Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN

PRAKTIK KERJA LAPANGAN

Pertumbuhan dan Perbanyakan Tanaman Strawberry dan Tanaman Jeruk secara In


Vitro dan In Vivo

Oleh:
ASLAM SHAUKI MAHMUD
081311433077

PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pertumbuhan dan Perbanyakan Tanaman Strawberry dan Tanaman Jeruk


secara In Vitro dan In Vivo
Nama : Aslam Shauki Mahmud
NIM : 081311433077
Program Studi : Biologi

Pembimbing Instansi Pembimbing Prodi

(Dr. Dita Agisimanto) (Dr. Edy Setiti Wida Utami., Dra., MS)
NIP. 197110032001121001 NIP. 195704211984032003

Mengetahui
Ketua Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga

(Dr. Junairia, S.Si., M.Kes)


NIP. 197107142002122002
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
karunia, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja
Lapangan dan penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan yang dilaksanakan di
Laboratorium Biak Sel dan Jaringan Tanaman, Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor dengan Judul penelitian Aklimatisasi Talas (Colocasia
Esculenta (L) Schott) Poliploid Hasil Perlakuan Oryzalin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan dan penyusunan laporan ini
dapat berjalan baik dan lancar karena adanya pengarahan, bimbingan, dan bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Edy Setiti Wida Utami, S.Si., M.Si. selaku Dosen pembimbing Fakultas yang telah
memberikan arahan selama penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan.
2. Bapak Dr. Dita Agisimanto selaku pembimbing kerja praktek di Balai Penelitian
Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika yang telah memberikan ilmu selama kerja
praktek sampai proses pengerjaan laporan kepada penulis.
3. Orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan penulis sehingga dapat menjalankan
kegiatan Praktik Kerja Lapangan dan berhasil menyelesaikan laporan Praktik Kerja
Lapangan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan
saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kebaikan di masa yang akan datang,
dan semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.

Surabaya, Maret 2016


Penulis

Zulia Citra
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................v
DAFTAR TABEL................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................vii
RINGKASAN.....................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian..............................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................6


2.1 Profil Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI..........................................6
2.1.1 Sejarah ......................................................................................6
2.1.2 Tugas dan Fungsi......................................................................6
2.1.3 Struktur Organisasi....................................................................7
2.1.4 Visi dan Misi.............................................................................9
2.1.5 Tujuan........................................................................................9
2.1.6 Sasaran Organisasi....................................................................10
2.2 Tinjauan Laboratorium Biak Sel dan Jaringan Tanaman....................11
2.3 Tanaman Colocasia asculenta............................................................12
2.3.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Colocasia esculenta.....................12
2.3.2 Deskripsi Tanaman Colocasia esculenta...................................13
2.3.3 Pemanfaatan dan Kandungan Tanaman
Colocasia esculenta..................................................................16
2.4 Teknik Kultur Jaringan.......................................................................19
2.5 Aklimatisasi........................................................................................21
2.6 Oryzalin..............................................................................................24

BAB III. METODE PENELITIAN.....................................................................25


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................25
3.2 Alat dan Bahan...................................................................................25
3.2.1 Alat............................................................................................25
3.2.2 Bahan.........................................................................................26
3.3 Prosedur Penelitian.............................................................................26
3.3.1 Pemilihan sampel.....................................................................26
3.3.2 Aklimatisasi...............................................................................26
3.3.3 Pengamatan...............................................................................27
3.4 Analisis Data.......................................................................................27
3.5 Bagan Cara Kerja................................................................................28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................29


4.1 Hasil Pengamatan...............................................................................24
4.2 Pembahasan........................................................................................34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................42


5.1 Kesimpulan ........................................................................................42
5.2 Saran...................................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................43
LAMPIRAN
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroberi (Fragaria sp.) merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang penting di dunia,
terutama untuk negara-negara beriklim subtropis. Seiring perkembangan ilmu dan teknologi pertanian
yang semakin maju, kini stroberi mendapat perhatian pengembangannya di daerah beriklim tropis. Di
Indonesia, walaupun stroberi bukan merupakan tanaman asli Indonesia, namun pengembangan
komoditas ini yang berpola agribisnis dan agroindustri dapat dikategorikan sebagai salah satu sumber
pendapatan dalam sektor pertanian. Stroberi ternyata dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik
dalam kondisi iklim seperti di Indonesia.

Stroberi merupakan salah satu jenis buah-buahan yang memiliki nilai ekonomi yang
tinggi dan mempunyai banyak manfaat. . Bagian yang dapat dimakan dari buah stroberi mencapai
96%. Stroberi tidak hanya dikonsumsi dalam keadaan segar tetapi dapat diolah menjadi selai,
sirop, dodol, manisan, jus, yoghurt, kue, dan bahan baku pembantu pembuat es krim. Kandungan
gizinya tinggi dan komposisi gizinya cukup lengkap. Dalam setiap 100 gram buah stroberi segar
mengandung energi 37 kalori, protein 0,8 g, lemak 0,5 g, karbohidrat 8,0 g, kalsium 28 mg, fosfat
27 mg, besi 0,8 mg, vitamin A 60 SI, vitamin B 0,03 mg, vitamin C 60 mg dan air 89,9 g. Selain
mengandung berbagai vitamin dan mineral, buah stroberi terutama biji dan daunnya diketahui
mengandung ellagic acid yang berpotensi sebagai penghambat kanker, mempercantik kulit,
menjadikan gigi putih, menghilangkan bau mulut serta meningkatkan kekuatan otak dan
penglihatan. Akar stroberi mengandung zat anti radang (Budiman dan Saraswati, 2008).

Tingkat pertumbuhan petani stroberi terus meningkat dari tahun ke tahun Budidaya
stroberi telah dicoba oleh beberapa petani di daerah Sukabumi, Cianjur, Cipanas, dan Lembang
(Jawa Barat); Batu (Malang); Bedugul (Bali); serta di Loka dan Malino (Sulawesi Selatan).
Menurut Badan Pusat Statistik (2011), produksi stroberi Indonesia tahun 2009 sebesar 19.132 ton
dan mengalami perkembangan produksi 29,87% (5.714 ton) pada tahun 2010, dimana jumlah
produksi tahun 2010 sebanyak 24.846 ton.

Meskipun perkembangan stroberi di Indonesia terus mengalami peningkatan, namun


produktivitas stroberi di daerah-daerah penghasil stroberi masih tergolong rendah jika
dibandingkan dengan potensi produktivitas stroberi. Seperti di Desa Tongkoh dan Desa Korpri
Sumatera Utara, rata-rata produktivitas di desa Tongkoh per petani adalah 13.847,62 Kg/Ha dan
di Desa Korpri adalah 15.305,67 Kg/Ha, rata-rata produktivitas di kedua desa adalah 14.576,64
Kg/Ha (Aswita, 2007), sedangkan menurut Kurnia (2005) bahwa total produksi dengan luas lahan
0,14 Ha menghasilkan produksi 4.000 Kg/Th dengan jumlah bibit 8.000 batang, jadi produksi
selama musim tanam (2 tahun) akan menghasilkan 8.000 Kg dengan total produktivitas 57.142,85
Kg/Ha.

