Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KELUMPUHAN YANG DIAKIBATKAN


OLEH GIGITAN SERANGGA (NYAMUK)

NAMA:SAMSIAR H. ABDULLAH

NIM:PO7247319039

POLTEKKES KEMENKES PALU PRODI D3 KEPERAWATAN TOLI-TOLI

TAHUN AJARAN 2021-2022


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Latar Belakang Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
tropis yang mengancam manusia di berbagai negara tropis dan menjadi salah satu masalah
kesehatan yang sangat penting karena kasus-kasus yang telah dilaporkan semakin meningkat
jumlahnya. Di Indonesia, penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat
penting karena tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia sebagai daerah endemis dan
sering menimbulkan letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan angka kematian yang tinggi
(Arman, 2008). Indonesia merupakan negara tertinggi yang memiliki kasus DBD di Asia
Tenggara. Pada tahun 2015 tercatat 71.668 kasus demam berdarah dan 641orang diantaranya
meninggal dunia. Kasus ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kasus DBD yang
terjadi pada tahun 2007 yaitu 158.155 kasus (Depkes RI, 2015). Pada tahun 2016 ini kita
kembali digemparkan dengan adanya berita tentang penyebaran penyakit Demam Berdarah
yang begitu pesat dan memakan banyak korban di Indonesia. Beberapa kota bahkan sudah
mengumumkan kejadian ini sebagai kejadian luar biasa (KLB) seperti Surabaya, Bojonegoro,
Yogyakarta dan Bali yang meminta seluruh warganya bergotong royong membasmi penyakit ini
dengan melakukan berbagai tidakan pencegahan. Menurut Direktur Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, dari Januari sampai
April 2016 di Bali tercatat 8.612 penderita dan sudah ada 30 orang yang meninggal akibat
penyakit ini. Di Jawa Timur, dalam pekan pertama Februari 2016 terdapat 13 orang meninggal
akibat DBD, sementara 31 penderita masih dirawat di rumah sakit. Jumlah kasus DBD di
Yogyakarta 512 penderita dan korban tewas 35 orang (Koran Sindo, 2016). Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk. Di Indonesia nyamuk penular (vektor) penyakit DBD yang
penting adalah Aedes aegypti, Aedes aegypti merupakan nyamuk yang berperan sebagai
penular flavivirus, yaitu salah satu virus dengue penyebab DBD. Berbagai cara telah ditempuh
dalam upaya pengendalian nyamuk Aedes aegypti diantaranya adalah pengendalian secara
biologis, mekanis, kimiawi dan radiasi. Pengendalian yang banyak dilakukan adalah
pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan kimia dapat mengakibatkan keracunan
pada manusia dan hewan ternak, polusi lingkungan, dan serangga menjadi resisten (Abdillah,
2004).
Pengendalian secara kimiawi adalah pengendalian yang mengunakan bahan kimia yang
berkhasiat membunuh serangga (insektisida) atau hanya untuk menghalau insektisida sintetis.
Insektisida sintetis ini bekerjanya lebih efektif dan hasilnya dapat dilihat dengan cepat
dibandingkan dengan pengendalian biologis maupun mekanis. Dampak buruk pemakaian
insektisida sintetis yang mengandung bahan serangga saja (repellent). Kebaikan cara
pengendalian ini ialah dapat dilakukan dengan segera dan meliputi daerah yang luas sehingga
dapat menekan populasi serangga dalam waktu yang singkat. Keburukannya karena cara
pengendalian ini hanya bersifat sementara, dapat menimbulkan pencemaran lingkungan,
kemungkinan timbulnya resistensi serangga terhadap insektisida dan mengakibatkan matinya
beberapa pemangsa serta dapat berdampak buruk terhadap kesehatan manusia (Gandahusada,
2004). Masalah-masalah tersebut dapat dicegah dengan penemuan alternatif lain untuk
pengendalian vektor DBD yang lebih aman dan dapat terbiodegradasi yaitu dengan penggunaan
bahan alami dari tumbuhan. Ekstrak bahan alami dari tumbuhan dapat menjadi sumber
alternatif dalam pengendalian vektor DBD untuk mencegah dampak buruk yang terjadi akibat
penggunaan bahan kimia. Penggunaan ekstrak bahan alami dari tumbuhan yang digunakan
sebagai pengendalian vektor dikenal dengan insektisida nabati atau insektisida alami.
Insektisida nabati atau insektisida alami adalah bahan alami berasal dari tumbuhan yang
mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung beribu-ribu senyawa bioaktif
seperti alkaloid, fenolik, dan zat kimia lainnya. Senyawa biokatif tersebut selain dapat
digunakan untuk mengendalikan Organisme Penggangu Tanaman (OPT) dapat juga digunakan
untuk mengendalikan serangga di lingkungan rumah. Bagian tumbuhan seperti daun, bunga,
buah, biji, kulit, batang, dan sebagainya dapat digunakan dalam bentuk utuh, bubuk, ataupun
ekstraksi (dengan air atau senyawa pelarut organik). Menurut Kardinan dalam Naria (2005)
senyawa bioaktif yang diduga bisa berfungsi sebagai insektisida yang terkandung pada
tumbuhan diantaranya adalah golongan sianida, saponin, tannin, flavonoid, alkaloid, steroid
dan minyak atsiri (Naria, 2005). Untuk menghindari efek negatif dari penggunaan anti nyamuk
yang berasal dari bahan-bahan kimia, dilakukan penelitian yang menggunakan senyawa alami
yang berasal dari tanaman (ekstrak) yang dapat berperan sebagai penghalau atau pembasmi
nyamuk, misalnya penelitian yang telah dilakukan oleh Manurung (2015) mengenai pengaruh
daya tolak ekstrak serai wangi (Cymbopogon nardus L.) terhadap gigitan nyamuk Aedes aegypti
hasilnya menunjukan adanya pengaruh ekstrak serai wangi yang menyebabkan nyamuk tidak
ada yang mau menggigit pada konsentrasi tertentu yang diujicobakan. Pada penelitian khasiat
minyak atsiri daun sereh wangi (Cymbopogon nardus L.) sebagai insektisida pengusir lalat
rumah dan pengusir nyamuk oleh Fitriani (2013) menunjukan adanya geraniol dan sitronellol
dari ektrak miyak atsiri daun sereh wangi dapat berfungsi sebagai insektisida nyamuk.Penelitian
daya bunuh ekstrak biji kecubung (Datura metel) terhadap nyamuk Aedes aegypti membuktikan
bahwa ekstrak biji kecubung (Datura metel) memiliki efek insektisida terhadap nyamuk Aedes.

