu yang


diperoleh pada penetapan kadar abu dididihkan
dengan 25 mL H2SO4 encer selama 5 menit, Keterangan : d :
dikumpulkan bagian yang tidak larut asam dan
bobotjenis
disaring dengan kertas saring bebas abu,
residunya dibilas dengan air panas. Kemudian W0 : bobotpiknometerkosong
dimasukkan kembali dalam krus silikat yang
W1 : bobotpiknometer + air
sama. Abu dipijar menggunakan tanur secara
perlahanlahan (dengan cara suhu dinaikkan W2 : bobotpiknometer + ekstrak
secara bertahap hingga 600 ± 25˚C selama 5 jam
atau hingga arang habis (Depkes RI, 2000).
Replikasi sebanyak 3 kali. Ditimbang hingga Kadar Susut Pengeringan
bobot tetap kemudian dihitung dengan rumus Ekstrak sebanyak 1 gram ditimbang dan
dibawah ini. dimasukkan dalam botol timbang dangkal
bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan
pada suhu 105˚C selama 30 menit dan telah
%Kadar Abu Tidak Larut Asam = ditara. Kemudian dimasukkan kedalam Halogen
Moisture Analyzer pada suhu 105˚C selama 30
menit atau hingga bobot tetap (Depkes RI,
2000). Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali dan
Keterangan : catat hasil dalam bentuk persen.

W0 : bobotcawankosong (g)

W1 : bobotekstrakawal (g) Kadar CemaranLogamBerat (Pb,


Hg dan As)
W2 : bobotcawan + abu yang tidaklarutasam (g) Penetapan cemaran logam berat menggunakan
C : bobotkertassaring (g) alat Atomic Absoption Spectrophotometer (ASS).
Penetapan kadar ketiga logam berat dilakukan
dengan cara destruksi basah. Ekstrak ditimbang
Kadar BobotJenis 1 gram dan ditambahkan 10 mL HNO3 pekat,
Piknometer yang sudah kering dan bersih panaskan dengan heating mantel hingga kering
ditimbang. Kemudian dikalibrasi dengan atau kental. Ekstrak yang kental dan dingin
menetapkan bobot piknometer dan bobot air ditambahkan aquadest 10 mL dan asam
yang baru dididihkan pada suhu 25˚C kemudian perklorat 5 mL, dipanaskan hingga kental lalu
ditimbang. Suhu ekstrak cair diatur hingga disaring ke labu ukur 50 mL. Sampel diukur
±20˚C, lalu dimasukkan dalam piknometer. dengan alat Atomic Absorption
Dibuang kelebihan ekstrak, atur suhu Spectophotometer. Maksimal residu Pb tidak
piknometer yang telah isi hingga suhu 25˚C boleh melebihi 10 mg/kg ekstrak, residu Hg tidak

Fakultas Teknik-UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 34


Uji Parameter Standar….

melebihi 0,001 mg/kg ekstrak dan As tidak Prinsip rotary evaporator adalah proses
melebihi 0,005 mg/kg ekstrak(Saifudin dkk., pemisahan ekstrak dari cairan penyari dengan
2011). pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari
labu. Suhu disesuaikan dengan titik didih
pelarut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter non spesifik yang ditetapkan
Daun pegagan yang digunakan pada
penelitian ini berasal dari Tawangmangu dan
Kediri. Sebelum dilakukan uji terlebih dahulu
sampel dideterminasi. Determinasi tanaman
dilakukan dengan cara mencocokkan morfologi
tanaman dengan kata kunci pada buku Flora of
Java (Backer and Van Den Brink, 1968).

Standarisasi Parameter… (Aulia Rahmaniati., dkk)

Mengacu pada buku tersebut didapatkan hasil


bahwa tanaman yang digunakan pada penelitian
ini benar-benar tanaman pegagan (Centella
asiatica L.).

Daun pegagan yang sudah bersih lalu


dikeringkan dengan oven pada suhu50°C.
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar
air agar simplisia yang didapat tidak mudah
rusak dan dapat mencegah pertumbuhan
kapang, jamur dan bakteri serta dapat disimpan
dalam waktu yang relatif lama. Pengubahan
bentuk menjadi serbuk bertujuan untuk
meningkatkan luas permukaan bahan baku,
karena semakin luas permukaan dapat
memperbesar kontak dengan pelarut (Voigt,
1995).

Serbuk daun pegagan


diekstraksi menggunakan
metode maserasi. Prinsip
maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif
berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu
pelarut (like dissolved like). Pelarut yang dipilih
adalah etanol 96%. Etanol memiliki kemampuan
untuk menyari dengan polaritas yang lebar
mulai dari senyawa nonpolar sampai dengan
senyawa polar. Keuntungan pelarut etanol
adalah tidak toksik, bersifat netral dan memiliki
titik didih rendah.Filtrat yang didapat kemudian
dipekatkan dengan menggunakan rotary
evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.

