Formulasi Gel Ekstrak Buah Tomat dan Benzofenon Serta Uji Nilai SPF 42 - 49
Lidia, Kiki Amalia, Fetty Vebriola
Uji Cemaran Bakteri Escherichia coli dan Coliform Pada Susu Kedelai 61 - 65
yang Di Jual Di WarungKawasan Kelurahan Sukajadi
Kecamatan Sukajadi Pekanbaru
Melzi Octaviani , Izzatul Mey Thri Aria
Pelindung
Ketua STIFAR Riau
Penanggung Jawab
Ketua LPPM STIFAR Riau
Ketua Dewan Editor
Haiyul Fadhli Sekretaris
Dewan Editor
Erniza Pratiwi
Dewan Editor
Meiriza Djohari
Rahayu Utami
Anita Lukman
Septi Muharni
Mustika Furi
Syilfia Hasti
Deni Anggraini
Sekretariat & Administrasi
Neni Frimayanti
Nofriyanti
Tiara Tri Agustini
Ihsan Ikhtiarudin
Ferdy Firmansyah
ISSN 2302-
187X
Alamat Redaksi
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah kemukus (Piper cubeba L.F) yang bertujuan untuk mengetahui kandungan
metabolit sekunder dan aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah kemukus (Piper cubeba L.F) terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus. Metode yang digunakan adalah metode difusi agar pada konsentrasi 80, 40, 20, dan 10%. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak etanol
buah kemukus memiliki daerah diameter hambat berturut-turut 8,6; 8,1; 7,5 dan 7,3 bersifat antibakteri dalam kategori lemah terhadap Escherichia
coli, sedangkan terhadap Staphylococcus aureus memiliki diameter daerah hambat berturut-turut 8,9; 8,7; 7,6 dan 7,5 bersifat antibakteri dalam
kategori lemah.
Kata kunci: Piper cubeba L.F, Antibakteri, Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
ABSTRACT
Experimental activity of antibacterial activity of ethanol extract of fruit of kemukus (Piper cubeba L.F) was done to find out the secondary metabolite
and antibacterial activity of ethanol extract of fruit (Piper cubeba L.F) against Escherichia coli and Staphylococcus aureus bacteria. The method used
was agar diffusion method at concentrations of 80, 40, 20, and 10%. The results showed that the ethanol extract of the steamed fruit had an inhibitory
diameter area of 8.6; 8.1; 7.5 and 7.3 are antibacterial in the weak category against Escherichia coli, whereas against Staphylococcus aureus has a
diameter of the inhibitory area of 8.9, respectively; 8.7; 7.6 and 7.5 are antibacterial in the weak category.
Keywords: Piper cubeba L.F, Antibacterial, Escherichia coli and Staphylococcus aureus.
Antibakteri adalah obat atau senyawa yang penyebarannya, sehingga dibutuhkan biaya
dapat menghambat pertumbuhan atau penanggulangan yang relatif besar terutama
membasmi bakteri, khususnya bakteri yang untuk pengadaan obat-obatan. Penggunaan
bersifat merugikan manusia yang bersifat berbagai jenis tumbuhan di Indonesia sebagai
patogen. Senyawa yang hanya dapat tanaman obat tradisional telah lama dikenal
menghambat pertumbuhan bakteri tanpa oleh masyarakat jauh sebelum perkembangan
membunuhnya disebut dengan bakteriostatik, obat-obatan sintetik (Corwin, 2001).
sedangkan senyawa yang dapat membunuh
METODOLOGI PENELITIAN Alat
bakteri disebut dengan bakterisidal (Priyanto,
2008). Alat yang digunakan pada penelitian adalah
tabung reaksi dan raknya, aluminium foil,
Bakteri merupakan mikroba prokariotik timbangan analitik, autoklaf, inkubator, cawan
uniseluler, berkembang biak secara aseksual petri, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, lampu
dengan pembelahan sel. Semua bakteri spiritus, pipet mikro, jarum Ose, jangka sorong,
memiliki struktur sel yang relatif sederhana. benang, kain kasa, kertas cakram, beker gelas,
Berdasarkan morfologi sel bakteri, ada hot plate, spektrofotometer UV-Vis (UV-1800
beberapa bentuk dasar bakteri yaitu bulat shimadzu), pinset, batang pengaduk, spatel,
(coccus), batang atau silinder (bacilli) dan spiral perkamen dan lemari pendingin.
yaitu berbentuk batang melengkung atau
Bahan
melingkar-lingkar (Pratiwi, 2008).
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam
Bakteri Escherichia coli umumnya merupakan penelitian ini adalah ekstrak etanol buah
flora normal di saluran pencernaan manusia kemukus (Piper cubeba L.F), Nutrien Agar,
dan hewan. Kelebihan jumlah bakteri ini dapat Etanol, kertas cakram, bakteri uji Escherichia
menjadi penyebab penyakit diare. Escherichia coli (Gram-negatif), Staphylococcus aureus
coli termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. (Gram-positif) dan
Bakteri ini merupakan bakteri Gram negatif Ciprofloxacin5 µg/disc sebagai Kontrol positif.
berbentuk batang pendek dan mempunyai
flagel. Sedangakan bakteri Staphylococcus Pengambilan Sampel
aureus merupakan bakteri Gram positif, tidak Sampel yang digunakan adalah buah kemukus
membentuk spora, tak bergerak dan dapat (Piper cubeba L.F) yang diperoleh dari Pasar
tumbuh pada berbagai media pada suasana Pusat Jl. Sudirman Pekanbaru. Buah kemukus
aerob. Bakteri ini termasuk kedalam famili yang diambil merupakan buah yang sudah
micrococcaceae. Sel berbentuk kokus kering sebanyak 3 Kg.
ditemukan satu-satu, berpasangan, berantai Penyiapan Sampel
pendek, bergerombol menyerupai setangkai
anggur. Staphylococcus aureus menyebabkan Sampel yang disortasi kering dan dihaluskan
sebanyak 3 kg, dimasukkan ke dalam botol
infeksi kulit seperti furunkel, bisul dan
penanahan (Radji, 2011). berwarna gelap kemudian direndam dengan
pelarut etanol. Proses ekstraksi dilakukan
Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh berbagai ditempat yang terlindung dari cahaya matahari
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan dengan 3 kali pengulangan. Perendaman
virus. Indonesia dengan iklim tropis dan curah pertama dilakukan selama 5 hari dengan
hujan yang cukup tinggi merupakan tempat sesekali diaduk atau dikocok kemudian disaring
yang cocok bagi pertumbuhan dan sehingga diperoleh cairan berupa maserat.
perkembangbiakan mikroorganisme. Di Perendaman selanjutnya dilakukan selama 5
Indonesia penyakit infeksi sampai sekarang hari juga, kemudian maserat disaring. Maserat
masih menduduki urutan teratas dalam hal dari 3 kali perendaman dicampur dan
6 Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 6(2), Maret 2018
ISSN 2302-187X
Steroid Asam sulfa pekat Merah (-) kecepatan maksimum dan tersedia nutrisi
dan asam asetat
untuk bakteri sehingga bakteri dapat tumbuh
anhidrat
Saponin - Busa yang tidak
dengan baik (Pratiwi, 2008).
hilang (-)
Media yang digunakan pada pengujian aktivitas
antibakteri adalah media Nutrient Agar (NA),
karena merupakan media yang baik untuk
Skrining fitokimia yang dilakukan pada
pertumbuhan bakteri. Untuk suspensi bakteri
ekstrak buah kemukus (Piper cubeba L.F),
dicapai tingkat kekeruhannya pada transmitan
membuktikan adanya golongan senyawa
25% yang diukur pada panjang gelombang 580
alkaloid dan flavonoid. Menggunakan
nm. Kekeruhan suspensi bakteri tersebut harus
pereaksi Mayer terbentuknya endapan
terukur untuk memberikan keseragaman
putih untuk alkaloid dan pereaksi logam Mg
populasi bakteri dalam suspensi bakteri uji,
yang ditambahkan asam klorida pekat
sehingga pengujian yang dilakukan memberikan
terbentuknya warna ungu untuk flavonoid.
hasil yang akurat. Larutan NaCl Fisiologis
Buah kemukus kering yang didapat dijadikan media peremajaan bakteri karena
sebanyak 3000 gram, serta sampel ekstrak larutan ini merupakan larutan yang dapat
kental yang diperoleh sebanyak 180 gram menghasilkan lingkungan isotonik bagi
dan rendemen hasil pemekatan yang pertumbuhan mikroba uji (Cappuccino dan
didapat yaitu 6%. Sherman, 2013).
