Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................... 1
DAFTAR TABLE ............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 5
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................... 6
1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 6
1.4 Manfaat ...................................................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 8
2.1 Teori Tanaman Mengkudu ......................................................................................... 8
2.1.1. Sejarah Tanaman Mengkudu (Morinda Citrifolia L.)............................................ 8
2.1.2 Klasifikasi Tanaman Mengkudu .............................................................................. 9
2.1.3 Morfologi ............................................................................................................... 10
2.1.4 Kandungan Kimia ................................................................................................. 10
2.1.5 Khasiat Tanaman Daun Mengkudu ...................................................................... 10
2.2 Ekstraksi ................................................................................................................... 11
2.3 Metode Ekstraksi ...................................................................................................... 11
2.3.1 Metode Ekstraksi Secara Dingin (Tiwari ,P.,Kumar.,dkk, 2011) ......................... 11
2.3.2 Metode Ekstraksi Cara Panas (Tiwari,P.,Kumar.,dkk, 2011) ............................. 12
2.4 Diare ......................................................................................................................... 13
2.4.1 Pengertian Diare .................................................................................................... 13
2.4.2 Mekanisme Terjadinya Diare ................................................................................ 13
2.4.3 Klasifikasi Diare .................................................................................................... 15
2.4.4 Terapi Farmakologi ............................................................................................... 17
2.5 Metode Uji Antidiare ................................................................................................ 17
2.5.1 Metode Induksi Oleum Ricini ............................................................................... 17
2.6 Hewan Uji ................................................................................................................. 18
2.6.1 Rute Pemberian Obat Pada Hewan Uji (Brookes,M, 2012) .................................. 19
2.6.2 Konversi Dosis Hewan ke Manusia....................................................................... 20

1
2.6.3 Pemberian Tanda Pada Hewan Uji ........................................................................ 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 22
3.1 kerangka konsep ....................................................................................................... 22
3.2 Jenis Penelitian ......................................................................................................... 22
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................................... 22
3.4 Variabel Penelitian ................................................................................................... 22
3.5 Instrumen Penelitian ................................................................................................. 23
3.6 Prosedur Penelitian ................................................................................................... 23
3.7 Analisis Data ............................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 26

2
DAFTAR TABLE

Table 1. Konversi dosis hewan ke manusia (Harmita dan Radji, 2008) ............... 20

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar. Tanaman Mengkudu (1) Dan Daun Mengkudu (2) .............................................. 9

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diare adalah keadaan dimana seseorang mengalami buang air besar dengan

konsistensi encer atau bahkan berupa air saja yang tejadi lebih sering dari

biasanya (3 kali atau lebih) dalam 1 hari (Kementrian Kesehatan RI, 2011)

Menurut World Health Organization (WHO), Diare adalah penyebab nomor

satu kematian balita diseluruh dunia dan angka kesakitan diare pada tahun 2011

yaitu berkisar 411 penderita per 1000 penduduk.

Menurut data WHO tahun 2013 setiap tahunnya terjadi kematian akibat diare

sebesar 760.000 jiwa dan lebih banyak terjadi pada anak berumur dibawah lima

tahun dan 21% terjadi kematian pada anak karena diare di Negara berkembang

(Fatkhiyan, 2016)

Diare dapat disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, antara lain bekteri,

virus, dan parasit lainnya, yaitu jamur, cacing, dan (Tarman, K., S. Purwanigsih &

A. A. A. P. Negara, 2013). Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan diare yaitu

Staphylococcus aureus, Salmonella sp, Escherichia coli, Vibrio cholera, Shigella

sp, dan Campylobacter (Joko,K.J.,L.Lutoiatina & N.Yanti, 2015).

Daun mengkudu dapat digunakan untuk pengobatan berbagai macam

penyakit diantaranya kanker, infeksi, arthritis, diabetes, asma, hipertensi, dan luka

(Utami,A.M., 2010). Daun mengkudu mengandung minyak atsiri, alkaloid,

saponin, flavonoid, tannin, polifeinol, triterpen, damnacanthal, morindin,

5
terpenoid, antibakteri, asam glutamate, thiamin, glikosida, ascorbic acid, beta

karoten, I-arginine, xeronin, proxeronine, antrakuinon dan skopoletin senyawa

yang aktif sebagai antimikroba, terutama bakteri dan jamur yang penting dalam

mengatasi peradangan dan alergi (Sitepu & Josua., 2012).