Beberapa tanaman yang dijadikan sebagai bahan dasar dari pembuatan produk obat
nyamuk yang beredar di pasaran, yaitu: bunga lavender, biji kecubung, kulit jeruk, daun sirih,
daun sereh dan bunga geranium atau tapak dara. Diantara tanaman penghasil bahan anti
nyamuk tersebut salah satunya adalah tanaman tapak dara, tanaman tapak dara (Catharanthus
roseus) menghasilkan minyak atsiri yang dikenal sebagai Sitronella Oil. Minyak Sitronella
mengandung dua senyawa kimia penting yaitu Geraniol dan Sitronellol (Eduardo Cassel, 2006).
Tapak dara merupakan tanaman dari suku Apocynaceae yang memiliki kandungan Geraniol dan
Sitronellol yang terdapat pada bagian bunganya (Pereira et al., 2009). Berdasarkan hasil
penelitian yang sudah pernah dilakukan diketahui bahwa tanaman tapak dara terutama
bunganya mengandung zat-zat seperti saponin, flafonoid, tannin dan terutama geraniol dan
sitronellol yang bisa dimanfaatkan sebagai penghalau atau pembasmi serangga seperti lalat dan
nyamuk (Balittro, 2010). Geraniol termasuk racun kontak yang diduga bisa mempengaruhi
ganglia (badan sel saraf) dari sistem saraf pusat serangga yang membuat nyamuk mengalami
kelumpuhan dan mengakibatkan kematian. Sitronellol termasuk racun kontak yang mempunyai
kemampuan untuk merusak membrane sel dan membuat nyamuk kehilangan cairan secara
terus-menerus (Nopiyanti, 2008). Senyawa Geraniol dan Sitronellol dapat berfungsi sebagai
penolak maupun pembasmi nyamuk tetapi belum diketahui pada konsentrasi berapa ekstrak
bunga tapak dara efektif untuk membunuh nyamuk. Untuk melihat potensi yang dimiliki dari
bunga tapak dara maka diperlukan percobaan untuk menguji efektifitas bunga tapak dara
sebagai insektisida alami untuk pembasmi nyamuk Aedes aegypti yang ampuh dan yang paling
penting aman serta tidak membuat gangguan kesehatan lain karena tidak terkontaminasi bahan
kimia berbahaya. Alasan dipilihnya bunga tapak dara selain karena mengandung sumber bahan
insektisida alamiyaitu geraniol dan sitronellol yang diperlukan untuk dapat membunuh nyamuk
Aedes aegypti tetapi juga merupakan suatu usaha untuk pemanfaatan tanaman tapak dara
yang sebelumnya hanya dianggap sebagai tanaman murahan saja, menjadi tanaman yang
bermanfaat dan dapat mendatangkan penghasilan tambahan dengan adanya nilai tambah dari
bunganya yang dapat digunakan untuk insektisida alami pembunuh nyamuk Aedes aegypti
penyebab penyakit demam berdarah. 7 Berdasarkan uraian di atas dengan melihat kenyataan
tersebut peneliti mencoba menguji kemampuan dari ekstrak bunga tapak dara sebagai
insektisida alami terhadap nyamuk Aedes aegypti untuk mengetahui apakah bunga tapak dara
dapat dijadikan sebagai bahan insktisida alami yang dapat membunuh nyamuk Aedes aegypti
dan berapakah kadar konsentrasi yang efektif dari ekstrak bunga tapak dara sebagai bahan
pembunuh nyamuk Aedes aegypti dengan penelitian yang berjudul ”Pemanfaatan ekstrak
bunga tapak dara (Catharanthus roseus) sebagai insektisida alami pembunuh nyamuk Aedes
aegypti”.