Metode yang digunakan untuk pengujian Kontrol positif yang digunakan pada pengujian
aktivitas antibakteri dalam penelitian ini ini ialah antibiotik ciprofloxacin, antibiotik itu
adalah metode difusi agar. Metode ini sendiri merupakan semua substansi yang
dipilih karena sederhana dalam pengerjaan diketahui memiliki kemampuan untuk
dan teknik dan juga dapat langsung menghalangi pertumbuhan mikroorganisme
(Pratiwi, 2008). Kontrol positif ini berfungsi
74 sebagai pembanding diameter hambat
Emrizal,
terhadap ekstrak etanol buah kemukus (Piper
cubeba L.F) terhadap bakteri Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus. Sedangkan kontrol
negatif yang digunakan adalah pelarut yang
mengetahui respon hambatan pertumbuhan melarutkannya. Penggunaan kontrol negatif ini
bakteri pada pengujian aktivitas antibakteri untuk memastikan bahwa respon daya hambat
dengan konsentrasi tertentu, dengan cara yang terjadi benar-benar disebabkan oleh
mengukur diameter zona bening di sekitar ekstrak atau senyawa sebagai komponen aktif
cakram (Jawetz et al, 2013). dan bukan dari pelarut yang digunakan. Kontrol
positif, ciprofloxacine yang digunakan baik pada
Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini
bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus
adalah bakteri Escherichia coli dan
aureus memberikan zona hambat yang besar
Staphylococcus aureus. Bakteri ini digunakan
yaitu sebesar 34 mm dan 29,3 mm.Besarnya
untuk mewakili jenis bakteri Gram positif
diameter zona hambat dari kontrol positif ini
(Staphylococcus aureus) dan Gram negatif
membuktikan bahwa ciprofloxacine memang
(Escherichia coli). Bakteri yang merupakan
bersifat antibakteri. Jika dibandingkan dengan
kultur biakan, diremajakan terlebih dahulu
ekstrak sampel uji, maka dapat disimpulkan
dengan tujuan, agar diperoleh mikroba uji yang
bahwa ekstrak etanol dari buah kemukus (Piper
berada pada fase eksponensial. Pada fase ini
cubeba L.F) berpotensi dalam mematikan
mikroorganisme tumbuh dan membelah pada
8 Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 6(2), Maret 2018
ISSN 2302-187X
bakteri penyebab infeksi saluran cerna dan juga 80, 40, 20 dan 10% berturut-turut memberikan
mematikan bakteri penyebab infeksi kulit. hasil zona hambatan sebesar 8,6; 7,8;7,5; dan
7,4 mm dan ini termasuk kategori lemah.
Aktivitas antibakteri dapat diketahui dengan
Sedangkan pada bakteri Staphylococcus aureus
melihat diameter daya hambat atau diameter
juga berturut-turut memberikan hasil zona
zona bening yang terjadi disekeliling cakram
hambatan sebesar 8,9;8,7; 7,6 dan 7,5 mm dan
pada pertumbuhan bakteri di media agar yang
diameter zona hambat ini termasuk kategori
sudah padat.
lemah. Menurut CLSI (2013), diameter zona
Semakin besar diameter hambatnya maka hambat yang beraktivitas lemah adalah 0-9 mm,
semakin besar aktivitas antibakteri yang diameter yang beraktivitas sedang 1014 mm
dihasilkan suatu sampel uji tersebut, begitu dan diameter yang kuat 15-20 mm.
pula sebaliknya. Ada banyak faktor yang dapat KESIMPULAN
mempengaruhi uji aktivitas antibakteri suatu
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
sampel uji yaitu kecepatan difusi dari sampel
dapat disimpulkan bahwa pada aktivitas
yang berbeda-beda dan perbedaan respon
antibakteri ekstrak etanol dari buah kemukus
bakteri terhadap sampel tersebut. Hal ini yang
(Piper cubeba L.F) terhadap bakteri Escherichia
menjadi penyebab diameter hambat yang
coli dan Staphylococcus aureus pada
dihasilkan suatu sampel uji berbeda-beda
konsentrasi 80, 40, 20, dan 10% memberikan
(Dwijoseputro, 2003).
diameter zona hambat yang dapat
Pada pengujian aktivitas antibakteri ekstrak dikategorikan beraktivitas lemah.
etanol buah kemukus (Piper cubeba L.F) dibuat
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk
sampel dengan konsentrasi 80, 40, 20, dan 10%.
dapat melakukan uji aktivitas terhadap bakteri
Cara pengujian dilakukan dengan
lainnya, dan uji aktivitas antijamur dari ekstrak
mengencerkan ekstrak etanol buah kemukus
etanol buah kemukus (Piper cubeba L.F).
(Piper cubeba L.F) dengan pelarut etanol
dengan berbagai konsentrasi dari masing-
masing pelarut, kemudian sampel diteteskan DAFTAR PUSTAKA
pada kertas cakram sebanyak 10 µl, lalu biarkan Cappuccino, J.G dan Sherman, N., 2013. Manual Laboratorium
Mikrobiologi, Edisi 8, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
hingga kering. Tujuan pengeringan tersebut
Cheppy, S dan Hernani, 2001, Budidaya Tanaman Obat Komersial, Edisi
agar pelarut menguap dan sampel uji akan Kesatu. Jakarta.
tinggal di kertas cakram. Kemudian cawan Petri CLSI., 2013. Performance Standars for Antimicrobial Susceptibility,
yang sudah berisi seluruh cakram uji Wayne: Clinical and Laboratory Standards Institute.
dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 37°C Corwin, J.E., 2001.Patofisiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
selama 24 jam dengan posisi cawan Petri di Dwidjosaputro, 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi, Jakarta: Penerbit
FKUI.
balikkan.
Fathir, 2009. Mikrobiologi Dasar, Jakarta: Erlangga.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya Gunawan, D dan Mulyani, S., 2004.Ilmu Obat Alam. Bogor: Penerbit
diameter zona hambat yang dihasilkan ekstrak Swadaya.
etanol buah kemukus (Piper cubeba L.F) dengan Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A., Brooks, G.F., Butel, J.S., dan
Carroll, K.C., 2013.Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25.
konsentrasi yang berbeda. Jika dilihat dari rata- Terjemahan Nugroho. A.W et al. Editor Adityaputri. Jakarta: EGC.
rata diameter zona hambat yang dihasilkan
Ketaren, S., 2011. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Jakarta: Penerbit
sampel uji terhadap bakteri Escherichia coli Balai Pustaka.
dikaitkan dengan klasifikasi respon hambat Kusumarini. N. 2016. Keanekaragaman Kemukus di Jawa -Jurnal
pertumbuhan bakteri maka diameter daerah Program Studi Biologi Tumbuhan.1(1):6-7.
hambat bakteri terhadapekstrak etanol buah Pratiwi, T.S., 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
kemukus (Piper cubeba L.F) pada konsentrasi Priyanto., 2008. Farmakologi Dasar, Edisi II, Jakarta: Penerbit Leskonfi.
9 Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 6(2), Maret 2018
ISSN 2302-187X
ABSTRAK
Tanaman matoa (Pometia pinnata J.R. & G.Forst) telah Kadar senyawa yang terlarut pada pelarut air sebesar
dikenal memiliki banyak efek farmakologis dan 32,21%, sedangkan kadar senyawa yang larut dalam
digunakan sebagai obat tradisional. Salah satu dari etanol sebesar 38,56%. Susut pengeringan sebesar
tanaman matoa yang dimanfaatkan adalah daunnya 7,03%. Bobot jenis ekstrak sebesar 0,9013%. Kadar abu
yang berfungsi sebagai antibakteri, diuretik, analgesik total sebesar 2,46%, sedangkan kadar abu tidak larut
dan lain-lain. Agar dapat dijadikan sebagai bahan baku asam sebesar 0,049%. Kadar air ekstrak sebesar 5%.
obat tradisional maka perlu dilakukan standardisasi. Total cemaran bakteri sebanyak 7,8x104 koloni/g dan
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh nilai- cemaran kapang sebesar 5,5x104 koloni/g. Berdasarkan
nilai standar parameter spesifik dan non spesifik. hasil penelitian dapat dilihat beberapa parameter
Ekstrak etanol daun matoa diperoleh dengan cara spesifik dan non spesifik memenuhi standar mutu yang
ekstraksi metode maserasi menggunakan etanol 70% telah ditetapkan.
menghasilkan rendamen sebesar 12,98%. Ekstrak yang
dihasilkan merupakan ekstrak kering, berwarna coklat Kata Kunci: Daun Matoa, Parameter Spesifik dan
memiliki rasa pahit dan berbau khas serta mengandung Non Spesifik
metabolit sekunder berupa alkaloid, flavonoid, steroid,
tanin dan saponin dengan pola kromatogram yang Penulis Korespondensi :
menunjukkan adanya beberapa noda dengan nilai Rf Fadillah Maryam
yang berbeda. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar
E-mail : dilla.guerjel@yahoo.co.id
Kulit pohon matoa juga dapat digunakan sebagai
tuba ikan (Sangat et al, 2000).