Fakultas Teknik-UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 35


Uji Parameter Standar….

dalam penelitian ini meliputi kadar air, kadar parameter non spesifik ekstrak etanol daun
abu total, kadar abu tidak larut asam, susut pegagan dapat dilihat pada tabel I.
pengeringan, bobot jenis dan cemaran logam
berat (Pb, Hg dan As). Hasil penetapan
Berdasarkan table 1 kadar air kedua standar yang berlaku adalah tidak lebih dari

Tabel 1. Parameter non spesifik Ekstrak Etanol pada Pegagan


Hasil Syarat Standar
Parameter non spesifik Parameter non
Tawangma Kediri spesifik
ngu
Kadar air 4,689 6,197 ˂ 10%

Kadar abu total 3,12 4,4 ˂ 16,6%

Kadar abu tidak larut asam 0,97 4,42 ˂ 0,7%

Bobot jenis 1,631 1,630 -

Susut pengeringan 11,26 3,51 ˂ 11%

Logam Pb 0,27 0,30 ˂ 10 mg/kg

Logam Hg < 0,001 < 0,001 ˂ 0,001 mg/kg

Logam As < 0,005 < 0,005 ˂ 0,005 mg/kg

ekstrak etanol daun pegagan telah memenuhi 16,6% (Depkes RI, 2008) Kadar abu total dari
syarat. Kadar air yang diperbolehkan Kediri memiliki kadar yang lebih tinggi
adalah<10%. Perbedaan hasil dari parameter dibandingkan dengan kadar abu dari
kadar air tersebut dimungkin karena perbedaan
Tawangmangu, hal ini dapat disebabkan adanya
lingkungan tumbuh sampel yang digunakan.
pengaruh dari tempat tumbuh, proses pasca
Beberapa faktor penting dari lingkungan
panen dan preparasi akhir seperti pengeringan.
tumbuh diantaranya ketinggian tumbuh,
Proses pemanenan dan preparasi simplisia
kelembapan udara dan intensitas cahaya
merupakan proses yang dapat menentukan
mahatari. Ketinggian tempat tumbuh dapat
mutu dari simplisia.
mempengaruhi kondisi tumbuhan secara
morfologi maupun fisiologi. Kadar air sangat Menurut Farmakope Herbal kadar abu
mempengaruhi pada daya simpan dari suatu tidak larut asam tidak boleh lebih dari 0,7%. Dari
bahan pangan. Semakin banyak kadar air yang hasil yang didapat menunjukan bahwa ekstrak
terkandung, umur simpannya semakin sebentar, etanol daun pegagan tidak memenuhi
karena jika suatu bahan banyak mengandung persyaratan standar umum Farmakope Herbal
kadar air, maka kemungkinan adanya mikroba Indonesia (2008). Besarnya kadar abu tidak
yang tumbuh.

Tabel I menunjukan bahwa ekstrak


etanol daun pegagan telah memenuhi syarat
standar kadar abu total menurut parameter

Fakultas Teknik-UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 36


Uji Parameter Standar….

kadar air, kadar abu tidak larut asam, bobot


jenis, dan cemaran logam berat memenuhi
persyaratan berdasarkan Parameter Standar
Umum Ekstrak
larut asam, mungkin disebabkan oleh adanya pasir
Tumbuhan Obat.
atau pengotor lain yang masih ada, kemungkinan
karena proses pencucian yang tidak bersih. Kadar b. Penetapan parameter non spesifik ekstrak
abu tidak larut asam adalah satu syarat dalam etanol daun pegagan (Centella asiatica L.) dari
menentukan tingkat kebersihan dalam proses Tawangmangu dan Kediri pada kadar abu tidak
pengolahan suatu produk. larut asam dan parameter susut pengeringan
ekstrak etanol daun pegagan (Centella asiatica
Hasil pengujian susut pengeringan pada L.) dari Tawangmangu tidak memenuhi
tabel di atas ekstrak daun pegagan dari persyaratan berdasarkan Parameter Standar
Tawangmangu lebih tinggi dibandingkan dari Umum Ekstrak
Kediri, hal ini dipengaruhi oleh kadar air. Batas Tumbuhan Obat.
maksimum susut pengeringan menurut
Farmakope Herbal tidak lebih dari 11%. Dengan
mengetahui susut pengeringan dapat memberikan Saran
batasan maksimal tentang besarnya senyawa yang a. Perlu dilakukan penelitian mengenai parameter
hilang pada proses pengeringan (Depkes RI, 2000). spesifik ekstrak etanol daun pegagan untuk
menjamin kandungan senyawa aktif dari daun
Bobot jenis diartikan sebagai perbandingan pegagan.
kerapatan suatu zat terhadap kerapatan air b. Proses pencucian perlu dilakukan secara hati-
dengan nilai masa persatuan volume. Penentuan hati dan teliti karena daun pegagan mudah
bobot jenis bertujuan untuk memberi batasan sekali sobek dan untuk menghindari adanya
tentang besarnya massa persatuan volume yang pengotor yang masih menempel pada daun
merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai pegagan. Pengeringan dilakukan secara merata
menjadi ekstrak kental yang masih dapat dituang, untuk menghindari tingginya hasil kadar air dan
bobot jenis juga terkait dengan kemurnian ekstrak susut pengeringan.
dari kontaminasi (Depkes RI, 2000).