(Widiana,R.,G.Indrianti & N. Harsinta., 2011) Menyatakan bahwa ekstrak

daun mengkudu dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan

Salmonella sp. Hasil penelitian menunjukkan Salmonella sp. Lebih sensitive

terhadap ekstrak daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dari pada Escherichia

coli.

Dari uraian di atas maka penulisan ingin melakukan penelitian tentang

ekstrak etanol daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) sebagai antidiare yang

diinduksi oleh oleum ricini (Minyak jarak).

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana cara mengetahui uji aktivitas antidiare ekstrak etanol daun

mengkudu terhadap tikus putih yang diinduksi oleh oleum ricini ?

2) Bakteri apa saja yang bisa menyebabkan diare ?

3) Pada kosentrasi berapakah ekstrak etanol memiliki efek antidiare ?

1.3 Tujuan

1) Untuk mengetahui kandungan daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap

pertumbuhan bakteri penyebab diare.

2) Untuk mengetahui bakteri apa saja yang bisa menyebabkan diare.

3) Untuk mengetahui uji aktivitas antidiare ekstrak etanol daun mengkudu

(Morinda citrifolia L.)

6
1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui uji aktivitas antidiare ekstrak

etanol daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap tikus putih (Rattus Novergicus)

yang diinduksi oleum ricini (Minyak jarak).

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Tanaman Mengkudu

2.1.1. Sejarah Tanaman Mengkudu (Morinda Citrifolia L.)

Menurut (Waha, 2009)Tanaman mengkudu berasal dari Asia Teggara. Pada

tahun 100 SM, penduduk Asia Tenggara bermingrasi dan mendarat di kepulauan

Polinesia, mereka membawa hewan dan tanaman yang dianggap sangat penting,

termasuk mengkudu. Mengkudu oleh orang Polinesia dikenal dengan nama Noni.

Orang polinesia biasa menggunakan tanaman mengkudu untuk mengobati

berbagai macam penyakit antara lain tumor, luka kulit, gangguan pernafasan

(termasuk asma), demam, dan penyakit usia lanjut. Para tabib polinesia selalu

menggunakan mengkudu dalam setiap resep pengobatan.

Menurut Guppy ilmuwan yang mempelajari tentang mengkudu sekitar tahu

1900, 60% dari 80 spesies tanaman mengkudu tumbuh di pulau-pulau di

Indonesia, Malaysia dan pulau-pulau yang terletak di Lautan India dan Lautan

Pasifik. Dari 80 spesies yang ada, hanya 20 spesies yang mempunyai nilai

ekonomi. Morinda citrifolia adalah jenis yang paling popular, sehingga disebut

Queen of the Morinda (Waha, 2009).

Orang- orang Eropa pada tahun 1849 menmukan manfaat lain tanaman

mengkudu yaitu sebagai zat pewana, karea kandungan Morindom dan Morindin

yang terdapat pada akar. Penelitian tentang pemanfaatan mengkudu terus

dilakukan, mulailah ditemukan zat antibakteri pada tanaman mengkudu pada

8
tahun 1950. Selanjutnya sekitar tahun 1960-1980 dilakukan riset-riset untuk

membuktikan bahwa tanaman mengkudu dapat menurunkan tekanan darah. Pada

tahun 1972 ahli Biokimia Dr. Ralph Heinicke mulai melakukan penelitian tentang

xeronine dalam mengkudu pada tahun 1993 ditemukan zat antikanker

(damnacanthal) dalam buah mengkudu (Waha, 2009).

2.1.2 Klasifikasi Tanaman Mengkudu

1. 2.

Gambar. Tanaman Mengkudu (1) Dan Daun Mengkudu (2)

Klasifikasi mengkudu (Morinda Citrifolia L.) dalam taksonomi

(Djauhariya,E., 2003).

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Rubiales

Family :Rubiaceae

Genus :Morinda

Spesies : Morinda citrifolia L.

