PENDAHULUAN
disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam
(1974) dalam planning for health, development and application of social change
theory, bahwa faktor lingkungan berperan sangat besar dalam meningkatkan derajat
termasuk timbulnya berbagai penyakit menular, andil faktor lingkungan sangat besar.
Faktor perilaku, pelayanan masyarakat dan keturunan, memiliki kontribusi yang lebih
Keadaan lingkungan yang kurang bersih dapat merupakan tempat yang sangat
macam penyakit menular yang penting, baik dengan bertindak sebagai vektor
maupun sebagai tuan rumah. Peranan serangga yang terpenting dalam bidang
lain : nyamuk, lalat, kecoa, pinjal dan lain–lain. Serangga yang dianggap cukup besar
Vektor penyakit yang sampai saat ini sering menimbulkan masalah kesehatan
merupakan serangga yang banyak terdapat di daerah perumahan dan dapat bertindak
sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue (DBD) (Depkes RI, 2004).
mengandung virus dengue dalam tubuhnya. Nyamuk ini mendapat virus dengue pada
waktu menghisap darah dan disimpan dalam darahnya. Jika nyamuk ini menggigit
orang lain, maka virus dengue akan berkembang biak dalam tubuh orang itu selama
4 sampai 7 hari sehingga dapat menjadi sumber penularan. Dalam waktu satu minggu
setelah digigit nyamuk tersebut, orang tersebut akan dapat menderita penyakit demam
dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan
cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas (Depkes RI, 2005).
Data kasus demam berdarah dengue di Indonesia tahun 2008 dari bulan
Januari hingga April mencapai 62.157 kasus dan jumlah penderita yang meninggal
sebanyak 482 orang. Di kota-kota besar seperti DKI Jakarta tahun 2008 dari bulan
Januari hingga April juga, mencapai 12.256 kasus dan jumlah penderita yang
penderita yang meninggal sebanyak 106 orang, di Sumatera Utara terdapat 879 kasus
621 kasus dengan 3 orang penderita meninggal) (Dinkes Provinsi Sumatera Utara,
2008).
Dalam mengatasi penyakit demam berdarah salah satunya dengan cara kimia
yaitu dengan insektisida sintetis. Penggunaan insektisida sintetis ini pada kurun
kuantitasnya. Hal ini disebabkan insektisida sintetis tersebut mudah digunakan, lebih
efektif dan dari segi ekonomi lebih menguntungkan (Yoshida Dalam Nursal, 2005).
pertama kali dilakukan pada tahun 1942. Zat kimia yang digunakan seperti : DDT
Pada saat ini, sebagai akibat dari penggunaan insektisida yang kurang
bertanggung jawab, maka timbul masalah baru yakni terjadinya resistensi pada
serangga tersebut dan muncul pula sebagai akibat sampingan lainnya, yakni dengan
ikut matinya binatang lain yang terkena (Azwar, 1995). Dilain pihak dengan
sering merugikan terhadap lingkungan, termasuk pencemaran air, bahan pangan dan
dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia secara langsung atau dalam
jangka waktu yang panjang. Bahaya insektisida sintetis dapat menimbulkan kanker,
gangguan saraf dan reproduksi dan keracunan pada umumnya (Kusnaedi, 1997).
cara baru dalam pengendalian serangga yang aman dan efektif. Pengendalian
(Kardinan, 1999).
yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Insektisida nabati relatif mudah dibuat
dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami /
nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam
sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak
peliharaan karena residunya mudah hilang. Insektisida nabati bersifat “pukul dan lari”
(hit and run), yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh serangga pada waktu itu
dan setelah serangga terbunuh, maka residunya akan cepat menghilang di alam
(Kardinan, 2004).
bahan aktif tertentu yang dapat mengendalikan nyamuk Aedes aegypti. Tambunan
yang disemprotkan pada nyamuk Aedes aegypti dewasa dan diamati selama 30 menit
dengan interval waktu 5 menit menunjukkan total jumlah nyamuk yang mati
sebanyak 80 ekor (100%). Penelitian lainnya oleh Simanjuntak (2006) terhadap hasil
maserasi bunga krisan, pada konsentrasi 0,4% dapat membunuh nyamuk Aedes
aegypti sebanyak 100% yang dilihat dari 5 kotak pengamatan yang masing - masing
2004).
aktif pada bagian rimpang baik dalam bentuk tepung ataupun minyak yang dikenal
sebagai minyak atsiri. Tumbuhan ini mudah tumbuh dan dikembangbiakkan serta
tidak beracun bagi manusia, karena secara tradisional banyak digunakan sebagai obat
sakit perut dan penyakit kulit, serta dipercaya dapat mengusir pengaruh roh jahat
kecoa dilakukan oleh Onasis (2001). Hasilnya menunjukkan bahwa dosis minyak
atsiri 15 ml/50ml pelarut Etanol 96% yang disemprotkan pada jarak 10 cm dari kecoa
menunjukkan kematian kecoa 30% pada 1 jam pertama, bertambah menjadi 75%
menunjukkan bahwa ekstrak rimpang jeringau dalam bentuk lilin padat efektif
kematian 56% pada jam pertama, 76% pada jam kedua dan 96% pada jam ketiga.
Aedes aegypti.
Aedes aegypti.
nabati yang aman dan mudah didapat dalam upaya pengendalian nyamuk
Aedes aegypti
rimpang jeringau.