Dari hasil uji logam diatas menunjukan hasil DAFTAR PUSTAKA


yang tidak melebihi batas yang telah ditetapkan Besung, K., N., 2009, Pegagan (Centella asiatica)
pada parameter ekstrak. Penetapan kadar logam Sebagai Pencegah Infeksi Pada Ternak,
Buletin Veteran Udayana, ISSN :
berat Timbal (Pb), Arsen (As), Merkuri (Hg) pada
2085-2495, 1 (2) : 61-67.
ekstrak etanol daun pegagan bertujuan untuk
Bermawie, N., Susi, P., dan Mardiana, 2008,
menjamin ekstrak tidak mengandung logam
melebihi batas yang ditetapkan karena bersifat Keragaman Sifat Morfologi Hasil dan
toksik bagi tubuh. Batas maksimal residu Pb tidak
Mutu Plasma Nutfah Pegagan (Centella
boleh melebihi 10 mg/kg ekstrak, residu As tidak
asiatica (L.) Urban.),
melebihi 5 µg/kg dan residu Hg tidak boleh lebih
dari 1 mg/kg. Bul.Littro. XIX (1) : 1-17.

DepKes RI., 2000, Parameter Standar Umum


KESIMPULAN DAN SARAN Ekstrak Tumbuhan Obat, Direktorat
Jendral Pengawasan Obat
Kesimpulan dan
a. Penetapan parameter non spesifik ekstrak Makanan, Jakarta, 10-11.
etanol daun pegagan (Centella asiatica L.) dari
Tawangmangu dan Kediri pada parameter

Fakultas Teknik-UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 37


Uji Parameter Standar….

DepKes RI., 2006, Monografi Ekstrak


Tumbuhan Obat Indonesia,
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, 2, 124.

Depkes RI., 2008, Farmakope Herbal Indonesia,


Jilid I, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia,

Jakarta, 110-114.

Irsyad, M., 2013, Standarisasi Ekstrak Etanol


Tanaman Katumpang Air (Pepeomia
pellucid L. Kunth), Skripsi,
Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Saifudin, A., Rahayu., dan Teruna, 2011,
Standardisasi Bahan Obat Alam, Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi, diterjemahkan oleh Soendani N.
S., UGM Press, Yogyakarta, 561.

Fakultas Teknik-UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 38


Uji Parameter Standar….

STANDARDISASI MUTU SIMPLISIA had the characteristics of a viscous shape, dark brown
DAN EKSTRAK ETANOL color, tasteless and a distinctive aroma. Microscopic
observation found identifying fragments, epidermal
BUNGA TELANG (Clitoria ternatea L.) tissue and pollen. Examination of foreign materials in
the butterfly pea flower simplicia only found 1.2%.
Rizki Nisfi Ramdhini1 Phytochemical screening test showed the presence of
1 flavonoids, saponins, tannins, steroids, triterpenoids,
Program Studi D3 Farmasi Cendikia Farma
Husada Email:rizkinisfi2020@gmail.com terpenoids and alkaloids. Content of watersoluble
compounds of extract is 8.5%, while the content of
ethanol-soluble compounds of extract is 1.1% The
ABSTRAK drying shrinkage obtained from the simplicia and
Tanaman obat merupakan jenis tanaman yang butterfly pea flower extract was 0.8%. The specific
berkhasiat dapat meningkatkan sistem imun dan gravity obtained for the butterfly pea flower extract was
1.38 g/mL The standardization results for the simplicia
menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Salah satu
and the butterfly pea flower extract met the general
jenis tanaman yang dapat dijadikan obat tradisional
requirements.
adalah bunga telang (Clitoria ternatea L). Bunga telang
Keywords: Telang flowers, Specific parameters, non-
sebagai bahan baku obat tradisional harus terstandar.
specific parameters
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan
parameter spesifik dan non-spesifik simplisia dan
ekstrak bunga telang. Berdasarkan pengamatan
organoleptis menunjukkan bahwa simplisia bunga
telang memiliki karakteristik bentuk kering, rasa manis,
warna biru dan aroma khas sedangkan ekstrak bunga
telang memiliki karakteristik bentuk kental, warna
cokelat tua, tidak berasa dan aroma khas. Pengamatan
mikroskopik ditemukan fragmen pengenal yaitu
jaringan epidermis dan serbuk sari. Pemeriksaan
pengotor asing simplisia bunga telang sebesar 1,2%.
Pengujian skrining fitokimia menunjukkan terdapat
senyawa flavonoid, saponin, tanin, steroid,
triterpenoid, terpenoid dan alkaloid. Kadar senyawa
terlarut dalam air pada ekstrak sebesar 8,5%,
sedangkan kadar senyawa terlarut dalam etanol
sebesar 1,1 %. Susut pengeringan yang diperoleh dari
simplisia dan ekstrak bunga telang sebesar 0,8%. Bobot
jenis yang diperoleh terhadap ekstrak bunga telang
sebesar 1,38 g/ml. Hasil standardisasi simplisia dan
ekstrak bunga telang dapat dinyatakan telah memenuhi
syarat umum yang ditetapkan.
Kata Kunci: Bunga Telang, Parameter spesifik,
Parameter non spesifik

ABSTRACT
Medicinal plants are types of plants that are efficacious
to boost the immune system and cure various types of
diseases. One type of plant that can be used as
traditional medicine is butterfly pea flower (Clitoria
ternatea L). Butterfly pea flower as a raw material for
traditional medicine must be standardized. The aim of
this research was to determine specific and non specific
parameters.Based on organoleptic observations, it was
shown that the butterfly pea simplicia had the
characteristics of a dry form, sweet taste, blue color and
distinctive aroma, while the butterfly pea flower extract

Volume XIII No. 1 Juni 2023 Hal - 39


Uji Parameter Standar….