9
2.1.3 Morfologi

Tumbuhan ini berbentuk pohon dengan tinggi 4-8 cm. Batang berkayu, bulat,

kulit kasar, percabangan monopoidal. Daun tunggal, bulat telur, ujung dan

pangkal runcing. Panjang 10-40 cm. Bunga majemuk, bentuk bongkol, bertangkai,

benang sari 5. Buah bongkol, permukaan tidak teratur, berdaging panjang 5-10

cm, hijau kekuningan (Syamsuhidayat,S.S & Hutapea,J.R, 1991).

2.1.4 Kandungan Kimia

Kandungan Senyawa Kimia Daun Mengkudu, adalah :

Minyak atsiri, saponin, triterpenoid, fenol, tanin, dan glikosida, zat kapur, protein,

zat besi, karoten, arginin, asam glutamat, tirosin, asam askorbat, asam ursolat,

thiamin, glikosida, resin, dan antraquinon. Kandungan iridoid memiliki fungsi

antara lain sebagai antihepatotoksik, hipoglikemik, antispasmodik, antiinflamasi,

antitumor, antivirus, imunomodulator, dan aktivitas purgative (Dewanto,R.H,

2007).

2.1.5 Khasiat Tanaman Daun Mengkudu

Daun dan akarnya berfugsi untuk obat sakit perut, disentri. Beberapa khasiat

ain dari menkudu dalam bentuk sedia jus, kapsul, lulur antara lain sebagai antiioti,

antibakteri, aterioskerosis, artrisis sakit punggung, beri-beri, kosmetik, dan

antikanker (Dewanto ,R.H, 2007).

10
2.2 Ekstraksi

Sediaan padat, kental atau cair yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa

aktif dari senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan

massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku

yang telah ditetapkan disebut dengan ekstrak (Departemen Kesehatan RI, 1995).

2.3 Metode Ekstraksi

Dasar pemilihan metode ekstraksi ada dua aspek. Aspek pertama adalah

dengan melihat tekstur dari sampel yang akan disari. Dengan meninjau aspek

tekstur kita dapat menentukan jenis ekstraksi yang akan digunakan. Bagi sampel

yang memiliki tekstur keras dapat digunakan ektraksi dengan metode panas,

sedangkan ekstraksi dengan metode dingin ditujukan pada jenis sampel yang

memiliki tekstur lunak. Aspek kedua yaitu di dasarkan pada sifat polaritas dari

senyawa yang akan disari (Najib,A, 2018).

2.3.1 Metode Ekstraksi Secara Dingin (Tiwari ,P.,Kumar.,dkk, 2011)

a. Maserasi

Proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakanpelarut dengan beberapa

kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (Kamar) disebut

maserasi.

b. Perkolasi

Ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya

dilakukan pada temperatur ruangan disebut perkolasi. Proses terdiri dari tahapan

pengembangan bahan, tahap materasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

11
(penetesan/penambungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak

(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2.3.2 Metode Ekstraksi Cara Panas (Tiwari,P.,Kumar.,dkk, 2011)

a. Refluks

Ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu

dan jumlah pelarut terbatas relatif konstan dengan adanya pendingin balik disebut

refluks. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5

kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

b. Soxhlet

Soxhlet adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khsuus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan

jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperature ruangan (kamar), yaitu secara

umum dilakukan pada suhu 40 - 50oC.

d. Infus

Infus adalah cara ekstrakasi dengan menggunakan pelarut air pada temperatur

penangas air. Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperature

terukur 96 – 98 oC selama waktu tertentu (15-20 menit).

e. Dekok

Dekok adalah metode ektrasi yang hampir sama dengan infus namun dekok

memerlukan waktu yang lebih lama (≥30 oC) dari temperatur sampai titik didih

12
air. Metode ini digunakan untuk mengekstraksi senyawa yang larut air dan stabil

pada pemanasan.

2.4 Diare

2.4.1 Pengertian Diare

Diare adalah keadaan dimana seseorang mengalami buang air besar dengan

konsistensi encer atau bahkan berupa air saja yang tejadi lebih sering dari

biasanya (3 kali atau lebih) dalam 1 hari (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Menurut World Health Organization (WHO), Diare adalah penyebab nomor

satu kematian balita diseluruh dunia dan angka kesakitan diare pada tahun 2011

yaitu berkisar 411 penderita per 1000 penduduk.