B. Pembatasan Masalah
Agar pokok masalah tidak berkembang dan mudah untuk dipahami, maka penulis
membatasi masalah sebagai berikut:
1. Subyek penelitian adalah ekstrak bunga tapak dara sebagai bahan insektisida alami.
2. Obyek penelitian adalah kematian nyamuk Aedes aegypti.
3. Parameter penelitian adalah LC nyamuk Aedes aegypti (efektif bila mencapai LC90)
C. Perumusan Masalah
Dari latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan tersebut, maka dapat
diambil suatu rumusan masalah yaitu:
1. Apakah ekstrak bunga tapak dara yang digunakan sebagai insektisida alami dapat
membunuh nyamuk Aedes aegypti?
2. Apakah kadar konsentrasi ekstrak bunga tapak dara yang berbeda berpengaruh
terhadap jumlah nyamuk Aedes aegypti yang mati?
3. Apakah ekstrak bunga tapak dara dapat digunakan sebagai insektisida alami yang efektif
untuk membunuh nyamuk Aedes aegypti?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui ekstrak bunga tapak dara yang digunakan sebagai insektisida alami
dapat membunuh nyamuk Aedes aegypti.
2. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak bunga tapak dara yang berbeda
terhadap jumlah nyamuk Aedes aegypti yang mati. 3. Untuk mengetahui ekstrak bunga
tapak dara dapat digunakan sebagai insektisida alami yang efektif untuk membunuh
nyamuk Aedes aegypti.

E. Manfaat Penelitian
1. Menambah khasanah keilmuan, pengetahuan dan pengalaman penulis pada khususnya
dan pembaca pada umumnya.
2. Memberikan informasi bahwa ekstrak bunga tapak dara dapat dijadikan sebagai
insektisida alami untuk membunuh nyamuk yang ampuh dan yang paling penting aman
serta tidak membuat gangguan kesehatan lain karena tidak terkontaminasi bahan kimia
berbahaya.
3. Memberikan nilai lebih terhadap tanaman tapak dara yang sebelumnya hanya dianggap
sebagai tanaman murahan saja, menjadi tanaman yang bermanfaat dan dapat
mendatangkan penghasilan tambahan dengan adanya nilai tambah dari bunganya yang
dapat digunakan untuk insektisida alami pembunuh nyamuk Aedes aegypti penyebab
penyakit demam berdarah.

BAB 2
ISI
A. Pengertian
Digigit serangga sangat umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan rata-rata setiap
orang mengalami reaksi berbeda setelah digigit serangga. Serangga biasanya menggigit,
menyengat, atau mengeluarkan racun digunakan sebagai pertahanan. Digigit serangga
merupakan salah satu bentuk dermatitis kontak iritan, yaitu reaksi peradangan kulit sebagai
respon dari kontak dengan alergen, dalam hal ini berupa liur, bulu, atau gigitan serangga, atau
dalam istilah lain biasa disebut dermatitis venenata.

Gejala yang ditimbulkan dari gigitan atau sengatan serangga merupakan reaksi hipersensitivitas
atau reaksi alergi yang timbul setelah kulit tubuh kontak dengan serangga atau racun atau
alergen masuk pada kulit akibat gigitan, tusukan. Jenis reaksi yang ditimbulkan akibat gigitan
serangga tergantung jenis serangga dan macam racun yang dikeluarkan sebagai alergennya.