PENDAHULUAN antihiperglikemia, antikanker, antiinflamasi


Tanaman obat merupakan jenis tanaman yang dan antimikroba (Al-Snafi, 2016; Marpaung,
berkhasiat dapat meningkatkan sistem imun dan 2020).
menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Hal ini
Melihat besarnya potensi yang dimiliki oleh
dikarenakan adanya zat aktif yang terkandung
bunga telang maka sangat diperlukan upaya
dalam tanaman seperti di daun, bunga, batang,
untuk menjaga stabilitas, keamanan dan
akar, buah, biji dan umbi. Pada umumnya tanaman
konsistensi kandungan senyawa aktif bunga
obat digunakan oleh masyarakat sebagai bahan
telang sebagai bahan baku (simplisia dan
baku pembuatan jamu dan obat tradisional
ekstrak) yakni dengan melakukan standardisasi.
(Lestari et al., 2021; Tjitrosoepomo, 2005).
Standardisasi sendiri merupakan proses
Pemanfaatan tanaman obat telah dilakukan penetapan sifat bahan baku berdasarkan
secara turun temurun berdasarkan parameter tertentu guna mencapai derajat
pengalaman empiris. Hingga saat ini, upaya kualitas yang sama. Simplisia dan ekstrak
pemanfaatan tanaman obat tidak hanya distandardisasi menggunakan parameter
dilakukan oleh masyarakat umum, namun juga spesifik dan nonspesifik (Kemenkes, 2017;
pemerintah melalui WHO (World Health Depkes RI, 2000)
Organization) dengan cara mempromosikan
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu
tanaman obat dalam program perawatan
dilakukan standardisasi simplisia dan ekstrak
kesehatan nasional. Secara kondisi geografis,
bunga telang yang meliputi parameter spesifik
Indonesia memiliki iklim yang tropis sehingga
(organoleptis, mikroskopis, pengotor asing,
ketersediaan tanaman melimpah dan mudah
skrining fitokimia, kadar sari larut air dan
diperoleh dengan biaya yang relatif murah.
etanol) dan parameter non-spesifik (susut
Salah satu jenis tanaman yang dapat dijadikan pengeringan dan bobot jenis)
obat tradisional adalah bunga telang (Clitoria
ternatea L) yang merupakan tanaman
METODE PENELITIAN
merambat yang banyak ditemukan di
Jenis penelitian ini adalah penelitian
pekarangan rumah. Secara Taksonomi, bunga
eksperimental yang menggunakan simplisia
telang termasuk anggota suku polong-
dan ekstrak etanol bunga telang (Clitoria
polongan yang berasal dari Asia tropis. Bunga
ternatea L) untuk dilakukan standardisasi
telang memiliki nama yang berbeda-beda di
parameter spesifik dan nonspesifik.
setiap daerah di Indonesia, seperti di daerah
Sumatera disebut bunga biru, bunga kelentit,
bunga telang, di Jawa disebut kembang 1. Pembuatan Simplisia
teleng, menteleng, di Sulawesi disebut bunga Bunga telang dipetik dari Kecamatan
talang, bunga temen raleng dan di Maluku Kedamaian, Bandar
disebut bisi atau seyamagulele (Anto, 2021).
Lampung. Setelah dipetik, bunga telang
Bunga telang diketahui memiliki kandungan dicuci menggunakan air bersih lalu
kimia seperti tanin, saponin, triterpenoid, dikeringkan dengan cara dijemur di bawah
fenol, flavonoid, glikosida flavonol, quersetin sinar matahari secara tidak langsung.
alkaloid, antrakuinon, antosianin, glikosida Setelah kering simplisia ditimbang dan
jantung, minyak atsiri dan steroid. Hingga hitung nilai rendeman simplisia.
saat ini, bunga telang banyak digunakan
sebagai ramuan herbal karena memiliki efek
farmakologi, diantaranya antioksidan, 2. Standardisasi Parameter Spesifik
antidiabetes, antidiuretik, antiobesitas,

Volume XIII No. 1 Juni 2023 Hal - 40


Uji Parameter Standar….