2.4.2 Mekanisme Terjadinya Diare

Berbagai mikroba seperi bakteri, parasit, virus dan kapang bisa menyebabkan

diare dan muntah. Keracunan pangan yang menyebabkan diare dan muntah,

disebabkan oleh pangan dan air yang terkontaminasi oleh mikroba. Pada tulisan

ini akan dijelaskan mekanisme diare dan muntah yang disebabkan oleh mikroba

melalui pangan terkontaminasi. Secara klinis, istilah diare digunakan untuk

menjelaskan terjadinya peningkatan likuiditas tinja yang dihubungkan dengan

peningkatan berat atau volume tinja dan frekuensinya. Seseorang dikatakan diare

jika secara kuantitatif berat tinja per-24 jam lebih dari 200 gram atau lebih dari

200 mL dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari (Putri, 2010).

Diare yang disebabkan oleh patogen enterik terjadi dengan beberapa

mekanisme. Beberapa patogen menstimulasi sekresi dari fluida dan elektrolit,

seringkali dengan melibatkan enterotoksin yang akan menurunkan absorpsi garam

13
dan air dan/atau meningkatkan sekresi anion aktif. Pada kondisi diare ini tidak

terjadi gap osmotic dan diarenya tidak berhubungan dengan isi usus sehingga

tidak bisa dihentikan dengan puasa. Diare jenis ini dikenal sebagai diare sekretory.

Contoh dari diare sekretori adalah kolera dan diare yang disebabkan oleh

enterotoxigenic E coli (Putri, 2010). Beberapa patogen menyebabkan diare dengan

meningkatkan daya dorong pada kontraksi otot, sehingga menurunkan waktu

kontak antara permukaan absorpsi usus dan cairan luminal. Peningkatan daya

dorong ini mungkin secara langsung distimu-lasi oleh proses patofisiologis yang

diaktivasi oleh patogen, atau oleh peningkatan tekanan luminal karena adanya

akumulasi fluida. Pada umumnya, peningkatan daya dorong tidak dianggap

sebagai penyebab utama diare tetapi lebih kepada faktor tambahan yang kadang-

kadang menyertai akibat-akibat patofisiologis dari diare yang diinduksi oleh

patogen (Putri, 2010).

Pada beberapa diare karena infeksi, patogen menginduksi kerusakan mukosa

dan menyebabkan peningkatan permeabilitas mukosa. Sebaran, karakteristik dan

daerah yang terinfeksi akan bervariasi antar organisme. Kerusakan mukosa yang

terjadi bisa berupa difusi nanah oleh pseudomembran sampai dengan luka halus

yang hanya bisa dideteksi secara mikroskopik. Kerusakan mukosa atau

peningkatan permeabilitas tidak hanya menyebabkan pengeluaran cairan seperti

plasma, tetapi juga mengganggu kemampuan mukosa usus untuk melakukan

proses absorbsi yang efisien karena terjadinya difusi balik dari fluida dan

elektrolit yang diserap. Diare jenis ini dikenal sebagai diare eksudatif.

14
Penyebabnya adalah bakteri patogen penyebab infeksi yang bersifat invasive

(Shigella, Salmonella) (Putri, 2010).

Malabsorpsi komponen nutrisi di usus halus seringkali menyertai kerusakan

mucosal yang diinduksi oleh patogen. Kegagalan pencernaan dan penyerapan

karbohidrat (CHO) akan meningkat dengan hilangnya hidrolase pada permukaan

membrane mikrovillus (misalnya lactase, sukrase-isomaltase) atau kerusakan

membran microvillus dari enterosit. Peningkatan solut didalam luminal karena

malabsorbsi CHO menyebabkan osmolalitas luminal meningkat dan terjadi difusi

air ke luminal. Diare jenis ini dikenal sebagai diare osmotik dan bisa dihambat

dengan berpuasa (Putri, 2010) (Putri, 2010).

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen

meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,

invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat

menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi

pertahanan mukosa usus (Putri, 2010).