Gejala Digigit Serangga


Gejala digigit serangga dapat berupa reaksi lokal, terbatas pada tempat gigitan atau sengatan
berupa

Gatal
Rasa nyeri atau tidak nyaman di tempat gigitan atau sengatan
Panas seperti terbakar
Bengkak atau kulit melepuh disekitar tempat gigitan atau sengatan
Pada beberapa orang tertentu atau jenis serangga yang beracun, gigitan atau sengatan dapat
menimbulkan reaksi pada seluruh tubuh seperti

Bentol-bentol dan gatal diseluruh tubuh (urtikaria)


Bengkak pada wajah dan bibir (angioedema)
Kelemahan tubuh sampai kelumpuhan
Demam
Gejala sistem pencernaan : mual, muntah, diare
Pusing
Pingsan
Reaksi Anafilaktik (syok Anafilaktik), yaitu reaksi alergi berat yang dapat mengancam nyawa.
Gejala-gejala reaksi anafilaktik yaitu ruam dan gatal seluruh tubuh, pembengkakan
tenggorokan, sesak nafas, jantung berdebar, tekanan darah menurun, gelisah, keringat dingin,
mual muntah, hingga kesadaran menurun. Reaksi ini terjadi beberapa detik sampai beberapa
menit setelah digigit atau disengat serangga. Racun yang dikeluarkan serangga dan masuk
kedalam tubuh sebagai alergen (zat perangsang reaksi alergi). Jika tidak ditangani dengan
cepat, reaksi ini dapat menimbulkan kematian.

Penyebab Digigit Serangga


Penyebab reaksi yang ditimbulkan dari gigitan serangga adalah reaksi hipersensitivitas atau
reaksi alergi yaitu reaksi yang ditimbulkan oleh tubuh akibat ada alergen asing dan tubuh
berusaha untuk menghilangkan alergen tersebut.

Jenis serangga yang dapat menyebabkan reaksi tersebut secara umum dibagi menjadi 2, yaitu:

Beracun. Serangga yang mengeluarkan racun gigitan atau sengatannya dapat menimbulkan
reaksi alergi lokal, seluruh tubuh atau reaksi alergi berat. Beberapa jenis serangga tersebut,
meliputi:
Lebah. Lebah menyengat hanya sekali, setelah menyengat lebah akan mati. Sengatan lebah
sangat beracun, apabila tidak segera dicabut, racun akan semakin banyak masuk kedalam tubuh
sehingga dapat memicu reaksi alergi yang berat.
Tawon. Sengatan tawon juga mengandung racun, tapi tawon dapat menyengat beberapa kali.
Kalajengking. Sengatan kalajengking mengandung racun, tapi jarang berbahaya. Tanda dan
gejalanya berupa nyeri yang dapat terus menerus, mati rasa, dan bengkak. Namun, sengatan
kalajengking pada anak dan lansia dapat menimbulkan reaksi alergi seluruh tubuh sampai reaksi
alergi berat.
Semut api. Semut api dapat menggigit beberapa kali dan gigitannya dapat mengeluarkan racun
yang biasanya hanya menimbulkan reaksi lokal seperti nyeri hebat di tempat gigitan, rasa
seperti terbakar, bengkak dan kemerahan. Namun, dapat pula menyebabkan reaksi alergi
seluruh tubuh dan reaksi alergi berat.
Laba-laba. Umumnya laba-laba tidak berbahaya, tapi beberapa jenis laba-laba mempunyai
racun yang dapat menimbulkan reaksi berupa nyeri dan pembengkakan disekitar luka dan
dapat menyebar ke perut, punggung, dan dada, keram perut, menggigil, mual, dan keringat
dingin.
Tomcat. Umumnya racun akibat gigitan tomcat atau kumbang Paederus tidak berbahaya dan
tidak menyebabkan reaksi seluruh tubuh, hanya lokal pada kulit berupa kulit melepuh seperti
herpes, kemerahan, rasa panas bercampur gatal, dan nyeri.
Tidak Beracun. Serangga yang tidak mengeluarkan racun menimbulkan reaksi akibat kontak
bagian tubuh serangga atau liur dengan kulit. Reaksinya ringan dan lokal, hanya pada lokasi dan
sekitar tempat gigitan. Serangga tidak beracun seperti nyamuk, lalat, kutu, dan ulat bulu. Selain
reaksi lokal, beberapa jenis serangga ini dapat menyebarkan penyakit lain seperti malaria,
demam berdarah, virus Zika, demam chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk jenis
tertentu. Penyakit tidur, penyakit kaki gajah, atau penyakit parasit melalui gigitan lalat jenis
tertentu. Penyakit Lyme yang ditularkan melalui gigitan kutu jenis tertentu.
darah dapat ditularkan
Faktor Risiko Digigit Serangga
Terkena gigitan atau sengatan serangga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
Lingkungan tempat tinggal yang gelap, lembab, atau berdekatan dengan lahan kosong, semak-
semak, kebun, atau hutan.
Riwayat alergi, pada diri sendiri dan riwayat alergi dalam keluarga
Pekerjaan, seperti orang yang bekerja di perkebunan
Golongan darah O. Menurut penelitian yang dipublikasi dalam the Journal of Medical
Entomology, orang-orang bergolongan darah O memiliki risiko dua kali lebih besar digigit
serangga penghisap darah dibanding golongan darah lainnya.

Anda mungkin juga menyukai