Simplisia a. Organoleptis dituangkan ke tabung reaksi,


Pemeriksaan organoleptis simplisia bunga selanjutnya dikocok kuat selama 10
telang dilakukan secara visual meliputi detik kemudian ditambahkan HCL 2N.
bentuk, rasa, warna dan aroma (Kemenkes, Hasil skrining menunjukkan positif
2017). saponin jika terbentuk busa 1-10 cm dan
stabil selama 10 menit (J.B Harbone,
b. Mikroskopis 1996).
Pengamatan uji mikroskopis dilakukan
terhadap simplisia bunga telang yang 3) Tanin
terlebih dahulu dihaluskan hingga menjadi Serbuk simplisia bunga telang 0,5 gram
serbuk. Selanjutnya diamati fragmen dimasukkan ke dalam gelas beker berisi
pengenal bunga telang secara umum 10 ml aquadest lalu panaskan hingga
menggunakan mikroskop perbesaran mendidih selama 10 menit kemudian
hingga 400x (Eliyanoor, disaring. Filtrat yang diperoleh diambil 2
ml lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi
2012; Depkes RI, 2000) FeCl3 1%. Hasil skrining menunjukkan
c. Uji Pengotor Asing positif tanin jika terbentuk warna biru-
Uji pengotor asing dilakukan dengan cara hitam atau hijau kehitaman (J.B
mencari pengotor organik maupun Harbone, 1996).
anorganik pada simplisia. Persentase
pengotor asing per 100 gram simplisia 4) Steroid dan Triterpenoid
dihitung menggunakan rumus: Serbuk simplisia bunga telang 0,5 gram
ditambahkan kloroform sebanyak 10 ml
selama 30 menit lalu disaring. Filtrat yang
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑡𝑜𝑟 x 100% diperoleh diuapkan menggunakan cawan
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎
porselin kemudian diteteskan reagen
Lieberman-Burchard (LB). Hasil skrining
d. Skrining Fitokimia 1) Flavonoid menunjukkan positif steroid jika terbentuk
Serbuk simplisia bunga telang 0,5 gram cincin berwarna hijau kebiruan dan positif
dimasukkan ke dalam gelas beker berisi triterpenoid bewarna ungu atau jingga (J.B
10 ml aquadest lalu panaskan hingga Harbone, 1996).
mendidih selama 10 menit kemudian
disaring. Filtrat yang diperoleh diambil 5 5) Terpenoid
ml lalu ditambahkan 0,1 gram serbuk Serbuk simplisia bunga telang 0,5 gram
magnesium (Mg), 1 ml HCl pekat dan 2 ditambahkan kloroform sebanyak 10 ml
ml amil alkohol kemudian dikocok kuat selama 30 menit lalu disaring. Filtrat yang
dan diamkan hingga terpisah menjadi 2 diperoleh diuapkan menggunakan cawan
lapisan. Hasil skrining menunjukkan porselin, kemudian diteteskan reagen
positif Flavonoid jika adanya warna vanillin-sulfat. Hasil skrining menunjukkan
merah, kuning, jingga pada lapisan amil positif terpenoid jika terbentuk warna
alkohol (J.B Harbone, 1996). merah atau ungu (J.B Harbone, 1996).

2) Saponin 6) Alkaloid
Serbuk simplisia bunga telang 0,5 gram Sebanyak 1 gram bunga telang segar
dimasukkan ke dalam gelas beker berisi dibasakan dengan ammonia 25%
10 ml aquadest lalu panaskan hingga kemudian ditambahkan kloroform lalu
mendidih selama 10 menit kemudian saring. Filtrat yang diperoleh selanjutnya
disaring. Filtrat yang diperoleh dikocok kuat dengan HCl 2N hingga

Volume XIII No. 1 Juni 2023 Hal - 41


Uji Parameter Standar….

terbentuk 2 lapisan. Lapisan asam (bagian menggunakan pelarut, jumlah, waktu dan
atas) diambil lalu dibagi menjadi 2 bagian. prosedur yang sama dari proses maserasi
Bagian pertama untuk blangko, bagian sebelumnya. Filtrat yang terkumpul
kedua ditetesi pereaksi Mayer dan diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental,
Dragendorff masing-masing 4-5 tetes. selanjutnya dihitung rendemen ekstrak
Hasil skrining menunjukkan positif alkaloid bunga telang.
jika terbentuk endapan putih setelah
diberikan pereaksi Mayer dan terbentuk
5. Standardisasi Parameter Spesifik
endapan kuning kemerahan setelah
diberikan pereaksi Dragendorff (Tiwari et Ekstrak a. Organoleptis
al., 2011; J.B Harbone, 1996; Pemeriksaan organoleptik ekstrak meliputi
bentuk, bau, rasa dan warna. Pemeriksaan
Farnsworth, 1966). dilakukan setelah ekstrak yang diletakkan di
dalam cawan porselin terkena udara selama
3. Standardisasi Parameter Non 15 menit. Waktu 15 menit dihitung setelah
Spesifik Simplisia a. Susut cawan porselin ekstrak dibuka (Kemenkes,
Pengeringan 2017).
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia bunga
b. Kadar Sari Larut Air
telang dimasukkan ke cawan porselin
Sebanyak 5 gram ekstrak bunga telang
tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan
dimasukkan ke dalam labu bersumbat, lalu
selama 30 menit pada suhu
ditambahkan 100 mL air jenuh kloroform (3
105˚C dan telah ditara. Serbuk simplisia tetes kloroform dalam 100 mL aquadest),
diratakan hingga terbentuk lapisan tebal 5-10 dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama,
mm, lalu ditimbang. Selanjutnya, cawan biarkan selama 18 jam lalu disaring hingga
porselin berisi serbuk simplisia dikeringkan diperoleh filtrat. 20 mL filtrat diuapkan
menggunakan oven pada suhu 105˚C hingga pada suhu 105°C hingga bobot tetap
diperoleh bobot tetap. Sebelum setiap proses (Kemenkes, 2017). Kadar dalam % sari larut
pegeringan, cawan dimasukkan dalam air dihitung menggunakan rumus:
desikator hingga suhu ruang (Kemenkes,
2017).
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑟𝑖 𝑎𝑖𝑟 × 100%
Selanjutnya dihitung nilai persentasi susut 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑧𝑎𝑡 𝑢𝑗𝑖 (𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘)