2.4.3 Klasifikasi Diare

Klasifikasi diare ada beberapa macam. Berdasarkan waktu, diare dibagi

menjadi diare akut dan diare kronik. Berdasarkan manifestasi klinis, diare akut

dibagi menjadi disentri, kolera dan diare akut (bukan disentri maupun kolera).

Sedangkan, diare kronik dibagi menjadi diare persisten dan diare kronik.

(Berardi,R.R.,et al., 2009).

15
a. Diare akut

Diare akut yaitu diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak, berhenti

secara cepat atau maksimal berlangsung sampai 2 minggu, namun dapat pula

menetap dan melanjut menjadi diare kronis. Hal ini dapat terjadi pada semua umur

dan bila menyerang bayi biasanya disebut gastroenteritis infantil. Penyebab

tersering pada bayi dan anak-anak adalah intoleransi laktosa.

Setiap diare akut yang disertai darah dan atau lender dianggap disentri yang

disebabkan oleh shigelosis sampai terbukti lain. Sedangkan kolera, memiliki

manifestasi klinis antara lain diare profus seperti cucian air beras, berbau khas

seperti “bayklin/sperma”, umur anak lebih dari 3 tahun dan ada KLB dimana

penyebaran pertama pada orang dewasa kemudian baru pada anak. Sedangkan

kasus yang bukan disentri dan kolera dikelompokkan kedalam diare akut.

b. Diare kronis

Diare kronis yaitu diare yang berlangsung selama 2 minggu atau lebih.

Sedangkan berdasarkan ada tidaknya infeksi, dibagi diare spesifik dan non

spesifik. Diare spesifik adalah diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,

atau parasit. Diare yang disebabkan oleh makanan disebut diare non spesifik.

Berdasarkan organ yang terkena, diare dapat diklasifikasikan menjadi diare

infeksi enteral dan parenteral.

Diare persisten lebih ditujukan untuk diare akut yang melanjut lebih dari 14

hari, umumnya disebabkan oleh agen infeksi. Sedangkan, diare kronik lebih

ditujukan untuk diare yang memiliki manifestasi klinis hilang-timbul, sering

16
berulang atau diare akut dengan gejala yang ringan yang melanjut lebih dari 14

hari, umumnya disebabkan oleh agen non infeksi.

2.4.4 Terapi Farmakologi

Umumnya diare nonspesifik dapat sembuh dengan sendirinya, namun untuk

mengurangi gejala diare dapat digunakan beberapa obat, antara lain antimotilitas,

antisekretori, adsorben dan obat-obat lainnya seperti probiotik, enzim laktase dan

zink (Berardi,R.R., et al, 2009).

2.5 Metode Uji Antidiare

2.5.1 Metode Induksi Oleum Ricini

Oleum ricini atau castor oil atau minyak jarak berasal dari biji Ricinus

communis suatu trigliserida risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam usus

halus minyak jarak dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam

risinoleat. Asam risinoleat inilah yang merupakan bahan aktif sebagai pencahar

(Ganiswarna, 2007).

Oleum ricini mengandung trigliserida dari asam risinoleat yang akan

mengalami hidrolisis di dalam usus halus oleh enzim lipase pancreas menjadi

gliserin dan asam risinoleat. Sebagai surfaktan anionik, zat ini bekerja mengurangi

absorbsi netto cairan dan elektrolit serta menstimulasi peristaltic usus, sehingga

berkhasiat sebagai laksansia. Oleum ricini atau castor oil atau minyak jarak

berasal dari biji Ricinus communis suatu trigliserida risinoleat dan asam lemak

tidak jenuh. Di dalam usus halus minyak jarak dihidrolisis oleh enzim lipase

menjadi gliserol dan asam risinoleat. Asam risinoleat inilah yang merupakan

bahan aktif sebagai pencahar. Minyak jarak juga bersifat emolien. Sebagai

17
pencahar obat ini tidak banyak digunakan lagi karena banyak obat yang lebih

aman. Minyak jarak menyebabkan kolik, dehidrasi yang disertai gangguan

elektrolit. Obat ini merupakan bahan induksi diare pada penelitian diare secara

eksperimental pada hewan percobaan (Ganiswarna, 2007).

