KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
DAFTAR ISI
Dewasa ini, beberapa obatan banyak yang menggunakan bahan kimia yang
akan berbahaya apabila dikonsumsi secara terus menurus. Tanaman gagatan
harimau (Vitis gracilis BL) adalah tanaman obat tradisional masyarakat Karo yang
berkhasiat sebagai obat penambah stamina. Tanaman yang satu ini adalah
tumbuhan yang merupakan makanan harimau Sumatera. Tanaman ini biasanya
dimakan harimau saat hendak berburu mangsa agar staminanya kuat. Di tanah Karo
tanaman ini dimanfaatkan juga sebagai sebagai obat untuk sakit perut dan
memperpanjang nafas (Sinaga, 2019). Tanaman gagatan harimau (Vitis gracili BL)
mengandung banyak metabolit sekunder seperti flavonoid dan terpenoid, yang
berperan sebagai antioksidan (Wasnis et al., 2022). Berdasarkan permasalahan
tersebut penulis memiliki gagasan yaitu membuat teh herbal dari tumbuhan gagatan
harimau (Vitis gracilis BL) sebagai obat diare untuk mewujudkan pola hidup sehat
dan berkualitas yang nantinya akan berguna bagi masyarakat luas sebagai obat
pertolongan pertama dalam penyakit diare.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hal diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan
ini adalah sebagai berikut :
Teh merupakan salah satu jenis minuman yang banyak digemari oleh
masyarakat Indonesia yang menjadikan minuman teh sebagai minuman penyegar
sekaligus memiliki banyak khasiat bagi tubuh. Manfaat yang dihasilkan dari
minuman teh adalah memberi rasa segar, dapat memulihkan kesehatan badan dan
terbukti tidak menimbulkan dampak negatif apabila dikonsumsi dalam dosis wajar
(Britany & Sumarni, 2020).
Teh herbal dari daun gagatan harimau (Vitis gracilis BL) ini diharapkan
mampu meningkatkan nilai gizi dan aktivitas senyawa didalamnya. Selain
berkhasiat dalam menjaga kesehatan tubuh manusia juga sebagai tambahan dalam
meningkatkan efek antibakterinya terhadap bakteri patogen penyebab diare (Afrida
& Sanova, 2020).
a. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa kimia yang secara khas diperoleh dari tumbuhan
dan hewan, bersifat basa,mengandung satu atau lebih atom nitrogen heterosiklik,
dibiosintesis dari asam amino, banyak diantaranya memiliki aktivitas biologis
pada manusia dan hewan. Alkoloid merupakan senyawa yang berpengaruh
terhadap susunan syaraf pusat. Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa.
Pengujian alkaloid dengan menggunakan pereaksi Mayer, Wagner dan
Dragendrof tidaak menghasilkan endapan yang terbentuk dari pergantian ligan
(Simaremare, 2014). Endapan terbentuk karena atom nitrogen yang mempunyai
pasanagan elektron bebas pada alkaloid mengganti ion iod dalam pereaksi Mayer
dan Dragendrof melalui ikatan kovalen. Jika tidak terbentuknya endapan
berwarna putih pada reagen Mayer, coklat kemerahan pada pereaksi Wagner dan
jingga pada pereaksi Dragendrof maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak tidak
mengandung senyawa alkoloid.
Kebanyakan alkaloid memiliki rasa pahit, bersifat basa lemah, dan sedikit
larut dalam air dan dapat larut dalam pelarut organic non polar seperti dietil eter,
kloroform dan lain-lain. Beberapa alkaloid memliki warna seperti berberin yang
berwarna kuning dan garam sanguinarine dengan tembaga berwarna merah.
Alkaloid akan terdekomposisi oleh panas kecuali strychnine dan caffeine. Secara
wujud kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dan sedikit diantaranya
merupakan padatan amorf (Julianto, 2019).
Alkaloid pada dasarnya merupakan senyawa yang bersifat basa dengan
keberadaan atom nitrogen dalam strukturnya, Asam amino berperan sebagai
senyawa pembangun dalam biosintesis alkaloid. Kebanyakan alkaloid
mengandung satu inti kerangka piridin, quinolin, dan isoquinolin atau tropan dan
bertanggungjawab terhadap efek fisiologis pada manusia dan hewan. Rantai
samping alkaloid dibentuk atau merupakan turunan dari terpena atau asetat.