pengeringan menggunakan rumus:


c. Kadar Sari Larut Etanol
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑢𝑠𝑢𝑡 Sebanyak 5 gram ekstrak bunga telang
dimasukkan ke dalam labu bersumbat, lalu
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎
ditambahkan 100 mL etanol 96%, dikocok
berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan
selama 18 jam lalu disaring hingga
4. Pembuatan Ekstrak Bunga Telang
diperoleh filtrat. 20 mL filtrat diuapkan
Metode ekstraksi yang digunakan adalah
pada suhu 105°C hingga bobot tetap
maserasi dengan cara merendam simplisia
(Kemenkes, 2017). Kadar dalam % sari larut
bunga telang menggunakan pelarut etanol
air dihitung menggunakan rumus:
96% dengan dilakukan sesekali
pengadukan. Setelah 1x24 jam, larutan
maserasi disaring untuk diambil filtratnya. 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑟𝑖 𝑎𝑖𝑟 × 100%
Ampas yang tersisa diremaserasi 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑧𝑎𝑡 𝑢𝑗𝑖 (𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘)

Volume XIII No. 1 Juni 2023 Hal - 42


Uji Parameter Standar….

Simplisia
6. Standardisasi Parameter Non Jenis Pemeriksaan Hasil
Organoleptis Bentuk: Kering Rasa:
Spesifik Ekstrak a. Bobot Jenis
Manis
Penentuan bobot jenis ekstrak dihitung Warna: Biru
menggunakan piknometer. Piknometer Aroma: Khas
terlebih dahulu dibersihkan dan Pengotor asing 1,2%
dikeringkan. Ekstrak diencerkan 5%
menggunakan air, selanjutnya dimasukkan
ke dalam piknometer lalu ditimbang. Bobot Tabel 2. Mikroskopis Bunga Telang
piknometer kosong dikurangi dengan bobot
piknometer yang telah diisi. Bobot jenis Tabel 3 Skrining Fitokimia Bunga Telang
ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh Pemeriksaan Reagen/Perlakuan Hasil
dengan membagi kerapatan ekstrak dengan Flavonoid HCL+Serbuk Mg +
Saponin Dikocok+HCL 2N +
kerapatan air dalam piknometer pada suhu
Tanin FeCl3 dan gelatin 1% +
25°C. Selanjutnya bobot jenis (g/ml) dapat
dihitung menggunakan rumus: Steroid dan Lieberman Burchard +
Triterpenoid
Terpenoid Vanilin-sulfat +
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
Alkaloid Mayer +
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟

b. Susut Pengeringan
2. Standardisasi Parameter NonSpesifik
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia bunga
telang dimasukkan ke dalam cawan porselin Simplisia
tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan Tabel 4. Susut Pengeringan
Jenis Uji Kadar Susut (%) Rata-Rata
selama 30 menit pada suhu 105˚C dan telah
I II II (%) ± SD
ditara. Serbuk simplisia diratakan hingga
Susut 0,8 0,8 0,8 0,8±0
terbentuk lapisan tebal 5-10 mm, lalu Pengeringan
ditimbang. Selanjutnya, cawan porselin
berisi serbuk simplisia dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 105˚C hingga
diperoleh bobot tetap. Sebelum setiap
3. Standardisasi Parameter
proses pegeringan, cawan dimasukkan Spesifik Ekstrak Tabel 5. Hasil Uji
dalam desikator hingga suhu ruang Organoleptis
Jenis Pemeriksaan Hasil
(Kemenkes, 2017).
Bentuk: Kental
Selanjutnya dihitung nilai persentase susut Organoleptis Warna: Cokelat Tua
pengeringan menggunakan rumus: Rasa: Tidak Berasa
Aroma: Khas
Tabel 6. Hasil Kadar Sari Larut Etanol dan Air
Jenis Uji Kadar Sari (%) Rata-Rata
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛
I II II (%) ± SD
𝑥 100% Kadar Sari Larut 1,2 1 1,2 1,1±0,11
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 Etanol
Kadar Sari Larut 8,2 8,8 8,6 8,5±0,3
HASIL PENELITIAN Air
1. Standardisasi Parameter Spesifik
Simplisia
Tabel 1. Organoleptis dan Pengotor Asing

Volume XIII No. 1 Juni 2023 Hal - 43


Uji Parameter Standar….