PENDAHULUAN
Pada penelitian sebelumnya Rahimah et al.
Indonesia merupakan salah satu negara
(2013) didapatkan senyawa golongan flavonoid
dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang
dengan mengidentifikasikan senyawa dari isolat
memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman
yang diperoleh dari daun matoa (Pometia
tingkat tinggi. Hingga saat ini, tercatat 7000
pinnata J.R. & G. Forst). Selain itu daun matoa
spesies tanaman telah diketahui khasiatnya
juga mengandung saponin dan tanin (Variany,
namun kurang dari 300 tanaman yang digunakan
1999). Di Malaysia, rebusan daun dan kulit kayu
sebagai bahan baku industri farmasi secara
dipakai mandi untuk mengatasi demam.
regular. Sekitar 1000 jenis tanaman telah
Masyarakat Fiji menggunakan ekstrak daun
diidentifikasi dari aspek botani sistematik
untuk menghitamkan rambut. Rendaman daun
tumbuhan dengan baik (Saifuddin, dkk.,2011).
diair panas baik untuk mengobati disentri.
Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan Sedangkan influenza dan nyeri tulang sendi
sebagai obat tradisional adalah matoa (Pometia diobati dengan cara minum air perasan dari kulit
pinnata J.R. & G. Forst). Matoa merupakan jenis kayu bagian dalam pohon matoa, (Suharno dan
tanaman suku Sapindaceae yang tersebar di Tanjung, 2011).
wilayah Asia Tenggara (Malaysia dan
Penelitian ini mengacu pada penelitian dan
Indonesia) (Sudarmono, pengembangan tanaman berkhasiat obat.
Standardisasi sangat penting dilakukan untuk
2000). Tanaman ini telah dimanfaatkan oleh
mengembangkan obat dari bahan alam yang
Bangsa Asia (Papua, Malaysia dan Indonesia)
tersebar luas di Indonesia untuk menjamin mutu
sebagai salah satu bahan obat tradisional yang
serta keamanan dari sediaan obat tersebut yang
diketahui mengandung golongan senyawa berupa
nantinya dapat dikembangkan menjadi
flavonoid, tanin dan saponin (Dalimartha, 2005).
fitofarmaka ataupun obat herbal terstandar.
Secara empiris tanaman matoa telah banyak
Berdasarkan Keputusan Menteri
digunakan dalam pengobatan di beberapa
daerah. Daun matoa dapat digunakan sebagai Kesehatan RI No :
obat demam, sakit kulit dan bengkak keseleo.
menit dan pada penambahan 1 tetes HCL 2 N, busa yang telah ditara (W0) dengan cara didiamkan
tidak hilang (Depkes RI, 1995). sampai pelarutnya menguap dan tersisa residunya.
Residu dipanaskan pada suhu 1050C hingga bobot
Identifikasi tanin tetap (W2), hitung kadar dalam % sari larut etanol.
Sejumlah 0,5 gram ekstrak dimasukkan kedalam
tabung reaksi kemudian dikocok dengan air Pola Kromatogram (KLT)
panas hingga homogen setelah itu ditambahkan Ekstrak etanol daun matoa (Pometia pinnata J.R.
FeCl3, jika menghasilkan biru karakteristik biru- & G. Forst) ditotolkan pada lempeng silica,
hitam, berarti mengandung tanin pirogalol. selanjutnya dielusi dengan fase gerak yang cocok
Sedangkan untuk tanin katekol dianggap positif dengan perbandingan tertentu. Hasil penampakan
jika pada penambahan larutan FeCl3 maka akan noda dapat dilihat melalui lampu UV 254 nm, 366
berwarna hijau atau biru-hijau dan endapan nm dan juga dapat menggunakan pereaksi semprot
(Kusumawati, dkk., 2003). H2SO4 kemudian dihitung nilai Rf
Identifikasi Terpenoid dan Steroid (Depkes, 1989).
Ekstrak dimasukkan sedikit dalam tabung reaksi Pengujian Parameter Non Spesifik.
kecil, lalu dikocok dengan sedikit eter. Lapisan
eter diambil lalu diteteskan pada plat tetes, dan Penetapan Susut Pengeringan
dibiarkan sampai kering. Setelah kering, Ditimbang ekstrak sebanyak 1 g dan dimasukkan
ditambahkan dua tetes asam asetat anhidrat dan kedalam krus porselin tertutup yang sebelumnya
satu tetes asam sulfat pekat. Apabila terbentuk sudah dipanaskan pada suhu 1050 selama 30
warna orange, merah atau kuning berarti positif menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang,
terpenoid. Tetapi apabila terbentuk warna hijau ekstrak diratakan dalam krus porselin dengan
berarti positif steroid (Soetamo dan Soediro, menggoyangkan krus hingga membentuk lapisan
1997; Depkes RI, 2000). setebal 5 mm – 10 mm, masukkan kedalam oven,
buka tutupnya, keringkan pada suhu 1050 hingga
Kadar Senyawa Yang Larut dalam Air bobot tetap. Dinginkan dalam eksikator. Lakukan
Ekstrak sebanyak 2,5 g replikasi sebanyak 3 kali kemudian dihitung
persentasenya (Depkes RI, 2000).
(W1) ditimbang, disari selama 24 jam dengan
50 mL air kloroform LP menggunakan labu ukur. Penetapan Kadar Abu Total Sebanyak 1
g ekstrak ditimbang seksama (W1) dimasukkan
Kocok sesekali selama 6 jam pertama, diamkan dalam cawan porselin yang telah dipijarkan dan
selama 18 jam dan di saring. Filtrat yang diperoleh ditimbang sebelumnya. Pijarkan dalam tanur
secara perlahan (dengan suhu dinaikkan secara
diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal
bertahap hingga 600 ± 250C (Depkes RI, 1980
berdasar rata yang telah ditara (W0) dengan cara dalam Arifin, H.,Anggraini, Handayani & Rasyid,
didiamkan sampai pelarutnya menguap dan 2006) hingga arang habis. Setelah itu,
didinginkan dalam eksikator dan ditimbang
tersisa residunya. Residu dipanaskan pada suhu hingga bobot konstan (W2). Percobaan dilakukan
1050C hingga bobot tetap (W2), hitung kadar sebanyak 3 kali dan dihitung kadar abu.
dalam % sari larut air. Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut
Kadar Senyawa Yang Larut dalam Etanol Dalam Asam
Ekstrak sebanyak 2,5 g (W1) ditimbang,
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar
dimaserasi dengan 50 mL etanol 95% selama 24 jam
abu total dididihkan dengan 25 mL asam klorida
menggunakan labu bersumbat. Kocok sesekali
pekat selama 5 menit, kumpulkan bagian yang
selama 6 jam pertama, diamkan selama 18 jam dan
tidak larut asam dipisahkan dengan cara disaring
disaring dengan cepat untuk menghindari
menggunakan kertas saring bebas abu dan
penguapan etanol. Filtrat yang diperoleh diuapkan
residunya dibilas dengan air panas. Abu yang
hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata
tersaring dan kertas saringnya dimasukkan
Maryam dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 1-12
14
3
kembali dalam krus silikat yang sama. Setelah itu dan 10-4 (Volk & Wheeler, 2013 ; Depkes RI,
ekstrak dipijarkan dengan menggunakan tanur 2000 ;
secara perlahan-lahan (dengan suhu dinaikkan
Saifuddin, dkk.,2011).
secara bertahap hingga 600 ± 250C
(Depkes RI, 1980 dalam Arifin, Angka Lempeng Total (ALT)
Dipipet 1 mL dari tiap pengenceran kedalam
H.,Anggraini, Handayani & Rasyid, 2006) hingga
cawan petri yang steril (duplo), dengan
arang habis. Kemudian ditimbang hingga bobot
menggunakan pipet yang berbeda dan steril
tetap (W3).
untuk tiap pengenceran. Ke dalam tiap cawan
Bobot Jenis petri dituangkan 5 mL media Nutrient Agar yang
Bobot jenis ekstrak ditentukan terhadap hasil telah dicairkan bersuhu kurang lebih 450C. Cawan
pengenceran ekstrak 5% dalam pelarut etanol petri digoyangkan dengan hati-hati (putar dan
dengan alat piknometer. Digunakan piknometer goyangkan ke depan dan ke belakang serta ke
kering, bersih dan telah dikalibrasi dengan kanan dan ke kiri) hingga sampel bercampur rata
menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang dengan pembenihan. Kemudian dibiarkan hingga
baru dididihkan pada suhu 250C kemudian campuran dalam cawan petri membeku. Cawan
ditimbang (W1). Ekstrak cair diatur suhunya kurang petri dengan posisi terbalik dimasukkan kedalam
lebih lemari inkubator suhu 350C selama 24 jam. Catat
pertumbuhan koloni pada masing-masing cawan
200C lalu dimasukkan ke dalam piknometer kosong, yang mengandung 30-300 koloni setelah 24 jam.
buang kelebihan ekstrak, atur suhu piknometer Hitung ALT dalam koloni/g sampel dengan
yang telah diisi hingga suhu 250C kemudian mengalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan
ditimbang (W2). dengan faktor pengenceran yang sesuai (Depkes
Kadar Air RI, 2000 ; Saifuddin, dkk., 2011).