Produksi buah stroberi yang dihasilkan sekarang belum bisa memenuhi permintaan pasar.
Seperti yang terjadi, pemasok buah ke beberapa pasar swalayan di Jakarta dan luar kota dari Ciwidey
hanya bisa menyuplai 15-30 kg stroberi dari jumlah permintaan 60 kg per hari. Hal serupa dialami
oleh pengepul di Lembang. Mereka harus menampung hasil panen dari petani di sekitar kebun,
Ciwidey dan Pangalengan agar dapat memenuhi permintaan minimal 500 kg setiap tiga hari ke pabrik
selai di Jakarta (Budiman dan Saraswati, 2008).

Untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin hari semakin meningkat, beberapa
alternatif teknik budidaya dapat dilakukan terhadap tanaman stroberi, dengan harapan, produksi
yang dihasilkan optimal, baik kualitas maupun kuantitas. Cara yang dilakukan antara lain dengan
sistem penanaman, teknik budidaya yang tepat, dan penggunaan varietas yang mempunyai sifat
unggul.

Nutrisi yang diberikan ke tanaman merupakan hal yang sangat penting dalam sistem
hidroponik karena keberhasilan sistem budidaya hidroponik bergantung pada nutrisi yang
diberikan. Komposisi, konsentrasi, dan volume larutan nutrisi yang diberikan harus diperhatikan
agar sesuai dengan kebutuhan tanaman. Nutrisi diberikan ke tanaman dengan cara dilarutkan ke
dalam air sehingga menjadi larutan nutrisi. Larutan nutrisi inilah yang akan dialirkan dan
diteteskan ke media arang sekam dalam polibag yang berisi tanaman.

Selama ini salah satu usaha yang dilakukan petani untuk meningkatkan produksi tanaman
stroberi adalah dengan penggunaan pupuk anorganik. Penggunaan pupuk anorganik menjadi hal
yang sulit dipisahkan dalam kegiatan budidaya tanaman stroberi. Dampak dari penggunaan pupuk
anorganik memang menghasilkan peningkatan produktivitas tanaman yang cukup tinggi, namun
penggunaan pupuk anorganik dalam jangka yang relatif lama umumnya berakibat buruk,
meninggalkan residu pada produksi tanaman, dan tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu
penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui cara multiplikasi pada tanaman
jeruk secara in vitro untuk menghasilkan bibit jeruk dalam jumlah banyak. Dan
menumbuhkan tanaman strawberry dengan cepat melalui pemberian pupuk organik, pupuk
nano, dan pupuk anorganik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara memperbanyak tanaman dengan kultur jaringan ?
2. Bagaimana pengaruh pemberian pupuk organik, pupuk nano, pupuk anorganik
terhadap rasa dan berat buah strawberry ?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan tujuan penelitian
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui cara memperbanyak tanaman dengan kultur jaringan
2. Untuk mengetahui pengaruh pengaruh pemberian pupuk organik, pupuk nano, pupuk
anorganik terhadap rasa dan berat buah strawberry

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka didapatkan tujuan penelitian
sebagai berikut:
1. Mengetahui keberhasilan perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan
2. Mengetahui keberhasilan pemberian pupuk organik, pupuk nano, pupuk anorganik
terhadap rasa dan berat buah strawberry
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil Balitjestro
2.1.1 Sejarah Balitjestro
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) terletak di Desa
Tlekung, Kecamatan Junrejo, Batu, Jawa Timur. Posisi Balitjestro berada pada 4 km dari
Kota Batu dengan ketinggian tempat 950 m di atas permukaan laut, yang letaknya persis di
bawah kaki gunung Panderman (Balitjestro, 2016).
Pada awalnya Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika adalah kebun
milik swasta Belanda, yang pada tahun 1930-1940 diambil alih pengelolaannya oleh
Departement van Landsbouw, Nijverheid, en Handel dengan komoditas yang diusahakan
pada waktu itu adalah kopi dan buah-buahan.Tahun 1941-1957 status instansi ini berada di
bawah Jawatan Perkebunan Rakyat dengan komoditas tanaman perkebunan rakyat yang pada
umumnya merupakan tanaman semusim, seperti tanaman sayur-sayuran, tanaman hias, dan
tanaman perkebunan seperti kopi dan kina. Pada tahun 1958-1961 Kebun Percobaan ini
berada di bawah Jawatan Perkebunan Rakyat Malang dan pada tahun 1961-1967, statusnya
berubah menjadi Lembaga Penelitian Tanaman Sayur-sayuran dan Buah-buahan di bawah
koordinasi Dinas Pertanian Malang.Kemudian pada tahun 1967-1980 berubah status menjadi
Kebun Percobaan Hortikultura Tlekung di bawah Lembaga Penelitian Hortikultura (LPH)
Cabang Malang. Tahun 1981 LPH Cabang Malang beserta Kebun Percobaan Tlekung
bergabung dengan Lembaga Penelitian Pertanian Perwakilan Kendalpayak (LP3) menjadi
Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balittan) Malang.Pada tahun 1985-1994 Kebun Percobaan
Tlekung ditingkatkan menjadi Sub Balai Penelitian Hortikultura (Sub Balithorti) Tlekung
dengan status Echelon IV-A yang merupakan salah satu UPT bereselon IV-A yang berada di
bawah Balai Penelitian Tanaman Hortikultura di Solok, Sumatera Barat. Tahun 6
1994 nama Sub Balithorti Tlekung berubah menjadi Instalasi Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian (IP2TP) Tlekung berada dibawah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
di Karangploso-Malang. Sejak tahun 2002-2005 IP2TP Tlekung kemudian berubah nama
menjadi Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Hortikultura Subtropik di Tlekung, yang
berinduk langsung di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura di Jakarta.
Seiring dengan kebijaksanaan Pemerintah melalui Departemen Pertanian, yang menetapkan
Jeruk sebagai komoditas nasional dan strategis untuk dikembangkan menuju substitusi impor,
yang dalam perspektif politik nasional kebijakan ini bertujuan untuk mendorong masyarakat
untuk lebih mencintai, memilih, dan mengkonsumsi komoditas nasional yang dihasilkan dari
tanah airnya sendiri, maka berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian
No.13/Permentan/OT.140/3/2006 1 Maret 2006 Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan
Hortikultura Subtropik ditingkatkan statusnya menjadi Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan
Buah Subtropika sebagai UPT bereselon III-A, dengan mandat yang baru yakni
melaksanakan penelitian tanaman jeruk dan buah subtropika antara lain: anggur, apel, dan
kelengkeng. Pada tahun 2008 mulai melaksanakan penelitian stroberi (Balitjestro, 2016).
2.2.2 Visi dan Misi
Visi dari Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika adalah ingin menjadi
lembaga penelitian bertaraf internasional pada tahun 2014 dalam menghasilkan inovasi
teknologi jeruk dan buah subtropika. Lima misi utama Balitjestro antara lain:
1. Merekayasa, merakit dan menghasilkan inovasi teknologi jeruk dan buah subtropika
berbasis sumber daya lokal yang efisien, berdaya saing tinggi serta sesuai kebutuhan
pengguna.
2. Menjalin dan mengembangkan jaringan kerjasama nasional dan internasional dalam upaya
meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia serta penguasaan inovasi
teknologi jeruk dan buah subtropika.
3. Menyebarluaskan teknologi inovatif dan produk yang telah dihasilkan kepada pengguna.
4. Melestarikan, memanfaatkan dan mengembangkan potensi sumberdaya genetik jeruk dan
buah subtropika secara in situ dan ex situ mendukung diversifikasi produk dan sekaligus
digunakan sebagai wahana wisata berbasis pendidikan.
5. Menguatkan kapasitas dan publikasi dari Balitjestro.