Parameter Non Spesifik memenuhi syarat. Dalam hal ini, terdapat


4. Standardisasi hubungan antara rendemen dengan senyawa
Ekstrak aktif suatu bahan baku sehingga apabila jumlah
Tabel 7. Bobot Jenis
rendemen semakin tinggi maka jumlah senyawa
Jenis Uji Bobot Jenis (g/ml) Rata-Rata ±

aktif yang terkandung dalam sampel juga


semakin tinggi (Hasnaeni et al., 2019; Depkes RI,
2000).

1. Standardisasi Parameter Spesifik a.


Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis bertujuan
sebagai pengenalan awal terhadap bahan
baku (simplisia dan ekstrak) menggunakan
panca indera yang meliputi bentuk,
warna, aroma dan rasa. Hasil pemeriksaan
organoleptis menunjukkan bahwa
simplisia bunga telang memiliki
persyaratan yang digunakan untuk bunga telang karakteristik bentuk kering, rasa manis,
masih bersifat umum, karena hingga saat ini warna biru dan aroma kha. Sedangkan
belum ada acuan resmi tersendiri. ekstrak bunga telang memiliki
Berdasarkan hasil pembuatan simplisia dan karakteristik bentuk kental, warna cokelat
ekstrak diperoleh simplisia sebanyak 620 gram tua, tidak berasa dan aroma khas (Tabel 1
dan ekstrak kental 64 gram, sehingga dapat dan Tabel 5).
diperoleh persentase rendemen simplisia b. Mikroskopis
sebesar 41,3% dan ekstrak kental 10%.
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan
Perhitungan rendemen dilakukan untuk
terhadap serbuk simplisia bunga telang.
menentukan perbandingan berat simplisia atau
Berdasarkan hasil pengamatan
ekstrak yang dihasilkan dengan berat bahan
mikroskopik ditemukan fragmen
baku. Syarat umum rendemen suatu bahan baku
pengenal yaitu jaringan epidermis dan
adalah > 10%, oleh karena itu simplisia dan
serbuk sari. Epidermis merupakan lapisan
ekstrak bunga telang dinyatakan telah
sel-sel paling luar dan menutupi

Volume XIII No. 1 Juni 2023 Hal - 44


Uji Parameter Standar….

permukaan daun, bunga, buah, biji, Hasil tersebut menunjukkan bahwa


batang dan akar. Serbuk sari atau dikenal metabolit sekunder bunga telang lebih
banyak terlarut ke dalam pelarut air
sebagai pollen merupakan sel-sel kelamin
dibanding pelarut etanol. Hal ini
jantan (gamet) yang berfungsi untuk menunjukkan bahwa senyawa polar yang
penyerbukan pada organ bunga terkandung dalam bunga telang lebih
tinggi dibandingkan senyawa semi polar.
(Ramdhini, 2021). Senyawa yang diduga terlarut dalam
c. Pengotor Asing pelarut air diantaranya karbohidrat,
saponin, tanin, alkaloid kuartener, gula,
Pemeriksaan pengotor asing
asam-asam amino dan sebagian vitamin.
dilakukan untuk mengetahui jumlah Sedangkan senyawa yang terlarut dalam
pengotor yang terdapat pada simplisia, pelarut etanol diantaranya terpenoid,
meliputi pengotor organik dan anorganik. alkaloid, fenol, glikosida, lilin, lipid dan
Hasil dari pemeriksaan pengotor asing minyak (Sutomo et al., 2021).
pada simplisia bunga telang hanya
ditemukan pengotor organik yakni daun 2. Standardisasi Parameter Non-Spesifik
dan batang tanaman, yakni sebesar 1,2% a. Susut Pengeringan
(Tabel 1). Hasil tersebut memenuhi Penentuan susut pengeringan
syarat umum bahwasanya bahan nabati dilakukan terhadap simplisia dan ekstrak
yang baik memiliki kandungan bahan bunga telang yang bertujuan untuk
organik asing tidak lebih dari 2% (Depkes memberikan batasan maksimal tentang
RI, 2000; Jayani & Handojo, 2021). besarnya senyawa yang hilang pada
proses pengeringan. Parameter susut
d. Skrining Fitokimia pengeringan pada dasarnya adalah
Tujuan dilakukan skrining fitokimia pengukuran sisa zat setelah pengeringan
adalah mengidentifikasi secara kualitatif pada temperatur 105oC hingga mencapai
metabolit sekunder simplisia. Hal ini berat konstan, yang dinyatakan sebagai
dapat menjadi gambaran terkait nilai persen (Depkes RI, 2000). Susut
kandungan senyawa aktif. Berdasarkan pengeringan yang diperoleh dari simplisia
hasil uji skrining menunjukkan bahwa dan ekstrak bunga telang sebesar 0,8%.
bunga telang terdapat senyawa Nilai tersebut adalah massa yang hilang
flavonoid, saponin, tanin, steroid, dari bahan baku karena proses
triterpenoid, terpenoid dan alkaloid. pemanasan dapat berupa air, minyak atsiri
e. Kadar Sari Larut Air dan Etanol atau pelarut etanol. Susut pengeringan
ekstrak bunga telang dapat dinyatakan
Penentuan kadar sari digunakan
memenuhi persyaratan yakni <10%,
untuk mengetahui gambaran jumlah
karena jika melebihi akan mempengaruhi
senyawa aktif yang terlarut dalam
stabilitas ekstrak (BPOM, 2013).
pelarut. Pada penelitian ini, pelarut yang
digunakan adalah air dan etanol b. Bobot Jenis
96%. Kadar senyawa terlarut dalam Pengukuran bobot jenis dilakukan
pelarut air dan etanol bertujuan untuk untuk memberikan gambaran kandungan
mengetahui perkiraan jumlah senyawa kimia yang terlarut dalam ekstrak sebagai
aktif yang bersifat polar (pelarut air) dan perbandingan kerapatan suatu zat
senyawa yang bersifat polar dan semipolar
(pelarut etanol 96%) (Depkes RI, 2000). terhadap kerapatan air dengan nilai massa
Berdasarkan perhitungan kadar sari bunga per satuan volume (Voight, 1994). Bobot
telang pelarut air dan etanol masing- jenis yang diperoleh terhadap ekstrak
masing sebesar 8,5% dan 1,1 % (Tabel 6). bunga telang sebesar 1,38 g/mL. Nilai