2.6 Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan untuk percobaan adalah vertebrata non manusia.

Binatang tersebut digunakan untuk uji biomedis karena adanya kemiripan karakter

biologis dengan manusia. Dengan mempertimbangkan kemudahan dan biaya

pemeliharaan, sejumlah institusi menggunakan binatang percobaan berupa

rodentia kecil (mencit dan tikus) dan kelinci (ETS, 2005).

a. Taksonomi Tikus Putih (Maulina F.I, 2014).

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Sub Kelas : Placentalia

Ordo : Rodentia

Sub Ordo : Odontoceti

Familia : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

18
b. Karakteristik Tikus Putih

Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan

sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit

dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar.

Aktifitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia disekitarnya. Ada dua sifat

yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain, yaitu bahwa tikus

putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat

esofagus bermuara kedalam lubang dan tikus putih tidak mempunyai kandung

empedu (Mangkoewidjojo S. dan Smith J.B., 1988).

Tikus putih memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sebagai hewan uji

penelitian diantaranya perkembangbiakan cepat, mempunyai ukuran yang lebih

besar dari mencit, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak. Tikus putih juga

memiliki ciri-ciri morfologis seperti albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih

panjang dibandingkan badannya, pertumbuhan cepat, kemampuan laktasi tinggi,

dan tahan terhadap arsenik tiroksid (Akbar B, 2010).

2.6.1 Rute Pemberian Obat Pada Hewan Uji (Brookes,M, 2012).

a. Oral

Diberikan dengan alat suntik yang dilengkapi dengan jarum/kanula berujung

tumpul dan berbentuk bola. Jarum/kanula di masukan ke dalm mulut perlahan-

lahan, diluncurkan melalui langit-langit ke belakang sampai esophagus.

b. Intravena

Penyuntikan dilakukan pada vena ekor (ada 4 vena pada ekor). Letakkan

mencit pada wilayah tertutup sedemikian rupa sehingga mencit tidak leluasa untuk

19
bergerak-gerak, dengan ekor menjulur keluar. Hangatkan ekor dengan dicelupkan

kedalam air hangat (40OC - 50 OC). Pegang ujung ekor dengan satu tangan dan

suntik dengan tangan yang lain.

c. Subkutan

Penyuntikan dilakukan di bawah kulit pada daerah tengkuk.

d. Intramuskular

Penyuntikan dilakukan pada otot gluteus maksimus atau bisep fermoris atau

semitendinosus paha bagian belakang.

e. Intraperitoneal

Penyuntikan dilakukan pada perut sebelah kanan garis tengah; jangan terlalu

tinggi agar tidak mengenai hati dan kandung kemih. Mencit dipegang pada

punggung supaya kulit abdomen menjadi tegang. Pada saat penyuntikan, posisi

kepala lebih rendah dari abdomen. Suntikan jarum membentuk sudut 10 O

menembus kulit dan otot masuk ke rongga peritoneal.

2.6.2 Konversi Dosis Hewan ke Manusia


Mencit Tikus Marmut Kelinci Kera Anjing Manusia
Hewan Uji
20 g 200 g 400 g 1,5 g 4 kg 12 kg 70 kg
Mencit 20 g 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 387,9
Tikus 200 g 0,14 1,0 1,47 3,9 9,2 17,8 56,0
Marmut 400
0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5
g
Kelinci 1,5 g 0,04 0,52 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2
kera 4 Kg 0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,0 3,1
Anjing 12 kg 0,008 0,06 0,010 0,22 0,52 1,0 3,1
Manusia 70
0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0
kg
Table 1. Konversi dosis hewan ke manusia (Harmita dan Radji, 2008)

20
2.6.3 Pemberian Tanda Pada Hewan Uji

Hewan percobaan perlu diberi tanda untuk dapat dibedakan dengan hewan

yang lain. Penandaan dapat menggunakan larutan 10% pikrat atau tinta cina atau

pewarna lain. Tanda dapat diberikan berupa titik dan garis pada punggung atau

ekor (Brookes, 2012).