Alkaloid memiliki sifat basa dan bertindak sebagai senyawa basa dalam suatu
reaksi. Campuran alkaloid dengan suatu asam akan membentuk garam kristalin
tanpa membentuk air. Pada umumnya alkaloid berbentuk padatan kristal seperti
pada senyawa atropine. Beberapa alkaloid seperti lobeline atau nikotin
berbentuk cairan (Julianto, 2019).
Alkaloid memiliki kelarutan yang khas dalam pelarut organik. Golongan
senyawa ini mudah larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam air. Garam
alkaloid biasanya larut dalam air. Di alam, alkaloid ada di banyak tumbuhan
dengan proporsi yang lebih besar dalam biji dan akar dan seringkali dalam
kombinasi dengan asam nabati. Senyawa alkaloid memiliki rasa yang pahit
(Julianto, 2019).
b. Flavonoid
Flavonoid merupakan kata yang merujuk pada senyawa bahan alam yang
mengandung dua cincin aromatik benzena yang dihubungkan oleh 3 atom
karbon, atau suatu fenilbenzopiran (C6-C3-C6). Bergantung pada posisi ikatan
dari cincin aromatik benzena pada rantai penghubung tersebut, kelompok
flavonoid dibagi menjadi 3 kelas utama, flavonoid, isoflavonoid, dan
neoflavonoid. Flavonoid merupakan senyawa metabolit tumbuhan yang sangat
melimpah di alam. Fungsi senyawa flavonoid sangatlah penting bagi tanaman
pada pertumbuhan dan perkembangannya. Senyawa flavonoid juga dipercaya
memiliki kemampuan untuk pertahanan tanaman dari herbivora dan penyebab
penyakit, serta senyawa ini membentuk dasar untuk melakukan interaksi
alelopati antar tanaman. Selain itu senyawa flavonoid memiliki aktivitas
antioksidan yang cukup tinggi (Zuhra dkk 2008).
Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenolik yang paling beragam dan
dapat ditemukan di hampir seluruh tumbuhan, yang pada umumnya terdapat
pada jaringan epidermis pada daun dan kulit buah. Kelompok utama dari
flavonoid meliputi: flavonol, flavone, isoflavone, flavanone, flavan-3-ol, dan
anthocyanin. Kelompok lain yang jumlahnya sangat minor antara lain:
coumarin, chalcone, dihydroflavonol, dan aurone (Nugroho, 2019).
Secara alamiah bagi tumbuhan sendiri, flavonoid dapat berperan sebagai
pelindung dari sinar UV, sebagai zat pewarna, serta perlindungan dari berbagai
penyakit. Sebagai polifenol, banyak studi telah membuktikan manfaat dari
flavonoid untuk kesehatan manusia, antara lain sebagai anti kanker,
antiinflamatori, antioksidan, antialergi, antiviral, anti melanogenesis, dll.
Beberapa studi juga telah membuktikan bahwa flavonoid dapat mencegah
oksidasi dari LDL (low-density lipoprotein) yang mampu mengurangi resiko
terjadinya berbagai penyakit pembuluh darah (atherosclerosis). Konsumsi
makanan terutama sayuran dan buah-buahan yang kaya akan flavonoid dapat
mencegah resiko penyakit kardiovaskuler (Nugroho, 2019).
Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa serbuk simplisia daun gagatan
harimau memiliki kandungan senyawa flavonoid. Dengan adanya Reaksi positif
ditambahkan pereaksi FeCl3 5% maka terjadi perubahan koloid hitam,
ditambahkan Mg + HCl(p) ditunjukan dengan adanya perubahan warna merah
muda. Dengan ditambahkan H2SO4(p) terjadi perubahan warna orange
kekuningan (Syamsul et al., 2022).
c. Tanin
Tanin adalah senyawa polifenol yang memiliki jumlah gugus hidroksil yang
melimpah atau gugus lainnya seperti karboksil untuk dapat membentuk ikatan
kompleks yang kuat dengan beberapa molekul makro seperti protein, pati,
selulosa, dan juga mineral. Karakteristik tanin adalah hadirnya paling tidak 12
gugus hidroksil atau 5 gugus phenyl yang dapat berfungsi dalam mengikat
protein. Dari sifat kimianya inilah tanin mampu mengendapkan protein dari
larutannya dengan cara mengikatnya. Melimpahnya jumlah hidroksil
memungkinkan tanin sebagai senyawa pengikat logam yang kuat. Untuk itu,
konsumsi tanin yang terlalu tinggi dapat menyebabkan anemia karena tanin yang
mengikat zat besi dalam darah (Nugroho, 2019).