Volume XIII No. 1 Juni 2023 Hal - 45


Uji Parameter Standar….

tersebut memberikan gambaran batasan Hasnaeni, H., Usman, S. & Wisdawati, W. 2019.
besarnya massa persatuan volume yang Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap
merupakan parameter khusus ekstrak Rendemen Dan Kadar
yang masih dapat dituang.
Fenolik Ekstrak Tanaman Kayu BetaBeta
(Lunasia amara Blanco). Jurnal Farmasi
KESIMPULAN Galenika (Galenika Journal of Pharmacy)
Hasil standardisasi terhadap simplisia dan (e-Journal), 5(2).
ekstrak bunga telang yang meliputi parameter
spesifik (organoleptis, mikroskopis, uji J.B Harbone 1996. Metode Fitokimia: Penuntun
pengotor asing, skrining fitokimia, kadar sari Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,
larut air dan etanol) dan parameter non- diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata
spesifik (susut pengeringan dan bobot jenis) dan Iwang
telah memenuhi syarat umum yang telah
ditetapkan. Soediro. Penerbit ITB, Bandung, 2.
Jayani, N.I.E. & Handojo, H.O. 2021. Standarisasi
Simplisia Daun Tempuyung (Sonchi Folium)
SARAN Hasil Budidaya di Ubaya Training Center
Perlu dilakukan standardisasi lainnya untuk Trawas Mojokerto. Journal OFf Pharmacy
melengkapi informasi mutu simplisia dan Science and Technology,
ekstrak bunga telang.
1(1).
Kemenkes, R. 2017. Farmakope Indonesia. II ed.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik
Al-Snafi, A.E. 2016. Pharmacological importance Indonesia. Jakarta.
of Clitoria ternatea-A review. IOSR Lestari, D., Koneri, R. & Maabuat, P.V.
Journal Of Pharmacy www.iosrphr.org, . 2021. Keanekaragaman dan Pemanfaatan
Anto, A. 2021. Mengenal Bunga Telang, Si Biru Tanaman Obat pada Pekarangan di
Dengan Beragam Manfaat. Badan Litbang Dumoga Utara, Kabupaten Bolaang
Pertanian Kementrian Pertanian. Mongondow, Sulawesi Utara. Jurnal Bios
BPOM 2013. Pedoman Cara Pembuatan Logos, 11(2).
Simplisia Yang Baik. Jakarta: Badan Marpaung, A.M. 2020. Tinjauan Manfaat Bunga
Pengawas Obat dan Makanan Telang (Clitoria ternatea L.) Bagi Kesehatan
Republik Indonesia. Manusia. Journal of Functional Food and
Nutraceutical, 1(2).
Depkes RI 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat : Jakarta Ramdhini, R. et al 2021. Anatomi Tumbuhan.
Departemen Kesehatan Republik Medan: Yayasan Kita Menulis.
Indonesia. Edisi IV. Sutomo, S., Hasanah, N., Arnida, A. & Sriyono, A.
Eliyanoor, B.M. 2012. Penuntun Praktikum 2021. Standardisasi Simplisia dan Ekstrak
Farmakognosi. II ed. Jakarta: Buku Daun Matoa (Pometia pinnata J.R Forst &
Kedokteran EGC. G. Forst) Asal Kalimantan Selatan. Jurnal
Pharmascience, 8(1).
Farnsworth, N.R. 1966. Biological and
Phytochemical Screening of Plants. Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., Kaur, G. & Kaur,
H. 2011. Phytochemical screening and
Journal of Pharmaceutical Sciences, 55(3).
Extraction: A Review. Internationale
Pharmaceutica Sciencia, 1(1): 98–106.

Volume XIII No. 1 Juni 2023 Hal - 46


Uji Parameter Standar….

Tersedia di
http://www.ipharmsciencia.com
[Accessed 26 Juni 2021].

Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Tanaman


Obat-obatan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi


Farmasi. Yogyakarta, Indonesia:

Gadjah Mada University Press.

Volume XIII No. 1 Juni 2023 Hal - 47

Anda mungkin juga menyukai