Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akut yang disebabkan oleh
virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis
dan sub-tropis, dan menjangkit luas di banyak negara di Asia Tenggara. Penyakit
tersebut merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena prevalensinya
yang tinggi dan penyebarannya semakin luas. Penyakit ini tidak dapat ditularkan
langsung dari orang ke orang. Demam berdarah ditularkan pada manusia melalui
gigitan nyamuk betina Aedes aegypti yang terinfeksi virus dengue. Nyamuk ini
tersebar luas di rumah-rumah, sekolah, dan tempat-tempat umum lainnya seperti
tempat ibadah, restoran, kantor, balai desa dan lain-lain sehingga setiap keluarga dan
masyarakat mengandung risiko untuk ketularan penyakit DBD. Obat untuk penyakit
DBD belum ada, dan vaksin untuk pencegahannya juga belum ada, sehingga
satusatunya cara untuk memberantas penyakit ini adalah dengan memberantas
nyamuk Aedes aegypti. (Depkes RI, 1996)

Pemberantasan penyakit demam berdarah dengue (DBD) dilakukan melalui


pemberantasan vektor penyebab demam berdarah dengue (nyamuk Aedes aegypti)
dan dilanjutkan dengan melakukan pengobatan kepada mereka yang diduga
menderita demam berdarah dengue. Pemberantasan demam berdarah dengue selain
dengan pengobatan juga bisa dilakukan tindakan penyemprotan rumah dan
lingkungan sekelling rumah dengan racun serangga untuk membunuh nyamuk
dewasa, upaya lain yang dapat dilakukan secara individu untuk mencegah gigitan
nyamuk Aedes aegypti adalah dengan menggunakan repelan atau penolak serangga
(Nugraheni, 2009).

Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai larvasida alami adalah Daun
Beluntas (Pluchea indica (L.) Less.) Dewasa ini, penelitian tentang ekstrak etanol
daun beluntas yang berpotensi sebagai insektisida nabati telah banyak dilaporkan.
Menurut Susanti (2008) ekstrak etanol beluntas (Pluchea indica (L.) Less.) dapat
berfungsi sebagai antibakteri, sehingga dapat mencegah produk makanan dari
kerusakan. Diyakini ekstrak beluntas yang dapat menyebabkan keracunan pada
bakteri juga berpotensi menjadin racun bagi Callosobruchus chinensis L. Biswas, et
al., (2007) menjelaskan ektrak beluntas dapat bersifat antiamuba, karena dapat
membunuh Entamoeba histolytica. Khasiat yang dimiliki oleh suatu tanaman
dihasilkan dari kandungan bahan aktif yang dimiliki oleh tanaman tersebut. Menurut
Asimayu (2003), daun beluntas mengandung alkaloid, tanin, natrium, minyak atsiri,
kalsium, flavonoid, magnesium, fosfor, asam amino (leusin, triptofan, treonin),
vitamin A dan C (Asimayu, 2004 dalam Yana Sukaryana dan Y. Priabudiman 2014).

Penggunaan repelan (antinyamuk) yang dioleskan pada kulit merupakan salah


satu upaya pencegahan dari gigitan nyamuk yang cukup praktis. Zat aktif yang paling
luas digunakan sebagai repelan kimia yaitu DEET (N,N-diethyl-m-toluamide) yang
memiliki beberapa efek samping seperti kemerahan dan rasa gatal pada kulit yang
terpapar. DEET bersifat korosif, dimana sediaan tersebut menyebabkan iritasi kulit
serta dampak langsung akibat pemakaian repelan berbeda-beda pada setiap individu,
khususnya pada anak-anak (Anonim,2007). Pada penggunaan jangka panjang dengan
konsentrasi yang tinggi DEET mampu menyebabkan efek samping yang lebih berat
yaitu insomnia, kram otot, gangguan mood dan ruam kulit (Mabey, 2005). Oleh
karena itu perlu alternatif bahan aktif lain yang lebih aman. Salah satunya repelan
yang sering digunakan oleh masyarakat adalah minyak atsiri dari tanaman.