Tanin disintesis melalui jalur shikimic acid atau phenylpropanoid pathway.
Mekanisme yang sama pada sintesis isoflavone, coumarin, lignin, dan asam
amino aromatik. Tanin dapat ditemukan pada berbagai jenis tanaman yang
dicirikan dengan rasa sepat dan asam, seperti pada teh. Cengkih, panili, kayu
manis, kacang almond, coklat, dan beberapa jenis buah berry juga mengandung
tanin dengan konsentrasi yang beragam. Tanin memiliki kemampuan sebagai
astringent, yaitu senyawa yang mampu mengencangkan jaringan tubuh sehingga
dapat dimanfaatkan untuk mengencangkan kulit. Secara alamiah, tanin berfungsi
sebagai pelindung tumbuhan dari serangan predator atau hama, oleh karena tanin
juga dapat dimanfaatkan sebagai pestisida. Seperti asal usul namanya, tanin
(tanning) memang dimanfaatkan sebagai bahan dalam penyamakan kulit
(Nugroho, 2019).
Adanya senyawa tanin ditandai dengan adanya perubahan larutan ekstrak
menjadi hijau kehitaman dan disertai terbentuknya endapan. Perubahan warna
tersebut terjadi karena adanya reaksi yang terjadi antara gugus senyawa tanin
dengan reagen FeCl3 1% (Putri & Lubis, 2020) . Gugus hidroksil pada senyawa
tanin akan bereaksi dengan reagen FeCl3 1% sehingga dapat terjadinya
perubahan warna ekstrak menjadi hijau kehitaman (Simaremare, 2014).
2.3 Diare
Menurut Selviana et al., 2016 (Tuang, 2021) Diare adalah suatu keadaan
pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang
terjadi berupa perubahan peningkatan volume, keenceran, dan frekuensi dengan
atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4
kali/hari. Sedangkan Menurut Yuliani dan Suriadi, diare adalah kehilangan cairan
dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih
buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair (Yuliani & Suriadi, 2010).
Defenisi lain dari diare menurut Ariani, diare merupakan suatu kondisi di mana
seseorang buang air besar (BAB) dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (3 kali atau lebih) dalam satu
hari (Ariani, 2016). Sehingga berdasarkan literatur tersebut diare merupakan
penyakit yang menyebabkan penderitanya sering buang air besar dengan kondisi
tinja yang encer atau berair. Tingginya angka kejadian diare disebabkan oleh
banyak faktor diantaranya makanan dan minuman yang terkontaminasi akibat
kebersihan yang buruk, infeksi virus dan bakteri (Rahmah et al., 2016).
Indonesia masih memiliki angka kematian akibat penyakit diare yang cukup
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka morbiditas dan juga penanganan
pada penderita yang terlambat dilakukan. Survei morbiditas yang dilakukan
Kementerian Kesehatan di Indonesia dari tahun 2000-2010 menunjukkan adanya
insidensi penyakit diare yang cenderung naik. Pada tahun 2000, penduduk yang
terserang penyakit diare merupakan 301 per 1000 penduduk dan tahun 2010 naik
menjadi 411 per 1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) pada diare juga masih
sering terjadi, dengan CFR (Case Fatality Rate) yang masih tinggi (Kemenkes RI,
2011). Diare menyebabkan status gizi buruk serta menyebabkan kegagalan
pertumbuhan, bahkan penurunan berat badan yang permanen akibat kehilangan
cairan dan dehidrasi. Permasalahan yang dirasakan adalah buang air besar dengan
konsistensi lunak atau cair, bahkan bisa dalam bentuk air saja dan frekuensinya
lebih sering biasanya tiga kali atau lebih dalam satu hari (Arda et al., 2020).