(Balitjestro, 2016)
2.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi
Balitjestro memiliki tugas pokok untuk melaksanakan kegiatan penelitian tanaman
jeruk dan buah subtropika lainnya ini memiliki beberapa fungsi yaitu:
1. Pelaksanaan penyusunan program, rencana kerja, anggaran, evaluasi dan laporan penelitian
tanaman jeruk dan buah subtropika.
2. Pelaksanaan penelitian genetika, pemuliaan, perbenihan tanaman jeruk dan buah
subtropika.
3. Pelaksanaan penelitian eksplorasi, konservasi, karakterisasi dan pemanfaatan plasma
nutfah tanaman jeruk dan buah subtropika.
4. Pelaksanaan penelitian agronomi, morfologi, fisiologi, ekologi, entomologi dan
fitopatologi tanaman jeruk dan buah subtropika.
5. Pelaksanaan penelitian komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis tanaman jeruk dan
buah subtropika.
6. Pelaksanaan penelitian penanganan hasil tanaman jeruk dan buah subtropika.
7. Pemberian pelayanan teknis penelitian tanaman jeruk dan buah subtropika.
8. Penyiapan kerja sama, informasi dan dokumentasi serta penyebarluasan dan
pendayagunaan hasil penelitian tanaman jeruk dan buah subtropika.
9. Pelaksanaan urusan kepegawaian, keuangan, rumah tangga dan perlengkapan Balitjestro.

(Balitjestro, 2016)
2.1.4 Arah dan strategi Penelitian
Strategi penelitian Balitjestro dituangkan dalam Rencana Stratejik sebagai landasan,
arah dan pedoman bagi semua unsur internal dalam melaksanakan kegiatan selama 5 tahun ke
depan dan mengacu pada Renstra Badan Litbang dan Renstra Puslitbang Hortikultura.
Sasaran penelitian adalah mampu menciptakan dan menghasilkan inovasi teknologi terpadu
yang dibutuhkan saat ini serta menciptakan trendsetter inovasi teknologi. Renstra Balitjestro
memuat program-program penelitian :
1. Pengkayaan, pengelolaan, pemanfaatan dan pelestarian sumber genetik hortikultura.
2. Penelitian pemuliaan, perbaikan sistem produksi dan teknologi ekonomi jeruk.
3. Penelitian dan pengembangan komoditas buah subtropika prospektif jangka panjang
(Demand Driving).
4. Pengembangan kapasitas benih sumber jeruk dan buah subtropika.
5. Pengembangan model agribisnis terintegrasi secara vertikal untuk komoditas dan produk
pertanian bernilai komersial tinggi.
6. Kaji tindak penanganan permasalahan mendesak serta kasus-kasus darurat nasional dan
daerah.
7. Pengembangan sistem informasi, komunikasi, diseminasi dan umpan balik inovasi
pertanian.

(Balitjestro, 2016)

2.2 Kultur Jaringan

2.2.1 Pengertian

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga bagian
tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali.

Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif.


Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan
dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu.
Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin),
berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan
medium dan kondisi tertentu. Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini
mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian
tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang
berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.

Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan


jaringan yang dibiakkan. Hal yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang
steril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang
mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang perlukan
jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya.

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kultur Jaringan

1. Media kultur
Perbedaan komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan jenis media yang digunakan
akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan.

a. Komposisi Media
Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam anorganik, senyawa
organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan.
Perbedaan komposisi media biasanya sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi
eksplan. Meskipun demikian, media yang telah diformulasikan tidak hanya berlaku untuk
satu jenis eksplan dan tanaman saja. Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan
secara umum untuk berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman, seperti media MS. Namun
ada juga beberapa jenis media yang diformulasikan untuk tanaman-tanaman tertentu misalnya
WPM, VW dll. Media-media tersebut dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti
perkecambahan biji, kultur pucuk, kultur kalus, regenerasi kalus melalui organogenesis dan
embriogenesis. Media yang dibutuhkan untuk perkecambahan biji, perangsangan tunas-tunas
aksilar umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk regenerasi kalus baik
melalui organogenesis maupun embryogenesis.

b. Komposisi hormon pertumbuhan.


Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan dalam media sangat
mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Komposisi dan
konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung
dari jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi hormon
pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari eksplan yang
dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang terdapat pada eksplan
tersebut. Komposisi yang sesuai ini dapat diperkirakan melalui percobaan-percobaan yang
telah dilakukan sebelumnya disertai percobaan untuk mengetahui komposisi hormon
pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan arah pertumbuhan eksplan yang diinginkan.

Hormon pertumbuhan yang digunakan untuk perbanyakan secara invitro adalah golongan
auksin, sitokinin, giberelin, dan growth retardant. Auksin yang umum dipakai adalah IAA
(Indole Acetic Acid), IBA (Indole Butyric Acid), NAA (Naphtalena Acetic Acid), dan 2,4-D
(2,4-dichlorophenoxy Acetic Acid). Selain itu beberapa peneliti pada beberapa tanaman
menggunakan juga CPA (Chlorophenoxy Acetic Acid). Sitokinin yang banyak dipakai adalah
Kinetin (Furfuryl Amino Purine), BAP/BA (Benzyl Amino Purine/Benzyl Adenine), 2 i-P (2-
isopentenyl Adenin). Beberapa sitokinin lainnya yang juga digunakan adalah zeatin,
thidiazuron dan PBA (6(benzylamino)-9-(2-tetrahydropyranyl)-9H-purine). Hormon
pertumbuhan golongan giberellin yang paling umum digunakan adalah GA3, selain itu ada
beberapa peneliti yang menggunakan GA4 dan GA7, sedangkan growth retardant yang sering
digunakan adalah Ancymidol, Paraclobutrazol dan TIBA, AbA dan CCC.

c. Keadaan fisik media.