Penetapan kadar air dengan cara destilasi Kapang dan Khamir
toluen. Toluen yang digunakan dijenuhkan dengan Kedalam cawan petri yang steril (duplo)
air terlebih dahulu, setelah dikocok didiamkan, tuangkan 5 mL media Potato Dextros Agar yang
kedua lapisan air dan toluen akan memisah, lapisan telah dicairkan bersuhu 450C, biarkan membeku
air dibuang. Kemudian ditimbang ekstrak sebanyak pada cawan. Pipet 0,5 mL dari tiap pengenceran
10 g dan dimasukkan kedalam labu alas bulat dan kedalam cawan petri yang steril (metode semai),
ditambahkan toluen yang telah dijenuhkan dengan dengan menggunakan pipet yang berbeda dan
air. Labu dipanaskan hati-hati selama 100 menit, steril untuk tiap pengenceran. Cawan petri
setelah toluen mulai mendidih, penyulingan diatur digoyangkan dengan hati-hati hingga sampel
2 tetes/detik, lalu 4 tetes/detik. Setelah semua tersemai secara merata pada media. Kemudian
toluen mendidih dilanjutkan pemanasan selama 5 diinkubasikan pada suhu kamar atau 250C selama 7
menit. Biarkan tabung menerima dingin hingga hari. Dicatat hasil sebagai jumlah kapang dan
suhu kamar. Volume air dibaca sesudah toluen dan khamir/g sampel (Saifuddin, dkk., 2011).
air memisah sempurna. Lakukan replikasi sebanyak
3 kali kemudian dihitung persentasenya (Saifuddin, HASIL DAN PEMBAHASAN
dkk., 2011). Pada penelitian ini digunakan sampel daun
matoa (Pometia pinnata J.R. &
Cemaran Mikroba
Pada penyiapan sampel sebanyak 1 g ekstrak G.Forst) yang didapatkan dari
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dilarutkan kota Jayapura. Berdasarkan beberapa penelitian
dalam 10 mL DMSO 10% dikocok hingga daun matoa memiliki potensi sebagai obat
homogen didapatkan pengenceran 10 . -1 tradisional sehingga perlu dilakukan standardisasi
Disiapkan 3 tabung, lalu masukkan 9 mL bahan baku ekstrak daun matoa. Adapun tujuan dari
-1
pengencer 10 kedalam tabung pertama, kocok standardisasi yaitu untuk menjamin mutu dan
hingga homogen didapatkan pengenceran 10 , -2 keamanan ekstrak tanaman obat. Penetapan
selanjutnya dilanjutkan dengan pengenceran 10- standard mutu suatu ekstrak meliputi penetapan
Maryam dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 1-12
15
organoleptik, kadar senyawa terlarut pada pelarut nama secara spesifik (Depkes RI, 2000). Hasil
tertentu, kandungan kimia, pola kromatogram, pemeriksaan identitas dapat dilihat pada tabel 1.
susut penegering, kadar air, kadar abu total, kadar
abu tidak larut asam, bobot jenis dan cemaran Uji kandungan kimia bertujuan untuk memberikan
mikroba. gambaran awal komposisi kandungan kimia
(Depkes RI, 2000). Hasil yang diperoleh dari uji
Penelitian ini diawali dengan proses kandungan kimia menunjukkan bahwa ekstrak
ekstraksi daun matoa yang telah dikeringkan etanol daun matoa mengandung senyawa alkaloid,
dengan metode maserasi. Maserasi merupakan flavonoid, steroid, tanin dan saponin.
cara ekstraksi yang paling mudah dilakukan dan
dalam prosesnya tidak dilakukan pemanasan
Tabel 2. Identifikasi Kandungan Kimia
sehingga menghindari kerusakan dari zat aktif
Golongan
yang terkandung dalam simplisia. Proses Literatur Hasil Ket
Senyawa
maserasi dilakukan menggunakan cairan penyari
Alkaloid Endapan putih
etanol 70%. Penggunaan etanol 70% sebagai Endapan
P.Mayer
larutan penyari karena etanol memiliki Endapan coklat coklat
kemampuan menyari senyawa pada rentang Endapan
P.Wagner
polaritas yang lebar mulai dari senyawa polar Endapan jingga coklat +
Endapan
hingga nonpolar, tidak toksis dibanding dengan P.Dragendor jingga
pelarut organik yang lain, lebih mudah diuapkan f
dengan air, tidak mudah ditumbuhi mikroba dan Larutan merah,
relatif murah (Saifuddin dkk, 2011). Flavonoid kuning atau jingga Larutan merah +
(adsorben) dan fase gerak (eluen). Uji ini campuran keduanya merupakan cairan pelarut
dilakukan dengan melakukan orientasi eluen yang diperbolehkan dan memenuhi syarat
terlebih dahulu dengan tingkat kepolaran yang kefarmasian. Hasil yang diperoleh yaitu sebesar
berbeda untuk mendapatkan pelarut yang 32,21% untuk kadar senyawa larut air.
mampu memberikan pemisahan yang baik serta Sedangkan untuk kadar senyawa larut etanol
noda zat warna yang bagus. Eluen yang baik sebesar 38,56%. Penjumlahan hasil kadar sari
adalah eluen yang bisa memisahkan senyawa larut air dan etanol juga memenuhi syarat yaitu
dalam jumlah yang banyak ditandai dengan tidak melebihi 100%. Penjumlahan kadar sari
munculnya noda. Noda yang terbentuk tidak larut air dan kadar sari larut etanol suatu ekstrak
berekor dan jarak antara noda yang satu dan seharusnya tidak akan lebih dari 100% (Saifudin,
yang lainnya jelas (Harborne, 1987). Dari hasil dkk.,2011). Dapat dilihat juga ekstrak lebih
orientasi didapatkan eluen kloroform : etil asetat banyak terlarut dalam etanol dibandingkan air
(1:9). menunjukkan senyawa aktif dalam ekstrak lebih
cenderung mudah tersari dalam etanol dibanding
Adanya beberapa noda pada ekstrak dengan nilai
air karena pelarut etanol merupakan pelarut
Rf yang berbeda secara kualitatif menunjukkan
universal sehingga mampu menarik senyawa
adanya beberapa senyawa yang terkandung dalam
polar dan non polar sedangkan air hanya mampu
ekstrak tersebut. Nilai Rf yang baik berkisar antara
menarik senyawa yang bersifat polar.
0,2-0,8. Senyawa yang mempunyai nilai Rf besar
berarti memiliki kepolaran yang rendah begitupun
sebaliknya dikarenakan sifat fase diam yang polar.
Senyawa yang lebih polar akan tertinggal pada fase
diam sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.
Jika Rf terlalu tinggi yang harus dilakukan adalah
Tabel 5. Hasil Pengukuran Susut Pengering
mengurangi kepolaran eluen ataupun sebaliknya
Kadar (%) Rerata
(Ewing, 1985). Pengamatan dilakukan pada sinar Pengujian
UV dengan panjang gelombang 254 nm warna pada I II III (%) Syarat
noda terlihat hijau dikarenakan plat yang Susut ≤10
7,82 6,99 6,28 7,03
digunakan adalah silika gel GF 254 yang akan Pengeringan %
berfluoresensi pada panjang gelombang pendek Parameter susut pengeringan merupakan
yakni 254 nm (Rohman, 2009). Pada penyemprotan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
dengan menggunakan H2SO4 bertujuan untuk temperatur 1050C selama 30 menit atau sampai
memperjelas noda yang tampak pada lampu UV berat konstan yang dinyatakan sebagai nilai persen.