21
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 kerangka konsep

Hewan uji tikus putih (Rattus novergicus)


- Aklimatisasi 3 minggu
- Dipuasakan 1 jam

ol.ricini

a. Kontrol positif
b. Kontrol negatif
c. Ekstrak 20mg/kgBB
d. Ekstrak 40mg/kgBB
e. Ekstrak 60mg/kgBB
- Diberikan perlakuan secara peroral

Larutan uji kontrol positif, kontrol negatif, dan


sampel uji

- Setelah dilakukan perlakuan, amati


selama 5 jam

Onset terjadi diare, durasi diare, frekuensi diare,


bobot feses, dan efek antidiare

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium yang menggunakan


rancangan Pre-experimental dengan obyek penelitian menggunakan hewan uji tikus
putih.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi Program Studi DIII Farmasi


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Manado.

3.4 Variabel Penelitian


Variabel Independen : Variansi Kelarutan Ekstrak Etanol Daun Mengkudu.
Variabe Dependen : Aktivitas antidiare yang diinduksi oleum ricini.

22
3.5 Instrumen Penelitian
a. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain alat – alat gelas, batang

pengaduk, erlenmeyer, kandang tikus, rotary evaporator, sonde oral, spuit,

stopwatch, timbangan analitik, dan waterbatch.

b. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu aquadest, ekstrak daun
mengkudu, etanol 70%, loperamide, Na CMC 0,5% dan oleum ricini.

3.6 Prosedur Penelitian

1. Persiapan Sampel

Daun mengkudu yang telah dikumpulkan dibersihkan menggunakan air

mengalir, ditiriskan lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Sampel yang

telah kering diserbukkan dengan menggunakan blender hingga halus. Serbuk yang

dihasilkan diayak hingga memperoleh serbuk yang halus dan seragam. Hasilnya

dimasukkan ke dalam wadah gelas tertutup (Gunawan & Mulyani.2004).

2. Pembuatan Ekstrak

Daun mengkudu yang dikeringkan dan diserbukkan, lalu ditimbang sebanyak

100 gram. Serbuk dimaserasi dengan pelarut etanol 70% sebanyak 1L (1:5) pada

suhu ruangan dan terlindng dari sinar matahari langsung selama 1×24 jam ekstrak

ditampung dan residunya dimaserasi. Selanjutnya maserat dipekatkan dengan

rotary evaporator dan waterbath pada suhu 40-45 derajat celcius sampai

diperoleh ekstrak kental.

23
3. Penyiapan Hewan Uji

a. Pemilihan Hewan Uji

Pada penelitian ini digunakan tikus putih (Rattus novergicus) dengan berat

badan antara 200 sampai 300 gram berjumlah 15 ekor sebagai hewan uji.

b. Pembagian Hewan Uji

Tikus yang digunakan dalam penelitian sebanyak 15 ekor tikus putih, dan

dikelompokkan menjadi 5 kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor

tikus. kelompok I sebagai kontrol negatif, kelompok II sebagai pembanding

(kontrol positif), kelompok III, IV, dan V sebagai perlakuan.

4. Uji Aktivitas Antidiare

Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 3 ekor tikus putih,

kemudian diadaptasikan dan dipuasakan 1 jam. Semua tikus diberi induksi oleum

ricini. 1 ml peroral. Tiga puluh menit setelah diinduksi masing-masing kelompok

diberi perlakuan secara oral yaitu Kelompok Kontrol (Na-CMC 0,5), Kelompok

Ekstrak (150:300dan 600mg/kgBB), dan pembanding Loperamide(1,3 mg/kgBB).

Setelah tikus putih diberikan perlakuan, dlakukan pengamatan selama 5jam

dengan parameter yang diamati meliputi onset terjadinya diare,durasi

diare,frekuensi diare,bobot feses dan %efek antidiare.

3.7 Analisis Data

Dari hasil penelitian, berupa onset terjadinya diare, durasi diare, frekuensi diare

dan bobot feses antidiare dianalisis secara statistic menggunakan program SPSS

versi 18. Data dianalisis homogenitas dan normalitasnya, jika kedua uji tersebut

24
memenuhi syarat (P >0,05) maka dilanjutkan menggunakan analisis parametrik uji

One Way ANOVA, dan apabila kedua uji tidak memenuhi syarat maka dilanjutkan

analisis non parametrik menggunakan Kruskal Wallis.