Media yang umum digunakan dalam kultur jaringan adalah medium padat, medium semi
padat dan medium cair. Keadaan fisik media akan mempengaruhi pertumbuhan kultur,
kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya. Keadaan fisik media ini mempengaruhi
pertumbuhan antara lain karena efeknya terhadap osmolaritas larutan dalam media serta
ketersediaan oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan.

Media yang umum digunakan dalam mikropropagasi adalah media semi-solid (semi padat)
dengan cara menambahkan agar. Media semi padat ini digunakan karena beberapa alasan
antara lain: eksplan yang kecil mudah terlihat dalam media padat, selama kultur eksplan tetap
berada pada orientasi yang sama, eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak
diperlukan teknik aerasi tambahan pada kultur, orientasi pertumbuhan tunas dan akar tetap,
dan kalus tidak pecah seperti jika ditempatkan pada media cair. Namun penambahan agar
dalam beberapa kasus dapat menghambat pertumbuhan karena: agar mungkin mengandung
senyawa penghambat yang dapat menghambat morfogenesis beberapa kultur atau
memperlambat pertumbuhan kultur, eksudasi fenolik dari eksplan terserap oleh media yang
menempel dengan eksplan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan eksplan, agar harus
dicuci bersih dari akar sebelum diaklimatisasi, dan perlu waktu yang lebih banyak untuk
mencuci gelas kultur misalnya botol-botol harus diautoclave untuk melarutkan agar sebelum
dicuci.

2. Lingkungan tumbuh
a) Suhu.
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan suhu yang tidak sama setiap saat,
misalnya pada siang dan malam hari tanaman mengalami kondisi dengan perbedaan suhu
yang cukup besar. Keadaan demikian bisa dilakukan dalam kultur invitro dengan mengatur
suhu siang dan malam di ruang kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama ini
mengatur suhu ruang kultur yang konstant baik pada siang maupun malam hari. Umumnya
temperatur yang digunakan dalam kultur in vitro lebih tinggi dari kondisi suhu invivo.
Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan.

Pada sebagian besar laboratorium, suhu yang digunakan adalah konstan, yaitu 25C (kisaran
suhu 17-32C). Tanaman tropis umumnya dikulturkan pada suhu yang sedikit lebih tinggi
dari tanaman empat musim, yaitu 27C (kisaran suhu 24-32C). Bila suhu siang dan malam
diatur berbeda, maka perbedaan umumnya adalah 4-8C, variasi yang biasa dilakukan adalah
25C siang dan 20C malam, atau 28C siang dan 24C malam. Meskipun hampir semua
tanaman dapat tumbuh pada kisaran suhu tersebut, namun kebutuhan suhu untuk masing-
masing jenis tanaman umumnya berbeda-beda. Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada
suhu optimumnya. Pada suhu ruang kultur dibawah optimum, pertumbuhan eksplan lebih
lambat, namun pada suhu diatas optimum pertumbuhan tanaman juga terhambat akibat
tingginya laju respirasi eksplan.

b) Kelembaban relatif.
Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut botol yang ditutup umumnya cukup
tinggi, yaitu berkisar antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka kelembaban
relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari 80%. Sedangkan kelembaban relatif di
ruang kultur umumnya adalah sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang kultur berada
dibawah 70% maka akan mengakibatkan media dalam botol kultur (yang tidak tertutup rapat)
akan cepat menguap dan kering sehingga eksplan dan plantlet yang dikulturkan akan cepat
kehabisan media. Namun kelembaban udara dalam botol kultur yang terlalu tinggi
menyebabkan tanaman tumbuh abnormal yaitu daun lemah, mudah patah, tanaman kecil-
kecil namun terlampau sukulen. Kondisi tanaman demikian disebut vitrifikasi atau
hiperhidrocity. Sub-kultur ke media lain atau menempatkan planlet kecil ini dalam botol
dengan tutup yang agak longgar, tutup dengan filter, atau menempatkan silica gel dalam botol
kultur dapat membantu mengatasi masalah ini.

c) Cahaya.
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi invivo, kuantitas dan kualitas cahaya,
yaitu intensitas, lama penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi
pertumbuhan eksplan dalam kultur invitro. Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam
kultur invitro umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya
dihambat oleh cahaya.

Pada perbanyakan tanaman secara invitro, kultur umumnya diinkubasikan pada ruang
penyimpanan dengan penyinaran. Tunas-tunas umumnya dirangsang pertumbuhannya dengan
penyinaran, kecuali pada teknik perbanyakan yang diawali dengan pertumbuhan kalus.
Sumber cahaya pada ruang kultur ini umumnya adalah lampu flourescent (TL). Hal ini
disebabkan karena lampu TL menghasilkan cahaya warna putih, selain itu sinar lampu TL
tidak meningkatkan suhu ruang kultur secara drastis (hanya meningkat sedikit). Intensitas
cahaya yang digunakan pada ruang kultur umumnya jauh lebih rendah (1/10) dari intensitas
cahaya yang dibutuhkan tanaman dalam keadaan normal. Intensitas cahaya dalam ruang
kultur untuk pertumbuhan tunas umumnya berkisar antara 600-1000 lux. Perkecambahan dan
inisiasi akar umumnya dilakukan pada intensitas cahaya lebih rendah.

Selain intensitas cahaya, lama penyinaran atau photoperiodisitas juga mempengaruhi


pertumbuhan eksplan yang dikulturkan. Lama penyinaran umumnya diatur sesuai dengan
kebutuhan tanaman sesuai dengan kondisi alamiahnya. Periode terang dan gelap umumnya
diatur pada kisaran 8-16 jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung varietas tanaman dan
eksplan yang dikulturkan. Periode siang/malam (terang/gelap) ini diatur secara otomatis
menggunakan timer yang ditempatkan pada saklar lampu pada ruang kultur. Dengan teknik
ini penyinaran dapat diatur konstan sesuai kebutuhan tanaman.

3. Kondisi Eksplan
Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh keadaan
jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Selain faktor genetis eksplan yang telah
disebutkan di atas, kondisi eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi
adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai
eksplan.

Meskipun masing-masing sel tanaman memiliki kemampuan totipotensi, namun masing-


masing jaringan memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan beregenerasi
dalam kultur jaringan. Oleh karena itu, jenis eksplan yang digunakan untuk masing-masing
kultur berbeda-beda tergantung tujuan pengkulturannya.

Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan
beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang masih muda
(juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang telah
terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan
dinding sel yang belum kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur
dibandingkan jaringan tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur biasanya dilakukan dengan
menggunakan pucuk-pucuk muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, inflorescence yang
belum dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari tanaman dewasa, rejuvenilisasi tanaman induk
melalui pemangkasan atau pemupukan dapat membantu untuk memperoleh eksplan muda
agar kultur lebih berhasil.