254 dan 365. Dengan mengetahui susut pengeringan dapat
memberikan batasan maksimal tentang besarnya
senyawa yang hilang pada proses pengeringan
Tabel 4. Hasil Pengukuran Kadar (Depkes RI, 2000). Nilai susut pengeringan yang
Senyawa Dalam Pelarut Tertentu diperoleh dari ekstrak daun matoa adalah sebesar
Parameter Kadar (%) Rerata 7,03%. Hal ini menunjukkan besarnya kadar air dan
(%) Syarat
I II III senyawa-senyawa yang hilang selama proses
Sari larut air ≥12% pengeringan adalah 7,03%. Persyaratan yang baik
26,24 34,48 35,92 32,21 untuk susut pengeringan adalah kurang dari 10%,
karena susut pengeringan juga mewakili
Sari larut ≥6,7
42,6 31,2 41,9 38,56 kandungan air yang yang menguap.
etanol %
Tabel 6. Hasil Pengukuran Kadar Air
Parameter senyawa terlarut dalam air dan
Kadar (%) Rerata
etanol bertujuan untuk mengetahui jumlah
Pengujian Syarat
senyawa yang terlarut dalam air (bersifat polar) I II III (%)
maupun etanol (bersifat semi polar-non polar) Kadar Air 5 5 5 5 <10%
(Saifudin, dkk.,2011). Kedua pelarut ini dan
Penetapan kadar air dilakukan untuk menetapkan Bobot jenis Daun matoa
residu air setelah proses pengentalan atau 0,903 0,8949 0,906 0,9013
pengeringan. Hasil penetapan kadar air ekstrak Bobot jenis diartikan sebagai perbandingan
daun matoa sebesar 5%. Range kadar air kerapatan suatu zat terhadap kerapatan air dengan
tergantung jenis ekstrak, untuk ekstrak kering nilai masa persatuan volume. Penentuan bobot
kadar air <10% (Voight, 1995). Kadar air jenis bertujuan untuk memberi batasan tentang
menentukan stabilitas suatu ekstrak, biasanya besarnya massa persatuan volume yang
kadar air yang berisiko adalah lebih dari 10% merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai
(Saifudin, dkk.,2011). menjadi ekstrak kental yang masih dapat dituang,
Tabel 7.Hasil Pengukuran Kadar Abu bobot jenis juga terkait dengan kemurnian ekstrak
PengujianKadar (%) Rerata Syara dari kontaminasi (Depkes RI, 2000). Ekstrak yang
(%) t digunakan adalah ekstrak kental yang diencerkan
I II III
5% terlebih dahulu dengan etanol 70% sebagai
Kadar abu ≤10,2% pelarut. Hasil dari pengukuran bobot jenis ekstrak
total 2,39 2,09 2,91 2,46
etanol daun matoa yaitu 0,9013 g/mL.
Kadar abu ≤2% Tabel 9. Hasil Pengukuran Cemaran
tidak larut 0,077 0,040 0,030 0,049
Mikroba
asam
Syarat
Hasil
Parameter (koloni/g)
(koloni/g)
Penentuan kadar abu dilakukan untuk Dirjen POM
memberikan gambaran kandungan mineral Cemaran bakteri 8,2 x 104 1 x 106
internal dan eksternal yang berasal dari proses
Cemaran kapang 1,7 x 103 1 x 104
awal sampai terbentuknya ekstrak. Pada tahap
ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah
dan turunannya terdestruksi dan menguap mikroorganisme yang diperoleh dan untuk
sampai tinggal unsur mineral dan anorganik saja menunjukkan ada tidaknya bakteri tertentu dalam
sedangkan untuk penetapan kadar abu yang ekstrak. Pada ekstrak daun matoa terdapat
tidak larut asam dimaksudkan untuk cemaran bakteri sebesar 8,2 x 104 koloni/g dan
mengevaluasi ekstrak terhadap kontaminasi cemaran kapang/khamir sebesar 1,7 x 103 koloni/g.
bahanbahan yang mengandung silika seperti Menurut SK Dirjen POM No : 03726/B/SK/VIII/89,
tanah dan pasir. ini berada dibawah batas maksimum yaitu 106
Kadar abu total yang diperoleh dari ekstrak koloni/g un tuk bakteri dan 104 koloni/g untuk
daun matoa sebesar 2,46% sedangkan untuk kapang. Rendahnya pertumbuhan bakteri ini juga
kadar abu tidak larut asam sebesar 0,049% juga bisa disebabkan karena ekstrak yang digunakan
memenuhi syarat WHO yaitu tidak boleh lebih adalah ekstrak etanol yang dapat menghambat
dari 2%. pertumbuhan bakteri atau mikroba dalam ekstrak.
Pada kontrol media juga tidak ditumbuhi bakteri
Kadar abu hendaknya mempunyai nilai kecil dan jamur yang berarti bahwa tidak ada
karena parameter ini menunjukkan adanya kontaminan dari media yang digunakan.
cemaran logam berat yang tahan pada suhu
tinggi KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik
(Isnawati dan Arifin, 2006). kesimpulan sebagai berikut
:
Tabel 8. Hasil Pengukuran Bobot Jenis
Pada pengujian parameter spesifik ekstrak etanol
Replikasi sampel
daun matoa didapatkan identitas ekstrak dengan
Rerata
Parameter Sampel pengamatan organoleptik ekstrak kering
I II III (g/mL)
berwarna coklat, berbau khas dan memiliki rasa
Maryam dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 1-12
18
yang pahit. Ekstrak etanol daun matoa Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, Makanan, P.77, 185
saponin dan steoid. Kandungan senyawa dalam Ditjen POM, 1995, Materia Medika
ekstrak yang larut di dalam air 32,21% sebesar Indonesia, Departemen Kesehatan Republik
dan senyawa larut dalam etanol sebesar 38,56% Indonesia : Jakarta
hasil ini memenuhi persyaratan.
1 Pada pengujian non spesifik ekstrak etanol Harborne, J.B, 1987, Metode Fitokimia:
daun matoa didapatkan hasil susut
Penuntun Cara Modern
pengeringan sebesar 7,03%. Bobot jenis
Menganalisa Tumbuhan, Penerbit
sebesar 0,9013 g/mL. Kadar abu total sebesar
ITB : Bandung
2,46% dan kadar abu tidak larut asam sebesar
0,049%. Kadar air sebesar 5%. Cemaran
bakteri sebesar 8,2 x 104 koloni/g dan
cemaran kapang sebesar 1,7 x 103 koloni/g.
Hasil pengujian parameter nonspesifik telah
memenuhi persyaratan ekstrak yang telah
ditetapkan oleh Depkes RI dan WHO.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian
parameter spesifik dan non spesifik yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI, 2011, Taksonomi Koleksi Tanaman Obat
Kebun Tanaman Obat Citeureup, Volume
Ketiga, Direktorat Obat Asli Indonesia :
Jakarta. P.84
BPOM RI, 2011, Acuan Sediaan Herbal.
Isnawati, A.,dan Arifin K.M. 2006. Karakterisasi Voight, R. 199,. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi.
Daun Kembang Sungsang (Gloria Gadjah Mada University
superba L) dari aspek Fitokimia. Media
Litbang Kesehatan, 16(4), 8-14 Press : Jogjakarta .
Jurnal Ilmiah Farmasi Farmasyifa Volume 2 No 1 Kata kunci: Daun steril Kelakai (Stenochlaena
halaman 40 – 51 40 palustris), uji parameter standard, uji fitokimia,
ekstraksi bertingkat
ABSTRACT
Phytochemical screening test have been carried
UJI PARAMETER STANDAR DAN out from sterile leaves of Kelakai (Stenochlaena
PENAPISAN FITOKIMIA PADA palustris), collected from Palangka Raya, Central
DAUN Borneo. In this study, the extract was collected by
multilevel extraction with maceration method,
STERIL KELAKAI (Stenochlaena using n-hexane, ethyl acetate and methanol
palustris (Burm.f.) Bedd.) solvent. The result of the determination of
MENGGUNAKAN EKSTRAKSI parametric standard show that the simplicia are
BERTINGKAT Brown, odorless, tasteless chelate (bitter), the
content of water soluble extract is 3,34 %, ethanol
Halida Suryadini soluble extract is 1,80%, water content 4,71%,
Program Studi Farmasi, Fakultas total ash content 6%, acid insoluble ash content
MIPA, Universitas Islam 1%, drying shrinkage simplicia 6% dan molecul
Bandung, Jawa Barat, Indonesia weight (w/w): n-hexan extract 0,94 g/g; ethyl
email :
halidasuryadini89@gmail.com acetate extract 1,41 g/g; methanol extract 2,05
g/g. Phytochemical tests result on simplicia and
ABSTRAK methanol extract of Kelakai sterile leaves show
Kajian fitokimia dan uji parameter standard telah contain of Flavonoid, Tannin and Phenolic
dilakukan pada daun steril Kelakai (Stenochlaena compounds so in ethyl acetate extract show of
palustris) yang diperoleh dari daerah Flavonoid and Tannin compounds, and in N-hexan
Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Pada extract secondary metabolite negatif shown.