Faktor terjadinya diare dapat dibagi menjadi tiga, yaitu faktor lingkungan,
faktor individu dan faktor perilaku. Faktor lingkungan seperti kualitas air yang tidak
bersih, lingkungan yang padat dan kurangnya ketersediaan sarana air bersih. Faktor
individu seperti malnutrisi dan faktor perilaku seperti sanitasi dan hygiene
makanan, buang air besar sembarangan, tidak mencuci tangan sebelum makan dan
tidak mencuci peralatan makan sebelum digunakan (Utami & Luthfiana, 2016).
Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan dengan menggunakan satu tempat yaitu
di Laboratorium Kimia FMIPA Unimed
1. Alat
Alat yang digunakan adalah blender (Maspion), pisau, timbangan kilogram
(Five Goats), timbangan gram (ACII), moisture balance (Ohauss MB 23), rotary
evaporator (Heidolph tipe : Hei-VAP), viskosimeter (Iscotester), inkubator
(Binder), autoklaf (All American), oven (Memmert), Laminar Air Flow (LAF)
(LAF 105/1 18), timbangan analitik (OHAUS AR2140 dengan kepekaan 0,0001
gram), bejana kromatografi, lampu UV254 nm, UV366 nm.
2. Bahan
Bahan yang digunakan terdiri dari :
1. Bahan Penelitian : Daun gagaten harimau (Vicis gracilis BL)
d. Kontrol
negative
5. Bahan untuk uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yakni identifikasi
terpenoid dan flavonoid adalah :
Ekstrak kental daun gagaten harimau segar sebanyak 225 g dilarutkan dalam
1100 mL air dan 127 g ekstrak kental daun gagaten harimau kering dilarutkan dalam
600 mL air sampai seluruh ekstrak larut. Ekstrak kental dari daun segar dapat
sepenuhnya larut dalam air, sedangkan ekstrak kental dari daun kering tidak
sepenuhnya dapat larut, maka ditambahkan 150 mL campuran air : metanol (9 : 1).
Fase air-metanol selanjutnya difraksinasi secara bertingkat dengan metode partisi
cair-cair. Proses ini dilakukan menggunakan corong pisah dengan pelarut n-heksan
terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan memfraksinasi fase air dengan
pelarut etil asetat. Proses ini dilakukan hingga fase yang diinginkan (baik n-heksan
maupun etil asetat) menjadi jernih (4-5 kali penambahan pelarut), sehingga
komponen senyawa aktif yang dikehendaki dapat tersari seluruhnya.
Fraksi uji dibuat larutan stok dengan konsentrasi 100 mg/mL dengan cara
melarutkan fraksi menggunakan pelarut DMSO hingga homogen. Pengenceran
dibuat bertingkat dengan empat seri konsentrasi (50 ; 25 ; 12,5 ; dan 6,25 mg/mL).
Konsentrasi fraksi uji kemudian dikonversi dalam satuan µg/disk disesuaikan
dengan kontrol positifnya.
3.3.5 Pengujian Aktivitas Antibakteri
Pada uji toksisitas disiapkan wadah untuk pengujian, untuk masing - masing
konsentrasi ekstrak sampel membutuhkan 3 wadah dan 1 wadah sebagai kontrol
untuk masing – masing pengulangan. Selanjutnya pada tiap konsentrasi larutan
dimasukan 10 ekor larva Artemia Salina Leach. Pengamatan dilakukan selama 24
jam terhadap kematian larva Artemia Salina Leach, dimana setiap konsentrasi
dilakukan 3 pengulangan dan dibandingkan dengan kontrol. Kriteria standar untuk
menilai kematian larva Artemia Salina Leach yaitu bila larva Artemia Salina Leach
tidak menunjukkan pergerakkan selama beberapa detik observasi.
BAB 4.BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
Tabel ringkasan anggaran biaya PKM-RE
Tabel 4.1 Format Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya PKM-RE
No. Jenis Pengeluaran Sumber Dana Besaran Dana (Rp)
Belmawa 6.000.000
1. Bahan habis pakai Perguruan Tinggi 1.200.000
Instansi Lain -
Belmawa 1.500.000
2. Sewa dan jasa Perguruan Tinggi 300.000
Instansi Lain -
Belmawa 1.500.000
3. Transportasi lokal Perguruan Tinggi 300.000
Instansi Lain -
Belmawa 1.000.000
4. Lain-lain Perguruan Tinggi 200.000
Instansi Lain -
Jumlah 12.000.000
Belmawa 10.000.000
Rekap Sumber Dana Perguruan Tinggi 2.000.000
Instansi Lain -
Jumlah 12.000.000
DAFTAR PUSTAKA
Afrida, & Sanova, A. (2020). Teh Herbal Antibakteri dari Ekstrak Tumbuhan
Patikan Cina, (Euphorbia thymifolia Linn.). Journal of the Indonesian Society
of Integrated Chemistry, 12(1), 1–8.