2.2.3 Macam-macam Kultur Jaringan

Menurut Gunawan (1992), dalam pelaksanaan kultur jaringan terdapat beberapa tipe-tipe
kultur, yakni:

1. Kultur biji, kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji.

2. Kultur organ, kultur yang bahan tanamnya menggunakan organ, seperti: akar, tangkai daun,
nodus, pucuk aksilar, helaian daun, bunga, dll.

3. Kultur kalus, merupakan kultur yang menggunakan jaringan (sekumpulan sel) biasanya
berupa jaringan parenkim sebagai bahan eksplannya.

4. Kultur suspense sel, kultur yang menggunakan media cair dengan pengocokan secara terus
menerus menggunakan shaker dan menggunakan sel atau agrgat sel sebagai bahan
eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.
5. Kultur protoplasma, eksplan yang digunakan adalah sel yang telas dilepas bagian dinding
selnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan dalam media padat dibiarkan agar
membelah diri dan membentuk dinding selnya kembali. Kultur ini biasanya digunakan untuk
hibridisasi somatik atau fusi soma.

6. Kultur haploid, adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, seperti anther,
pollen, sehingga dapat dihasilkan tanaman yang haploid.

2.2 Pemupukan
2.2.1 Definisi

Pemupukan menurut pengertian khusus ialah pemberian bahan yang dimaksudkan


untuk menyediakan hara bagi tanaman. Umumnya pupuk diberikan dalam bentuk padat atau
cair melalui tanah dan diserap oleh akar tanaman. Namun pupuk dapat juga diberikan lewat
permukaan tanaman, terutama daun.

Pemberian bahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki suasana tanah, baik fisik,
kimia atau biologis disebut pembenahan tanah (amendement) yang berarti perbaikan
(reparation) atau penggantian (restitution). Bahan-bahan tersebut termasuk mulsa (pengawet
lengas tanah, penyangga temperatur), pembenah tanah (soil conditioner, untuk memperbaiki
struktur tanah), kapur pertanian (untuk menaikkan pH tanah yang terlalu rendah, atau untuk
mengatasi keracunan Al dan Fe), tepung belerang (untuk menurunkan pH tanah yang semula
tinggi) dan gipsum (untuk menurunkan kegaraman tanah). Rabuk kandang dan hijauan legum
diberikan ke dalam tanah dengan maksud sebagai pupuk maupun pembenah tanah.

Pemupukan merupakan salah satu usaha pengelolaan kesuburan tanah. Dengan


mengandalkan sediaan hara dari tanah asli saja, tanpa penambahan hara, produk pertanian
akan semakin merosot. Hal ini disebabkan ketimpangan antara pasokan hara dan kebutuhan
tanaman. Hara dalam tanah secara berangsur-angsur akan berkurang karena terangkut
bersama hasil panen, pelindian, air limpasan permukaan, erosi atau penguapan. Pengelolaan
hara terpadu antara pemberian pupuk dan pembenah akan meningkatkan efektivitas
penyediaan hara, serta menjaga mutu tanah agar tetap berfungsi secara lestari.

Tujuan utama pemupukan adalah menjamin ketersediaan hara secara optimum untuk
mendukung pertumbuhan tanaman sehingga diperoleh peningkatan hasil panen. Penggunaan
pupuk yang efisien pada dasarnya adalah memberikan pupuk bentuk dan jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan tanaman, dengan cara yang tepat dan pada saat yang tepat sesuai dengan
kebutuhan dan tingkat pertumbuhan tanaman tersebut. Tanaman dapat menggunakan pupuk
hanya pada perakaran aktif, tetapi sukar menyerap hara dari lapisan tanah yang kering atau
mampat. Efisiensi pemupukan dapat ditaksir berdasarkan kenaikan bobot kering atau serapan
hara terhadap satuan hara yang ditambahkan dalam pupuk tersebut.

2.3 Strawberry EB

Gambar 2.1 foto strawberry

Strawberry Earlibrite merupakan salah satu kultivar strawberry hibrida antara


strawberry Rosa Linda dan strawberry FL 90-38 yang dikembangkan oleh Gulf Coast
Research and Education Center in Dover (GCREC-Dover), University of Florida.

Awalnya strawberry Earlibrite dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan di Florida


akan buah strawberry musim dingin yang matang di awal musim (lebih awal dari biasanya;
early rippening) untuk menggantikan kultivar strawberry Sweet Charlie. Strawberry Sweet
Charlie merupakan kultivar strawberry yang mampu berproduksi tinggi (banyak), tekstur
buahnya lembut, dan ukurannya relatif kecil.

Tekstur buah yang lembut ini ternyata menyulitkan pengiriman dan ukuran buah
strawberry yang kecil juga menjadi masalah sendiri. Kultivar Earlibrite ini memiliki buah
yang berwarna merah terang, tektur buah lebih keras, beraroma harum dan berukuran lebih
besar serta memiliki rasa lebih manis daripada Sweet Charlie.
Strawberry Earlibrite merupakan kultivar tanaman strawberry hari pendek yang
memiliki habitus tanaman lebih rapat dibandingkan Sweet Charlie atau Camarosa. Habitus
yang rapat membuat buah lebih mudah terlihat sehingga memudahkan proses panen buah.
Namun kelemahannya adalah tanaman ini rentan terhadap terpaan air hujan yang dapat
mengakibatkan buah seperti retak atau tergores.

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan : Plantae

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas: Magnoliopsida

Subkelas : Rosidae

Ordo : Rosales

Famili : Rosaceae

Subfamili : Rosoideae

Tribe : Potentilleae

Subtribe : Fragariinae

Genus : Fragaria L.

Spesies : Fragaria xananassa Duchesne

Ukuran panjang petiole-nya sekitar 108 mm. Daun- daun di ujung batang berukuran
panjang sekitar 81 mm dan lebar 71 mm sedangkan daun-daun sekunder berukuran panjang
sekitar 75 mm dan lebar 72 mm. Bunga strawberry memiliki bunga primer (terletak di ujung
tangkai utama malai), sekunder (terletak di tangkai cabang, di bawah bunga primer), tersier,
dan kuartener (terletak di percabangan malai).