penelitian ini ekstrak diperoleh dengan ekstraksi
Keyword: Kelakai (Stenochlaena palustris) sterile
bertingkat menggunakan metode maserasi N-
leaves, phytochemical tests, multilevel extraction,
heksan, etil asetat dan metanol yang digunakan
Determination of Parametric standard
sebagai pelarut. Hasil penetapan parameter
standard simplisia daun steril Kelakai diketahui
bahwa simplisia berwarna coklat, tidak berbau, 1. PENDAHULUAN Senyawa kimia yang
berasa kelat, kadar sari larut air 3,34%, kadar sari diketahui terkandung
larut etanol 1,80%, kadar air 4,71%, kadar abu
total 6%, kadar abu tidak larut asam 1%, kadar Kelakai (Gambar 1.) merupakan paku
susut pengeringan 6% dan bobot jenis (g/g):
dalam Stenochlaena palustris (Darnaedi dan
ekstrak n-heksan 0,94, ekstrak etil asetat 1,41,
ekstrak metanol 2,05. Hasil uji fitokimia pada rawa yang tumbuh ke atas, dengan daun fertil
simplisia dan ekstrak daun steril kelakai diduga
mengandung senyawa Flavonoid, Tannin dan Praptosuwiryo, 2003) meliputi 5-O-acylated
Fenolik, serta senyawa Flavonoid dan Tannin pada
yang jumlahnya terbatas, berbentuk menyirip.
ekstrak etil asetat. Hasil pada aestrak n-heksan
negatif terdeteksi. flavonol glikosida (stenopalustrosides A-E),
20
Uji Parameter Standar….
21
Uji Parameter Standar….
Belum adanya penelitian tentang kajian serbuk magnesium, eter, pereaksi Lieberman-
fitokimia untuk S. palustris yang berasal dari Burchard, toluen, tumbuhan Kelakai.
daerah kalimantan tengah membuat penulis
2.2 Metode
melakukan kajian fitokimia dan penetapan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan
parameter standard. Hal ini dilakukan untuk penelitian ini adalah daun steril Kelakai. Bahan
melihat apakah ada perbedaan kualitas S. palustris penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari
dari setiap daerah. Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah.
(cm), alat pemotong, batang pengaduk, batu didih, 2.2.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik
botol dan penutup botol, cawan penguap, Pengamatan dilakukan terhadap Kelakai
chamber, corong Buchner, corong pisah, eksikator, segar meliputi karakteristik fisik yakni ukuran
gelas Erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, hot dan bentuk fisik bahan, hasil pengamatan
plate, kaca objek, kaca penutup, kaca arloji, kertas kemudian dibandingkan dengan pustaka
saring, kondensor, krus silikat, kuvet, labu (WHO, 2011).
bersumbat, labu destilasi, labu evaporator,
Pengamatan organoleptik dilakukan dengan
maserator, mikroskop, mikrokapiler, mortar, oven,
menggunakan panca indera lima orang
pipet tetes, penangas air (Memmert), rak tabung
responden, untuk mendeskripsikan warna,
reaksi, vacum rotary evaporator (Stuart), spatel,
bau dan rasa dari tumbuhan segar dan
tabung destilasi, tabung reaksi, termometer,
simplisia (Depkes, 2000).
timbangan analitik.
2.2.2 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air
Akuades, amil alkohol, ammonia,
ammonium nitrat, asam klorida (HCl) P, asam Bahan yang telah dikeringkan di udara,
sulfat encer dan pekat, besi (III) klorida, CHCl3, dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL air-
etanol, eter, etil asetat, FeCl3, gelatin 1%, HCl 2N, kloroform dibiarkan hingga 18 jam, disaring,
kloralhidrat, kloroform, metanol, NaOH 5%, n- 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam
heksan, NH3, reagen Mayer, reagen Dragendorff, cawan penguap yang telah ditara, residu
dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot
22
Uji Parameter Standar….
Bahan dimaserasi selama 24 jam dengan 100 piknometer yang telah diisi. Bobot jenis ekstrak
mL etanol (95%) menggunakan labu cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi
bersumbat sambil sekali-kali dikocok pada 6 bobot ekstrak dengan bobot air, dalam
jam pertama dan kemudian dibiarkan selama piknometer pada suhu 25oC (Depkes, 2000). Bobot
18 jam. Kemudian disaring cepat untuk jenis ekstrak didapat dari perhitungan
suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar dalam 1) Penetapan Kadar Abu Total
Bahan dipijarkan perlahan-perlahan
persen senyawa terlarut dalam etanol (95%)
o
pada suhu 500-600 C hingga berubah
dihitung terhadap ekstrak awal dengan
menjadi abu yang berwarna putih. Kadar abu
rumus IV.6. (WHO, 2011).
total dihitung dalam g per g terhadap bahan
Kadar Sari Etanol (g/g) =
yang telah dikeringkan di udara (WHO, 2011).
x 100%........(2)
2) Penetapan Kadar Abu Tidak Larut
2.2.4 Penetapan Kadar Susut Pengeringan
Dalam Asam
o
Bahan dipanaskan pada suhu 105 C selama 30
Abu yang diperoleh pada penetapan
menit. Dihitung berat kadar susut pengeringan
kadar abu total, ditambahkan HCl 10% hingga
dalam g per g terhadap bahan yang telah
25 ml, ditutup dan didihkan selama 5 menit.
dikeringkan di udara menggunakan rumus berikut
Dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam
(WHO,
23
Uji Parameter Standar….
asam menggunakan kertas saring bebas abu bertingkat meliputi Alkaloid, Flavonoid, Kuinon,
dan dibilas menggunakan air panas. Kertas Saponin, Tanin, Terpenoid, steroid, fenolik,
saring yang mengandung bahan tidak larut Monoterpen dan Seskuiterpen dilakukan dengan
asam dipindahkan ke dalam krus silikat, menggunakan metode yang telah dikembangkan
kemudian dimasukkan ke dalam tanur hingga oleh fransworth
bobot tetap. Kadar abu tidak larut asam
2.3 Pembuatan Ekstrak
dihitung dengan rumus (WHO,
Bahan simplisia ditempatkan dalam
2011): maserator kemudian ditambahkan pelarut n-
heksan dengan perbandingan 3:1
Kadar Abu Tidak Larut Asam (g/g) =
(pelarut simplisia). Dimaserasi selama 3 x 24
x 100 %...(5)
jam sambil sesekali diaduk dan dilakukan
2.2.7 Penetapan Kadar air penggantian pelarut setiap 1 x 24 jam. Hasil
Penetapan kadar air dilakukan menggunakan
filtrat ditampung pada wadah penampung
metode destilasi azeotrof. Toluen terlebih dahulu (A). Ampas kemudian ditambahkan dengan
dijenuhkan dengan metode yang terdapat pada pelarut etil asetat dengan perbandingan 3:1
Farmakope Indonesia. Sejumlah bahan dan toluen (pelarut simplisia), dilakukan prosedur
dimasukkan ke dalam labu destilasi kemudian maserasi seperti pada ekstraksi dengan n-
dipanaskan. heksan. Hasil filtrat ditampung pada wadah
Penyulingan dilakukan dengan kecepatan kurang penampung (B). Ampas ekstraksi dengan etil
lebih 2 tetes per detik, hingga sebagian air asetat di maserasi dengan metanol dan filtrat
tersuling. Volume air dibaca pada skala yang ditampung pada wadah penampung (C).
tertera pada alat destilasi. Ketiga ekstrak (ekstrak n-heksan, etil asetat,
dan metanol) yang telah ditampung
Kadar air dihitung dengan rumus:
selanjutnya dipekatkan dengan rotary
Kadar air = vacuum evaporator tekanan rendah pada
suhu tidak lebih dari 70oC (Depkes, 2000:10).
x100%...(6)
Rendemen dihitung menggunakan
2.2.8 Penapisan fitokimia Penetapan kandungan rumus :
metabolit sekunder didalam simplisia dan ekstrak
24
Uji Parameter Standar….
Gambar.2 Mikroskopik serbuk simplisia daun pelarut digunakan dalam jumlah 10 liter.
25
Uji Parameter Standar….
vacuum rotary evaporator sehingga diperoleh dalam sari simplisia. Parameter kadar sari dalam
ekstrak pekat. Hasil perolehan rendemen ekstrak pelarut tertentu ditetapkan sebagai parameter uji
N-heksan sebanyak 0,91 % (g/g), Etil asetat 1,23 % bahan baku obat tradisional karena jumlah
(g/g), dan metanol 10,72 % (g/g). Hasil ekstraksi kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia
menunjukkan bahwa ekstrak metanol memiliki akan berkaitan erat dengan reproduksibilitasnya
26
Uji Parameter Standar….
