Daftar isi
[sembunyikan]
1Etiologi
2Patofisiologi
o 2.1Disentri basiler
2.1.1Shigella dan EIEC
2.1.2Salmonella
2.1.3Campylobacter jejuni
o 2.2Disentri amoeba
o 2.3Komplikasi
3Diagnosis
o 3.1Simtoma klinis
3.1.1Disentri basiler
3.1.2Disentri amoeba
4Penanganan
5Referensi dan pranala luar
Etiologi[sunting | sunting sumber]
1. Bakteri (Disentri basiler)
Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60% kasus disentri
yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa
disebabkan oleh Shigella [2].
Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
Salmonella
Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak
usia > 5 tahun
Patofisiologi[sunting | sunting sumber]
Referensi:[3][4][5][6]
Transmisi : fecal-oral, melalui : makanan / air yang terkontaminasi, kontak dari orang ke
orang.
Komplikasi[sunting | sunting sumber]
Referensi:[2][3][4][7]
1. Dehidrasi
2. Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia
3. Kejang
4. Kehilangan protein enteropati
5. Sepsis dan DIC
6. Sindroma Hemolitik Uremik
7. Malnutrisi/malabsorpsi
8. Hipoglikemia
9. Prolapsus rektum
10. Arthritis reaktif
11. Sindroma Guillain-Barre
12. Ameboma
13. Megakolon toksik
14. Perforasi lokal
15. Peritonitis
Diagnosis[sunting | sunting sumber]
Referensi:[2][3][4][7][6]
Diagnosis klinis dapat ditegakkan semata-mata dengan menemukan tinja bercampur
darah. Diagnosis etiologi biasanya sukar ditegakkan. Penegakan diagnosis etiologi
melalui gambaran klinis semata sukar, sedangkan pemeriksaan biakan tinja untuk
mengetahui agen penyebab seringkali tidak perlu dilakukan karena memakan waktu
lama (minimal 2 hari) dan umumnya gejala membaik dengan terapi antibiotika
empiris.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
Pemeriksaan tinja
Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan
bentuk trofozoit dalam tinja
Benzidin test
Mikroskopis : leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal .
Biakan tinja :
Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.
Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 – 15.000 sel/mm3), kadang-
kadang dapat ditemukan leukopenia.
Simtoma klinis[sunting | sunting sumber]
Disentri basiler[sunting | sunting sumber]
Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri
shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam
6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan
darah dan lendir dalam tinja.
Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan toksik.
Muntah-muntah.
Anoreksia.
Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis
(kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
Disentri amoeba[sunting | sunting sumber]
Penanganan[sunting | sunting sumber]
Referensi:[2][3][4][7][8][9][10][6]
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak kelihatan toksik, status gizi
kurang, lakukan pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan
darah) untuk mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis,
berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai adanya
syok sepsis. 2. Komponen terapi disentri : a. Koreksi dan maintenance cairan
dan elektrolit. b. Diet c. Antibiotika d. Sanitasi
Ad. a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus
diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah
penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
Ad. b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet
lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi
vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan
disentri, terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi. Untuk
mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat seng
oral8,9. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat
yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya
risiko untuk memperpanjang masa sakit.
Ad. c. Antibiotika
• Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan
terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi
masa sakit dan menurunkan risiko komplikasi dan kematian. • Pilihan utama
untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol (trimetoprim
10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis,
selama 5 hari. • Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat
pemberian kotrimoksazol dibandingkan plasebo10. • Alternatif yang dapat
diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o Cefixime
8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis
tunggal IV atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. •
Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan
darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari
tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif
lain. • Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit
Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah
menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing
diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler. • Terapi
yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang
disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
Ad. d. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan
bersih sehabis membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.