Pedicelus menempel pada buah induk yang matang. Buah Earlibrite sangat besar
dengan berat rata-rata sekitar 20 gram per buah. Buah primer berbentuk globose (ujung bulat)
dan conic (ujung runcing) sedangkan buah sekunder dan tersier berbentuk conic dan wedge
(ujung mendatar). Buah strawberry sebenarnya merupakan buah semu yang sebenarnya
merupakan jaringan dasar bunga yang membesar (reseptakel). Buah sebenarnya adalah biji-
biji kecil (buah kerdil) yang terdapat pada reseptakel, berwarna putih (achene). Kulit buah
bagian luar berwarna merah jingga gelap dan lapisan dalam berwarna jingga kemerahan

2.4 Jeruk

Jeruk (Citrus sp.) merupakan komoditas pertanian yang penting saat ini dan
menempati posisi teratas dalam bidang agroindustri, baik sebagai buah segar maupun dalam
bentuk olahan. Menurut Jumin (1997) permintaan jeruk manis lerus meningkat karena
harganya yang ekonomis dan banyak mengandung vitamin C, sehingga produksi jeruk manis
belum mencukupi kebutuhan konsumsi jeruk dalam negeri. Hal ini merupakan tantangan dan
peluang yang baik bagi para petani, pengusaha jeruk dalam meningkatkan produksi jeruk.

Jeruk (Citrus sp) merupakan buah-buahan yang memiliki banyak manfaat bagi
kesehatan manusia. Permintaan dan kebutuhan jeruk akan meningkat, mengingat manfaat
penting jeruk. Perkiraan tersebut dapat menjadi sebuah peluang bagi jeruk lokal Indonesia
untuk menguasai pasar jeruk domestik, namun menurut BPS (2011) rata-rata pertumbuhan
impor jeruk tiap tahun sejak tahun 2000-2011 meningkat secara signifikan sebesar 11 % atau
5.099.686 kg. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor permintaan konsumen yang lebih
menyukai jeruk impor karena memiliki karakteristik seperti rasa manis, berbiji sedikit, dan
warna buah yang cerah dibandingkan jeruk lokal Indonesia yang sebagian besar memiliki
karakter berbiji banyak serta berwarna kurang menarik.

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Famili : Rutaceae

Bangsa : Citreae

Genus : Citrus
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan Kerja Praktek dilaksanakan di Laboratorium Somatic Embryogenesis, Balai


Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) yang terletak di Jalan Raya
Tlekung No. 1, Kecamatan Junrejo, Batu, Jawa Timur pada tanggal 16 januari 2017 sampai
10 februari 2017.

3.2 Prosedur Penelitian


3.2.1 Pemupukan
Pemupukan menggunakan berbagai jenis yaitu pupuk organik, nano, dan anorganik
cair. karena digunakan dengan cara menyiramkan pupuk pada tanah sebanyak 10ml/pot.
Pengaplikasian pemberian pupuk organik, pupuk nano, pupuk anorganik diberikan setiap 2
minggu sekali selama 1 bulan. Setelah itu dilakukan pengamatan setiap minggu untuk melihat
perkembangan buah strawberry. Setelah berjalan 1 bulan maka dilakukan penimbangan buah
dan menggukur kadar gula buah strawberry

3.2.2 Multiplikasi Jeruk JC

Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan


pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi
yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan.

Kegiatan multiplikasi tunas dilakukan dengan kondisi septik di dalam laminar seperti
halnya pada kultur meristem. Alat dan bahan yang akan digunakan juga harus disemprot
terlebih dahulu dengan alkohol 70% sebelum dimasukkan ke laminar. Pinset, skalpel, dan
gunting juga harus dibakar terlebih dahulu dengan menggunakan bunsen. Cawan petri
sebagai wadah eksplan harus dibakar terlebih daluhu dengan cara menyemprotkan alkohol
96% ke cawan petri dan membakarnya.
Eksplan jeruk jc dikeluarkan dari botol kultur dan disimpan di botol kultur lain
dengan bantuan pinset. Daun, akar, dan tunas dibuang, batangnya dipotong menjadi 3 bagian.
Eksplan ditanam pada media dengan 5-6 eksplan setiap botol media. Botol media dibakar
menggunakan bunsen sebelum dan sesudah ditanam eksplan. Botol ditutup menggunakan
plastik yang diikat dengan karet dan dieratkan dengan wrapping plastic. Botol hasil kultur
diletakkan di ruang inkubasi.
3.2.3 Akilmatisasi

Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke


bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan
sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama
penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan
udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara
bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama
dengan pemeliharaan bibit generatif.

Tahap awal melakukan akimatisasi yaitu planlet stroberi yang telah memiliki daun
dan akar yang baik dikeluarkan dari ruang kultur untuk diaklimatisasi. Planlet stroberi
dikeluarkan dari botol kultur, dan dicuci sampai bersih menggunakan air yang mengalir.
Planlet direndam menggunakan larutan fungisida dan IBA selama 1 jam untuk mencegah
serangan jamur.
Penanaman planlet dilakukan pada tray semai dengan media arang sekam yang sudah
disiram sehari sebelum tanam. Planlet stroberi ditanam dengan hampir seluruh bagian batang
dibenamkan. Kegiatan ini bertujuan untuk proses tumbuhnya akar lebih banyak dan cepat,
karena batang yang terbenam akan menginduksi keluarnya akar. Tanaman pada tray semai
disemprot secara merata menggunakan campuran IBA dan bahan lainnya. Setiap tray semai
diberikan label yang berisi nama varietas dan tanggal aklimatisasi. Tray semai disungkup
menggunakan plastik bening, dan diletakkan di rak yang berada dalam green house. Green
house yang digunakan telah di desain untuk tempat penyimpanan tanaman aklimatisasi
dengan penambahan paranet untuk menjaga kelembaban dan mengurangi sinar matahari.
3.2.4 Ekplan Biji

Cara kerja dalam eksplanting biji yaitu biji disterilisasi terlebih dahulu, sterilisasi biji
dilakukan didalam dan diluar LAF. Kemudian biji diinokulasikan ke dalam media MS0. Sterilisasi
diluar LAF dilakukan dengan cara buah jeruk disterilisasi terlebih dahulu dengan cara dicuci air
mengalir dan sabun cuci. Jeruk yang sudah bersih dipotong menjadi dua bagian menggunakan pisau
atau scalpel. Biji jeruk didalam buah diambil menggunakan pinset dan dimasukkan dalam beker glass.
Setelah semua biji diambil pada buahnya, biji jeruk dicuci dengan air mengalir dan ditambahkan abu
gosok agar biji tidak licin. Kemudian biji dibilas kembali dengan air mengalir sampai bersih. Kulit ari
dari biji jeruk dikupas dengan bantuan pinset, dan dimasukkan ke dalam gelas beker yang berisi
larutan fungisida lalu distirer selama 20 menit dengan kecepatan rendah.