3.2.2 Susut Pengeringan, Bobot Jenis, besarnya senyawa yang hilang pada proses Kadar Abu dan
Kadar Air pengeringan (Depkes RI, 2000:13). Hasil
Penetapan kadar susut pengeringan penetapan kadar susut pengeringan daun steril bertujuan
Penetapan kadar bobot jenis bertujuan memberikan gambaran kandungan kimia terlarut
untuk memberikan batasan tentang besarnya (Depkes, 2000 : 14), maka dari hasil penetapan
masa per satuan volume yang merupakan bobot jenis diketahui bahwa kandungan terbesar
parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak kimia terlarut terdapat pada ekstrak metanol.
pekat (kental) yang masih dapat dituang (Depkes Bobot jenis ekstrak merupakan hasil perhitungan
RI, 2000: 13), dan diperoleh hasil bobot jenis antara berat ekstrak dan berat 1 mL air.
ekstrak n-heksan sebesar 0,94 g/g, bobot jenis
Penelitian standarisasi pada tanaman toluene P, asam sulfat (H2SO4) encer dan air
pernah dilakukan seperti pada Standarisasi panas.
Fakultas Teknik-UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 32
Uji Parameter Standar….
68
Inovasi Teknik Kimia, Vol. 3, No. 1, April 2018, Hal. 67-71 ISSN 2527-6140, e-ISSN 2541-5890
25˚Cselama 5 jam hingga arang habis (Depkes masing-masing ekstrak. Dihitung menggunakan
RI, 2000). Replikasi sebanyak 3 kali untuk rumus dibawah ini.
Keterangan :
%Kadar Abu Total=
x bj air
W0 : bobotcawankosong (g)
melebihi 0,001 mg/kg ekstrak dan As tidak Prinsip rotary evaporator adalah proses
melebihi 0,005 mg/kg ekstrak(Saifudin dkk., pemisahan ekstrak dari cairan penyari dengan
2011). pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari
labu. Suhu disesuaikan dengan titik didih
pelarut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter non spesifik yang ditetapkan
Daun pegagan yang digunakan pada
penelitian ini berasal dari Tawangmangu dan
Kediri. Sebelum dilakukan uji terlebih dahulu
sampel dideterminasi. Determinasi tanaman
dilakukan dengan cara mencocokkan morfologi
tanaman dengan kata kunci pada buku Flora of
Java (Backer and Van Den Brink, 1968).
dalam penelitian ini meliputi kadar air, kadar parameter non spesifik ekstrak etanol daun
abu total, kadar abu tidak larut asam, susut pegagan dapat dilihat pada tabel I.
pengeringan, bobot jenis dan cemaran logam
berat (Pb, Hg dan As). Hasil penetapan
Berdasarkan table 1 kadar air kedua standar yang berlaku adalah tidak lebih dari
ekstrak etanol daun pegagan telah memenuhi 16,6% (Depkes RI, 2008) Kadar abu total dari
syarat. Kadar air yang diperbolehkan Kediri memiliki kadar yang lebih tinggi
adalah<10%. Perbedaan hasil dari parameter dibandingkan dengan kadar abu dari
kadar air tersebut dimungkin karena perbedaan
Tawangmangu, hal ini dapat disebabkan adanya
lingkungan tumbuh sampel yang digunakan.
pengaruh dari tempat tumbuh, proses pasca
Beberapa faktor penting dari lingkungan
panen dan preparasi akhir seperti pengeringan.
tumbuh diantaranya ketinggian tumbuh,
Proses pemanenan dan preparasi simplisia
kelembapan udara dan intensitas cahaya
merupakan proses yang dapat menentukan
mahatari. Ketinggian tempat tumbuh dapat
mutu dari simplisia.
mempengaruhi kondisi tumbuhan secara
morfologi maupun fisiologi. Kadar air sangat Menurut Farmakope Herbal kadar abu
mempengaruhi pada daya simpan dari suatu tidak larut asam tidak boleh lebih dari 0,7%. Dari
bahan pangan. Semakin banyak kadar air yang hasil yang didapat menunjukan bahwa ekstrak
terkandung, umur simpannya semakin sebentar, etanol daun pegagan tidak memenuhi
karena jika suatu bahan banyak mengandung persyaratan standar umum Farmakope Herbal
kadar air, maka kemungkinan adanya mikroba Indonesia (2008). Besarnya kadar abu tidak
yang tumbuh.
Jakarta, 110-114.
STANDARDISASI MUTU SIMPLISIA had the characteristics of a viscous shape, dark brown
DAN EKSTRAK ETANOL color, tasteless and a distinctive aroma. Microscopic
observation found identifying fragments, epidermal
BUNGA TELANG (Clitoria ternatea L.) tissue and pollen. Examination of foreign materials in
the butterfly pea flower simplicia only found 1.2%.
Rizki Nisfi Ramdhini1 Phytochemical screening test showed the presence of
1 flavonoids, saponins, tannins, steroids, triterpenoids,
Program Studi D3 Farmasi Cendikia Farma
Husada Email:rizkinisfi2020@gmail.com terpenoids and alkaloids. Content of watersoluble
compounds of extract is 8.5%, while the content of
ethanol-soluble compounds of extract is 1.1% The
ABSTRAK drying shrinkage obtained from the simplicia and
Tanaman obat merupakan jenis tanaman yang butterfly pea flower extract was 0.8%. The specific
berkhasiat dapat meningkatkan sistem imun dan gravity obtained for the butterfly pea flower extract was
1.38 g/mL The standardization results for the simplicia
menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Salah satu
and the butterfly pea flower extract met the general
jenis tanaman yang dapat dijadikan obat tradisional
requirements.
adalah bunga telang (Clitoria ternatea L). Bunga telang
Keywords: Telang flowers, Specific parameters, non-
sebagai bahan baku obat tradisional harus terstandar.
specific parameters
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan
parameter spesifik dan non-spesifik simplisia dan
ekstrak bunga telang. Berdasarkan pengamatan
organoleptis menunjukkan bahwa simplisia bunga
telang memiliki karakteristik bentuk kering, rasa manis,
warna biru dan aroma khas sedangkan ekstrak bunga
telang memiliki karakteristik bentuk kental, warna
cokelat tua, tidak berasa dan aroma khas. Pengamatan
mikroskopik ditemukan fragmen pengenal yaitu
jaringan epidermis dan serbuk sari. Pemeriksaan
pengotor asing simplisia bunga telang sebesar 1,2%.
Pengujian skrining fitokimia menunjukkan terdapat
senyawa flavonoid, saponin, tanin, steroid,
triterpenoid, terpenoid dan alkaloid. Kadar senyawa
terlarut dalam air pada ekstrak sebesar 8,5%,
sedangkan kadar senyawa terlarut dalam etanol
sebesar 1,1 %. Susut pengeringan yang diperoleh dari
simplisia dan ekstrak bunga telang sebesar 0,8%. Bobot
jenis yang diperoleh terhadap ekstrak bunga telang
sebesar 1,38 g/ml. Hasil standardisasi simplisia dan
ekstrak bunga telang dapat dinyatakan telah memenuhi
syarat umum yang ditetapkan.
Kata Kunci: Bunga Telang, Parameter spesifik,
Parameter non spesifik
ABSTRACT
Medicinal plants are types of plants that are efficacious
to boost the immune system and cure various types of
diseases. One type of plant that can be used as
traditional medicine is butterfly pea flower (Clitoria
ternatea L). Butterfly pea flower as a raw material for
traditional medicine must be standardized. The aim of
this research was to determine specific and non specific
parameters.Based on organoleptic observations, it was
shown that the butterfly pea simplicia had the
characteristics of a dry form, sweet taste, blue color and
distinctive aroma, while the butterfly pea flower extract
2) Saponin 6) Alkaloid
Serbuk simplisia bunga telang 0,5 gram Sebanyak 1 gram bunga telang segar
dimasukkan ke dalam gelas beker berisi dibasakan dengan ammonia 25%
10 ml aquadest lalu panaskan hingga kemudian ditambahkan kloroform lalu
mendidih selama 10 menit kemudian saring. Filtrat yang diperoleh selanjutnya
disaring. Filtrat yang diperoleh dikocok kuat dengan HCl 2N hingga
terbentuk 2 lapisan. Lapisan asam (bagian menggunakan pelarut, jumlah, waktu dan
atas) diambil lalu dibagi menjadi 2 bagian. prosedur yang sama dari proses maserasi
Bagian pertama untuk blangko, bagian sebelumnya. Filtrat yang terkumpul
kedua ditetesi pereaksi Mayer dan diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental,
Dragendorff masing-masing 4-5 tetes. selanjutnya dihitung rendemen ekstrak
Hasil skrining menunjukkan positif alkaloid bunga telang.
jika terbentuk endapan putih setelah
diberikan pereaksi Mayer dan terbentuk
5. Standardisasi Parameter Spesifik
endapan kuning kemerahan setelah
diberikan pereaksi Dragendorff (Tiwari et Ekstrak a. Organoleptis
al., 2011; J.B Harbone, 1996; Pemeriksaan organoleptik ekstrak meliputi
bentuk, bau, rasa dan warna. Pemeriksaan
Farnsworth, 1966). dilakukan setelah ekstrak yang diletakkan di
dalam cawan porselin terkena udara selama
3. Standardisasi Parameter Non 15 menit. Waktu 15 menit dihitung setelah
Spesifik Simplisia a. Susut cawan porselin ekstrak dibuka (Kemenkes,
Pengeringan 2017).