25
DAFTAR PUSTAKA

Harmita dan Radji. (2008). Buku Ajar Analisis Hayati, Edisi 3.Jakarta,EGC,66-67.

Akbar B. (2010). Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi Sebagai
Bahan Antiferilitas. Jakarta: Adabia Press.

Berardi,R.R., et al. (2009). Handbook Of Nonprescription Drungs : An Interactive


Approach to Self Care 16th Edition. Washington DC : American Pharmascist
Associaion.

Berardi,R.R.,et al. (2009). Handbook Of Nonprescription Drugs: An I nteractive


Approach To self Care 16th Edition. Washington Dc: American Pharmascist
Association.

Brookes,M. (2012). Bengkel Ilmu Genetika. Jakarta: Erlangga.

Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakologi Indonesia Edisi IV. Jakarta: 31 & 46.

Dewanto ,R.H. (2007). Pengenbangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka.


Jakarta: Departemen Farmakologi,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
205-206.

Dewanto,R.H. (2007). Pengembangan Obat Tradisional Menjadi Fitofarmaka. Jakarta:


Departemen Farmakologi,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 205-206.

Djauhariya,E. (2003). Mengkudu (Morinda Citrifolia L) Tanaman Obat Potensial,Balai


Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Perkembangan Teknologi
TROL,Vol.XV,No.1,p.21.

ETS. (2005). European Convetion For The Protection Of Vertebrate Animals Used For
Experimental And Other Scientific purposes. Strasbourg.

Fatkhiyan. (2016). Gambaran Kejadian Diare Pada Balita Di wilayah Kerja Puskesmas
Wedung II. Fakultas Kesehatan Masarakat.

Ganiswarna. (2007). Penapisan Farmakologi,Pengujian Fitokimia Dan Pengujian Klinik.


Jakarta: Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam,Phytomedica.

Joko,K.J.,L.Lutoiatina & N.Yanti. (2015). Pengaruh Berbagai Mer Youghurt Terhadap


Pertumbuhan Escherichia Coli Secara In Vitro. Jurnal Teknologi Laboratorium,
4:69-74.

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Panduan Sosial Tatalaksana Diare Balita. Direktorat
Jenderal Pengadilan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan .

26
Kementrian Kesehatan RI. (2011). Panduan Sosial Tatalaksana Diare Balita. Direktoral
Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Mangkoewidjojo S. dan Smith J.B. (1988). Pemeliharaan,Pembiakan dan Penggunaan


Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta:UI press, 10-18.

Maulina F.I. (2014). Uji Antifertilitias Ekstrak N-Heksan Biji Jarak pagar (Jatropha
curcas L )Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Galur Spargue Dawley
Secara In Vivo . Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.

Najib,A. (2018). Ekstraksi Senyawa Bahan Alam. Yogyakarta: Cv Budi Utama.

Putri. (2010). Mekanisme Diare.

Sitepu & Josua. (2012). Pertandingan Efektifitas Daya Hambat Terhadap Staphylococcus
Aureus dari Berbagai Jenis Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L.) (In
Vitro) . Medan: Skripsi.Universitas Sumatera Utara.

Syamsuhidayat,S.S & Hutapea,J.R. (1991). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jakarta:


edisi kedua,Departemen Kesehatan RI.

Tarman, K., S. Purwanigsih & A. A. A. P. Negara. (2013). Aktivitas Antibakteri Ekstrak


Daun Bakau Hitam (Rhizophora Mucronata)Terhadap Bakteri Penyebab Diare.
16:249-258.

Tiwari ,P.,Kumar.,dkk. (2011). Phytochemical Screening And Extraction Review.


International Pharmaceutical Sciencia,1(1), 98-106.

Utami,A.M. (2010). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Dan Daun Mengkudu. Bogor:
Skripsi.Institute Pertanian Bogor.

Waha. (2009). Sehat Dengan Mengkudu (Morinda Citrifolia L). MSF Group, 43.

Widiana,R.,G.Indrianti & N. Harsinta. (2011). Daya Hambat Ekstrak Daun Mengkudu.


Jurnal Saintek, 3:1-5.

27

Anda mungkin juga menyukai