Selanjutnya sterilisasi biji dengan perlakuan didalam LAF yaitu biji jeruk yang telah
direndam dengan fungisida dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dibilas dengan aquades steril
sebanyak 3x. Biji jeruk dimasukkan dan direndam ke dalam cawan petri yang berisi klorox 5% selama
5 menit kemudian dibuang klorox 5% dan diganti dengan klorox 10% serta direndam kembali selama
10 menit. Biji dibilas dengan aquades steril sebanyak 3x. Kulit biji jeruk yang berwarna coklat di
kupas kembali kemudian dimasukkan dalam cawan petri yang berisi aquades agar tidak kering. Biji
jeruk diambil menggunakan pinset dan ditanam pada media MS0, setiap media berisi 10 biji.
Kemudian botol yang ditutup dengan isolasi bening dan di wrap. Pada bagian atas botol ditulis
keterangan nama eksplan, tanggal tanam, media yang digunakan dan nama yang menanam. Botol
disimpan dalam ruang penyimpanan dan dilakukan pengamatan setiap harinya.
BAB IV

HASIL PENGAMATAN

4.1 Pemupukan Tanaman Strawberry EB

4.1.1 Berat buah

1. Pupuk Organik

Gambar 4.1 Berat buah strawberry pemberian pupuk organik 1,56 gram

2. Pupuk Nano
Gambar 4.2 Berat buah strawberry pemberian pupuk nano 1,8 gram

3. Pupuk Anorganik

Gambar 4.3 Berat buah strawberry pemberian pupuk anorganik 2,11 gram

4.1.2 Kadar Gula Buah

Jenis Pupuk Kadar Gula


Organik 6%
Nano 9%
Anorganik 6%

4.2 Multiplikasi Jeruk JC


Multiplikasi Jumlah botol Botol yang tidak Botol yang Botol yang
minggu ke- yang kontam berjamur terdapat bakteri
dimultiplikasi
1 40 20 17 3
2 40 40 - -
*Keterangan pada multiplikasi minggu ke 2 terdapat tanaman mati sebanyak 3 botol,
dikarenakan pinset yang digunakan memindahkan tanaman masi panas

Gambar 4.4 Foto hasil multiplikasi jeruk JC

Gambar 4.5 Foto hasil multiplikasi jeruk JC


4.3 Aklimatisasi

Gambar 4.6 Hasil aklimatisasi strawberry EB

Gambar 4.7 Hasil aklimatisasi strawberry EB

4.4 Eksplan Biji Jeruk

Eksplan ke- Jumlah botol Jumlah botol Jumlah botol Jumlah botol
eksplan tidak kontam berjamur terdapat
bakteri
1 10 10 - -
Gambar 4.8 Foto hasil eksplan biji jeruk
BAB IV

PEMBAHASAN

5.1 Pemupukan Strawberry EB

5.1.1 Berat Buah

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa berat buah pada setiap pemberian pupuk
berbeda. Seperti pada hasil pengamatan berat buah yaitu pada pemberian pupuk organik
seberat 2,11gram, kemudian pemberian pupuk nano seberat 1,8gram, dan pemberian pupuk
anorganik seberat 1,56gram. Perbedaan berat buah strawberry dikarenakan beberapa faktor
yang berperan. Faktor yang berperan antara lain perbedaan usia buah yang ditimbang,
keutuhan buah dan diameter buah. Seperti halnya pada gambar 4.2 dan 4.5 yaitu pelakuan
pupuk nano dapat dilihat bahwa buahnya sedikit menghitam dikarenakan dimakan ulat.

5.1.2 Kadar Gula Buah

Untuk menghitung kadar gula buah strawberry harus menggunakan alat refractometer.
Cara menggunakannya yaitu dengan memeras buah strawbeery hingga mengeluarkan air,
kemudian teteskan air tersebut pada ujung refractometer kemudian liat hasilnya. Pada hasil
pengamatan pada perlakuan pupuk organik kadar gulanya sebesar 6%, pada perlakuan pupuk
nano kadar gulanya 9%, dan pada perlakuan pupuk anorganik 6%. Perbedaan kadar gula
dikarenakan perbedaan kematangan buah, seperti pada hasil pengamatan dapat dilihat bahwa
perlakuan pupuk nano memiliki kematangan yang sempurna dibandingkan perlakuan pupuk
organik dan pupuk anorganik.

5.2 Multiplikasi Jeruk JC

Pada multiplikasi tanaman jeruk JC dapat dilihat dari tabel bahwa pada penanaman
jeruk JC pertama sebanyak 40 botol hanya 50% yang dapat selamat sedangkan 50% lainnya
mengalami kontaminasi. 20 botol yang mengalami kontam antara lain 17 botol terdapat
bakteri dan 3 botol terdapat jamur. Pada multiplikasi JC yang pertama mengalami banyak
kontam dikarenakan LAF yang digunakan tidak dalam kondisi yang bagus.

Pada multiplikasi tanaman jeruk JC kedua sebanyak 40 botol tidak terdapat satupun
botol yang mengalami kontaminasi (terdapat jamur dan bakteri) dikarenakan LAF yang
digunakan dalam keadaan yang baik.
5.3 Aklimatisasi

Penanaman planlet dilakukan pada tray semai dengan media arang sekam
yang sudah disiram sehari sebelum tanam. Planlet stroberi ditanam dengan hampir seluruh
bagian batang dibenamkan. Kegiatan ini bertujuan untuk proses tumbuhnya akar lebih banyak
dan cepat, karena batang yang terbenam akan menginduksi keluarnya akar. Tanaman pada
tray semai disemprot secara merata menggunakan campuran IBA dan bahan lainnya. Setiap
tray semai diberikan label yang berisi nama varietas dan tanggal aklimatisasi. Tray semai
disungkup menggunakan plastik bening, dan diletakkan di rak yang berada dalam green
house. Green house yang digunakan telah di desain untuk tempat penyimpanan tanaman
aklimatisasi dengan penambahan paranet untuk menjaga kelembaban dan mengurangi sinar
matahari.

5.4 Eksplan Biji Jeruk JC

Pada eksplan biji jeruk menggunakan 10 buah jeruk, kemudian memindahkan biji
jeruk ke dalam botol kultur menjadi 10 botol. Dari hasil pengamatan didapat bahwa dari 10
botol eksplan tidak ditemukan adanya kontaminasi baik jamur maupun bakteri. Dapat dilihat
pada gambar 4.8 biji jeruk dapat tumbuh dengan baik dan terdapat akar yang tumbuh.
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan selama kerja praktek dapat disimpulkan :
1. Teknik perbanyakan (mikropropagasi) tanaman jeruk melalui kultur jaringan yaitu
dilakukan dengan cara eksplanting biji, multiplikasi tunas.
2. Pemberian pupuk yang berbeda dapat memberikan hasil yang berbeda, seperti pada pupuk
nano yang dapat mempercepat pematangan buah dan memberi rasa yang lebih manis dari
pada pupuk organik dan anorganik.
6.2 Saran
Percobaaan pemberian pupuk sebaiknya dilakukan terhadap frekuensi atau volume
penyiraman yang berbeda untuk setiap tanaman agar mendapatkan hasil yang baru.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, 1992. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman. Angkasa, Bandung.