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia bunga
b. Kadar Sari Larut Air
telang dimasukkan ke cawan porselin
Sebanyak 5 gram ekstrak bunga telang
tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan
dimasukkan ke dalam labu bersumbat, lalu
selama 30 menit pada suhu
ditambahkan 100 mL air jenuh kloroform (3
105˚C dan telah ditara. Serbuk simplisia tetes kloroform dalam 100 mL aquadest),
diratakan hingga terbentuk lapisan tebal 5-10 dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama,
mm, lalu ditimbang. Selanjutnya, cawan biarkan selama 18 jam lalu disaring hingga
porselin berisi serbuk simplisia dikeringkan diperoleh filtrat. 20 mL filtrat diuapkan
menggunakan oven pada suhu 105˚C hingga pada suhu 105°C hingga bobot tetap
diperoleh bobot tetap. Sebelum setiap proses (Kemenkes, 2017). Kadar dalam % sari larut
pegeringan, cawan dimasukkan dalam air dihitung menggunakan rumus:
desikator hingga suhu ruang (Kemenkes,
2017).
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑟𝑖 𝑎𝑖𝑟 × 100%
Selanjutnya dihitung nilai persentasi susut 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑧𝑎𝑡 𝑢𝑗𝑖 (𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘)
Simplisia
6. Standardisasi Parameter Non Jenis Pemeriksaan Hasil
Organoleptis Bentuk: Kering Rasa:
Spesifik Ekstrak a. Bobot Jenis
Manis
Penentuan bobot jenis ekstrak dihitung Warna: Biru
menggunakan piknometer. Piknometer Aroma: Khas
terlebih dahulu dibersihkan dan Pengotor asing 1,2%
dikeringkan. Ekstrak diencerkan 5%
menggunakan air, selanjutnya dimasukkan
ke dalam piknometer lalu ditimbang. Bobot Tabel 2. Mikroskopis Bunga Telang
piknometer kosong dikurangi dengan bobot
piknometer yang telah diisi. Bobot jenis Tabel 3 Skrining Fitokimia Bunga Telang
ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh Pemeriksaan Reagen/Perlakuan Hasil
dengan membagi kerapatan ekstrak dengan Flavonoid HCL+Serbuk Mg +
Saponin Dikocok+HCL 2N +
kerapatan air dalam piknometer pada suhu
Tanin FeCl3 dan gelatin 1% +
25°C. Selanjutnya bobot jenis (g/ml) dapat
dihitung menggunakan rumus: Steroid dan Lieberman Burchard +
Triterpenoid
Terpenoid Vanilin-sulfat +
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
Alkaloid Mayer +
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟
b. Susut Pengeringan
2. Standardisasi Parameter NonSpesifik
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia bunga
telang dimasukkan ke dalam cawan porselin Simplisia
tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan Tabel 4. Susut Pengeringan
Jenis Uji Kadar Susut (%) Rata-Rata
selama 30 menit pada suhu 105˚C dan telah
I II II (%) ± SD
ditara. Serbuk simplisia diratakan hingga
Susut 0,8 0,8 0,8 0,8±0
terbentuk lapisan tebal 5-10 mm, lalu Pengeringan
ditimbang. Selanjutnya, cawan porselin
berisi serbuk simplisia dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 105˚C hingga
diperoleh bobot tetap. Sebelum setiap
3. Standardisasi Parameter
proses pegeringan, cawan dimasukkan Spesifik Ekstrak Tabel 5. Hasil Uji
dalam desikator hingga suhu ruang Organoleptis
Jenis Pemeriksaan Hasil
(Kemenkes, 2017).
Bentuk: Kental
Selanjutnya dihitung nilai persentase susut Organoleptis Warna: Cokelat Tua
pengeringan menggunakan rumus: Rasa: Tidak Berasa
Aroma: Khas
Tabel 6. Hasil Kadar Sari Larut Etanol dan Air
Jenis Uji Kadar Sari (%) Rata-Rata
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛
I II II (%) ± SD
𝑥 100% Kadar Sari Larut 1,2 1 1,2 1,1±0,11
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 Etanol
Kadar Sari Larut 8,2 8,8 8,6 8,5±0,3
HASIL PENELITIAN Air
1. Standardisasi Parameter Spesifik
Simplisia
Tabel 1. Organoleptis dan Pengotor Asing
tersebut memberikan gambaran batasan Hasnaeni, H., Usman, S. & Wisdawati, W. 2019.
besarnya massa persatuan volume yang Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap
merupakan parameter khusus ekstrak Rendemen Dan Kadar
yang masih dapat dituang.
Fenolik Ekstrak Tanaman Kayu BetaBeta
(Lunasia amara Blanco). Jurnal Farmasi
KESIMPULAN Galenika (Galenika Journal of Pharmacy)
Hasil standardisasi terhadap simplisia dan (e-Journal), 5(2).
ekstrak bunga telang yang meliputi parameter
spesifik (organoleptis, mikroskopis, uji J.B Harbone 1996. Metode Fitokimia: Penuntun
pengotor asing, skrining fitokimia, kadar sari Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,
larut air dan etanol) dan parameter non- diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata
spesifik (susut pengeringan dan bobot jenis) dan Iwang
telah memenuhi syarat umum yang telah
ditetapkan. Soediro. Penerbit ITB, Bandung, 2.
Jayani, N.I.E. & Handojo, H.O. 2021. Standarisasi
Simplisia Daun Tempuyung (Sonchi Folium)
SARAN Hasil Budidaya di Ubaya Training Center
Perlu dilakukan standardisasi lainnya untuk Trawas Mojokerto. Journal OFf Pharmacy
melengkapi informasi mutu simplisia dan Science and Technology,
ekstrak bunga telang.
1(1).
Kemenkes, R. 2017. Farmakope Indonesia. II ed.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik
Al-Snafi, A.E. 2016. Pharmacological importance Indonesia. Jakarta.
of Clitoria ternatea-A review. IOSR Lestari, D., Koneri, R. & Maabuat, P.V.
Journal Of Pharmacy www.iosrphr.org, . 2021. Keanekaragaman dan Pemanfaatan
Anto, A. 2021. Mengenal Bunga Telang, Si Biru Tanaman Obat pada Pekarangan di
Dengan Beragam Manfaat. Badan Litbang Dumoga Utara, Kabupaten Bolaang
Pertanian Kementrian Pertanian. Mongondow, Sulawesi Utara. Jurnal Bios
BPOM 2013. Pedoman Cara Pembuatan Logos, 11(2).
Simplisia Yang Baik. Jakarta: Badan Marpaung, A.M. 2020. Tinjauan Manfaat Bunga
Pengawas Obat dan Makanan Telang (Clitoria ternatea L.) Bagi Kesehatan
Republik Indonesia. Manusia. Journal of Functional Food and
Nutraceutical, 1(2).
Depkes RI 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat : Jakarta Ramdhini, R. et al 2021. Anatomi Tumbuhan.
Departemen Kesehatan Republik Medan: Yayasan Kita Menulis.
Indonesia. Edisi IV. Sutomo, S., Hasanah, N., Arnida, A. & Sriyono, A.
Eliyanoor, B.M. 2012. Penuntun Praktikum 2021. Standardisasi Simplisia dan Ekstrak
Farmakognosi. II ed. Jakarta: Buku Daun Matoa (Pometia pinnata J.R Forst &
Kedokteran EGC. G. Forst) Asal Kalimantan Selatan. Jurnal
Pharmascience, 8(1).
Farnsworth, N.R. 1966. Biological and
Phytochemical Screening of Plants. Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., Kaur, G. & Kaur,
H. 2011. Phytochemical screening and
Journal of Pharmaceutical Sciences, 55(3).
Extraction: A Review. Internationale
Pharmaceutica Sciencia, 1(1): 98–106.
Tersedia di
http://www.ipharmsciencia.com
[Accessed 26 Juni 2021].