Daun beluntas (Pluchea indica (L.) Less.) sering digunakan dalam pengobatan
tradisional di Indonesia. Daunnya digunakan sebagai obat untuk menghilangkan bau
badan, obat penurun panas, obat batuk, obat antidiare, dan mengobati penyakit kulit.
Daun beluntas juga digunakan sebagai obat nyeri pada rheumatik, sakit pinggang.
(Wijayakusuma, 1994 dalam Lasmini Nangune, dkk. 2011). Dari berbagai manfaat di
atas dalam berbagai penelitian dilakukan uji senyawa yang terkandung di dalam daun
beluntas. Dalam daun beluntas mengandung beberapa senyawa aktif sebagai
larvasida, yaitu: alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, minyak atsiri, fenol hidrokuinon,
dan steroid.

Gel adalah sediaan semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar terpenetrasi oleh suatu
cairan. Sediaan gel dipilih karena mudah mengering, membentuk lapisan film yang
mudah dicuci dan memberikan rasa dingin di kulit. Bahan pembentuk gel yang biasa
digunakan adalah Carbopol 940, Na-CMC dan HPMC. HPMC merupakan gelling
agent yang memiliki kestabilan fisik paling optimal pada sediaan gel dibandingkan
dengan karbopol (Hayim dkk, 2011). Gelling agent tersebut banyak digunakan dalam
produk kosmetik dan obat karena memiliki stabilitas dan kompaktibilitas yang tinggi,
toksisitas yang rendah, serta mampu meningkatkan waktu kontak dengan kulit
sehingga meningkatkan efektivitas penggunaan gel sebagai antibakteri (Edwards dan
Johnsons, 1987). Berdasarkan uraian diatas, telah dilakukan penelitian formulasi gel
ekstrak daun beluntas (Pluchea indica (L.) Less.) sebagai repelen terhadap nyamuk
Aedes aegypti.

1.2. Rumusan Masalah


Dari uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu:
1. Apakah gel ekstrak daun beluntas (Pluchea indica (L.) Less.)
mempengaruhi sediaan gel atau tidak?
2. Konsentrasi gel berapakah yang dapat memengaruhi efektivitas menolak
nyamuk (repelen) dari ekstrak daun beluntas (Pluchea indica (L.) Less.)
terhadap nyamuk Aedes aegypti?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakuka dengan tujuan untuk:
1. Menentukan aktivitas gel penolak nyamuk (repelen) ekstrak daun beluntas
(Pluchea indica (L.) Less.) terhadap nyamuk Aedes aegypti.
2. Menentukan konsentrasi dari ekstrak paling efektif yang dapat digunakan
sebagai penolak nyamuk (repelen).
1.4. Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai gel penolak nyamuk (repelen) yang dapat


menolak nyamuk Aedes aegypti dari ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea indica
(L.) Less.) sehingga bisa mengurangi tejadinya penyakit demam berdarah dengue
(DBD). Penelitian ini juga bermanfaat sebagai masukan bagi perkembangn ilmu
pengetahuan khususnya bidang farmasi dan kesehatan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007, Tanaman Pengusir Nyamuk. http://www.HarianGlobal.com/news. 12


Agustus 2014.

Asiamaya. 2003. Beluntas. http://www.asiamaya.com/jamu/isi/beluntas_pluchea


indica less (12 Maret 2006).

Biswas, et al., 2007,

Departemen Kesehatan RI. 1996. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta.

Edwars, D.L., Johnsons, C.E., 1987 , Insect repellent induced toxic encephalopathy in
child., Clin Pharm., VOL 6., Hal 496-498.

Hayim dkk, 2011

Lasmini Nangune, dkk. 2011

Nugraheni, A., 2009, Uji Aktivitas Gel Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Canangium
odoratum (Lmk.) Hook. & Thoms) Sebagai Repelan Terhadap Nyamuk
Anopheles aconitus Betina, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Susanti, A. 2008, Daya antibakteri ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea indica less)
terhadap Escherichia coli secara in vitro.Jurnal Universitas Airlangga Vol. 1
No. 1

Richard, Mabey. 2005. Nature Cure. London : Chatto and Windus

Wijayakusuma, 1994 dalam Lasmini Nangune, dkk. 2011

Yana Sukaryana dan Y. Priabudiman. 2014. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun


Beluntas (Pluchea indica L) terhadap Total Kolesterol Darah Broiler. Jurnal
Penelitian Pertanian Terapan Vol. 14 (3): 152-157.

Anda mungkin juga menyukai