Arda, D., Hartaty, & Hasriani. (2020). Studi Kasus Pasien dengan Diare Rumah
Sakit di Kota Makassar Pendahuluan. Jurnal Iliah Kesehatan Sandi Husada,
11(1), 461–466.
Britany, M. N., & Sumarni, L. (2020). Pembuatan Teh Herbal Dari Daun Kelor
Untuk Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Selama Pandemi Covid-19 Di
Kecamatan Limo. Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat
LPPM UMJ, 1–6.
Ervina, A., Fitriyani, R., Sulis, S., Lestari, M., Sari, A. P., Pujawati, P., & Bahriah,
U. (2022). R & D : Teh Daun Kelor, Upaya Peningkatan Volume ASI di
Kelurahan Cijoro Kabupaten Lebak Provinsi Banten Tahun 2022. Jurnal
Obstretika Scienta, 10(2), 112–131.
Harun, N., Efendi, R., & Simanjuntak, L. (2014). Penerimaan Panelis Terhadap Teh
Herbal dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Perlakuan
Suhu Pengeringan. Sagu, 13(2), 7–18.
Julianto, T. S. (2019). Fitokimia.
Nugroho, A. (2019). Teknologi Bahan Alam (Issue 1).
Putri, D. M., & Lubis, S. S. (2020). Skrining Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Daun
Kalayu (Erioglossum rubiginosum (Roxb.) Blum). AMINS, 2(3), 120–125.
Rachmawati, F., Nuria, M. C., & Sumantri. (2011). Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi
Kloroform Ekstrak Etanol Pegagan ( Centella Asiatica ( L ) Urb ) Serta
Identifikasi. Jurnal Ilmu Farmasi Dan Farmasi Kliinik, 7–13.
Rahmah, Firmawati, E., & Lestari, N. D. (2016). Penatalaksanaan Diare Berbasis
Komunitas Dengan Pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit di
Kecamatan Ngampilan. Jurnal Inovasi Dan Penerapan Ipteks, 4(2), 106–111.
Siagian, D., & Efrilia. (2022). Determinan Kejadian Diare Pada Anak Sekolah
Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Pasar IV Tahun 2021. Publlic
Health Jurnal, 8(2), 46–52.
Silaban, E. E., Afifuddin, Y., & Batubara, R. (2015). Eksplorasi Tumbuhan Obat
Di Kawasan Gunung Sibuatan, Kecamatan Merek, Ka- Bupaten Karo,
Sumatera Utara (Exploration. Jurnal Ilmu Kehutanan Peronema, 4(2), 78–91.
Simaremare, E. S. (2014). Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Gatal (Laportea
decumana (Roxb.) Wedd) Eva. Pharmacy, 11(01), 98–107.
Sinaga, O. (2019). Uji Manfaat Daun Gagaten Harimau (VitisgracilisBL) Sebagai
Tonikum Pada Mencit. Institut Kesehatan Helvetia, 1–35.
Syamsul, D., Nurussakinah, Susanti, I. S., & Kartika, Y. (2022). Uji Efek Sari Air
Serbuk Simplisia Daun Gagatan Harimau (Vitis gracilis BL.) Sebagai
Tonikum Terhadap Mencit Putih Jantan (Mus musculus). Journal of
Pharmaceutical and Sciences, 5(2), 464–472.
Tuang, A. (2021). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada
Anak. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(2), 534–542.
Utami, N., & Luthfiana, N. (2016). Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian
Diare pada Anak. Majority, 5(4), 101–106.
Wasnis, N. Z., Ilyas, S., Hutahaean, S., Silaban, R., & Situmorang, P. C. (2022).
Effect of Vitis gracilis Wall (gagatan harimau) in the recovery of
gastrocnemius muscle cells and cytochrome c expression of Mus musculus.
Journal of Pharmacy and Pharmacognosy Research, 10(2), 303–309.