Anonim, 2006. Kelinci, Ternak yang Berfungsi Ganda. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Vol. 31 No.6. 2006.
Anonim, 2009. Pupuk Alami (http://images.redhr.multiply.multiplycontent.com, diakses 13
februari 2017).
Aswita, A.P., 2007. Analisis Usaha Tani Stroberi (http://repository.usu.ac.id, diakses 23
Februari 2017).
Badan Pusat Statistik, 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi
Indonesia (http://www.bps.go.id, diakses 13 februari 2017).
Baharuddin, Nursada dan T. Kuswinanti, 2005. Pengaruh Pemberian Pseudomonas dan EM4
dalam Menekan Penyakit Layu Bakteri (R. solanacearum). Prosiding Seminar
Ilmiah dan Pertemuan Tahunan XVI.PEI dan PFI Komisirat Sulsel, Maros 22
November 2005. Hal 195-200.
Budiman, S., dan D.,Saraswati, 2008. Berkebun Stroberi Secara Komersial. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Farrell, D.J. dan Y.C. Raharjo. 1984. The Potensial for Meat Production from Rabbits.
Puslibangnak, Bogor.
Gardner, F. P., R. B. Pearce and R. L. Mitchell, 1991. Physiology of Crop Plants (Fisiologi
Tanaman Budidaya, Alih Bahasa oleh Susilo). UI Press, Jakarta.
Gunadi, N., T.K. Moekasan, L. Prabaningrum, H. Putter, dan A. Everaarts, 2006. Budidaya
Tanaman Paprika (Capsicum annuum var. grossum) di Dalam Rumah Plastik. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura
Bekerjasama dengan Applied Plant Research Wageningen University and Research
Centre The Netherlands (http://www.kennisonline.wur.nl, diakses 13 februari 2017).
Harjadi, S.S., 1991. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Indrakusuma, 2000. Proposal Pupuk Organik Cair Supra Alam Lestari. PT Surya
Pratama Alam, Yogyakarta.
Jumin, H.B. 2002. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologis. Rajawali Press, Jakarta.
Karama, A.S., A.R. Marzuki dan I. Manwan, 1991. Penggunaan Pupuk Organik pada
Tanaman Pangan. Pros. Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V.
Puslittanak, Bogor.
Karsono, S., Sudarmodjo, dan Y. Sutiyoso, 2002. Hidroponik Skala Rumah Tangga.
AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Kurnia, A., 2005. Petunjuk Praktis Budi Daya Stroberi. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Lakitan, B., 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Cetakan I PT. Raja
Grafindo Persada.
Lingga, P., 1999. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.
_________, 2008. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Lingga, P., dan Marsono, 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.
Mardalena, 2007. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis sativus
L.) Terhadap Urine Sapi Yang Telah Mengalami Perbedaan Lama Fermentasi.
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (http://repository.usu.ac.id, diakses 13 februari
2017).
Martinsari, T., 2010. Optimalisasi Fermentasi Urine Sapi Dengan Aditif Tetes Tebu
(Molasses) Untuk Menghasilkan Pupuk Organik Cair yang Berkualitas Tinggi
(http://karya-ilmiah.um.ac.id, diakses 13 februari 2017).
Mathius, I.W., 2008. Kotoran Kambing-Domba pun Bisa Bernilai Ekonomis
(http://www.pustaka-deptan.go.id, diakses 13 februari 2017).
Merit, I.N., dan I.W. Narka, 2007. Pengaruh Interval Pemberian Air Melalui Irigasi Tetes
(Drip Irrigation) dan Pupuk Mineral Plus terhadap Produksi Anggur pada Lahan
Kering di Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng. Fakultas Pertanian Universitas
Udayana Denpasar Bali. Agritrop 26 (1) : 24 32 (http://ejournal.unud.ac.id, diakses
13 februari 2017).
Naswir, 2003. Pemanfaatan Urine Sapi yang Difermentasi Sebagai Nutrisi Tanaman. Institut
Pertanian Bogor (http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/07134/naswir.htm, diakses 13 februari
2017).
Noor, N., Y.C., Raharjo, Murtiyeni dan R. Haryani, 1996. Pemanfaatan Usahatani Sayuran
Untuk Pengembangan Agribisnis Kelinci di Sulawesi Selatan. LaporanPenelitian.
Balitnak Ciawi-Balittan Maros. Puslitbangtan, Bogor.
Nurmawati, S., dan Suhardianto, A., 2000. Studi Perbandingan Penggunaan Pupuk Kotoran
Sapi dengan Pupuk Kascing Terhadap Produksi Tanaman Selada. Fakultas
Matematika dan Imu Pengetahuan Alam Universitas Terbuka
(http://documentbook.com, diakses 13 februari 2017).
Parman, S., 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Kentang (Solanum tuberosum L.). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. XV,
No. 2.
Poerwowidodo, 1992. Telaah KesuburanTanah. Penerbit Angkasa, Bandung.
Prihandini, P.W., dan T., Purwanto, 2007. Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos Berbahan
Kotoran Sapi (http://lolitsapi.litbang.deptan.go.id, diakses 20 April 2010).
Rahardjo, Y.C., 2008. Kelinci Ternak Kecil yang Berfungsi Ganda
(http://www.pustakadeptan.go.id, diakses 13februari 2017).
Rukmana, R., 1998. Stroberi Budidaya dan Pascapanen. Kanisius, Yogyakarta.
Sajimin, YC. Rahardjo dan N. D. Purwantari, 1991. Potensi Kotoran Kelinci Sebagai Pupuk
Organik dan Pemanfaatannya Pada Tanaman Pakan Dan Sayuran. Prosiding Lokakarya
Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Agribisnis Kelinci. 156 161p.
Puslibangnak, Bogor.
Salisbury, B. F. dan C. C.W Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3 ITB, Bandung.
Santoso, B., F., Haryanti, dan S.A., Kadarsih, 2008. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang
ayam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Serat Tiga Klon Rami Di Lahan Aluvial
Malang, (http://download-book.net, diakses 13 februari 2017).
Setiani, A., 2007. Budidaya dan Analisis Usaha Stroberi. CV. Sinar Cemerlang Abadi,
Jakarta.
Setyorini, D., 2005. Pupuk Organik Tingkatkan Produksi Pertanian. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Vol.27 No.6, (http://www.pustaka-deptan.go.id, diakses 13 februari
2017).
Soesanto, 2006. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Solikun dan Masdiko, 2005. (Http://www.kompas.com/kompas-cetak/0201/10/jatim/urine28,
diakses 13 februari 2017).
Sutanto. R. 2002. Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan dan Pengembangannya.
Kanisius. Yogyakarta.
Sutanto. R. 2002. Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.
Sutiyoso, Y., 2006. Hidroponik Ala Yos. Penebar Swadaya, Jakarta. Wibowo. 1989. Biokimia
Pangan dan Gizi. UGM Press, Yogyakart
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai